Produk: smelter

  • Waspada Harga Makin Anjlok! Pasokan Nikel Dunia Banjir

    Waspada Harga Makin Anjlok! Pasokan Nikel Dunia Banjir

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan alasan di balik anjloknya harga nikel dunia dalam beberapa waktu terakhir ini. Adapun, banjir pasokan di pasar internasional menjadi salah satu penyebab dari penurunan harga komoditas tersebut.

    Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM Tri Winarno membeberkan bahwa saat ini terdapat kelebihan pasokan nikel di pasar global. Tak tanggung-tanggung volumenya hingga 350 ribu ton.

    “Bisa jadi oversupply, bisa jadi. Memang faktanya memang ada over 350 ribu ton di international market. Antara, ya, Pak, angka fix-nya berapa, tapi antaranya 350-an lah ribu ton nikel,” kata Tri dalam RDP bersama Komisi XII DPR RI, dikutip Kamis (8/5/2025).

    Namun, selain ditentukan oleh faktor supply and demand, harga komoditas mineral juga sangat dipengaruhi oleh kondisi geopolitik global. Misalnya saja untuk nikel, ekspor RI sebagian besar ditujukan ke China

    Sementara, saat ini perang dagang antara China dan Amerika Serikat telah berdampak pada pertumbuhan industri di China yang sedikit melambat. Kondisi tersebut tentunya juga berpengaruh terhadap permintaan nikel dari Indonesia.

    “Pada saat sekarang ini, perang dagang antara China dan Amerika menyebabkan memang pertumbuhan untuk industri di China itu agak turun. Nah, ini mungkin bisa jadi ada korelasi juga antara anunya,” kata dia.

    Sebelumnya, Sekretaris Umum Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), Meidy Katrin Lengkey mengungkapkan bahwa membludaknya pasokan nikel dari Indonesia telah berdampak pada jatuhnya harga nikel di pasar global.

    Semula, Meidy menilai bahwa periode 2022 merupakan masa kejayaan industri nikel dengan harga yang relatif tinggi. Namun demikian, sejak 2023 hingga 2024 harga nikel justru terus mengalami penurunan.

    “Dalam perhitungan harga dari 2020 hingga 2025, kita melihat bahwa tahun 2022 merupakan masa kejayaan industri nikel. Namun, sejak 2023 hingga 2024, harga terus mengalami fluktuasi yang berdampak pada penerimaan royalti,” kata Meidy dalam Press Conference Wacana Kenaikan Tarif Royalti Pertambangan, Senin (17/3/2025).

    Menurut Meidy, harga referensi domestik (HPM) juga berbeda 40-50% dibandingkan harga internasional. Sejak 2017-2020, Asosiasi telah berjuang agar harga berbasis HPM diakui dalam regulasi. Meski HPM telah ditetapkan, transaksi di pasar masih mengalami kendala.

    Untuk mengatasi persoalan ini, APNI bersama dengan berbagai kementerian terkait terus mendorong penerapan sistem transaksi berbasis Free on Board (FOB).

    “Dengan Kemenko Marves waktu itu. Kemenko Marves udah selesai ya. Kemudian juga ada bagaimana melakukan transaksi berbasis FOB. Apa? Karena itu berpengaruh kepada penerimaan negara dari sisi royalti,” katanya.

    Di sisi lain, Meidy menyampaikan bahwa sejak 2022, pihaknya telah mengingatkan tentang kapasitas produksi nikel yang berlebih. Namun, alih-alih melakukan pembatasan, pemerintah justru memberikan persetujuan terhadap smelter baru.

    “Luar biasa loh smelter ini. Gila beneran. Nambah terus-nambah terus. Padahal tahun 2022 APNI sudah berteriak. Pak moratorium pak. Tapi masih aja sampai sekarang,” katanya.

    (pgr/pgr)

  • China Sapu Bersih Proyek Hilirisasi Prabowo

    China Sapu Bersih Proyek Hilirisasi Prabowo

    Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah investor asal China tengah menjajaki peluang investasi di proyek hilirisasi nikel hingga batu bara di Tanah Air.

    Salah satu proyek hilirisasi yang diminati investor China adalah hilirisasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME). Proyek yang produknya diproyeksikan sebagai subtitusi liquefied petroleum gas (LPG) ini mandek usai ditinggal oleh investor asal Amerika Serikat, Air Products & Chemical Inc (APCI). Kini, pemerintahan Presiden Prabowo Subianto kembali mendorong pengembangan proyek ini.

    Untuk diketahui, Air Product semula berkomitmen mengembangkan dua proyek strategis nasional hilirisasi batu bara, salah satunya proyek gasifikasi batu bara menjadi DME di Muara Enim, Sumatra Selatan dengan membentuk joint venture bersama PT Bukit Asam Tbk. (PTBA) dan PT Pertamina (Persero).

    Baru-baru ini, Direktur Utama PTBA Arsal Ismail mengungkapkan bahwa Perseroan telah mendekati sejumlah perusahaan China untuk mencari mitra pengganti Air Product dalam proyek DME.

    Calon mitra yang telah dijajaki, yaitu CNCEC, CCESCC, Huayi, Wanhua, Baotailong, Shuangyashan, dan ECEC. Dari sejumlah perusahaan itu, hanya ECEC yang berminat sebagai mitra investor.

    “Dari seluruh calon mitra tersebut baru ECEC gitu ya, yang menyatakan minat menjadi mitra investor meskipun belum dari dalam skema investasi penuh atau full investment,” kata Arsal dalam RDP Komisi XII, Senin (5/5/2025).

    Merujuk pada paparan PTBA dalam rapat tersebut, ECEC telah menyampaikan preliminary proposal coal to DME pada November 2024.

    Di samping penjajakan yang masih berlanjut, PTBA masih terus mempersiapkan proyek DME ini secara paralel. Hingga saat ini, PTBA telah berhasil melakukan pembebasan lahan seluas 198 hektare atau sekitar 97% dari total kebutuhan lahan sebesar 203 hektare.

    “Itu merupakan komitmen dari kesiapan kami dalam menjalankan proyek ini. Nah, kami juga terus menjalin tentunya koordinasi intensif dengan berbagai pemangku kepentingan seperti Satgas Hilirisasi, Kementerian Sekretariat Negara, Kementerian Perindustrian, dan lembaga terkait lainnya untuk memproyek arahan dan dukungan kebijakan yang kami butuhkan,” tutur Arsal.

    Dominasi China di Proyek Hilirisasi Nikel

    Selain DME, investor asal China juga akan menggarap proyek hilirisasi nikel menjadi baterai kendaraan listrik (EV). Terbaru, pemerintah telah menunjuk Zhejiang Huayou Cobalt Co menjadi mitra strategis dalam megaproyek rantai pasok baterai. Huayaou akan menggantikan konsorsium asal Korea Selatan yang dipimpin LG Energy Solution yang semula akan berinvestasi senilai US$8,6 miliar atau Rp145 triliun di Proyek Titan. 

    Terpilihnya Huayou semakin menancapkan dominasi China dalam proyek hilirisasi nikel di Tanah Air. Hal ini mengingat mayoritas smelter nikel dalam negeri saat ini dimiliki oleh raksasa-raksasa logam China, seperti Tsingshan Group dan Jiangsu Delong Nickel Industry Co.

    Tak hanya itu, raksasa baterai China, Contemporary Amperex Technology Co Ltd. (CATL), juga telah berkomitmen menanamkan investasi dalam megaproyek rantai pasok baterai bernama Proyek Dragon. Melalui anak usahanya CBL International Development Pte Ltd, CATL membentuk joint venture dengan konsorsium BUMN Indonesia Battery Corporation (IBC) untuk membangun pabrik sel baterai dengan kapasitas produksi sebesar 15 gigawatt hour (GWh) per tahun. Nilai investasinya mencapai US$1,18 miliar atau sekitar Rp19,13 triliun.

    Terkait Huayou, Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM Rosan P Roeslani mengungkap pemerintah mempercayakan Huayou untuk menggantikan LG karena pemerintah melihat minat Huayou yang tinggi. Pemerintah juga menilai kemampuan Huayou yang telah mumpuni lantaran sudah lama berinvestasi di Indonesia dalam bidang yang sama. 

    Rosan mengungkapkan bahwa saat ini investasi yang telah ditanamkan Huayou di RI sebesar US$8,8 miliar atau setara Rp147 triliun.

    “Huayou saja investasi di Indonesia per hari ini itu sudah mencapai US$8,8 miliar, sudah menanamkan investasi loh, sudah selesai. Mereka menyampaikan potensi untuk investasi dari Grup Huayou ini ke depannya menurut perhitungan mereka bisa akan mencapai US$20 miliar tambahan,” kata Rosan kepada wartawan, Selasa (29/4/2025).

    Rosan menyebut, pihak Huayou meminta waktu untuk mematangkan rencana proyek baru tersebut. Rencana investasi proyek ini dijadwalkan akan dibeberkan secara terperinci pada pekan ketiga Mei 2025.

    Dalam hal ini, tak hanya sebagai pengganti LG Energy Solution di proyek rantai pasok baterai Indonesia, Huayou juga berencana untuk mengembangkan kawasan industri di Pomala, Sulawesi Tenggara.

    “Mereka sudah pelajari dan ingin mereka investasikan di Indonesia, termasuk adalah pengembangan klaster industrial park seperti yang di Morowali dan di Weda Bay. Yang di Weda Bay mereka adalah pemegang saham minoritas, nah mereka sekarang ingin mengembangkan juga sendiri,” jelasnya.

    Oleh karena itu, tak heran jika Huayou berencana untuk meningkatkan investasi jumbo di Indonesia. Menurut Rosan, untuk membangun industrial park seperti Morowali atau Weda Bay membutuhkan ongkos yang besar.

    “Tidak hanya dari Huayou, saya pun sudah bertemu lagi dari perusahaan lain yang ingin membangun yang sama dan nanti mereka akan bisa masuk investasi dari negara-negara lain juga,” pungkasnya.

    Meski menggandeng Huayou, pemerintah juga menegaskan tetap terbuka terhadap investasi dari negara lain untuk proyek hilirisasi dalam negeri. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan bahwa akan ada investor baru yang akan menjadi mitra Huayou dalam proyek baterai. 

    Menurutnya, calon investor itu merupakan salah satu dari tujuh perusahaan besar di dunia. 

    “Nanti kita umumkan ya. Ini salah satu perusahaan yang masuk tujuh besar di dunia. Enggak mungkin dong kami memasukkan partner yang belum comply dan belum teruji. Semuanya sudah teruji,” ucap Bahlil di Kantor Kementerian ESDM, Senin (28/4/2025) sore.

    Namun, Bahlil belum bisa memerinci mitra baru tersebut berasal dari negara mana. Namun, dia menekankan bahwa pemerintah tak terpaku pada negara asal.

    “Kita sekarang tidak menghitung mau China, mau Arab, mau Eropa, mau Korea, yang mau ke Indonesia aku enggak membedakan,” katanya. (Afiffah Rahmah Nurdifa)

  • Eks Direktur PT Timah Alwin Albar Divonis 10 Tahun Penjara

    Eks Direktur PT Timah Alwin Albar Divonis 10 Tahun Penjara

    Eks Direktur PT Timah Alwin Albar Divonis 10 Tahun Penjara
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis 10 tahun penjara kepada mantan Direktur Operasi dan Produksi PT Timah Tbk,
    Alwin Albar
    , dalam kasus korupsi tata niaga komoditas timah.
    “Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 10 tahun,” kata ketua majelis hakim Fajar Kusuma Aji dalam sidang di
    Pengadilan Tipikor
    Jakarta, Senin (5/5/2025).
    Majelis hakim menilai Alwin terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dengan pihak lain, termasuk suami aktris Sandra Dewi, Harvey Moeis.
    Hakim menilai, Alwin terbukti melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.
    Selain pidana badan, eks petinggi PT Timah itu juga dijatuhi pidana denda sebesar Rp 750 juta subsider enam bulan penjara.
    Vonis ini lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung) yang menuntut Alwin dengan pidana penjara selama 14 tahun dan denda Rp 1 miliar.
    Dalam perkara ini, Alwin dan terdakwa lainnya disebut menyepakati harga sewa pengolahan timah sebesar 4.000 dollar AS per ton untuk PT Refined Bangka Tin (RBT) dan 3.700 dollar AS per ton untuk empat smelter swasta tanpa kajian kelayakan yang memadai.
    Kerja sama ini menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 2,2 triliun.
    Selain itu, Alwin bersama pihak lain juga disebut terlibat dalam penerbitan surat perintah kerja (SPK) yang digunakan untuk melegalkan pembelian bijih timah dari penambang ilegal di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah.
    Tindakan ini disebut menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 26,6 triliun dan kerusakan lingkungan senilai Rp 271 triliun.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Imbas Royalti Berubah Nikel Sulit Terjual, Pemerintah Buka Suara

    Imbas Royalti Berubah Nikel Sulit Terjual, Pemerintah Buka Suara

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) buka suara perihal produk nikel yang sulit terjual. Hal ini diakibatkan karena harganya yang tinggi imbas berubahnya tarif royalti nikel tersebut.

    Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM Tri Winarno tak menampik bahwa ada nikel yang sulit terjual dikarenakan ketidakcocokan harga. Tri mengatakan Harga Patokan Mineral (HPM) dinilai terlalu tinggi bagi para smelter untuk bisa membeli nikel dalam negeri.

    “Letak masalahnya itu, ya sebetulnya karena antara pembeli sama penjual belum ketemu itu harganya, gitu lah,” katanya saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, dikutip Jumat (2/5/2025).

    “Karena menurut dia (smelter nikel) HPM-nya kok ketinggian, ya. Sementara yang ini kan jadi dispute. Tapi nanti oke lah, kita tampung semua masukan-masukan dan dari ini untuk perbaikan, nggak ada masalah,” imbuhnya.

    Dengan begitu, Tri menyebutkan pihaknya akan melakukan evaluasi secara menyeluruh. Termasuk apakah perlu dilakukan perubahan dari Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM No. 72 Tahun 2025 tentang Pedoman Penetapan Harga Patokan untuk Penjualan Komoditas Mineral Logam dan Batu Bara.

    Yang jelas, Kementerian ESDM terbuka untuk mendengarkan keluhan pengusaha di dalam negeri. “Nanti, pokoknya kita terbuka lah. Itu kan bukan kitab suci. Akhirnya kalau aturan, ya. Kalau misalnya di evaluasi, kita lakukan evaluasi. Kan tadi perintahnya untuk melakukan evaluasi,” ujar Tri.

    Pengusaha Buka Suara

    PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) mengungkapkan berbagai dampak yang dirasakan oleh perusahaan imbas dari perubahaan aturan penggunaan Harga Patokan Mineral (HPM) yang berkaitan dengan penetapan royalti di dalam negeri.

    Direktur Utama Antam Nico Kanter mengungkapkan hal itu berdampak pada perusahaan yang harus membayar royalti untuk negara berdasarkan HPM dan harga premium.

    “Jadi tidak kita jual, kita mengambil keuntungan daripada HPM yang dijadikan sebagai batas minimum,” jelasnya dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi XII DPR RI, Jakarta, Rabu (30/4/2025).

    Nico juga menyayangkan, saat ini pihaknya masih belum bisa menjual bauksit tercuci karena para pembeli belum bisa membeli dengan patokan HPM di Indonesia.

    “Jadi kita harus coba dari sejak tanggal 1 April (2025) kita sudah memberhentikan penjualan karena kita coba kepada buyer, tidak ada buyer. Smelter-smelter yang ada yang mau membeli dengan harga HPM,” keluhnya.

    Sedangkan, dari sisi smelter yang akan mengolah bauksit juga dinilai akan mengalami kerugian lantaran ada faktor koreksi dalam perhitungannya.

    “Sehingga smelter-smelter yang ada mereka melihat bahwa HPM ini terlalu tinggi harganya. Jadi oleh karena itu kita stop, tidak ada pembelian dan tidak ada pembayaran royalti apa-apa kepada negara. Selain komoditas bauksit sebenarnya juga berdampak pada, ini bukan di luar konteks tapi HPM ini juga pada bisnis smelter nikel Antam,” terangnya.

    (pgr/pgr)

  • Bauksit & Feronikel Antam Tak Laku Imbas Aturan Baru Harga Patokan Mineral

    Bauksit & Feronikel Antam Tak Laku Imbas Aturan Baru Harga Patokan Mineral

    Bisnis.com, JAKARTA – PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) atau Antam tidak bisa menjual bauksit tercuci (washed bauxite) sejak 1 April 2025. Hal ini tak lepas dari kebijakan pemerintah yang mengatur harga penjualan bauksit dengan mengacu harga patokan mineral (HPM).

    Adapun, kebijakan yang dimaksud adalah Keputusan Menteri (Kepmen) Menteri ESDM Nomor 72.K/MB.01/MEM.B/2025 tentang Pedoman Penetapan Harga Patokan untuk Penjualan Komoditas Mineral Logam dan Batu Bara.

    Beleid yang berlaku mulai 1 Maret 2025 itu mengatur mengenai kewajiban bagi pemegang IUP/IUPK tahap kegiatan operasi produksi, pemegang IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak/perjanjian termasuk pemegang kontrak karya dan pemegang PKP2B, melakukan penjualan mineral logam dan batu bara yang diproduksi sesuai HPM atau harga patokan batu bara (HPB). 

    HPB yang dihitung menggunakan harga acuan batu bara (HBA), menjadi harga batas bawah penjualan batu bara. Demikian pula dengan HPM menjadi harga batas bawah penjualan mineral logam.

    Direktur Utama Antam Nico Kanter mengatakan, kebijakan baru itu membuat produk bauksit Antam tak laku. Sebab, tidak ada pembeli yang berani membayar dengan harga sesuai HPM.

    “Sejak 1 April kami sudah berhentikan penjualan. Karena kami coba [menjual] kepada buyer, tidak ada buyer atau smelter yang ada untuk membeli dengan harga HPM. Karena ini membuat mereka rugi,” tutur Nico dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi XII DPR RI, dikutip dari siaran YouTube Komisi XII DPR, Kamis (1/5/2025).

    Nico menyebut, HPM terlalu tinggi bagi para buyer. Padahal sebelum ada aturan tersebut, transaksi dengan buyer bisa dilakukan secara kesepakatan bersama atau business to business (B2B).

    Dia pun mengatakan, tingginya HPM berisiko merugikan smelter alumina dalam negeri yang menggunakan bauksit sebagai bahan baku utama. Pasalnya, hal ini membuat sejumlah smelter menahan pembelian karena dinilai tidak ekonomis.

    Di sisi lain, kebijakan dalam Kepmen ESDM Nomor 72 Tahun 2025 juga berpotensi membuat negara rugi. Sebab, dengan perusahaan tak melakukan penjualan, negara tidak menerima pemasukan royalti.

    “HPM ini terlalu tinggi harganya. Oleh karena itu, kami setop tidak ada pembelian dan tidak ada pembayaran royalti apa-apa kepada negara,” kata Nico.

    Tak hanya bauksit, Nico juga menyebut pihaknya saat ini belum bisa menjual olahan nikel jenis feronikel (FeNi) karena tidak adanya pembeli buntut aturan baru itu.

    “Selain bauksit, yang juga terdampak dari HPM ini adalah bisnis smelter Antam khususnya feronikel. Sejak 1 April, kami sama sekali tidak ada penjualan karena tidak ada buyer yang mau membeli dengan patokan harga minimal HPM,” ungkapnya.

    Sebelumnya, Menteri ESDM bahlil Lahadalia mengatakan, Kepmen Menteri ESDM Nomor 72.K/MB.01/MEM.B/2025 itu merupakan upaya pemerintah untuk menjaga stabilitas harga penjualan komoditas mineral logam dan batu bara di pasar global maupun dalam negeri.

    Bahlil menginginkan agar eksportir batu bara menggunakan HBA sebagai acuan transaksi ekspor. Hal ini lantaran penjualan ekspor batu bara Indonesia masih menggunakan harga acuan yang disepakati dengan pembeli dari negara lain. 

    Menurutnya, hal ini cukup merugikan. Sebab, terkadang batu bara Indonesia dihargai lebih murah dibandingkan negara lain. 

    “Nah, kita ini kan harus punya ide independensi, harus punya nasionalisme. Jangan harga batu bara kita ditentukan oleh orang lain harganya rendah. Aku enggak mau itu,” kata Bahlil di Kantor Kementerian ESDM, Rabu (26/2/2025).

    Oleh karena itu, dia pun menilai menjadikan HBA sebagai acuan ekspor merupakan keniscayaan. Dengan begitu, harga jual batu bara Indonesia di pasar internasional lebih menguntungkan.

    Alhasil, penetapan harga mineral acuan (HMA) dan HBA pun kini akan dilakukan dua kali dalam 1 bulan, yakni setiap tanggal 1 dan 15. Sebelumnya, penetapan HMA dan HBA dilakukan 1 bulan sekali.

  • Harita Nickel Kantongi Laba Rp 1,66 Triliun di Kuartal I 2025 – Halaman all

    Harita Nickel Kantongi Laba Rp 1,66 Triliun di Kuartal I 2025 – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Emiten PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel mencatat kinerja operasional positif di kuartal I 2025, di tengah tekanan harga nikel dunia.

    “Harita Nickel membukukan pendapatan Rp 7,13 triliun, laba kotor Rp 2,10 triliun, dan laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp 1,66 triliun,” tulis laporan perusahaan, Kamis (1/5/2025).

    Perusahaan melanjutkan efisiensi operasi dengan merampungkan pembangunan smelter feronikel (FeNi) PT Karunia Permai Sentosa (KPS) pada Januari 2025.

    Fase pertama smelter dengan teknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) ini mencapai kapasitas penuh di Maret 2025 dan berkontribusi pada penjualan dari lini RKEF Harita Nickel sebesar 43.873 ton kandungan nikel dalam FeNi di kuartal pertama 2025.

    Dari lini bisnis pertambangan, Harita menjual bijih nikel total dengan volume 5,49 juta wmt (wet metric ton) kepada perusahaan afiliasi di kuartal I 2025. 

    Dari lini High Pressure Acid Leaching (HPAL), di periode yang sama terjual  30.263 ton kandungan nikel, terdiri dari Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) sebesar 19.837 ton dan Nikel Sulfat (NiSo4) sebanyak 10.426 ton.

    Direktur Keuangan Harita Nickel, Suparsin D. Liwan menyatakan, kondisi industri nikel saat ini membuat pelaku usaha memacu efisiensi operasi, tak terkecuali Harita Nickel.

    “Perusahaan terus melanjutkan pengetatan biaya operasional untuk semua bisnis unit dan fokus pada upaya menjaga kesehatan keuangan Perusahaan secara jangka panjang,” ujarnya.

    Harita memulai konstruksi pabrik yang memproduksi kapur tohor atau quicklime,  bahan pendukung proses HPAL dan akan meningkatkan efisiensi biaya bahan baku pendukung. 

    Perusahaan juga merampungkan audit standar pertambangan internasional Initiative for Responsible Mining Assurance (IRMA) dan akan menjadi yang pertama di Asia untuk perusahaan pertambangan dan pemrosesan nikel terintegrasi dan telah menyelesaikan Responsible Minerals Assurance Process (RMAP) dari Responsible Minerals Initiatives (RMI).

    Direktur Keberlanjutan Harita Nickel Lim Sian Choo menambahkan, perusahaan melakukan peningkatan penggunaan energi berkelanjutan sebesar 29,8 persen dibandingkan tahun 2023.

    Diantaranya melalui penanaman 2.025 bibit bakau di Pulau Obi dan 1.750 bibit di Kayoa, Halmahera Selatan, bekerja sama dengan pemerintah setempat di 2024.

     

  • Industri Nikel Lagi Sulit, Bagaimana Dampaknya ke Kinerja Antam?

    Industri Nikel Lagi Sulit, Bagaimana Dampaknya ke Kinerja Antam?

    Jakarta

    Industri sektor nikel menghadapi banyak tantangan pada tahun ini. Keberlangsungan bisnis nikel PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) pun menjadi pertanyaan apakah investasi yang dilakukan Antam bakal menguntungkan di masa depan atau justru membuatnya merugi.

    Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro mengatakan keluarnya Amerika Serikat (AS) dari Paris Agreement membuat masa depan energi bersih dan hilirisasi nikel masih tanda tanya. Hal itu turut memberikan pengaruh terhadap bisnis nikel Antam.

    Beruntung pemerintah Indonesia tetap berkomitmen mendorong energi bersih dan hilirisasi nikel. Dengan demikian ia optimis prospek bisnis nikel terhadap kinerja Antam akan tetap baik.

    “Masih ada prospek cukup baik dalam beberapa tahun ke depan saya melihatnya,” kata Komaidi kepada detikcom, Rabu (30/4/2025).

    Terkait harga nikel yang terus merosot karena pasokan dunia berlebih, Komaidi melihat akan ada pembalikan harga ketika ekonomi sudah mulai pulih.

    “Nanti kalau ekonominya sudah mulai pulih, pembalikan harga biasanya akan kembali sehingga saya kira nggak perlu ada kekhawatiran. Kalau yang namanya bisnis ya wajar naik turun,” ucapnya.

    Industri nikel memang sedang mengalami masa sulit terutama disebabkan oleh berbagai faktor seperti penurunan harga nikel, kelebihan pasokan dan melemahnya permintaan global. Selain itu, kebijakan pemerintah seperti larangan ekspor bijih nikel mentah juga turut berdampak pada industri ini.

    Seperti diketahui, Antam mengelola beberapa blok tambang nikel termasuk PT Sumberdaya Arindo (SDA) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Pada 2024, Antam memproduksi sekitar 9,94 juta wet metric ton (wmt) bijih nikel, meskipun sempat menargetkan 11 juta wmt.

    Selain itu, Antam mengoperasikan pabrik feronikel di Kolaka, Sulawesi Tenggara dengan kapasitas 27.000 ton nikel dalam feronikel (TNi). Antam juga memulai tahap awal commissioning pabrik feronikel baru di Halmahera Timur dengan kapasitas tambahan 13.500 TNi.

    Selain itu, pada Oktober 2024, Antam melalui anak perusahaannya PT Gag Nikel mengakuisisi 30% saham senilai US$ 102 juta di smelter milik PT Jiu Long Metal Industry, anak perusahaan Tsingshan Holding Group. Smelter ini terletak di kawasan industri Weda Bay, Maluku Utara dan menjadi bagian dari upaya Antam untuk memperkuat hilirisasi industri nikel di dalam negeri.

    (aid/rrd)

  • Eks Bos Smelter Suparta Meninggal, Sempat Tak Sadarkan Diri di Lapas

    Eks Bos Smelter Suparta Meninggal, Sempat Tak Sadarkan Diri di Lapas

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap detik-detik meninggalnya Dirut PT Refined Bangka Tin (RBT), Suparta. Sebelum meninggal, Suparta sempat ditemukan tidak sadarkan diri di Lapas Cibinong.

    Kapuspenkum Kejagung RI, Harli Siregar mengatakan informasi itu diperoleh dari surat kematian yang berasal dari RSUD Cibinong.

    “Dari kronologinya, yang aku baca itu teman teman sesama di lapas dia tak sadarkan diri dan Iangsung dibawa ke RSUD Cibinong,” ujarnya di Kejagung, Selasa (29/4/2025) 

    Hanya saja, kata Harli, dalam surat kematian yang diperoleh pihaknya itu tidak dicantumkan alasan atau penyakit yang membuat Suparta meninggal dunia. “Di surat keterangan ini tidak. Ini dinyatakan meninggal 18.05 WIB,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, Suparta telah mengajukan kasasi atas vonis Pengadilan Tinggi Jakarta yang menjatuhkan pidana 19 tahun penjara dan denda Rp1 miliar.

    Selain pidana badan, Suparta juga telah dibebankan untuk membayar uang pengganti Rp4,57 triliun dengan subsider 10 tahun.

    Adapun, sesuai dengan aturan Pasal 77 KUHP, kini status perkara Suparta itu dinyatakan telah gugur karena terdakwa telah meninggal dunia.

  • Inalum Terima Pengiriman Perdana 21.000 Ton Alumina dari SGAR Mempawah

    Inalum Terima Pengiriman Perdana 21.000 Ton Alumina dari SGAR Mempawah

    Bisnis.com, JAKARTA – PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) menerima pengiriman perdana alumina, bahan dasar untuk memproduksi aluminium, sebanyak 21.000 ton dari PT Borneo Alumina Indonesia (BAI).

    Direktur Utama Inalum Ilhamsyah Mahendra mengatakan, pengiriman perdana alumina dari proyek Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) Mempawah tersebut adalah hasil nyata dari sinergi antara BUMN dalam ekosistem MIND ID.

    Adapun, PT BAI merupakan usaha patungan antara PT Inalum dengan PT Aneka Tambang Tbk. (Antam).

    “Bauksit dari PT Antam, diproses oleh PT BAI menjadi alumina, kemudian diolah oleh PT Inalum menjadi aluminium. Distribusinya didukung Sinergi Mitra Lestari. Ini contoh kolaborasi ideal,” ujar Ilhamsyah, dikutip dari Antara, Selasa (29/4/2025). 

    Pengiriman alumina dari PT BAI, kata Ilhamsyah, akan dilakukan secara berkala hingga kapasitas produksi mencapai 100%. Dengan pasokan dari PT BAI, ketergantungan terhadap impor alumina akan berkurang signifikan dan suplai domestik akan meningkat.

    “Kami harap pengiriman kedua akan lebih optimal. Ini adalah awal dari pelaksanaan proyek strategis lain yang sudah direncanakan,” katanya.

    Direktur Pengembangan Usaha Inalum Melati Sarnita menambahkan bahwa ini adalah kali pertama Indonesia memiliki sumber alumina dari dalam negeri. Terbangunnya smelter alumina PT BAI melengkapi rantai pasok aluminium dalam negeri. 

    “Kita sekarang hampir memiliki seluruh rantai pasok untuk produksi aluminium secara nasional,” tutur Melati. 

    Langkah besar itu membuktikan bahwa hilirisasi bukan sekadar wacana, melainkan strategi konkret untuk memperkuat ketahanan industri nasional.

    Dengan ekosistem terintegrasi dari hulu ke hilir, Indonesia kini semakin dekat menuju swasembada aluminium. Saat ini, PT Inalum telah memenuhi 70% kebutuhan aluminium secara domestik dan mengekspor sisanya sebanyak 30%.

    Berdasarkan catatan Bisnis, PT BAI juga berencana mengembangkan SGAR Mempawah Fase II di Kalimantan Barat. Pengembangan smelter alumina Fase II akan menjadikan total kapasitas produksi SGAR Mempawah menjadi 2 juta ton. 

    Adapun, proyek SGAR Fase I dan II total investasinya hampir mencapai US$2 miliar. Perinciannya, untuk Fase I menelan investasi US$941 juta, dan Fase II berkisar US$800 juta hingga US$900 juta, serta pembangunan fasilitas pendukung lainnya, sehingga total mencapai sekitar US$2 miliar.

  • Ahli Waris Suparta Terancam Tanggung Beban Uang Pengganti Rp4,5 Triliun

    Ahli Waris Suparta Terancam Tanggung Beban Uang Pengganti Rp4,5 Triliun

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menyampaikan beban uang pengganti dari terdakwa kasus timah Suparta yang meninggal dunia bakal dibebankan ke ahli waris.

    Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar mengatakan kasus megakorupsi timah atas terdakwa Suparta itu kini sudah berstatus gugur. 

    Namun demikian, status gugur itu tidak serta merta menghilangkan pembebanan uang pengganti yang sudah divonis pengadilan.

    “Maka JPU menyerahkan berita acara persidangan kepada jaksa pengacara negara untuk dilakukan gugatan keperdataan dalam rangka tentu pengembalian kerugian keuangan negara,” ujarnya di Kejagung, Selasa (29/4/2025).

    Dia menjelaskan, berdasarkan Pasal 34 UU No.31/1999 tentang Tipikor, maka pengacara negara bakal melayangkan gugatan pengembalian keuangan negara itu ke ahli waris.

    Meskipun begitu, Harli menekankan bahwa saat ini pihaknya masih belum menentukan sikap untuk melayangkan gugatan tersebut.

    “Ke ahli waris [gugatannya], di aturannya seperti itu tapi nanti bagaimana prosesnya kita mulai dulu bagaimana sikap dari penuntut umum akan dikaji dulu,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, Suparta dinyatakan meninggal dunia di RSUD Cibinong sekitar 18.05 WIB. Hanya saja, penyebab kematian dari bos smelter itu belum terungkap.

    Dalam catatan Bisnis, Suparta juga telah mengajukan kasasi atas vonis Pengadilan Tinggi Jakarta yang menjatuhkan pidana 19 tahun penjara dan denda Rp1 miliar.

    Selain pidana badan, Suparta juga telah dibebankan untuk membayar uang pengganti Rp4,57 triliun dengan subsider 10 tahun.