Produk: timah

  • Hukuman Uang Pengganti Helena Lim Cuma Rp900 Juta di Kasus Timah, Kok Bisa?

    Hukuman Uang Pengganti Helena Lim Cuma Rp900 Juta di Kasus Timah, Kok Bisa?

    Bisnis.com, JAKARTA — Hakim Pengadilan Negeri tindak pidana korupsi atau PN Tipikor menyatakan terdakwa Helena Lim hanya perlu membayar uang pengganti sebesar Rp900 juta di kasus korupsi PT Timah Tbk. (TINS). 

    Menurut hakim, Helena Lim terbukti tidak menerima uang pengamanan dari kasus korupsi timah dengan Harvey Moeis. Sebelumnya, Helena dinyatakan telah membantu praktik pengelolaan, penyewaan proses peleburan timah ilegal melalui perusahaan PT PT Quantum Skyline Exchange.

    Helena selaku Manager PT QSE telah memberikan sarana dan prasarana peleburan ilegal itu dengan dalih penyaluran program Corporate Social Responsibility (CSR) dari sejumlah perusahaan smelter. Dalam tindakan itu, jaksa mengemukakan bahwa Harvey dan Helena telah menerima uang Rp420 miliar dalam kasus korupsi timah.

    Hakim Ketua Rianto Adam Pontoh mengatakan berdasarkan fakta persidangan bahwa aliran dana Rp420 miliar yang dikantongi perusahaan Helena Lim telah diserahkan seluruhnya ke Harvey Moeis.

    “Seluruh uang dari dana pengamanan seolah-olah dana CSR yang diterima Harvey Moeis dari para perusahaan smelter tersebut yang ditransfer ke rekening PT Quantum semuanya sudah diterima oleh Harvey Moeis,” ujar Rianto di PN Tipikor, Senin (30/12/2024).

    Namun demikian, Rianto menyatakan bahwa Helena juga masih tetap menerima keuntungan dari praktik penukaran valuta asing dari sejumlah perusahaan smelter sebesar Rp900 juta.

    “Sehingga majelis hakim berpendapat bahwa Helena tidak menikmati uang pengamanan atau seolah-olah dana CSR tersebut namun hanya menikmati keuntungan dari kurs atas penukaran valuta asing dari uang pengamanan tersebut dengan perhitungan 30 rupiah x 30 juta US Dollar yang seluruhnya berjumlah Rp900 juta rupiah,” pungkasnya.

    Sebagai informasi, Helena telah divonis lima tahun penjara dan denda Rp750 juta dalam kasus korupsi timah di IUP PT Timah (TINS). Helena juga dibebankan uang pengganti Rp900 juta subsider satu tahun penjara.

    Tuntutan itu lebih rendah dari permintaan jaksa penuntut umum yang meminta Helena agar divonis delapan tahun pidana dan dibebankan harus membayar uang pengganti Rp210 miliar.

  • Jalani Sidang Perdana Korupsi Timah, Alwin Albar dan Eks Pejabat ESDM Didakwa Rugikan Rp 300 Triliun – Halaman all

    Jalani Sidang Perdana Korupsi Timah, Alwin Albar dan Eks Pejabat ESDM Didakwa Rugikan Rp 300 Triliun – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rahmat W Nugraha

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pengadilan Tipikor Jakarta menggelar sidang perdana perkara kasus korupsi tata niaga komoditas timah untuk terdakwa baru, Senin (30/12/2024). 

    Kali ini giliran Direktur Operasi Produksi PT Timah periode 2017-2020, Alwin Albar, Direktur Jenderal Minerba 2015-2020 Bambang Gatot Ariyono, dan Plt Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Bangka Belitung 2020 duduk di kursi pesakitan. 

    Pantauan Tribunnews.com di ruang Wirjono Prodjodikoro, jaksa membacakan surat dakwaan untuk terdakwa Alwin Albar yang berlaku juga untuk dua terdakwa lainnya. 

    Dalam persidangan Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Alwin Albar tidak melakukan tugas dan tanggungjawabnya sebagai Direksi PT Timah dalam menjalankan pengurusan kepentingan perusahaan sesuai peraturan perundang-undangan.

    Ia seolah membiarkan adanya kegiatan penambangan ilegal di Wilayah IUP PT Timah. 

    “Terdakwa melaksanakan kerja sama antara PT Timah dengan sejumlah mitra jasa penambangan (pemilik IUJP) yang diketahui melakukan penambangan ilegal dan/atau menampung hasil penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah,” kata jaksa di persidangan.

    Tak hanya itu, JPU juga mendakwa Alwin Albar merealisasikan pembayaran dari PT Timah kepada Mitra Jasa Penambangan (pemilik IUJP) seolah-olah sebagai Imbal Biaya Usaha Jasa Penambangan.

    “Terdakwa membuat dan melaksanakan program pengamanan aset cadangan bijih timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan PT Timah dengan membeli bijih timah dari penambang-penambang ilegal di Wilayah IUP PT Timah,” kata jaksa. 

    Akibat perbuatan terdakwa Alwin Albar dkk sebagaimana diuraikan tersebut di atas, kata jaksa telah mengakibatkan Kerugian Keuangan Negara sebesar Rp 300.003.263.938.131,14.

    Atas perbuatannya terdakwa melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahaan atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 

    Sebelumnya mantan dua petinggi PT Timah tbk Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan Emil Ermindra masing-masing divonis delapan tahun penjara dalam kasus korupsi tata niaga komoditas timah di Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah tbk tahun 2015-2022.

    Adapun Mochtar Riza selaku mantan Direktur Utama PT Timah Tbk dan Emil Ermindra selaku mantan Direktur Keuangan PT Timah Tbk terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan primer Jaksa Penuntut Umum.

    “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Mochtar Riza Pahlevi dan terdakwa Emil Ermindra oleh karena itu dengan pidana penjara masing-masing selama 8 tahun,” ucap Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh saat bacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (30/12/2024).

    Selain pidana badan, kedua terdakwa juga dikenakan pidana denda oleh Majelis hakim sebesar Rp 750 juta.

    Hakim menyatakan, denda tersebut akan diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan apabila Mochtar Riza dan Emil tidak membayar denda seperti yang telah dijatuhkan tersebut.

    Sementara itu selain pembacaan vonis untuk kedua mantan petinggi PT Timah tersebut, Hakim dalam sidang ini juga menjatuhkan vonis terhadap Direktur PT Stanindo Inti Perkasa (SIP) MB Gunawan.

    Dalam kasus ini MB, dijatuhi vonis selama 5 tahun 6 bulan penjara atau 5,6 tahun lantaran terbukti melakukan tindak pidana korupsi.

    Ia juga dijatuhi pidana denda sebesar Rp 500 juta oleh Majelis hakim dengan ketentuan apabila tidak membayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan.

    “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa MB Gunawan oleh karena itu dengan pidana penjara selama 5 tahun dan 6 bulan dan denda sebesar Rp 500 juta subsider 4 bulan kurungan,” pungkas Hakim.

  • BPJS Harvey Moeis-Sandra Dewi Dibiayai APBD Picu Polemik, Ini Kata Pj Gubernur Teguh

    BPJS Harvey Moeis-Sandra Dewi Dibiayai APBD Picu Polemik, Ini Kata Pj Gubernur Teguh

    loading…

    Penjabat (Pj) Gubernur Provinsi DKI Jakarta Teguh Setyabudi menanggapi status kepesertaan BPJS Kesehatan Harvey Moeis dan aktris Sandra Dewi. Foto/SINDOnews

    JAKARTA – Penjabat (Pj) Gubernur Provinsi DKI Jakarta Teguh Setyabudi menanggapi kasus yang tengah disoroti netizen perihal status kepesertaan BPJS Kesehatan koruptor Harvey Moeis dan aktris Sandra Dewi.

    Teguh menyebut telah memanggil dinas terkait yakni Dinas Kesehatan (Dinkes) didampingi Sekretaris Daerah (Sekda), Marullah Matali terkait permasalahan itu pada Senin (30/12/2024).

    “Saya perlu sampaikan bahwasannya kami juga sudah sebenarnya tadi pagi kami langsung memanggil pihak-pihak terkait dihadiri oleh juga Pak Sekda untuk melakukan pembenahan dan sudah disampaikan sebenarnya,” kata Teguh di kawasan Tugu Pancoran, Jalan MT Haryono, Tebet, Jakarta Selatan.

    “Sebenarnya kita pun sudah melakukan cleansing, verifikasi, validasi, dan ada katakanlah data-data yang sudah kita benarkan. Namun, kebetulan sampai Pak Harvey belum,” tambahnya.

    Teguh juga menyinggung soal revisi Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 46 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan Jaminan Kesehatan dengan menyesuaikan kriteria penerima manfaat PBI APBD.

    “Yang perlu sekarang kita tindak lanjuti adalah perlu juga terkait revisi regulasi, khususnya Peraturan Gubernur Nomor 46 Tahun 2021 yang harus kita lakukan revisi,” ucapnya.

    Sebelumnya, Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) DKI Jakarta Anies Ruspitawati mengatakan, sedang merevisi Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 46 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan untuk menyesuaikan kriteria peserta PBI APBD.

    Hal itu buntut hebohnya status kepesertaan BPJS Kesehatan koruptor kasus timah, Harvey Moeis dan aktris Sandra Dewi yang ditanggung APBD DKI Jakarta sejak 2018 silam.

    “Agar bantuan ini benar-benar dimanfaatkan oleh masyarakat yang membutuhkan, dengan tetap menjaga prinsip keadilan dan transparansi dalam pelaksanaannya,” ucap Ani.

    Ani menambahkan pihaknya juga akan berkoordinasi dengan BPJS Kesehatan terkait revisi Pergub tersebut agar tepat sasaran kepada penerima manfaat.

    “Kami akan berkoordinasi juga dengan BPJS Kesehatan terkait revisi Pergub, sehingga perlindungan kesehatan bagi setiap warga bisa terpenuhi tetapi tepat sasaran,” ujarnya.

    (cip)

  • Heboh BPJS Harvey Moeis-Sandra Dewi Dibayar Pemprov DKI, Pergub Akan Direvisi

    Heboh BPJS Harvey Moeis-Sandra Dewi Dibayar Pemprov DKI, Pergub Akan Direvisi

    Jakarta

    Pengusaha yang juga terdakwa kasus korupsi timah, Harvey Moeis, beserta istrinya yang merupakan artis, Sandra Dewi, ternyata menjadi penerima bantuan iuran (PBI) BPJS Kesehatan dari Pemprov DKI Jakarta sejak 2018. Pj Gubernur DKI Jakarta Teguh Setyabudi mengatakan bakal merevisi peraturan gubernur (pergub) yang mengatur penerima universal health coverage (UHC) buntut kasus tersebut.

    “Itu awal mulanya memang kita lakukan percepatan untuk UHC. Maksudnya adalah waktu itu untuk katakanlah melindungi semua warga DKI agar bisa masuk UHC tanpa terkecuali. Dan Pak Harvey dan Ibu Sandra masuk di BPJS Kesehatan terdaftarnya sejak Maret 2018,” kata Teguh kepada wartawan di Pancoran, Jakarta Selatan (Jaksel), Senin (30/12/2024).

    Teguh mengatakan tadi pagi sudah memanggil pihak-pihak terkait adanya rencana pembenahan data penerima bantuan BPJS Kesehatan. Dia mengatakan saat ini Pemprov juga sudah melakukan verifikasi dan validasi data penerima bantuan BPJS Kesehatan.

    “Saya perlu sampaikan bahwasannya kami juga sudah sebenarnya tadi pagi kami langsung memanggil pihak-pihak terkait. Dihadiri oleh juga Pak Sekda untuk melakukan pembenahan dan sudah disampaikan sebenarnya,” jelasnya.

    Namun, dia mengatakan mungkin verifikasi data itu belum sampai Harvey dan Sandra. Sehingga keduanya masih terdaftar sebagai penerima bantuan BPJS Kesehatan.

    “Sebenarnya kita pun sudah melakukan cleansing, verifikasi, validasi, dan ada katakanlah data-data yang sudah kita benarkan. Namun kebetulan sampai Pak Harvey belum,” tambahnya.

    “Namun yang perlu sekarang kita tindak lanjuti adalah perlu juga terkait revisi regulasi, khususnya Peraturan Gubernur nomor 46 tahun 2016 yang harus kita lakukan akukan revisi sehingga nanti kita ada kriteria yang jelas penerima UHC,” tuturnya.

    “Nah selain itu kalau revisi pergubnya jalan, kita secara simultan sekarang ini sudah kita mintakan, sudah perintahkan untuk cleansing, data validasi, verifikasi terkait data ini semuanya. Sehingga mudah-mudahan dalam waktu dekat ini kita sudah clear dan tidak akan terulang kejadian seperti itu lagi. Pastinya kami juga akan koordinasikan bersama BPJS dan instansi yang terkait,” jelasnya.

    Iuran BPJS Harvey-Sandra Dibayari Pemprov Sejak 2018

    Dilansir Antara, Senin (30/12), Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Ani Ruspitawati mengatakan Pemprov Jakarta memiliki kebijakan agar semua warga Jakarta terdaftar Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

    Dia mengatakan kebijakan itu terdapat dalam Peraturan Gubernur (Pergub) nomor 169 tahun 2016. Dia mengatakan kebijakan itu merupakan implementasi Universal Health Coverage (UHC).

    “Sesuai dengan Peraturan Gubernur Nomor 169 Tahun 2016 tentang Kepesertaan dan Jaminan Pelayanan Kesehatan, pada periode 2017-2018, Pemprov DKI Jakarta melaksanakan percepatan Universal Health Coverage (UHC) dengan tujuan memastikan seluruh penduduk DKI Jakarta memiliki akses terhadap layanan kesehatan,” kata Ani.

    Ani mengatakan Pemprov DKI Jakarta memiliki target dari pemerintah pusat untuk mendaftarkan sebanyak 95% penduduk sebagai peserta JKN. Dia menyebut kebijakan ini ditujukan demi memberikan perlindungan kesehatan bagi seluruh warga DKI Jakarta.

    “Pergub itu komitmen Pemprov DKI Jakarta untuk memberikan akses layanan kesehatan kepada seluruh masyarakat yang belum terdaftar dalam JKN. Pergub melindungi hak penuh kesehatan masyarakat Jakarta,” ujarnya.

    Dia mengatakan penduduk yang memenuhi kriteria administratif seperti memiliki KTP DKI Jakarta dan bersedia dirawat di kelas 3 pada saat itu dapat didaftarkan oleh perangkat daerah setempat, yakni lurah atau camat, sebagai peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) APBD. Dia mengatakan Harvey dan Sandra telah terdaftar sejak 1 Maret 2018.

    “Termasuk Harvey Moeis dan Sandra Dewi. Keduanya terdaftar sejak 1 Maret 2018,” ujarnya.

    (jbr/jbr)

  • Eks Dirut PT Timah Riza Pahlevi Divonis 8 Tahun Penjara Lebih Rendah dari Tuntutan Jaksa

    Eks Dirut PT Timah Riza Pahlevi Divonis 8 Tahun Penjara Lebih Rendah dari Tuntutan Jaksa

    Bisnis.com, JAKARTA – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) memvonis mantan Direktur Utama PT Timah Tbk. (TINS), Mochtar Riza Pahlevi Tabrani sebesar 8 tahun pidana dalam kasus korupsi timah.

    Riza juga didenda Rp750 juta subsider enam bulan. Selain Riza, Direktur Keuangan PT Timah Tbk periode 2016-2020 Emil Ermindra divonis dengan delapan tahun penjara dan denda Rp750 juta subsider 6 bulan.

    Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh menilai keduanya telah bersalah dalam kasus korupsi timah di IUP PT Timah Tbk. (TINS).

    “Menjatuhkan pidana penjara oleh karena itu masing-masing selama delapan tahun dan denda sejumlah Rp750 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar diganti pidana kurungan selama 6 bulan,” ujar Adam Pontoh di persidangan, Senin (30/12/2024).

    Vonis keduanya lebih rendah empat tahun dari tuntutan yang diminta jaksa penuntut umum. Pasalnya, JPU menuntut 12 tahun pidana dengan denda Rp1 miliar.

    Dalam kesempatan yang sama, Rianto memvonis Direktur PT Stanindo Inti Perkasa (SIP) MB Gunawan selama 5,5 tahun penjara dan denda Rp400 juta subsider empat bulan.

    “Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Mb Gunawan dengan pidana penjara selama 5 tahun 6 bulan dan denda sejumlah Rp 500 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan,” tutur Rianto.

    Sebagai informasi, ketiganya dan sejumlah terdakwa lain telah didakwa merugikan negara Rp300 triliun dalam kasus korupsi timah.

  • 7
                    
                        Ibunda Helena Menangis Histeris Usai Anaknya Divonis 5 Tahun Penjara: Pulang Anakku…
                        Nasional

    7 Ibunda Helena Menangis Histeris Usai Anaknya Divonis 5 Tahun Penjara: Pulang Anakku… Nasional

    Ibunda Helena Menangis Histeris Usai Anaknya Divonis 5 Tahun Penjara: Pulang Anakku…
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Ibu terdakwa dugaan korupsi tata niaga komoditas timah Helena Lim, Hoa Lian menangis histeris usai anaknya divonis 5 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (30/12/2024).
    Peristiwa itu terjadi ketika Helena yang sudah menjalani sidang dengan agenda pembacaan putusan dibawa kelua roleh petugas pengawal tahanan Jaksa Agung Muda bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus).
    Begitu keluar dari pintu ruang sidang, Hoa Lian sudah menunggu di kursi rodanya. Ia kemudian berteriak meminta Helena pulang.
    “Pulang sini sayang, pulang anakku. Ya ampun,” ujar ibunda Helena histeris.
    “Mati mamah, Nak, mati mamah, sayang, pulang,” tambahnya.
    Dalam perkara ini, majelis hakim menyatakan Helena terbukti melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 56 Ke-2 KUHP sebagaimana dakwaan kesatu primair.
    Helena dinilai terbukti membantu Harvey Moeis mengumpulkan uang hasil korupsi kerja sama perusahaan smelter swasta dengan PT Timah Tbk.
    Uang panas itu disamarkan di antaranya melalui transaksi
    money changer
    Helena Lim.
    Selain itu, Helena juga dinilai terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Perbuatannya dinilai melanggar Pasal 3 Undang-Undang tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
    Majelis hakim kemudian menjatuhkan hukuman 5 tahun penjara, denda Rp 750 juta subsidair 6 bulan kurungan dan uang pemgganti Rp 900 juta subsidair 1 tahun kurungan.
    Sebelumnya, jaksa menuntut Helena dihukum 8 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsidair 1 tahun kurungan.
    Jaksa juga menuntut Helena dihukum membayar uang pengganti Rp 210 miliar subsidair 4 tahun kurungan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Crazy Rich PIK Helena Lim Divonis 5 Tahun Penjara!

    Crazy Rich PIK Helena Lim Divonis 5 Tahun Penjara!

    Bisnis.com, JAKARTA — Mejelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi atau Tipikor memvonis Crazy Rich Pantai Indah Kapuk alias PIK, Helena Lim selama lima tahun penjara dalam korupsi timah.

    Ketua Majelis Hakim, Rianto Adam Pontoh mengatakan Helena Lim telah terbukti bersalah dalam kasus korupsi timah sebagaimana dakwaan primer.

    “Menjatuhkan dengan pidana penjara selama 5 tahun dan denda sejumlah 750 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar diganti pidana kurungan selama 6 bulan,” ujarnya dalam persidangan, Senin (30/12/2024).

    Selain pidana badan, Helena juga dibebankan harus membayar uang pengganti Rp900 juta yang harus dibayarkan paling lambat satu tahun usai putusan hakim berkekuatan hukum tetap atau inkrah.

    Sebelumnya, jaksa penuntut umum telah meminta Helena Lim agar divonis delapan tahun pidana dan dibebankan harus membayar uang pengganti Rp210 miliar.

    Sekadar informasi, Helena ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung pada Selasa (26/3/2024) malam. 

    Berdasarkan perannya, Helena telah membantu mengelola penyewaan proses peleburan timah ilegal melalui perusahaan PT PT Quantum Skyline Exchange.

    Helena selaku Manager PT QSE diduga telah memberikan sarana dan prasarana peleburan ilegal itu dengan dalih penyaluran program Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan.

    Adapun, Helena disebut telah menerima untung Rp900 juta dalam kasus korupsi timah di IUP PT Timah Tbk. (TINS).

  • Kasus Korupsi Rp 300 Triliun, Eks Dirut  PT Timah Dihukum 8 Tahun Penjara

    Kasus Korupsi Rp 300 Triliun, Eks Dirut PT Timah Dihukum 8 Tahun Penjara

    Kasus Korupsi Rp 300 Triliun, Eks Dirut PT Timah Dihukum 8 Tahun Penjara
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Mantan Direktur Utama PT Timah Tbk, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, dan eks Direktur Keuangan PT Timah Tbk, Emil Ermindra, dihukum 8 tahun penjara dalam kasus korupsi tata niaga timah yang merugikan negara Rp 300 triliun.
    Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rianto Adam Pontoh, menyatakan bahwa Riza dan Emil terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan kesatu primair.
    “Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Mochtar Riza Pahlevi Tabrani oleh karena itu dengan pidana penjara selama 8 tahun, dikurangi selama terdakwa dalam tahanan dengan perintah terdakwa tetap ditahan,” kata Hakim Pontoh di ruang sidang, Senin (30/12/2024).
    Hakim juga membacakan amar putusan yang sama untuk perkara yang menjerat Emil Ermindra.
    Perbuatan mereka dalam menerbitkan kebijakan kerjasama sewa smelter dan pembelian bijih timah dari penambang ilegal melalui sejumlah perusahaan melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Pidana.
    Selain pidana badan, majelis hakim juga menghukum Riza dan Emil membayar denda Rp 750 juta subsidair 6 bulan kurungan.
    “Denda Rp 750 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti kurungan 6 bulan,” ujar Hakim Pontoh.
    Sebelumnya, jaksa menuntut Riza dan Emil dihukum 12 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsidair 1 tahun kurungan.
    Mereka juga dituntut masing-masing membayar uang pengganti Rp 493 miliar subsidair 6 tahun kurungan.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Crazy Rich PIK Helena Lim Divonis 5 Tahun Penjara dalam Kasus Korupsi Timah

    Crazy Rich PIK Helena Lim Divonis 5 Tahun Penjara dalam Kasus Korupsi Timah

    Jakarta, Beritasatu.com – Pengusaha yang dikenal sebagai Crazy Rich Pantai Indah Kapuk (PIK), Helena Lim, divonis 5 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat dalam kasus korupsi tata niaga komoditas timah yang merugikan negara hingga Rp 300 triliun. Ketua Majelis Hakim, Rianto Adam Pontoh, menyatakan Helena terbukti membantu Harvey Moeis melakukan korupsi melalui perusahaan money changer miliknya, PT Quantum Skyline Exchange (QSE).

    “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Helena dengan pidana penjara selama 5 tahun, dikurangi masa tahanan, dengan perintah agar tetap ditahan,” ujar Hakim Pontoh dalam sidang pada Senin (30/12/2024). Selain pidana badan, Helena juga diwajibkan membayar denda Rp 750 juta subsidair 6 bulan kurungan.

    Dalam pertimbangan hakim, Helena terbukti menampung dana hasil korupsi dari Harvey Moeis yang disamarkan sebagai dana Corporate Social Responsibility (CSR) oleh PT Timah Tbk. Helena juga dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) sesuai Pasal 3 Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.

    Selain hukuman penjara, Helena diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 900 juta. Apabila tidak dibayarkan dalam satu bulan setelah putusan inkrah, maka harta bendanya akan disita dan dilelang. Jika aset tidak mencukupi, hukuman tambahan berupa 1 tahun penjara akan dijatuhkan.

    Sebelumnya, jaksa menuntut Helena dengan hukuman 8 tahun penjara, denda Rp 1 miliar subsidair 1 tahun kurungan, dan uang pengganti Rp 210 miliar. Helena disebut mendapatkan keuntungan Rp 900 juta dari penukaran valuta asing yang dilakukan di PT QSE. Transaksi tersebut menyamarkan dana hasil korupsi yang diakui sebagai CSR.

    Menurut laporan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), korupsi ini menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 300 triliun. Uang ini terkait kerja sama smelter swasta dengan PT Timah Tbk dalam pengelolaan komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) pada periode 2015-2022.

    Helena Lim, sebagai pemilik PT QSE, berperan menampung dana dari Harvey Moeis. Dana ini kemudian digunakan untuk mendukung praktik ilegal dalam tata niaga timah. Meskipun Helena tidak tercatat dalam akta perusahaan, perannya dalam memfasilitasi transaksi ilegal ini terbukti kuat.

  • Prabowo Ingin Pelaku Korupsi Divonis 50 Tahun Penjara, Sindir Vonis Ringan Harvey Moeis?

    Prabowo Ingin Pelaku Korupsi Divonis 50 Tahun Penjara, Sindir Vonis Ringan Harvey Moeis?

    Jakarta, Beritasatu.com – Presiden Prabowo Subianto menginginkan hukuman berat sampai 50 tahun penjara terhadap pelaku korupsi yang merugikan negara hingga triliunan rupiah. Ia seperti menyinggung vonis ringan kepada Harvey Moeis dan terdakwa lain dalam kasus korupsi timah yang merugikan negara hampir Rp 300 triliun. 

    Hal itu disampaikan Prabowo saat memberi arahan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024  di gedung Bappenas, Jakarta, Senin (30/12/2024) siang. 

    “Saya mohon ya kalau sudah jelas melanggar jelas mengakibatkan kerugian triliunan ya semua unsurlah, terutama juga hakim-hakim vonisnya jangan terlalu ringanlah. Nanti dibilang Prabowo enggak mengerti hukum lagi,” kata Prabowo. 

    Pernyataan Prabowo seolah menyinggung vonis 6,5 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar terhadap Harvey Moeis oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta terkait kasus korupsi timah. Hukuman terhadap suami artis Sandra Dewi itu lebih ringan dari tuntutan jaksa, yakni 12 tahun penjara.

    “Rakyat itu mengerti. Rakyat di pinggir jalan mengerti rampok triliunan eh ratusan triliun vonisnya sekian tahun. Nanti jangan-jangan di penjara pakai AC punya kulkas pakai TV. Tolong menteri pemasyarakatan ya, jaksa agung. Naik banding enggak? Naik banding. Vonisnya ya 50 tahun begitu kira-kira ya,” kata Prabowo. 

    Prabowo mengajak seluruh aparatur pemerintahan untuk membersihkan diri dari perilaku korupsi, sebelum dibersihkan masyarakat. 

    “Mari kita kembali ke jati diri kita kembali ke 17 Agustus 1945, cita-cita pendiri bangsa kita. Saya tidak menyalahkan siapa pun, ini kesalahan kolektif kita. Mari kita bersihkan, makanya saya katakan aparat pemerintahan kita gunakan ini untuk membersihkan diri untuk membenahi diri, sebelum nanti rakyat yang membersihkan kita, lebih baik kita membersihkan diri kita sendiri,” ujar Prabowo.

    “Rakyat Indonesia sekarang tidak bodoh. Mereka pintar-pintar semua, orang punya gadget sudah lain. Ini bukan 30 tahun yang lalu, ini bukan 20 tahun yang lalu,” pungkas Prabowo.