Produk: smelter

  • Kemenperin pacu industri refraktori beri nilai tambah hilirisasi

    Kemenperin pacu industri refraktori beri nilai tambah hilirisasi

    Jakarta (ANTARA) – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus berkomitmen mendorong pengembangan industri refraktori nasional yang mandiri dan berdaya saing global, mengingat sektor itu berperan penting dalam memberikan nilai tambah hilirisasi pada industri smelter hasil pertambangan.

    ‎“Sektor industri kimia, farmasi dan tekstil (IKFT) telah menunjukkan perannya sebagai salah satu penopang utama perekonomian nasional, yang tercermin melalui laju pertumbuhan yang cukup stabil dan kontribusi signifikan pada pertumbuhan ekonomi, perdagangan, serta investasi di dalam negeri,” kata Direktur Industri Semen, Keramik dan Pengolahan Bahan Galian Nonlogam Kemenperin Putu Nadi Astuti di Jakarta, Jumat.

    ‎Meskipun kontribusi yang diberikan oleh IKFT dalam pertumbuhan ekonomi cukup besar, namun industri refraktori kerap menghadapi tantangan serius. Refraktori merupakan industri yang memproduksi bahan tahan api yang digunakan untuk menopang peralatan industri lain, kata Putu, menjelaskan.


    ‎Rata-rata utilisasi industri refraktori nasional sejak 2020 hingga 2024 hanya mencapai 33,78 persen dari total kapasitas terpasang. Sedangkan pangsa pasar domestik hanya sebesar 12,54 persen dari seluruh kebutuhan produk refraktori di dalam negeri.

    Kondisi tersebut disebabkan oleh pemenuhan kebutuhan domestik yang masih didominasi oleh produk impor, ujar Putu.

    ‎Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor produk refraktori untuk semen tahan api dan bata tahan api pada periode 2020-2024 mencapai 891.434 ton dengan nilai 588,90 juta dolar AS, yang 88 persen di antaranya berasal dari China.

    ‎Untuk mengatasi tantangan itu, Kemenperin berupaya menciptakan sinergi dan kolaborasi berkelanjutan antara produsen refraktori nasional dengan industri smelter.

    ‎”Kami berharap, upaya ini mampu meningkatkan utilitas industri refraktori nasional dan efisiensi industri smelter, serta menciptakan kemandirian industri dan menguatkan rantai pasok nasional yang selaras dengan arah kebijakan pembangunan industri nasional,” kata Putu.

    ‎Kemenperin melalui Direktorat Industri Semen, Keramik dan Pengolahan Bahan Galian Nonlogam (ISKPBGN) turut menyelenggarakan Business Matching atau temu bisnis industri refraktori nasional sebagai wujud nyata mengatasi tantangan yang dihadapi oleh industri refraktori dalam negeri. Adapun penyelenggaraan Business Matching telah dilaksanakan pada 9 Juli 2025 di Jakarta.‎

    ‎Ketua Umum Asosiasi Refraktori dan Isolasi Indonesia (ASRINDO) Riko Heryanto mengatakan baik upaya Kemenperin dan mendukung penuh program hilirisasi nasional.

    ‎ASRINDO menargetkan peningkatan utilisasi kapasitas produksi refraktori nasional dari sekitar 30 persen menjadi 70–80 persen.

    ‎”Jika tercapai, ekspansi industri refraktori bisa dilakukan dan menopang target pertumbuhan,” katanya.

    Pewarta: Ahmad Muzdaffar Fauzan
    Editor: Virna P Setyorini
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Smelter Nikel Bertumbangan, Industri Harap Permintaan Stainless Steel Bisa Tumbuh

    Smelter Nikel Bertumbangan, Industri Harap Permintaan Stainless Steel Bisa Tumbuh

    Bisnis.com, JAKARTA — Forum Industri Nikel Indonesia (FINI) optimistis permintaan stainless steel akan tumbuh positif dan mendorong pemulihan industri smelter nikel di tengah tantangan harga hingga kondisi ekonomi global yang tak pasti. 

    Sekretaris Umum FINI Mellysa Tanoyo mengatakan, arah hilirisasi dari smelter nikel kadar tinggi yang menghasilkan produk turunan stainless steel masih prospektif dan dapat dioptimalkan potensinya. 

    “Kalau stainless steel, proyeksinya mestinya akan tetap naik terus ya. Memang pasti ada ada siklusnya, jadi tidak akan kita selalu on the top gitu ya. Tapi memang ada masanya dia akan seperti kemarin-kemarin ini kan mulai agak turun ya,” kata Mellysa, dikutip Kamis (31/7/2025). 

    Sementara itu, untuk smelter nikel kadar rendah yang hasil turunannya digunakan untuk produk ekosistem electric vehicle (EV) disebut masih menantang. Sebab, pengembangan dan pasar EV yang belum stabil karena termasuk teknologi baru. 

    Di sisi lain, dia juga menyebut bahwa kompetisi teknologi baterai antara lithium ferro phosphate (LFP) dengan nickel manganese cobalt (NMC) yang masih ketat. 

    “Mungkin itu juga karena pengaruh dari global dan politik isu global gitu ya dari China dan AS juga. Tapi sebenarnya overall pastinya akan sedikit demi sedikit kita akan kembali lagi,” imbuhnya. 

    Lebih lanjut, Mellysa mengakui bahwa sejumlah smelter nikel mengalami kondisi sulit saat ini. Namun, pelaku usaha masih terus berupaya agar produksi dapat berjalan optimal. 

    “Jadi memang sih ada beberapa yang memang lagi suffer gitu ya, karena kan memang kondisi secara market lagi susah, terus banyak juga regulasi juga yang membuat kita jadi lebih, gimana ya, lebih harus kreatif dalam me-maintain cost kita,” tuturnya. 

    Sebagian besar pengusaha smelter yang dalam masa sulit saat ini dikarenakan nilai keekonomian yang makin susut sehingga harus melakukan efisiensi dan pengetatan operasional. 

    “Beberapa juga kita tanya, ada juga yang lagi mungkin mengalihkan produksinya menjadi dia under maintenance gitu. Kami harapannya sih pasti balik secepatnya, nanti kita lihat gimana market-nya. Belum bisa dilihat ya, karena sangat dinamis lah market kurang lebih,” pungkasnya. 

    Kendati demikian, produk stainless steel Indonesia saat ini menghadapi tantangan ancaman daya saing lantaran dikenakan perpanjangan bea masuk antidumping (BMAD) ke China sebesar 20,2% per 1 Juli 2025. 

    Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Sudirman Widhy Hartono mengatakan, kebijakan tersebut dapat berdampak besar terhadap daya saing industri pengolahan nikel di dalam negeri.

    “Pengenaan bea masuk produk stainless steel ini berpotensi mengurangi daya saing produk Indonesia karena margin keuntungan yang berkurang,” kata Sudirman kepada Bisnis, beberapa waktu lalu. 

    Menurutnya, bea masuk ini merupakan tantangan serius bagi industri stainless steel nasional. Sebab, hal itu terjadi di tengah kenaikan biaya produksi dan penurunan harga nikel global akibat menurunnya permintaan, serta kondisi geopolitik dunia yang tidak menentu.

    Sementara itu, stainless steel merupakan produk turunan dari NPI yang merupakan produk hasil pabrik rotary kiln electric furnace (RKEF). Saat ini, smelter tersebut banyak beroperasi di Kawasan Industri IMIP, IWIP serta beberapa Kawasan industri lainnya.

    “Efek lanjutan, jika pabrik stainless steel dan RKEF mengalami tekanan biaya dan beban produksi yang tinggi, bisa jadi akan menyebabkan penurunan produksi yang berpotensi menekan volume ekspor, serta perolehan devisa dari ekspor,” terangnya.

  • Penambang Putar Otak, Harga Nikel Terseok Bikin Smelter Efisiensi

    Penambang Putar Otak, Harga Nikel Terseok Bikin Smelter Efisiensi

    Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Pemasok Energi, Mineral, dan Batu Bara Indonesia (Aspebindo) menyebut pengusaha saat ini tengah mencari cara bertahan di tengah tekanan smelter nikel dari sisi harga, permintaan, hingga ongkos produksi yang membengkak. 

    Wakil Ketua Umum Aspebindo Fathul Nugroho mengatakan pasokan bahan baku bijih nikel tahun lalu yang mencapai 240 juta ton belum terserap optimal di smelter-smelter dalam negeri. 

    “Jadi memang ada pengurangan produksi [smelter], menurut kami ini sejalan dengan perekonomian global dan harga juga turun sehingga smelter mengurangi produksi untuk menunggu sinyal harga naik,” kata Fathul saat ditemui di Jakarta, Rabu (30/7/2025). 

    Dalam hal ini, Fathul juga menyoroti permintaan nikel domestik yang terus turun. Menurut dia, hal ini sejalan dengan kompetisi teknologi baterai antara lithium iron phosphate (LFP) dengan nickel manganese cobalt (NMC) yang akhirnya memicu penurunan permintaan NMC.

    “Nah ini akhirnya terjadi penurunan permintaan feronikel dan NPI [nickel pig iron] dari hasil smelter-smelter di Indonesia,” jelasnya.

    Untuk itu, dia mendorong pemerintah untuk mendukung baterai EV berbasis nikel mendapatkan insentif sehingga para industri pengguna dapat menyerap produksi nikel nasional. 

    “Kami Aspebindo mendorong pemerintah agar mobil-mobil yang masuk ke Indonesia itu teknologinya lebih diutamakan atau insentifnya itu diarahkan mobil-mobil yang berbasis ke nickel mangan cobalt tadi sehingga nikel Indonesia ini bisa diserap pasar lebih banyak,” tuturnya. 

    Menurut data Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) harga nikel mengalami penurunan pada periode kedua Juli 2025. 

    Harga nikel kadar 1,8% dengan Moisture Content (MC) 30% yakni mencapai US$35,73 per wet metric ton (WMT), turun tipis dari periode sebelumnya yang sebesar US$35,73 per WMT.

    Sementara itu, penurunan harga tercatat di hampir seluruh kadar nikel. Untuk kadar 1,8% dengan MC 35%, harga turun menjadi US$33,18 per WMT, dibanding sebelumnya US$33,18 per WMT.

    Berkaitan dengan hal ini, Anggota Dewan Penasihat APNI Djoko Widajatno mengatakan pemerintah diharapkan hadir sebagai fasilitator aktif dalam menjaga iklim usaha pertambangan dari hulu ke hilir. 

    Dalam hal ini, pengusaha juga tengah mencoba berbagai cara untuk mempertahankan produksi dengan mengurangi jumlah lini produksi aktif untuk efisiensi beban energi dan tenaga kerja, serta mengoperasikan sebagian dari total kapasitas (partial shutdown), terutama pada saat harga nikel turun drastis.

    “Untuk mempertahankan produksi, pengusaha smelter meminimalkan kerugian melalui efisiensi dan diversifikasi, dan mencari dukungan regulasi dan insentif dari pemerintah,” kata Djoko kepada Bisnis, Rabu (30/7/2025). 

    Tidak hanya itu, pengusaha smelter juga melakukan perampingan operasional dengan merumahkan sebagian pekerja secara bertahap tanpa PHK massal, sambil menunggu kondisi pasar membaik dan negosiasi  ulang kontrak pasokan energi dan bahan baku, termasuk renegosiasi harga bijih nikel dengan penambang.

    Upaya lain yang dilakukan yaitu mengalihkan sebagian kapasitas produksi untuk menghasilkan, produk hilir seperti stainless steel slab, billet, atau coil, intermediate battery materials seperti nickel matte (untuk HPAL) dan mixed hydroxide precipitate (MHP).

    Lebih lanjut, sejumlah smelter juga mulai menjajaki pengembangan HPAL dan teknologi hidrometalurgi lainnya, serta upaya penggabungan (hybrid) antara fasilitas RKEF dan HPAL agar tetap relevan dengan permintaan pasar baterai EV.

  • Proyek Pipa Gas hingga Smelter Nikel di Kasus Dugaan Korupsi Subkon Fiktif PTPP

    Proyek Pipa Gas hingga Smelter Nikel di Kasus Dugaan Korupsi Subkon Fiktif PTPP

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai memeriksa saksi-saksi dari sejumlah proyek yang digarap oleh PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk. atau PT PP (PTPP), maupun yang dikerjakan melalui pihak ketiga atau subkontraktor. Pemeriksaan terkait dengan dugaan korupsi proyek fiktif di BUMN tersebut. 

    Jenis-jenis proyek yang ditelisik KPK sejauh ini diketahui terkait dengan pembangunan gas, tambang hingga fasilitas pemurnian atau smelter nikel. Hal itu diketahui dari beberapa saksi yang sudah dipanggil oleh penyidik KPK untuk pemeriksaan.

    Berdasarkan catatan Bisnis, lembaga antirasuah mulai memeriksa saksi-saksi tersebut pada 22 Juli 2025. Pada saat itu, dua orang berasal dari proyek pembangunan Pipa Gas Cirebon-Semarang (Cisem) diperiksa sebagai saksi kasus PTPP. 

    Pada 23 Juli dan 28 Juli 2025, KPK kembali memanggil para saksi dari Proyek Cisem yaitu M. Ali (Manajer Proyek), Irine Yulianingsih (PPK), Zainal Abidin (PPK), Ifan Kustiawan (Staf Keuangan) dan Dwi Oki Sumanto (Staf Accounting). 

    Tidak hanya proyek Cisem, KPK turut memanggil sejumlah pihak dari proyek pertambangan nikel di Blok Bahodopi, Morowali, Sulawesi Tengah. Beberapa saksi yang dipanggil KPK yakni Site Administration Manager Proyek Tambang Bahodopi Blok 2 dan 3, Dimar Deddy Ambara, serta Manajer Proyek Tambang Bahodopi Blok 2 dan 3, Arief Ardiansyah. 

    Kemudian, KPK turut memanggil seorang saksi dari proyek pembangunan smelter produk turunan nikel yakni feronikel atau Proyek Kolaka, Emanuel Irwan. Dia merupakan Manajer Proyek tersebut. 

    Saat dikonfirmasi, Juru Bicara KPK Budi Prasetyo enggan memerinci lebih lanjut mengenai kaitan antara perusahaan-perusahaan itu dengan kasus yang sedang diusut. Dia hanya menjelaskan bahwa proyek-proyek yang diduga berkaitan dengan kasus subkontraktor fiktif PTPP itu bermacam-macam. 

    “Jadi proyeknya banyak begitu ya, dari beberapa begitu yang dilakukan oleh PT PP. Kemudian PT PP mensubkonkan kepada pihak lainnya. Nah pihak lainnya inilah yang kemudian mengklaim ya untuk pencairannya, padahal tidak melakukan pekerjaan apa-apa dari pencairan itu,” jelasnya di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (29/7/2025). 

    Budi enggan memerinci lebih lanjut saat ditanya apabila di antara proyek yang tengah ditelisik KPK juga milik swasta. Dia hanya memastikan bahwa proyek-proyek dimaksud turut digarap oleh salah satu BUMN karya itu. 

    “Ada beberapa proyek nanti kami sampaikan ya. Pokoknya proyek-proyek yang dikerjakan oleh PTPP,” ujarnya.

    Pada kasus dugaan korupsi ini, terang Budi, KPK akan menggunakan pasal 2 dan 3 Undang-Undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Penyidik menduga terjadi kerugian keuangan negara akibat pencarian invoice untuk proyek-proyek yang diselenggarakan fiktif oleh subkontraktor PTPP.

    Berdasarkan informasi yang dihimpun, proyek-proyek yang dilakukan secara fiktif oleh beberapa subkon PTPP itu tidak memiliki hasil fisik dalam bentuk akhirnya. Contohnya, pekerjaan untuk land clearing. 

    “Ada pengurangan ya, ada pengurangan keuntungan PT PP dengan adanya pencairan,” ujar Budi. 

    Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, lembaga antirasuah telah menaikkan perkara dugaan korupsi pengadaan fiktif pada Divisi EPC PTPP ke tahap penyidikan per 9 Desember 2024. Sebanyak dua orang berinisial DM dan HNN telah ditetapkan sebagai tersangka dan dicegah bepergian ke luar negeri. 

    KPK menyebut pengadaan fiktif yang diusut pada Divisi EPC PTPP ini mencakup lebih dari satu proyek pada periode 2022-2023. Pada perkara tersebut, penyidik menduga terjadi indikasi kerugian keuangan negara sekitar Rp80 miliar. 

  • Prabowo minta MIND ID tingkatkan produktivitas dan tata kelola

    Prabowo minta MIND ID tingkatkan produktivitas dan tata kelola

    Jakarta (ANTARA) – Presiden Prabowo Subianto meminta MIND ID untuk meningkatkan produktivitas dan memperkuat tata kelola dalam pengelolaan tambang.

    Hal tersebut disampaikan Direktur Utama MIND ID Maroef Sjamsoeddin usai mengikuti rapat terbatas bersama Presiden Prabowo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa.

    “Tadi cuma diminta untuk tingkatkan produktivitasnya MIND ID dan semua anggota holding-nya. Kita juga diminta supaya tata kelola yang baik,” ujar Maroef.

    Dia menyampaikan bahwa peningkatan tata kelola penting mengingat sektor mineral merupakan salah satu kekayaan alam utama yang harus dijaga sebagai aset negara.

    “Tata kelola yang baik termasuk mineral ini kan harus kita jaga, aset negara, harus kita jaga, itu paling penting,” ucap dia.

    Presiden Prabowo menggelar rapat terbatas dengan sejumlah petinggi MIND ID di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa. Selain, Maroef, hadir pula Komisaris Utama MIND ID Fuad Bawazier.

    MIND ID sendiri mencatat laba tahun 2024 sebesar Rp40,2 triliun atau naik 46 persen dibandingkan 2023 yang tercatat Rp27,5 triliun.

    Dalam laporan keuangan tahun buku 2024 yang telah diaudit, MIND ID membukukan pendapatan sebesar Rp145,2 triliun, tumbuh 34,56 persen dari tahun sebelumnya.

    Aset perusahaan tercatat meningkat menjadi Rp292,1 triliun dari Rp259,2 triliun. Beban pokok pendapatan naik dari Rp90 triliun menjadi Rp124,6 triliun, mengikuti ekspansi produksi dan hilirisasi di seluruh entitas anak.

    Maroef mengatakan bahwa penerapan Good Mining Practice juga telah menjadi motor utama penguatan kinerja perusahaan. Menurutnya, keberlanjutan bukan sekadar kepatuhan, melainkan strategi jangka panjang.

    “Kami berupaya memastikan jalannya operasional sesuai dengan tata kelola pertambangan yang baik, sehingga nilai tambah dari program hilirisasi mampu dirasakan oleh semua pihak, termasuk sosial dan lingkungan,” kata Maroef pada pertengahan Juni lalu.

    Sepanjang 2024, MIND ID menyelesaikan sejumlah proyek strategis seperti Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) Fase I di Mempawah, Smelter Tembaga dan Precious Metal Refinery, serta uji coba konversi batu bara menjadi artificial graphite dan anodized sheet.

    Pada 2025, MIND ID memprioritaskan pembangunan SGAR Fase II di Mempawah, fasilitas RKEF & HPAL di Halmahera Timur, optimalisasi Precious Metal Refinery, pembangunan PLTG di Gresik, serta peningkatan angkutan batu bara Tanjung Enim-Keramasan.

    Perusahaan juga mengembangkan tiga proyek nikel strategis di Sulawesi, yakni Indonesia Growth Project (IGP) Pomalaa, IGP Morowali, dan HPAL Sorowako, untuk memperkuat fondasi ekosistem kendaraan listrik nasional.

    Pewarta: Fathur Rochman/Mentari Dwi Gayati
    Editor: Laode Masrafi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • RI Punya Proyek Pabrik DME di 6 Lokasi, Digarap Siapa? Ini Kata Rosan

    RI Punya Proyek Pabrik DME di 6 Lokasi, Digarap Siapa? Ini Kata Rosan

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah berencana membangun proyek hilirisasi batu bara menjadi Dimethyl Ether (DME) di enam lokasi dengan perkiraan investasi mencapai Rp 164 triliun.

    Hal ini sesuai hasil pra studi kelayakan atau pra-Feasibility Study (pra-FS) yang dikerjakan Tim Satgas Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional.

    Menteri ESDM Bahlil Lahadalia yang juga Ketua Satgas Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional pun telah menyerahkan dokumen terkait 18 proyek hilirisasi ini kepada CEO Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) Rosan Roeslani di Jakarta, Selasa (22/07/2025). 

    Dari dokumen tersebut terungkap bahwa proyek hilirisasi batu bara menjadi DME ini akan dibangun di 6 lokasi, yaitu Bulungan, Kutai Timur, Kota Baru, Muara Enim, Pali, dan Banyuasin. Keenam proyek DME ini diperkirakan akan menyerap 34.800 tenaga kerja.

    Lantas, siapa yang akan menggarap proyek DME tersebut? Apakah akan ada penugasan kepada PT Bukit Asam Tbk (PTBA) seperti yang dilakukan pada proyek sebelumnya?

    CEO Danantara Rosan Roeslani mengatakan, pihaknya belum menentukan siapa yang akan membangun proyek hilirisasi batu bara menjadi DME ini. Pihaknya akan melakukan evaluasi secara keseluruhan terhadap dokumen pra-FS yang baru saja diserahkan oleh Ketua Satgas Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional Bahlil Lahadalia.

    “Ini kan baru, ini pra-FS-nya. Baru aja minggu lalu, ya. Kita kan akan melakukan evaluasi secara keseluruhan, secara komprehensif,” ungkapnya kepada wartawan di Gedung Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, Jakarta, Selasa (29/07/2025).

    Namun demikian, dia menyebut, investasi proyek DME ini bisa dilakukan oleh BUMN, Danantara atau pun kombinasi keduanya.

    “Investasi itu bisa dilakukan baik melalui BUMN yang ada, ataupun melalui Danantara investasi secara langsung, atau kombinasi dua-duanya. Atau, kita tambahkan lagi, kita ajak juga dunia usaha lainnya. Jadi, dari kami, dari Danantara, justru kami ini ingin mengajak dunia usaha untuk ikut berinvestasi dengan potensi-potensi investasi yang ada di Indonesia,” jelasnya.

    “Karena kenapa? Kue investasi ini kan makin lama makin besar, makin berkembang. Justru dengan Danantara, kita ingin mendorong dunia usaha lainnya, terutama dalam negeri dan luar negeri, ayo sama-sama gitu ya, terutama dari dalam negeri. Karena makin banyak target proyek yang dikerjakan, tentunya dampaknya juga makin positif, dalam ekonomi, dalam lapangan pekerjaan, dan lain-lain. Tapi, itu kita sedang evolusi secara komprehensif,” tuturnya.

    Tapi di sisi lain, pihaknya juga akan mengkaji dampak sosial, hukum, teknologi, dan lainnya.

    Oleh karena itu, pihaknya juga akan menunjuk pihak independen untuk menganalisa dampak-dampak tersebut.

    “Jadi, kami benar-benar, ini kan amanah yang sangat besar ya yang diberikan kepada Danantara. Kami tidak mau mengambil risiko untuk melakukan ini setengah-setengah. Dalam segala bidang. Kita nggak mau. Ini benar-benar secara proper, secara benar semua lah prosesnya,” tandasnya.

    Seperti diketahui, proyek hilirisasi batu bara menjadi DME ini bagian dari 18 proyek hilirisasi dan ketahanan energi nasional yang sudah tuntas pengerjaan Pra-FS-nya. Adapun 18 proyek hilirisasi tersebut diperkirakan membutuhkan investasi sebesar US$ 38,63 miliar atau setara dengan Rp 618,13 triliun.

    Secara keseluruhan, 18 proyek ini berpotensi menciptakan 276.636 lapangan kerja langsung dan tidak langsung.

    Berikut daftar 18 proyek hilirisasi tersebut:

    Industri Smelter Aluminium (bauksit) di Mempawah, Kalimantan Barat. Nilai investasi Rp 60 triliun dan diperkirakan akan menyerap 14.700 tenaga kerja.
    Industri DME (hilirisasi batu bara) di enam lokasi: Bulungan, Kutai Timur, Kota Baru, Muara Enim, Pali, dan Banyuasin. Nilai investasi Rp 164 triliun dan diperkirakan akan menyerap 34.800 tenaga kerja.
    Industri Aspal (aspal Buton) di Buton, Sulawesi Tenggara. Nilai investasi Rp 1,49 triliun dan diperkirakan akan menyerap 3.450 tenaga kerja.
    Industri Mangan Sulfat (mangan) di Kupang, Nusa Tenggara Timur. Nilai investasi Rp 3,05 triliun dan diperkirakan akan menyerap 5.224 tenaga kerja.
    Industri Stainless Steel Slab (nikel) di Kawasan Industrial Morowali, Sulawesi Tengah. Nilai investasi Rp 38,4 triliun dan diperkirakan akan menyerap 12.000 tenaga kerja.
    Industri Copper Rod, Wire & Tube (Katoda tembaga) di Gresik, Jawa Timur. Nilai investasi Rp 19,2 triliun dan diperkirakan akan menyerap 9.700 tenaga kerja.
    Industri Besi Baja (Pasir besi) di Kabupaten Sarmi, Papua. Nilai investasi Rp 19 triliun dan diperkirakan akan menyerap 18.000 tenaga kerja.
    Industri Chemical Grade Alumina (bauksit) di Kendawangan, Kalimantan Barat. Nilai investasi Rp 17,3 triliun dan diperkirakan akan menyerap 7.100 tenaga kerja.
    Industri Oleoresins (Pala) di Kabupaten Fakfak, Papua Barat. Nilai investasi Rp 1,8 triliun dan diperkirakan akan menyerap 1.850 tenaga kerja.
    Industri Oleofood (Kelapa sawit) di KEK Maloy Batuta Trans Kalimantan Timur (MBTK). Nilai investasi Rp 3 triliun dan diperkirakan akan menyerap 4.800 tenaga kerja.
    Industri nata de coco, medium-chain triglycerides (MCT), coconut flour, activated carbon (kelapa) di Kawasan Industri Tayan, Riau. Nilai investasi Rp 2,3 triliun dan diperkirakan akan menyerap 22.100 tenaga kerja.
    Industrial Chlor Alkali Plant (garam) di Aceh, Kalimantan Timur, Jawa Timur, Sumatera Selatan, Riau, Banten, dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Nilai investasi Rp 16 triliun dan diperkirakan akan menyerap 33.000 tenaga kerja.
    Industri Fillet Tilapia (Ikan Tilapia) di Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur. Nilai investasi Rp 1 triliun dan diperkirakan akan menyerap 27.600 tenaga kerja.
    Industri Carrageenan (Rumput Laut) di Kupang, NTT. Nilai investasi Rp 212 miliar dan diperkirakan akan menyerap 1.700 tenaga kerja.
    Oil Refinery di Lhokseumawe, Sibolga, Natuna, Cilegon, Sukabumi, Semarang, Surabaya, Sampang, Pontianak, Badung (Bali), Bima, Ende, Makassar, Dongala, Bitung, Ambon, Halmahera Utara, Fakfak. Nilai investasi Rp 160 triliun dan diperkirakan akan menyerap 44.000 tenaga kerja.
    Oil Storage Tanks di Lhokseumawe, Sibolga, Natuna, Cilegon, Sukabumi, Semarang, Surabaya, Sampang, Pontianak, Badung (Bali), Bima, Ende, Makassar, Dongala, Bitung, Ambon, Halmahera Utara, Fakfak. Nilai investasi Rp 72 triliun dan diperkirakan akan menyerap 6.960 tenaga kerja.
    Modul Surya Terintegrasi (Bauksit dan Silika) di Kawasan Industri Batang, Jawa Tengah. Nilai investasi Rp 24 triliun dan diperkirakan akan menyerap 19.500 tenaga kerja.
    Industri Bioavtur (Used Cooking Oil) di KBN Maranda, Kawasan Industri Cikarang, dan Kawasan Industri Karawang. Nilai investasi Rp 16 triliun dan diperkirakan akan menyerap 10.152 tenaga kerja.

    (wia)

    [Gambas:Video CNBC]

  • INCO Kantongi RKAB Blok Bahodopi untuk Jual Saprolite 2,2 Juta Ton

    INCO Kantongi RKAB Blok Bahodopi untuk Jual Saprolite 2,2 Juta Ton

    JAKARTA – PT Vale Indonesia Tbk (INCO) mengumumkan telah mengantongi revisi atas izin Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) Blok Bahodopi.

    Presiden Direktur Vale Bernardus Irmanto mengatakan, restu dari Kementerian ESDM baru didapatkan pada tanggal 18 Juli yang lalu untuk menjual 2,2 juta bijih nikel kadar tinggi, saprolite.

    “RKAB revisi 2025 itu sudah kami dapatkan 18 Juli itu untuk melakukan penjualan 2,2 juta ton biji saprolite,” ujar Bernardus dalam konferensi pers usai RUPS LB, Senin, 28 Juli.

    Ia mengatakan, setelah mengantongi RKAB, Vale telah melakukan pengapalan bijih saprolite perdana pada pekan lalu.

    Lebih lanjut, ia mengatakan, dengan perolehan RKAB ini, pendapatan Vale kini tidak hanya berasal dari Sorowako, melainkan juga dari Blok Bahodopi.

    Apalagi, lanjut Bernardus, saat ini industri pemurnian atau smelter di Blok tersebut belum rampung didirikan.

    “Nanti di semester kedua tahun 2025, itu revenue kita bukan hanya dari Sorowako. Jadi ada revenue tambahan yang dari Bahadopi. Itu juga menjadi tambahan yang sangat positif,” terang dia.

    Sebelumnya, Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) Andi Azis menegaskan, PT Vale Indonesia di Blok Pomalaa, Kabupaten Kolaka, resmi menjual ore atau bijih nikel usai mengantongi RKAB.

    Kepala ESDM Provinsi Sultra Andi Azis mengatakan, pengiriman ore nikel yang dilakukan oleh PT Vale Indonesia tersebut telah berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan, sesuai dengan RKAB RKAB tahun 2024 sampai tahun 2025.

    “Pengiriman Ore Nikel yang dilaksanakan Vale sudah sesuai prosedur berdasarkan Nomor T—2350/MB.04/DJB.M/2024 tertanggal 20 Desember 2024 perihal Persetujuan Perubahan RKAB Kontrak Karya Operasi Produksi PT Vale Indonesia Tbk Tahun 2024 s.d. Tahun 2025,” kata Andi Azis dilansir ANTARA, Senin, 21 Juli.

  • Industri Bukan Musuh, Tapi Kunci Masa Depan RI

    Industri Bukan Musuh, Tapi Kunci Masa Depan RI

    Jakarta

    Dulu sunyi, kini sibuk. Morowali dan Halmahera menjadi saksi bagaimana nikel mengubah wajah Indonesia, bukan hanya sebagai tambang, tapi tumpuan masa depan. Di tengah gejolak geopolitik dan dorongan global menuju energi bersih, Indonesia punya satu keunggulan langka: cadangan dan kesiapan untuk memimpin.

    Kawasan industri yang dulu dianggap asing dan jauh dari hiruk-pikuk pembangunan, kini menjelma jadi pusat pertumbuhan baru. Di balik deru mesin dan asap cerobong, banyak cerita tentang pekerja muda yang pulang kampung, keluarga yang menggantungkan harapan, dan desa-desa yang berubah wajah karena hadirnya infrastruktur.

    Nikel, komoditas andalan yang dulu hanya diekspor mentah, kini menjadi pion penting dalam strategi hilirisasi nasional. Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia, dan itulah modal utama dalam membangun ekosistem industri kendaraan listrik dan energi bersih.

    Hingga saat ini, mayoritas nikel global masih digunakan untuk produksi stainless steel. Namun, tren menunjukkan bahwa permintaan dari sektor kendaraan listrik (EV) akan melonjak seiring peralihan global ke energi ramah lingkungan.

    Direktur Eksekutif Indonesian Mining Association (IMA), Hendra Sinadia, mengatakan prospek industri nikel Indonesia sangat cerah seiring tren elektrifikasi global. “Nikel kan komponen utama dalam baterai kendaraan motor listrik. Komponen utama ini nanti akan membuat orang beralih ke motor listrik, jadi permintaannya ke depan akan terus berkembang,” ujar Hendra kepada detikcom.

    Lebih dari sekadar komoditas, nikel telah menjadi katalisator pertumbuhan di berbagai wilayah. Kawasan seperti Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Maluku Utara mengalami pertumbuhan pesat, tak hanya secara ekonomi, tetapi juga sosial.

    “Pertumbuhan ekonomi atau penciptaan lapangan pekerjaan di beberapa daerah, seperti di Maluku Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, termasuk di Morowali, sudah cukup mengangkat perekonomian daerah. Selain itu, nilai tambahnya juga tercipta,” lanjut Hendra.

    Ferdy Hasiman, pengamat tambang dan energi, menambahkan bahwa perubahan di kawasan industri nikel terasa nyata. “Dulu sepi, sekarang sudah ramai. Itu menunjukkan bahwa kehadiran industri di sana benar-benar memompa perekonomian daerah,” katanya. Ia membandingkan perubahan tersebut dengan transformasi kawasan Gresik karena kehadiran Freeport.

    Menurutnya, satu perusahaan besar saja bisa membawa perubahan besar bagi daerah. “Itu memompa ekonomi di salah satu kabupaten besar dan provinsi yang luas. Jadi hanya dengan satu perusahaan saja, pembangunan di seluruh daerah bisa terdorong,” imbuhnya.

    Sementara itu, pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, menekankan pentingnya hilirisasi sebagai jembatan menuju industrialisasi. Ia menilai langkah ini bisa membawa Indonesia naik kelas sebagai negara industri.

    “Selama ini Indonesia mengandalkan konsumsi. Kalau manufaktur berkembang karena adanya industrialisasi, maka Indonesia punya peluang besar menjadi negara maju yang berbasis industri,” ujar Fahmy, dikutip dari Antara.

    Beberapa perusahaan telah menjadi pionir dalam hilirisasi nikel, termasuk Harita Nickel yang beroperasi di Halmahera Selatan, Maluku Utara. Bersama pemain lain seperti Vale Indonesia dan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), mereka bukan hanya membangun smelter, tapi juga membangun harapan.

    Jika dulu industri hanya dilihat sebagai tambang dan asap, kini saatnya kita melihatnya sebagai harapan dan masa depan Indonesia. Dengan dukungan regulasi, investasi, dan keterlibatan masyarakat, industri nikel berpotensi menjadi motor transformasi ekonomi nasional.

    Pemerintah sendiri menjadikan hilirisasi sebagai strategi utama memperkuat daya saing nasional. Ini sejalan dengan visi menuju net zero emission 2060, di mana industri baterai dan kendaraan listrik memegang peran krusial.

    Dengan cadangan nikel dan mineral penting lainnya yang melimpah, Indonesia berada di posisi strategis untuk menjadi pemain utama dalam ekosistem energi hijau global. Jika dikelola dengan berkelanjutan dan inklusif, sektor ini bukan hanya menghasilkan ekspor, tapi juga membuka lapangan kerja, mempercepat pembangunan, dan mengangkat martabat bangsa.

    Tonton juga video “Hasil Studi Dampak Lingkungan dan Kesehatan di Sekitar Kawasan Tambang” di sini:

    (fdl/fdl)

  • MIND ID Targetkan Produksi Aluminium 900.000 Ton per Tahun pada 2029

    MIND ID Targetkan Produksi Aluminium 900.000 Ton per Tahun pada 2029

    Bisnis.com, JAKARTA — MIND ID melalui PT Indonesia Asahan Aluminium (INALUM) bakal meningkatkan kapasitas produksi aluminium nasional hingga mencapai 900.000 ton per tahun (KTPA) pada 2029. Angka ini naik dari kapasitas terpasang saat ini sebesar 275.000 KTPA.

    Hal ini disampaikan oleh Direktur Utama MIND ID Maroef Sjamsoeddin saat meninjau Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) Fase I di Mempawah, Kalimantan Barat, pekan ini.

    Dia mengatakan, peningkatan kapasitas produksi aluminium diupayakan untuk terus memperkecil jarak antara suplai dan permintaan aluminium nasional yang saat ini mencapai 1,2 juta ton per tahun. 

    Menurutnya, konsumsi aluminium domestik diperkirakan akan meningkat sekitar 600% dalam 30 tahun ke depan, terutama untuk mendukung ekosistem industri kendaraan listrik (electric vehicles/EV) dan baterai EV.

    Maroef menyebutkan penggunaan material aluminium untuk satu battery pack mencapai 18%, dan kebutuhan produksi sebuah PV solar berkapasitas satu megawatt (MW) memerlukan aluminium sekitar 21 ton.

    “Grup MIND ID berkomitmen untuk menjadi penggerak hilirisasi aluminium terintegrasi guna memperkuat posisi Indonesia sebagai produsen aluminium dunia, dan mampu berdaulat dalam mendukung industri manufaktur sekaligus mengurangi ketergantungan impor,” kata Maroef melalui keterangan resmi, Minggu (27/7/2025).

    Dia mengemukakan bahwa saat ini MIND ID tengah menyiapkan proyek fasilitas produksi aluminium baru di Mempawah dengan kapasitas produksi hingga 600 KTPA. Jika digabungkan dengan fasilitas eksisting milik INALUM, maka total kapasitas MIND ID akan mencapai sekitar 900 KTPA.

    Di sektor hulu, MIND ID telah mengoperasikan SGAR Fase I dengan kapasitas satu juta ton alumina per tahun untuk digunakan sebagai bahan baku utama produksi aluminium. Untuk memperkuat keberlanjutan pasokan alumina, SGAR Fase II juga tengah dipersiapkan dan akan menambah kapasitas produksi sebesar satu juta ton per tahun.

    Selain itu, MIND ID melalui PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) atau Antam juga menyiapkan penguatan pasokan bijih bauksit dengan membangun fasilitas washed bauxite sebesar 1,47 juta ton per tahun di wilayah operasional Mempawah.

    Maroef menyampaikan bahwa bauksit, alumina, dan aluminium merupakan bahan baku yang memiliki peran krusial dalam mendukung industri manufaktur dan energi terbarukan yang berkelanjutan di Indonesia.

    Dia lantas memastikan bahwa ekspansi kapasitas ekosistem hilirisasi aluminium ini akan memperhatikan aspek produksi yang berkelanjutan serta operational excellence kelas dunia.

    Di samping itu, MIND ID juga memastikan bahwa pemeliharaan (maintenance) dan keandalan (reliability) dari setiap proyek strategis makin efisien, transparan, dan adaptif menghadapi dinamika pasar.

    Dalam pengembangan proyek, MIND ID turut memastikan integrasi pada infrastruktur pendukung seperti logistik, serta memperhatikan keberlanjutan sosial di sekitar daerah operasional.

    “Bagi MIND ID, penguatan ekosistem hilirisasi terintegrasi ini merupakan investasi untuk masa depan bangsa. Kami harus mengelolanya dengan tanggung jawab, profesionalisme, dan semangat transformasi agar Indonesia menjadi negara berdaulat dalam mendukung industrialisasi berbasis sumber daya alamnya,” pungkas Maroef. 

  • RI Pegang Kendali Komoditas, Hilirisasi Energi Jadi Senjata Daya Tawar

    RI Pegang Kendali Komoditas, Hilirisasi Energi Jadi Senjata Daya Tawar

    Jakarta, Beritasatu.com – Pemerintah menegaskan bahwa Indonesia kini memiliki daya tawar strategis dalam sektor energi dan sumber daya alam, sehingga tidak lagi harus tunduk pada tekanan pasar global. Posisi ini diperkuat oleh besarnya cadangan energi serta kebijakan hilirisasi yang berdampak langsung pada rantai pasok internasional.

    Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bidang Percepatan Isu Strategis Energi Muhammad Pradana Indraputra mengatakan, paradigma lama dengan Indonesia hanya menjadi pemasok bahan mentah harus segera ditinggalkan.

    “Dahulu kalau jadi pengusaha, kita selalu ikut pasar. Pasar bilang apa, kita ikut. Namun, sekarang tidak semua barang dagangan tergantung pasar. Komoditas, seperti nikel, batubara, bauksit, semua itu sekarang kita yang pegang,” ujar Pradana dalam diskusi “Ngobrol Energi Mineral” di Anjungan Sarinah, Rabu (23/7/2025).

    Ia mencontohkan dampak dari kebijakan Presiden Joko Widodo yang melarang ekspor batu bara. Kebijakan ini sempat mengguncang pasar global hingga sejumlah pemimpin negara langsung menghubungi Indonesia.

    “Dunia butuh kita,” tegas Pradana.

    Hal ini menandakan bahwa Indonesia bukan sekadar pemasok, tetapi pemegang kendali dalam rantai pasok energi global.

    Menurutnya, hilirisasi komoditas adalah kunci bagi Indonesia untuk lepas dari “kutukan sumber daya alam” dan jebakan negara berpendapatan menengah (middle income trap).

    Dengan mengolah hasil tambang di dalam negeri, Indonesia memperoleh nilai tambah sekaligus memperkuat posisi tawar di kancah global.

    “Kalau kita kirim mentah, lalu beli balik produk olahannya, kita rugi. Sekarang kita paksa pembangunan smelter, pabrik baterai, katoda, sampai stainless steel. Semua ini untuk menciptakan posisi tawar dan kemandirian,” jelasnya.

    Pradana juga menyoroti persaingan global dalam memperebutkan bahan baku penting untuk transisi energi, seperti nikel dan tembaga, yang keduanya dimiliki Indonesia dalam jumlah besar.

    “Dari zaman VOC sampai sekarang, polanya enggak berubah. Dahulu rempah-rempah diambil, sekarang tambang yang dikirim mentah. Kita ubah itu. Harus win-win buat Indonesia,” tutup Pradana.