Produk: startup

  • Wanita Berduit Rp 21 Triliun Ini Ungkap Orang Tuanya Kecewa

    Wanita Berduit Rp 21 Triliun Ini Ungkap Orang Tuanya Kecewa

    Jakarta

    Wanita termuda paling kaya dunia dengan usaha sendiri, Lucy Guo, mengaku bahwa tumbuh besar dengan orang tua yang hemat memotivasinya untuk bekerja keras sejak masa kecil. Ia juga mengungkap orang tuanya pernah kecewa karena dia putus kuliah.

    Wanita berusia tiga puluh tahun ini baru-baru ini dinobatkan sebagai miliarder termuda yang merintis usaha sendiri versi Forbes dengan kekayaan USD 1,3 miliar atau sekitar Rp 21 triliun. Bisnis pertamanya, Scale AI, diakuisisi Meta dalam kesepakatan yang menilai perusahaan AI tersebut USD 25 miliar.

    Ia saat ini mendirikan platform monetisasi kreator konten Passes, yang diluncurkan tahun 2022. Ia juga mendirikan perusahaan modal ventura, Backend Ventures, yang berinvestasi di startup tahap awal.

    Guo tumbuh besar di Fremont, California, oleh orang tua imigran dari China. “Saya rasa orang tua saya selalu menekankan pentingnya pendidikan dan uang, jadi dalam hal pendidikan, saya memang dipaksa untuk memiliki prestasi akademik yang baik. Mereka memasukkan saya dalam kompetisi Abacus,” ujar Guo.

    Ia kuliah Ilmu Komputer di Carnegie Mellon, tapi keluar setelah dua tahun, membuat orang tuanya sempat kecewa. “Mereka mengorbankan segalanya untuk imigrasi dari China ke Amerika demi memberi anak-anak masa depan lebih baik, dan karena pendidikan memberi mereka segalanya dalam hidup, bagi anak-anak mereka untuk tiba-tiba melepaskan pendidikan ketika hampir selesai rasanya seperti tamparan,” ujarnya.

    Guo memutuskan mengikuti Thiel Fellowship yang diluncurkan miliarder pendiri PayPal, Peter Thiel, menawarkan USD 200.000 ke kaum muda untuk membangun perusahaan inovatif.

    “Saya pikir mereka menganggap itu tanda bahwa saya tidak mencintai mereka dan mereka tidak terlalu senang, padahal saya hanya bertaruh pada diri sendiri dan memilih untuk mengoptimalkan apa yang saya pikir akan menjadi masa depan yang lebih baik bagi diri sendiri,” cetusnya.

    Guo sudah bekerja keras sejak sekolah dasar dan mencari cara untuk menghasilkan uang. Orang tuanya menjalani kehidupan yang sangat hemat.

    “Tapi mereka selalu menekankan memiliki uang itu penting, jadi saya akan mencari cara menghasilkan uang di taman bermain. Saya akan menukar kartu Pokemon dan kemudian menjualnya. Saya akan menjual pensil warna, apa pun yang bisa saya temukan,” ujarnya yang dikutip detikINET dari CNBC.

    Orang tua Guo kadang mengambil uangnya jika dia tidak berperilaku baik. Jadi, di kelas dua, Guo membuat kartu debit, membuka rekening PayPal untuk menyimpan uangnya.

    Upaya menghasilkan uang berkembang seiring waktu. Sebagai penggemar game Neopets, ia menggunakan forum untuk menjual makhluk Neopet virtual dan mata uang Neopoints dalam game. “Saya mendapatkan hewan peliharaan langka, barang langka, dan menjualnya kembali dengan uang sungguhan,” katanya.

    Ia juga membuat bot untuk menipu dalam permainan dan menjualnya. “Saya kemudian mulai mencari cara lain untuk menghasilkan uang di internet, dari membuat situs web menggunakan Google AdSense, lalu membuat alat pemasaran internet dan semuanya berkembang pesat dari sana,” kisahnya.

    “Saya rasa saya orang yang cukup sosial, tapi karena saya tak terlalu keren atau tidak diizinkan bersosialisasi, saya menghabiskan hampir seluruh waktu saya di depan komputer saat tumbuh dewasa,” kata Guo yang gemar main game. “Satu-satunya kesenangan yang bisa saya dapatkan adalah di komputer.”

    “Saya pikir jika saya lebih keren di sekolah dan diizinkan untuk menginap, diizinkan untuk bergaul dengan teman-teman, dan diizinkan untuk berolahraga, semuanya akan terlihat berbeda,” pungkasnya.

    (fyk/afr)

  • China Makin Ganas Tanam Chip Otak, Elon Musk Minggir

    China Makin Ganas Tanam Chip Otak, Elon Musk Minggir

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kemampuan menanam chip ke otak manusia atau diistilahkan ‘Brain Computer Interface’ (BCI) menjadi populer saat diperkenalkan Neuralink, startup milik Elon Musk. Bahkan, sudah dilakukan pengujian ke manusia dengan gangguan motorik, sehingga bisa tetap berinteraksi melalui komputer.

    Ke depan, teknologi ini diprediksi akan tumbuh pesat. Terlebih, China turut serta mengembangkan BCI dengan uji klinis pertama dilakukan pada Maret 2025, terhadap pasien yang mengalami kelumpuhan total (tetraplegia).

    Komitmen China dalam perlombaan mendominasi BCI tampaknya kian serius. Dikutip dari Digitimes Asia, Selasa (2/9/2025), sektor BCI China didukung penuh oleh kebijakan negara dan kecanggihan sektor swasta.

    Beberapa saat lalu, lembaga gabungan pemerintah China merilis ‘Rencana Implementasi untuk Mempromosikan Inovasi dan Pengembangan Industri BCI’.

    Roadmap tersebut menargetkan terobosan teknologi BCI pada 2027 mendatang, berbarengan dengan penciptaan ekosistem yang komprehensif antara teknologi canggih, industri, dan standar yang disusun.

    Pada 2027, China berambisi elektroda BCI dan sistem terintegrasinya mencapai tingkat kinerja global, dengan dua hingga tiga klaster industri khusus yang mengembangkan kasus penggunaan dan model bisnis baru.

    Pada 2030, otoritas China berencana untuk membina dua hingga tiga perusahaan terkemuka dan pemain khusus di bidang ini.

    Implementasi Chip Otak China

    Rencana ini menyerukan pengembangan sistem akuisisi sinyal fisiologis yang menggabungkan sinyal otak dengan input multimodal, termasuk elektromiografi (EMG), elektrookulografi (EOG), elektrokardiografi (EKG), dan spektroskopi inframerah dekat (NIRS), untuk meningkatkan presisi dalam kontrol interaksi dan evaluasi sensorik.

    Rencana ini juga membayangkan robot bedah presisi tinggi untuk implantasi BCI, yang mampu melakukan kontrol submikron dan penyesuaian dinamis, dipadukan dengan pencitraan real-time canggih dan rekonstruksi 3D untuk mendukung penerapan klinis.

    Pada Juli 2025, menjelang peluncuran roadmap BCI, regulator juga memperkenalkan standar nasional pertama China untuk perangkat medis BCI non-invasif.

    Standar ini membahas desain produk, keselamatan, stabilitas sinyal, penempatan elektroda, transmisi data, dan verifikasi sistem, untuk menutup kesenjangan regulasi yang telah lama ada dan secara resmi menempatkan perangkat tersebut di bawah pengawasan.

    Ambisi China Saingi AS

    Bersamaan dengan ini, perusahaan-perusahaan China menggenjot upaya pengembangan chip inti BCI, demi mempersempit ketimpangan dengan AS dan negara-negara lain.

    NeuroXess (Hengqin, Zhuhai) Technology yang merupakan perusahaan spinoff dari Neuroxess berbasis Shanghai, telah menciptakan chip akusisi multi-channel EEG yang memroses sinyal dari puluhan ribu elektroda, mengintegrasikan aplifikasi, penyarian, dan fungsi konversi.

    Wuhan Zhonghua BCI Technology Development mengatakan pihaknya telah mengembangkan chip antarmuka channel 65.000 di atas standar channel 3.000 yang bisa meningkatkan sinyal otak lebih mumpuni dan interaksi mesin manusia yang lebih stabil.

    Chinese Institute for Brain Research (CIBR) dan Beijing Xinzhida Neurotechnology (NeuCyber) juga berkolaborasi mengembangkan chip otak semi-invasif ‘Beinao No.1’ dan telah mengimplementasikannya ke 3 pasien pada awal 2025. Ditargetkan pasien akan mencapai 50 orang pada 2026 mendatang.

    Neuracle, bekerja sama dengan Universitas Tsinghua, telah menyelesaikan beberapa uji klinis sistem implan minimal invasif ‘NEO’. Dengan ukuran yang kurang lebih seukuran koin, chip ini dapat secara presisi menemukan dan menangkap sinyal EEG dengan andal, dengan tujuan penggunaan pada epilepsi, stroke, dan rehabilitasi neurologis.

    Di bidang non-invasif, BrainCo telah merilis produk komersial yang disetujui FDA dan membangun pijakan di pasar alat bantu rehabilitasi dan interaksi manusia-komputer.

    BCI merupakan bagian dari program “Pengembangan Inovasi Industri Masa Depan” China, dengan MIIT dan lembaga lainnya memberikan dukungan kebijakan dan subsidi. Dari menetapkan standar nasional hingga meningkatkan skala produksi chip dan uji klinis, China sedang membangun rantai nilai BCI yang lengkap, mencakup chip, algoritma, peralatan bedah, dan platform aplikasi.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Chip Pertama Buatan India Diluncurkan, Tegaskan Bukan Negara Pasar

    Chip Pertama Buatan India Diluncurkan, Tegaskan Bukan Negara Pasar

    Jakarta, CNBC Indonesia – India resmi memiliki chip semikonduktor pertama buatan dalam negeri. Perdana Menteri Narendra Modi menerima prosesor Vikram 32-bit dalam peresmian Semicon India 2025 di New Delhi, Selasa (2/9/2025) waktu setempat.

    Chip tersebut dikembangkan oleh Laboratorium Semikonduktor ISRO dan difabrikasi di Semiconductor Hub Mohali, Punjab. Menteri TI Ashwini Vaishnaw menyerahkan langsung chip Vikram serta empat chip uji dari proyek yang telah disetujui.

    Vaishnaw menyebut pencapaian ini sebagai bukti keberhasilan India Semiconductor Mission yang diluncurkan pada 2021.

    “Hanya beberapa tahun lalu, kita bertemu untuk pertama kali guna memulai langkah baru berkat visi jauh ke depan Perdana Menteri. Dalam waktu singkat, yakni 3,5 tahun, kini dunia memandang India dengan penuh percaya diri,” ujar Vaishnaw, dikutip dari Times of India Selasa (2/9/2025).

    “Saat ini pembangunan lima unit semikonduktor sedang berlangsung dengan cepat. Hari ini kami baru saja menyerahkan chip ‘Made-in-India’ pertama kepada PM Modi,” imbuhnya.

    Ia menambahkan bahwa meski terjadi gejolak kebijakan global, India mampu tampil sebagai mercusuar stabilitas dan pertumbuhan.

    Prosesor Vikram 32-bit merupakan mikroprosesor pertama yang sepenuhnya dikembangkan di India. Chip ini telah lolos kualifikasi untuk digunakan dalam kondisi ekstrem pada kendaraan peluncur satelit.

    Ke depan, perusahaan semikonduktor CG-Semi akan memproduksi chip buatan India pertama dari fasilitas OSAT (Outsourced Semiconductor Assembly and Test) di Sanand, Gujarat. Selain itu, melalui skema Design Linked Incentive (DLI), 23 proyek desain chip telah disetujui untuk mendukung startup dan inovator.

    Hingga kini, pemerintah India telah mengesahkan 10 proyek manufaktur semikonduktor dengan investasi lebih dari ₹1,60 lakh crore di enam negara bagian.

    Langkah ini menandai transisi India dari negara konsumen menjadi pencipta teknologi, dengan semikonduktor sebagai pilar penting bagi kesehatan, transportasi, komunikasi, pertahanan, hingga antariksa.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • OpenAI Berencana Bangun Pusat Data di India dengan Kapasitas Minimal 1 Gigawatt

    OpenAI Berencana Bangun Pusat Data di India dengan Kapasitas Minimal 1 Gigawatt

    Bisnis.com, JAKARTA— Perusahaan pengembang ChatGPT, OpenAI, dikabarkan tengah menjajaki kerja sama dengan mitra lokal untuk membangun pusat data di India dengan kapasitas minimal 1 gigawatt. 

    Kabar tersebut menurut laporan Bloomberg pada Senin, (1/9/2025) Namun demikian, melansir laman Reuters pada Selasa (2/9/2025) OpenAI belum memberikan tanggapan resmi atas informasi ini. 

    OpenAI, yang didukung oleh Microsoft (MSFT.O), telah resmi mendaftarkan badan hukumnya di India dan mulai membentuk tim lokal. 

    Pada Agustus lalu, perusahaan mengumumkan rencana membuka kantor pertamanya di New Delhi pada akhir tahun ini, memperluas kehadirannya di pasar terbesar kedua berdasarkan jumlah pengguna.

    Rencana pembangunan pusat data berskala besar ini disebut sebagai langkah signifikan bagi ekspansi OpenAI di Asia, sekaligus menjadi bagian dari dorongan infrastruktur kecerdasan buatan dengan merek Stargate. 

    Namun, lokasi pasti dan jadwal pembangunan pusat data tersebut masih belum ditentukan. Bloomberg juga melaporkan, kemungkinan CEO OpenAI Sam Altman akan mengumumkan proyek ini secara resmi saat kunjungannya ke India pada September mendatang.

    Sebagai catatan, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada Januari lalu mengumumkan inisiatif Stargate, yaitu investasi sektor swasta hingga US$500 miliar atau sekitar Rp8,21 kuadriliun untuk pengembangan infrastruktur AI. Proyek besar ini didukung oleh SoftBank, OpenAI, dan Oracle (ORCL.N).

    Sebelumnya, OpenAI lebih agresif dalam mengembang teknologi kecerdasan buatan di tengah persaiangan mereka dengan Meta. 

    CEO OpenAI, Sam Altman dalam proses mendirikan perusahaan startup antarmuka brain-to-computer baru bernama Merge Labs. Sam membutuhkan dana sebesar Rp13,8 triliun untuk membangun perusahaan rintisan pesain Neuralink.

    Untuk menyukseskan usaha tersebut, Altman menggalang dana dengan modal yang kemungkinan besar berasal dari tim ventura OpenAI. 

    Merge Labs diperkirakan akan bernilai US$850 juta atau sekitar Rp13,8 triliun (Kurs: Rp16.233), tetapi pembicaraan masih dalam tahap awal dan OpenAI belum berkomitmen untuk berpartisipasi, sehingga persyaratan dapat berubah.

    Dilansir TechCrunch, Rabu (13/8/25), Selain OpenAI, perusahaan startup tersebut juga dilaporkan akan bekerja sama dengan Alex Blania, yang menjalankan Tools for Humanity (sebuah proyek ID digital pemindai mata milik Sam Altman, yang memungkinkan siapapun memverifikasi kemanusiaan mereka).

    Merge Labs nantinya akan bersaing dengan Neuralink milik Elon Musk, yang sedang mengembangkan chip antarmuka komputer dan dirancang untuk ditanamkan ke dalam otak.

    Musk sendiri sudah mendirikan Neuralink pada 2016, meski keberadaannya baru diketahui pada 2017, dan hingga kini, mereka telah membuat kemajuan signifikan.

    Saat ini, Neuralink sedang diujicobakan pada penderita kelumpuhan parah. Tujuannya agar mereka dapat mengendalikan perangkat dengan pikiran mereka. Untuk tujuan itu, Neuralink telah meraih pendanaan Seri E sebesar US$600 juta atau Rp9,7 triliun dengan valuasi US$9 miliar atau Rp146,1 triliun (Kurs: Rp16.233) pada Juni.

  • Mobil China Perang Harga, Kualitas Jadi Taruhannya

    Mobil China Perang Harga, Kualitas Jadi Taruhannya

    Jakarta

    Kualitas mobil China jadi sorotan di tengah perang harga. Sebab, laporan akan kerusakan mobil tercatat mengalami kenaikan.

    Perang harga tengah dilakukan sejumlah produsen mobil China. Nggak cuma mobil listrik, mobil bensin pun ikutan perang harga untuk berlomba-lomba memikat konsumen. Namun kualitas mobil justru jadi taruhannya. Dalam pemberitaan China Daily, kualitas mobil bensin baru di China menurun secara berturut-turut dalam dua tahun terakhir lantaran persaingan harga.

    Menurut survei yang dilakukan J.D Power, soal kualitas menunjukkan bahwa masalah yang dilaporkan pemilik mobil meningkat menjadi 229 per 100 kendaraan, naik 17 kasus dibandingkan tahun 2024.

    Penurunan terjadi secara luas, merek domestik dan merek massal melaporkan masing-masing 18 kasus per 100 mobil. Merek premium juga mencatat penurunan kualitas seiring dengan kenaikan kerusakan 13 kasus.

    “Di tengah tekanan kompetitif yang beragam dalam hal teknologi, konfigurasi, dan harga, kinerja mobil berbahan bakar konvensional mengalami penurunan signifikan secara tahunan,” ungkap General Manager of Auto Product Practice di J.D Power China.

    Dia mengingatkan bahwa untuk mempertahankan pangsa pasar sembari meningkatkan kualitas akan menjadi tantangan utama bagi produsen berbahan bakar konvensional selama transisi ke kendaraan energi baru.

    Dalam laporan itu juga diketahui cacat desain dan cacat produksi pada beberapa produk mengalami kenaikan. Keluhan soal sistem hiburan, kursi, dan fungsi bantuan pengemudi menjadi yang paling sering. Keluhan itu juga menyoroti risiko yang ditimbulkan lantaran terburu-buru menambahkan fitur digital.

    Pemilik kendaraan menjelaskan permasalahan yang sering terjadi seperti pengenalan suara tidak akurat, layar sentuh tidak responsif, dan koneksi Bluetooth lemah dan lainnya.

    Dalam studi itu juga menyoroti kesenjangan yang makin lebar antara permintaan konsumen akan fitur canggih dan kemampuan produsen untuk memastikan produknya andal. Semua kategori yang dipantau, kecuali sistem transmisi, mencatat keluhan yang tinggi. Di ranah segmen premium, kerusakan yang dialami Land Rover tercatat paling banyak yakni 208 kasus per 100 mobil. Pada segmen kendaraan massal, ada GAC Honda dan merek domestik ada Chery dengan 220 kasus. Sementara merek-merek yang tak banyak bermasalah di antaranya Porsche, Cadillac, Dongfeng Honda, GAC Toyota, SAIC Volkswagen, GAC Trumpchi, dan Geely.

    Sementara itu, dibandingkan mobil bermesin konvensional, kualitas mobil hybrid cenderung lebih bagus. Ini menjadi senjata tersendiri bagi pabrikan yang ingin bersaing dengan startup kendaraan listrik.

    (dry/din)

  • Top 3 Tekno: Cek Ruas Jalan yang Ditutup Saat Demo Pakai Google Maps – Page 3

    Top 3 Tekno: Cek Ruas Jalan yang Ditutup Saat Demo Pakai Google Maps – Page 3

    Commonwealth Fusion Systems (CFS), sebuah startup yang bergerak di bidang pengembangan energi fusi, baru saja mendapatkan suntikan dana yang besar dari sejumlah investor ternama.

    Total pendanaan yang berhasil dikumpulkan jumlahnya sangat fantastis, yaitu mencapai USD 863 juta atau sekitar Rp 14,2 triliun.

    Mengutip TechCrunch, Minggu (31/8/2025), beberapa nama besar di dunia teknologi dan bisnis ikut berinvestasi juga dalam pendanaan ini, seperti Nvidia, Google, dan Bill Gates lewat perusahaannya bernama Breakthrough Energy Ventures.

    Baca selengkapnya di sini

     

  • Startup AI Elon Musk Gugat Mantan Karyawan, Dituduh Curi Teknologi Grok

    Startup AI Elon Musk Gugat Mantan Karyawan, Dituduh Curi Teknologi Grok

    Jakarta

    xAI, startup kecerdasan buatan (AI) milik Elon Musk menggugat mantan karyawannya yang diklaim mencuri rahasia perusahaan terkait chatbot Grok sebelum bergabung dengan OpenAI.

    Mantan karyawan bernama Xuechen Li itu mulai bekerja sebagai engineer di xAI tahun lalu, di mana ia bertugas melatih dan mengembangkan Grok. Ia dituduh menyalin dokumen dari laptop perusahaan ke salah satu perangkat pribadinya.

    Menurut gugatan yang dilayangkan di pengadilan federal California, Amerika Serikat, Li telah mencuri teknologi AI yang lebih canggih dibandingkan fitur yang ditawarkan ChatGPT dan produk kompetitor lainnya.

    xAI mengklaim informasi rahasia itu berpotensi membuat OpenAI dan perusahaan kompetitor lainnya lebih unggul di industri AI dan dapat menghemat biaya riset dan pengembangan hingga miliaran dolar serta upaya pengembangan selama bertahun-tahun.

    Lebih lanjut, xAI menuduh Li telah melakukan tindakan ekstensif untuk menyembunyikan aksinya, termasuk mengubah nama file, mengompres file sebelum mengunggahnya ke perangkat pribadi, dan menghapus riwayat browser.

    xAI mengatakan Li mulai mengambil rahasia perusahaan pada bulan Juli. Li kemudian mengakui telah mencuri file perusahaan dan menyembunyikan jejaknya dalam rapat pada 14 Agustus. xAI mengatakan mereka menemukan lebih banyak informasi curian di perangkatnya yang tidak diungkap sebelumnya.

    Gugatan tersebut menambahkan bahwa Li meminta xAI untuk buy back saham yang diberikan sebagai bagian dari paket kompensasinya, dengan total nilai sekitar USD 7 juta, sebelum ia meninggalkan xAI untuk bergabung dengan xAI, seperti dikutip dari Engadget, Minggu (31/8/2025).

    xAI meminta pengadilan untuk mengajukan perintah penahanan sementara yang memaksa mantan karyawannya untuk menyerahkan akses terhadap perangkat pribadi atau layanan penyimpanan online apapun, dan mengembalikan semua informasi rahasia ke perusahaan.

    Selain itu, xAI ingin melarang Li bekerja di OpenAI atau perusahaan kompetitor lainnya untuk sementara waktu sampai xAI berhasil memulihkan semua rahasia dagangnya.

    Gugatan ini semakin menguatkan persaingan antara xAI dengan OpenAI. Beberapa hari yang lalu, Musk dan xAI menggugat OpenAI dan Apple karena keduanya diklaim berkolaborasi untuk menciptakan monopoli di industri AI.

    (vmp/rns)

  • Nvidia, Google, dan Bill Gates Taruh Uang Triliunan di Energi Fusi, Apa Itu? – Page 3

    Nvidia, Google, dan Bill Gates Taruh Uang Triliunan di Energi Fusi, Apa Itu? – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Commonwealth Fusion Systems (CFS), sebuah startup yang bergerak di bidang pengembangan energi fusi, baru saja mendapatkan suntikan dana yang besar dari sejumlah investor ternama.

    Total pendanaan yang berhasil dikumpulkan jumlahnya sangat fantastis, yaitu mencapai USD 863 juta atau sekitar Rp 14,2 triliun.

    Mengutip TechCrunch, Minggu (31/8/2025), beberapa nama besar di dunia teknologi dan bisnis ikut berinvestasi juga dalam pendanaan ini, seperti Nvidia, Google, dan Bill Gates lewat perusahaannya bernama Breakthrough Energy Ventures.

    Pendanaan besar ini menunjukkan bahwa energi fusi kini semakin dipandang sebagai bidang yang menjanjikan dan menarik minat bagi banyak investor.

    Energi fusi sendiri juga sudah lama dianggap sebagai sumber energi yang hampir tidak ada habisnya.

    Namun, dalam beberapa tahun terakhir para investor baru mulai berani mengambil risiko untuk teknologi ini.

  • Petaka Baru di China, Muncul Fenomena “Anak dengan Ekor Busuk”

    Petaka Baru di China, Muncul Fenomena “Anak dengan Ekor Busuk”

    Jakarta, CNBC Indonesia – Banyak pekerja muda China yang kesulitan untuk mencari kerja sesuai jurusan kuliah. Hal ini pun menimbulkan fenomena yang disebut “Anak dengan Ekor Busuk”.

    Kondisi ini terungkap dalam laporan CNA berjudul “Mengapa Sarjana Muda Banyak Menganggur di China”. Banyak dari pencari kerja yang ditemui CNA di bursa kerja atau job fair Lishuiqiao, Beijing, akhir pekan lalu menyatakan mereka sulit mencari kerja sesuai bidang studinya selama masa di kampus.

    “Saya melihat peluangnya cukup suram, pasar tenaga kerja sepi, akhirnya saya mengurungkan niat mengejar posisi tertentu,” kata Hu Die, pencari kerja berusia 22 tahun yang merupakan sarjana desain dari Harbin University of Science and Technology kepada CNA, dikutip Sabtu (15/3/2025).

    Li Mengqi, sarjana teknik kimia dari Institut Teknologi Shanghai yang telah berusia 26 tahun, sudah delapan bulan menganggur setelah lulus kuliah. Gara-garanya sama, ia tak menemukan pekerjaan yang sesuai dengan jurusannya saat menempuh pendidikan di universitas.

    Chen Yuyan, 26 tahun, lulusan Guangdong Food and Drug Vocational College pada 2022, bahkan akhirnya harus bekerja sebagai petugas sortir paket di sebuah cabang agen kurir.

    Ia mengatakan, meskipun telah mendapatkan pendidikan vokasi, baginya sulit untuk memperoleh pekerjaan dengan standar gaji yang mencukupi. Sebab, banyak lowongan kerja yang mencantumkan syarat-syarat menyulitkan.

    “Banyak perusahaan mencari kandidat yang sudah berpengalaman-orang-orang yang bisa langsung bekerja. Sebagai lulusan baru, kami tidak punya cukup pengalaman. Mereka sering mengatakan tidak memiliki sumber daya untuk melatih karyawan baru, dan gaji yang ditawarkan sangat rendah,” ucap Chen.

    Krisis Pasar Tenaga Kerja di China

    Pendiri Young China Group, lembaga think tank atau pemikir yang berbasis di Shanghai, Zak Dychtwald mengatakan, apa yang terjadi dengan Li, Hu, dan Chen merupakan gambaran krisis pasar kerja di China bagi para pemudanya, yang berharap bisa berkarir sesuai bidang keahliannya.

    “Salah satu masalah terbesar saat ini adalah ketimpangan antara kerja keras yang mereka lakukan saat kuliah dan pekerjaan yang menanti ketika lulus,” kata Zak Dychtwald.

    Asisten profesor Sosiologi di University of Michigan, Zhou Yun, mengamati meskipun lulusan dari sekolah-sekolah elite dan jurusan automasi ataupun AI banyak dicari, namun para sarjana masih kesulitan mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan keahlian mereka akibat meningkatnya persaingan di bursa kerja.

    “Industri yang secara tradisional menjadi penyerap utama lulusan perguruan tinggi, seperti startup internet dan pendidikan, juga mengalami penyusutan dalam beberapa tahun terakhir. Jadi, ada alasan struktural yang mendalam di baliknya,” katanya.

    Memburuknya pasar kerja di China telah memunculkan istilah “anak dengan ekor busuk” di China sebagai gambaran sarjana muda yang terpaksa bekerja dengan gaji rendah dan bergantung pada orang tua, lantaran tidak mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan pendidikan mereka. Istilah ini diambil dari “gedung ekor busuk”, proyek perumahan yang mangkrak dan menjadi beban ekonomi China sejak 2021.

    Eli Friedman, profesor Global Labor and Work di Cornell University, menyoroti adanya pergeseran budaya yang memengaruhi sikap generasi muda terhadap pekerjaan.

    Ancam Kepastian Ekonomi

    Berbeda dengan generasi orangtua mereka, sarjana muda saat ini lebih enggan menerima pekerjaan berkualitas rendah atau tidak stabil, bahkan di tengah tekanan ekonomi. Bahkan, mereka juga enggan memulai usaha kecil untuk bisa mengembangkan bisnis.

    “Saat ini jika Anda berusia 22 atau 23 tahun dan baru lulus universitas di China, saya rasa Anda tidak akan mau berjualan barang-barang kecil di jalanan, lalu menabung dan menggunakannya untuk memulai bisnis kecil-kecilan. Secara budaya, saya rasa itu bukan lagi jalan yang dipilih kebanyakan orang,” kata Friedman.

    Pergeseran sikap ini telah melahirkan istilah “merunduk” atau tangping dalam bahasa Mandarin, ketika kaum muda memilih mundur dari persaingan kerja yang hiperkompetitif. Beberapa anak muda enggan “menerima pekerjaan apa pun yang tersedia” karena semakin kecewa dengan model tradisional pengembangan karir, menurut Friedman.

    Zhou dari University of Michigan menyoroti dampak psikologis mendalam akibat pengangguran berkepanjangan, terutama di kalangan lulusan yang sebelumnya dijanjikan masa depan yang stabil.

    “Ketidakmampuan mendapatkan pekerjaan tidak hanya menciptakan ketidakpastian ekonomi, tetapi juga menghilangkan martabat dan tujuan hidup. Bagi para lulusan, hal ini meruntuhkan narasi yang selama ini mereka yakini – bahwa pendidikan akan memberikan kehidupan yang lebih baik,” ujarnya.

    Tahun ini jumlah lulusan universitas di China akan mencapai rekornya, 12,22 juta orang, naik dari 9 juta orang pada 2021. Pemerintah China telah mengakui solusi untuk mengatasi tantangan lapangan pekerjaan di negara itu sangat mendesak.

    “Ketidakcocokan antara pasokan dan permintaan sumber daya manusia semakin mencolok,” kata Menteri Sumber Daya Manusia dan Jaminan Sosial China, Wang Xiaoping, dalam konferensi pers pada 9 Maret lalu di sela-sela pertemuan tahunan Lianghui atau Dua Sesi.

    Laporan Kerja Pemerintah China 2025 merinci rencana untuk mengatasi pengangguran kaum muda, dengan menekankan perluasan peluang kerja, bantuan keuangan yang lebih terarah, dan dukungan baru bagi kewirausahaan.

    Langkah-langkah spesifik yang diusulkan meliputi pengembalian premi asuransi pengangguran, pemotongan pajak dan biaya, subsidi pekerjaan, serta dukungan langsung bagi industri padat karya.

    China telah menetapkan target untuk menciptakan lebih dari 12 juta pekerjaan baru di daerah perkotaan tahun ini, sebagaimana dirinci dalam Laporan Kerja Pemerintah pada Dua Sesi.

    Meskipun jumlah lulusan yang memasuki pasar kerja tahun ini mencapai rekor tertinggi, China masih menghadapi kekurangan tenaga kerja terampil, terutama di sektor manufaktur.

    Menurut laporan China Daily pada Juli lalu, yang mengutip panduan pengembangan tenaga kerja manufaktur dari Kementerian Perindustrian dan Teknologi Informasi serta departemen terkait, China diperkirakan akan mengalami kekurangan sekitar 30 juta pekerja terampil di 10 sektor manufaktur utama pada tahun 2025.

    (fsd/fsd)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Tanda “Kiamat”, Bill Gates Tunjuk Indonesia

    Tanda “Kiamat”, Bill Gates Tunjuk Indonesia

    Jakarta, CNBC Indonesia – Filantropis Bill Gates mengungkapkan soal perubahan iklim yang semakin parah. Ternyata faktor pembuatnya banyak yang berasal dari Indonesia.

    Gates menulis dalam postingan di blog personalnya, tiap tahun aktivitas Bumi menghasilkan 51 miliar ton gas rumah kaca. Ternyata 7% dari produksi lemak atau minyak hewan dan tumbuhan.

    “Untuk memerangi perubahan iklim, kita harus mengubah angka tersebut ke nol,” kata kata pendiri Microsoft itu, dikutip Sabtu (30/8/2025).

    Namun seruan mengurangi konsumsi lemak hewan sulit dilakukan. Karena manusia bergantung pada bahan tersebut sejak masa lalu dan juga menyimpan nutrisi dan kalori yang dibutuhkan manusia.

    Ada sejumlah cara untuk mengambil lemak tanpa memproduksi lebih banyak emisi. Solusi itu, Gates mengatakan dilakukan oleh startup bernama Savor.

    Startup yang juga diinvestasikan oleh Gates menciptakan lemak dengan proses melibatkan karbondioksida dari udara dan hidrogen dari air. Bahan-bahan itu dipanaskan dan dioksidasi, yang kemudian terjadi pemisahan komponen asam untuk menciptakan formulasi lemak.

    Lemak yang dihasilkan itu disebut Gates serupa dengan yang ada di dalam susu, keju, serta minyak nabati.

    Gates juga mengatakan minyak sawit memberikan dampak besar merusak lingkungan. “Saat ini, minyak sawit adalah lemak nabati yang paling banyak dikonsumsi di seluruh dunia,” ujarnya.

    Lemak nabati terdapat di semua kebutuhan manusia, seperti kue, mie instan, krim kopi, makanan beku, hingga makeup. Selain itu juga digunakan untuk biofuel dan mesin diesel.

    Namun masalah minyak sawit berasal dari proses produksinya. Pohon itu tumbuh di wilayah yang dilewati garis khatulistiwa, yang ternyata dibuat dengan melakukan penggundulan hutan.

    Proses itu berdampak buruk untuk keragaman alam dan juga perubahan iklim. Pembakaran hutan akan menciptakan emisi yang banyak di atmosfer dan mengakibatkan peningkatan suhu.

    Sayangnya peranan penggunaan minyak sawit sulit tergantikan, karena murah, tidak berbau dan melimpah. Selain itu juga karena menjaga keseimbangan lemak jenuh dan tidak jenuh hampir sama.

    Gates mengatakan terdapat perusahaan yang mencoba mengatasi masalah tersebut, yakni C16 Bioscience yang membuat alternatif minyak sawit. Pada 2017, dia menyebut C16 mengembangkannya dari mikroba ragi liar dengan fermentasi dan tidak ada emisi yang dikeluarkan sama sekali.

    (mkh/mkh)

    [Gambas:Video CNBC]