Produk: Syariah

  • PPN barang mewah dan enigma keadilan ekonomi

    PPN barang mewah dan enigma keadilan ekonomi

    Presiden Prabowo Subianto (kiri) berjabat tangan dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani (kanan) usai menyampaikan keterangan pers terkait kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (31/12/2024). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/aww.

    PPN barang mewah dan enigma keadilan ekonomi
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Kamis, 02 Januari 2025 – 13:46 WIB

    Elshinta.com – Presiden Prabowo Subianto menggunakan analogi jet pribadi untuk menggambarkan barang mewah. Ia juga menyebut kapal pesiar, yacht, motor yacht, dan rumah yang sangat mewah dalam daftar berikutnya.

    Alih-alih menyebutkan benda-benda yang selama ini menyangkut hajat hidup orang banyak atau barang/jasa yang banyak dikonsumsi kaum menengah, Presiden memberikan contoh yang sangat kontras.

    Pernyataan yang disampaikan di Kantor Kementerian Keuangan Jakarta, pada Selasa, 31 Desember 2024, itu memberikan kesan bahwa ia ingin menghentikan polemik kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang sempat memanas dan mewarnai halaman media, juga lini masa dalam beberapa waktu terakhir.

    Ia menegaskan tentang kenaikan tarif 1 persen PPN darı 11 persen menjadi 12 persen hanya dikenakan khusus terhadap barang dan jasa mewah.

    Selain barang tersebut, besaran tarif PPN untuk barang dan jasa lainnya masih sesuai dengan tarif yang berlaku sejak tahun 2022, yaitu sebesar 11 persen.

    Diskursus mengenai kenaikan PPN memang tidak bisa dilepaskan dari dampaknya yang amat luas. Sebagai kebijakan fiskal, koreksi atas PPN, sekecil apapun, akan mengubah kesetimbangan, mencakup sisi daya beli masyarakat, potensi inflasi, dan pertumbuhan ekonomi.

    Oleh karena itu, Presiden berkeras bahwa seluruh kebijakannya, termasuk dalam perpajakan, harus dirancang untuk mengutamakan kepentingan rakyat dan menciptakan pemerataan ekonomi secara menyeluruh.

    Komitmennya patut dikawal untuk memberikan paket stimulus yang diperuntukkan bagi masyarakat atas kebijakan baru tersebut.

    Diskursus baru

    Kenaikan PPN, meskipun terbatas pada barang mewah memang tetap membawa diskursus baru dalam kebijakan fiskal Indonesia.

    Langkah ini menunjukkan arah kebijakan selektif yang dirancang untuk menjaga daya beli masyarakat umum, sekaligus memperkuat penerimaan negara dari segmen yang relatif lebih mampu secara ekonomi.

    Pendekatan ini mencerminkan adanya upaya pemerintah untuk menciptakan keseimbangan antara keadilan sosial dan kebutuhan fiskal.

    Barang mewah, secara definisi, merupakan barang yang konsumsinya lebih elastis terhadap pendapatan. Konsumsi barang ini sering kali tidak bersifat esensial, melainkan sekadar menunjukkan status sosial atau gaya hidup.

    Upi Sopiah Ahmad dari Fakultas Ekonomi Syariah, IAIN Takengon, Aceh, Indonesia, dalam Journal of Islamic Economics and Finance Vol 1 2024 menganalisis kebijakan pajak terhadap pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

    Ia menemukan bahwa kebijakan pajak yang dirancang secara baik dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dengan meningkatkan pendapatan negara yang kemudian dapat digunakan untuk investasi infrastruktur dan pelayanan publik.

    Namun, penelitian ini juga menemukan bahwa kebijakan pajak yang tidak efektif atau tidak adil dapat menghambat pertumbuhan ekonomi.

    Pajak yang terlalu tinggi atau sistem perpajakan yang kompleks dan korupsi pajak dapat mengurangi insentif bagi investasi dan usaha, serta mengakibatkan ketimpangan pendapatan.

    Studi ini menyimpulkan bahwa untuk memaksimalkan dampak positif kebijakan pajak terhadap pertumbuhan ekonomi, negara berkembang perlu menerapkan sistem perpajakan yang sederhana, transparan, dan adil.

    Selain itu, penguatan administrasi pajak dan peningkatan kepatuhan pajak juga menjadi kunci untuk memastikan bahwa pendapatan pajak dapat dimanfaatkan secara efektif untuk pembangunan ekonomi.

    Studi lain dari Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan Republik Indonesia (2010) tentang Analisis Dampak Kebijakan PPnBM terhadap Perekonomian menekankan perlunya pertimbangan dampak ekonomi yang lebih luas, sebelum menetapkan tarif pajak agar tidak menimbulkan efek negatif terhadap perekonomian nasional.

    Keadilan ekonomi

    Dalam konteks Indonesia, wacana kenaikan PPN barang mewah dapat dilihat sebagai upaya meningkatkan basis pajak, tanpa membebani mayoritas masyarakat.

    Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), konsumsi barang mewah di Indonesia didominasi oleh kelompok masyarakat menengah atas.

    Pada kuartal III-2022, pertumbuhan konsumsi rumah tangga sebesar 5,39 persen secara year on year (yoy) ditopang oleh konsumsi masyarakat kelas menengah atas, khususnya untuk belanja barang tersier atau barang mewah.

    Maka kemudian, kebijakan pajak ini juga diharapkan dapat memberikan insentif bagi pelaku ekonomi untuk lebih berorientasi pada efisiensi dan keberlanjutan, khususnya di sektor properti dan otomotif.

    Hal ini bisa diamati di sektor otomotif, misalnya, di mana produsen mobil mewah mengembangkan varian baru dengan harga lebih terjangkau untuk memperluas pangsa pasar.

    Namun, langkah ini tidak lepas dari tantangan. Efektivitasnya akan sangat bergantung pada pengawasan dan penegakan yang ketat untuk mencegah praktik penghindaran pajak.

    Pemerintah, misalnya, perlu memanfaatkan teknologi big data untuk memantau transaksi dan memastikan kepatuhan.

    Selain itu, komunikasi publik yang baik diperlukan untuk menghindari timbulnya persepsi negatif, terutama dari kalangan kelas atas yang merasa kebijakan ini sebagai bentuk diskriminasi.

    Kebijakan ini juga menawarkan kesempatan untuk mempromosikan wacana baru tentang redistribusi kekayaan.

    Penerimaan tambahan dari PPN barang mewah dapat diarahkan untuk mendanai program-program sosial, seperti pendidikan, kesehatan, atau infrastruktur perdesaan.

    Dengan demikian, kebijakan ini tidak hanya sekadar instrumen fiskal, tetapi juga alat untuk mencapai tujuan pembangunan yang lebih inklusif.

    Pada akhirnya, kenaikan PPN barang mewah adalah cerminan kebijakan fiskal progresif yang berorientasi pada keberlanjutan.

    Dengan pelaksanaan yang tepat, langkah ini dapat menjadi tonggak penting dalam menciptakan ekonomi yang lebih adil dan seimbang.

    Kebijakan ini bukan hanya sebagai penghasil pendapatan negara, tetapi juga sebagai katalis perubahan menuju masyarakat yang lebih inklusif dan berdaya.

    Maka, enigma atau sesuatu yang sulit dimengerti tentang keadilan ekonomi itu pun dapat terpecahkan.

    Sumber : Antara

  • Pertimbangan Hakim MK Hapus Ambang Batas Pencalonan Presiden

    Pertimbangan Hakim MK Hapus Ambang Batas Pencalonan Presiden

    Bisnis.com, JAKARTA — Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan pasal 222 Undang-undang (UU) No.7/2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) inkonstitusional. Pasal itu mengatur soal ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold). 

    Pada sidang pembacaan putusan, Kamis (2/1/2025), MK mengabulkan uji materi terhadap pasal tersebut sebagaimana yang dimohonkan oleh pemohon perkara No.62/PUU-XXII-2024. 

    “Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pembacaan putusan, Kamis (2/1/2025). 

    Dalam amar putusannya, MK juga menyatakan pasal tersebut tidak berkekuatan hukum mengikat. 

    Sementara itu, dalam pertimbangannya, para hakim konstitusi menilai bahwa pasal 222 UU Pemilu tidak sejakan dengan prinsip persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, hak memperjuangkan diri secara kolektif, serta kepastian hukum yang adil sesuai Undang-undang Dasar (UUD) 1945. 

    Tepatnya, pasal 222 dinilai tidak sesuai dengan dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945. 

    “Sebagaimana yang didalilkan oleh para Pemohon. Dengan demikian dalil para Pemohon adalah beralasan menurut hukum untuk seluruhnya,” ujar Wakil Ketua MK Saldi Isra.

    Adapun, terdapat dua hakim konstitusi yang berbeda pendapat atau dissenting opinion, yaitu Anwar Usman dan Daniel Yusmic P Foekh.

    Pemohon dari perkara No.62/PUU-XXII/2024 adalah Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq dan Tsalis Khoirul Fatna. Semuanya adalah mahasiswa yang tergabung dalam Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga, Komunitas Pemerhati Konstitusi.

    Sebagaimana diketahui, norma yang diujikan adalah Pasal 222 UU Pemilu yang menyatakan “Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya.”

  • Golkar Terkejut MK Hapus Ambang Batas Pencalonan Presiden, Padahal 27 Gugatan Sebelumnya Ditolak – Halaman all

    Golkar Terkejut MK Hapus Ambang Batas Pencalonan Presiden, Padahal 27 Gugatan Sebelumnya Ditolak – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Golkar, Muhammad Sarmuji mengaku pihaknya terkejut Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen.

    Padahal, kata Sarmuji, MK sudah menolak puluhan gugatan yang pernah didaftarkan sejumlah kelompok terkait presidential threshold.

    Dia mencatat sudah ada 27 gugatan yang pernah digugat ke MK.

    “Keputusan MK sangat mengejutkan mengingat putusan MK terhadap 27 sebelumnya selalu menolak,” ujar Sarmuji saat dikonfirmasi, Kamis (2/1/2025).

    Dijelaskan Sarmuji, dalil MK sebelumnya tetap sama mengenai penolakan perubahan ambang batas pengusungan presiden.

    Dia pun mengaku tidak paham alasan gugatan tersebut kini dikabulkan MK.

    “Dalam 27 kali putusannya cara pandang MK dan pembuat UU selalu sama yaitu maksud diterapkannya presidensial treshold itu untuk mendukung sistem presidensial bisa berjalan secara efektif,” ucapnya.

    Sebagai informasi, MK menghapus ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold yang diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Pemilu. 

    Putusan MK terkait penghapusan ambang batas ini merupakan permohonan dari perkara 62, yang diajukan Enika Maya Oktavia dan sejumlah mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga.

    “Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo di ruang sidang utama, Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025).

    MK menyatakan syarat pengusulan pasangan calon atau paslon presiden dan wakil presiden dalam Pasal 222 UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

    “Menyatakan norma Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata Suhartoyo.

    Dalam pertimbangan hukumnya, MK menyatakan frasa ‘perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya’ dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, menutup dan menghilangkan hak konstitusional partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki persentase suara sah nasional atau persentase jumlah kursi DPR di pemilu sebelumnya untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

    Selain itu, MK menilai penentuan besaran ambang batas itu tidak didasarkan pada penghitungan yang jelas dengan rasionalitas yang kuat.

    Satu hal yang dapat dipahami Mahkamah, penentuan besaran atau persentase itu lebih menguntungkan parpol besar atau setidaknya memberi keuntungan bagi parpol peserta pemilu yang memiliki kursi di DPR.

    MK menyatakan penentuan ambang batas pencalonan Pilpres itu punya kecenderungan memiliki benturan kepentingan.

    Mahkamah juga menilai pembatasan itu bisa menghilangkan hak politik dan kedaulatan rakyat karena dibatasi dengan tidak tersedianya cukup banyak alternatif pilihan paslon.

    Selain itu, setelah mempelajari arah pergerakan politik mutakhir Indonesia, MK membaca kecenderungan untuk selalu mengupayakan agar setiap pemilu presiden dan wakil presiden hanya terdapat 2 paslon.

    Padahal pengalaman sejak penyelenggaraan pemilu secara langsung, dengan hanya 2 paslon masyarakat mudah terjebak dalam polarisasi yang jika tidak diantisipasi akan mengancam keutuhan kebhinekaan Indonesia.

    Bahkan jika pengaturan tersebut dibiarkan, tidak tertutup kemungkinan pemilu presiden dan wakil presiden akan terjebak dengan calon tunggal.

    Kecenderungan calon tunggal juga telah dilihat MK dalam fenomena pemilihan kepala daerah yang dari waktu ke waktu semakin bertendensi ke arah munculnya calon tunggal atau kotak kosong.

    Artinya mempertahankan ambang batas presiden, berpotensi menghalangi pelaksanaan Pilpres secara langsung oleh rakyat dengan menyediakan banyak pilihan paslon.

    “Jika itu terjadi makna hakiki dari Pasal 6A ayat (1) UUD 1945 akan hilang atau setidak-tidaknya bergeser,” kata Hakim Konstitusi Saldi Isra.

    Berkenaan dengan itu MK juga mengusulkan kepada pembentuk undang-undang dalam revisi UU Pemilu dapat merekayasa konstitusional. Meliputi:

    Semua partai politik peserta pemilu berhak mengusulkan paslon presiden dan wakil presiden.

    Pengusulan paslon oleh parpol atau gabungan parpol tidak didasarkan pada persentase jumlah kursi di DPR atau perolehan suara sah secara nasional.

    Dalam mengusulkan paslon presiden dan wakil presiden, parpol peserta pemilu dapat bergabung sepanjang gabungan parpol tersebut tidak menyebabkan dominasi parpol atau gabungan parpol sehingga menyebabkan terbatasnya paslon presiden dan wakil presiden serta terbatasnya pilihan pemilih.

    Parpol peserta pemilu yang tidak mengusulkan paslon presiden dan wakil presiden dikenakan sanksi larangan mengikuti pemilu periode berikutnya

    Terakhir, perumusan rekayasa konstitusional dimaksud termasuk perubahan UU 7/2017 melibatkan partisipasi semua pihak yang memiliki perhatian terhadap penyelenggara pemilu, termasuk parpol yang tidak memperoleh kursi di DPR dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna.

    “Telah ternyata ketentuan Pasal 222 UU 7/2017 tidak sejalan dengan prinsip persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, hak memperjuangkan diri secara kolektif, serta kepastian hukum yang adil,” kata Saldi.

  • MK Hapus Presidential Threshold, Hakim Anwar Usman dan Daniel Yusmic Tak Sepakat

    MK Hapus Presidential Threshold, Hakim Anwar Usman dan Daniel Yusmic Tak Sepakat

    Jakarta, Beritasatu.com – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk menghapus aturan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) sebagaimana diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Keputusan tersebut diambil dalam sidang perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024 yang digelar pada Kamis (2/1/2025) di Gedung MK, Jakarta.

    Ketua MK, Suhartoyo, menyatakan bahwa norma dalam Pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat.

    “Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya, Pasal 222 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ujar Suhartoyo saat membacakan amar putusan.

    Namun, dua hakim MK, yaitu Anwar Usman dan Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, menyatakan perbedaan pendapat atau dissenting opinion terhadap putusan tersebut. Mereka menilai para pemohon dalam perkara uji materi ini tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing).

    “Pada pokoknya kedua hakim tersebut berpendapat bahwa para Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing,” kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan perbedaan pendapat para hakim.

    Menurut kedua hakim tersebut, permohonan seharusnya tidak dapat diterima, sehingga Mahkamah tidak perlu melanjutkan pemeriksaan pada pokok permohonan.

    Permohonan uji materi ini diajukan oleh empat mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga, yakni Rizki Maulana Syafei, Enika Maya Oktavia, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirul Fatna.

    Pasal 222 UU Pemilu sebelumnya mengatur bahwa calon presiden dan wakil presiden hanya dapat diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki minimal 20 persen kursi di DPR atau memperoleh 25 persen suara sah nasional dalam pemilu sebelumnya.

    Dengan putusan ini, norma tersebut dinyatakan tidak berlaku lagi, membuka peluang lebih luas bagi pencalonan presiden dan wakil presiden di Indonesia.

  • MK Hapus Presidential Threshold 20 Persen, Pengamat Politik Ungkap Dampak Positif: Publik Berdaulat

    MK Hapus Presidential Threshold 20 Persen, Pengamat Politik Ungkap Dampak Positif: Publik Berdaulat

    Laporan Wartawan TribunJatim.com, Yusron Naufal Putra

    TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA – Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas pencalonan Presiden atau Presidential Threshold 20 persen memberikan kejutan bagi publik di awal tahun 2025 ini. Dalam kacamata politik, langkah MK tersebut dinilai sebagai putusan progresif. 

    Dalam aturan sebelumnya, hanya parpol pemilik kursi 20 persen dari jumlah kursi DPR atau 25 persen dari suara sah nasional pemilu legislatif sebelumnya yang bisa mengajukan calon presiden dan wakil presiden.

    “Secara substantif, putusan ini sangat progresif,” kata Pengamat Politik dari Universitas Trunojoyo Madura (UTM) Surokim Abdussalam saat dihubungi dari Surabaya, Kamis (2/1/2025). 

    Secara umum, Surokim menilai putusan ini positif sekaligus juga menjadi tantangan ke depan. Dari sisi positif, hal ini akan menguntungkan publik. Sebab, Pilpres berpotensi memunculkan banyak pasangan calon sehingga menyuguhkan alternatif pilihan kepada pemilih. 

    Bahkan, Surokim menyebut, pilihan rakyat menjadi faktor utama dalam kedaulatan memilih paslon dibanding saat berlakunya presidential threshold 20 persen dimana parpol dominan dalam memutuskan pasangan yang akan diusung. Tidak akan ada lagi parpol yang dominan. 

    “Ini sekaligus memukul telak kekuatan dan dominasi partai besar yg selama ini dominan dalam pengusulan paslon. Daulat publik benar-benar diberi ruang oleh MK dan kuasa parpol besar dipreteli signifikan,” ujar Surokim yang merupakan Peneliti Senior Surabaya Survey Center (SSC). 

    “Bagaimanapun publik patut menyambut baik putusan ini , daulat publik dikembalikan dalam posisi semestinya. Beragam intrik, patgulipat, dominasi, darkzone parpol akan hilang dengan sendirinya dan kuasa parpol dalam pencalonan pilpres tidak lagi menentukan. Semua punya peluang yang sama,” tambah Surokim. 

    Meski demikian, hal ini menjadi tantangan. Misalnya secara teknis penyelenggaraan. Sebab, akan banyak calon yang dimunculkan sehingga membuat Pemilu kian kompleks. Sebagai gambaran, pada Pemilu 2024 lalu, diikuti oleh 18 partai politik. 

    Dengan tanpa ambang batas, tentu ke depan seluruh parpol punya kesempatan untuk mendaftarkan paslon. Bisa jadi ada 18 paslon. Sehingga, perlu dipikirkan lebih jauh mengenai pelaksanaan kontestasi Pilpres mendatang. 

    “Secara teknis penyelengaraan Pemilu akan kian kompleks dan tidak sesederhana yang dibayangkan,” terang Surokim. 

    Sebelumnya diberitakan, MK memutuskan menghapus ambang batas atau presidential threshold dalam persyaratan pengajuan pencalonan pemilihan presiden dan wakil presiden.

    Putusan ini merupakan permohonan dari perkara 62/PUU-XXII/2024, yang diajukan Enika Maya Oktavia dan kawan-kawan mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga. 

    “Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo di ruang sidang utama, Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025).

    MK menyatakan pengusulan paslon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) dalam Pasal 222 UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. 

    Dalam pertimbangan hukumnya, MK menyatakan frasa ‘perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya’ dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, menutup dan menghilangkan hak konstitusional partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki persentase suara sah nasional atau persentase jumlah kursi DPR di pemilu sebelumnya untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

    Selain itu MK menilai penentuan besaran ambang batas itu tidak didasarkan pada penghitungan yang jelas dengan rasionalitas yang kuat. Satu hal yang dapat dipahami Mahkamah, penentuan besaran atau persentase itu lebih menguntungkan parpol besar atau setidaknya memberi keuntungan bagi parpol peserta pemilu yang memiliki kursi di DPR.

    MK menyatakan penentuan ambang batas pencalonan pilpres itu punya kecenderungan memiliki benturan kepentingan. Mahkamah juga menilai pembatasan itu bisa menghilangkan hak politik dan kedaulatan rakyat karena dibatasi dengan tidak tersedianya cukup banyak alternatif pilihan paslon.

    Selain itu setelah mempelajari seksama arah pergerakan politik mutakhir Indonesia, MK membaca kecenderungan untuk selalu mengupayakan agar setiap pemilu presiden dan wakil presiden hanya terdapat 2 paslon. 

    Padahal pengalaman sejak penyelenggaraan pemilu secara langsung, dengan hanya 2 paslon masyarakat mudah terjebak dalam polarisasi yang jika tidak diantisipasi akan mengancam keutuhan kebhinekaan Indonesia.

    Bahkan jika pengaturan tersebut dibiarkan, tidak tertutup kemungkinan pemilu presiden dan wakil presiden akan terjebak dengan calon tunggal.

    Kecenderungan calon tunggal juga telah dilihat MK dalam fenomena pemilihan kepala daerah yang dari waktu ke waktu semakin bertendensi ke arah munculnya calon tunggal atau kotak kosong.

    Artinya mempertahankan ambang batas presiden, berpotensi menghalangi pelaksanaan pilpres secara langsung oleh rakyat dengan menyediakan banyak pilihan paslon.

    “Jika itu terjadi makna hakiki dari Pasal 6A ayat (1) UUD 1945 akan hilang atau setidak-tidaknya bergeser,” kata Hakim Konstitusi Saldi Isra.

    Berkenaan dengan itu MK juga mengusulkan kepada pembentuk undang-undang dalam revisi UU Pemilu dapat merekayasa konstitusional. Meliputi: Semua partai politik peserta pemilu berhak mengusulkan paslon presiden dan wakil presiden.

    Pengusulan paslon oleh parpol atau gabungan parpol tidak didasarkan pada persentase jumlah kursi di DPR atau perolehan suara sah secara nasional

  • Presidential Threshold 20 Persen Dihapus, Pengamat: Tidak Ada Lagi Dominasi Parpol Tetapkan Capres – Halaman all

    Presidential Threshold 20 Persen Dihapus, Pengamat: Tidak Ada Lagi Dominasi Parpol Tetapkan Capres – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul M. Jamiluddin Ritonga, menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi (MK), yang menghapus ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold (PT) sebesar 20 persen.

    Menurutnya putusan itu tentunya akan menggairahkan kembali Pilpres mendatang.

    Yakni akan banyak pasangan capres dan cawapres yang diajukan partai politik. 

    Setiap partai atau gabungan partai dapat mengajukan capres dan cawapres tanpa dibatasi presidential threshold lagi.

    “Putusan MK itu membuka ruang kepada semua partai peserta pemilu berhak mengajukan pasangan capres dan cawapres. Ini artinya, tidak ada lagi dominasi partai tertentu dalam menetapkan pasangan Capres dan cawapres yang akan diusung,” kata dia kepada Tribunnews.com Kamis (2/1/2025).

    Dengan begitu, kata Jamil, rakyat akan disuguhi banyak pasangan capres dan cawapres. 

    Hal ini sejalan dengan prinsif demokrasi, yaitu bervariasi yang dipilih dan bervariasi yang memilih.

    “Dengan begitu, Putusan MK yang menghapus PT 20 persen seirama dengan prinsip demokrasi. Hal ini tentunya akan menggairahkan kembali Pilpres mendatang,” ucapnya.

    Selain itu, dia berharap Pilpres 2029 akan banyak pasangan capres yang berkualitas. 

    Sebab para calon tidak lagi hasil kompromi antar elite politik semata. Elite politik mau tak mau harus memilih dan memajukan kandidat yang memang diterima rakyat. 

    “Dengan begitu, Pilpres 2029 akan disuguhi beragam kandidat. Para kandidat tersebut akan dipilih oleh beragam pemilih,” ucapnya.

    “Kalau hal itu terwujud, diharapkan Pilpres mendatang akan menghasil presiden dan wakil presiden yang berkualitas dan amanah. Mereka dipilih karena dinilai layak dan dapat dipercaya membawa amanah rakyat,” tandasnya.

    MK Hapus Aturan PT 20 Persen

    Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menghapus ambang batas atau presidential threshold (PT) dalam persyaratan pengajuan pencalonan pemilihan presiden dan wakil presiden, yang sebelumnya diatur parpol pemilik kursi 20 persen dari jumlah kursi DPR atau 25 persen dari suara sah nasional pemilu legislatif sebelumnya.

    Putusan ini merupakan permohonan dari perkara 62/PUU-XXII/2024, yang diajukan Enika Maya Oktavia dan kawan-kawan mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga. 

    “Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo di ruang sidang utama, Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025).

    MK menyatakan pengusulan paslon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) dalam Pasal 222 UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

    “Menyatakan norma Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata Suhartoyo.

    Dalam pertimbangan hukumnya, MK menyatakan frasa ‘perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya’ dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, menutup dan menghilangkan hak konstitusional partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki persentase suara sah nasional atau persentase jumlah kursi DPR di pemilu sebelumnya untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

    Selain itu MK menilai penentuan besaran ambang batas itu tidak didasarkan pada penghitungan yang jelas dengan rasionalitas yang kuat.

    Satu hal yang dapat dipahami Mahkamah, penentuan besaran atau persentase itu lebih menguntungkan parpol besar atau setidaknya memberi keuntungan bagi parpol peserta pemilu yang memiliki kursi di DPR.

    MK menyatakan penentuan ambang batas pencalonan pilpres itu punya kecenderungan memiliki benturan kepentingan.

    Mahkamah juga menilai pembatasan itu bisa menghilangkan hak politik dan kedaulatan rakyat karena dibatasi dengan tidak tersedianya cukup banyak alternatif pilihan paslon.

    Selain itu setelah mempelajari seksama arah pergerakan politik mutakhir Indonesia, MK membaca kecenderungan untuk selalu mengupayakan agar setiap pemilu presiden dan wakil presiden hanya terdapat 2 paslon.

    Padahal pengalaman sejak penyelenggaraan pemilu secara langsung, dengan hanya 2 paslon masyarakat mudah terjebak dalam polarisasi yang jika tidak diantisipasi akan mengancam keutuhan kebhinekaan Indonesia.

    Bahkan jika pengaturan tersebut dibiarkan, tidak tertutup kemungkinan pemilu presiden dan wakil presiden akan terjebak dengan calon tunggal.

    Kecenderungan calon tunggal juga telah dilihat MK dalam fenomena pemilihan kepala daerah yang dari waktu ke waktu semakin bertendensi ke arah munculnya calon tunggal atau kotak kosong. Artinya mempertahankan ambang batas presiden, berpotensi menghalangi pelaksanaan pilpres secara langsung oleh rakyat dengan menyediakan banyak pilihan paslon.

    “Jika itu terjadi makna hakiki dari Pasal 6A ayat (1) UUD 1945 akan hilang atau setidak-tidaknya bergeser,” kata Hakim Konstitusi Saldi Isra.

    Berkenaan dengan itu MK juga mengusulkan kepada pembentuk undang – undang dalam revisi UU Pemilu dapat merekayasa konstitusional. Meliputi:

    Semua partai politik peserta pemilu berhak mengusulkan paslon presiden dan wakil presiden.

    Pengusulan paslon oleh parpol atau gabungan parpol tidak didasarkan pada persentase jumlah kursi di DPR atau perolehan suara sah secara nasional.

    Dalam mengusulan paslon presiden dan wakil presiden, parpol peserta pemilu dapat bergabung sepanjang gabungan parpol tersebut tidak menyebabkan dominasi parpol atau gabungan parpol sehingga menyebabkan terbatasnya paslon presiden dan wakil presiden serta terbatasnya pilihan pemilih.

    Parpol peserta pemilu yang tidak mengusulkan paslon presiden dan wakil presiden dikenakan sanksi larangan mengikuti pemilu periode berikutnya

    Terakhir, perumusan rekayasa konstitusional dimaksud termasuk perubahan UU 7/2017 melibatkan partisipasi semua pihak yang memiliki perhatian terhadap penyelenggara pemilu, termasuk parpol yang tidak memperoleh kursi di DPR dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna.

    “Telah ternyata ketentuan Pasal 222 UU 7/2017 tidak sejalan dengan prinsip persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, hak memperjuangkan diri secara kolektif, serta kepastian hukum yang adil,” kata Saldi.

  • 4 Mahasiswa UIN Kalijaga Penggugat Presidential Threshold di MK

    4 Mahasiswa UIN Kalijaga Penggugat Presidential Threshold di MK

    Jakarta, CNN Indonesia

    Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus syarat ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold sebesar 20 persen yang diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

    MK mengabulkan gugatan yang dilayangkan Enika Maya Oktavia dan tiga orang lainnya dalam perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024, hari ini Kamis (1/2).

    Permohonan ini diajukan oleh Enika, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq dan Tsalis Khoriul Fatna. Mereka seluruhnya adalah Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

    Dikutip di laman resmi UIN Sunan Kalijaga, empat mahasiswa ini merupakan anggota dari Komunitas Pemerhati Konstitusi (KPK), lembaga otonom mahasiswa di Fakultas Syariah dan Hukum.

    Enika merupakan warga Desa Telaga Baru, Kecamatan Mentawa Baru Ketapang, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah.

    Sementara Rizki Maulana merupakan warga Kelurahan Sukaresik, Kecamatan Sukaresik, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.

    Faisal Nasirul Haq memiliki tempat tinggal di Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

    Kemudian Tsalis Khoirul Fatna merupakan warga Bumisegoro, Borobudur, Magelang, Jawa Tengah.

    Dikutip di laman MK, keempat penggugat ini mengalami kerugian konstitusional akibat pemberlakuan Pasal UU Pemilu terkait keberadaan presidential threshold. Para Pemohon melihat hal ini sebagai langkah yang merugikan moralitas demokrasi para Pemohon sehingga hak para pemohon untuk memilih presiden yang sejalan dengan preferensi atau dukungan politiknya menjadi terhalang atau terbatas.

    Mereka juga menganggap prinsip “one man one vote one value” tersimpangi oleh adanya presidential threshold. Hal ini menimbulkan penyimpangan pada prinsip “one value” karena nilai suara tidak selalu memiliki bobot yang sama.

    Empat mahasiswa ini mengatakan idealnya suara seharusnya mengikuti periode pemilihan yang bersangkutan. Namun, dalam kasus presidential threshold, nilai suara digunakan untuk dua periode pemilihan, yang dapat mengarah pada distorsi representasi dalam sistem demokrasi.

    Putusan menghapus kebijakan presidential threshold dalam UU Pemilu oleh MK ini menjadi pertama kalinya usai putusan sebelumnya kerap ditolak MK.

    Jika ditilik ke belakang, MK pernah memutuskan perkara yang sama atau serupa pada putusan sebelumnya. Hakim Konstitusi Saldi Isra pada Februari 2024 lalu pernah menyampaikan norma pada pasal 222 itu telah diuji sebanyak 27 kali dengan lima amar putusan ditolak dan sisanya tidak dapat diterima.

    (rzr/gil)

    [Gambas:Video CNN]

  • Presidential Threshold 20 Persen Dihapus, Pengamat: Tidak Ada Lagi Dominasi Parpol Tetapkan Capres – Halaman all

    Alasan MK Hapus Ketentuan Presidential Threshold 20 Persen – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menghapus ambang batas atau presidential threshold (PT) dalam persyaratan pengajuan pencalonan pemilihan presiden dan wakil presiden.

    Dalam aturan sebelumnya, hanya parpol pemilik kursi 20 persen dari jumlah kursi DPR atau 25 persen dari suara sah nasional pemilu legislatif sebelumnya yang bisa mengajukan calon presiden dan wakil presiden.

    “Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK, Suhartoyo di ruang sidang utama, Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025).

    Putusan MK mengenai Presidential Threshold ini, merupakan permohonan dari perkara 62/PUU-XXII/2024.

    Permohonan perkara tersebut, diajukan Enika Maya Oktavia dan kawan-kawan mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga. 

    Terkait hal tersebut, MK pun menyatakan pengusulan paslon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) dalam Pasal 222 UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD 1945.

    “Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ucap Ketua MK Suhartoyo, didampingi delapan hakim konstitusi lainnya.

    Pertimbangan Hukum MK

    Dikutip dari situs resmi MK, Mahkamah telah mencermati beberapa pemilihan presiden dan wakil presiden yang selama ini didominasi partai politik peserta pemilu tertentu dalam pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden. 

    Hal tersebut, berdampak pada terbatasnya hak konstitusional pemilih mendapatkan alternatif yang memadai terkait pasangan calon presiden dan wakil presiden.

    Selain itu, Mahkamah menilai, dengan terus mempertahankan ketentuan presidential threshold dan setelah mempelajari secara saksama arah pergerakan politik mutakhir Indonesia, terbaca kecenderungan untuk selalu mengupayakan agar setiap pemilu presiden dan wakil presiden hanya terdapat 2 pasangan calon.

    Padahal, pengalaman sejak penyelenggaraan pemilihan langsung, dengan hanya 2 pasangan calon presiden dan wakil presiden, masyarakat mudah terjebak dalam polarisasi (masyarakat yang terbelah) yang sekiranya tidak diantisipasi mengancam kebhinekaan Indonesia. 

    Bahkan, bila pengaturan penentuan besaran ambang batas dibiarkan, tidak tertutup kemungkinan pemilu presiden dan wakil presiden akan terjebak dengan calon tunggal. 

    Kecenderungan seperti itu, dapat dilihat dalam fenomena pemilihan kepala daerah dari waktu ke waktu semakin bergerak ke arah munculnya calon tunggal atau kotak kosong.

    Artinya, menurut Mahkamah, membiarkan atau mempertahankan ambang batas presidential threshold sebagaimana diatur dalam Pasal 222 UU Pemilu berpotensi menghalangi pelaksanaan pilpres secara langsung oleh rakyat dengan menyediakan banyak pilihan paslon.

    “Jika itu terjadi makna hakiki dari Pasal 6A ayat (1) UUD 1945 akan hilang atau setidak-tidaknya bergeser,” kata Hakim Konstitusi Saldi Isra.

    Jumlah Capres dan Cawapres

    Lebih lanjut, Mahkamah mempertimbangkan sekalipun norma ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden dalam Pasal 222 UU Pemilu telah dinyatakan inkonstitusional, sebagai negara dengan sistem presidensial yang dalam praktik tumbuh dalam balutan model kepartaian majemuk (multi-party system), tetap harus diperhitungkan potensi jumlah paslon presiden dan wakil presiden sama dengan jumlah partai politik peserta pemilu.

    Meski dalam Putusan ini, Mahkamah telah menegaskan dalam pertimbangan hukumnya bahwa pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden merupakan hak konstitusional semua partai politik yang telah dinyatakan sebagai peserta pemilu pada periode yang bersangkutan, dalam revisi UU Pemilu, pembentuk undang-undang dapat mengatur agar tidak muncul pasangan calon presiden dan wakil presiden dengan jumlah yang terlalu banyak. 

    Sehingga, berpotensi merusak hakikat dilaksanakannya pemilu presiden dan wakil presiden secara langsung oleh rakyat.

    Berkenaan dengan hal itu, MK juga mengusulkan kepada pembentuk undang-undang dalam revisi UU Pemilu dapat merekayasa konstitusional. Di antaranya:

    Semua partai politik peserta pemilu berhak mengusulkan paslon presiden dan wakil presiden.

    Pengusulan paslon oleh parpol atau gabungan parpol tidak didasarkan pada persentase jumlah kursi di DPR atau perolehan suara sah secara nasional.

    Dalam mengusulan paslon presiden dan wakil presiden, parpol peserta pemilu dapat bergabung sepanjang gabungan parpol itu tidak menyebabkan dominasi parpol atau gabungan parpol, sehingga menyebabkan terbatasnya paslon presiden dan wakil presiden serta terbatasnya pilihan pemilih.

    Parpol peserta pemilu yang tidak mengusulkan paslon presiden dan wakil presiden dikenakan sanksi larangan mengikuti pemilu periode berikutnya

    Terakhir, perumusan rekayasa konstitusional dimaksud termasuk perubahan UU 7/2017 melibatkan partisipasi semua pihak yang memiliki perhatian terhadap penyelenggara pemilu, termasuk parpol yang tidak memperoleh kursi di DPR dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna.

    “Telah ternyata ketentuan Pasal 222 UU 7/2017 tidak sejalan dengan prinsip persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, hak memperjuangkan diri secara kolektif, serta kepastian hukum yang adil,” kata Saldi.

    Komisi II DPR akan Tindak Lanjuti Putusan MK

    Terkait putusan MK ini, Komisi II DPR RI akan menindaklanjuti ketentuan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold.

    Hal tersebut, disampaikan Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, saat dikonfirmasi wartawan, Kamis (2/1/2025).

    “Tentu pemerintah dan DPR akan menindaklanjutinya dalam pembentukan norma baru di Undang-Undang terkait dengan syarat pencalonan presiden dan wakil presiden,” katanya.

    Menurut Rifqi, putusan MK ini menjadi babak baru bagi perjalanan demokrasi Indonesia.

    Sehingga pencalonan presiden dan wakil presiden bisa lebih terbuka terhadap semua partai politik.

    “Saya kira ini babak baru bagi demokrasi konstitusional kita, di mana peluang mencalonkan presiden dan wapres bisa lebih terbuka diikuti oleh lebih banyak pasangan calon dengan ketentuan yang lebih terbuka,” ucapnya.

    “Apa pun itu, Mahkamah Konstitusi keputusannya adalah final and binding. Karena itu kita menghormati dan kita berkewajiban menindaklanjutinya,” lanjut Rifqi. 

    Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menghapus ambang batas atau presidential threshold (PT) dalam persyaratan pengajuan pencalonan pemilihan presiden dan wakil presiden.

    (Tribunnews.com/Suci Bangun DS, Danang Triatmojo, Chaerul Umam)

  • IHSG Hari Ini Ditutup Menguat pada Perdagangan Perdana Tahun 2025

    IHSG Hari Ini Ditutup Menguat pada Perdagangan Perdana Tahun 2025

    Jakarta, Beritasatu.com – Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada perdagangan bursa hari ini, Kamis (2/1/2025), mengakhiri perdagangan pada hari pertama 2025 dengan penguatan. Diketahui, IHSG mencatatkan kenaikan 83,3 poin atau 1,18% hingga mencapai level 7.163,2.

    Pada sesi perdana perdagangan tahun ini, tercatat 316 saham mengalami kenaikan, 270 saham turun, dan 210 saham stagnan. Total transaksi di bursa hari ini mencapai Rp 9,01 triliun, dengan volume perdagangan mencapai 19,77 miliar saham dan frekuensi transaksi sebanyak 1,097 juta kali.

    Lima sektor mencatatkan kenaikan signifikan saat IHSG hari ini naik. Kenaikan terbesar terjadi pada sektor bahan baku, yang naik 1,6%, diikuti oleh sektor energi menguat 1,3%, teknologi bertambah 1,2%, keuangan bertambah 1,2%, dan properti  naik 1%.

    Di sisi lain, sektor-sektor tertentu mengalami penurunan, termasuk barang konsumsi primer yang turun 1,6%, sektor industri melemah 1,4%, kesehatan berkurang 1,1%, barang konsumsi nonprimer turun 1,1%, dan infrastruktur terkoreksi 0,9%.

    Sementara, saham unggulan LQ45 menguat 1,28%, saham syariah Jakarta Islamic Index (JII) naik 0,44%, dan Investor33 bertambah 1,32%.

    Meskipun IHSG mengalami penguatan hari ini, indeks saham Asia cenderung bervariasi. Shanghai (China) turun 2,6%, Hang Seng (Hong Kong) jatuh 2,1%, sementara Straits Times (Singapura) mengalami sedikit penguatan sebesar 0,1%. Sementara, Nikkei (Jepang) libur untuk merayakan Tahun Baru 2025.

    Saat IHSG hari ini naik, tiga saham juga tercatat menguat hingga mencapai batas Auto Rejection Atas (ARA). Ketiga yang juga berada pada daftar top gainers itu, yakni PT Prasidha Aneka Niaga Tbk (PSDN) mencatatkan kenaikan tertinggi dengan lonjakan 34,6%. Sementara itu, PT Mulia Boga Raya Tbk (KEJU) naik 24,6% dan PT Indo Straits Tbk (PTIS) menguat 24,3%.

  • Akademisi UIN Saizu dan MES Bahas Keuangan Syariah dengan OJK Purwokerto

    Akademisi UIN Saizu dan MES Bahas Keuangan Syariah dengan OJK Purwokerto

    TRIBUNJATENG.COM, PURWOKERTO – Akademisi Universitas Islam Negeri Profesor Kiai Haji Saifuddin Zuhri (UIN Saizu) Purwokerto bersama Pengurus Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) menggelar audiensi dengan Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Purwokerto pada Selasa (31/12/2024).

    Dr. Apik Anitasari Intan Saputri, akademisi UIN Saizu, menjelaskan audiensi ini bertujuan meningkatkan literasi dan inklusi keuangan syariah di eks-Karesidenan Banyumas Raya. Fokus pembahasan adalah sinergitas program kerja untuk mendukung pertumbuhan sektor keuangan syariah.

    “Kami ingin membangun peningkatan literasi dan inklusi keuangan syariah, khususnya di wilayah eks-Karesidenan Banyumas Raya,” ungkapnya.

    Salah satu inisiatif utama adalah pengembangan ekonomi berbasis masjid sebagai pilot project. Program ini mencakup pendampingan komunitas masjid dalam mengembangkan entrepreneurship dan menciptakan kawasan Zona KHAS (Kuliner Halal, Aman, dan Sehat).

    Kepala Kantor OJK Purwokerto, Haramain Billady, menyambut baik audiensi ini dan menegaskan komitmen OJK dalam mendukung akses masyarakat terhadap layanan keuangan syariah.

    “OJK terus mendorong edukasi, sosialisasi, dan kemitraan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang produk dan layanan keuangan syariah. Digitalisasi produk keuangan untuk UMKM menjadi prioritas kami,” ujar Haramain.

    Ketua Umum MES PD Banyumas, Assoc. Prof. Akhmad Darmawan, menambahkan bahwa pihaknya berkomitmen menggerakkan entrepreneurship berbasis masjid. Salah satu inisiatifnya adalah Akademi Entrepreneurs Syariah, yang akan memberikan pelatihan bagi remaja masjid dan edukasi digitalisasi manajemen keuangan syariah.

    “Kami ingin mengalihkan fokus generasi Z dari penggunaan pinjaman online atau judi online dengan pelatihan yang relevan dan membangun ekosistem keuangan syariah yang kuat,” jelas Akhmad.

    Audiensi ini diharapkan menjadi momentum penting dalam mempercepat pengembangan ekosistem keuangan syariah yang inklusif dan berkelanjutan di Banyumas Raya melalui sinergi MES, OJK, dan komunitas lokal.