Produk: timah

  • 6
                    
                        Kejagung Dinilai Kebablasan, Tersangkakan Direktur Jak TV Tanpa Mekanisme UU Pers
                        Nasional

    6 Kejagung Dinilai Kebablasan, Tersangkakan Direktur Jak TV Tanpa Mekanisme UU Pers Nasional

    Kejagung Dinilai Kebablasan, Tersangkakan Direktur Jak TV Tanpa Mekanisme UU Pers
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Pakar hukum pidana pada Universitas Trisakti
    Abdul Fickar Hadjar
    menilai,
    Kejaksaan Agung
    (Kejagung) kebablasan karena menetapkan Direktur JAK TV Tian Bahtiar sebagai tersangka tanpa menempuh jalur yang diatur Undang-Undang Dewan Pers.
    Fickar mengatakan, sebelum menetapkan Tian sebagai tersangka karena pemberitaan yang dianggap negatif dan merintangi penyidikan, Kejagung semestinya memberikan
    hak jawab
    sebagaimana diatur UU Pers.
    “Menurut saya ini bablas, nih. Belum ada mekanisme Undang-undang Pers itu dilakukan, Kejaksaan sudah langsung mempidanakan. Ini yang menurut saya agak kebablasan,” kata Fickar dalam program
    Obrolan Neswroom Kompas.com
    , Selasa (22/4/2025).

    Fickar menjelaskan, profesi tertentu seperti pers memiliki aturan mainnya tersendiri yang tercantum dalam UU Pers.
    Ketika pers dianggap melakukan satu tindakan yang merugikan orang lain, baik secara perdata maupun secara pidana melalui pemberitaannya, maka orang tersebut bisa meminta hak jawab kepada redaksi media sebelum menempuh jalur pidana.
    “Dalam pers itu ada Undang-undang Pers. Yang mestinya digunakan oleh semua pihak, siapapun, yang merasa disudutkan, yang merasa dijelek-jelekan oleh pers, pers itu harus memberikan kesempatan untuk pihak yang merasa dirugikan mengajukan jawaban. Itu mestinya mekanismenya seperti itu,” ujar dia.
    Fickar menyebutkan, jalur hukum baru dapat ditempuh setelah masalah tersebut ditangani oleh Dewan Pers.
    Namun, dalam kasus ini, Kejagung pun belum menggunakan hak jawabnya sehingga ia menilai aparat kebablasan.
    Fickar berpandangan, penetapan Tian sebagai tersangka dapat dianggap tidak sah karena Kejagung tidak mengikuti prosedur yang diatur dalam UU Pers.
    “Jadi menurut saya ini tidak sahnya penetapan tersangka karena ada prosedur yang tidak diikuti. Kalau keberatan terhadap pemberitaan, kalau keberatan terhadap penyiaran, dan sebagainya, itu ada mekanismenya sendiri. Ada hak jawab, ada hak untuk melakukan counter, dan sebagainya,” kata dia.
    Diberitakan sebelumnya, Kejagung menetapkan Tian dan dua advokat, Marcella Santoso dan Junaedi Saibih, sebagai tersangka  perintangan penyidikan kasus korupsi PT Timah Tbk, importasi gula di Kementerian Perdagangan, dan ekspor CPO.
    Kejagung menilai ada permufakatan jahat antara ketiganya dengan membangun opini publik lewat berita-berita negatif yang menyudutkan Kejagung.
     
    Menurut Kejagung, berita-berita itu dibuat oleh Tian atas permintaan Marcella dan Junaedi dengan bayaran Rp 478.500.000 yang masuk ke kantong pribadi Tian.
    Modusnya, Marcella dan Junaedi menggelar seminar, talkshow, hingga demonstrasi dengan narasi negatif tekait penanganan perkara oleh Kejagung, lalu diliput dan dipublikasikan oleh Tian.
    Ketua Umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Herik Kurniawan menyatakan, proses hukum terhadap Tian menyalahi prosedur karena persoalan mengenai karya-karya jurnalistik semestinya menjadi kewenangan Dewan Pers.
    “Kasus TB (Tian Bahtiar) terkait dengan karya-karya jurnalis. Yang bisa menentukan bahwa karya-karya jurnalis ini adalah negatif, bermasalah, ada konspirasi, ada fitnah, buruk, itu adalah wilayahnya Dewan Pers,” kata Herik saat dihubungi, Selasa (22/4/2025).
    “Jadi, ini adalah kesalahan prosedur yang dilakukan,” imbuh dia.
    Di sisi lain, Komisi Kejaksaan menilai penetapan Tian sebagai tersangka oleh Kejagung didasari adanya pemufakatan jahat yang dibuat bersama seorang pengacara untuk menghalangi jalannya penyidikan sejak awal.
    Terlebih, penyidik menemukan adanya aliran dana ke kantong pribadi petinggi JAK TV tersebut.
    Komjak menyebut penetapan tersangka terhadap Direktur Pemberitaan JAK TV itu bukan didasari oleh konten pemberitaan negatif yang diduga diolah oleh Tian Bahtiar.
    “Kalau kritik dijadikan skenario hukum berdasarkan pesanan, itu yang menjadi persoalan,” ucap Ketua Komjak Pujiyono.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 6
                    
                        Kejagung Dinilai Kebablasan, Tersangkakan Direktur Jak TV Tanpa Mekanisme UU Pers
                        Nasional

    Komjak Duga Direktur JAK TV Tersangka karena Permufakatan, Bukan Konten Berita Nasional 23 April 2025

    Komjak Duga Direktur JAK TV Tersangka karena Permufakatan, Bukan Konten Berita
    Tim Redaksi

    PANGKALPINANG, KOMPAS.com


    Komisi Kejaksaan
    (Komjak) menilai penetapan Direktur Pemberitaan JAK TV,
    Tian Bahtiar
    (TB), sebagai tersangka oleh penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus)
    Kejaksaan Agung
    (Kejagung) didasari dugaan adanya permufakatan.
    Diketahui, Tian Bahtiar diduga membuat narasi negatif dalam bentuk pemberitaan yang menyudutkan Kejagung dalam proses penanganan perkara korupsi timah dan impor gula.
    Ketua Komjak Pujiyono Suwadi menduga Tian Bahtiar turut serta melakukan kerja sama dengan advokat untuk merintangi proses penyidikan yang dilakukan oleh Kejagung.
    “Yang jadi tidak wajar adalah ketika ada permufakatan yang muncul bukan sebagai bagian dari proses hukum yang objektif, melainkan berdasarkan pesanan dari pihak yang berseberangan dengan penegak hukum,” kata Pujiyono kepada Kompas.com, Rabu (23/4/2025).
    Pujiyono berpendapat penetapan tersangka terhadap Direktur Pemberitaan JAK TV itu bukan didasari oleh konten pemberitaan negatif yang diduga diolah oleh Tian Bahtiar.
    Namun, menurutnya, penyidik menemukan adanya dugaan permufakatan antara Tian Bahtiar dan seorang pengacara untuk menghalangi jalannya penyidikan sejak awal.
    Terlebih, penyidik menemukan adanya aliran dana ke kantong pribadi petinggi JAK TV tersebut.
    “Apalagi kalau yang bersangkutan bukan pengacara dari tersangka. Ini menimbulkan tanda tanya,” kata Pujiyono.
    Guru besar Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) ini bilang, kritik terhadap aparat penegak hukum adalah hal wajar, bahkan sehat sebagai bagian dari mekanisme
    check and balances.
    Namun, kata Pujiyono, ketika kritik disusun berdasarkan pesanan dan menjadi bagian dari skenario untuk mengintervensi penegakan hukum, hal itu justru mencederai keadilan.
    “Kalau kritik dijadikan skenario hukum berdasarkan pesanan, itu yang menjadi persoalan,” ucapnya.
    Pujiyono menegaskan, Komisi Kejaksaan akan terus mengawal proses hukum agar berjalan objektif, transparan, dan bebas dari intervensi.
    Ia pun menekankan pentingnya menjunjung asas praduga tak bersalah serta menghormati proses hukum yang tengah berjalan.
    “Kami mendukung penuh kerja-kerja pers yang dijalankan secara profesional, independen, dan bertanggung jawab,” kata Pujiyono.
    “Kebebasan pers adalah pilar penting dalam negara demokrasi, tetapi tidak boleh diperalat untuk tujuan yang menyimpang dari prinsip keadilan dan keterbukaan,” imbuhnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ketika Dunia Berkabung Paus Fransiskus Wafat, Selebrasi dan Kritikan Muncul di Israel – Halaman all

    Ketika Dunia Berkabung Paus Fransiskus Wafat, Selebrasi dan Kritikan Muncul di Israel – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pengumuman wafatnya Paus Fransiskus pada Senin (21/4/2025) pagi membuat seluruh dunia berkabung.

    Namun, tidak dengan Israel yang merasa Paus Fransiskus telah mengecewakan negara Yahudi tersebut.

    Seperti mantan duta besar Israel untuk Vatikan, Rafi Schutz, yang menyebut Paus Fransiskus telah mengecewakan Israel.

    Schutz mengatakan, posisi Paus Fransiskus terhadap Israel setelah perang dimulai di Gaza pantas mendapatkan “kritikan keras”.

    Hal tersebut, kata Schutz, menandai pukulan signifikan terhadap hubungan Israel dengan Vatikan.

    Sementara itu, surat kabar Israel Hayom mengatakan, Paus Fransiskus akan dikenang di Israel, terutama karena pernyataan kerasnya terhadap perang di Gaza.

    Senada dengan surat kabar tersebut, Channel 14 yang berhaluan ekstrem juga menyebut Paus sebagai kritikus paling keras Israel.

    Dikutip dari Middle East Eye, seorang pemimpin redaksi Jerusalem Post menggambarkan kritik Paus Fransiskus terhadap Israel dan dukungannya terhadap Palestina yang diserangnya sebagai “dukungan tanpa syarat untuk Hamas”.

    “Ada optimisme tertentu di dunia Yahudi ketika ia diangkat,” kata Zvika Klein, pemimpin redaksi Jerusalem Post.

    “Ada kekecewaan yang sangat besar di sini dari pihak Israel dan Yahudi (akibat) pernyataan-pernyataan keras terutama dalam beberapa bulan terakhir,” lanjutnya.

    Paus secara vokal dan berulang kali mengkritik perang Israel di Jalur Gaza, khususnya pembunuhan anak-anak Palestina, sehingga memicu kemarahan politisi Israel.

    Dia melakukan panggilan telepon hampir setiap malam dengan komunitas Kristen Gaza selama perang, yang mereka katakan merupakan sumber penghiburan dan kenyamanan.

    Pada Desember, kementerian luar negeri Israel memanggil diplomat tinggi Vatikan setelah komentar Paus Fransiskus yang menuduh Israel melakukan “kekejaman” di Gaza.

    Tak hanya kritikan, selebrasi atas kematian Paus Fransiskus juga menggaung di media sosial Israel.

    Banyak warga Israel biasa menggunakan media sosial untuk mengekspresikan kepuasan mereka atas kematian Paus karena pendiriannya terhadap perang Israel.

    Di Facebook, pengguna media sosial mengkategorikan Paus Fransiskus sebagai “pembenci Yudaisme”.

    Di bawah  postingan Kan 11 tentang kematian Paus, seorang pengguna menulis: “Saya tidak peduli dengan orang tua psikotik ini, yang membenci Israel”.

    Dalam laporan Ynet, yang lain menulis: “Paus Fransiskus akan dikenang sebagai orang yang secara konsisten mendukung antisemitisme modern,” dan menambahkan bahwa dunia “lebih baik tanpanya”.

    Di akun berita Walla, seorang pengguna menyebutnya “seorang bid’ah yang mendukung Nazi Hamas”.

    Dan yang lain bertanya: “Mengapa Anda mengumumkan di media Yahudi tentang seorang pembenci Israel yang meninggal?”

    Meski banyak yang mengutarakan kebencian terhadap Paus, namun banyak juga orang Israel yang merasa kehilangan atas kematiannya.

    Presiden Israel, Isaac Herzog, menulis di X, ia menyampaikan belasungkawa terdalamnya kepada dunia Kristen dan khususnya komunitas Kristen di Israel.

    “Saya sungguh berharap doanya untuk perdamaian di Timur Tengah dan untuk pemulangan para sandera dengan selamat akan segera terkabul.”

    “Semoga kenangannya terus menginspirasi tindakan kebaikan, persatuan, dan harapan,” kata Herzog.

    Paus Fransiskus Disemayamkan

    JENAZAH PAUS FRANSISKUS – Tangkapan layar YouTube Vatican News yang diambil pada Selasa (22/4/2025) menunjukkan Kardinal Camerlengo Kevin Farrell memimpin upacara penetapan kematian dan penempatan jenazah mendiang Paus Fransiskus dalam peti jenazah, yang berlangsung pada Senin malam di kapel Casa Santa Marta. Dalam gambar tersebut, Paus tampak mengenakan jubah kepausan berwarna merah dan sebuah rosario yang diletakkan di tangannya, simbol iman dan pengabdian yang ia pegang teguh sepanjang masa kepemimpinannya. (Tangkapan layar YouTube Vatican News)

    Sebelum upacara pemakaman Paus Fransiskus yang diadakan pada Sabtu (26/4/2025) di Lapangan Santo Petrus, para kardinal Katolik Roma menyiapkan panggung untuk upacara khidmat.

    Saat ini, jenazah Paus Fransiskus disemayamkan di kapel kediaman Santa Marta, tempat ia tinggal selama 12 tahun masa kepausannya.

    Jenazahnya akan dibawa ke Basilika Santo Petrus yang berdekatan pada Rabu pagi pukul 09.00 waktu setempat, dalam sebuah prosesi yang akan dipimpin oleh para kardinal.

    Dikutip dari Reuters, ia akan disemayamkan di sana hingga Jumat malam pukul 19.00 waktu setempat.

    Upacara pemakamannya akan diadakan pada pukul 10.00 pagi hari berikutnya di Lapangan Santo Petrus, di depan basilika abad ke-16.

    Upacara tersebut akan dipimpin oleh Kardinal Giovanni Battista Re, dekan berusia 91 tahun dari Dewan Kardinal.

    Berbeda dengan sebelumnya, Paus Fransiskus mengonfirmasi dalam surat wasiat terakhirnya bahwa ia ingin dimakamkan di Basilika Santa Maria Maggiore di Roma dan bukan di Basilika Santo Petrus, tempat banyak pendahulunya dimakamkan.

    Meninggalnya Fransiskus telah memicu berbagai ritual kuno, karena Gereja yang beranggotakan 1,4 miliar jiwa ini memulai transisi dari satu Paus ke Paus lainnya.

    Termasuk pemecahan “Cincin Nelayan” dan segel timah milik Paus, yang digunakan semasa hidupnya untuk menyegel dokumen, sehingga dokumen tersebut tidak dapat digunakan oleh orang lain.

    Saat umat Katolik di seluruh dunia berduka atas meninggalnya Paus Fransiskus, semua kardinal di Roma dipanggil ke sebuah pertemuan pada hari Selasa untuk memutuskan urutan acara dalam beberapa hari ke depan dan meninjau jalannya Gereja sehari-hari pada periode sebelum paus baru terpilih.

    Konklaf untuk memilih paus baru biasanya berlangsung 15 hingga 20 hari setelah kematian seorang paus, yang berarti konklaf tidak boleh dimulai sebelum tanggal 6 Mei.

    Tanggal pastinya akan diputuskan oleh para kardinal setelah pemakaman Fransiskus.

    Sekitar 135 kardinal memenuhi syarat untuk berpartisipasi dalam pemungutan suara rahasia, yang dapat berlangsung selama berhari-hari sebelum asap putih yang mengepul dari cerobong Kapel Sistina memberi tahu dunia bahwa seorang paus baru telah dipilih.

    (*)

  • Direktur Pemberitaan Jak TV Tian Bahtiar Ditetapkan Tersangka Kejagung, IJTI: Preseden Berbahaya – Halaman all

    Direktur Pemberitaan Jak TV Tian Bahtiar Ditetapkan Tersangka Kejagung, IJTI: Preseden Berbahaya – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Direktur Pemberitaan Jak TV, Tian Bahtiar ditetapkan sebagai tersangka kasus perintangan penyidikan atas kasus-kasus yang ditangani oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).

    Tian Bahtiar diduga kuat menjadi aktor intelektual di balik upaya sistematis untuk merusak citra Kejagung, atas pesanan dua advokat tersangka, yakni Marcella Santoso (MS) dan Junaedi Saibih (JS).

    Konten-konten yang menyebar di media sosial dan sejumlah media online tersebut diketahui berisi narasi menyesatkan mengenai penanganan perkara korupsi oleh Kejagung, khususnya dalam kasus korupsi PT Timah dan ekspor crude palm oil (CPO).

    Mengenai hal ini, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) mempertanyakan penetapan tersangka Tian Bahtiar tersebut.

    Menurut Ketua Umum IJTI, Herik Kurniawan, jika yang menjadi dasar penetapan tersangka Tian adalah produk pemberitaan, Kejagung mestinya berkoordinasi terlebih dulu dengan Dewan Pers. 

    Pasalnya, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, penilaian atas suatu karya jurnalistik, termasuk potensi pelanggarannya, merupakan kewenangan Dewan Pers. 

    IJTI pun khawatir langkah yang diambil Kejagung tersebut akan menjadi preseden berbahaya yang bisa disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu untuk menjerat jurnalis atau media yang bersikap kritis terhadap kekuasaan

    “Ini akan menciptakan iklim ketakutan dan menghambat kemerdekaan pers,” kata Herik dalam keterangan tertulis, Selasa (22/4/2025), dilansir Kompas.com.

    Herik lantas mengingatkan, berdasarkan Undang-Undang tentang Pers, setiap persoalan atau sengketa yang berkaitan dengan pemberitaan wajib lebih dulu diselesaikan melalui mekanisme Dewan Pers, bukan langsung menggunakan proses pidana. 

    Menurut Herik, pendekatan represif terhadap kerja jurnalistik itu berpotensi mengancam kemerdekaan pers dan mencederai demokrasi. 

    Meski demikian, IJTI mendukung pengusutan perkara pidana yang tengah terjadi, asalkan pengusutan ini dilakukan secara transparan dan akuntabel. 

    “IJTI mendukung penuh upaya pemberantasan korupsi di segala lini, termasuk langkah-langkah yang sedang dilakukan Kejaksaan Agung dalam mengungkap dugaan suap senilai lebih dari Rp 478 juta yang disebut mengalir ke pihak terkait,” ujarnya. 

    “Namun, jika penetapan tersangka terhadap insan pers semata-mata karena pemberitaan yang dianggap ‘menghalangi penyidikan’, maka kami menilai perlu ada penjelasan dan klarifikasi lebih lanjut dari Kejaksaan, serta koordinasi yang semestinya dengan Dewan Pers,” imbuh Herik.

    Dewan Pers Akan Periksa Dugaan Pelanggaran Etik Tian Bahtiar

    Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu mengatakan pihaknya akan memeriksa dugaan pelanggaran etik Tian Bahtiar atas berita-berita yang dimuat, apakah memenuhi kaidah jurnalistik atau tidak.

    “Pertama, soal pemberitaannya apakah ada pelanggaran terhadap kode etik pasal 3, misalnya cover both sides atau tidak ada proses uji akurasi dan lain-lain,” jelas Ninik di Kejagung, Selasa (22/4/2025).

    Selain itu, kata Ninik, Dewan Pers juga akan mengecek soal dugaan pelanggaran etik atas perilaku Tian Bahtiar dalam menjalankan tugasnya sebagai jurnalis yang profesional.

    “Yang kedua adalah menilai perilaku dari wartawan, apakah ada tindakan-tindakan yang melanggar kode etik sebagai wartawan, di dalam menjalankan tugasnya, dalam menjalankan profesionalisme kerjanya, karena pers itu memerlukan dua hal yang harus berjalan seiring,” kata Ninik.

    Untuk itu, Dewan Pers akan mengumpulkan berita-berita yang dianggap Kejagung dibuat atas rekayasa atau permufakatan jahat. 

    Kemudian, berita-berita tersebut akan dinilai sesuai kode etik jurnalistik yang berlaku.

    Selanjutnya, Dewan Pers akan meminta keterangan langsung dari para pihak.

    “Berita-berita itulah yang nanti akan kami nilai apakah secara substansial atau secara prosedural itu menggunakan parameter kode etik jurnalistik atau bukan,” kata Ninik. 

    “Kami ingin memastikan terlebih dahulu. Jadi, dalam konteks pemeriksaan itu, bisa jadi nanti kami memanggil para pihak,” ujar Ninik. 

    Terkait penanganan kasus ini, Ninik mengatakan, Dewan Pers dan Kejagung akan menindaklanjuti sesuai dengan tugas, pokok, dan fungsi (tupoksi) masing-masing.

    “Terkait dengan proses penanganan perkara yang tadi pagi banyak diberitakan oleh media, Dewan Pers tentu meminta kita masing-masing lembaga ya,” kata Ninik.

    Ninik mengatakan, pihaknya akan mendukung semua proses hukum yang berlaku dan tak akan ikut campur selagi ada bukti yang akurat.

    “Kalau memang ada bukti-bukti yang cukup bahwa kasus tersebut terkait dengan tindak pidana, maka ini adalah kewenangan penuh dari Kejaksaan Agung untuk menindaklanjuti prosesnya,” ungkap.

    “Dewan Pers tentu tidak ingin menjadi lembaga yang cawe-cawe terhadap proses hukum,” sambungnya.

    Namun, Ninik menegaskan, pihaknya tetap akan menindaklanjuti kasus ini karena masuk dalam ranah etik jurnalistik.

    “Tetapi terkait dengan pemberitaan untuk menilai apakah sebuah karya pemberitaan itu masuk kategori karya jurnalistik atau bukan, ini adalah kewenangan etik dan yang melakukan penilaian adalah Dewan Pers, sebagaimana yang ditunjuk di dalam Undang-undang 40 tahun 1999,” tuturnya.

    Untuk itu, Ninik mengatakan telah bersepakat dengan Jaksa Agung akan bertindak sesuai tugas pokok dan fungsinya masing-masing.

    “Untuk ini, maka saya selaku Ketua Dewan Pers dan juga Pak Jaksa Agung sepakat untuk saling menghormati proses yang sedang dijalankan dan masing-masing menjalankan tugasnya, sebagaimana mandat yang diberikan oleh Undang-undang kepada kami,” katanya.

    Peran Tian Bahtiar di Balik Konten Negatif yang Hancurkan Reputasi Kejagung

    Tian diduga kuat menjadi aktor intelektual di balik upaya sistematis untuk merusak citra Kejagung, atas pesanan dua advokat tersangka, yakni Marcella Santoso (MS) dan Junaedi Saibih (JS).

    Konten-konten yang menyebar di media sosial dan sejumlah media online tersebut diketahui berisi narasi menyesatkan mengenai penanganan perkara korupsi oleh Kejagung, khususnya dalam kasus korupsi PT Timah dan ekspor crude palm oil (CPO).

    Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Abdul Qohar mengatakan, Tian Bahtiar menjalankan aksinya dengan menyusun narasi-narasi yang memutarbalikkan fakta.

    Terutama terkait angka kerugian negara, yang disebutnya tidak benar dan menyesatkan.

    Sebagai imbalan atas pembuatan konten tersebut, Tian Bahtiar menerima dana sebesar Rp478.500.000.

    Uang tersebut dibayarkan langsung oleh Marcella Santoso dan Junaedi Saibih.

    “Rp478.500.000 yang dibayarkan oleh Tersangka MS dan JS kepada TB,” kata Qohar dalam konferensi pers yang digelar di Kejaksaan Agung, Selasa.

    Pihak Kejagung juga menegaskan, tindakan Tian Bahtiar itu dilakukan secara pribadi, tanpa sepengetahuan pihak manajemen Jak TV.

    Bahkan, tidak ada kontrak kerja sama resmi antara media tersebut dengan pihak advokat ataupun klien terkait.

    “Jadi Jak TV ini mendapat uang itu secara pribadi. Bukan atas nama sebagai direktur ya Jak TV,” ucap Qohar.

    Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menyebut Tian Bahkan tidak hanya menyebarkan konten di media sosial saja.

    Disebutkan, dia juga terlibat dalam kegiatan lain yang bertujuan untuk membentuk opini negatif terhadap Kejaksaan Agung.

    “Bertugas untuk membentuk opini publik,” ujar Harli.

    Harli menjelaskan, strategi yang digunakan termasuk mendanai demonstrasi, menyelenggarakan seminar, mengarahkan program televisi, hingga membuat konten-konten media sosial yang merugikan citra institusi penegak hukum tersebut.

    Adapun, konten-konten negatif itu dipublikasikan oleh Tian Bahtiar ke beberapa medium, baik itu media sosial maupun media online yang terafiliasi dengan Jak TV.

    Namun, Tian Bahtiar sendiri membantah telah menitipkan berita ke media mana pun.

    “Nggak ada, kita sama-sama satu profesi,” ujar Tian Bahtiar saat digiring ke mobil tahanan di Kejagung.

    (Tribunnews.com/Rifqah/Glery Lazuardi/Abdi Ryanda) (Kompas.com)

  • Dewan Pers Akan Analisis Berita Direktur JakTV yang Diduga Menyudutkan Kejagung

    Dewan Pers Akan Analisis Berita Direktur JakTV yang Diduga Menyudutkan Kejagung

    PIKIRAN RAKYAT – Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu menegaskan pihaknya akan mengumpulkan dan menelaah sejumlah berita yang dipublikasikan Direktur Pemberitaan Jak TV Tian Bahtiar (TB), yang menurut Kejaksaan Agung diduga digunakan untuk melakukan permufakatan jahat. Langkah tersebut disampaikan Ninik Rahayu usai pertemuan dengan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Harli Siregar di kantor Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa, 22 April 2025.

    Menurutnya, Dewan Pers akan menilai secara cermat apakah berita-berita yang disebutkan memenuhi standar kode etik jurnalistik, baik dari segi substansi maupun prosedur penulisan. Sebelumnya, Kejagung menetapkan Tian Bahtiar (TB) sebagai tersangka kasus dugaan perintangan penyidikan dalam perkara korupsi ekspor crude palm oil (CPO) dan tata niaga komoditas timah.

    “Berita-berita itulah yang nanti akan kami nilai apakah secara substansial atau secara prosedural itu menggunakan parameter kode etik jurnalistik atau bukan,” kata Ninik dalam konferensi pers di kantor Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa, 22 April 2025.

    Dewan Pers tidak hanya akan melakukan analisis berita, namun juga membuka peluang untuk memanggil pihak-pihak terkait sebagai bagian dari proses klarifikasi dan verifikasi.

    “Kami ingin memastikan terlebih dahulu. Jadi, dalam konteks pemeriksaan itu bisa jadi nanti kami memanggil para pihak,” ucap Ninik.

    Dua Advokat dan Direktur Pemberitaan JakTv Tersangka 

    Kejagung menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan obstruction of justice atau perintangan penyidikan. Tiga tersangka adalah Marcella Santoso (MS) dan Junaidi Saibih (JS) selaku advokat serta Direktur Pemberitaan JakTV, Tian Bahtiar (TB).

    Direktur Penyidikan Jampidsus Abdul Qohar mengungkapkan ketiga tersangka diduga telah melakukan permufakatan jahat untuk merintangi penyidikan, penuntutan, dan persidangan atas kasus korupsi yang sedang ditangani. Ia menyebut, penyidik telah menyita dokumen, barang bukti elektronik seperti ponsel maupun laptop yang diduga digunakan sebagai alat untuk melakukan perintangan penyidikan.

    “Penyidik Jampidsus Kejagung mendapatkan alat bukti yang cukup untuk menetapkan tiga tersangka,” kata Abdul Qohar dalam konferensi pers, Selasa, 22 April 2025, dini hari.

    Bagaimana Modus Obstruction of Justice?

    Penyidik menemukan bukti bahwa Marcella Santoso (MS), Junaidi Saibih (JS), dan Tian Bahtiar (TB) mengoordinasikan pembuatan serta penyebaran konten-konten negatif yang menyudutkan Kejagung. Adapun Tian menerima Rp478,5 juta dari dua advokat tersebut. 

    “Dengan biaya sebesar Rp478.500.000 yang dibayarkan oleh Tersangka MS dan JS kepada TB,” ucap Abdul Qohar. 

    Abdul Qohar menjelaskan, Marcella Santoso (MS) dan Junaidi Saibih (JS) membiayai kegiatan seminar-seminar, podcast, dan talkshow di beberapa media online, dengan mengarahkan narasi-narasi  negatif dalam pemberitaan untuk mempengaruhi pembuktian perkara di persidangan. 

    “Kemudian diliput oleh tersangka TB dan menyiarkannya melalui Jak Tv dan akun-akun official Jak Tv, termasuk di media TikTok dan YouTube,” tutur Abdul Qohar. 

    Lebih lanjut, Abdul Qohar menyebut, Marcella Santoso (MS) dan Junaidi Saibih (JS) Juga membiayai demonstrasi untuk menggagalkan penyidikan, penuntutan, dan pembuktian di persidangan. Lalu, Tian mempublikasikan narasi-narasi demonstrasi tersebut secara negatif. 

    “Kemudian, tersangka JS membuat narasi-narasi dan opini-opini positif bagi timnya yaitu MS dan JS, kemudian membuat metodolgi perhitungan kerugian negara dalam penanganan perkara a quo yang dilakukan Kejaksaan adalah tidak benar dan menyesatkan,” ucap Abdul Qohar. 

    Abdul Qohar menuturkan, tindakan Marcella Santoso (MS), Junaidi Saibih (JS), dan Tian Bahtiar (TB) bertujuan membentuk opini publik dengan berita negatif yang menyudutkan Kejaksaan maupun Jampidsus dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi tata niaga timah maupun tata niaga gula saat penyidikan maupun di persidangan yang saat ini sedang berlangsung. 

    “Sehingga kejaksaan dinilai negatif masyarakat, dan perkaranya tidak dilanjuti, atau tidak terbukti di persidangan,” kata Abdul Qohar. 

    “Jadi tujuan mereka jelas dengan membentuk opini negatif, seolah yang ditangani penyidik tidak benar, mengganggu konsentrasi penyidik. Sehingga diharapkan, atau harapan mereka perkaranya dapat dibebaskan atau minimal mengganggu konsentrasi penyidikan,” ucapnya menambahkan.

    Selain itu, lanjut Abdul Qohar, para tersangka juga melakukan perbuatan menghapus beberapa berita, beberapa tulisan yang ada di barang bukti elektronik mereka. Barang bukti tersebut sudah disita penyidik.

    “Sehingga dapat disampaikan bahwa terhadap beberapa hal yang dilakukan tadi, maka termasuk unsur sengaja merusak bukti dalam perkara korupsi. Kedua juga masuk orang yang memberikan informasi palsu atau informasi yang  tidak benar selama proses penyidikan,” ujarnya. 

    Ketiga tersangka dijerat dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

    Junaedi Saibih ditahan selama 20 hari ke terhitung mulai hari ini di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung. Kemudian, Tian ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung.

    “Sedangkan tersangka MS tidak dilakukan penahanan karena yang bersangkutan sudah ditahan dalam perkara lain,” kata Abdul Qohar.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Sosok Junaedi Saibih, Advokat Jadi Tersangka Kasus Perintangan Penyidikan, Pernah Bela Rafael Alun – Halaman all

    Sosok Junaedi Saibih, Advokat Jadi Tersangka Kasus Perintangan Penyidikan, Pernah Bela Rafael Alun – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM Kejaksaan Agung atau Kejagung menetapkan advokat Junaedi Saibih sebagai tersangka atas dugaan merintangi penyidikan dan penuntutan atau obstruction of justice tiga perkara di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

    Junaedi Saibih diduga merintangi mulai dari perkara korupsi ekspor crude palm oil (CPO) dengan terdakwa tiga korporasi, tata kelola komoditas timah, dan perkara importasi gula yang melibatkan eks Menteri Perdagangan Tom Lembong.

    Selain Junaedi Saibih, Kejagung juga menetapkan advokat lainnya yaitu Marcella Santoso dan Direktur Pemberitaan JakTV, Tian Bahtiar dalam kasus serupa.

    Sosok Junaedi Saibih

    SOSOK JUNAEDI SAIBIH – Junaedi Saibih saat menjadi Pengacara Baiquni Wibowo dan Arif Rachman Arifin di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (27/2/2023). (Tribunnews.com/Ibriza)

    Junaedi Saibih adalah seorang pengacara yang beberapa kali menangani kasus besar.

    Di antaranya dalam kasus perintangan penyidikan (obstruction of justice) pembunuhan berencana Brigadir Yosua.

    Saat itu, Junaedi Saibih menjadi pengacara eks anak buah Ferdy Sambo yaitu Baiquni Wibowo dan Arif Rachman Arifin.

    Kemudian, Junaedi Saibih juga pernah membela Rafael Alun Trisambodo, mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan.

    Saat itu, Rafael Alun terjerat kasus gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

    Selain membela Rafael Alun, Junaedi Saibih juga membela Harvey Moeis yang terjerat kasus korupsi pengelolaan timah.

    Mengutip dari situs resminya, pengacara dengan gelar Dr Junaedi Saibih SH MSI LL.M ini biasa disapa Bang Juned.

    Ia adalah Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pembinaan Lingkungan Kampus (PLK) Universitas Indonesia (UI) dan Ketua Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Mitra Justitia. 

    Junaedi Saibih juga dikenal sebagai staf pengajar di Bidang Studi Hukum Acara Fakultas Hukum UI sejak tahun 2002.

    Ia meraih gelar Sarjana Hukum dan Magister Sains dalam bidang Kajian Eropa Bidang Kekhususan Hukum Eropa dari (UI).

    Sementara gelar Magister Hukum (LLM) didapat Junaedi Saibih dari Universitas Canberra dengan beasiswa Australian Development Scholarship Awards.

    Selanjutnya ia meneruskan pendidikan tingkat Doktor Ilmu Hukum di Universitas Canberra dan menempuh Program Doktor pada Pasca Sarjana di Fakultas Hukum Universitas Andalas.

    Pada 2023, Junaedi Saibih lulus dengan predicate summa cum laude.

    Jadi Tersangka

    Kini, Junaedi Saibih ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung bersama dengan  Marcella Santoso. Keduanya disebut membiayai demonstrasi untuk menggagalkan penyidikan sejumlah kasus.

    Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung RI, Abdul Qohar mengatakan, upaya perintangan tersebut diduga mereka lakukan dalam penyidikan kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk 2015-2022.

    Tak hanya kasus itu, mereka juga disebut terlibat merintangi penyidikan perkara importasi gula yang menjerat eks Mendag Tom Lembong.

    “Tersangka MS dan JS membiayai demonstrasi-demonstrasi dalam upaya untuk menggagalkan penyidikan, penuntutan, dan pembuktian perkara a quo di persidangan,” kata Qohar, dalam konferensi pers, Selasa (22/4/2025).

    Abdul Qohar juga menyebut, Marcella dan Junaedi membiayai kegiatan seminar-seminar, podcast, dan talk show mengenai kasus-kasus tersebut di beberapa media online.

    Kegiatan-kegiatan itu diduga untuk menarasikan secara negatif dalam pemberitaan guna mempengaruhi pembuktian perkara di persidangan.

    “Kemudian diliput oleh tersangka TB dan menyiarkannya melalui JakTV dan akun-akun official JakTV, termasuk di media Tik Tok dan YouTube,” jelasnya.

    Konten-konten negatif tersebut, menurut Qohar, merupakan pesanan langsung dari Marcella dan Junaedi kepada Tian Bahtiar.

    “Tersangka JS membuat narasi-narasi dan opini-opini positif bagi timnya, yaitu MS dan JS.”

    “Kemudian membuat metodologi perhitungan kerugian negara dalam penanganan perkara a quo yang dilakukan Kejaksaan adalah tidak benar dan menyesatkan,” ucapnya.

    Selain itu, keduanya juga sempat memberikan keterangan tidak benar atau palsu saat diinterogasi oleh penyidik.

    Keterangan itu, kata Qohar, berkaitan dengan draft putusan kasus ekspor CPO yang dimana kedua tersangka merupakan kuasa hukum dari tiga terdakwa korporasi.

    Bahkan penyidik Kejagung juga beranggapan, Junaedi dan Marcella telah melakukan perusakan terhadap barang bukti dalam perkara tindak pidana korupsi.

    “Keduanya juga termasuk orang yang memberikan informasi palsu atau informasi yang tidak benar selama proses penyidikan,” katanya.

    (Tribunnews.com/Sri Juliati/Ibriza Fasti Ifhami/Fahmi Ramadhan)

  • Soroti Direktur JakTV Tersangka, IJTI: Mengapa Tak Ada Dewan Pers?

    Soroti Direktur JakTV Tersangka, IJTI: Mengapa Tak Ada Dewan Pers?

    Jakarta, Beritasatu.com – Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) menyampaikan pernyataan sikap resmi terkait penetapan tersangka terhadap Direktur Pemberitaan JakTV Tian Bahtiar oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).

    Melalui siaran pers Kejaksaan Agung RI Nomor: PR–331/037/K.3/Kph.3/04/2025 tanggal 22 April 2025, disebutkan adanya dugaan suap senilai lebih dari Rp 478 juta yang melibatkan pihak media. Menanggapi hal ini, IJTI menegaskan dukungannya terhadap pemberantasan korupsi secara transparan dan akuntabel.

    Namun demikian, IJTI mempertanyakan langkah penetapan tersangka terhadap insan pers apabila dasar utamanya adalah aktivitas jurnalistik, khususnya konten atau pemberitaan yang dianggap negatif dan dinilai merintangi proses penyidikan.

    “Menyampaikan informasi kritis adalah bagian dari tugas jurnalistik dan fungsi kontrol sosial yang dilindungi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers,” ujar pernyataan resmi IJTI.

    IJTI juga menekankan bahwa jika penetapan tersangka didasarkan pada produk jurnalistik, maka seharusnya Kejagung terlebih dahulu berkoordinasi dengan Dewan Pers sebagai lembaga yang memiliki kewenangan menilai dan menangani sengketa pemberitaan.

    Lebih lanjut, IJTI menyatakan keprihatinannya atas potensi kriminalisasi terhadap jurnalis yang dapat menciptakan preseden buruk bagi kebebasan pers. Pendekatan hukum secara represif terhadap kerja jurnalistik dikhawatirkan akan menimbulkan iklim ketakutan dan menghambat kemerdekaan media dalam menjalankan fungsinya.

    “Persoalan terkait pemberitaan seharusnya diselesaikan melalui mekanisme Dewan Pers, bukan langsung melalui jalur pidana,” tegas IJTI.

    IJTI tetap mendukung proses hukum dalam pengungkapan dugaan aliran dana suap, tetapi mengingatkan pentingnya penghormatan terhadap kemerdekaan pers. IJTI juga menyerukan kepada seluruh jurnalis untuk tetap menjunjung tinggi etika profesi dan independensi dalam melaksanakan tugas jurnalistik.

    Sebelunnya, Kejagung menetapkan tiga tersangka dalam kasus perintangan penyidikan dan penuntutan (obstruction of justice). Dari ketiga tersangka, satu di antaranya adalah Direktur Pemberitaan JakTV Tian Bahtiar (TB).

    Dua orang lainnya adalah advokat Marcella Santoso (MS) dan dosen Junaedi Saibih (JS).

    Direktur Penyidikan Jampidsus Abdul Qohar mengatakan para tersangka diduga melakukan pemufakatan jahat untuk menghalangi penanganan beberapa kasus korupsi besar, termasuk korupsi tata niaga timah di IUP PT Timah Tbk (2015–2022), korupsi importasi gula oleh tersangka Tom Lembong, dan kasus pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO).

    Pengungkapan kasus bermula dari pengembangan perkara suap dalam putusan lepas fasilitas ekspor CPO di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Terungkap MS dan JS memerintahkan TB untuk menyebarkan berita-berita negatif tentang penyidik Kejagung melalui berbagai media, termasuk JakTV, dengan imbalan Rp 478,5 juta yang diterima secara pribadi oleh TB.

    IJTI menyampaikan pernyataan sikap resmi terkait penetapan tersangka terhadap Direktur Pemberitaan JakTV Tian Bahtiar oleh Kejagung.
     

  • 6
                    
                        Kejagung Dinilai Kebablasan, Tersangkakan Direktur Jak TV Tanpa Mekanisme UU Pers
                        Nasional

    Jurnalis TV Pertanyakan “Berita Negatif” yang Dasari Perkara Direktur JAKTV Nasional 22 April 2025

    Jurnalis TV Pertanyakan “Berita Negatif” yang Dasari Perkara Direktur JAKTV
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ikatan
    Jurnalis
    Televisi Indonesia (
    IJTI
    ) mempertanyakan penjelasan Kejaksaan Agung (
    Kejagung
    ) soal “berita negatif” sebagai dasar penersangkaan Direktur
    Pemberitaan
    JAKTV, Tian Bahtiar.
    “IJTI mempertanyakan penetapan tersangka terhadap insan
    pers
    jika dasar utamanya adalah aktivitas
    pemberitaan
    atau konten jurnalistik, khususnya yang dikategorikan sebagai ‘berita negatif’ yang merintangi penyidikan terkait penanganan perkara oleh Kejaksaan,” tulis Pengurus Pusat IJTI dalam siaran persnya, Selasa (22/4/2025).
    IJTI mendukujng pemberantasan korupsi, termasuk pengungkapan dugaan suap terhadap Tian Bahtiar senilai Rp 478 juta. Namun demikian yang menjadi pertanyaan adalah penersangkaan
    jurnalis
    didasarkan pada “berita negatif” yang dibikin oleh yang bersangkutan.
    “Menyampaikan informasi yang bersifat kritis merupakan bagian dari kerja pers dan fungsi kontrol sosial yang dijamin oleh undang-undang,” tulis IJTI.
    Berita merupakan produk jurnalistik. Maka sudah seharusnya perkara ini dikoordinasikan dengan Dewan
    Pers
    karena demikianlah mekanisme yang diatur di Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
    “Penilaian atau suatu karya jurnalistik, termasuk potensi pelanggarannya, merupakan kewenangan Dewan Pers,” tulis IJTI.
    IJTI khawatir penersangkaan jurnalis karena si jurnalis membuat “berita negatif” menjadi preseden berbahaya terkait memburuknya kemerdekaan pers di Indonesia.
    “Pendekatan represif terhadap kerja jurnalistik berpotensi mengancam kemerdekaan pers dan mencederai demokrasi,” kata IJTI.
    IJTI mendukung pengungkapan dugaan aliran suap perkara tersebut. IJTI juga mengingatkan agar penanganan kasus seperti ini juga harus melibatkan Dewan Pers sejak awal, bukan langsung menggunakan proses pidana.
    “Kami menyerukan kepada seluruh insan pers untuk tetap menjunjung tinggi etika jurnalistik serta menjaga independensi dalam menjalankan tugas. Di saat yang sama, kami meminta aparat penegak hukum untuk menghormati kemerdekaan pers dan tidak menggunakan pendekatan represif terhadap kerja jurnalistik,” kata IJTI.

    Istilah “berita negatif” dalam penjelasan Kejagung
    Tian Bahtiar alias TB yang merupakan Direktur Pemberitaan JAKTV menjadi tersangka, bersama pula pengacara Marcella Santoso (MS) dan Junaedi Saibih (JS). Mereka semua disangkakan dengan Pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
    Dini hari tadi, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar menjelaskan bahwa tersangka MS dan JS yang merupakan pengacara meminta Tian Bahtiar untuk memproduksi berita yang disebut Abdul Qohar bersifat “negatif” alias merugikan citra Kejagung.
    “Tersangka MS dan tersangka JS mengorder tersangka TB untuk membuat berita-berita negatif dan konten-konten negatif yang menyudutkan Kejaksaan terkait penanganan perkara aquo, baik ketika di penyidikan, penuntutan, maupun di persidangan,” kata Abdul Qohar.
    Kejagung merasa berita-berita negatif tersebut telah membentuk persepsi masyarakat yang tidak baik terhadap Kejagung. Mereka sedang mengusut kasus korupsi timah dan korupsi impor gula dengan tersangka Tom Lembong.
    “Tindakan yang dilakukan oleh tersangka MS, tersangka JS, dan tersangka TB dimaksudkan bertujuan membentuk opini publik dengan berita negatif yang menyudutkan Kejaksaan maupun Jampidsus dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi tata niaga timah maupun tindak pidana korupsi tata niaga gula, baik di penyidikan maupun di persidangan yang saat ini sedang berlangsung, sehingga Kejaksaan dinilai negatif oleh masyarakat, dan perkaranya tidak ditindaklanjuti ataupun tidak terbukti di persidangan,” tutur Abdul Qohar.
    Sore harinya, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Harli Siregar tampil dalam konferensi pers setelah mengadakan pertemuan dengan Dewan Pers. Harli menjelaskan bahwa perkara Tian Bahtiar merupakan perbuatan pribadi Tian.
    Harli menegaskan bahwa yang menjadi perhatian Kejaksaan bukanlah soal pemberitaan, melainkan tindakan permufakatan jahat untuk merintangi proses hukum yang sedang berjalan.
    “Yang dipersoalkan oleh Kejaksaan bukan soal pemberitaan, karena kita tidak anti kritik,” kata Harli di Kejagung, tadi.
    Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, menegaskan pihaknyalah yang mengurusi etik jurnalistik.
    “Saya selaku Ketua Dewan Pers dan juga Pak Jaksa Agung sepakat untuk saling menghormati proses yang sedang dijalankan dan masing-masing menjalankan tugasnya, sebagaimana mandat yang diberikan oleh Undang-Undang kepada kami,” kata Ninik.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Gurita Bisnis Tomy Winata, Anggota ‘9 Naga’ yang Disorot di Tengah Kasus Jak TV

    Gurita Bisnis Tomy Winata, Anggota ‘9 Naga’ yang Disorot di Tengah Kasus Jak TV

    GELORA.CO – Direktur Pemberitaan JakTV Tian Bahtiar (TB) bersama advokat Marcella Santoso (MS), Junaidi Saibih (JS) ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus dugaan perintangan penyidikan maupun penuntutan atau obstruction of justice.

    Kejaksaan Agung menyebut advokat Marcella Santoso dan Junaedi Saibih membiayai demonstrasi untuk menggagalkan penyidikan sejumlah kasus.

    Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar mengatakan, upaya penggagalan tersebut diduga mereka lakukan dalam penyidikan kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk 2015-2022.

    Tak hanya kasus itu, mereka juga disebut terlibat merintangi penyidikan perkara importasi gula yang menjerat eks Menteri Perdagangan Tom Lembong.

    “Tersangka MS dan JS membiayai demonstrasi-demonstrasi dalam upaya untuk menggagalkan penyidikan, penuntutan, dan pembuktian perkara a quo di persidangan,” kata Qohar, dalam konferensi pers, Selasa (22/4/2025) dini hari.

    Kemudian, Marcella dan Junaedi membiayai kegiatan seminar-seminar, podcast, dan talk show mengenai kasus-kasus tersebut di beberapa media online. Kegiatan-kegiatan itu diduga untuk menarasikan secara negatif dalam pemberitaan untuk mempengaruhi pembuktian perkara di persidangan.

    “Kemudian diliput oleh tersangka TB dan menyiarkannya melalui JakTV dan akun-akun official JakTV, termasuk di media Tik Tok dan YouTube,” jelasnya.

    Konten-konten negatif tersebut, menurut Qohar, merupakan pesanan langsung dari Marcella dan Junaedi kepada Tian Bahtiar. “Tersangka JS membuat narasi-narasi dan opini-opini positif bagi timnya, yaitu MS dan JS. Kemudian membuat metodologi perhitungan kerugian negara dalam penanganan perkara a quo yang dilakukan Kejaksaan adalah tidak benar dan menyesatkan,” ucapnya.

    Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti, Azmi Syahputra berpandangan Pasal 21 Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) tentang perintangan penyidikan bisa disangkakan terhadap Direktur Pemberitaan JAK TV Tian Bahtiar (TB). 

    Diketahui, Tian ditetapkan tersangka karena diduga secara sengaja membuat narasi dan konten-konten negatif untuk menjatuhkan Kejaksaan Agung (Kejagung). Sehingga, dinilai merintangi proses penyidikan, penuntutan, hingga pengadilan dalam kasus dugaan korupsi PT Timah, impor gula, dan ekspor crude palm oil (CPO). 

    Untuk hal itu, Tian diduga menerima uang sebesar Rp 478.500.000 yang masuk kantong pribadi setelah memuat konten-konten negatif terkait Kejagung. Menurut Azmi, terhadap Tian bisa dikenakan pasal perintangan penyidikan karena ada hubungan kasualitas antara para pelaku dengan hasil nyata berupa pemberitaan yang bertujuan mengganggu proses jalannya proses hukum oleh Kejagung. 

    “Perbuatan makna Pasal 21 dimaksud dapat dikatakan terjadi sepanjang adanya kausalitas dan di antara para pelaku terjalin kepentingan saling melindungi dan menjadi serangan balik bagi Kejagung, termasuk jika ditemukan upaya-upaya dan keadaan yang nyata hasil produksi berita tersebut guna menghambat, menghalangi, menggangu atau mempersulit jalannya proses hukum dalam kasus tersebut,” kata Azmi kepada Monitorindonesia.com, Selasa (22/4/2025). 

    “Karena dalam kasus ini, jika para penyidik menemukan bahwa perbuatan pelaku yang fokus bertujuan dari adanya pemesanan kegiatan-kegiatan produksi pemberitaan tersebut berhubungan guna menggangu proses hukum agar tidak berhasil sesuai tujuan penyidikan,” jelasnya.

    Azmi menambahkan bahwa ditemukan adanya aliran dana yang membuktikan adanya pemufakatan jahat untuk mengganggu proses hukum oleh Kejagung melalui pemberitaan yang dihasilkan. 

    “Dapat terlihat pula apakah ada pula tindakan yang secara sadar dan sengaja dalam kehendaknya para pelaku untuk menghambat proses baik secara langsung atau tidak langsung. Dalam kasus ini diketahui atau ditemukan bukti yang sekaligus menandakan adanya strategi sekaligus metting of mind dari para pihak yang sengaja menginginkan pembuatan, pemberitaan maupun opini tersebut ditujukan dalam rangka melemahkan penegakan hukum,” jelas Azmi.

    Namun, Azmi menyebut bahwa kebebasan pers tetap harus diapresiasi dan dihormati. Pasal 21 UU Tipikor berbunyi, “Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan disidang pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau 33 denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)”

    Terkait kasus itu, seorang pengusaha bernama Tomy Winata menjadi sorotan. Hal ini disebabkan stasiun televisi swasta JAKTV itu  berada di bawah naungan Artha Graha, bisnis dari anggota ‘9 naga’ itu. JAKTV sendiri memulai siarannya pada Oktober 2004 dalam sebuah uji coba. Lalu baru diresmikan pada Oktober 2005.

    Dengan bos Artha Graha Group, Tommy Winata, Menteri BUMN Erick Thohir diketahui pernah berkongsi mendirikan Jaktv pada 2005. Bisnis televisi lokal dengan motto ‘My City, My Tv’ itu langgeng hingga kini.

    Diketahui bahwa Tommy Winata merupakan pendiri dari Artha Graha Group, sebuah perusahan besar yang memiliki ratusan anak perusahaan. Ia juga memiliki berbagai gurita bisnis lainnya sehingga banyak orang yang mencantumkan namanya dalam jajaran ‘9 Naga’.

     

    Memiliki latar belakang yang serupa dengan Dato’ Sri Tahir, Tommy banyak menghabiskan masa kecilnya di sebuah gang di kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat. Namun saat ini, Tommy memiliki kekayaan sekitar USD2,4 miliar atau sekitar Rp37 triliun.

     

    Gurita bisnis Tommy Winata, seperti PT Makmur Elok Nugraha (MEG) merupakan salah satu perusahan yang bergerak di bidang properti dan pengembangan kawasan. PT MEG berada dibawah naungan Artha Group yang dikelola atau dimiliki Tomy Winata.

     

    Memiliki investasi jangka panjang di Pulau Rempang, pelaksanaan investasi PT MEG menyentuh angka Rp381 triliun hingga 2080 mendatang. Dengan demikian, perusahaan tersebut diperkirakan bisa mempekerjakan 306 ribu orang.

     

    Bsnis Tomy Winata yang selanjutnya yakni telekomunikasi. Tomy Winata mengelola PT Artha Telekomindo yang menyediakan layanan dan solusi Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Tak hanya itu, JAKTV yang mulai diuji coba tayang perdana pada 2004, kemudian diresmikan pada 2005 silam juga berada dibawah naungan Artha Graha.

      

    Untuk bisnis berikutnya mencakup sektor industri. Tommy Winata melalui AG Network memiliki anak perusahaan, yang terdiri dari PT Sumber Agro Semesta, PT Multiagro Pangan Lestari, PT Harmoni Nirwana Lestari, PT Danatel Pratama, Artha Industrial Hill, Kiara Artha Park, dan Pasifik Agro Sentosa.  

    Sementara pada sektor bisnis perbankan, Tommy Winata memiliki tiga bisnis di bawah Grup Artha Graha, yakni: AG General Insurance, Graha Sentosa Memorial Park, dan Bank Artha Graha Internasional.

    Mengapa Tian Bahtiar tersangka?

    Direktur Pemberitaan Jak TV, Tian Bahtiar (TB), resmi ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menjadi kaki tangan dari dua advokat Marcella Santoso (MS) dan Junaedi Saibih (JS)—dalam menyebarkan konten-konten negatif terhadap institusi Kejagung.

    Menurut Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Abdul Qohar, TB secara sengaja membuat narasi provokatif dan menyerang reputasi Kejagung atas pesanan MS dan JS.

    Tujuannya jelas: menghalangi proses penyidikan, penuntutan, bahkan pengadilan sejumlah perkara besar yang tengah ditangani. “Tersangka MS dan JS memerintahkan TB memproduksi berita yang menyudutkan Kejaksaan. Semua itu mereka biayai dengan dana mencapai Rp478.500.000,” tegas Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Jakarta, Selasa (22/4/2025).

    Dana ratusan juta rupiah itu digunakan TB untuk menyebarkan berita-berita manipulatif melalui media sosial dan kanal digital yang terafiliasi dengan Jak TV. Konten-konten ini kerap mengangkat isu kerugian keuangan negara secara sepihak dan tanpa dasar perhitungan valid.

    Tak berhenti di situ, MS dan JS bahkan mendanai rangkaian seminar, demonstrasi, podcast, dan talkshow yang menarasikan propaganda hitam. Semua acara itu diliput oleh TB dan disiarkan ulang di media Jak TV serta disebarkan masif di platform seperti TikTok dan YouTube.

    Kejagung menilai aksi trio tersangka ini dirancang untuk membentuk opini publik negatif terhadap institusi penegak hukum. Mereka berupaya melemahkan fokus penyidik dan menciptakan kesan seolah perkara yang tengah disidik sarat kejanggalan.

    “Mereka ingin perkara ini bebas, atau setidaknya menyabotase konsentrasi penyidik dengan opini-opini menyesatkan,” kata Qohar.

    Dalam upaya menutupi jejak, para tersangka diketahui menghapus sejumlah konten dan berita yang sebelumnya telah tersebar luas. Skandal ini menjadi bukti bahwa informasi dapat menjadi senjata. Namun, teknologi penyadapan Kejagung justru membalikkan arah permainan.

    Dengan ditetapkan Tia sebagai tersangka menjadi pintu masuk tim penyidik gedung bundar Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung membuka lebar penyidikannya. Sebab menurut pakar hukum pidana dari Universitas Bung Karno (UBK) Kurnia Zakaria menegaskan tidak menutup kemungkinan hanya fenomena gunung es.

    “Kejagung mesti terus mengembangkan kasus ini, bisa jadi ini hanya fenomena gunung es. Kita tak bisa lagi tutup mata soal oknum-oknum yang merintangi penyidikan kasus dugaan rasuah yang disidik Kejagung. Saya duga bukan hanya kasus timah dan impor gula. Maka perlu penelusuran lebih jauh lagi,” kata Kurnia kepada Monitorindonesia.com, Seladsa (22/4/2025).

    Bila perlu, tegas Kurnia, Kejagung memeriksa mereka yang menempati level tertinggi di Jak TV itu. “Pemilik saham atau pun pemilk perusahaan tersebut harus juga diperiksa. Hal ini tak lain membuat terang kasus tersebut. Jangan hanya bawahan saja yang dikorbankan atai jadi korban. Kita dukung Kejagung menyikat habis para mafia ini,” tandasnya. 

    Sementara saat akan dibawa ke mobil tahanan pada Selasa (22/4/2025) dini hari, Tian sempat ditanyai wartawan soal keterlibatannya atas kasus itu. Namun, ia tak banyak bicara. “Enggak ada, enggak ada. Kita sama-sama satu profesi,” kata Tian.

  • Yang Dipersoalkan Bukan Pemberitaan, Kita Tidak Antikritik

    Yang Dipersoalkan Bukan Pemberitaan, Kita Tidak Antikritik

    PIKIRAN RAKYAT – Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Harli Siregar menegaskan, pihaknya tidak mempermasalahkan pemberitaan dari Direktur Pemberitaan JakTV Tian Bahtiar karena menurutnya Korps Adhyaksa tidak antikritik. Namun, Kejagung menemukan dugaan permufakatan jahat yang dilakukan Tian bersama dua advokat bernama Marcella Santoso dan Junaedi Saibih dalam upaya merintangi proses hukum perkara korupsi tata niaga timah dan impor gula.

    “Yang dipersoalkan oleh Kejaksaan bukan soal pemberitaan, karena kita tidak antikritik. Tetapi yang dipersoalkan adalah tindak pidana pemufakatan jahat antarpihak-pihak ini, sehingga melakukan perintangan terhadap proses hukum yang sedang berjalan,” kata Harli dalam konferensi pers di kantor Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa, 22 April 2025.

    Harli juga menegaskan, perbuatan yang disangkakan kepada Tian adalah perbuatan personal, yang tidak terkait dengan media. Sebagaimana diketahui, Tian, Marcella Santoso, dan Junaedi Saibih sudah ditetapkan sebagai tersangka dugaan perintangan penyidikan oleh Kejagung.

    Lebih lanjut, Harli menuturkan Dewan Pers menghormati proses hukum yang berjalan di Kejagung, sebaliknya Kejagung juga menghargai proses etik dan penilaian karya jurnalistik yang dilakukan Dewan Pers.

    “Kami juga menyampaikan kepada Dewan Pers Bahwa terkait dengan proses etik dan penilaian terhadap karya jurnalistik, kami menghormati Dewan Pers akan melakukan itu,” ucap Harli.

    Dewan Pers Akan Analisis Berita

    Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu menegaskan pihaknya akan mengumpulkan dan menelaah sejumlah berita yang dipublikasikan Tian Bahtiar (TB), yang menurut Kejaksaan Agung diduga digunakan untuk melakukan permufakatan jahat. Langkah tersebut disampaikan Ninik Rahayu usai pertemuan dengan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Harli Siregar di kantor Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa, 22 April 2025.

    Menurutnya, Dewan Pers akan menilai secara cermat apakah berita-berita yang disebutkan memenuhi standar kode etik jurnalistik, baik dari segi substansi maupun prosedur penulisan. Sebelumnya, Kejagung menetapkan Tian Bahtiar (TB) sebagai tersangka kasus dugaan perintangan penyidikan dalam perkara korupsi ekspor crude palm oil (CPO) dan tata niaga komoditas timah.

    “Berita-berita itulah yang nanti akan kami nilai apakah secara substansial atau secara prosedural itu menggunakan parameter kode etik jurnalistik atau bukan,” kata Ninik.

    Dewan Pers tidak hanya akan melakukan analisis berita, namun juga membuka peluang untuk memanggil pihak-pihak terkait sebagai bagian dari proses klarifikasi dan verifikasi.

    “Kami ingin memastikan terlebih dahulu. Jadi, dalam konteks pemeriksaan itu bisa jadi nanti kami memanggil para pihak,” ucap Ninik.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News