Saat Wujud Ijazah Jokowi Dipertanyakan…
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Dokter
Tifauzia Tyassuma
, yang akrab disapa
Dokter Tifa
, memenuhi undangan klarifikasi di
Polda Metro
Jaya sebagai saksi terlapor dalam kasus dugaan
ijazah palsu
Presiden ke-7 Indonesia, Joko Widodo, Jumat (11/7/2025).
Dalam kesempatan itu, polisi menyodorkan 68 pertanyaan berkait dengan penelitian
dokter Tifa
terhadap
ijazah
Jokowi.
Waktu pemeriksaan tidak begitu lama, berkisar tiga jam.
Selama pemeriksaan, dokter Tifa menolak menjawab sejumlah pertanyaan.
Pasalnya, dokter Tifa meminta agar ijazah Jokowi dihadirkan dalam pemeriksaannya sebagai saksi terlapor.
“Nah, itu ternyata 68 pertanyaan yang saya lihat itu adalah ya kurang lebih menyoal tentang penelitian saya terkait dengan ijazah itu. Nah, sebelum saya menjawab, tentu saja ijazah itu harus dihadirkan, kan gitu ya,” kata Tifa.
“Itu juga ya, mungkin mempersingkat proses tanya jawab saya, karena memang ijazahnya enggak ada. Lalu, kita tidak perlu harus berpanjang lebar,” tambah dia.
Menurut dia, jika ijazah Jokowi diperlihatkan, maka dirinya akan menjawab seluruh pertanyaan penyidik.
“Tapi kita enggak bisa menjawab kalau tidak ada ijazahnya. Kalau ada ijazahnya di depan meja ini, ya kita berbincang-bincang tentang ijazah tersebut. Dan itu akan relevan dengan pertanyaan yang diajukan,” lanjut dia.
Terlepas dari itu, dokter Tifa mengaku menjawab beberapa pertanyaan di luar tudingan
ijazah palsu Jokowi
.
Dengan begitu, dokter Tifa harus menelan rasa kecewa.
Mentalnya yang sudah siap menjalani pemeriksaan selama berjam-jam ini pupus karena wujud asli ijazah Jokowi tidak diperlihatkan.
Padahal, Tifa mengaku ingin menyampaikan apa yang dia yakini sebagai sebuah kebenaran terkait tudingan ijazah Jokowi palsu.
“Saya sebetulnya hari ini pun juga siap untuk diperiksa berjam-jam. Saya sudah siap mental,” tegas Tifa.
Dokter Tifa menganggap pemeriksaannya ini sebagai saksi terlapor sia-sia karena ijazah Jokowi tidak dihadirkan.
Dalam kesempatan ini, dokter Tifa memaparkan analisisnya terkait tudingan ijazah palsu yang dialamatkan Jokowi.
Analisis tersebut difokuskan pada upaya mencocokkan dokumen ijazah dengan perilaku, pernyataan, atau pendapat yang pernah disampaikan oleh Jokowi.
Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi adanya ketidaksesuaian, seperti inkonsistensi, inkoherensi, atau bentuk inapropriasi lainnya.
“Seperti misalnya inkonsistensi itu pada KKN (kuliah kerja nyata). Bareskrim mengatakan, KKN itu terjadi pada akhir 1983. Ternyata, yang bersangkutan mengatakan awal tahun 1985,” kata Tifa.
Temuan tersebut, dikaitkan dengan tanggal wisuda Jokowi yang tercantum dalam ijazah, yakni pada November 1985.
“Inkoheren dengan KKN awal 1985. Sebab, tidak mungkin kalau mahasiswa UGM itu awal 1985 baru KKN, lalu November 1985 juga sudah wisuda,” ujar dia.
Dokter Tifa menjelaskan, ketidakcocokan dalam data tersebut menjadi dasar dari obyek penelitiannya terhadap dugaan ijazah palsu tersebut.
“Di situlah saya berperan untuk melakukan itu. Dan kemudian penelitian saya ini juga tidak cuma terhadap perilaku yang terlihat pada video maupun media-media,” ungkap dia.
“Tapi juga pada pernyataan-pernyataan verbal, tapi juga pada data sains. Jadi, kita ini tidak boleh menafikan ya sekarang ini dunia digital itu data yang ada pada digital itu adalah bagian dari data sains,” tambah dia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Produk: tifa
-
/data/photo/2025/05/22/682f1422bd57e.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
9 Saat Wujud Ijazah Jokowi Dipertanyakan… Megapolitan
-
/data/photo/2025/07/11/6870981a40dd7.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Ketika Dokter Tifa Pilih Diam Dicecar 68 Pertanyaan soal Ijazah Jokowi…
Ketika Dokter Tifa Pilih Diam Dicecar 68 Pertanyaan soal Ijazah Jokowi…
Editor
JAKARTA, KOMPAS.com
– Di balik Gedung Direktorat Reserse Kriminal Umum
Polda Metro Jaya
, Jumat (11/7/2025), Tifauzia Tyassuma atau
dokter Tifa
melangkah.
Ia datang memenuhi undangan klarifikasi atas laporan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, terkait dugaan ijazah palsu.
Namun langkah itu tak semata untuk menjawab 68 pertanyaan yang sudah disiapkan penyidik.
Ada satu hal yang sejak awal ingin dia lihat yakni ijazah asli Presiden Jokowi.
“Jati diri dari ijazah, secara analog, itu kan sampai hari ini belum kita dapatkan. Seharusnya, saya sebagai terlapor itu punya hak untuk melihat,” ujar Tifa kepada, usai pemeriksaan.
Menurut Tifa, klarifikasi tak akan berjalan terang jika objek utama yang dipermasalahkan, dokumen ijazah itu, tidak diperlihatkan.
Ia pun menolak menjawab sebagian besar pertanyaan penyidik.
“68 pertanyaan itu kurang lebih menyoal tentang penelitian saya terkait ijazah itu. Nah, sebelum saya menjawab, tentu saja ijazah itu harus dihadirkan. Kalau tidak, ya omon-omon saja jadinya,” katanya.
Ia menambahkan menjawab 68 pertanyaan yang diajukan penyidik dianggapnya tidak berarti jika obyek utama yang dipermasalahkan, yakni
ijazah Jokowi
, tidak dihadirkan dalam pemeriksaan.
“Apa artinya 68 pertanyaan itu saya jawab kalau obyek utamanya, yaitu ijazahnya, enggak hadir di sini?” kata Tifa.
Meski demikian, ia mengaku tetap menjawab beberapa pertanyaan di luar isu utama ijazah, terutama yang menyangkut status dirinya sebagai saksi terlapor.
Tifa mengaku, sebenarnya sudah siap secara mental untuk menjalani pemeriksaan selama berjam-jam pada hari itu.
“Saya sebetulnya hari ini pun juga siap untuk diperiksa berjam-jam. Saya sudah siap mental,” tegasnya.
Namun, Tifa kembali menilai pemeriksaan itu menjadi tidak relevan karena tanpa kehadiran ijazah sebagai obyek utama penyelidikan.
“Kalau ada ijazahnya di depan meja ini, ya kita berbincang-bincang tentang ijazah tersebut. Dan itu akan relevan dengan pertanyaan yang diajukan,” katanya.
Dalam keterangannya, Tifa juga menguraikan analisisnya terkait kejanggalan dokumen akademik milik Jokowi.
Ia menyoroti inkonsistensi antara waktu pelaksanaan KKN dan tanggal wisuda.
“Bareskrim mengatakan, KKN itu terjadi pada akhir 1983. Ternyata, yang bersangkutan mengatakan awal tahun 1985,” ungkap Tifa.
Ia menilai informasi itu tidak sejalan dengan data di ijazah Jokowi, yang mencantumkan wisuda pada November 1985.
“Sebab, tidak mungkin kalau mahasiswa UGM itu awal 1985 baru KKN, lalu November 1985 juga sudah wisuda,” lanjut dia.
Menurut Tifa, ketidaksesuaian tersebut menjadi bagian dari penelitiannya yang bersumber dari analisis dokumen, rekaman video, hingga data digital.
“Jadi, kita ini tidak boleh menafikan bahwa sekarang ini dunia digital itu adalah bagian dari data sains,” katanya.
Presiden Jokowi sebelumnya melaporkan lima nama ke Polda Metro Jaya atas
tudingan ijazah palsu
.
Laporan tersebut teregistrasi dengan nomor: LP/B/2831/IV/2025/SPKT/
POLDA METRO JAYA
.
Polda Metro Jaya menyatakan tengah menyelidiki kasus tersebut. Barang bukti yang diserahkan Jokowi berupa flashdisk berisi 24 tautan video YouTube, unggahan media sosial X, fotokopi ijazah, dan dokumen penunjang lainnya.
Tifa sendiri masuk dalam daftar lima orang yang dilaporkan. Namun, hingga saat ini status hukumnya masih sebagai saksi terlapor.
(Reporter: Baharudin Al Farisi | Editor: Faieq Hidayat)
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Dokter Tifa Minta Lihat Ijazah Jokowi saat Diperiksa sebagai Saksi Terlapor
FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Tifauziah Tyassuma atau yang dikenal sebagai dokter Tifa memenuhi panggilan pemeriksaan oleh penyelidik Subdit Keamanan Negara (Kamneg) Ditreskrimum Polda Metro Jaya pada Jumat (11/7/2025), terkait kasus tudingan ijazah palsu Presiden Joko Widodo.
Kepada wartawan, Tifa menjelaskan bahwa ia hadir untuk memberikan klarifikasi sebagai saksi terlapor dalam kasus yang belakangan kembali menjadi sorotan publik. “Undangan klarifikasi sebenarnya ya, tapi di situ sudah tertera saya sebagai saksi terlapor. Artinya saya sebagai saksi terlapor membutuhkan klarifikasi juga dari Polda apa sih materinya sehingga saya menjadi terlapor,” ujar Tifa.
Ia juga menyatakan ingin mengetahui siapa pihak yang melaporkannya dan berencana meminta penyidik menunjukkan dokumen ijazah milik Presiden Jokowi. Menurutnya, hal itu penting agar diskusi dan pemeriksaan bisa berjalan secara objektif dan jelas.
“Itu kan sebenarnya muaranya kan soal ijazah, ijazah yang diklaim apapun itu lah, mau diklaim asli, mau diklaim palsu. Tapi yang jelas jati diri dari ijazah secara analog itu kan sampai hari ini belum kita dapatkan. Seharusnya saya sebagai terlapor itu punya hak untuk melihat, karena dengan itu diskusi menjadi jelas,” kata Tifa.
Ia menegaskan bahwa tidak pernah menyebarkan ujaran kebencian atau melakukan penghasutan terkait isu tersebut. “Saya enggak merasa melakukan apapun, saya enggak melakukan penghasutan, saya enggak melakukan ujaran kebencian. Benar-benar semua dalam koridor ilmiah,” tuturnya.
-

Dokter Tifa: Mantan Presiden Utang Rp8.000 Triliun Ngapain Dipikirin
Dikatakan Heru, Tifa menunjukkan kepedulian besar yang patut diapresiasi belakangan ini terhadap Jokowi.
“Saya menyarankan kepada Dokter Tifa untuk menjadi Dokter Pribadi pak Jokowi,” ujar Heru kepada fajar.co.id, Rabu (9/7/2025).
Ia menilai, Dokter Tifa menunjukkan profesionalisme tinggi dalam memperhatikan kesehatan Jokowi.
Bahkan, Heru mengaku kagum dengan ketelitian Dokter Tifa dalam menyampaikan informasi seputar kesehatan.
“Catatan yang saya lihat, selama ini secara profesional, Tifa yang berprofesi seorang dokter, saya lihat perhatiannya sangat luar biasa kepada pak Jokowi,” ucapnya.
“Bahkan bukan main, perhatian ini suatu ketika saya lihat dalam cuitannya di X, sampai secara detail memberikan informasi berkaitan obat atau resep,” ungkap Heru.
Heru mengaku semakin yakin menawarkan gagasan tersebut karena Dokter Tifa tampak begitu peduli, khususnya saat mantan presiden itu terlihat tengah berlibur di pantai.
Kata Heru, saran Dokter Tifa soal bahaya sinar matahari layak dipertimbangkan.
“Kemudian yang sangat saya tertarik menawarkan Dokter Tifa menjadi dokter pribadi adalah, ketika ia sangat peduli dengan kesehatan pak Jokowi. Dilihat beberapa foto yang viral di Media massa, pak Jokowi ini kan justru sedang berlibur di pantai. Ini yang menjadi perhatian Dokter Tifa agar dokter pribadinya pak Jokowi memberikan saran dan peringatan, harusnya menghindari terik matahari,” jelasnya.
Selain itu, Heru menilai pendekatan kemanusiaan dari seorang profesional kesehatan seperti Dokter Tifa bisa mencairkan ketegangan yang selama ini muncul di ruang publik terkait isu lain yang melibatkan Jokowi.
-

Teguran Tifa ke Dokter Pribadi Jokowi: Autoimun Flare Up, Kok Malah Jemur Matahari?
FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Video mantan Presiden Jokowi yang tengah berlibur di Bali belakangan ini kembali menjadi sorotan publik.
Di video tersebut, Jokowi tampak santai mengendarai ATV tanpa alas kaki, sembari menikmati suasana alam di pulau dewata.
Namun, yang menjadi perbincangan tak sekadar momen liburan tersebut.
Akun X Budiman (@ade206) menyisipkan sindiran pedas kepada pihak-pihak yang selama ini kerap menyerang Jokowi, terutama mereka yang diduga kerap menebar narasi fitnah.
“Bagi kaum pembenci Jokowi, silakan tantrum massal. Narasi fitnah yang gagal total. Liat nih, Jokowi nikmati liburan di Bali,” tulis Budiman dalam cuitannya, dikutip Rabu (9/7/2025).
Budiman juga menyentil kasus hukum yang tengah menjerat salah satu tokoh yang selama ini gencar mengkritik Jokowi.
“Tapi, ada yang sedang nikmati juga tuntutan jaksa 7 tahun. Silahkan menikmati.. Hip hop horeee,” tambahnya.
Cuitan tersebut menuai dukungan warganet lain yang menganggap Jokowi berhak menikmati waktu bersama keluarga.
“Biarin aja Pak Jokowi santai, toh yang lain juga lagi sibuk urus masalahnya sendiri,” komentar netizen lain.
Di sisi lain, Dokter Tifauzia Tyassuma menyinggung aksi Jokowi yang beraktivitas di bawah terik matahari.
Ia mengingatkan Jokowi terkait penyakit autoimun yang pernah diidapnya.
“Masih flare up Autoimunnya, kenapa malah jemur matahari maksimal begini? Apa yang mau dibuktikan, sih? Mau unjuk diri kalau sakti apa bagaimana?” kata Tifa.
Ia juga mempertanyakan peran keluarga dan dokter pribadi Jokowi dalam menjaga kesehatannya.
-

Dokter Tifa Curiga Mulyono dan Samsul Sama-sama Alumni Universitas Pasar Pramuka
GELORA.CO – Belum tuntas perkara keaslian ijazah Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) Presiden ke-7 RI Joko Widodo alias Jokowi, kini ijazah Wapres Gibran Rakabuming Raka turut diragukan keabsahannya.
Hal ini disuarakan pegiat media sosial Tifauzia Tyassuma lebih dikenal sebagai Dokter Tifa melalui akun X pribadinya, dikutip Selasa 8 Juli 2025.
Dokter Tifa mencurigai Samsul bukan lulusan asli Universitas Bradford, London, Inggris.
Diketahui, panggilan Samsul disematkan oleh netizen kepada Gibran Rakabuming Raka pada gelaran Pilpres 2024.
“Ada nggak namanya di IABA – Indonesia Association of British Alumni?” tanya Dokter Tifa.
Selain itu, dalam riwayat pendidikan yang dimuat website Pemkot Solo, tertulis bahwa Gibran menempuh S2 di University of Technology Sydney (UTS Insearch), Sydney, Australia. Gibran lulus pada 2010.
“Kalau memang kuliah di Singapore kurun waktu 2007-2010. Terdaftar ngga di PPI Singapore,” singgung Dokter Tifa.
Dokter Tifa juga menyoroti riwayat pendidikan Gibran di Management Development Institute of Singapore (MDIS).
“Kalau memang betul kuliah di MDIS Singapore, pakai ijazah SMA mana waktu mendaftar di tahun 2007?” kata Dokter Tifa.
“SMA Santo Yosef? Kabarnya cuma dua tahun sekolah di sana, itupun ngga naik kelas toh?” sambungnya.
“SMK Kristen Solo? Kabarnya cuma daftar doang ngga pernah kelihatan nongol di kelas toh?” lanjutnya.
Dokter Tifa juga meragukan Gibran bersekolah di Orchid Park Secondary School.
“Bukannya itu sekolah dari SMP? Beneran dapat ijazah dari sana?” cetusnya.
“Jadi Samsul ini mendaftar kuliah di MDIS Singapore pakai ijazah apa?” imbuhnya.
Dengan deretan kejanggalan tersebut, Dokter Tifa mencurigai Samsul dan ayah kandungnya, Jokowi sama-sama lulusan Universitas Pasar Pramuka (UPP).
“Atau jangan-jangan satu almamater dengan Buapakmu – UPP?” pungkas Dokter Tifa.
Sebagai informasi, Gibran kabarnya pernah mengenyam pendidikan setingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) pada tahun 2002 di Orchid Park Secondary School, Singapura.
Kemudian pada 2007 Gibran lulus dari Management Development Institute of Singapore (MDIS). Ayah Jan Ethes Srinarendra kemudian melanjutkan studi S2 di University of Technology Sydney (UTS Insearch), Sydney, Australia.



