Produk: startup

  • Belajar dari China, CEO Telegram Ungkap Alasan AS Kalah Jauh

    Belajar dari China, CEO Telegram Ungkap Alasan AS Kalah Jauh

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pendiri Telegram, Pavel Durov, baru-baru ini membagikan pendapatnya tentang bagaimana China dapat unggul dalam pembuatan teknologi kecerdasan buatan (AI). Termasuk mengomentari startup AI DeepSeek yang baru-baru ini membuat Amerika Serikat ketar-ketir.

    Dalam sebuah postingan di saluran Telegram-nya, dia menunjukkan bahwa kemajuan AI China, seperti keberhasilan startup DeepSeek, menunjukkan betapa cepatnya negara ini mengejar ketertinggalannya dari Amerika Serikat.

    Durov menyatakan bahwa perkembangan di China tidak terjadi dalam semalam. Ini adalah hasil dari fondasi yang kuat dalam matematika dan pemrograman yang hanya dapat difasilitasi oleh sistem pendidikan China.

    “Kemajuan China dalam efisiensi algoritma tidak datang begitu saja. Siswa-siswa China telah lama mengungguli siswa-siswa lain dalam bidang matematika dan pemrograman di olimpiade internasional,” katanya.

    Di satu sisi, ia juga mengkritik sekolah-sekolah di negara Barat yang tidak mendukung kompetisi siswanya. Banyak sekolah di Barat tidak mengumumkan peringkat atau nilai siswa secara terbuka, hanya demi mengurangi tekanan.

    Meskipun langkah ini dimaksudkan untuk melindungi siswa, Durov berpendapat bahwa cara tersebut dapat menurunkan motivasi di antara siswa yang berprestasi. Tanpa peringkat yang jelas, siswa yang ambisius akan kesulitan untuk menemukan makna dalam studi mereka.

    “Sekolah-sekolah di Barat tidak mendukung kompetisi, melarang pengumuman nilai dan peringkat siswa secara terbuka. Alasannya dapat dimengerti – untuk melindungi siswa dari tekanan atau cemoohan,” ujar Durov.

    Namun, tindakan seperti itu dapat menurunkan motivasi siswa-siswa terbaik.

    Dia menunjukkan bahwa banyak siswa berbakat sekarang menganggap video game kompetitif lebih menarik daripada akademis karena game memberikan peringkat dan penghargaan yang jelas.

    Durov sering mengatakan kepada semua siswa bahwa mereka sukses, terlepas dari kinerja mereka yang sebenarnya.

    Dengan sistem pendidikan di AS saat ini, begitu para siswa memasuki dunia nyata, di mana persaingan tidak dapat dihindari di bidang-bidang seperti bisnis, sains, dan teknologi, mereka mungkin akan kesulitan untuk beradaptasi.

    Menurut Durov, jika AS tidak melakukan perubahan besar pada sistem pendidikannya, ia yakin China akan terus mendominasi di bidang AI.

    (fab/fab)

  • DeepSeek Terancam Dilarang AS, Pengguna Bisa Didenda Rp 1,6 T

    DeepSeek Terancam Dilarang AS, Pengguna Bisa Didenda Rp 1,6 T

    Jakarta

    Kehadiran DeepSeek tidak hanya mengusik perusahaan teknologi Amerika Serikat, tapi juga politisi di negara tersebut. Bahkan seorang senator mengusulkan rancangan undang-undang untuk melarang DeepSeek di AS.

    Senator Josh Hawley dari Partai Republik belum lama ini mengusulkan draf RUU bertajuk ‘Decoupling America’s Artificial Intelligence Capabilities from China Act of 2025.’ Meskipun Hawley menyebut nama DeepSeek dalam pengumumannya, RUU ini tidak menyebut nama startup asal China itu secara spesifik.

    Draf RUU ini disusun untuk melarang warga dan entitas AS untuk melakukan riset AI di China, mentransfer kekayaan intelektual terkait AI, atau berinvestasi di perusahaan AI China.

    Selain menyasar ekspor infrastruktur AI ke China, RUU ini juga melarang impor teknologi dan kekayaan intelektual dari AI China, yang dapat mencakup model AI dan cetak biru chip open source. Kemungkinan larangan ini juga diperluas hingga download model AI dan desain CPU RISC-V yang mempercepat AI.

    Jika RUU ini berhasil diloloskan oleh Kongres AS, individu dan perusahaan yang melanggar terancam hukuman berat. Pengguna individu terancam hukuman penjara hingga 20 tahun atau denda hingga USD 1 juta (Rp 16,3 miliar).

    Sedangkan perusahaan AS yang melanggar terancam denda hingga USD 100 juta atau sekitar Rp 1,6 triliun jika ketahuan mentransfer atau melakukan riset AI di China. Perusahaan juga terancam kehilangan lisensi, kontrak, subkontrak, dan hibah yang sebelumnya diberikan oleh badan federal.

    Selain itu, petinggi dan karyawan perusahaan yang ditemukan melanggar aturan ini terancam didenda hingga USD 1 juta, seperti dikutip dari The Register, Rabu (5/2/2025).

    Bahkan investasi di perusahaan AI asal China juga terancam dilarang. Warga AS yang kedapatan memiliki saham atau memberi dukungan finansial kepada perusahaan AI China akan dikenakan denda perdata dua kali lipat jumlah transaksi atau USD 250.000, tergantung mana yang lebih besar, dan hukuman pidana denda USD 1 juta atau 20 tahun penjara.

    Bagaimana RUU tersebut dapat ditegakkan, khususnya terkait model open source seperti DeepSeek yang bisa diunduh gratis oleh siapa saja, masih belum jelas. Tentu saja RUU ini masih memiliki jalan panjang untuk menjadi hukum, itu pun kalau mendapat cukup dukungan dari politisi lainnya.

    (vmp/vmp)

  • Larangan DeepSeek Meluas Sudah Sampai ke Tetangga RI

    Larangan DeepSeek Meluas Sudah Sampai ke Tetangga RI

    Jakarta, CNBC Indonesia – Australia melarang penggunaan DeepSeek di semua perangkat pemerintah. Ini karena mereka khawatir bahwa startup kecerdasan buatan (AI) asal China itu menimbulkan risiko keamanan.

    Sekretaris Departemen Dalam Negeri Australia mengeluarkan arahan wajib bagi semua entitas pemerintah untuk mencegah penggunaan atau pemasangan produk, aplikasi, dan layanan web DeepSeek.

    “Jika ditemukan, hapus semua contoh produk, aplikasi, dan layanan web DeepSeek yang ada dari semua sistem dan perangkat Pemerintah Australia,” demikian pernyataan tersebut, dikutip dari Reuters, Rabu (5/2/2025).

    Menteri Dalam Negeri Australia Tony Burke mengatakan, DeepSeek menimbulkan risiko yang tidak dapat diterima terhadap teknologi pemerintah. Larangan akan segera berlaku untuk melindungi keamanan nasional dan kepentingan nasional Australia.

    Larangan penggunaan DeepSeek tidak berlaku untuk perangkat milik warga negara.

    DeepSeek mengguncang dunia teknologi pekan lalu. Saham-saham perusahaan teknologi di seluruh dunia anjlok setelah mereka meluncur bulan lalu.

    Model AI milik DeepSeek diklaim lebih murah daripada model AI saingannya dan membutuhkan chip yang tidak terlalu canggih. Hal tersebut menimbulkan pertanyaan mengenai investasi besar-besaran di Barat dalam pembuatan chip dan pusat data.

    Keputusan Australia untuk melarang Deepseek mengikuti tindakan serupa di Italia, sementara negara-negara lain di Eropa dan tempat lain juga sedang menyelidiki perusahaan AI tersebut.

    Taiwan melarang pekerja di pemerintah untuk menggunakan DeepSeek pada awal minggu ini.

    (fab/fab)

  • Modal Ventura Hindari Startup Agritech Imbas Fraud Rp9,7 triliun eFishery

    Modal Ventura Hindari Startup Agritech Imbas Fraud Rp9,7 triliun eFishery

    Bisnis.com, JAKARTA — Kasus dugaan  fraud hingga US$600 juta atau sekitar Rp9,7 triliun yang dilakukan manajemen eFishery bakal berdampak terhadap kepercayaan investor pada agritech.

    Managing Director OCBC Ventura, Darryl Ratulangi mengatakan bahwa dalam rentan waktu satu tahun kedepan para investor memiliki rasa khawatir untuk berinvestasi di sektor agritech.

    Akibatnya, Darryl menyampaikan investor akan lebih memilih dan melihat lebih dalam lagi perusahaan akuakultur yang bakal mereka beri investasi.

    “(Investor) akan lebih mengenal dan mungkin untuk sementara waktu sektor-sektor yang lebih beresiko seperti agritech,” kata Darryl saat ditemui di Jakarta, Rabu (5/2/2025).

    Tidak hanya akuakultur, Darryl menuturkan bahwa sektor akuakultur juga akan terkena dampak dari adanya kasus eFishery.

    Sehingga, akan banyak founder-founder yang memang serius pada sektor tersebut bakal kesulitan untuk mendapatkan investor.

    “Tapi kan tadi ya sebenarnya kesian banyak sebenarnya founder-founder yang real bisnisnya bagus, tapi ya mereka kena di sektor yang salah, jadi kena dampak,” ujarnya.

    Diberitakan sebelumnya, eFishery, salah satu perusahaan rintisan terkemuka di Indonesia, sedang menghadapi penyelidikan terkait adanya tuduhan penggelembungan pendapatan dan laba.

    Melansir dari Straits Time, Rabu (22/1/2025) penyelidikan ini dipicu adanya laporan yang mencurigakan terkait praktik akuntansi di eFishery.

    Dalam draf laporan setebal 52 halaman yang beredar di antara para investor dan diulas oleh Bloomberg News diperkirakan manajemen menggelembungkan pendapatan hampir US$600 juta atau Rp9,7 triliun (kurs Rp16.197) selama Januari-September 2024

    Laporan tersebut juga menyebutkan bahwa lebih dari 75% dari angka-angka yang dilaporkan adalah palsu.

    Laporan tersebut mengungkapkan bahwa pendapatan eFishery untuk periode Januari hingga September 2024 sebenarnya hanya sekitar US$157 juta, jauh dari angka yang diumumkan sebesar US$752 juta. 

  • Kisah Engineer China yang Jadi Mata-mata di Google

    Kisah Engineer China yang Jadi Mata-mata di Google

    Jakarta

    Linwei Ding, seorang engineer asal China, terancam hukuman penjara hingga ratusan tahun setelah dituding melakukan aksi mata-mata di Alphabet — induk Google.

    Ding didakwa pada Maret 2024 dan kini menunggu dakwaan terakhir, yaitu pelanggaran terhadap tujuh pasal spionase ekonomi, dan tujuh pasal pencurian rahasia perusahaan, demikian dikutip detikINET dari Bloomberg, Rabu (5/2/2025).

    Pria yang juga dikenal dengan nama Leon Ding ini mulai bekerja di Google sejak 2019. Ia dituding mencuri teknologi dari Alphabet, yaitu desain chip yang dipakai Google untuk melatih model AI-nya, termasuk Gemini, dan graphical processing unit. Saat didakwa pada Maret 2024, ia mengaku tidak bersalah.

    Ding mendirikan startup di China pada 2023, dan juga mendaftarkan diri pada program pencarian bakat di Shanghai. Program tersebut menawarkan bayaran untuk orang-orang yang bisa membawa pengetahuan dan kemampuannya kembali di China setelah melakukan riset di luar China.

    Dalam surat lamarannya ke program tersebut, Ding memamerkan sebuah produk yang menurutnya bisa membantu China untuk mempunyai infrastruktur dengan kemampuan komputasi setara dengan infrastruktur lain di tingkat internasional.

    Kemudian dalam memo internal di startupnya itu kemudian terungkap kalau mereka berencana menawarkan produk dan layanan ke badan pemerintahan China serta universitas.

    Jika terbukti bersalah, Ding menghadapi hukuman penjara hingga 15 tahun untuk setiap pelanggaran spionase ekonomi yang terbukti, dan hingga 10 tahun untuk setiap pelanggaran pencurian rahasia perusahaan.

    Sebelumnya pernah diberitakan, Ding dituding mengunggah lebih dari 500 data rahasia Google yang berisi informasi tentang AI ke akun cloud pribadinya antara Mei 2022 sampai Mei 2023. Sebagian besar data yang dicuri terkait dengan infrasttuktur hardware dan software yang memungkinkan pusat data Google untuk melatih model AI.

    Sebulan setelah Ding mulai mencuri data perusahaan, ia didekati oleh perusahaan machine learning asal China bernama Rongshu dan ditawari posisi Chief Technology Officer dengan gaji USD 14.800 per bulan. Ia juga pernah menghabiskan lima bulan di China untuk menggalang dana bagi perusahaan.

    Menjelang Mei 2023, Ding juga mendirikan perusahaannya sendiri di China bernama Zhisuan dan menunjuk dirinya sebagai CEO. Ding tidak pernah memberi tahu Google tentang afiliasinya dengan Rongshu atau Zhisuan.

    Setelah Ding mundur dari Google pada Desember 2023, anak perusahaan Alphabet itu mulai menelusuri riwayat aktivitas di laptop kerjanya dan menemukan upload tidak berizin antara Mei 2022 dan Mei 2023.

    “Setelah penyelidikan, kami menemukan bahwa karyawan ini mencuri banyak dokumen, dan kami segera melaporkan kasus ini ke penegak hukum,” kata juru bicara Google Jose Castaneda saat itu.

    (asj/asj)

  • DeepSeek AI Dituding Tiru ChatGPT, Sam Altman: Kami Tak Akan Menggugat – Page 3

    DeepSeek AI Dituding Tiru ChatGPT, Sam Altman: Kami Tak Akan Menggugat – Page 3

    DeepSeek, startup AI asal China besutan Liang Wengfeng ini sedang menjadi pembicaraan hangat di industri AI dan disebut-sebut mampu menyaingi model buatan OpenAI, Google, dan Meta.

    Tak hanya itu, biaya operasional DeepSeek sendiri diklaim jauh lebih rendah dibandingkan ChatGPT juga menjadi daya tarik tersendiri bagi Apple.

    Laporan terbaru menyebutkan, perusahaan tengah menguji integrasi DeepSeek ke dalam Apple Intelligence. Jika sukses, langkah ini dapat membuka peluang besar bagi Apple untuk kembali bersaing di pasar smartphone China, yang saat ini didominasi oleh produsen lokal.

    Walau integrasi DeepSeek ke Apple Intelligence dapat menjadi solusi penjualan iPhone di China, hal ini belum menjamin apakah fitur-fitur AI yang ditawarkan akan dirilis bersamaan.

    Hingga kini, fitur AI buatan Apple masih belum tersedia sepenuhnya untuk pengguna iPhone, iPad, maupun perangkat lainnya.

  • Sam Altman Tidak Berencana Gugat DeepSeek, Apa Alasannya?

    Sam Altman Tidak Berencana Gugat DeepSeek, Apa Alasannya?

    Jakarta

    Bos OpenAI Sam Altman mengatakan bahwa sejauh ini perusahannya tidak ada rencana untuk menggugat DeepSeek, startup AI dari China. Padahal sebelumnya pencipta ChatGPT itu telah memperingatkan bahwa perusahaan-perusahaan China secara aktif berupaya meniru model AI canggihnya.

    “Tidak, kami tidak berencana untuk menuntut DeepSeek saat ini. Kami akan terus membangun produk-produk hebat dan memimpin dunia dengan kemampuan model, dan saya pikir itu akan berjalan dengan baik,” kata Altman kepada wartawan di Tokyo.

    Dikutip dari South China Morning Post (SCMP), Altman memuji bahwa DeepSeek punya model yang mengesankan. Akan tetapi, dia yakin timnya bisa memimpin dan memberikan produk terbaik.

    “Jadi, kami sangat senang untuk memiliki kompetitor lainnya. Kami sudah punya beberapa sebelumnya, dan saya pikir ini merupakan kepentingan semua pihak agar kita terus maju dan terus memimpin,” lanjutnya.

    DeepSeek mengguncang dunia karena modelnya yang canggih dan lebih murah. Performa DeepSeek yang besar ini pun telah memicu gelombang tuduhan bahwa perusahaan tersebut telah merekayasa ulang kemampuan teknologi terkemuka AS, seperti AI yang mendukung ChatGPT.

    OpenAI mengatakan para pesaingnya menggunakan proses yang dikenal sebagai distilasi di mana pengembang yang menciptakan model yang lebih kecil belajar dari model yang lebih besar dengan meniru perilaku dan pola pengambilan keputusan mereka. Intinya mirip dengan siswa yang belajar dari gurunya.

    Per akhir Januari 2025, laporan Bloomberg menyebut OpenAI dan Microsoft sedang menyelidiki apakah DeepSeek menggunakan API milik OpenAI untuk mengintegrasikan model AI OpenAI ke model milik DeepSeek.

    Sumber Bloomberg mengatakan peneliti keamanan Microsoft mendeteksi data dalam jumlah besar dicuri melalui akun pengembang OpenAI pada akhir 2024, yang diyakini berhubungan dengan DeepSeek. Microsoft melaporkan aktivitas mencurigakan ini kepada OpenAI.

    Kepada Financial Times, OpenAI mengaku menemukan bukti yang menghubungkan DeepSeek dengan metode ‘distilasi’, teknik yang umum digunakan oleh developer untuk melatih AI menggunakan data dari model AI yang lebih besar dan canggih.

    (ask/afr)

  • DeepSeek AI Disebut bakal Kalahkan ChatGPT Dkk, Benarkah? – Page 3

    DeepSeek AI Disebut bakal Kalahkan ChatGPT Dkk, Benarkah? – Page 3

    Asisten kecerdasan buatan (AI) DeepSeek belakangan ini membuat gempar dan mengguncang dominasi OpenAI di teknologi kecerdasan buatan.

    Pengembangan DeepSeek bahkan diklaim 10 kali lebih murah ketimbang model multimodal ChatGPT. Meskipun sama-sama mampu menghasilkan jawaban teks mirip manusia, DeepSeek disebut lebih akurat dan memiliki pemahaman lebih dalam mengenai informasi faktual dan pertanyaan kompleks.

    Sayangnya, tak lama setelah ramai dibicarakan, DeepSeek terkena serangan siber. Hal ini membuat sejumlah negara mewaspadai DeepSeek, terlebih startup ini menyimpan data pengguna di server Tiongkok dan mengatur data pengguna berdasarkan hukum setempat.

    Lantas, apakah DeepSeek aman digunakan orang Indonesia? Terkait hal ini Pakar Keamanan Siber dan IT dari Vaksincom, Alfons Tanujaya, menilai kalua kekhawatiran tersebut agak aneh.

    “Kekhawatiran ini agak aneh, mengapa ketika menggunakan ChatGPT, Google Maps, Instagram dan Whatsapp tidak pernah ditanyakan keamanan data pengguna? Servernya juga bukan di Indonesia dan datanya berada di bawah penguasaan perusahaan dan pemerintah Amerika Serikat (AS) setiap saat bisa meminta akses data tersebut,” ujarnya.

    Alfons mempertanyakan, apakah kalau data dibawa ke AS lebih tidak bahaya daripada dibawa ke China?

    “Harusnya secara logika bahayanya sama. Malah pengguna Deepseek di AS harus lebih khawatir daripada pengguna di Indonesia, tetapi kok Deepseek tetap menjadi aplikasi nomor 1 di AppStore dan Play Store di AS?,” ucapnya.

    Alfons menyebut hal itu agak berlebihan kalau kita sebagai pengguna menghindari menggunakan Deepseek hanya karena servernya dihosting di China.

    Sebagai informasi, ketika kamu menggunakan produk China seperti HP, mobil listrik, drone, dan IoT China, datanya juga banyak disimpan di server China.

  • Apple Rajai Pasar Smartphone pada 2024, iPhone 15 Paling Laris! – Page 3

    Apple Rajai Pasar Smartphone pada 2024, iPhone 15 Paling Laris! – Page 3

    Di sisi lain, Apple hingga kini belum meluncurkan fitur AI mereka, Apple Intelligence, untuk pengguna mereka di pasar China. Namun, hal ini mungkin segera berubah.

    Mengutip Phone Arena, Senin (3/2/2025), raksasa teknologi berbasis di Cupertino itu berencana untuk mengintegrasikan DeepSeek ke dalam fitur Apple Intelligence.

    Satu alasan utama Apple Intelligence belum tersedia untuk pengguna iPhone di China adalah karena peraturan ketat pemerintah setempat. Undang-undang di China melarang penggunaan modal AI dari barat, seperti ChatGPT atau Gemini.

    Karena itu, Apple butuh mencari mitra AI lokal untuk memenuhi standar regulasi China. DeepSeek AI sedang mencuri perhatian belakang ini muncul sebagai kandidat utama untuk mengisi celah tersebut.

    DeepSeek, startup AI asal China besutan Liang Wengfeng ini sedang menjadi pembicaraan hangat di industri AI dan disebut-sebut mampu menyaingi model buatan OpenAI, Google, dan Meta.

    Tak hanya itu, biaya operasional DeepSeek sendiri diklaim jauh lebih rendah dibandingkan ChatGPT juga menjadi daya tarik tersendiri bagi Apple.

    Laporan terbaru menyebutkan, perusahaan tengah menguji integrasi DeepSeek ke dalam Apple Intelligence. Jika sukses, langkah ini dapat membuka peluang besar bagi Apple untuk kembali bersaing di pasar smartphone China, yang saat ini didominasi oleh produsen lokal.

    Walau integrasi DeepSeek ke Apple Intelligence dapat menjadi solusi penjualan iPhone di China, hal ini belum menjamin apakah fitur-fitur AI yang ditawarkan akan dirilis bersamaan.

    Hingga kini, fitur AI buatan Apple masih belum tersedia sepenuhnya untuk pengguna iPhone, iPad, maupun perangkat lainnya.

  • Elon Musk Bilang Tak Punya Uang, Investor Grab-GoTo Buka Suara

    Elon Musk Bilang Tak Punya Uang, Investor Grab-GoTo Buka Suara

    Jakarta, CNBC Indonesia – Di pengujung Januari 2025, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan program investasi sebesari US$500 miliar atau sekitar Rp8.100 triliun untuk membangun infrastruktur kecerdasan buatan (AI) sebagai upaya melawan China.

    Program investasi yang dinamai ‘Stargate’ tersebut didukung oleh perusahaan kawakan seperti OpenAI, SoftBank, dan Oracle. Mereka berambisi membangun komplek data center dan menciptakan lebih dari 100.000 lapangan kerja.

    Namun, orang terkaya dunia Elon Musk menanggapi program tersebut dengan sinisme. Ia mengatakan Trump tertipu janji para raksasa teknologi untuk berinvestasi AI.

    Pasalnya, Musk mengklaim perusahaan-perusahaan yang mendukung Stargate sejatinya tak punya uang. Secara spesifik, Musk mengatakan SoftBank hanya punya uang kurang dari US$10 miliar atau sekitar Rp160 triliun.

    “Mereka tidak punya uang,” kata Musk menanggapi soal Stargate.

    Menanggapi hal ini, pendiri SoftBank Masayoshi Son mengatakan perusahaannya berkomitmen untuk mewujudkan Stargate. SoftBank diketahui sebagai salah satu perusahaan modal ventura kawakan yang banyak mendanai startup-startup kawakan, termasuk GoJek dan Grab yang populer di Indonesia.

    “Kami bukan bank, kami SoftBank. Saya tak ada keraguan akan mewujudkannya [Stargate],” kata dia.

    Selain itu, Son membahas potensi penciptaan nilai AI yang eksponensial.

    “Hasil dari peningkatan intelijen secara linear bersifat eksponensial dalam hal nilai/ Pendapatannya mengikuti tren yang sama,” ia menuturkan, dikutip dari AnalyticsIndiaMag, Selasa (4/2/2025).

    CEO OpenAI, Sam Altman juga ikut berkomentar soal klaim Musk. Dia membalas langsung unggahan Musk dan mengatakan pernyataan orang terkaya dunia tersebut terkait Softbank salah.

    “Saya menyadari yang baik bagi negara tidak selalu optimal untuk perusahaan Anda, namun untuk peran baru Anda, saya harapkan lebih mengutamakan (emoji bendera Amerika),” tulisnya.

    (fab/fab)