Produk: smelter

  • Harvey Moeis Divonis 6,5 Tahun Penjara, Suami Sandra Dewi Dihukum Lebih Rendah dari Tuntutan Jaksa

    Harvey Moeis Divonis 6,5 Tahun Penjara, Suami Sandra Dewi Dihukum Lebih Rendah dari Tuntutan Jaksa

    TRIBUNJATIM.COM – Suami Sandra Dewi, Harvey Moeis kini divonis 6,5 tahun dalam perkara korupsi tata niaga komoditas timah.

    Harvey Moeis merupakan terdakwa dalam perkara tersebut.

    Putusan itu dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim Eko Aryanto di Pengadilan Tipikor Jakarta.

    Dalam putusannya, Harvey Moeis terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan primer jaksa penuntut umum.

    Harvey terbukti melanggar Pasal 2 ayat 1 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHAP.

    Selain itu Harvey juga dianggap Hakim Eko terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang sebagaimana diatur dalam Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    “Menjatuhkan terhadap terdakwa Harvey Moeis oleh karena itu dengan pidana penjara selama 6 tahun dan 6 bulan,” ucap Hakim Eko di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (23/12/2024).

    Selain pidana badan, Harvey Moeis juga divonis pidana denda sebesar Rp1 miliar, di mana apabila tidak mampu membayar maka diganti dengan kurungan selama 6 bulan.

    Tak hanya itu Harvey Moeis juga dikenakan pidana tambahan berupa membayar uang pengganti sebesar Rp 210 miliar.

    Namun apabila terdakwa tidak membayar uang pengganti paling lama 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap maka harta benda Harvey dapat disita oleh Jaksa untuk dilelang guna menutupi uang pengganti.

    “Dalam hal terdakwa tidak memiliki harta benda lagi yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka terdakwa dijatuhi hukuman penjara selama 6 tahun,” jelas Hakim.

    Lebih Rendah Ketimbang Tuntutan

    Putusan terhadap Harvey oleh Majelis Hakim ini lebih rendah dibandingkan tuntutan yang dijatuhkan oleh Jaksa Penuntut Umum yakni selama 12 tahun penjara.

    Dalam tuntutannya, Jaksa penuntut umum (JPU) menilai Harvey terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.

    Hal itu diatur dan diancam dengan pasal Pasal 2 ayat 1 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHAP sebagaimana dalam dakwaan kesatu.

    Selain itu Jaksa juga menilai bahwa Harvey terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang sebagaimana diatur dan diancam pidana dengan Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 56 ke-1 KUHP.

    “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Harvey Moeis dengan pidana penjara selama 12 tahun,” ujar jaksa saat membacakan amar tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (9/12/2024).

    Selain dituntut pidana badan, Harvey juga dituntut untuk membayar denda sebesar Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan.

    Tak hanya itu, ia juga dituntut pidana tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp 210 miliar selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.

    “Jika dalam waktu tersebut terdakwa tidak membayar uang pengganti, maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dipidana penjara selama 6 tahun,” ujar jaksa.

    Dalam dakwaan yang dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Rabu (14/8/2024) lalu, Harvey Moeis berperan mengkoordinir pengumpulan uang pengamanan dari para perusahan smelter swasta di Bangka Belitung.

    Perusahaan smelter yang dimaksud ialah: CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa.

    “Terdakwa Harvey Moeis dengan sepengetahuan Suparta selaku Direktur Utama PT Refined Bangka Tin dan Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT Refined Bangka Tin meminta kepada CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa untuk melakukan pembayaran biaya pengamanan kepada terdakwa Harvey Moeis sebesar USD 500 sampai dengan USD 750 per ton,” ujar jaksa penuntut umum di persidangan.

    Uang pengamanan tersebut diserahkan para pemilik smelter dengan cara transfer ke PT Quantum Skyline Exchage milik Crazy Rich Pantai Indah Kapuk (PIK), Helena Lim.

    Selain itu, uang pengamanan juga ada yang diserahkan secara tunai kepada Harvey Moeis.

    Seluruh uang yang terkumpul, sebagian diserahkan Harvey Moeis kepada Direktur Utama PT Refined Bangka Tin, Suparta. Sedangkan sebagian lainnya, digunakan untuk kepentingan pribadi Harvey Moeis.

    “Bahwa uang yang sudah diterima oleh terdakwa Harvey Moeis dari rekening PT Quantum Skyline Exchange dan dari penyerahan langsung, selanjutnya oleh terdakwa Harvey Moeis sebagian diserahkan ke Suparta untuk operasional Refined Bangka Tin dan sebagian lainnya digunakan oleh terdakwa Harvey Moeis untuk kepentingan terdakwa,” kata jaksa penuntut umum.

    Selain itu, dia juga didakwa tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait perbuatannya menyamarkan hasil tindak pidana korupsi, yakni Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Fakta aliran dana

    Suami Sandra Dewi, Harvey Moeis menjalani sidang dakwaan kasus dugaan korupsi dan tindak pidana pencucian uang.

    Dalam persidangan tersebut, Jaksa Penuntut Umum membacakan aliran dana Harvey Moeis yang diduga berasal dari uang hasil korupsi dan tindak pidana pencucian uang.

    Salah satu yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum yaitu adanya aliran dana dari Harvey Moeis ke rekening Sandra Dewi, sang istri.

    Harvey Moeis mentransfer uang ke rekening Sandra Dewi dengan nominal Rp 3,15 miliar yang dikirim dari rekening atas nama PT Quantum Skyline Exchange.

    “Mentransfer uang tersebut dari rekening PT Quantum Skyline Exchange, Kristiyono, dan PT Refined Bangka Tin periode tahun 2018 sampai dengan tahun 2023 diantaranya ke rekening Sandra Dewi selaku istri terdakwa HARVEY MOEIS pada Bank BCA nomor rekening 07040688883 atas nama Sandra Dewi sejumlah Rp 3.150.000.000,” ujar jaksa penuntut umum, di ruang sidang utama Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (14/8/2024), dikutip dari Grid.ID.

    Selain itu, Harvey Moeis juga mengirim uang ke rekening atas nama asisten pribadi Sandra Dewi, Ratih Purnamasari.

    Uang tersebut diperuntukkan untuk memenuhi keperluan Sandra Dewi.

    “Ratih Purnamasari selaku asisten pribadi Sandra Dewi pada Bank BCA nomor 7140071735 atas nama Ratih Purnamasari sejumlah Rp 80.000.000 untuk keperluan Sandra Dewi,” terang Jaksa Penuntut Umum.

    Sementara itu, masih ada beberapa rekening lagi yang ditransfer oleh Harvey Moeis senilai Rp 2-32 Miliar.

    Sebelumnya, Sandra Dewi tak terima 88 tas mewahnya ikut disita Kejagung.

    Menurut kuasa hukum Harvey Moeis dan Sandra Dewi, Harris Arthur Hedar, pihaknya akan membuktikan 88 tas mewah milik Sandra Dewi tidak berkaitan dengan kasus korupsi timah.

    Harris mengeklaim, tas mewah berbagai merek itu merupakan hasil keringat Sandra Dewi sendiri.

    “Kerja dari ibu SD (Sandra Dewi), tapi disita juga,” kata Harris di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Senin (22/7/2024).

    “Nanti kita buktikan sama-sama di pengadilan, apakah itu terlibat terkait dengan perbuatan HM atau tidak,” imbuhnya

    Harvey Moeis mentransfer uang ke rekening Sandra Dewi dengan nominal Rp 3,15 miliar yang dikirim dari rekening atas nama PT Quantum Skyline Exchange. (Tribunnews.com/JEPRIMA)

    Ia menuturkan, tas tersebut juga didapat Sandra Dewi dari hasil endorse dan sudah diklarifikasi oleh penyidik.

    “Kalau saya enggak salah ada 88 tas branded. Itu hasil yang didapat dari hasil keringat Ibu SD yang telah diklarifikasi oleh penyidik.

    Bahasanya itu memang benar didapat dari hasil endorse, ya,” ucapnya.

    Harris mengakui, Sandra Dewi sempat keberatan karena puluhan tas mewahnya turut disita.

    Kendati begitu, Sandra Dewi berusaha bersikap kooperatif untuk kepentingan hukum.

    Di sisi lain, pihaknya juga akan membuktikan hal lainnya di pengadilan, termasuk yang dikuras dari ATM Harvey.

    Adapun jumlah uang yang disita penyidik dan diserahkan ke Kejari Jaksel meliputi uang mata uang asing 400.000 dolar AS dan uang bentuk rupiah Rp13.581.013.347.

    “Duit itu berada di rekening Pak HM, ya. Apakah uang itu dari hasil kejahatannya? Kita harus buktikan dulu di penelitian sama-sama,” ujarnya.

    Selain itu juga disita 11 bidang tanah bangunan, delapan unit mobil, dan 41 jenis perhiasan serta logam mulia.

    Harris Arthur Hedar menyebutkan, salah satu barang bukti tersebut milik Sandra Dewi.

    “Kalau uang ada di rekening Pak HM (Harvey Moeis),” kata Harris Arthur Hedar.

    “Tapi apakah itu uang didapat dari hasil kejahatan, harus dibuktikan di pengadilan,” lanjutnya.

    Ada juga mobil Mini Cooper dengan nomor polisi dengan huruf SDW milik Harvey Moeis.

    “Mobil tidak ada atas nama Ibu Sandra Dewi dan itu pemberian Pak HM,” ucapnya.

    Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews Tribunjatim.com

  • Alasan Hakim Vonis Harvey Moeis dkk di Bawah Tuntutan Jaksa

    Alasan Hakim Vonis Harvey Moeis dkk di Bawah Tuntutan Jaksa

    Jakarta, CNN Indonesia

    Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menilai tuntutan pidana terhadap Harvey Moeis dkk terlalu berat apabila disandingkan dengan perbuatan yang telah dilakukan terdakwa.

    Atas dasar itu, Harvey dkk dijatuhi hukuman lebih rendah daripada tuntutan jaksa.

    “Menimbang bahwa tuntutan pidana penjara selama 12 tahun terhadap diri terdakwa Harvey Moeis, majelis hakim mempertimbangkan tuntutan pidana penjara tersebut terlalu berat jika dibandingkan dengan kesalahan terdakwa,” ujar ketua majelis hakim Eko Aryanto saat membacakan pertimbangan di ruang sidang Hatta Ali di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (23/12).

    Menurut hakim, PT Timah Tbk dan PT Refined Bangka Tin (RBT) tidak melakukan penambangan ilegal di Bangka Belitung karena memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP).

    Berikut kronologi yang mengungkap peran Harvey bersama Direktur Utama PT RBT sejak tahun 2018 Suparta dan Direktur Pengembangan Usaha PT RBT Reza Andriansyah yang disampaikan majelis hakim:

    Bahwa terdakwa Harvey Moeis pada mulanya terkait dalam usaha atau bisnis timah berawal dari ada kondisi pada PT Timah TBK selaku pemegang IUP, penambangan timah di wilayah Bangka Belitung sedang berusaha untuk meningkatkan produksi timah dan meningkatkan penjualan ekspor timah, di lain pihak ada perusahaan smelter swasta di Bangka Belitung juga sedang berusaha meningkatkan produksinya, salah satu smelter swasta tersebut adalah PT Refined Bangka Tin (RBT).

    Bahwa terdakwa apabila dikaitkan dengan PT RBT, jika ada pertemuan dengan PT Timah TBK, terdakwa tampil mewakili dan atas nama PT RBT, namun terdakwa tidak termasuk dalam struktur pengurus PT RBT, terdakwa tidak masuk komisaris, tidak masuk dalam direksi, serta bukan pemegang saham.

    Terdakwa beralasan hanya bermaksud membantu temannya yaitu Direktur Utama Suparta karena terdakwa memiliki pengalaman mengelola usaha tambang batu bara di Kalimantan.

    Bahwa terdakwa bukan pengurus perseroan PT RBT, sehingga terdakwa bukan pembuat keputusan kerja sama antara PT Timah TBK dan PT RBT. Begitu pula terdakwa tidak mengetahui administrasi dan keuangan baik pada PT RBT dan PT Timah TBK.

    Bahwa dengan keadaan tersebut terdakwa tidak berperan besar dalam hubungan kerja sama peleburan timah antara PT Timah TBK dengan PT RBT maupun dengan para pengusaha smelter, peleburan timah lainnya yang menjalin kerja sama dengan PT Timah TBK.

    Bahwa PT Timah TBK dan PT RBT bukan penambang ilegal, keduanya memiliki IUP dan IUJP. Pihak yang melakukan penambangan ilegal adalah masyarakat yang jumlahnya ribuan orang.

    Menimbang bahwa berdasarkan fakta tersebut, sehingga majelis hakim berpendapat tuntutan pidana penjara yang diajukan penuntut umum terhadap diri terdakwa Harvey Moeis, Suparta dan Reza Andriansyah terlalu tinggi dan harus dikurangi.

    Perkara ini diperiksa dan diadili oleh ketua majelis hakim Eko Aryanto dengan anggota Suparman Nyompa, Eri Usman, Jaini Basir dan Mulyono Dwi Purwanto.

    Harvey divonis dengan pidana penjara selama enam tahun dan enam bulan serta denda sebesar Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan. Harvey juga dihukum membayar uang pengganti sejumlah Rp210 miliar dengan memperhitungkan aset yang telah disita subsider dua tahun penjara.

    Sementara itu, Suparta divonis dengan pidana delapan tahun penjara dan denda sebesar Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan ditambah uang pengganti sejumlah Rp4.571.438.592.561,56 (Rp4,5 triliun) subsider enam tahun penjara.

    Sedangkan Reza Andriansyah divonis dengan pidana penjara selama lima tahun dan denda sebesar Rp750 juta subsider tiga bulan kurungan.

    Sebelumnya, dalam tuntutannya, jaksa ingin Harvey dihukum dengan pidana 12 tahun penjara dan denda sebesar Rp1 miliar subsider satu tahun kurungan ditambah uang pengganti sejumlah Rp210 miliar subsider enam tahun penjara.

    Sementara Suparta dituntut dengan pidana 14 tahun penjara dan denda sebesar Rp1 miliar subsider satu tahun kurungan plus uang pengganti Rp4.571.438.592.561,56 subsider delapan tahun penjara.

    Teruntuk Reza dituntut dengan pidana penjara selama delapan tahun dan denda sebesar Rp750 juta subsider enam bulan kurungan.

    (ryn/gil)

    [Gambas:Video CNN]

  • Alasan Hakim Vonis Harvey Moeis 6,5 Tahun Penjara di Kasus Korupsi Timah

    Alasan Hakim Vonis Harvey Moeis 6,5 Tahun Penjara di Kasus Korupsi Timah

    Bisnis.com, JAKARTA – Harvey Moeis, suami artis Sandra Dewi sekaligus terdakwa selaku perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT) divonis pidana penjara selama 6,5 tahun terkait kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. pada 2015–2022.

    Hakim Ketua Eko Aryanto mengatakan alasan pihaknya menjatuhkan hukuman 6,5 tahun penjara lantaran Harvey terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan secara bersama-sama.

    “Hal ini sebagaimana dakwaan kesatu primer dan dakwaan kedua primer,” kata Hakim Ketua dalam sidang pembacaan putusan majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (23/12/2024) dilansir dari Antara. 

    Dengan demikian, Harvey terbukti melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ke-1 KUHP.

    Selain pidana penjara, Harvey juga dikenakan pidana denda sebesar Rp1 miliar dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama enam bulan.

    Majelis Hakim turut menjatuhkan pidana tambahan kepada Harvey berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp210 miliar subsider dua tahun penjara.

    Dalam menjatuhkan putusan, Majelis Hakim mempertimbangkan beberapa hal yang memberatkan dan meringankan. Hal memberatkan, yakni perbuatan Harvey dilakukan saat negara sedang giat melakukan pemberantasan terhadap korupsi.

    “Sementara hal meringankan, yaitu terdakwa berlaku sopan di persidangan, mempunyai tanggungan keluarga, dan belum pernah dihukum,” ucap Hakim Ketua menambahkan.

    Selain Harvey, dalam persidangan yang sama terdapat pula Suparta selaku Direktur Utama PT RBT serta Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT yang mendengarkan pembacaan putusan majelis hakim.

    Suparta divonis secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan yang sama dengan Harvey, sehingga dituntut dengan pasal yang sama.

    Oleh karena itu, Suparta dijatuhkan hukuman penjara selama delapan tahun, denda Rp1 miliar subsider pidana kurungan selama enam bulan, serta membayar uang pengganti senilai Rp4,57 triliun subsider enam tahun penjara.

    Sementara Reza dinyatakan secara sah dan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama, sehingga melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Untuk itu, Reza dijatuhkan pidana penjara selama lima tahun dan pidana denda sebanyak Rp750 juta subsider pidana kurungan selama tiga bulan.

    Lebih Ringan dari Tuntutan Jaksa 

    Adapun, putusan majelis hakim tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) sebelumnya.

    Dalam tuntutan, Harvey dituntut agar dijatuhkan pidana penjara selama 12 tahun serta pidana denda sejumlah Rp1 miliar dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 1 tahun.

    Selain itu, Harvey juga dituntut agar dikenakan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp210 miliar subsider pidana penjara selama 6 tahun.

    Sementara itu, Suparta dituntut pidana penjara selama 14 tahun, pidana denda Rp1 miliar subsider pidana kurungan satu tahun, dan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti senilai Rp4,57 triliun subsider pidana penjara selama 8 tahun.

    Sedangkan Reza dituntut agar dikenakan pidana penjara selama delapan tahun dan pidana denda sebanyak Rp750 juta subsider pidana kurungan selama enam bulan.

    Dalam kasus korupsi timah, ketiga terdakwa diduga melakukan korupsi bersama-sama sehingga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp300 triliun.

    Kerugian tersebut meliputi sebanyak Rp2,28 triliun berupa kerugian atas aktivitas kerja sama sewa-menyewa alat peralatan processing (pengolahan) penglogaman dengan smelter swasta, Rp26,65 triliun berupa kerugian atas pembayaran biji timah kepada mitra tambang PT Timah, serta Rp271,07 triliun berupa kerugian lingkungan.

    Harvey didakwa menerima uang Rp420 miliar bersama Manajer PT Quantum Skyline Exchange (QSE) Helena Lim, sedangkan Suparta didakwa menerima aliran dana sebesar Rp4,57 triliun. Kedua orang tersebut juga didakwa melakukan TPPU dari dana yang diterima.

    Sementara Reza diduga tidak menerima aliran dana dari kasus dugaan korupsi tersebut. Namun, dirinya didakwa terlibat serta mengetahui dan menyetujui semua perbuatan korupsi itu.

  • Harvey Moeis Divonis 6,5 Tahun Penjara dalam Kasus Timah

    Harvey Moeis Divonis 6,5 Tahun Penjara dalam Kasus Timah

    Harvey Moeis Divonis 6,5 Tahun Penjara dalam Kasus Timah
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Terdakwa kasus dugaan korupsi pada tata niaga komoditas timah,
    Harvey Moeis
    divonis 6 tahun dan 6 bulan penjara.
    Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menilai Harvey terbukti bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama dengan eks Direktur Utama PT Timah Tbk Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan kawan-kawan.
    “Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa Harvey Moeis dengan pidana penjara selama 6 tahun  dan 6 bulan dikurangi lamanya terdakwa dalam tahanan dengan perintah tetap ditahan di rutan ,” kata Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Eko Aryanto di ruang sidang, Senin (23/12/2024).
    Hakim Eko mengatakan, Harvey terbukti melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
    Harvey juga dihukum membayar denda Rp 1 Miliar yang akan diganti menjadi pidana badan 6 bulan jika tidak dibayar.
    Selain itu, Hakim Eko juga menyatakan Harvey terbukti bersalah melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
    Sebelumnya, jaksa menuntut Harvey Moeis dihukum 12 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsidair 1 tahun kurungan. Ia juga dibebankan biaya uang pengganti sebesar Rp 210 miliar.
    Jaksa menilai, Harvey terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama eks Direktur PT Timah Tbk Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan para bos perusahaan smelter swasta.
    “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Harvey Moeis dengan pidana penjara selama 12 tahun, dikurangkan sepenuhnya dengan lamanya terdakwa dalam tahanan dengan perintah tetap dilakukan Penahanan di rutan,” ujar jaksa.
    Dalam perkara korupsi ini, negara diduga mengalami kerugian keuangan hingga Rp 300 triliun.
    Harvey Moeis didakwa telah melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari penerimaan uang Rp 420 miliar dari hasil tindak pidana korupsi.
    Harvey yang merupakan perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT) bersama dengan eks Direktur Utama PT Timah, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani diduga mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah untuk mendapat keuntungan.
    Harvey menghubungi Mochtar dalam rangka untuk mengakomodir kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah.
    Setelah dilakukan beberapa kali pertemuan, Harvey dan Mochtar menyepakati agar kegiatan akomodasi pertambangan liar tersebut di-cover dengan sewa menyewa peralatan processing peleburan timah.
    Selanjutnya, suami Sandra Dewi itu menghubungi beberapa smelter, yaitu PT SIP, CV VIP, PT SPS, dan PT TIN, untuk ikut serta dalam kegiatan tersebut.
    Harvey meminta pihak smelter untuk menyisihkan sebagian dari keuntungan yang dihasilkan.
    Keuntungan tersebut kemudian diserahkan ke Harvey seolah-olah sebagai dana CSR yang difasilitasi oleh Manager PT QSE, Helena Lim.
    Dari perbuatan melawan hukum ini, Harvey Moeis bersama Helena Lim disebut menikmati uang negara Rp 420 miliar “Memperkaya terdakwa Harvey Moeis dan Helena Lim setidak-tidaknya Rp 420.000.000.000,” papar jaksa.
    Atas perbuatannya, Harvey Moeis didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Tahun 2010 tentang TPPU.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Temui Perusahaan China, Menteri Rosan Bawa Komitmen Investasi US,46 M

    Temui Perusahaan China, Menteri Rosan Bawa Komitmen Investasi US$7,46 M

    Bisnis.com, BEIJING -Masih dalam lawatannya di Republik Rakyat Tiongkok (RRT), pasca pertemuan dengan perusahaan raksasa Tiongkok di sektor ekosistem mobil listrik, Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan Perkasa Roeslani melanjutkan pertemuan dengan 8 perusahaan pada 18-20 Desember 2024. Beberapa pertemuan yang dilaksanakan di Hangzhou, Quzhou dan Beijing ini berhasil membukukan total komitmen investasi baru sebesar USD7,46 miliar atau setara dengan Rp120 triliun.

    Pertemuan dengan Geely Auto Group

    Pertemuan di fasilitas produksi Geely Auto Group membahas potensi investasi dalam pengembangan industri otomotif di Indonesia. Geely merupakan salah satu produsen otomotif global terkemuka dan pemegang saham di beberapa merek mobil terkenal Eropa, di antaranya Volvo, Daimler, dan Lotus. Di Asia Tenggara, Geely menjadi pemegang saham minoritas Proton.

    Saat ini, Geely telah berkomitmen melakukan kerja sama perakitan industri mobil listrik dengan perusahaan Indonesia. “Kami menyambut baik ajakan untuk pengembangan industri otomotif di Indonesia. Kami juga mengembangkan ekosistem kendaraan listrik yang terintegrasi dari mulai refinery, industri baterai, dan battery recycling,” jelas Vice President Geely Auto Group Song Jun.

    Jun juga mengungkapkan, perusahaan yang telah berdiri lebih dari satu dekade ini juga sedang mengembangkan mobil berbahan bakar metanol dan mulai dipasarkan ke beberapa negara.

    “Kami melihat, di Indonesia potensi pengembangan mobil berbahan bakar metanol sangat besar, karena Indonesia adalah produsen kelapa sawit terbesar di dunia, dan kita tahu bahwa metanol itu salah satunya dari sawit,” ungkap Menteri Rosan.

    Perbesar

    Pertemuan dengan Zhenshi Holding Group Co., Ltd.

    Salah satu perusahaan yang juga dikunjungi adalah Zhenshi Holding Group Co., Ltd yang telah berinvestasi di beberapa proyek peleburan nikel, antara lain di Maluku Utara dan Morowali. Anak perusahaan Zhenshi, yaitu Jushi Group, adalah salah satu produsen fiberglass terbesar di dunia. Jushi Group berencana melakukan investasi baru sebesar USD1 miliar (tahap pertama) di bidang industri fiberglass, dengan perkiraan penyerapan tenaga kerja 4.500 orang.

    “Saya mendengar pemerintah Indonesia di bawah Presiden Prabowo Subianto berencana membangun 15 juta rumah. Kami melihat ini kesempatan baik bagi kami, karena fiberglass bisa menjadi alternatif untuk atap rumah,” ungkap Chairman of the Board of Zhenshi Holding Group Co. Ltd. Zhang Yuqiang. Ke depannya, ia berharap investasinya tidak hanya satu sektor (fiberglass), tetapi juga di berbagai sektor misalnya pertanian, manufaktur, renewable energy dan lain-lain.

    Menanggapi hal tersebut, Menteri Rosan mendukung rencana investasi perusahaan di industri fiberglass dan sektor lainnya. “Indonesia di bawah pemerintahan Presiden Prabowo memiliki empat program prioritas di antaranya hilirisasi, ketahanan pangan dan ketahanan energi. Tentunya, kami menyambut baik jika Zhenshi Group juga memiliki minat investasi di sektor pertanian dan energi,” jelas Menteri Rosan.

    Pertemuan dengan Wankai New Materials (Zhink Group)

    Selanjutnya, Menteri Rosan bertemu dengan Wankai New Materials yang merupakan bagian dari Zhink Group untuk membahas minat investasi di sektor industri turunan petrokimia. Total rencana investasi ini mencapai USD1 miliar yang akan dilakukan dalam tiga tahap. Zhink Group sendiri merupakan produsen PET (Polietilena Tereftalat) terbesar ke-3 di Tiongkok dan terbesar ke-5 di dunia.

    “Untuk Indonesia, kami rencananya akan berinvestasi di Cilegon dengan menggandeng perusahaan global lainnya. Masuknya investasi kami akan membantu Indonesia men-subtitusi impor guna memenuhi kebutuhan PET di dalam negeri,” papar Chairman of Wankai New Materials Shen Zhigang.

    Menanggapi hal tersebut, Menteri Rosan menyampaikan apresiasi dan kesiapan mengawal rencana investasi dimaksud termasuk dalam hal percepatan pemberian perizinan berusaha.

    Pertemuan dengan Hongshi Holding Group

    Dalam kunjungan kerjanya, Menteri Rosan juga melakukan pertemuan dengan Hongshi Holding Group yang berencana mengembangkan kawasan industri yang akan memproduksi silikon, polisilikon (bahan baku solar panel), baterai beserta komponennya, dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 2 gigawatt. Rencananya, konstruksi investasi baru senilai USD5 miliar ini akan dilakukan secara bertahap.

    Menanggapi minat investasi perusahaan, Menteri Rosan menjelaskan bahwa Indonesia memiliki potensi investasi yang luar biasa di sektor renewable energy dengan total lebih dari 3.700 gigawatt, di mana 3.000 gigawatt di antaranya berasal dari solar energy. “Kami mengajak investor global untuk turut andil di sektor renewable energy karena ini sejalan dengan target Indonesia untuk mencapai net zero emission pada 2060 or sooner,” pungkas Rosan.

    Pertemuan dengan Huayou Holding Group

    Dalam kunjungan kerja ke kantor pusat Huayou Holding Group di Quzhou, Menteri Rosan berkesempatan melihat fasilitas produksi rantai pasok industri baterai terintegrasi. Perkembangan investasi Huayou di Indonesia cukup besar dengan total 15 proyek dan total karyawan mencapai 20.000 tenaga kerja. Huayou juga bekerja sama dengan beberapa partner domestik, di antaranya Antam, MIND ID, Merdeka Battery Materials dan Vale Indonesia.

    Saat ini, lokasi proyek Huayou tersebar di tiga lokasi utama, yaitu Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP), dan Indonesia Pomalaa Industry Park (IPIP). Ke depannya akan dikembangkan di Sorowako dan Buli. Total investasi Huayou di Indonesia telah mencapai USD6,3 miliar, dan telah berhasil mengintegrasikan pertambangan smelter (HPAL, RKEF), pemurnian (refinery) dan prekursor.

    “Kami mengapresiasi investasi Huayou yang telah berjalan di Indonesia. Untuk ke depannya, kami mendorong Huayou untuk dapat mengembangkan investasi yang lebih ke hilir dengan pemberian nilai tambah prekursor menjadi katoda sampai dengan battery recycling,” ungkap Menteri Rosan.

    Chairman Huayou Holding Group Chen Xuehua menyampaikan dukungannya terhadap program hilirisasi pemerintah. “Kami ingin Huayou di Indonesia dapat menjadi platform penghubung investasi industri pertambangan dari hulu dan industri hilir, menciptakan industri yang inklusif. Kita bekerja sama untuk membangun industri ini dengan baik,” ujar Chen.

    Diskusi dilanjutkan terkait pusat riset dan pengembangan (R&D), di mana secara global, total tim R&D Huayou mencapai 5.200 orang. Adapun investasi biaya pengembangan produk mencapai 8% dari total pendapatan. “Kami meminta Huayou untuk membangun pusat R&D di Indonesia, dan tadi saat diskusi Huayou setuju untuk melakukannya. Tentunya ini didukung pemerintah dan dapat diberikan insentif pengurangan pajak sebesar 300% berupa Super Tax Deduction,” papar Menteri Rosan.

    Pertemuan dengan CEEC, CITIC dan Zhuhai Hongwan Ocean Fisheries

    Menutup kunjungan kerjanya ke RRT, Menteri Rosan melakukan one-on-one meeting dengan tiga perusahaan di Beijing. Pertemuan pertama dengan China Energy Engineering Corporation (CEEC) membahas potensi investasi di sektor energi baru terbarukan (EBT), terutama terkait pemanfaatan sumber daya angin lepas pantai di Indonesia. Selain itu, perusahaan juga menyatakan minatnya di sektor industri green-hydrogen, amonia, dan metanol.

    Selanjutnya, pertemuan dengan CITIC mendiskusikan potensi kerja sama dalam beberapa program pemerintah, antara lain mendukung pembangunan 3 juta rumah per tahun, ketahanan pangan melalui peningkatan produktivitas padi dan jagung, serta ketahanan energi melalui revitalisasi sumur minyak. Sejak didirikan tahun 1979, CITIC telah menjadi bagian penting dalam pengembangan ekonomi Tiongkok. Total aset CITIC diperkirakan mencapai USD1,6 triliun yang menjadikannya sebagai salah satu perusahaan BUMN dan juga grup konglomerat terbesar di Tiongkok.

    Terakhir, Menteri Rosan bertemu dengan Zhuhai Hongwan Ocean Fisheries yang menyampaikan akan bekerja sama dengan partner lokal untuk pengembangan investasi di sektor perikanan di Indonesia bagian timur dengan total investasi sebesar USD460 juta. Pertemuan ini menutup rangkaian kunjungan Menteri Investasi dan Hilirisasi di RRT.

  • RI Kantongi Komitmen Investasi Rp 120 T dari China, Ada Pemilik Volvo

    RI Kantongi Komitmen Investasi Rp 120 T dari China, Ada Pemilik Volvo

    Jakarta

    Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan Perkasa Roeslani melanjutkan pertemuan dengan 8 perusahaan dalam lawatannya di Republik Rakyat Tiongkok (RRT) pada 18-20 Desember 2024. Pertemuan itu diklaim berhasil membukukan komitmen investasi baru sebesar US$ 7,46 miliar atau Rp 120 triliun.

    “Beberapa pertemuan yang dilaksanakan di Hangzhou, Quzhou dan Beijing ini berhasil membukukan total komitmen investasi baru sebesar US$ 7,46 miliar atau setara dengan Rp 120 triliun,” kata Rosan dalam keterangan tertulis, Senin (23/12/2024).

    Pertemuan Dengan Geely Auto Group

    Pertama, pertemuan di fasilitas produksi Geely Auto Group membahas potensi investasi dalam pengembangan industri otomotif di Indonesia. Salah satu produsen otomotif global terkemuka itu disebut telah berkomitmen melakukan kerja sama perakitan industri mobil listrik dengan perusahaan Indonesia.

    “Kami menyambut baik ajakan untuk pengembangan industri otomotif di Indonesia. Kami juga mengembangkan ekosistem kendaraan listrik yang terintegrasi dari mulai refinery, industri baterai dan battery recycling,” kata Vice President Geely Auto Group Song Jun.

    Geely memegang saham di beberapa merek mobil terkenal Eropa di antaranya Volvo, Daimler dan Lotus. Di Asia Tenggara, Geely menjadi pemegang saham minoritas Proton.

    Jun mengungkapkan, perusahaan yang telah berdiri lebih dari satu dekade itu juga sedang mengembangkan mobil berbahan bakar metanol dan mulai dipasarkan ke beberapa negara.

    “Kami melihat, di Indonesia potensi pengembangan mobil berbahan bakar metanol sangat besar karena Indonesia adalah produsen kelapa sawit terbesar di dunia dan kita tahu bahwa metanol itu salah satunya dari sawit,” ungkap Rosan.

    Pertemuan Dengan Zhenshi Holding Group Co Ltd

    Perusahaan kedua yang dikunjungi adalah Zhenshi Holding Group Co Ltd yang telah berinvestasi di beberapa proyek peleburan nikel, antara lain di Maluku Utara dan Morowali. Anak perusahaannya, yaitu Jushi Group adalah salah satu produsen fiberglass terbesar di dunia.

    Jushi Group berencana melakukan investasi baru sebesar US$ 1 miliar (tahap pertama) di bidang industri fiberglass, dengan perkiraan penyerapan tenaga kerja sebanyak 4.500 orang.

    “Saya mendengar pemerintah Indonesia di bawah Presiden Prabowo Subianto berencana membangun 15 juta rumah. Kami melihat ini kesempatan baik bagi kami karena fiberglass bisa menjadi alternatif untuk atap rumah,” ungkap Chairman of the Board of Zhenshi Holding Group Co. Ltd Zhang Yuqiang.

    Ke depan ia berharap investasinya tidak hanya satu sektor (fiberglass), tetapi juga di berbagai sektor misalnya pertanian, manufaktur, renewable energy dan lain-lain. Rosan pun mendukung rencana investasi tersebut.

    “Indonesia di bawah pemerintahan Presiden Prabowo memiliki empat program prioritas di antaranya hilirisasi, ketahanan pangan dan ketahanan energi. Tentunya, kami menyambut baik jika Zhenshi Group juga memiliki minat investasi di sektor pertanian dan energi,” jelas Rosan.

    Pertemuan dengan Wankai New Materials (Zhink Group)

    Pertemuan ketiga dengan Wankai New Materials yang merupakan bagian dari Zhink Group. Pertemuannya untuk membahas minat investasi di sektor industri turunan petrokimia.

    Total rencana investasi ini mencapai US$ 1 miliar yang akan dilakukan dalam tiga tahap. Zhink Group sendiri merupakan produsen PET (Polietilena Tereftalat) terbesar ke-3 di Tiongkok dan terbesar ke-5 di dunia.

    “Untuk Indonesia, kami rencananya akan berinvestasi di Cilegon dengan menggandeng perusahaan global lainnya. Masuknya investasi kami akan membantu Indonesia mensubtitusi impor guna memenuhi kebutuhan PET di dalam negeri,” papar Chairman of Wankai New Materials Shen Zhigang.

    Menanggapi hal tersebut, Rosan menyampaikan apresiasi dan kesiapan mengawal rencana investasi dimaksud, termasuk dalam hal percepatan pemberian perizinan berusaha.

    Pertemuan dengan Hongshi Holding Group

    Pertemuan keempat dengan Hongshi Holding Group yang berencana mengembangkan kawasan industri yang akan memproduksi silikon, polisilikon (bahan baku solar panel), baterai beserta komponennya, dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 2 gigawatt. Rencananya, konstruksi investasi baru senilai US$ 5 miliar ini akan dilakukan secara bertahap.

    Menanggapi minat investasi perusahaan, Rosan menjelaskan bahwa Indonesia memiliki potensi investasi di sektor renewable energy dengan total lebih dari 3.700 gigawatt, di mana 3.000 gigawatt di antaranya berasal dari solar energy.

    “Kami mengajak investor global untuk turut andil di sektor renewable energy karena ini sejalan dengan target Indonesia untuk mencapai net zero emission pada 2060 or sooner,” tutur Rosan.

    Pertemuan dengan Huayou Holding Group

    Kunjungan kelima ke kantor pusat Huayou Holding Group di Quzhou, di mana Rosan berkesempatan melihat fasilitas produksi rantai pasok industri baterai terintegrasi. Perkembangan investasi Huayou di Indonesia disebut cukup besar dengan total 15 proyek dan total karyawan mencapai 20.000 tenaga kerja.

    Huayou bekerja sama dengan beberapa partner domestik di antaranya Antam, MIND ID, Merdeka Battery Materials dan Vale Indonesia. Saat ini, lokasi proyek Huayou tersebar di tiga lokasi utama yaitu Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP), dan Indonesia Pomalaa Industry Park (IPIP).

    Ke depannya akan dikembangkan di Sorowako dan Buli. Total investasi
    Huayou di Indonesia disebut telah mencapai US$ 6,3 miliar dan telah berhasil mengintegrasikan pertambangan smelter (HPAL, RKEF), pemurnian (refinery) dan prekursor.

    “Kami mengapresiasi investasi Huayou yang telah berjalan di Indonesia. Untuk ke depannya, kami mendorong Huayou untuk dapat mengembangkan investasi yang lebih ke hilir dengan pemberian nilai tambah prekursor menjadi katoda sampai dengan battery recycling,” ungkap Rosan.

    Diskusi dilanjutkan terkait pusat riset dan pengembangan (R&D) di mana secara global, total tim R&D Huayou mencapai 5.200 orang. Adapun investasi biaya pengembangan produk mencapai 8% dari total pendapatan.

    “Kami meminta Huayou untuk membangun pusat R&D di Indonesia dan tadi saat diskusi Huayou setuju untuk melakukannya. Tentunya ini didukung pemerintah dan dapat diberikan insentif pengurangan pajak sebesar 300% berupa Super Tax Deduction,” papar Rosan.

    Pertemuan dengan CEEC, CITIC dan Zhuhai Hongwan Ocean Fisheries

    Menutup kunjungan kerjanya ke RRT, Rosan melakukan one-on-one meeting dengan tiga perusahaan di Beijing. Pertemuan pertama dengan China Energy Engineering Corporation (CEEC) membahas potensi investasi di sektor energi baru terbarukan (EBT) terutama terkait pemanfaatan sumber daya angin lepas pantai di Indonesia. Selain itu, perusahaan disebut menyatakan minatnya di sektor industri green-hydrogen, amonia san metanol.

    Selanjutnya, pertemuan dengan CITIC mendiskusikan potensi kerja sama dalam beberapa program pemerintah antara lain mendukung pembangunan 3 juta rumah per tahun, ketahanan pangan melalui peningkatan produktivitas padi dan jagung, serta ketahanan energi melalui revitalisasi sumur minyak.

    Sejak didirikan tahun 1979, CITIC telah menjadi bagian penting dalam pengembangan ekonomi Tiongkok. Total aset CITIC diperkirakan mencapai
    US$ 1,6 triliun yang menjadikannya sebagai salah satu perusahaan BUMN dan juga grup konglomerat terbesar di Tiongkok.

    Terakhir, Rosan bertemu dengan Zhuhai Hongwan Ocean Fisheries yang menyampaikan akan bekerja sama dengan partner lokal untuk pengembangan investasi di sektor perikanan di Indonesia bagian timur dengan total investasi sebesar US$ 460 juta.

    (acd/acd)

  • Harvey Moeis Jalani Sidang Putusan Terkait Kasus Korupsi Timah Hari ni

    Harvey Moeis Jalani Sidang Putusan Terkait Kasus Korupsi Timah Hari ni

    Jakarta, Beritasatu.com– Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta akan menggelar sidang putusan atau vonis pidana dengan terdakwa Harvey Moeis selaku perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT) terkait kasus dugaan korupsi timah di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, hari ini Senin (23/12/2024).

    Berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Pusat dilansir Antara, sidang akan dimulai pukul 10.20 WIB di ruangan Muhammad Hatta Ali, yang dipimpin hakim ketua Eko Aryanto.

    Selain sidang putusan Harvey Moeis, beberapa terdakwa lainnya yang terseret kasus timah juga akan menjalani sidang pembacaan putusan hakim hari ini, yaitu Direktur Utama PT RBT Suparta, Direktur Pengembangan Usaha PT RBT Reza Andriansyah, serta pemilik manfaat CV Venus Inti Perkasa (VIP) dan PT Menara Cipta Mulia (MCM) Tamron alias Aon.

    Kemudian, General Manager Operational CV VIP dan PT MCM Achmad Albani, Direktur Utama CV VIP Hasan Tjhie, pengepul bijih timah (kolektor), Kwan Yung alias Buyung, Pemilik Manfaat PT Stanindo Inti Perkasa (SIP) Suwito Gunawan alias Awi, Direktur PT Sariwiguna Binasentosa (SBS) Robert Indarto, serta General Manager Operational PT Tinindo Inter Nusa (TIN) periode 2017-2020 Rosalina.

    Dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk pada tahun 2015–2022, Harvey dituntut penjara 12 tahun serta pidana denda sejumlah Rp 1 miliar. Apabila denda tersebut tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 1 tahun.

    Suami selebritas Sandra Dewi itu juga dituntut agar dikenakan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp 210 miliar subsider pidana penjara selama 6 tahun.

    Harvey Moeis yang akan menjalani sidang putusan, telah melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ke-1 KUHP, sebagaimana dalam dakwaan kesatu primer.

    Dalam kasus itu, Harvey Moeis yang menjalani sidang putusan, didakwa menerima uang Rp 420 miliar bersama Manajer PT Quantum Skyline Exchange (QSE) Helena Lim dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU), antara lain dengan membeli barang-barang mewah seperti mobil dan rumah.

    Atas perbuatannya bersama-sama dengan para terdakwa lain, Harvey diduga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 300 triliun, meliputi Rp 2,28 triliun berupa kerugian atas aktivitas kerja sama sewa-menyewa alat peralatan processing (pengolahan) dengan smelter swasta, Rp 26,65 triliun berupa kerugian atas pembayaran biji timah kepada mitra tambang PT Timah, serta Rp 271,07 triliun berupa kerugian lingkungan.

  • Bos Smelter Timah yang Dituntut Triliunan Rupiah akan Divonis Hari Ini

    Bos Smelter Timah yang Dituntut Triliunan Rupiah akan Divonis Hari Ini

    Bos Smelter Timah yang Dituntut Triliunan Rupiah akan Divonis Hari Ini
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat akan memutuskan nasib dua bos smelter
    timah
    swasta yang dituntut membayar uang pengganti triliunan rupiah hari ini, Senin (23/12/2024).
    Mereka adalah pemilik PT Stanindo Inti Perkasa, Suwito Gunawan alias Awi yang dituntut membayar uang pengganti Rp 2,2 triliun dan Direktur PT Sariwiguna Binasentosa, Robert Indarto yang dituntut Rp 1,9 triliun.
    “Untuk pembacaan putusan,” sebagaimana dikutip dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (23/12/2024).
    Selain Awi dan Robert, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat yang dipimpin Eko Aryanto juga akan membacakan putusan untuk perkara General Manager Operational PT Tinindo Internusa, Rosalina.
    Adapun dalam tuntutan pokoknya, jaksa meminta Awi dan Robert dihukum 14 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsidair 1 tahun kurungan.
    Sementara, Rosalina dittuntut 6 tahun penjara dan denda Rp 750 juta subsidair 6 bulan kurungan.
    Jaksa menilai ketiganya bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara sebagaimana dakwaan kesatu primair.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Indonesia Siap Jadi Pemain Global Hilirisasi Tembaga

    Indonesia Siap Jadi Pemain Global Hilirisasi Tembaga

    Bisnis.com, JAKARTA – Indonesia berada pada posisi strategis dalam tren transisi energi global dengan mengembangkan industri hilirisasi tembaga. Langkah ini dinilai mampu mendukung teknologi rendah karbon sekaligus meningkatkan nilai tambah ekonomi nasional.

    Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mencatat bahwa ekosistem hilirisasi tembaga di Indonesia telah berkembang secara signifikan dan memiliki potensi strategis besar untuk menjawab kebutuhan pasar global.

    Direktur Eksekutif INDEF, Esther Sri Astuti menyebut Indonesia menempati posisi ke-10 dengan kepemilikan sekitar 3% dari total cadangan tembaga dunia, setara dengan 24.000 ton.

    ”Sejajar dengan China dan berada di atas negara-negara seperti Kazakhstan, Zambia, dan Canada. Sisa cadangan global sebesar 22% tersebar di berbagai negara lainnya. Meskipun bukan merupakan pemilik cadangan tembaga terbesar, posisi Indonesia cukup strategis dalam industri tembaga global. Besarnya cadangan yang dimiliki memberikan fondasi kuat bagi Indonesia untuk mengembangkan industri tembaga yang terintegrasi dan berkelanjutan. Posisi Indonesia sebagai pemilik cadangan tembaga terbesar ke-10 di dunia menunjukkan potensi signifikan dalam industri tembaga global,” kata Esther.

    Seiring dengan meningkatnya adopsi teknologi rendah karbon, kebutuhan global terhadap tembaga terus meningkat. Industri kendaraan listrik menjadi salah satu pendorong utama permintaan, mengingat teknologi ini membutuhkan logam tembaga dalam jumlah signifikan.

    Selain itu, pengembangan energi terbarukan seperti panel surya dan turbin angin, serta digitalisasi infrastruktur, memperkuat peran tembaga sebagai bahan strategis.

    ”Tren ini memberikan peluang besar bagi Indonesia untuk memperkuat sektor hilir tembaga melalui peningkatan nilai tambah. Dari pengolahan bijih tembaga menjadi konsentrat hingga produksi kabel listrik dan komponen kendaraan listrik, setiap tahapan memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional,” kata Esther menjelaskan.

    Esther menekankan bahwa Indonesia memiliki kepastian pasar untuk investasi jangka panjang dalam hilirisasi tembaga. Pengembangan produk seperti komponen kendaraan listrik, sistem penyimpanan energi, dan infrastruktur energi pintar dinilai strategis untuk memperkuat daya saing nasional.

    Keberhasilan ini didukung oleh kebijakan pemerintah yang menciptakan ekosistem industri terintegrasi. Implementasi UU Minerba menjadi salah satu pendorong utama terbentuknya rantai pasok yang kuat antara sektor hulu dan hilir.

    “Kebijakan yang mendukung keberlanjutan dan inovasi teknologi menjadi kunci transformasi industri tembaga di Indonesia. Transformasi sektor tembaga melalui hilirisasi diproyeksikan memberikan dampak signifikan, baik dalam peningkatan nilai ekspor maupun penciptaan lapangan kerja. INDEF mencatat bahwa sektor ini dapat menghasilkan ratusan ribu lapangan kerja baru dan memberikan kontribusi signifikan terhadap GDP nasional,” ujar Esther.

    Selain itu, dengan meningkatnya kebutuhan global terhadap produk teknologi rendah karbon, Indonesia memiliki peluang untuk menjadi pemain utama dalam rantai pasok global.

    Langkah ini tidak hanya memperkuat perekonomian domestik tetapi juga memposisikan Indonesia sebagai pemimpin regional di sektor teknologi hijau.

    Sebagai contoh PT Freeport Indonesia (PTFI) telah menyelesaikan pembangunan smelter tembaga di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Java Integrated Industrial and Ports Estate (JIIPE), Gresik, Jawa Timur dengan kapasitas input 1,7 juta ton konsentrat tembaga per tahun.

    Smelter ini diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada 23 September 2024, menandai langkah signifikan dalam hilirisasi industri tembaga di Indonesia. Smelter ini merupakan fasilitas pemurnian tembaga dengan desain jalur tunggal terbesar di dunia yang dapat menghasilkan sekitar 600.000 hingga 700.000 ton katoda tembaga per tahun.

    Selain itu, Indonesia memiliki smelter tembaga dan fasilitas pemurnian logam mulia di Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB) di Bawah naungan PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMAN).

    Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia juga turut memuji smelter tersebut karena menciptakan lapangan pekerjaan dan menaikkan pendapatan negara.

    “Lapangan kerjanya pun udah paten. Pendapatan negara udah mulai naik. Harapan kita besok pengusaha nasional yang sudah dikasih izin tambang, kalau tidak bangun smelter, saya akan tinjau aja, harus dipaksa bangun smelter,” kata Bahlil.

  • Hilirisasi Tembaga Dorong Pertumbuhan Strategis di Indonesia

    Hilirisasi Tembaga Dorong Pertumbuhan Strategis di Indonesia

    Bisnis.com, JAKARTA – Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) melalui kajian terbarunya mengungkapkan perkembangan positif dalam pembentukan ekosistem hilirisasi tembaga di Indonesia. Temuan ini disampaikan oleh Direktur Eksekutif INDEF, Esther Sri Astuti, dalam paparan hasil kajian di Jakarta hari ini.

    “Indonesia memiliki posisi strategis dalam peta tembaga global dengan kepemilikan sekitar 3% dari cadangan tembaga dunia. Posisi ini menempatkan Indonesia sebagai negara dengan cadangan tembaga terbesar ke-10 di dunia dan produsen tembaga terbesar di Asia Tenggara,” ungkap Esther.

    Menurut kajian INDEF, momentum ini diperkuat dengan tren global menuju transisi hijau yang membuka peluang besar bagi Indonesia. Konsumsi tembaga global diprediksi akan terus meningkat hingga tahun 2035 dengan pertumbuhan rata-rata 14% sejak 2016, terutama didorong oleh perkembangan industri kendaraan listrik dan teknologi ramah lingkungan.

    “Hilirisasi tembaga memiliki nilai strategis yang signifikan. Peningkatan nilai tambah dari hulu ke hilir sangat substansial, mulai dari pengolahan bijih tembaga menjadi konsentrat yang meningkat 2 kali lipat, hingga produk akhir berupa kabel listrik yang bisa mencapai 71 kali lipat nilai tambah,” jelas Esther.

    Dari sisi ekonomi, pengembangan industri hilir tembaga memiliki potensi dampak yang besar, mulai dari nilai ekspor yang mencapai 282 juta USD, penciptaan lapangan kerja (253.583 lapangan kerja) dengan kontribusi terhadap GDP sebesar 34,9 juta USD.

    Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM, Ridwan Djamaluddin, menekankan bahwa hilirisasi tembaga wajib memberikan manfaat kepada negara. Menurutnya hal itu merupakan amanat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

    “Kita ingin proses nilai tambah yang panjang itu sebanyak mungkin memberi dampak bagi negara, untuk meningkatkan pendapatan negara, membuka lapangan kerja, dan membangun kemandirian (energi),” katanya.

    Selain itu INDEF mencatat bahwa pembentukan ekosistem menjadi aspek krusial dalam pengembangan hilirisasi industri tembaga.

    “Tanpa adanya ekosistem yang terintegrasi, sulit untuk mendorong hilirisasi karena membutuhkan keterkaitan antar sektor yang kuat,” kata Esther.

    Kajian INDEF menunjukkan bahwa ekosistem hilirisasi tembaga di Indonesia mulai terbentuk dengan baik, terutama setelah implementasi UU Minerba. Hal ini terlihat dari terbentuknya rantai nilai yang melibatkan berbagai aktor utama, dari produsen hulu hingga pemain hilir, termasuk industri kabel listrik.

    “Peran negara melalui kebijakan yang tepat terbukti krusial dalam membentuk ekosistem hilirisasi. Ini membuktikan pentingnya state-led development dalam transformasi industri. Kebijakan pemerintah telah berkembang dari penetapan dasar hukum hingga penguatan ekosistem industri yang terintegrasi, dengan fokus pada keberlanjutan dan inovasi teknologi,” kata Esther menjelaskan.

    Seperti diketahui, salah satu Langkah strategis yang dilakukan pemerintah melalui PT Freeport Indonesia (PTFI) adalah dengan membangun smelter baru di Gresik, Jawa Timur.

    Smelter ini, yang diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada 23 September 2024, merupakan fasilitas pemurnian tembaga dengan desain single-line terbesar di dunia, mampu mengolah 1,7 juta ton konsentrat tembaga per tahun menjadi sekitar 600.000 ton katoda tembaga.

    Investasi sebesar Rp58 triliun dalam pembangunan smelter ini tidak hanya meningkatkan kapasitas pengolahan tembaga nasional tetapi juga membuka peluang bagi tumbuhnya industrialisasi di Indonesia, khususnya di area Gresik, Jawa Timur. Beroperasinya smelter ini diperkirakan akan menyerap sekitar 2.000 tenaga kerja, terdiri dari 1.200 pekerja kontraktor dan 800 karyawan PTFI.