Produk: timah

  • Effendi Gazali Anggap Kejagung Balikkan Stigma Penegakan Hukum No Viral No Justice

    Effendi Gazali Anggap Kejagung Balikkan Stigma Penegakan Hukum No Viral No Justice

    loading…

    Pakar komunikasi politik Effendi Gazali menilai Kejagung tampil beda karena berhasil menjawab keresahan publik dengan membalikkan istilah no viral, no justice. FOTO/DOK.SindoNews

    JAKARTA – Pakar komunikasi politik Effendi Gazali mengungkap fenomena tingginya apresiasi publik terhadap kinerja Kejaksaan Agung (Kejagung) di tengah krisis kepercayaan atas lembaga-lembaga penegak hukum. Menurutnya, lembaga yang dipimpin ST Burhanuddin itu tampil beda karena berhasil menjawab keresahan publik dengan membalikkan istilah ‘no viral, no justice’.

    “Kenapa publik memberikan apresiasi? Kadang-kadang kan kita suka dengar no viral no justice, tapi yang terjadi dengan kejaksaan sebetulnya justice dulu baru viral, kebalik gitu yah,” kata Effendi dalam keterangan, Rabu (19/3/2025).

    No viral, no justice atau jika tidak viral, tak akan ada keadilan merupakan istilah yang kerap muncul di media sosial. Istilah ini bentuk kritik netizen atas penegakan hukum yang dinilai lamban atau tidak sebagaimana semestinya sebelum suatu kasus menjadi viral.

    Menurut Effendi, tindakan Kejagung justru menunjukkan kebalikannya. Penegakan hukum dijalankan secara independen, profesional, dan akuntabel dengan tujuan utama, yakni upaya menegakkan kebenaran dan keadilan.

    Dengan prinsip mengutamakan kebenaran dan keadilan, tak heran bila Kejagung tampil lebih berani dan meyakinkan di mana hasil kerjanya bisa langsung dirasakan publik.

    Gebrakan Kejagung bahkan kerap mengejutkan publik dengan terungkapnya kasus korupsi besar dan pelik seperti kasus Jiwasraya, Asabri, Duta Palma, PT Timah dan terbaru kasus tata kelola mintak mentah Pertamina yang rugikan negara hingga ratusan triliun rupiah.

    Respons Jaksa AgungMendengar penyataan Effendi, Jaksa Agung ST Burhanuddin langsung memberi tanggapan. Dia menyebut kemepimpinannya lebih mengedepankan hasil kerja ketimbang sensasi.

    Burhanuddin selalu menekankan jajarannya agar penegakan hukum dijalankan melalui proses yang adil, bertumpu pada fakta-fakta dan bukti yang kuat serta mengikuti prinsip hukum yang berlaku.

    “Saya orang Sunda, punya prinsip caina herang laukna beunang (airnya bening, ikannya dapat), kami tidak mau ribut dulu, tapi yang terjadi ini loh saya punya hasilnya ini. Jadi gak usah ribut-ribut dulu, gak usah teriak-teriak dulu, tapi hasilnya yang utama,” kata Burhanuddin.

  • Kemenkeu Kejar 2.000 Wajib Pajak Nakal, Pengamat Pesimistis Banyak Tambah Kas Negara

    Kemenkeu Kejar 2.000 Wajib Pajak Nakal, Pengamat Pesimistis Banyak Tambah Kas Negara

    Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat pajak pesimistis kas negara bisa bertambah signifikan meski Kementerian Keuangan mengejar lebih dari 2.000 wajib pajak nakal.

    Manajer Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menjelaskan ruang bagi pemerintah untuk menaikkan penerimaan pajak sangat terbatas. Menurutnya, instrumen kebijakan yang mampu menghasilkan penerimaan dalam waktu singkat memiliki risiko politik yang tinggi. 

    Opsinya, sambung Fajry, meningkatkan penerimaan pajak melalui usaha oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Oleh sebab itu, dia tidak heran apabila otoritas fiskal itu mengincar wajib pajak nakal.

    “Saya pribadi setuju sekali dengan rencana pemerintah mengejar penerimaan terhadap 2.000 wajib pajak nakal,” jelas Fajry kepada Bisnis, Senin (17/3/2025).

    Para wajib pajak nakal tersebut sendiri akan dikejar melalui joint programme (program bersama) yang akan dilaksanakan antara direktorat jenderal yang ada di Kemenkeu melalui kerja sama analisis, pengawasan, pemeriksaan, penagihan, hingga intelijen.

    Hanya saja, dia mengingatkan bahwa program serupa pernah dilaksanakan beberapa tahun lalu yaitu analisis bersama terhadap 13.748 wajib pajak (2018) yang kemudian diperluas terhadap 3.390 wajib pajak (2019).

    Hasilnya, program bersama tersebut mampu menghasilkan penerimaan sebesar Rp6,5 triliun pada 2019.

    “Merujuk pada data historis, saya ragu kalau opsi ini akan mampu menghasilkan penerimaan yang cukup signifikan bagi pemerintah untuk mengejar target penerimaan tahun 2025,” tutup Fajry.

    Strategi Kemenkeu

    Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu menjelaskan bahwa pihaknya telah mengindentifikasi setidaknya 2.000 wajib pajak yang perlu diawasi hingga dilakukan penagihan. Para Eselon I Kemenkeu, sambungnya, akan melaksanakan joint programme untuk melakukan pengawasan hingga penagihan tersebut.

    “Ada lebih dari 2.000 WP [wajib pajak] yang kita identifikasi dan kita akan melakukan analisis, pengawasan, pemeriksaan, penagihan, intelijen. Ini mudah-mudahan bisa mendapatkan tambahan penerimaan negara,” ujar Anggito dalam Konferensi Pers APBN Kita di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, Kamis (13/3/2025).

    Tidak hanya itu, pengajar di Universitas Gadjah Mada itu mengungkapkan Kemenkeu akan melakukan optimalisasi perpajakan transaksi digital dalam negeri dan luar negeri termasuk trace and track alias pelacakan dan penelusuran.

    Kemudian, Kemenkeu akan melakukan program digitalisasi untuk mengurangi adanya penyelundupan. Sejalan dengan itu, cukai maupun rokok palsu dan salah peruntukan bisa dikurangi.

    Anggito juga mengungkapkan Kemenkeu berupaya mengintensifkan penerimaan negara yang berasal dari batu bara, timah, bauksit, dan sawit.

    “Kita nanti akan segera menyampaikan perubahan kebijakan tarif dan layering serta perubahan harga batu bara acuan,” ungkapnya.

    Terakhir, Kemenkeu akan mengintensifkan penerimaan negara bukan (PNBP) yang bersifat layanan premium atau untuk menengah ke atas di sektor imigrasi, kepolisian, dan perhubungan.

  • Nilai Ekspor Capai US$ 21,98 Miliar pada Februari 2025

    Nilai Ekspor Capai US$ 21,98 Miliar pada Februari 2025

    Jakarta, Beritasatu.com – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor Indonesia mencapai US$ 21,98 miliar pada Februari 2025. Angka ini mengalami pertumbuhan sebesar 2,58% dibandingkan Januari 2025 month to month (mtm) dan meningkat 14,05% dibandingkan Februari 2024 year on year (yoy).

    Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menyampaikan, nilai ekspor migas pada Februari 2025 mencapai US$ 1,14 miliar, tumbuh 8,25% secara bulanan, tetapi mengalami kontraksi 5,98% secara tahunan. Kenaikan ekspor migas secara bulanan didorong oleh meningkatnya nilai ekspor minyak mentah yang berkontribusi sebesar 0,56%.

    Sementara itu, ekspor nonmigas tercatat sebesar US$ 20,84 miliar, mengalami pertumbuhan 2,29% secara bulanan dan 15,4% secara tahunan. Beberapa komoditas yang memberikan kontribusi terhadap kenaikan ekspor nonmigas secara bulanan antara lain lemak dan minyak hewani/nabati yang naik 37,04% dengan andil 3,7%, mesin dan peralatan mekanis yang meningkat 37,85% dengan andil 0,92%, serta logam mulia dan perhiasan yang tumbuh 16,45% dengan andil 0,66%.

    “Peningkatan nilai ekspor pada Februari 2025 secara bulanan terutama didorong oleh kenaikan ekspor nonmigas,” ujar Amalia dalam konferensi pers di Kantor BPS pada Senin (17/3/2025).

    Secara tahunan, komoditas nonmigas yang berkontribusi terhadap pertumbuhan ekspor meliputi lemak dan minyak hewani/nabati, logam mulia dan perhiasan, serta besi dan baja.

    Berdasarkan sektor, ekspor nonmigas terbagi menjadi tiga kelompok utama. Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan mencatat nilai ekspor sebesar US$ 560 juta, tumbuh 3,06% secara bulanan dan 52,01% secara tahunan. 
    Sektor pertambangan dan lainnya mencapai US$ 2,63 miliar, mengalami kontraksi sebesar 3,41% secara bulanan dan 35,38% secara tahunan. Sementara itu, sektor industri pengolahan mencatat nilai ekspor US$ 17,65 miliar, tumbuh 3,17% secara bulanan dan 29,56% secara tahunan, dengan kontribusi sebesar 20,89% terhadap total ekspor Februari 2025.

    “Peningkatan ekspor sektor industri pengolahan secara bulanan terutama didorong oleh meningkatnya nilai ekspor minyak kelapa sawit, mesin keperluan umum, barang perhiasan dan barang berharga, serta timah,” tambah Amalia saat rilis nilai ekspor Februari 2025.

  • 2.000 Wajib Pajak Nakal Diincar Kemenkeu

    2.000 Wajib Pajak Nakal Diincar Kemenkeu

    Jakarta

    Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengincar setidaknya 2.000 wajib pajak (WP) ‘nakal’ yang belum melaksanakan kewajibannya dengan baik. Hal ini sebagai salah satu insiatif strategi yang akan dijalankan di 2025 untuk menambah penerimaan negara.

    Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu mengatakan pihaknya telah mengindentifikasi ribuan wajib pajak yang perlu diawasi hingga dilakukan penagihan. Para Eselon I Kemenkeu disebut akan melaksanakan program bersama (joint program) untuk melakukan pengawasan hingga penagihan tersebut.

    “Ada lebih dari 2.000 WP yang kita sudah identifikasi dan kita akan lakukan analisis, pengawasan, pemeriksaan, penagihan, intelijen. Ini mudah-mudahan bisa mendapatkan tambahan penerimaan negara,” kata Anggito dalam konferensi pers APBN KiTa, dikutip Minggu (16/3/2025).

    Selain itu, Kemenkeu juga akan melakukan optimalisasi perpajakan transaksi digital dalam negeri dan luar negeri termasuk trace and track alias pelacakan dan penelusuran.

    “Melakukan program digitalisasi untuk mengurangi adanya penyelundupan maupun untuk mengurangi adanya cukai dan rokok palsu dan salah peruntukan,” bebernya.

    Anggito juga mengungkapkan bahwa Kemenkeu berupaya mengintensifkan penerimaan negara yang berasal dari batu bara, timah, bauksit dan sawit.

    “Kita nanti akan segera menyampaikan perubahan kebijakan tarif dan layering, maupun harga batu bara acuan,” ungkapnya.

    Terakhir, Kemenkeu akan mengintensifikasi penerimaan negara bukan (PNBP) yang bersifat layanan premium atau untuk menengah ke atas di sektor imigrasi, kepolisian dan perhubungan.

    “Kita coba mengintensifikasi untuk mendapatkan tambahan penerimaan,” imbuhnya.

    Penerimaan Pajak Anjlok di Awal Tahun

    Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengumumkan penerimaan pajak baru terkumpul Rp 187,8 triliun sampai Februari 2025. Realisasi itu lebih rendah 30,19% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang terkumpul Rp 269,02 triliun.

    “Penerimaan pajak Rp 187,8 triliun atau 8,6% dari target,” kata Sri Mulyani.

    Sri Mulyani membeberkan terdapat dua faktor yang menyebabkan rendahnya penerimaan di awal tahun. Pertama, karena adanya penurunan harga komoditas andalan dari ekspor Indonesia.

    “Penerimaan negara memang mengalami penurunan, tapi polanya sama dan dalam hal ini beberapa memang yang kita sampaikan tadi karena adanya koreksi harga-harga komoditas yang memberi kontribusi penting bagi perekonomian kita seperti batu bara, minyak dan nikel,” beber Sri Mulyani.

    Penyebab kedua dikarenakan faktor administrasi. Hal itu dikarenakan adanya kebijakan baru yakni implementasi Tarif Efektif Rata-rata (TER) untuk PPh 21 dan ada kebijakan relaksasi pembayaran PPN dalam negeri selama 10 hari sehingga dapat dibayarkan hingga 10 Maret 2025.

    “Untuk PPN deadline-nya dimundurkan dan TER kita lihat mempengaruhi PPh 21,” ucap Sri Mulyani.

    Sri Mulyani meminta tidak perlu berlebihan menyikapi kondisi ini. Pihaknya memastikan akan tetap waspada. “Yuk kita jaga sama-sama ya. Jadi merespons terhadap perlambatan, tentu tetap kita waspada tanpa menimbulkan suatu alarm,” imbuhnya.

    (kil/kil)

  • Pemberantasan Korupsi Bak Sandiwara, Sudah Waktunya Indonesia Hukum Berat Koruptor – Halaman all

    Pemberantasan Korupsi Bak Sandiwara, Sudah Waktunya Indonesia Hukum Berat Koruptor – Halaman all

    Pieter C Zulkifli
    Pengamat Hukum dan Politik, mantan Ketua Komisi III DPR RI

    TRIBUNNEWS.COM – Pemberantasan korupsi di Indonesia disebut tak lebih dari sandiwara untuk menipu publik. Uang rakyat bahkan terus dijarah oleh para ‘penyamun’ berseragam.

    Praktik culas di Tanah Air bukan lagi sekadar penyakit, tetapi telah menjadi sistem yang dilanggengkan oleh para penegak hukum itu sendiri.

    Sebab, bagaimana mungkin rakyat diminta percaya pada institusi penegak hukum, baik Kejaksaan Agung (Kejagung), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Mahkamah Agung (MA), ketika pejabat puncaknya justru meloloskan koruptor dengan kerugian negara triliunan rupiah.

    Dan masih banyak kasus-kasus besar lainnya kemudian menguap dan hilang tanpa bekas.

    Para elite bersandiwara dengan seolah-olah berjuang untuk rakyat. Padahal, justru menjadi aktor besar lalu merampok dan menjarah uang negara.

    Korupsi di Indonesia telah mencapai titik yang sangat mengkhawatirkan. Ironi terbesar terjadi ketika mereka yang seharusnya memberantas korupsi justru terjerat dalam pusaran korupsi itu sendiri. Meski terasa getir, namun fenomena memberantas sambil korupsi bukan lagi kasus yang mengejutkan.

    KPK yang dulu dianggap sebagai benteng terakhir pemberantasan praktik rasuah, kini mengalami kemunduran besar. Salah satu bukti nyatanya ialah, mantan ketua KPK Firli Bahuri yang terlibat dalam skandal korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan). Kasus ini menunjukkan bahwa KPK sudah tidak lagi steril dari praktik korupsi yang selama ini mereka perangi.

    Tak hanya KPK, Polri pun tercoreng oleh berbagai skandal. Misalnya, kasus Ferdy Sambo yang membunuh ajudannya sendiri demi menutupi kejahatan yang lebih besar. Serta Irjen Teddy Minahasa yang seharusnya memberantas narkoba, tetapi justru terlibat dalam jual beli barang haram, semakin memperjelas betapa bobroknya sistem penegakan hukum di negeri ini.

    Sementara itu, lembaga peradilan yang seharusnya menjadi benteng keadilan malah menjadi sarang mafia hukum. Baru-baru ini, tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya ditangkap karena menerima suap untuk memberikan vonis bebas bagi Ronald Tannur dalam kasus pembunuhan Dini Sera.

    Penyidik bahkan menemukan uang suap sebesar Rp20 miliar yang tersebar di enam lokasi berbeda. Kasus ini semakin menegaskan bahwa hukum di Indonesia bukan lagi soal keadilan, tetapi soal rendahnya moral dan siapa yang memiliki modal banyak dapat mempengaruhi berbagai kebijakan.

    Yang lebih mengejutkan lagi, uang dalam jumlah besar bisa membeli jabatan dan kekuasaan. Ketika keadilan dapat diperjualbelikan, maka rakyat kecil hanya bisa pasrah memikul berbagai macam penderitaan dengan kenyataan bahwa selama ini hukum memang tidak pernah berpihak kepada mereka.

    Di samping dari itu, korupsi yang melibatkan hampir semua institusi penting di negeri ini membuktikan bahwa Indonesia kini dikuasai oleh para penyamun yang menjarah uang rakyat tanpa rasa malu.

    Korupsi di kalangan elite politik dan penegak hukum tidak hanya menghambat pembangunan, tetapi juga menghancurkan kepercayaan publik terhadap sistem pemerintahan.

    Rendahnya moral dan buruknya sistem menjadi faktor utama mengapa korupsi terus mengakar. Hingga kini, belum ada komitmen serius dari pimpinan partai politik untuk menciptakan sistem yang kuat dan bersih dari korupsi.

    Bahkan, dari tahun ke tahun, data menunjukkan tren peningkatan kasus korupsi yang melibatkan elite partai politik dan aparat penegak hukum.

    Meski telah ada undang-undang yang mengatur pemberantasan korupsi, namun implementasi payung hukum tersebut justru masih lemah. Ambiguitas regulasi, rendahnya sanksi hukum, serta kurangnya transparansi dalam pengawasan internal menjadi kendala utama dalam upaya menciptakan sistem hukum yang bersih.

    Tak hanya itu, dari rezim ke rezim badai korupsi terus menghantam berbagai lembaga negara dan BUMN. Kasus-kasus seperti dugaan rekening gendut Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebesar Rp349 triliun yang pernah disampaikan oleh Mahfud MD.

    Lalu, skandal Asabri, Jiwasraya, Bumiputera, PLN, PT Timah, emas palsu Antam 109 ton, Pertamina, penjarahan yang mengakibatkan kerusakan hutan, kegiatan pertambangan ilegal menjadi bukti nyata betapa parahnya korupsi di negeri ini.

    Pertanyaannya, apakah penegak hukum benar-benar serius menangkap, menghukum, dan merampas harta para pelaku kejahatan korupsi untuk dikembalikan kepada negara? Ataukah semua ini hanya drama yang dimainkan untuk sekadar menunjukkan bahwa pemberantasan korupsi masih berjalan?.

    Syarat menjadi negara maju bukan hanya soal pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita, tetapi juga tentang kepastian hukum, kualitas sumber daya manusia, kejujuran, serta profesionalisme dalam mengelola lembaga negara. Sayangnya, Indonesia masih terjebak dalam berbagai macam opini dan terminologi ‘middle income trap’ akibat korupsi yang merajalela.

    Untuk itu, ada empat catatan agar Indonesia keluar dari belenggu tersebut, yakni investasi dalam sumber daya manusia, dan pembangunan infrastruktur yang efisien dan tidak membebani keuangan negara.

    Lalu, transformasi ekonomi melalui kebijakan hilirisasi. Terakhir, membangun institusi dengan tata kelola yang bersih dan transparan.

    Namun, semua itu tidak akan terwujud tanpa adanya pemimpin yang berani mengambil tindakan tegas.

    Reformasi politik, hukum, dan anggaran negara harus menjadi agenda utama dalam membangun Indonesia yang lebih bermartabat. Di tengah kompleksitas geopolitik dunia, Indonesia membutuhkan pemimpin yang berani membuat gebrakan besar dalam pemberantasan korupsi.

    Hukuman bagi para koruptor selama ini masih terlalu ringan dan tidak memberikan efek jera. Sehingga, sudah saatnya Indonesia meniru negara-negara yang menerapkan hukuman paling keras bagi koruptor.

    Antara lain Tiongkok yang menghukum mati koruptor dengan skala besar. Ada juga, Arab Saudi yang menjatuhkan hukuman berat bagi pejabat yang terbukti korupsi tanpa pandang bulu. Di Singapura, harta pelaku korupsi disita, keluarga mereka diperiksa, dan mereka dibuat miskin. Bahkan paspor, SIM, serta akses ke rekening bank mereka dicabut.

    Indonesia tidak akan pernah bebas dari korupsi jika terus dipimpin oleh orang-orang yang korup dan takut mengambil tindakan tegas. Kita membutuhkan pemimpin yang berani membersihkan negeri ini dari para penjarah uang rakyat, menindak tegas para pelaku korupsi, dan mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap hukum.

    Bila korupsi bukan sekadar masalah hukum, tetapi juga menjadi persoalan moral, etika, dan kepemimpinan yang jujur. Jika rakyat ingin melihat perubahan nyata, maka sudah saatnya menuntut pemimpin yang bersih, berani, dan tidak kompromi dengan koruptor.

    Sebab, selama para pengkhianat rakyat masih bercokol di kursi kekuasaan, selama itu pula mimpi tentang Indonesia yang adil dan makmur akan tetap menjadi ilusi belaka.

  • Klasemen Liga Korupsi Indonesia 2025, Pertamina Menyodok Puncak Salip PT Timah

    Klasemen Liga Korupsi Indonesia 2025, Pertamina Menyodok Puncak Salip PT Timah

    loading…

    Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar dan Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar (kanan) menjelaskan 2 tersangka baru kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina Sub Holding dan KKKS 2018-2023. Foto/Dananjaya

    JAKARTA – Liga Korupsi Indonesia merupakan istilah satir yang dipakai pengguna media sosial untuk mengkritik tingginya kasus korupsi di Tanah Air. Belakangan, istilah tersebut makin populer menyusul terbongkarnya sejumlah kasus megakorupsi dengan tingkat kerugian negara yang fantastis.

    Asal-usul penggunaan istilah Liga Korupsi Indonesia ini berkaitan dengan kesukaan masyarakat Indonesia yang gemar mengikuti klasemen liga olahraga, seperti sepak bola. Melihat banyaknya kasus korupsi yang terungkap, muncul ide untuk membuat semacam “klasemen” kasus korupsi terbesar dan diurutkan berdasarkan jumlah kerugian negara.

    Berdasarkan informasi yang dihimpun selama beberapa waktu ke belakang, terdapat sejumlah kasus korupsi yang bisa dimasukkan ke Liga Korupsi Indonesia. Berikut ini klasemen lima besarnya yang berisi deretan kasus megakorupsi di Tanah Air dengan kerugian tak main-main.

    Klasemen Liga Korupsi Indonesia 2025

    1. Korupsi Pertamina

    Posisi teratas ditempati Pertamina. Masih hangat, sebelumnya sejumlah pejabat PT Pertamina Patra Niaga diketahui terjerat kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada 2018-2023.

    Seperti diketahui, dugaan megakorupsi PT Pertamina itu diperkirakan merugikan negara pada 2023 sebesar Rp193, 7 triliun. Jika pola korupsi berlangsung selama 2018-2023, potensi kerugian negara bisa mencapai Rp968,5 triliun atau hampir 1 kuadriliun.

    Pada kasus tersebut, Kejaksaan Agung (Kejagung) RI sebelumnya menetapkan sembilan tersangka. Di antaranya termasuk enam petinggi dari anak usaha Pertamina.

    2. Korupsi PT Timah

    PT Timah mengisi urutan ke-2 dalam klasemen. Hal ini berkaitan dengan kasus korupsi tata niaga timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk periode 2015-2022.

    Kejaksaan Agung (Kejagung) bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat kerugian negara atas kasus dugaan korupsi tata niaga timah di wilayah IUP PT Timah (TINS) periode 2015-2022 mencapai Rp300 triliun. Total 16 orang ditetapkan sebagai tersangka korupsi ini, termasuk petinggi PT Timah TBK.

    3. Kasus BLBI

    Pada krisis moneter 1997, Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) menggelontorkan dana sekira Rp147,7 triliun. Waktu itu, suntikan dana itu dipakai untuk menyelamatkan 48 bank yang terancam.

    Namun, dana tersebut tidak dikembalikan sehingga menjadi kerugian negara sekira Rp138,44 triliun. Upaya penagihan yang dilakukan masih berlangsung hingga sekarang.

    4. Kasus Penyerobotan Lahan PT Duta Palma Group

    Kasus penyerobotan kawasan hutan lindung oleh pemilik PT. Duta Palma Group, Surya Darmadi (SD), dengan nilai kerugian negara Rp 78 triliun juga menjadi salah satu korupsi besar sepanjang sejarah Indonesia. Maka dari itu, tak heran jika kasusnya masuk klasemen ini.

    Diketahui, Surya Darmadi menyerobot lahan 37 hektar di Riau dengan bantuan mantan Bupati Indragiri Hulu, R Thamsir Rachman. Pengadilan kemudian menjatuhkan vonis 16 tahun penjara ke Surya Darmadi dengan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan penjara.

    Selain itu, Surya juga memiliki kewajiban membayar uang pengganti Rp2,2 triliun. Ia sebelumnya mengajukan Peninjauan Kembali (PK), tetapi ditolak MA.

    5. Kasus PT TPPI

    Berikutnya ada kasus yang melibatkan PT Trans-Pacific Petrochemical Indotama (TPPI). Perkaranya berkaitan dengan pengolahan kondensat ilegal di kilang minyak di Tuban, Jawa Timur pada 2009-2011.

    Kerugian negara dari kasus ini mencapai Rp37,8 triliun. Sejumlah pihak yang terlibat telah divonis.

    Selain lima kasus korupsi di atas, sebenarnya masih ada beberapa lainnya yang juga bisa masuk klasemen Liga Korupsi Indonesia. Di antaranya seperti kasus korupsi PT Asabri dengan kerugian negara Rp22,7 triliun, korupsi Jiwasraya dengan kerugian Rp16,8 triliun, korupsi izin ekspor minyak sawit sebesar Rp12 triliun, dan lainnya.

    Demikian ulasan mengenai lima besar klasemen Liga Korupsi Indonesia sampai 2025 ini.

    (abd)

  • Tambah Kas Penerimaan Negara, Kemenkeu Kejar 2.000 Wajib Pajak Nakal

    Tambah Kas Penerimaan Negara, Kemenkeu Kejar 2.000 Wajib Pajak Nakal

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Keuangan alias Kemenkeu akan mengejar setidaknya 2.000 wajib pajak sebagai salah satu insiatif strategi untuk menambah penerimaan negara.

    Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu menjelaskan bahwa pihaknya telah mengindentifikasi ribuan wajib pajak yang perlu diawasi hingga dilakukan penagihan. Para Eselon I Kemenkeu, sambungnya, akan melaksanakan program bersama (joint program) untuk melakukan pengawasan hingga penagihan tersebut.

    “Ada lebih dari 2.000 WP [wajib pajak] yang kita identifikasi dan kita akan melakukan analisis, pengawasan, pemeriksaan, penagihan, intelijen. Ini mudah-mudahan bisa mendapatkan tambahan penerimaan negara,” ujar Anggito dalam Konferensi Pers APBN Kita di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, dikutip Sabtu (15/3/2025).

    Tak hanya itu, pengajar di Universitas Gadjah Mada itu mengungkapkan Kemenkeu akan melakukan optimalisasi perpajakan transaksi digital dalam negeri dan luar negeri termasuk trace and track alias pelacakan dan penelusuran.

    Kemudian, Kemenkeu akan melakukan program digitalisasi untuk mengurangi adanya penyelundupan. Sejalan dengan itu, cukai maupun rokok palsu dan salah peruntukan bisa dikurangi.

    Anggito juga mengungkapkan Kemenkeu berupaya mengintensifkan penerimaan negara yang berasal dari batu bara, timah, bauksit, dan sawit. 

    “Kita nanti akan segera menyampaikan perubahan kebijakan tarif dan layering serta perubahan harga batu bara acuan,” ungkapnya.

    Terakhir, Kemenkeu akan mengintensifkan penerimaan negara bukan (PNBP) yang bersifat layanan premium atau untuk menengah ke atas di sektor imigrasi, kepolisian, dan perhubungan.

    Sebagai informasi, dalam Konferensi Pers APBN KiTa edisi Maret pada Kamis (13/3/2025), Kemenkeu melaporkan penurunan penerimaan pajak yang cukup signifikan.

    Kemenkeu mencatat realisasi penerimaan pajak Rp187,8 triliun per Februari 2025 atau turun 30,2% secara tahunan (year on year/YoY). Pada periode yang sama sebelumnya atau laporan per Februari 2024, realisasi penerimaan pajak mencapai Rp269,02 triliun.

  • MPR Dukung Prabowo Subianto Penjarakan Koruptor di Pulau Terpencil

    MPR Dukung Prabowo Subianto Penjarakan Koruptor di Pulau Terpencil

    Jakarta, Beritasatu.com – Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Ahmad Muzani mendukung rencana Presiden Prabowo Subianto untuk memenjarakan para koruptor di pulau terpencil. Menurutnya, setiap kesalahan dan tindakan kejahatan harus mendapatkan hukuman setimpal.

    “Ya, setiap kesalahan harus mendapatkan hukuman setimpal,” ujar Muzani di gedung MPR/DPR, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (14/3/2025).

    Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto mengusulkan pelaku korupsi dipenjara di pulau terpencil. Prabowo mengaku geram dengan para pejabat korup yang menyalahgunakan dana negara yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan rakyat. Dia menekankan korupsi menjadi salah satu hambatan terbesar bagi pembangunan Indonesia.

    “Kami akan mengusir mereka dari tanah kami. Jika perlu, saya akan mengalokasikan anggaran khusus untuk membangun penjara di daerah terpencil agar mereka tidak bisa melarikan diri. Kita cari pulau, supaya yang kabur bisa berhadapan dengan hiu,” ujar Prabowo di Kemdikdasmen di Jakarta, Kamis (13/3/2025).

    Prabowo menyoroti dampak buruk korupsi terhadap masyarakat, terutama bagi guru, dokter, tenaga medis, dan petani yang paling merasakan akibat dari penyalahgunaan dana negara.

    “Kami bertekad untuk berusaha sekuat tenaga, dengan segala sumber daya yang kami miliki, untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi. Dengan kekayaan yang kita miliki, jika kita bisa mengurangi kebocoran dan korupsi, maka kesejahteraan rakyat akan meningkat,” tandas Prabowo Subianto.

    Dia menegaskan tidak akan mundur dalam perjuangan membersihkan negara dari korupsi.

    “Mereka harus mengerti bahwa saya siap mati demi bangsa dan negara ini. Saya tidak takut pada mafia mana pun,” katanya.

    Ini bukan pertama kalinya Prabowo secara terbuka menegaskan sikap tegasnya terhadap korupsi. Pada Desember lalu, ia mendesak hakim agar memberikan hukuman berat bagi para koruptor, terutama mereka yang menyebabkan kerugian negara hingga ratusan triliun rupiah.

    Indonesia telah menyaksikan berbagai kasus korupsi tingkat tinggi. Tahun lalu, pengusaha terkenal Harvey Moeis dijatuhi hukuman 6,5 tahun penjara dan denda sebesar US$ 13 juta atas keterlibatannya dalam kasus korupsi pertambangan timah.

    Bulan lalu, beberapa eksekutif senior dari anak perusahaan PT Pertamina ditangkap terkait skandal korupsi minyak mentah senilai US$ 12 miliar. Usulan Prabowo Subianto untuk membangun penjara koruptor di pulau terpencil ini diharapkan dapat membawa perubahan nyata dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.

  • Pakar Hukum Pidana Soroti Potensi Overpenalization dalam Gugatan PT Timah ke MK

    Pakar Hukum Pidana Soroti Potensi Overpenalization dalam Gugatan PT Timah ke MK

    loading…

    PT Timah Tbk mengajukan gugatan meminta MK untuk mengubah Pasal 18 ayat 1 huruf b dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). FOTO/DOK.SindoNews

    JAKARTA – Pakar Hukum Pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Chairul Huda menanggapi gugatan PT Timah Tbk yang meminta Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mengubah Pasal 18 ayat 1 huruf b dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Pasal tersebut mengatur tentang kewajiban mengganti kerugian negara akibat tindak pidana korupsi.

    PT Timah berpendapat pasal tersebut perlu diubah agar pembayaran uang pengganti tidak hanya dihitung berdasarkan jumlah harta benda yang diperoleh dari tindak pidana, melainkan juga berdasarkan kerugian keuangan negara dan/atau kerugian perekonomian negara.

    Menurut Chairul Huda, jika gugatan tersebut diterima dan MK mengabulkannya, maka bisa terjadi overpenalization atau hukuman yang berlebihan terhadap terdakwa.

    “Karena pidana yang dijatuhkan kepada orang yang memperkaya diri sendiri akan double atau triple dengan pidana yang dijatuhkan kepada pihak lain (orang atau korporasi) yang juga mendapatkan penambahan kekayaan karena korupsi dimaksud,” katanya, Jumat (14/3/2025).

    Terlebih, dalam kasus korupsi tata niaga timah di wilayah IUP PT Timah tersebut, bentuk kerugian negara sebesar Rp300 Triliun bukanlah angka riil, melainkan potensi kerugian akibat kerusakan lingkungan.

    “Mengambil contoh kasus PT Timah sama sekali tidak tepat, karena kerugian yang dianggap ada dalam kasus tersebut bukan kerugian keuangan negara, tapi potensi kerugian akibat kerusakan lingkungan,” ujarnya.

    Chairul menyoroti praktik eksplorasi dan eksploitasi di wilayah tambang timah. Menurutnya, yang lebih banyak menikmati hasil dari eksplorasi tambang itu adalah PT Timah itu sendiri. Karena itu, menurutnya, PT Timah yang justru harus disanksi, tapi tidak menggunakan UU Tipikor, melainkan melalui undang-undang yang lebih spesifik, seperti UU Minerba atau UU Lingkungan.

    “Justru PT Timah yang harus disanksi pidana, dengan UU Minerba dan UU lingkungan, bukan UU Tipikor,” ujarnya.

    Sebelumnya, PT Timah mengajukan gugatan kepada MK untuk mengubah Pasal 18 ayat (1) huruf b dalam UU Tipikor. Gugatan ini dilayangkan pada 3 Maret 2025 melalui kuasa hukum mereka, yang menilai bahwa pasal tersebut sudah tidak relevan dalam konteks perkara yang melibatkan Harvey Moeis dkk.

    Pasal 18 ayat (1) huruf b dalam UU Tipikor yang berlaku saat ini mengatur pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.

    PT Timah meminta agar pasal tersebut diubah menjadi, “Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan kerugian keuangan negara dan/atau kerugian perekonomian negara yang timbul akibat tindak pidana korupsi.”

    Permohonan ini diajukan terkait dengan kasus timah ilegal yang melibatkan Harvey Moeis dan sembilan terdakwa lainnya, yang kini sudah berada di tingkat banding.

    Dalam putusan banding tersebut, kerugian negara mencapai Rp300 triliun, yang terdiri dari kerugian lingkungan akibat tambang timah ilegal sebesar Rp271 triliun dan kerugian lainnya terkait penyewaan alat proses pelogaman timah yang tidak sesuai ketentuan. PT Timah menilai bahwa penerapan Pasal 18 ayat (1) huruf b dalam UU Tipikor tidak memberikan keadilan. Dalam gugatannya, mereka menyatakan, “Akibat penerapan Pasal 18 Ayat (1) huruf b UU Tipikor tersebut menjadi tidak adanya keadilan dan kepastian hukum karena para terdakwa tidak dihukum untuk mengganti kerugian keuangan negara atau perekonomian negara atas kerusakan lingkungan akibat tambang timah ilegal di wilayah IUP Pemohon I sebesar Rp271.069.688.018.700,00”.

    (abd)

  • Prabowo Usul Penjara Koruptor di Pulau Terpencil, Kabur Ketemu Hiu

    Prabowo Usul Penjara Koruptor di Pulau Terpencil, Kabur Ketemu Hiu

    Jakarta, Beritasatucom – Sebuah penjara koruptor di pulau terpencil untuk mereka yang dihukum karena kasus korupsi. Itulah ancaman yang dilontarkan Presiden Indonesia, Prabowo Subianto, pada Kamis (13/3/2025) saat ia menegaskan kembali komitmennya dalam memberantas korupsi.

    Berbicara dalam kunjungannya ke Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemdikdasmen) di Jakarta, Prabowo mengkritik para pejabat korup yang menyalahgunakan dana negara yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan rakyat. Ia menekankan bahwa korupsi menjadi salah satu hambatan terbesar bagi pembangunan Indonesia.

    “Kami akan mengusir mereka dari tanah kami. Jika perlu, saya akan mengalokasikan anggaran khusus untuk membangun penjara di daerah terpencil agar mereka tidak bisa melarikan diri. Kita cari pulau, supaya yang kabur bisa berhadapan dengan hiu,” kata Prabowo terkait usulan penjara koruptor seperti dikutip dari Jakarta Globe.

    Menurut kantor berita Antara, Prabowo menyoroti dampak buruk korupsi terhadap masyarakat, terutama bagi guru, dokter, tenaga medis, dan petani yang paling merasakan akibat dari penyalahgunaan dana negara.

    “Kami bertekad untuk berusaha sekuat tenaga, dengan segala sumber daya yang kami miliki, untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi. Dengan kekayaan yang kita miliki, jika kita bisa mengurangi kebocoran dan korupsi, maka kesejahteraan rakyat akan meningkat,” ujar Prabowo.

    Ia menegaskan tidak akan mundur dalam perjuangan membersihkan negara dari korupsi.

    “Mereka harus mengerti bahwa saya siap mati demi bangsa dan negara ini. Saya tidak takut pada mafia mana pun,” katanya.

    Ini bukan pertama kalinya Prabowo secara terbuka menegaskan sikap tegasnya terhadap korupsi. Pada Desember lalu, ia mendesak hakim agar memberikan hukuman berat bagi para koruptor, terutama mereka yang menyebabkan kerugian negara hingga ratusan triliun rupiah.

    Indonesia telah menyaksikan berbagai kasus korupsi tingkat tinggi. Tahun lalu, pengusaha terkenal Harvey Moeis dijatuhi hukuman 6,5 tahun penjara dan denda sebesar US$ 13 juta atas keterlibatannya dalam kasus korupsi pertambangan timah.

    Bulan lalu, beberapa eksekutif senior dari anak perusahaan PT Pertamina ditangkap terkait skandal korupsi minyak mentah senilai US$ 12 miliar. Usulan Prabowo untuk membangun penjara koruptor di pulau terpencil ini diharapkan dapat membawa perubahan nyata dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.