Produk: smelter

  • ESDM Siap Fasilitasi Investor Masuk Proyek Baterai Usai LG Didepak

    ESDM Siap Fasilitasi Investor Masuk Proyek Baterai Usai LG Didepak

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kementerian ESDM) buka suara soal penunjukan Zhejiang Huayou Cobalt Co. menggantikan LG Energy Solution (LG) dalam konsorsium proyek Titan senilai US$9,8 miliar atau Rp142 triliun.

    LG sebelumnya disebut didepak dari proyek rantai pasok baterai kendaraan listrik (electric vehicle/EV) itu lantaran negosiasi antara LG dan konsorsium Indonesia Battery Corporation (IBC) telah berlangsung terlalu lama, yakni hampir 5 tahun.

    Dirjen Mineral dan Batu bara (Minerba) ESDM Tri Winarno mengatakan, pihaknya pasti mendukung investor manapun untuk masuk ke Proyek Titan, termasuk investor asal China, Huayou.

    “Intinya setiap yang investasi di Indonesia kita welcome. Intinya poinnya seperti itu. Kita welcome. Memfasilitasi, apa yang jadi kendala kita fasilitasi, apa yang jadi permasalahan kita fasilitasi,” kata Tri di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (25/4/2025).

    Dia juga menyebut, pemerintah bakal terus menjaring investor dan memfasilitasi kebutuhan mereka. Hal ini dilakukan demi menjadikan Indonesia sebagai magnet investasi, khususnya di sektor pengolahan mineral.

    “Pemerintah berusaha untuk mendekat bagaimana cara investasi bisa masuk, apa kendala lainnya itu selalu pemerintah ini,” ujar Tri.

    Dia pun mengatakan pihaknya belum mengetahui apakah akan ada mitra lain yang bekerja sama dengan Huayo. Menurutnya, hal itu adalah kewenangan pelaku usaha. Kendati, pemerintah siap membantu jika ada kendala.

    “Kalau misalnya B2B [business to business] pemerintah kan enggak bisa ngatur ya. Ya silahkan saja kalau misalnya [ada kerja sama]. Yang jelas kalau ada kendala, permasalahan, disampaikan ke kami, kami fasilitasi,” ucap Tri.

    Sebagai informasi, semula konsorsium LG bersama konsorsium BUMN IBC tergabung dalam Proyek Titan dengan total komitmen investasi senilai US$9,8 miliar atau sekitar Rp142 triliun. 

    Komitmen investasi itu terdiri atas investasi di hulu tambang senilai US$850 juta, smelter HPAL US$4 miliar, pabrik prekursor/katoda senilai US$1,8 miliar, dan pabrik sel baterai senilai US$3,2 miliar.

    IBC sendiri bakal membuka kesempatan untuk investor bergabung dalam proyek itu setelah LG didepak. Amerika Serikat (AS) menjadi salah satu yang diincar.

    VP Commercial and Marketing IBC Bayu Hermawan mengatakan, pihaknya telah menjajaki berbagai potensi investasi dari berbagai negara selama 2-3 tahun terakhir untuk berpartisipasi dalam ekosistem ini. 

    “Memang ada beberapa item yang kita masih coba menjajaki ya. Value proposition apa yang bisa kita bawa dan value proposition apa yang mereka bawa,” kata Bayu kepada wartawan, Kamis (24/4/2025). 

    Menurut keterangan Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinator Penanaman Modal (BKPM), Huayou sendiri akan memiliki kontribusi besar di Proyek Titan.

    “Huayou saya belum bisa diskusi lebih banyak ya, karena informasinya juga baru kemarin gitu ya. Mungkin nanti spesifik dari teman-teman dari kementerian, BKPM, dan ESDM, apalagi sekarang juga ada satgas hilirisasi, itu juga kita akan coba untuk berkoordinasi dengan mereka ya,” jelasnya.  

    Lebih lanjut, Bayu menuturkan bahwa pihaknya tak hanya menawarkan proyek tersebut ke China dan AS, tetapi juga ke Eropa, Australia, Korea, hingga Jepang yang memberikan minat positif.  

    Bayu menerangkan bahwa proyek tersebut memiliki nilai rantai pasok yang panjang dan terintegrasi dari tambang, prekursor, hingga ke sel baterai. Untuk mengintegrasikan hulu ke hilir, kapasitas dari setiap segmen harus terhubung.  

    “Memang ada hal-hal yang memang kemarin itu tidak mencapai kesepakatan dan juga key challenge juga dari mereka yang seperti apa yang mereka bilang bahwa memang market mereka itu kan memang NMC [lithium nickel manganese cobalt oxide] itu ya pasti market-nya Eropa, Amerika dan lain sebagainya gitu ya,” tuturnya. 

  • Freeport Gelontorkan Rp13,46 Triliun untuk Belanja Modal Kuartal I/2025

    Freeport Gelontorkan Rp13,46 Triliun untuk Belanja Modal Kuartal I/2025

    Bisnis.com, JAKARTA — Freeport-McMoRan Inc (FCX) mencatat belanja modal untuk PT Freeport Indonesia (PTFI) mencapai US$800 juta atau sekitar Rp13,46 triliun (asumsi kurs Rp16.834) pada kuartal I/2025.

    Secara rinci, jumlah belanja itu terdiri dari US$600 juta untuk proyek pertambangan besar. Sementara, US$200 juta untuk pembangunan smelter baru dan fasilitas pemurnian logam mulia (PMR).

    Sedangkan, secara total belanja FCX mencapai US$1,2 miliar atau sekitar Rp20,19 triliun. 

    Presiden dan CEO FCX Kathleen Quirk mengatakan, pihaknya tetap waspada dalam upaya mengurangi biaya meningkatkan efisiensi, dan mengelola pengeluaran operasional, administratif, serta modal dengan cermat dalam lingkungan ekonomi makro yang tidak menentu ini. 

    “Freeport memiliki posisi yang baik untuk masa depan dengan produksi tembaga, emas, molibdenum dalam skala besar, ” kata Quirk melalui keterangan resmi, Jumat (25/4/2025).

    Dia memperkirakan, belanja modal akan mencapai sekitar US$5 miliar atau sekitar Rp84,12 triliun untuk sepanjang tahun ini. Jumlah ini terdiri dari US$2,8 miliar untuk proyek pertambangan besar dan US$600 juta untuk fasilitas pemrosesan hilir baru PTFI.

    Adapun arus kas operasi mencapai total US$1,1 miliar, setelah dikurangi $0,3 miliar untuk modal kerja dan penggunaan lainnya pada kuartal pertama 2025.

    Arus kas operasi diperkirakan akan mencapai sekitar US$7,0 miliar untuk 2025. Ini termasuk US$200 juta dari modal kerja dan sumber lainnya, berdasarkan pencapaian volume penjualan dan estimasi biaya saat ini.

    Di sisi lain, total utang konsolidasian mencapai US$9,4 miliar atau Rp158,13 triliun per 31 Maret 2025. Sementara, kas serta setara kas konsolidasian mencapai US$4,4 miliar.

    Sedangkan, utang bersih mencapai US$1,5 miliar. Ini tidak termasuk US$3,2 miliar utang untuk fasilitas pemrosesan hilir baru milik PTFI per 31 Maret 2025.

  • Ditinggal LG, Huayou Bakal Garap Sebagian Besar Proyek Baterai RI

    Ditinggal LG, Huayou Bakal Garap Sebagian Besar Proyek Baterai RI

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinator Penanaman Modal (BKPM) menyebut Zhejiang Huayou Cobalt Co. bakal mengisi sebagian besar investasi dalam proyek baterai berbasis nikel terintegrasi di Indonesia setelah LG Solution hengkang.

    Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM Rosan P Roeslani menuturkan Huayou bakal berinvestasi sekitar US$8,6 miliar atau Rp145,2 triliun.

    “Pastinya (investasi Huayou) US$8,6 miliar,” kata Rosan saat ditemui pasca Indonesia AI Day for Mining Industry 2025, Kamis (24/4/2025).

    Di hubungi secara terpisah, Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, Nurul Ichwan menyebut total investasi US$9,8 miliar dalam proyek baterai memang terbagi menjadi dalam empat joint venture.

    Join venture tersebut terdiri dari investasi hulu tambang, smelter HPAL, pabrik prekursor/katoda, dan pabrik sel baterai. Saat ini, satu dari empat joint venture tersebut sudah berjalan yaitu proyek sel baterai PT Hyundai LG Indonesia (HLI) dengan investasi US$1,1 miliar hingga 1,2 miliar.

    “Nah US$9,8 miliar itu merupakan estimasi total investasi dari keseluruhan ekosistem baterai. Dari jumlah itu, sekitar US$1,1 hingga 1,2 miliar sudah terealisasi dalam proyek sel baterai HLI,”

    HLI sendiri merupakan pabrik sel baterai mobil listrik milik konsorsium LG ES dan Hyundai Motor Group diresmikan Presiden ke-7 RI Joko Widodo pada Rabu (3/7/2024). Pabrik baterai ini merupakan yang pertama dan terbesar di Asia Tenggara.

    Dengan adanya investasi yang sudah terealisasi, Nurul menyampaikan masih terdapat kebutuhan investasi sekitar US$8,6 hingga 8,7 miliar untuk menyelesaikan keseluruhan proyek.

    Nurul menuturkan, Huayou direncanakan bakal mengisi kekurangan investasi dari proyek baterai yang sudah ditinggalkan oleh LG tersebut.

    Namun, Huayou kata Nurul tidak akan bekerja sendiri. Mereka akan bekerjasama dengan partner-partner lain yang sedang dalam penjajakan. 

    “Tapi yang jelas, kontribusi Huayou very clear dia akan punya kontribusi di hampir sebagian besar ekosistem ini,” ucapnya.

    Diberitakan sebelummya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan, perusahaan asal China, Huayou bakal menggantikan LG Energy Solution dalam proyek baterai berbasis nikel terintegrasi dari hulu ke hilir di Indonesia.

    Oleh karena itu, dia memastikan proyek investasi kendaraan listrik (EV) senilai US$9,8 miliar atau sekitar Rp142 triliun itu tetap berjalan sesuai rencana.

    Mantan ketua umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) itu menuturkan, proyek ini mencakup pengembangan rantai pasok baterai EV secara terintegrasi, mulai dari penambangan hingga produksi baterai.

    Sebagai bagian dari komitmen investasi tersebut, pada 3 Juli 2024, Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) meresmikan pabrik sel baterai EV pertama di Indonesia yang berlokasi di Karawang, Jawa Barat. 

    Pabrik ini adalah hasil kerja sama antara Hyundai Motor Group dan LG Energy Solution melalui PT HLI Green Power dan telah beroperasi dengan kapasitas produksi tahunan sebesar 10 Gigawatt hour (GWh).

    Bahlil pun menegaskan bahwa secara keseluruhan proyek tidak mengalami perubahan mendasar. Adapun, yang terjadi adalah penyesuaian mitra investasi dalam struktur joint venture (JV).

    “Secara konsep, pembangunan dari grand package ini tidak ada yang berubah. Infrastruktur dan rencana produksi tetap sesuai dengan peta jalan awal. Perubahan hanya terjadi pada mitra investor, di mana LG tidak lagi melanjutkan keterlibatannya pada JV 1, 2, dan 3 yang baru, dan telah digantikan oleh mitra strategis dari Tiongkok, yaitu Huayou, bersama BUMN kita,” ungkap Bhalil melalui keterangan resmi, Rabu (23/4/2025).

  • Terkuak! Alasan Pemerintah Pilih Huayou Gantikan LG di Proyek Baterai

    Terkuak! Alasan Pemerintah Pilih Huayou Gantikan LG di Proyek Baterai

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Badan Penanaman Modal (BKPM) mengungkap alasan pemerintah mempercayakan perusahaan asal China, Huayou untuk menggantikan LG Energy Solution dalam proyek baterai berbasis nikel terintegrasi di Indonesia. 

    Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM Rosan P Roeslani mengatakan pemerintah melihat minat yang tinggi dan kemampuan Huayou yang telah mumpuni lantaran sudah lama berinvestasi di Indonesia dalam bidang yang sama. 

    “Huayou ini dia juga sudah investasi sebelumnya di bidang yang hampir sama juga, jadi mereka memahami,” kata Rosan dalam keterangan pers, Rabu (24/4/2025).  

    Adapun, LG Energy Solution mauk dalam konsorsium BUMN Indonesia Battery Corporation (IBC) tergabung dalam Proyek Titan dengan investasi US$9,8 miliar atau Rp142 triliun itu. 

    Komitmen investasi itu terdiri atas investasi di hulu tambang senilai US$850 juta, smelter HPAL US$4 miliar, pabrik prekursor/katoda senilai US$1,8 miliar, dan pabrik sel baterai senilai US$3,2 miliar. 

    Dengan keluarnya LG dari konsorsium tersebut, Rosan menuturkan bahwa Huayou akan mengambil porsi dari LG. Huayou juga disebut telah memiliki minat investasi lantaran memiliki teknologi serupa untuk pengembangan sel baterai. 

    “Bahkan mereka sudah jauh lebih besar berinevstasi sebelumnya di Weda Bay, jadi mereka sangat paham mengerti dan disaat bersamaan dia punya sources untuk pegembangan ini ke deapannya,” ujarnya. 

    Rosan juga menuturkan bahwa konsorsium IBC tersebut merupakan bagian dari proyek grand package pengembangan ekosistem baterai berbasis nikel dari hulu ke hilir yang telah disepakati sejak 2020. 

    “Jadi Huayou yang masuk rencananya untuk menggantikan LG, kita sudah bertemu Huayou nya, saya juga sudah bertemu, sangat positif mereka sejak tahun 2024 ini sudah menyatakan minatnya untuk menjadi konsorsium dari LG ini, sebelumnya sudah ada Huayou-nya jadi mereka menjadi leading konsorsium,” tuturnya.

    Untuk diketahui, LG Energy Solution hengkang dari proyek besar ekosistem rantai pasok baterai di Indonesia. Hal ini dikarenakan negosiasi yang alot selama 5 tahun. 

    Menteri Investasi dan Hilirisasi/BKPM Rosan Roeslani mengatakan pemerintah tidak ingin proyek tersebut berjalan lambat sehingga Indonesia mengeluarkan surat untuk LG agar mundur dari proyek tersebut. 

    “Memang untuk proyek sebesar ini tentunya negosiasi lama dan kita melihat kita ingin investasi ini berjalan oleh karena itu proyek itu tetap berjalan dan digantikan partner lain,” terangnya. 

    Rosan menerangkan bahwa proyek joint venture (JV) LG memiliki nilai investasi senilai US$9,8 miliar untuk ekosistem dari mulai pertambangan, pengolahan nickel matte, nikel sulfur, prekursor, katoda, anoda, battery cells, cells pack, hingga recycle battery. 

    Namun, mundurnya LG tidak akan memengaruhi proyek grand package yang menaungi berbagai konsorsium. Untuk proyek tersebut saat ini sudah berjalan dengan investasi yang telah dikeluarkan senilai US$1,15 miliar.

  • LG Batal Investasi di RI, Prabowo Pede Dapat Investor Baru

    LG Batal Investasi di RI, Prabowo Pede Dapat Investor Baru

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto menanggapi kabar hengkangnya perusahaan teknologi asal Korea Selatan, LG, dari proyek investasinya di Indonesia.

    Menurut Kepala Negara, Indonesia tidak akan kekurangan mitra strategis karena potensi dan kekuatan ekonomi nasional masih sangat besar. 

    Saat ditanya wartawan apakah akan ada kerja sama pengganti dari perusahaan lain menyusul keluarnya LG, dirinya optimistis bisa menemukan rekan lain.

    “Ya pasti ada [kerja sama lain], tunggu saja. Indonesia besar, Indonesia kuat, Indonesia cerah,” ujarnya kepada wartawan di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (21/4/2025).

    Sekadar informasi, LG Energy Solution (LG) disebut batal menanamkan investasi pada proyek baterai berbasis nikel terintegrasi dari hulu ke hilir di Indonesia. Sebagai gantinya, pemerintah pun berencana menawarkan potensi kerja sama ini kepada Amerika Serikat (AS)

    Hal itu diungkapkan oleh Direktur Portofolio dan Pengembangan Usaha MIND ID Dilo Seno Widagdo.

    “Kan kita udah sama CATL, tapi yang sama LG batal,” ujar Dilo ketika ditemui di Jakarta, Kamis (17/4/2025).

    Dilo tak secara spesifik menjelaskan alasan LG tidak melanjutkan rencana investasinya. Dia hanya menyebut, terdapat banyak faktor yang membuat negosiasi dengan LG tidak mencapai kesepakatan.

    Ini bukan pertama kalinya isu LG hengkang dari proyek baterai RI mencuat. Pada awal 2023 lalu, negosiasi dengan perusahaan asal Korea Selatan itu sempat mandek lantaran implementasi kebijakan Inflation Reduction Act (IRA) di Amerika Serikat (AS) yang mendiskreditkan produksi baterai yang didominasi investasi perusahaan China.

    Dalam proyek baterai RI, konsorsium LG terdiri atas produsen dan manufaktur yang mayoritas berbasis di Korea Selatan, seperti LG Energy Solution, LG Chem, LG Internasional, dan Posco, sedangkan satu mitra mereka berasal dari China yakni Huayou Holding.

    Adapun, konsorsium LG bersama konsorsium BUMN Indonesia Battery Corporation (IBC) tergabung dalam Proyek Titan dengan total komitmen investasi senilai US$9,8 miliar atau sekitar Rp142 triliun. Komitmen investasi itu terdiri atas investasi di hulu tambang senilai US$850 juta, smelter HPAL US$4 miliar, pabrik prekursor/katoda senilai US$1,8 miliar, dan pabrik sel baterai senilai US$3,2 miliar. 

    Pada Februari 2025, IBC (anak usaha anak MIND ID, PLN, Pertamina, dan Antam) melaporkan bahwa kerja sama dengan konsorsium LG masih dalam status sedang berlangsung (on progress) untuk fase pembahasan studi kelayakan (feasibility study).

    Dengan hengkangnya LG, Dilo mengungkapkan bahwa ada inisiatif untuk menawarkan investasi baterai kepada perusahaan AS. Hal ini sebagai bagian dari paket negosiasi dalam merespons kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump. Indonesia diganjar tarif impor resiprokal sebesar 32% oleh Trump lantaran menjadi salah satu penyumbang defisit perdangangan dengan AS.   

    “Proyek Titan ni kan enggak jadi. Nah, sekarang salah satunya itu yang kita tawarin, sebagai bagian daripada advokasi regulasinya kita negosiasi sama Amerika, kalau mereka mau,” ungkap Dilo.

  • Menakar Nasib Megaproyek Baterai RI Usai Ditinggal LG

    Menakar Nasib Megaproyek Baterai RI Usai Ditinggal LG

    Bisnis.com, JAKARTA — Keberlanjutan nasib proyek baterai berbasis nikel terintegrasi dari hulu ke hilir Indonesia saat ini masih menggantung usai hengkangnya investor asal Korea Selatan yakni LG Energy Solution.

    Keputusan LG pun mendapat kritik keras dari pemerintah Indonesia. Direktur Jenderal Mineral dan Batu bara (Minerba) Kementerian ESDM Tri Winarno menilai perusahaan asal Korsel ini tidak serius berinvestasi pada proyek baterai kendaraan listrik (EV) di Tanah Air.

    “Dia [LG] sebetulnya niat enggak sih mau investasi di sini? Bukan, kalau misalnya dia enggak niat ya sudah. Ya memang dari awal enggak ada niat berarti,” kata Tri di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (21/4/2025).

    Dalam proyek baterai RI, konsorsium LG terdiri atas produsen dan manufaktur yang mayoritas berbasis di Korea Selatan, seperti LG Energy Solution, LG Chem, LG Internasional, dan Posco. Sedangkan, satu mitra mereka berasal dari China yakni Huayou Holding.

    Adapun, konsorsium LG bersama konsorsium BUMN Indonesia Battery Corporation (IBC) tergabung dalam Proyek Titan dengan total komitmen investasi senilai US$9,8 miliar atau sekitar Rp142 triliun. 

    Komitmen investasi itu terdiri atas investasi di hulu tambang senilai US$850 juta, smelter HPAL US$4 miliar, pabrik prekursor/katoda senilai US$1,8 miliar, dan pabrik sel baterai senilai US$3,2 miliar. 

    Progres Mandek

    Pada Februari 2025, IBC (anak usaha anak MIND ID, PLN, Pertamina, dan Antam) melaporkan bahwa kerja sama dengan konsorsium LG masih dalam status sedang berlangsung (on progress) untuk fase pembahasan studi kelayakan (feasibility study).

    Proyek baterai nikel LG ini sebenarnya telah dicetuskan sejak 2019 lalu. Namun, progresnya mandek selama 6 tahun dan LG justru mengumumkan batal investasi di Indonesia pada April 2025.

    Tri pun menilai LG sejak awal selalu tidak tepat waktu dalam mengejar target investasi di RI. Alhasil, proyek pun jalan ditempat.

    Dia mengibaratakan jika seseorang berkomitmen membangun rumah, seharusnya dia segera melakukan pembangunan secepat mungkin.

    “Kan selalu enggak tepat waktu mereka, sudah berapa tahun. Kamu mau bangun rumah, terus habis itu kamu harusnya sudah groundbreaking. [LG] enggak juga. Kan ya sudah, berarti dari mereka memang enggak anu [enggak niat] kan,” jelasnya.

    Kendati demikian, Tri mengatakan, mundurnya LG dari Proyek Titan tidak akan menghambat Indonesia untuk melakukan hilirisasi nikel menjadi baterai. Dia juga optimistis pemerintah segera menemukan pengganti LG.

    “Pasti ada nanti [pengganti LG],” ucap Tri.

    Alasan Hengkang

    LG pun membenarkan kabar mundur dari Proyek Titan. Perusahaan beralasan mundur lantaran ada pergeseran dalam lanskap industri, khususnya EV, yang merujuk pada perlambatan sementara permintaan global.

    “Mempertimbangkan kondisi pasar dan lingkungan investasi, kami telah memutuskan untuk keluar dari proyek tersebut. Namun, kami akan melanjutkan bisnis kami yang ada di Indonesia, seperti pabrik baterai Hyundai LG Indonesia Green Power [HLI Green Power], usaha patungan kami dengan Hyundai Motor Group,” kata seorang pejabat dari LG Energy Solution, dilansir dari Antara, Sabtu (19/4/2025).

    Ini bukan pertama kalinya isu LG hengkang dari proyek baterai RI mencuat. Pada awal 2023 lalu, negosiasi dengan perusahaan asal Korea Selatan itu sempat mandek lantaran implementasi kebijakan Inflation Reduction Act (IRA) di Amerika Serikat (AS) yang mendiskreditkan produksi baterai yang didominasi investasi perusahaan China. 

    Mencari Mitra Baru

    Kabar mundurnya LG dari Proyek Titan pertama kali diungkapkan oleh Direktur Portofolio dan Pengembangan Usaha MIND ID Dilo Seno Widagdo di Jakarta, Kamis (17/4/2025).

    Dilo tak secara spesifik menjelaskan alasan LG tidak melanjutkan rencana investasinya. Dia hanya menyebut, terdapat banyak faktor yang membuat negosiasi dengan LG tidak mencapai kesepakatan.

  • Sulteng Targetkan Investasi Rp 162,57 Triliun pada 2025

    Sulteng Targetkan Investasi Rp 162,57 Triliun pada 2025

    Jakarta, Beritasatu.com – Sulawesi Tengah (Sulteng) sukses menarik investasi Rp 139,88 triliun pada 2024. Tahun ini targetnya ditingkatkan menjadi Rp 162,57 triliun atau setara 8,53% dari target nasional.

    Hal itu terungkap dalam pertemuan Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Todotua Pasaribu dengan Gubernur Sulawesi Tengah Anwar Hafid di Kota Palu.

    “Provinsi Sulawesi Tengah telah menunjukkan kinerja luar biasa dengan realisasi investasi sebesar Rp 139,88 triliun pada 2024, melampaui target sebesar 128,27%, dan menempati peringkat kedua secara nasional dalam penanaman modal asing,” ujar Todotua, Jumat (18/4/2025). 

    Todotua bertemu Anwar Hafid membahas pengembangan potensi investasi di Sulteng dan menghadiri Rapat Konsolidasi Target Realisasi Investasi 2025 bersama kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) se-Sulawesi Tengah.

    Dalam pertemuan tersebut, Todotua menyampaikan pemerintah pusat menargetkan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8%, dengan kebutuhan realisasi investasi mencapai Rp 13.032,8 triliun hingga 2029. 

    Sebanyak 86,65% dari target tersebut diharapkan berasal dari investasi swasta. Oleh karena itu, pemerintah daerah seperti Sulteng memiliki peran krusial dalam menarik investasi langsung.

    Kontribusi terbesar investasi Sulteng berasal dari sektor logam dasar, kimia, farmasi, pertambangan, serta kawasan industri. 

    Kabupaten Morowali menjadi penyumbang tertinggi investasi di Sulteng berkat pengembangan industri hilirisasi nikel dan ekosistem baterai kendaraan listrik. 

    Todotua juga meninjau Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Palu guna mengevaluasi kesiapan infrastruktur dan potensi pengembangan investasi berkelanjutan di kawasan tersebut.

    Dalam kunjungan itu, ia mengunjungi sejumlah perusahaan hilirisasi, khususnya di sektor pertambangan dan perkebunan, seperti PT Asbuton Jaya Abadi yang bergerak di bidang perdagangan besar bahan bakar padat, cair, dan gas, dengan nilai investasi Rp 55,7 miliar. 

    Kemudian PT Hong Thai Internasional, yang mengelola pengolahan getah pinus, dengan investasi sebesar Rp 26,15 miliar, serta PT Wanhong Nonferrous Recycling Utilization, perusahaan smelter tembaga dengan nilai investasi mencapai Rp 296,2 miliar.

    “Investasi bukan hanya soal angka, tetapi juga dampaknya bagi masyarakat, seperti penciptaan lapangan kerja, pemerataan ekonomi, dan peningkatan kesejahteraan,” tegas Todotua.

    Kunjungan ini menjadi langkah konkret pemerintah pusat dalam memastikan kelancaran dan keberlanjutan investasi di kawasan strategis. 

    “Kami mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk menjadikan Sulawesi Tengah sebagai model sinergi investasi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat,” pungkasnya.

    Dengan dukungan pemerintah daerah dan semangat gotong royong, Sulteng diharapkan terus menjadi motor penggerak investasi nasional sekaligus memperkuat perannya dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

  • MIND ID Ajak BUMN Arab Saudi Bangun Smelter Alumina & Aluminium

    MIND ID Ajak BUMN Arab Saudi Bangun Smelter Alumina & Aluminium

    Bisnis.com, JAKARTA – Holding BUMN tambang MIND ID menjajaki peluang kerja sama hilirisasi bauksit menjadi aluminium dengan badan usaha milik negara Arab Saudi di sektor tambang, Ma’aden.

    Potensi kerja sama tersebut dibahas saat kunjungan Menteri Perindustrian dan Sumber Daya Mineral Kerajaan Arab Saudi Bandar Al-Khorayef ke MIND ID, Selasa (15/4/2025),

    Direktur Portofolio dan Pengembangan Usaha MIND ID Dilo Seno Widagdo mengungkapkan bahwa perusahaan pelat merah Saudi itu tertarik menjalin kerja sama lantaran melihat potensi sumber daya bahan baku aluminium, yakni bauksit, yang dimiliki Indonesia. Kebutuhan bauksit diperlukan untuk mewujudkan visi mereka menjadi hub aluminium, seperti halnya raksasa aluminium di Uni Emirat Arab, Emirates Global Aluminium (EGA).

    “Dia punya bauksit tapi low grade, campur sama pasir. Jadi susah [diolah sebagai bahan baku aluminium]. Nah, dia butuh sebenarnya bauksit dari kita. Tapi kita kan enggak ekspor,” ujar Dilo saat ditemui di Jakarta, Kamis (17/4/2025).

    Untuk diketahui, pemerintah Indonesia telah melarang ekspor bijih bauksit sejak Juni 2023 guna menciptakan nilai tambah dalam negeri melalui hilirisasi.

    Alih-alih kerja sama pasokan bauksit, MIND ID pun menawarkan peluang kerja sama investasi pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian atau smelter bauksit yang akan memproduksi produk antara bahan baku aluminium, alumina.

    “Kalau mau beli aluminanya dari tempat kita. Tapi kalau [produksi] alumina yang tersedia sekarang, mereka mau beli sudah habis. Kalau mau ayo kita buat lagi smelter grade alumina. Alumina kalian ambil dari sini,” kata Dilo.

    Selain itu, MIND ID dan Ma’aden juga dapat mengeksplorasi kerja sama investasi pembangunan smelter aluminium di Arab Saudi. Menurut Dilo, produksi aluminium di Arab Saudi cukup kompetitif lantaran biaya listriknya murah.

    “Listrik di sana US$3-4 sen per kWh, cukup kompetitif dong. Ya udah kita investasi sama-sama di sana. Kalian investasi di sana, mungkin MIND ID akan ikut investasi di sana. Tapi aluminiumnya kita minta karena kebutuhan aluminium di dalam negeri harus bisa dipenuhi,” jelas Dilo.

    Penawaran kerja sama tersebut, kata Dilo, akan MIND ID tindaklanjuti dan didiskusikan lebih lanjut dengan Ma’aden.

  • Kalang Kabut Pengusaha Nikel kala Tarif Royalti Naik

    Kalang Kabut Pengusaha Nikel kala Tarif Royalti Naik

    Bisnis.com, JAKARTA – Kalangan pengusaha nikel masih keberatan dengan penyesuaian tarif royalti mineral dan batu bara (minerba) yang dinilai akan makin menekan kinerja industri.

    Adapun, pemerintah resmi menerbitkan ketentuan tarif baru royalti minerba melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 19/2025 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian ESDM.

    Beleid yang menggantikan PP No. 26/2022 itu ditandatangani oleh Presiden Prabowo Subianto pada 11 April 2025. Penerapan aturan tarif royalti baru ini mulai berlaku 15 hari terhitung setelah tanggal diundangkan atau pada 26 April 2025.

    Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Meidy Katrin mengatakan, kenaikan tarif royalti di tengah ketidakpastian ekonomi global dikhawatirkan akan menambah tekanan terhadap industri nikel nasional, baik di hulu maupun di hilir.

    “Kenaikan tarif royalti akan menekan margin produksi penambang dan smelter secara signifikan, berpotensi mengurangi penerimaan negara dari royalti produk smelter yang tidak dapat terjual karena kurang kompetitifnya harga produk di pasar,” ujar Meidy, Rabu (16/4/2025).

    Kekhawatiran APNI bukan tanpa alasan. Pasalnya, kenaikan tarif royalti nikel cukup signifikan, seperti bijih nikel naik dari 10% menjadi 14%-19%. Lalu, feronikel dari 2% menjadi 4%-6% dan nickel pig iron dari 5% menjadi 5%-7%.

    Sementara di sisi lain, harga nikel global terus mengalami penurunan. Dengan kondisi ini, kata Meidy, beban royalti yang meningkat akan makin menggerus margin usaha yang sudah tipis.

    Apalagi, pengusaha nikel juga tengah dihadapkan pada biaya operasional yang melonjak akibat kenaikan harga biosolar B40, upah minimum, penerapan PPN 12%, dan kewajiban parkir devisa hasil ekspor (DHE) 100% selama 12 bulan.

    “Kenaikan royalti berpotensi mengurangi minat investasi di sektor hulu-hilir nikel, menurunkan daya saing produk nikel Indonesia di pasar global dan memicu PHK massal akibat tekanan margin, terutama di sektor hilir yang menyerap ratusan ribu tenaga kerja,” kata Meidy.

    Tak hanya itu, kenaikan royalti diperkirakan juga akan memaksa penambang meningkatkan cut off grade. Alhasil, volume cadangan nikel berpotensi menyusut signifikan.

    “Dengan cadangan yang menyusut, tingkat produksi dan life of mine akan berkurang sehingga secara long-term penerimaan negara justru akan berkurang,” tuturnya.

    Meidy menambahkan, pada dasarnya APNI memahami bahwa kebijakan kenaikan royalti minerba telah resmi diundangkan. Namun, pihaknya berharap pemerintah masih membuka ruang dialog untuk mengevaluasi ulang kebijakan ini secara menyeluruh, termasuk potensi penundaan implementasi atau penerapan secara bertahap guna memitigasi dampak negatif terhadap keberlangsungan industri.

    Dalam kesempatan terpisah, Direktur Eksekutif Indonesian Mining Association (IMA) Hendra Sinadia juga sempat mengatakan, kenaikan royalti akan memberi dampak terhadap 700 hingga 800 perusahaan mineral.

    Perusahaan-perusahaan tersebut kemungkinan akan menempuh jalan efisiensi untuk biaya produksi dan menghitung ulang biaya-biaya operasional imbas kenaikan royalti.

    “Untuk menyiasati dampak kenaikan tarif royalti atau biaya-biaya, setiap orang atau perusahaan tentu akan melakukan efisiensi,” kata Hendra.

    Terbuka Masukan

    Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung mengungkapkan, pemerintah masih akan melakukan sosialisasi dan penyesuaian sistem terkait kenaikan tarif royalti minerba.

    Tarif baru royalti minerba itu akan berlaku efektif pada 26 April. Yuliot pun memastikan pihaknya tetap terbuka terhadap masukan.

    “Untuk masa transisi 15 hari ini kita menyesuaikan sistem, kita sosialisasi. Jadi ya menunggu dan sekitar tanggal 26 itu sudah bisa kita implementasikan,” kata Yuliot di Jambi, Rabu (16/4/2025).

    Dalam kesempatan terpisah, Dirjen Minerba Kementerian ESDM Tri Winarno mengatakan, pihaknya akan bertemu para pengusaha nikel untuk membahas penyesuaian tarif royalti minerba. Hal ini merespon keberatan yang disampaikan para pengusaha nikel.

    Tri menyebut, pertemuan dengan para pengusaha nikel itu akan berlangsung pada Kamis (17/4/2025).

    “Yang jelas kami ada diskusi besok hari Kamis, kira-kira begitu lah,” kata Tri di Kantor Kementerian ESDM, Senin (14/4/2025) malam.

    Dia mengatakan, pertemuan akan membahas jalan tengah agar margin pengusaha tetap baik meski tarif royalti naik. Tri juga berjanji akan mendengar masukan dari para pengusaha nikel.

    “Minggu ini mau diskusi gimana cara ini [tetap adil], gitu-gitulah. Apakah ongkosnya kita [sesuaikan], gimana caranya supaya margin mereka [pengusaha] tetap bagus, tapi royalti naik,” jelas Tri.

    Dia juga mengatakan kenaikan tarif royalti minerba dilakukan demi mengerek penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Pihaknya menargetkan PNBP di sektor minerba tembus Rp124,5 triliun tahun ini.  

    Target PNBP di sektor minerba senilai Rp124,5 triliun tersebut mengalami kenaikan dari target 2024 yang sebesar Rp113,54 triliun. 

    “Tahun ini target Rp124,5 triliun,” ujarnya. 

    Tri memastikan kenaikan tarif royalti tidak akan memberatkan para pengusaha. Dia mengeklaim telah melakukan kajian sebelum memutuskan menaikkan royalti minerba. 

  • Penambang Nikel Keberatan Tarif Royalti Naik, Tawarkan Solusi Lain

    Penambang Nikel Keberatan Tarif Royalti Naik, Tawarkan Solusi Lain

    Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) mengaku prihatin atas terbitnya aturan baru terkait kebijakan penyesuaian tarif royalti mineral dan batu bara (minerba). Pelaku usaha meminta pemerintah mengevaluasi ulang dan mengusulkan revisi formula harga patokan mineral (HPM). 

    Adapun, aturan baru tarif royalti minerba tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 19/2025 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian ESDM. 

    Beleid tersebut diundangkan dan ditandatangani oleh Presiden Prabowo Subianto pada 11 April 2025 dan mulai berlaku efektif 15 hari sejak tanggal pengundangan.

    Sekjen APNI Meidy Katrin mengatakan, pemerintah menaikkan tarif royalti nikel di momen yang tidak tepat. Pasalnya, harga nikel global saat ini turun drastis imbas ketegangan geopolitik dan eskalasi perang dagang antara Amerika Serikat dan China. 

    “Kenaikan tarif royalti di tengah ketidakpastian ekonomi global dikhawatirkan akan menambah tekanan terhadap industri nikel nasional, baik di hulu maupun di hilir, dan berisiko mengurangi daya saing serta kontribusi sektor ini terhadap perekonomian nasional,” ujar Meidy dalam siaran persnya, Rabu (16/4/2025). 

    Bukan tanpa alasan, APNI mengaku keberatan sebab kenaikan tarif royalti tersebut dinilai tidak realistis dan progresif. Adapun, tarif royalti untuk bijih nikel naik ke kisaran 14-19% dan produk olahan feronikel (FeNi) dan nickel pig iron (NPI) menjadi 5-7%. 

    Menurut dia, angka tersebut tidak mempertimbangkan kondisi riil industri. Saat ini, harga nikel global terus mengalami penurunan sehingga beban royalti yang meningkat justru menggerus margin usaha yang sudah tipis.  

    Tak hanya itu, biaya operasional melonjak akibat kenaikan harga biosolar B40, upah minimum (UMR +6.5%), PPN 12%, dan kewajiban DHE ekspor 100% selama 12 bulan.  

    Dia juga menyoroti dari sisi investasi smelter yang padat modal dan resiko tinggi dengan biaya pembangunan mencapai US$1,5-2 miliar per smelter, belum termasuk biaya reklamasi, PNBP, PPM, dan pajak global (global minimum tax 15%).  

    “Kenaikan tarif royalti akan menekan margin produksi penambang dan smelter secara signifikan, berpotensi mengurangi penerimaan negara dari royalti produk smelter yang tidak dapat terjual karena kurang kompetitifnya harga produk di pasar,” jelasnya. 

    Meidy menegaskan bahwa saat ini industri pertambangan menanggung 13 beban kewajiban yang signifikan, termasuk biaya operasional tinggi, pajak dan iuran (PPN 12%, PBB, PNBP PPKH, iuran tetap tahunan), serta kewajiban non-fiskal seperti reklamasi pascatambang dan rehabilitasi DAS.  

    Oleh karena itu, APNI mengusulkan agar pemerintah untuk merevisi formula HPM bijih nikel, feronikel, dan NPI. 

    “Saat ini, formula HPM dinilai terlalu rendah dibandingkan indeks harga pasar seperti Shanghai Metals Market (SMM) sehingga dalam 2 tahun terakhir berpotensi menyebabkan kerugian nilai pasar hingga US$6,3 miliar,” terangnya. 

    Pihaknya menilai formula HPM perlu diperbarui dengan memasukkan nilai keekonomian dari kandungan besi pada bijih saprolit dan kobalt pada bijih limonit, yang selama ini belum dimonetisasi. 

    Dalam perhitungannya menunjukkan bahwa penyesuaian ini dapat meningkatkan HPM hingga lebih dari 100%, tergantung karakteristik bijih dan efisiensi ekstraksi.

    Meidy juga menerangkan sejumlah dampak positif dari revisi formula HPM, seperti peningkatan penerimaan negara tanpa perlu menaikkan tarif royalti, meningkatnya margin usaha bagi perusahaan tambang untuk eksplorasi dan pengelolaan lingkungan.

    Selain itu, peningkatan cadangan akibat penurunan cut-off grade, kenaikan nilai ekspor produk hilir seperti NPI dan feronikel, serta insentif pengembangan teknologi ekstraksi dan hilirisasi mineral ikutan seperti besi dan kobalt.

    “APNI juga mengusulkan evaluasi atas corrective factor [CF] HPM untuk feronikell yang kini tidak lagi relevan, serta penyesuaian satuan transaksi dari US$/dmt ke US$/ton nikel murni atau US$/nikel unit sesuai praktik pasar internasional,” tuturnya. 

    Dalam hal ini pihaknya juga tetap akan mendukung agenda hilirisasi nasional dan mendorong agar kebijakan fiskal di sektor minerba dapat diarahkan untuk menciptakan iklim usaha yang sehat, berdaya saing, dan berkelanjutan. 

    “Diharapkan, pemerintah bersedia membuka ruang pembahasan lebih lanjut agar implementasi kebijakan PP No. 19 Tahun 2025 dapat dilakukan dengan pendekatan yang lebih adaptif dan kolaboratif,” pungkasnya.