Produk: SIM

  • Galaxy Z Trifold Ludes Terjual Meski Dibanderol Rp 40 Jutaan

    Galaxy Z Trifold Ludes Terjual Meski Dibanderol Rp 40 Jutaan

    Jika diperhatikan lebih jelas, terlihat punggung ponsel ini memiliki tekstur seperti serat karbon. Hal menarik saat memegang dan melihat langsung Galaxy Z Trifold adalah masing-masing panel memiliki ketebalan yang berbeda.

    Di panel tengah tempat cover screen memiliki ketebalan 4,0mm, panel kanan setebal 4,2 mm untuk mengakomidir modul komera dan USB-C, dan paling tipis hanya 3,9 mm untuk panel kiri tempat slot SIM.

    Seperti lini HP flagship Samsung lainnya, Galaxy Z Trifold sudah mengusung tiga kamera masing-masing berkemampuan 200MP (wide), 10MP (telephoto), dan 12MP (ultra-wide). 

    Untuk urusan performa, HP layar lipat Samsung ini sudah dilengkapi dengan chipset Snapdragon 8 Elite for Galaxy.

    Walau mengusung konsep ponsel layar lipat, HP Samsung ini ternyata sudah mengantongi sertifikasi IP48. Hal ini bisa tercapai karena perusahaan menggunakan frame Advanced Armor Aluminium dengan engsel titanium sehingga masing-masing panel tidak saling sentuhan saat dilipat.

    Galaxy Z Trifold menjadi smartphone pertama Samsung yang langsung mendukung Samsung DeX secara standalone. Maksudnya, pengguna tidak perlu lagi perangkat tambahan untuk mengakses 4 workspace virtual dan menjalankan aplikasi secara bersamaan.

     Dibantu Samsung DeX, ponsel ini juga bisa langsung dihubungkan ke monitor eksternal dan sudah mendukung koneksi bluetooth keyboard dan mouse untuk memberikan pengalaman memakai PC atau laptop.

    Samsung juga menyertakan fitur Galaxy AI di dalam ponsel barunya ini, seperti Photo Assist, Generative Edite, hingga Gemini Live. Gimana menurut kamu, kira-kira berapa harga Galaxy Z Trifold bila resmi meluncur di Indonesia?

  • Melihat Lebih Dekat Galaxy Z TriFold, HP Layar Lipat Tiga Pertama Samsung yang Bikin Melongo

    Melihat Lebih Dekat Galaxy Z TriFold, HP Layar Lipat Tiga Pertama Samsung yang Bikin Melongo

    Jika diperhatikan lebih jelas, terlihat punggung ponsel ini memiliki tekstur seperti serat karbon. Hal menarik saat memegang dan melihat langsung Galaxy Z Trifold adalah masing-masing panel memiliki ketebalan yang berbeda.

    Di panel tengah tempat cover screen memiliki ketebalan 4,0mm, panel kanan setebal 4,2 mm untuk mengakomidir modul komera dan USB-C, dan paling tipis hanya 3,9 mm untuk panel kiri tempat slot SIM.

    Seperti lini HP flagship Samsung lainnya, Galaxy Z Trifold sudah mengusung tiga kamera masing-masing berkemampuan 200MP (wide), 10MP (telephoto), dan 12MP (ultra-wide). 

    Untuk urusan performa, HP layar lipat Samsung ini sudah dilengkapi dengan chipset Snapdragon 8 Elite for Galaxy.

    Walau mengusung konsep ponsel layar lipat, HP Samsung ini ternyata sudah mengantongi sertifikasi IP48. Hal ini bisa tercapai karena perusahaan menggunakan frame Advanced Armor Aluminium dengan engsel titanium sehingga masing-masing panel tidak saling sentuhan saat dilipat. 

    Galaxy Z Trifold menjadi smartphone pertama Samsung yang langsung mendukung Samsung DeX secara standalone. Maksudnya, pengguna tidak perlu lagi perangkat tambahan untuk mengakses 4 workspace virtual dan menjalankan aplikasi secara bersamaan.

    Dibantu Samsung DeX, ponsel ini juga bisa langsung dihubungkan ke monitor eksternal dan sudah mendukung koneksi bluetooth keyboard dan mouse untuk memberikan pengalaman memakai PC atau laptop.

    Samsung juga menyertakan fitur Galaxy AI di dalam ponsel barunya ini, seperti Photo Assist, Generative Edite, hingga Gemini Live. Gimana menurut kamu, kira-kira berapa harga Galaxy Z Trifold bila resmi meluncur di Indonesia?

  • Cara Cek Nomor Indosat, Telkomsel, dan XLSMART 2025

    Cara Cek Nomor Indosat, Telkomsel, dan XLSMART 2025

    Bisnis.com, JAKARTA — Pelanggan operator seluler Indosat, Telkomsel, dan XLSMART kini memiliki berbagai metode praktis untuk mengecek nomor telepon mereka melalui aplikasi, kode dial, hingga layanan website resmi provider.

    Ketiga operator seluler terbesar di Indonesia tersebut telah menyediakan layanan self-care yang memudahkan pelanggan mengakses informasi nomor telepon tanpa harus datang ke gerai atau menghubungi customer service.

    Berikut merupakan cara-cara untuk mengecek nomor Indosat, Telkomsel, dan XLSMART 2025 diambil dari beberapa sumber.

    Indosat

    Indosat menyediakan beberapa metode untuk pelanggan kartu prabayar IM3, Mentari, dan Matrix mengecek nomor mereka.

    Melalui Aplikasi My IM3

    Pelanggan dapat mengunduh aplikasi My IM3 yang menyediakan berbagai layanan lengkap. Setelah membuka aplikasi dan memasukkan kode OTP yang diterima melalui SMS, informasi nomor telepon akan langsung terlihat di pojok kiri atas halaman beranda, lengkap dengan data pulsa dan masa aktif kartu.

    Kode Cepat *123*30#

    Cara tercepat adalah dengan mengetik *123*30# dan melakukan panggilan. Pastikan memilih provider Indosat IM3 sebelum melakukan panggilan. Informasi nomor telepon akan langsung ditampilkan di layar.

    Menggunakan Menu USSD 123#

    Metode konvensional ini dapat dilakukan dengan menekan *123# pada keyboard ponsel. Setelah terhubung, pelanggan memilih nomor 22 untuk info detail SIM card, kemudian ketik angka 7. Informasi nomor telepon, pulsa, dan masa aktif akan langsung muncul.

    Via Website Resmi Indosat

    Indosat juga menyediakan layanan pengecekan melalui website resmi di https://myim3.indosatooredoo.com/ceknomor/index. Pelanggan cukup memasukkan NIK KTP dan KK yang didaftarkan saat aktivasi, centang verifikasi manusia, lalu klik Periksa untuk melihat nomor yang terdaftar.

    Petugas Indosat

    Telkomsel

    Telkomsel menawarkan dua cara utama untuk pelanggan mengecek nomor mereka.

    Aplikasi MyTelkomsel

    Aplikasi MyTelkomsel yang tersedia di Google Play Store dan App Store menjadi pilihan utama dengan antarmuka yang user-friendly. Pelanggan dapat login menggunakan nomor Telkomsel atau memilih opsi “Masuk dengan OTP ke SIM 1” jika lupa nomor. Setelah berhasil login, nomor Telkomsel langsung muncul di halaman utama lengkap dengan informasi masa aktif dan sisa pulsa.

    Kode Dial *808#

    Bagi pelanggan yang tidak memiliki akses internet, kode UMB (USSD Menu Browser) *808# menjadi solusi paling praktis. Cukup buka aplikasi panggilan, ketik *808#, lalu tekan tombol Call. Informasi nomor Telkomsel akan ditampilkan di layar dan SMS notifikasi juga akan dikirimkan sebagai cadangan. Layanan ini dapat digunakan kapan saja tanpa biaya.

    Gerai Telkomsel

    XLSMART

    XLSMART menyediakan tiga cara bagi pelanggan untuk mengakses informasi nomor telepon mereka.

    Aplikasi MyXL

    XL telah menyediakan aplikasi MyXL yang dapat diunduh di smartphone. Setelah membuka aplikasi dan login menggunakan email atau akun Facebook, nomor XL akan langsung terlihat di halaman utama bagian atas. Pelanggan juga dapat melihat nomor tersebut melalui menu “Profil”. Aplikasi ini juga menyediakan fitur cek pulsa, beli kuota internet, dan isi ulang pulsa.

    Call Center 24 Jam

    Pelanggan dapat menghubungi nomor 817 (jika menggunakan provider XL) atau 0817-817-817 (jika menggunakan provider lain). Setelah terhubung dengan mesin penjawab, pilih menu 1 untuk Cek Nomor. Petugas layanan akan membantu memberikan informasi nomor XL setelah pelanggan mengikuti instruksi verifikasi data. Layanan ini beroperasi 24 jam dan umumnya bebas biaya.

    Gerai XLSMART

    Kode *808*7*1*2#

    Cara praktis lainnya adalah dengan membuka menu panggilan dan mengetik *808*7*1*2#, kemudian tekan OK/YES/CALL. Setelah muncul pilihan menu di layar pop-up, pilih next dengan mengetik 97 lalu SEND. Pilih cek profil dengan ketik 1 dan SEND. Terakhir, pilih info nomor dengan mengetik 1 dan SEND. Nomor XL akan muncul di layar. (Muhammad Diva Farel Ramadhan)

  • Keamanan Digital Indonesia: Retak di Hulu, Bocor di Hilir

    Keamanan Digital Indonesia: Retak di Hulu, Bocor di Hilir

    Keamanan Digital Indonesia: Retak di Hulu, Bocor di Hilir
    Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.
    Artikel ini adalah kolom, seluruh isi dan opini merupakan pandangan pribadi penulis dan bukan cerminan sikap redaksi.
    BERMULA
    dari seringnya nomor telepon Whatsapp dibajak orang-orang yang tidak bertanggung jawab, kemudian oleh mereka digunakan untuk melakukan penipuan seolah-olah berinteraksi dengan nomor kontak yang ada di ponsel, saya tergerak menulis artikel ini.
    Bukan semata-mata curhat pribadi, tetapi ada persoalan besar mengenai mudahnya data pribadi penduduk Indonesia, termasuk saya di dalamnya, dibajak oleh peretas. Mungkin juga pengalaman pribadi ini pernah dialami oleh para pembaca.
    Dengan tulisan ini, niatan saya adalah berbagi pengetahuan dan pengalaman, jangan sampai pembajakan nomor telepon dan mungkin juga akun-akun penting lainnya terjadi pada para pembaca dan menjadi bencana digital.
    Jujur, saya agak trauma tatkala nomor telepon atau akun media sosial kena bajak orang lain dengan tujuan busuk, yakni penipuan digital.
    Tahun 2010, saat berkunjung ke markas Kaspersky di Moskow, Rusia, saya melihat paparan sekaligus demo bagaimana para peretas di kawasan Rusia dan negara-negara dekatnya seperti Estonia dan Ukraina, menjebol akun bank hanya menggunakan ponsel di telapak tangan.
    Kaspersky sebagai produsen software antivirus terkemuka saat itu memperkenalkan antivirus khusus untuk ponsel.
    Dalam demo itu diperlihatkan, bagaimana seorang peretas muda dengan mudah mencuri password akun bank seseorang hanya dalam hitungan menit. Padahal kata sandi yang diretas terdiri dari 13 karakter; gabungan angka, huruf dan lambang yang ada di keyboard ponsel atau laptop.
    Dari sinilah saya “parno” seandainya tiba-tiba nomor Whatsapp saya diretas. Ini pastilah aksi sindikat terorganisir, pastilah ada orang berlatar IT atau seseorang yang punya bisnis menjual nomor-nomor Whatsapp ke sembarang orang.
    Keamanan ponsel dari pabrikan itu dianggap biang dari penyerapan -kalau tidak mau disebut perampokan- data pribadi para penggunanya.
    Dengan banyaknya aplikasi, seorang pengguna bisa dengan sukarela menyerahkan nomor KTP, nomor ponsel, alamat email beserta password-nya, lokasi di mana pengguna berada, rekening bank dan data-data sensitif lainnya.
    Kembali kepada persoalan mengapa akun media sosial dan nomor Whatsapp demikian sering kena retas? Itulah yang membuat saya coba menesuri akar persoalannya, syukur-syukur bisa menjawab ketidakpahaman saya.
    Tentu saya paham bahwa pemerintah Indonesia telah berupaya melindungi warganya di ranah digital melalui beberapa kebijakan dan institusi, utamanya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP), yang mulai berlaku sejak 2022 dan mengatur hak subjek data, kewajiban pengendali data, serta sanksi atas pelanggaran.
    Di sisi lain, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) bertugas mengawasi keamanan siber nasional, sementara Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) sering memblokir situs pinjaman online (pinjol) ilegal dan judi online (judol).
    Ada juga strategi nasional keamanan siber untuk mencegah serangan dari dalam maupun dari luar.
    Namun, secara realistis, perlindungan ini belum benar-benar efektif menjaga kerahasiaan data digital penduduk Indonesia. Buktinya Whatsapp saya sering coba dibajak.
    Implementasi UU PDP masih lambat, kesadaran dan penegakan hukum rendah, serta insiden kebocoran data terus meningkat.
    BSSN mencatat ratusan serangan siber setiap tahun, dan Indonesia sering masuk peringkat atas negara dengan kebocoran data terbanyak secara global. Saya termasuk salah satu “korban” di dalamnya tentu saja.
    Contoh kasus kebocoran data yang merugikan rakyat yang masuk kategori kasus besar dalam kurun waktu 2023-2025, menunjukkan kerentanan sistem itu sendiri.
    Kebocoran data Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2024, misalnya, di mana peretas berhasil membobol ratusan juta data pribadi dari berbagai instansi pemerintah, termasuk data ASN dan layanan publik. Perlindungan yang jauh dari maksimal.
    Kemudian Data Dukcapil dan NPWP (2023-2024) di mana peretas seperti Bjorka membocorkan jutaan data kependudukan dan pajak untuk kemudian dijual di forum gelap.
    Bank Syariah Indonesia dan BPJS Kesehatan juga tidak luput dari serangan peretas di mana jutaan data nasabah dan pasien bocor, menyebabkan risiko penipuan identitas dan kerugian finansial. Mengerikan.
    KPU dan PLN Mobile jelas berisi data pemilih dan pelanggan listrik, juga bocor dengan total ratusan juta rekaman pada 2023-2025.
    Kasus-kasus ini jelas merugikan rakyat karena data pribadi (NIK, nomor HP, alamat) digunakan untuk penipuan, pinjol ilegal, atau pencurian identitas, menyebabkan kerugian materiil dan psikologis.
    Pertanyaan yang menggantung pada benak saya, mengapa momor telepon (Whatsapp) sering dibajak? Boleh jadi nomor telepon, terutama yang terkait Whatsapp, karena banyaknya layanan digital (bank, email, media sosial) menggunakan verifikasi SMS/OTP (One Time Password).
    Indonesia merupakan salah satu pengguna Whatsapp terbanyak di dunia, sehingga menjadi target empuk sasaran penipuan digital. Diperkirakan mencapai lebih dari 112 juta pengguna pada tahun 2025, menempatkan Indonesia di peringkat ketiga dunia setelah India dan Brasil.
    Dari literatur yang saya susuri, saya paham bagaimana cara utama pembajakan, yakni dengan cara yang disebut SIM Swapping, yakni kejahatan siber di mana pelaku menipu operator seluler untuk mentransfer nomor ponsel korban ke kartu SIM mereka, sehingga pelaku bisa menerima SMS dan panggilan korban, termasuk kode OTP untuk membajak akun bank, e-wallet dan media sosial, lalu menguras dana atau mencuri data.
    Bagaimana cara kerjanya? Penjahat siber mengumpulkan data pribadi korban (via phishing atau kebocoran data), lalu menghubungi operator seluler dengan berpura-pura sebagai korban untuk memindahkan nomor ke SIM baru mereka.
    Mereka lalu menerima OTP dan mengambil alih Whatsapp/akun bank sebagaimana telah saya jelaskan tadi.
    Phishing
    dan
    social engineering
    juga sering dilakukan, yakni mengirim
    link
    (tautan) palsu atau menipu korban dengan memberikan kode verifikasi Whatsapp, atau menggunakan data bocor untuk reset akun email/media sosial.
    Banyak cara lainnya, termasuk serangan
    malware
    sebagaimana yang saya lihat di Moskow, Rusia itu.
    Tatkala ponsel Whatsapp saya digunakan oleh orang yang tidak bertanggung jawab dengan maksud melakukan penipuan, jelas saya dirugikan.
    Setidak-tidaknya kredibilitas saya jatuh karena dalam aksi penipuannya para pembajak bisa berpura-pura meminjam uang atau menawarkan produk tertentu, biasanya lelang fiktif.
    Memang saya tidak kehilangan akses akun Whatsapp, email atau media sosial, tetapi penjahat tentu telah berkirim pesan ke “circle” saya dengan maksud menipu teman atau keluarga. Paling sering modus pinjam uang itu tadi, misalnya.
    Mungkin orang lain yang lebih sial dari saya telah kehilangan akses terhadap ponselnya sendiri di mana aplikasi Whatsapp ada di ponsel tersebut.
    Padahal, di dalamnya ada aplikas bank dan boleh jadi akses rekening bank seperti transfer ilegal dapat mengakibatkan kerugian jutaan bahkan miliaran rupiah.
    Penyebaran data pribadi yang dilakukan oleh seseorang juga dapat digunakan untuk teror, pinjol ilegal, atau pencemaran nama baik.
    Apa dampak dari nomor Whatsapp yang dibajak orang berkali-kali? Jelas akan waswas dan traumatis, apalagi “parno” yang tidak hilang begitu saja setelah melihat bagaimana anak-anak remaja di Rusia sedemikian gampangnya membobol akun bank dengan
    password
    rumit sekalipun.
    Tambahan lagi dampak psikologis berupa stres dan kehilangan privasi. Di berbagai tempat, banyak kasus bunuh diri akibat teror melalui
    peretasan
    akun aplikasi percakapan maupun akun media sosial.
    Pemerintah Indonesia aktif memblokir ribuan situs judol dan pinjol ilegal, serta ada Satgas Pemberantasan Judi Online.
    Namun, regulasi itu masih longgar dibanding Eropa, yang menerapkan GDPR (General Data Protection Regulation) yang sangat ketat soal data dan batasan usia untuk media sosial/ponsel. Misalnya, anak di bawah 13-16 tahun dilarang memakai platform tertentu tanpa izin orangtua.
    Di Indonesia, anak muda sangat rentan, mereka banyak terjebak pinjol ilegal (bunga mencekik, teror penagihan) dan judol (kecanduan cepat).
    Dampaknya tentu parah, yakni kerugian finansial, utang menumpuk, depresi, gangguan mental, hingga bunuh diri.
    Laporan menunjukkan korban pinjol/judol didominasi usia 19-35 tahun, sering dari kalangan mahasiswa atau pekerja muda.
    Dari penelusuran ini timbul pertanyaan pada diri saya, apakah penipuan digital ini terorganisir dan justru melibatkan aparat yang paham seluk-beluk data penduduk?
    Bukan saya berburuk sangka, tetapi memang banyak penipuan digital (terutama judol dan scam investasi) karakteristiknya menurut para pemerhati siber bersifat terorganisir, sering melibatkan sindikat internasional (WNA China , Rusia dan Ukraina di Indonesia atau WNI dipaksa menjadi bagian dari kriminalitas ilegal digital di Kamboja dan Myanmar).
    Ini seperti “bisnis” dengan
    call center, script
    penipuan, dan target korban massal.
    Soal keterlibatan aparat, ada dugaan oknum aparat penegak hukum terlibat di beberapa kasus lokal, misalnya “kebal hukum” karena kuatnya
    backing
    , tetapi ini bukan bukti sistematis atau melibatkan institusi secara keseluruhan.
    Kebanyakan kasus yang terungkap justru ditangani aparat, seperti penggerebekan sindikat WNA. Rumor ini sering beredar di media sosial, tetapi sumber kredibel lebih menunjuk ke korupsi oknum secara individu ketimbang konspirasi besar institusi.
    Atas semua fakta dan kejadian itu, secara pribadi saya berpendapat bahwa pemerintah Indonesia belum cukup serius dan efektif dalam melindungi rakyat di ranah digital, meski ada kemajuan seperti UU PDP tadi.
    Bukti nyata adalah kebocoran data masih saja terus terjadi, bahkan setelah regulasi baru diberlakukan dan hal itu menunjukkan
    enforcement
    masih lemah, tata kelola buruk, dan kurangnya investasi di keamanan siber di sini.
    Sementara semua layanan (e-KTP, bank, pemilu) sudah beralih online, rakyat dibiarkan “terpapar” tanpa perlindungan memadai. Ini ibaratnya seperti membangun pasar digital besar tanpa pagar dan personel keamanan yang kuat.
    Bandingkan dengan Eropa dan Singapura di mana mereka sangat peduli terhadap generasi mudanya dengan pemberlakuan ketat batas usia dan sanksi berat bagi perusahaan yang melanggar privasi.
    Sementara di sini, anak muda justru “terpenjara” pinjol/judol hanya karena edukasi literasi digital yang tidak serius, bahkan masih minim, regulasi yang masih longgar, dan blokir situs mudah diakali VPN (Virtual Private Network).
    Penipuan terorganisir memang seperti bisnis haram yang menguntungkan segelintir orang, dan dugaan oknum aparat terlibat semakin memperburuk kepercayaan publik. Bagi saya, ini mencerminkan masalah korupsi struktural yang lebih dalam lagi.
    Solusi yang saya usulkan adalah perlunya penegakan hukum super tegas (sanksi berat bagi pengelola data ceroboh), edukasi masif sejak di sekolah, batasan usia untuk platform berisiko, dan kolaborasi internasional melawan sindikat digital terorganisir.
    Tanpa itu, rakyat akan terus menjadi korban di “pasar digital” yang tak terkendali ini.
    Pemerintah harus bertindak lebih proaktif, bukan reaktif setelah kejadian demi kejadian. Jangan juga seolah menjadi korban seperti yang saya alami dan kesannya putus asa dengan terus menerusnya bertambah korban dari waktu ke waktu.
    Karena
    keamanan digital
    bukan sekadar pilihan, tapi keharusan bagi negara untuk melindungi rakyatnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Registrasi SIM Pakai Pengenalan Wajah Tuai Pro Kontra, Pakar Soroti Risiko Data Biometrik

    Registrasi SIM Pakai Pengenalan Wajah Tuai Pro Kontra, Pakar Soroti Risiko Data Biometrik

    Sebelumnya, Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) akan menerapkan kebijakan registrasi kartu SIM berbasis biometrik dengan teknologi pengenalan wajah (face recognition) mulai 1 Januari 2026.

    Langkah ini diambil untuk memperkuat akurasi identitas pelanggan seluler sekaligus menekan maraknya kejahatan digital yang memanfaatkan nomor telepon sebagai sarana utama penipuan.

    Pada tahap awal, penerapan registrasi biometrik dilakukan secara sukarela bagi pelanggan baru dengan skema hybrid hingga akhir Juni 2026. Selanjutnya, mulai 1 Juli 2026, seluruh pelanggan baru diwajibkan menggunakan metode biometrik dalam proses registrasi kartu SIM.

    Kebijakan tersebut disampaikan dalam diskusi bertajuk “Ancaman Kejahatan Digital serta Urgensi Registrasi Pelanggan Seluler Berbasis Biometrik Face Recognition” yang digelar Komdigi bersama Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) di Jakarta, Rabu (17/12/2025).

    Lonjakan Penipuan Digital Jadi Latar Belakang

    Direktur Jenderal Ekosistem Digital Komdigi, Edwin Hidayat Abdullah, mengatakan kebijakan registrasi biometrik lahir dari tingginya angka penipuan digital yang terus meningkat setiap tahun.

    Hampir seluruh modus kejahatan siber—mulai dari scam call, spoofing, smishing, hingga social engineering—berbasis pada penyalahgunaan identitas nomor telepon.

    “Kerugian akibat penipuan digital telah melampaui Rp7 triliun. Setiap bulan terjadi lebih dari 30 juta panggilan penipuan, dan rata-rata masyarakat menerima setidaknya satu panggilan spam setiap pekan,” ujar Edwin.

    Data Indonesia Anti Scam Center (IASC) mencatat hingga September 2025 terdapat 383.626 rekening yang terindikasi terkait penipuan dengan total kerugian mencapai Rp4,8 triliun. Angka tersebut kontras dengan jumlah pelanggan seluler tervalidasi yang telah melampaui 332 juta nomor.

    ATSI: Operator Seluler Siap Jalankan Kebijakan

    Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) menyatakan kesiapan operator seluler dalam mendukung penuh implementasi registrasi SIM berbasis biometrik.

    Direktur Eksekutif ATSI, Marwan O. Baasir, menegaskan kebijakan ini krusial untuk melindungi kepentingan pelanggan di tengah pesatnya digitalisasi layanan.

    “Mulai dari mobile banking, transaksi digital, hingga akses layanan publik, semuanya bergantung pada nomor seluler. Karena itu, diperlukan sistem identifikasi yang lebih kuat dan akurat,” kata Marwan.

    Ia menjelaskan, peralihan dari validasi berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Kartu Keluarga menuju biometrik merupakan kelanjutan kebijakan know your customer (KYC) yang telah diterapkan sejak 2005. Teknologi biometrik dinilai mampu mencegah identitas ganda serta mempersempit ruang kejahatan seperti SIM swap fraud.

    “Pada masa transisi, pelanggan baru masih dapat memilih antara registrasi menggunakan NIK atau verifikasi biometrik. Namun, mulai 1 Juli 2026, seluruh registrasi pelanggan baru wajib menggunakan biometrik. Kebijakan ini tidak berlaku bagi pelanggan lama,” ujar Marwan.

  • Setumpuk PR Registrasi SIM Card dengan Biometrik: Lansia, 3T, dan Keamanan

    Setumpuk PR Registrasi SIM Card dengan Biometrik: Lansia, 3T, dan Keamanan

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) tetapkan registrasi SIM card dengan biometrik pengenalan wajah mulai 1 Juli 2026, namun sejumlah hambatan harus diantisipasi agar program ini berjalan lancara.

    Pakar Keterbukaan Informasi Publik dan Pelindungan Data Pribadi Alamsyah Saragih, menilai masih banyak aspek yang harus dipertimbangkan secara serius sebelum kebijakan tersebut diterapkan.

    Menurut Alamsyah, biometrik memiliki risiko yang cukup besar. Biometrik bukanlah kata sandi yang bisa diganti apabila terjadi kebocoran data. Jika data biometrik bocor, risikonya bersifat seumur hidup.

    “Ada tiga risiko yang harus diperhatikan bukan hanya pelanggaran privasi, tetapi juga eksklusi sosial dan mission creep,” ujarnya di acara talkshow bertajuk Ancaman Kejahatan Digital serta Urgensi Registrasi Pelanggan Seluler Berbasis Biometrik Face Recognition yang digelar Komdigi di Jakarta, Rabu (17/12/2025)

    Mantan Komisioner Ombudsman RI periode 2016–2021 itu menambahkan kelompok rentan seperti lansia, penyandang disabilitas, pekerja informal, serta masyarakat yang tinggal di wilayah terpencil berpotensi mengalami kesulitan dalam mengakses sistem biometrik.

    Keterbatasan infrastruktur dan literasi digital di sejumlah daerah juga menjadi tantangan tersendiri. Selain itu, kesiapan akses teknologi biometrik di Indonesia dinilai belum merata. Alamsyah mencontohkan potensi persoalan dalam kondisi darurat.

    “Kalau ini tidak dimitigasi, ini akan jadi sumber keributan. Tidak kebayang misalnya ada bencana, handphone hilang, lalu orang harus pakai face recognition, tapi sistemnya belum jalan,”

    Untuk menghindari berbagai risiko tersebut, Alamsyah menyarankan pemerintah melakukan simulasi kebijakan dengan berbagai skenario kasus sebelum implementasi penuh dilakukan. Simulasi ini penting untuk mengidentifikasi potensi masalah dan menyiapkan solusi yang adil bagi seluruh masyarakat.

    Alamsyah juga menekankan pentingnya pembatasan tujuan penggunaan data biometrik secara tegas. Menurutnya, tanpa pembatasan yang ketat, data biometrik yang awalnya digunakan untuk verifikasi kepemilikan SIM berpotensi dimanfaatkan untuk kepentingan lain.

    “Kalau tidak ada pembatasan, niscaya bisa digunakan untuk yang lain. Mau tidak mau pemerintah harus membatasi dengan sangat ketat dan membangunnya bersama pihak-pihak lain,” ujarnya.

    Selain itu, jaminan hukum atas opsi non biometrik juga dinilai penting. Opsi ini diperlukan untuk memastikan keadilan bagi masyarakat yang tidak mampu atau tidak memungkinkan menggunakan sistem biometrik, seperti lansia dan penyandang disabilitas.

    Alamsyah menilai mitigasi harus menjadi prioritas utama sebelum kebijakan ini dijalankan.

    Beberapa langkah mitigasi yang perlu dilakukan antara lain dasar hukum khusus dan pembatasan tujuan penggunaan biometrik, pemisahan database biometrik dan data komunikasi, penerapan enkripsi serta prinsip irreversibility, penguatan hak subjek data, penyediaan opsi non biometrik dan kebijakan inklusif, pengawasan independen, sanksi tegas, serta audit berkala, dan larangan penggunaan biometrik untuk surveillance massal

    Perlu diperhatikan praktik pengawasan massal selama ini justru paling banyak dilakukan oleh aparat negara.

    “Perilaku surveillance massal ini paling banyak dilakukan oleh aparat. Be careful kalau untuk tujuan itu. Kalau mau dilakukan, harus ada aturan yang jelas, sementara aturan untuk surveillance massal itu belum ada,” tegasnya.

    Alamsyah juga menguraikan sejumlah poin regulasi yang dinilai belum siap. Pertama, belum adanya pasal eksplisit yang membatasi penggunaan biometrik SIM card hanya untuk registrasi SIM, sehingga membuka risiko function creep ke ranah lain seperti perpajakan, intelijen, dan profiling.

    Kedua, belum terdapat larangan tegas terkait integrasi database biometrik dengan data komunikasi.

    Ketiga, opsi nonbiometrik belum dijamin secara eksplisit dalam regulasi yang ada.

    Keempat, hak warga sudah diatur dalam UU PDP, namun mekanisme implementasinya masih lemah dan penegakannya belum teruji.

    Terakhir, pengawasan independen masih menjadi persoalan. Otoritas pelindungan data pribadi saat ini masih berada di bawah eksekutif dan belum setara dengan Data Protection Authority (DPA) di Eropa yang bersifat independen.

    Diketahui, Direktur Jenderal Ekosistem Digital Komdigi, Edwin Hidayat Abdullah,mengatakan sistem biometrik akan ditetapkan mulai 1 Juli 2026 dan wajib digunakan untuk seluruh pendaftaran kartu baru.

    Kebijakan ini diambil sebagai respons atas kondisi keamanan digital Indonesia yang dinilai memprihatinkan.

    Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hingga saat ini kerugian akibat kejahatan digital atau digital scam telah mencapai Rp8,7 triliun. Sebanyak 399.780 konsumen tercatat telah melaporkan kasus penipuan digital kepada OJK. (Nur Amalina)

  • Aturan Registrasi SIM Card Pakai Biometrik Wajah Bakal Diundangkan Akhir 2025

    Aturan Registrasi SIM Card Pakai Biometrik Wajah Bakal Diundangkan Akhir 2025

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mengungkap perkembangan Rancangan Peraturan Menteri (RPM) tentang Registrasi Pelanggan Jasa Telekomunikasi Melalui Jaringan Bergerak Seluler yang akan mewajibkan penggunaan data biometrik pengenalan wajah (face recognition) dalam registrasi kartu SIM baru. 

    Regulasi tersebut ditargetkan diundangkan pada akhir tahun ini atau paling lambat awal tahun depan. 

    Direktur Jenderal Ekosistem Digital Komdigi Edwin Hidayat Abdullah mengatakan tahapan konsultasi publik atas RPM tersebut telah rampung dan seluruh masukan dari pemangku kepentingan sudah diakomodasi ke dalam draf aturan.

    Dia menyampaikan saat ini rancangan aturan tersebut masih dalam tahap harmonisasi, baik secara internal maupun eksternal bersama Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), dan apabila seluruh proses berjalan lancar, regulasi itu akan segera ditandatangani oleh Menteri Komdigi Meutya Hafid. 

    “Target penetapan akhir tahun sebenarnya. Cuma kalau keburu. Kalau enggak ya awal tahun penetapan ini,” kata Edwin ditemui usai talkshow bertajuk”Ancaman Kejahatan Digital serta Urgensi Registrasi Pelanggan Seluler Berbasis Biometrik Face Recognition” yang digelar Komdigi bersama Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) di Jakarta, Rabu (17/12/2025).

    Edwin menjelaskan, penerapan kewajiban face recognition akan dilakukan secara bertahap. Dalam masa transisi awal, penggunaan biometrik masih bersifat sukarela untuk pembukaan kartu baru. 

    “Sampai enam bulan ke depan itu sifatnya sukarela untuk kebukaan kartu baru, tapi setelah 1 Juli itu sudah mulai setiap kartu baru dibuka harus dengan face recognition,” jelasnya.

    Dia menegaskan adanya masa transisi agar masyarakat dan operator seluler memiliki waktu untuk beradaptasi.  Terkait perlindungan data pribadi, Edwin memastikan penerapan face recognition dalam registrasi SIM Card tidak menimbulkan risiko tambahan terhadap data pelanggan. 

    Hal itu karena proses verifikasi langsung terhubung dengan basis data Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil).

    Menurut Edwin, mekanisme verifikasi biometrik tersebut serupa dengan layanan perbankan digital yang telah lebih dulu menggunakan data kependudukan. “Sama aja seperti Livin atau Wonder. Wonder kan juga sebuah biometrik. Itu kan dia ini juga data yang didukcapil,” ucapnya.

    Kebijakan registrasi SIM Card berbasis biometrik ini dilatarbelakangi oleh tingginya angka kejahatan digital yang memanfaatkan nomor seluler sebagai sarana utama. 

    Edwin menyinggung hampir seluruh modus kejahatan siber, mulai dari scam call, spoofing, smishing, hingga penipuan social engineering, selalu melibatkan nomor telepon.

    “Kerugian penipuan digital ini sudah mencapai lebih dari Rp7 triliun. Bahkan setiap bulan ada 30 juta lebih scam call dan setiap orang menerima minimal satu spam call seminggu sekali. Hal tersebut yang membuat Komdigi membuat kebijakan registrasi SIM Card menggunakan face recognition,” kata Edwin.

    Sebelumnya, Komdigi membuka konsultasi publik terkait RPM Registrasi Pelanggan Jasa Telekomunikasi Melalui Jaringan Bergerak Seluler sebagai bagian dari program kerja tahun anggaran 2025. Regulasi ini disiapkan untuk memperbarui mekanisme registrasi pelanggan yang selama ini dinilai rawan penyalahgunaan identitas.

    Selama bertahun-tahun, registrasi kartu seluler mengacu pada Peraturan Menteri Kominfo Nomor 5 Tahun 2021 yang mewajibkan penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Nomor Kartu Keluarga (KK). Namun, dalam praktiknya skema tersebut kerap disalahgunakan.

    “Dalam implementasinya, registasi pelanggan jasa telekomunikasi yang menggunakan data NIK dan Nomor KK banyak disalahgunakan dengan menggunakan identitas milik orang lain tanpa hak untuk tujuan kejahatan antara lain penyebaran hoaks, judi online, SMS spamming, dan penipuan,” tulis Komdigi dikutip dari laman resminya pada Senin (17/11/2025). 

  • Registrasi SIM Card Pakai Biometrik Berlaku Penuh per 1 Juli 2026

    Registrasi SIM Card Pakai Biometrik Berlaku Penuh per 1 Juli 2026

    Bisnis.com, JAKARTA— Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menerapkan  kewajiban registrasi SIM card menggunakan biometrik pengenalan wajah (face recognition) akan berlaku penuh mulai 1 Juli 2026.

    Direktur Jenderal Ekosistem Digital Komdigi Edwin Hidayat Abdullah mengatakan penerapan face recognition akan dilakukan secara bertahap dengan masa transisi selama enam bulan mulai Januari 2026. 

    Dalam periode tersebut, penggunaan biometrik masih bersifat sukarela untuk pembukaan kartu baru. Namun, setelah masa transisi berakhir, seluruh registrasi kartu baru wajib menggunakan pengenalan wajah.

    “Tapi setelah 1 Juli itu udah mulai setiap kartu baru dibuka harus dengan face recognition,” kata Edwin ditemui usai talkshow bertajuk “Ancaman Kejahatan Digital serta Urgensi Registrasi Pelanggan Seluler Berbasis Biometrik Face Recognition” yang digelar Komdigi bersama Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) di Jakarta, Rabu (17/12/2025).

    Menurut Edwin, ketentuan masa transisi tersebut telah diatur secara jelas dalam rancangan peraturan. Dia mengatakan proses penyusunan regulasi saat ini telah melewati tahap konsultasi publik dan seluruh masukan pemangku kepentingan telah diakomodasi dalam rancangan aturan.

    “Saat ini masih berada dalam tahap harmonisasi internal maupun eksternal bersama Kemenkumham [Kementerian Hukum dan HAM] sebelum nantinya ditandatangani oleh Menteri,” katanya.

    Edwin menegaskan kebijakan registrasi SIM card berbasis biometrik ini dilatarbelakangi oleh tingginya angka kejahatan digital yang terus meningkat. Dia menyinggung hampir seluruh modus kejahatan siber, mulai dari scam call, spoofing, smishing, hingga penipuan social engineering, selalu menjadikan nomor seluler sebagai alat utama.

    “Kerugian penipuan digital ini sudah mencapai lebih dari Rp7 triliun. Bahkan setiap bulan ada 30 juta lebih scam call dan setiap orang menerima minimal satu spam call seminggu sekali. Hal tersebut yang membuat Komdigi membuat kebijakan registrasi SIM Card menggunakan face recognition,” kata Edwin.

    Tanggapan ATSI

    Dari sisi industri, Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) menyatakan dukungannya terhadap kebijakan tersebut. Direktur Eksekutif ATSI Marwan O Baasir menyebut penerapan biometrik menjadi kebutuhan mendesak di tengah kondisi keamanan digital saat ini.

    “1 Juli 2024, sudah full biometrik. Karena situasi kita itu banyak sekali situasi yang merugikan masyarakat sekarang. Sudah lah saatnya kita berpindah,” kata Marwan.

    Marwan mengatakan pembahasan peraturan menteri telah rampung dan kini tinggal menunggu pengesahan. Pihaknya berharap peraturan tersebut dapat ditandatangani pada akhir tahun ini. Nantinya, operator akan mendapatkan masa uji coba selama enam bulan sebelum kebijakan tersebut berlaku penuh pada 1 Juli 2026. Marwan menyebut masa uji coba ini penting untuk menilai kesiapan implementasi di lapangan.

    “Uji coba enam bulan masih dua jalur. Yang lama 4444 masih jalan, yang baru [biometril] ditambahkan. Enam bulan nih, kita evaluasi. Kita lihat enam bulan ini,” ujarnya.

    Marwan menambahkan kebijakan tersebut akan diterapkan sepenuhnya apabila tidak ditemukan kendala di lapangan. Namun, apabila implementasinya menimbulkan kegaduhan atau menunjukkan masyarakat masih membutuhkan waktu untuk beradaptasi, skema penerapannya akan dievaluasi.

    “Misal oh di masyarakat terjadi kegaduhan atau ternyata di masyarakat masih butuh waktu,” katanya.

    Meski demikian, dia menegaskan masyarakat selama ini justru menjadi pihak yang paling dirugikan akibat maraknya penipuan digital, seperti phishing, spoofing, dan berbagai bentuk kejahatan siber lainnya.

  • Mulai 1 Juli 2026, Registrasi SIM Card Wajib Pakai Biometrik Wajah

    Mulai 1 Juli 2026, Registrasi SIM Card Wajib Pakai Biometrik Wajah

    Liputan6.com, Jakarta – Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) bersama Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) menetapkan registrasi kartu SIM berbasis biometrik wajah bagi pelanggan baru dimulai 1 Januari 2026. Tahap awal ini bersifat sukarela dan menjadi uji coba sebelum diberlakukan penuh.

    “Jadi per 1 Januari 2026 masyarakat masih bisa registrasi dengan dua metode, yang lama atau pun dengan biometrik. Namun per 1 Juli 2026 sudah full biometrik,” ujar Direktur Eksekutif ATSI, Marwan O. Baasir, Rabu (17/12/2025).

    Marwan menjelaskan, tahap awal mulai 1 Januari 2026, akan digunakan sistem hybrid. Calon pelanggan baru dapat memilih dua cara, yakni menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) seperti sebelumnya, atau langsung dengan verifikasi biometrik wajah.

    Kemudian, mulai 1 Juli 2026, registrasi untuk pelanggan baru akan sepenuhnya menggunakan biometrik murni.

    “Ini hanya berlaku untuk pelanggan baru, sedangkan pelanggan lama tidak perlu registrasi lagi,” kata dia.

  • Indosat (ISAT) Bidik Wisatawan Domestik dan Mancanegara Lewat IM3XPLORE

    Indosat (ISAT) Bidik Wisatawan Domestik dan Mancanegara Lewat IM3XPLORE

    Bisnis.com, JAKARTA — PT Indosat Tbk. mengincar pertumbuhan dengan mengoptimalkan momentum akhir tahun. Emiten berkode saham ISAT itu merilis kampanye IM3XPLORE dengan paket data khusus perjalanan domestik dan internasional.

    Melalui kampanye ini, Indosat memperkenalkan serangkaian solusi paket data yang mencakup Freedom Internet untuk domestik, SimpelRoam untuk perjalanan luar negeri, dan layanan premium IM3 Platinum.

    Seluruh layanan ini didukung oleh infrastruktur jaringan Aivolusi 5G IM3 yang diklaim telah diperkuat kapasitasnya untuk menjamin pengalaman internet yang luas dan stabil.

    Director & Chief Commercial Officer Indosat Ooredoo Hutchison Bilal Kazmi mengatakan bahwa momen liburan akhir tahun selalu diiringi dengan lonjakan kebutuhan konektivitas yang signifikan. Namun, sering kali pelanggan dihadapkan pada kebingungan memilih paket yang tepat atau ketakutan akan biaya tambahan yang tidak terduga.

    “Menjelang momen liburan akhir tahun, kami memahami kebutuhan akan konektivitas semakin tinggi. Melalui kampanye IM3XPLORE kami ingin memastikan bahwa IM3 selalu hadir dengan layanan internet yang dapat diandalkan untuk memberikan kemudahan dan keamanan bagi para pelanggan,” ujar Bilal dalam keterangan resminya, dikutip Selasa (16/12/2025).

    Bilal menegaskan komitmen perusahaan untuk menjaga pelanggan tetap terhubung selama masa liburan melalui teknologi AIvolusi 5G yang aman.

    Pihaknya juga memastikan telah memperkuat dan meningkatkan kapasitas jaringan di seluruh penjuru Indonesia untuk mengantisipasi lonjakan trafik data di titik-titik wisata.

    Adapaun untuk menyasar segmen wisatawan domestik yang mengunjungi destinasi populer seperti Bali, Yogyakarta, Bandung, hingga Labuan Bajo, IM3 mengandalkan paket Freedom Internet. Strategi pricing yang diterapkan adalah menawarkan kuota besar 150GB dengan masa aktif 28 hari seharga Rp150.000.

    Selain itu, nilai tambah yang ditawarkan paket ini juga dengan membawa integrasi fitur keamanan siber.Pelanggan akan secara otomatis mendapatkan layanan perlindungan SATSPAM+ tanpa biaya tambahan.

    Fitur ini berfungsi melindungi nomor pelanggan dari gangguan spam dan scam yang marak terjadi. Paket ini juga dilengkapi bonus akses streaming ke platform VIU dan Vidio.

    Dalam hal perjalanan internasional, Indosat berupaya mengatasi permasalahan pelanggan terkait kerumitan mengganti kartu SIM saat tiba di luar negeri. Melalui paket SimpelRoam, layanan data dijanjikan langsung aktif begitu pesawat mendarat dengan skema tarif transparan. (Muhammad Diva Farel Ramadhan)