Produk: SBN

  • Perry Warjiyo: Seluruh Instrumen Dikerahkan Demi Stabilitas Rupiah – Page 3

    Perry Warjiyo: Seluruh Instrumen Dikerahkan Demi Stabilitas Rupiah – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali melemah pada perdagangan Jumat pagi ini. Bank Indonesia (BI) memastikan akan terus mengelola kebijakan moneter termasuk menjaga rupiah dengan melakukan intervensi.  

    Pada Jumat (26/9/2025), nilai tukar rupiah pada pembukaan perdagangan, di Jakarta melemah sebesar 26 poin atau 0,15 persen menjadi Rp 16.775 per dolar AS dari sebelumnya Rp 16.749 per dolar AS.

    Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, menegaskan komitmen untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.

    “Bank Indonesia menggunakan seluruh instrumen yang ada secara bold, baik di pasar domestik melalui instrumen spot, DNDF, dan pembelian SBN di pasar sekunder, maupun di pasar luar negeri di Asia, Eropa, dan Amerika secara terus menerus, melalui intervensi NDF”, kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam keterangannya, Jumat (26/9/2025).

    Kata Perry, Bank Indonesia yakin bahwa seluruh upaya yang dilakukan dapat menstabilkan nilai tukar rupiah, sesuai nilai fundamentalnya.

    Bank Indonesia juga mengajak seluruh pelaku pasar untuk turut bersama-sama menjaga iklim pasar keuangan yang kondusif, sehingga stabilitas nilai tukar Rupiah dapat tercapai dengan baik.

     

  • Rupiah melemah seiring antusias pasar turun terhadap kebijakan Menkeu

    Rupiah melemah seiring antusias pasar turun terhadap kebijakan Menkeu

    Jakarta (ANTARA) – Analis mata uang sekaligus Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuabi menganggap pelemahan nilai tukar (kurs) rupiah dipengaruhi antusiasme yang menurun dari para pelaku pasar pascapergantian Menteri Keuangan (Menkeu) dari Sri Mulyani kepada Purbaya Yudhi Sadewa.

    Nilai tukar rupiah pada penutupan perdagangan Selasa sore melemah sebesar 77 poin atau 0,46 persen menjadi Rp16.688 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.611 per dolar AS.

    Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada hari ini juga melemah ke level Rp16.636 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp16.607 per dolar AS.

    “Indikasi tentang ekonomi di Indonesia terutama pascapergantian antara Sri Mulyani ke Purbaya ini memang membuat satu penyesuaian dari pelaku pasar yang dulu sempat begitu antusias dengan kebijakan-kebijakan dari Sri Mulyani, tapi saat ini sedang sedikit mengalami penurunan,” ujar dia dalam keterangan yang terima di Jakarta, Selasa.

    Berbagai kebijakan yang dikeluarkan Purbaya, menurut dia, juga dianggap masih belum diterima oleh pasar.

    Salah satu kebijakan dari Purbaya ialah Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 276 Tahun 2025 yang menetapkan rincian penempatan dana sebesar Rp200 triliun di lima bank. Masing-masing sebesar Rp55 triliun di Bank Mandiri, BNI dan BRI, lalu Rp25 triliun di BTN dan Rp10 triliun di BSI.

    Bunga ditetapkan sebesar 80,476 persen dari bunga acuan Bank Indonesia (BI) dan tidak bisa digunakan untuk pembelian surat berharga negara (SBN).

    “Walaupun kita melihat bahwa IMF (International Monetary Fund) telah merevisi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 4,7 persen menjadi 4,8 persen (yang) seharusnya ini bisa mengangkat sentimen positif terhadap mata uang rupiah, tapi kita melihat bahwa kondisi saat ini memang tidak bisa membuat mata uang rupiah mengalami penguatan,” kata Ibrahim.

    Jika melihat sentimen eksternal, ia mengatakan kemungkinan besar Bank Sentral Amerika Serikat (AS) bakal menurunkan suku bunga pada pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) di bulan Oktober 2025 sebesar 25 basis points (bps). Hingga akhir tahun, secara total pemangkasan suku bunga bisa mencapai 50 bps.

    Menurut dia, sentimen itu bahkan belum mampu menguatkan kurs rupiah mengingat adanya gejolak geopolitik yang terjadi di Eropa antara Rusia dengan Ukraina dan upaya Zionis Israel mencaplok 100 persen Jalur Gaza di Palestina.

    “Ini mendapatkan kecaman-kecaman dari negara-negara Arab, baik Mesir, Qatar maupun Arab Saudi. Namun, Israel masih tetap tidak bergeming bahwa menganggap Jalur Gaza harus dikuasai 100 persen,” katanya.

    Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
    Editor: Virna P Setyorini
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Rupiah melemah seiring antusias pasar turun terhadap kebijakan Menkeu

    Rupiah melemah seiring antusias pasar turun terhadap kebijakan Menkeu

    Jakarta (ANTARA) – Analis mata uang sekaligus Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuabi menganggap pelemahan nilai tukar (kurs) rupiah dipengaruhi antusiasme yang menurun dari para pelaku pasar pascapergantian Menteri Keuangan (Menkeu) dari Sri Mulyani kepada Purbaya Yudhi Sadewa.

    Nilai tukar rupiah pada penutupan perdagangan Selasa sore melemah sebesar 77 poin atau 0,46 persen menjadi Rp16.688 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.611 per dolar AS.

    Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada hari ini juga melemah ke level Rp16.636 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp16.607 per dolar AS.

    “Indikasi tentang ekonomi di Indonesia terutama pascapergantian antara Sri Mulyani ke Purbaya ini memang membuat satu penyesuaian dari pelaku pasar yang dulu sempat begitu antusias dengan kebijakan-kebijakan dari Sri Mulyani, tapi saat ini sedang sedikit mengalami penurunan,” ujar dia dalam keterangan yang terima di Jakarta, Selasa.

    Berbagai kebijakan yang dikeluarkan Purbaya, menurut dia, juga dianggap masih belum diterima oleh pasar.

    Salah satu kebijakan dari Purbaya ialah Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 276 Tahun 2025 yang menetapkan rincian penempatan dana sebesar Rp200 triliun di lima bank. Masing-masing sebesar Rp55 triliun di Bank Mandiri, BNI dan BRI, lalu Rp25 triliun di BTN dan Rp10 triliun di BSI.

    Bunga ditetapkan sebesar 80,476 persen dari bunga acuan Bank Indonesia (BI) dan tidak bisa digunakan untuk pembelian surat berharga negara (SBN).

    “Walaupun kita melihat bahwa IMF (International Monetary Fund) telah merevisi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 4,7 persen menjadi 4,8 persen (yang) seharusnya ini bisa mengangkat sentimen positif terhadap mata uang rupiah, tapi kita melihat bahwa kondisi saat ini memang tidak bisa membuat mata uang rupiah mengalami penguatan,” kata Ibrahim.

    Jika melihat sentimen eksternal, ia mengatakan kemungkinan besar Bank Sentral Amerika Serikat (AS) bakal menurunkan suku bunga pada pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) di bulan Oktober 2025 sebesar 25 basis points (bps). Hingga akhir tahun, secara total pemangkasan suku bunga bisa mencapai 50 bps.

    Menurut dia, sentimen itu bahkan belum mampu menguatkan kurs rupiah mengingat adanya gejolak geopolitik yang terjadi di Eropa antara Rusia dengan Ukraina dan upaya Zionis Israel mencaplok 100 persen Jalur Gaza di Palestina.

    “Ini mendapatkan kecaman-kecaman dari negara-negara Arab, baik Mesir, Qatar maupun Arab Saudi. Namun, Israel masih tetap tidak bergeming bahwa menganggap Jalur Gaza harus dikuasai 100 persen,” katanya.

    Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
    Editor: Virna P Setyorini
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Said PDIP Puji Gaya ‘Koboi’ Menkeu Purbaya, Bisa Longgarkan Kebijakan Ketat – Page 3

    Said PDIP Puji Gaya ‘Koboi’ Menkeu Purbaya, Bisa Longgarkan Kebijakan Ketat – Page 3

    Said menilai, gaya Menkeu Purbaya bisa lebih melonggarkan aturan ketat keuangan negara. Bahkan, kata dia, kinerja Purbaya sudah terlihat satu bulang setelah menjabat.

    “Namun kita yakin gaya koboi Menteri Keuangan kita bisa melonggarkan kebijakan uang ketat, dan terbukti dalam sebulan ini kondisi kita harapkan terus berlanjut sehingga suku bunga SBN tahun depan bisa lebih rendah sehingga biaya yang ditanggung APBN akan semakin rendah,” tambahnya.

    Banggar DPR bersama pemerintah sepakat inflasi dan kurs rupiah harus dijaga agar tetap stabil. Menurut Said, keduanya bisa memicu gejolak harga di sektor riil maupun potensi krisis jika tidak terkendali.

    “Pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan Bank Indonesia harus selalu seirama mmpu merealisasikan bauran kebijakan fiskal dan moneter yang gesit, kreatif, dan konsolidatif,” tukas Said.

  • DPR RI sahkan RAPBN 2026, belanja negara ditetapkan Rp3.842 triliun

    DPR RI sahkan RAPBN 2026, belanja negara ditetapkan Rp3.842 triliun

    Jakarta (ANTARA) – DPR RI bersama Pemerintah resmi mengesahkan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun 2026.

    Pengesahan itu diambil dalam Rapat Paripurna DPR ke-5 di Jakarta, Selasa, yang dipimpin oleh Ketua DPR RI Puan Maharani.

    “Apakah RUU APBN dapat disetujui untuk disahkan menjadi Undang-Undang?” tanya Puan kepada anggota dewan yang hadir.

    “Setuju”, ujar seluruh anggota rapat serentak.

    Kemudian, Puan mengetukkan palu sidang sebagai tanda pengesahan.

    Sebelum keputusan diambil, Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah merinci postur APBN 2026 yang ditetapkan.

    Selain itu, Said juga membacakan pendapat seluruh fraksi DPR RI yang menyatakan persetujuan terhadap RAPBN 2026.

    Berdasarkan keputusan rapat, belanja negara pada 2026 ditetapkan sebesar Rp3.842,72 triliun.

    Anggaran itu terdiri atas belanja pemerintah pusat Rp3.149,73 triliun dan transfer ke daerah Rp692,99 triliun.

    Rinciannya, belanja kementerian/lembaga (K/L) mencapai Rp1.510,55 triliun, sedangkan belanja non-K/L sebesar Rp1.639,19 triliun.

    Sementara itu, pendapatan negara ditargetkan sebesar Rp3.153,58 triliun, terdiri dari penerimaan perpajakan Rp2.693,71 triliun, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp459,2 triliun, dan hibah Rp0,66 triliun.

    Dengan postur tersebut, RAPBN 2026 diproyeksikan mengalami defisit Rp698,15 triliun atau setara 2,68 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).

    Keseimbangan primer dipatok sebesar Rp89,71 triliun dan pembiayaan Rp689,15 triliun.

    DPR RI juga menyepakati sejumlah asumsi makro APBN 2026, di antaranya pertumbuhan ekonomi 5,4 persen, inflasi 2,5 persen, nilai tukar Rp16.500 per dolar AS.

    Kemudian pemerintah menyepakati suku bunga SBN 10 tahun 6,9 persen, harga minyak mentah Indonesia (ICP) 70 dolar AS per barel.

    Target lifting minyak ditetapkan 610 ribu barel per hari dan gas bumi 984 ribu barel setara minyak per hari.

    Selain itu, RAPBN 2026 juga menargetkan tingkat pengangguran terbuka 4,44-4,96 persen, kemiskinan 6,5-7,5 persen, kemiskinan ekstrem 0-0,5 persen, dan Gini ratio 0,377-0,380.

    Indeks Modal Manusia dipatok 0,57, Indeks Kesejahteraan Petani 0,7731, penciptaan lapangan kerja formal 37,95 persen, serta Pendapatan Nasional Bruto (PNB) per kapita 5.520 dolar AS.

    Pemerintah juga menargetkan penurunan intensitas emisi gas rumah kaca 37,14 persen dan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 76,67 persen.

    Pewarta: Bayu Saputra
    Editor: Abdul Hakim Muhiddin
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Pemerintah tarik utang Rp463,7 triliun per 31 Agustus 2025

    Pemerintah tarik utang Rp463,7 triliun per 31 Agustus 2025

    Jakarta (ANTARA) – Pemerintah melakukan penarikan utang sebesar Rp463,7 triliun per 31 Agustus 2025, setara 59,8 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 sebesar Rp775,9 triliun.

    Sedangkan pembiayaan non-utang tercatat sebesar Rp38 triliun, sehingga pembiayaan anggaran terealisasi sebesar Rp425,7 triliun.

    “Dari segi pembiayaan anggaran, sampai dengan 31 Agustus 2025 realisasinya adalah Rp425,7 triliun atau 69,1 persen dari target APBN,” kata Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono dikutip dari konferensi pers APBN KiTa Edisi September 2025 di Jakarta, Selasa.

    Thomas memaparkan, pasar domestik menunjukkan kinerja yang positif, utamanya pada surat berharga negara (SBN). Permintaan investor terlihat kuat di tengah volatilitas pasar, tecermin pada tingginya bid to cover ratio.

    Hingga lelang terakhir, rata-rata bid to cover ratio tahun 2025 tercatat 3,03 untuk surat utang negara (SUN) dan 3,15 untuk surat berharga syariah negara (SBSN).investment grad

    “Meskipun kualitas pasar meningkat, kepercayaan ini juga tidak terlepas dari status investment grade yang disandang Indonesia, sehingga SBN Indonesia tetap dipandang sebagai instrumen yang aman dan kredibel di pasar global,” ujar Thomas.

    Imbal hasil (yield) SBN tenor 10 tahun juga mengalami penurunan sebesar 70 basis poin (bps) atau minus 10 persen secara tahun berjalan (year-to-date/ytd), didukung oleh permintaan investor yang kuat di pasar perdana maupun sekunder.

    Pewarta: Imamatul Silfia
    Editor: Zaenal Abidin
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • BI: Burden sharing kali ini beda dengan era COVID, bakal ganti istilah

    BI: Burden sharing kali ini beda dengan era COVID, bakal ganti istilah

    sekarang zamannya sudah normal, defisit fiskal tidak lebih dari 3 persen, BI juga tidak boleh beli SBN dari pasar perdana

    Jakarta (ANTARA) – Bank Indonesia (BI) menegaskan skema pembagian beban bunga (burden sharing) untuk mendukung program pemerintah kali ini berbeda dengan yang diberlakukan saat pandemi COVID-19 karena bank sentral tidak lagi diperkenankan membeli SBN di pasar primer.

    BI juga akan mengganti istilah “burden sharing”, sesuai masukan yang disampaikan Komisi XI DPR RI. Penggantian istilah bertujuan agar tidak membingungkan publik dan menegaskan bahwa skema kali ini berbeda dengan era COVID-19.

    “Jadi beda sekarang (tidak sama dengan era COVID-19). Terima kasih ini, Pak Ketua Komisi XI, supaya jangan disamakan yang kemarin (kesepakatan dengan Kemenkeu) pada 4 September 2025. Tidak ada kaitannya dengan masalah berapa beli SBN (di pasar primer),” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR RI di Jakarta, Senin.

    Lebih lanjut, Perry menjelaskan bahwa burden sharing saat pandemi diberlakukan karena mempertimbangkan situasi yang luar biasa (extraordinary condition).

    Saat itu, defisit fiskal mencapai lebih dari 3 persen dari PDB dan pemerintah kesulitan untuk menjual SBN dengan suku bunga yang tinggi.

    Dengan situasi tersebut, melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) dan aturan lainnya, maka bank sentral saat itu diperkenankan untuk membeli SBN di pasar perdana selama tiga tahun.

    “Itu saat COVID-19 di mana memang ada dana pembelian SBN dari pasar perdana dan juga ada beban bunga. Tapi dasarnya adalah extraordinary condition. Nah, sekarang zamannya sudah normal, defisit fiskal tidak lebih dari 3 persen, BI juga tidak boleh beli SBN dari pasar perdana,” kata Perry.

    Sementara pada skema kali ini untuk mendukung program ekonomi kerakyatan, Perry menegaskan bahwa bank sentral tidak membeli SBN dari pasar perdana. Yang kini terus dilakukan BI yaitu pembelian SBN dari pasar sekunder, sejalan dengan ekspansi likuiditas moneter.

    Adapun burden sharing kali ini dengan membagi rata biaya atas realisasi alokasi anggaran untuk program pemerintah terkait Perumahan Rakyat dan Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) setelah dikurangi imbal hasil untuk penempatan pemerintah terkait kedua program tersebut di lembaga keuangan domestik.

    Dalam pelaksanaannya, pembagian beban dilakukan dalam bentuk pemberian tambahan bunga terhadap rekening pemerintah yang ada di bank sentral.

    Langkah ini juga sejalan dengan peran BI sebagai pemegang kas Pemerintah sebagaimana Pasal 52 UU Bank Indonesia No. 23 Tahun 1999 sebagaimana terakhir diubah dengan UU No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan juncto Pasal 22 serta selaras dengan Pasal 23 UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

    “Masalah tambahan bunganya sesuai UU karena BI sebagai pengelola kasnya pemerintah dan ada bunga yang kami akan berikan kepada pemerintah. Sehingga dasarnya adalah UU dan Keputusan Bersama (KB) pada 4 September 2025 (Keputusan Bersama Menteri Keuangan),” kata Perry.

    Sebelumnya pada kesempatan yang sama, Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun mempertanyakan padanan lain untuk istilah “burden sharing”, karena istilah itu lekat dengan skema saat pandemi COVID-19. Alternatif terminologi dinilai perlu agar masyarakat tidak bingung.

    “Ini perlu diberikan titling baru, judul baru. Supaya orang tidak bingung. Seakan-akan ketika kita bicara burden sharing itu bicara pada saat kita menghadapi krisis COVID. Padahal ini kan sudah keadaan normal,” kata Misbakhun.

    Sebagai informasi, BI terus melakukan ekspansi likuiditas salah satunya melalui pembelian SBN di pasar sekunder. Hingga 16 September 2025, total SBN yang dibeli mencapai Rp217,10 triliun, termasuk pembelian di pasar sekunder dan program debt switching dengan pemerintah sebesar Rp160,07 triliun.

    Selain itu, BI juga menurunkan posisi instrumen moneter SRBI dari Rp916,97 triliun pada awal tahun 2025 menjadi Rp716,62 triliun pada 15 September 2025.

    Kebijakan moneter juga didukung oleh Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) yang telah mencapai Rp384 triliun hingga minggu pertama September 2025. Insentif KLM ini diberikan kepada perbankan yang menyalurkan kredit ke sektor-sektor prioritas.

    Pewarta: Rizka Khaerunnisa
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • BI: Pemberian special rate jadi kendala penurunan suku bunga perbankan

    BI: Pemberian special rate jadi kendala penurunan suku bunga perbankan

    Kalau special rate ini bisa turun, berarti kan lebih cepat (penurunan suku bunga deposito dan kredit). Suku bunga pasar uang sudah turun, SBN sudah turun, suku bunga deposito itu kan bisa turun,

    Jakarta (ANTARA) – Bank Indonesia (BI) menyoroti fenomena pemberian special rate kepada deposan besar yang mencapai 25 persen dari total dana pihak ketiga (DPK) sehingga dinilai menjadi kendala penurunan suku bunga perbankan.

    Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR RI di Jakarta, Senin mencatat, jumlah DPK yang mendapatkan special rate atau bunga di atas penjaminan LPS mencapai Rp2.380,4 triliun.

    Kelompok pemerintah BUMN menjadi deposan yang mendapatkan special rate tertinggi di antara kelompok lainnya, yakni sebesar 6,30 persen per Agustus 2025.

    “Kenapa penurunan suku bunga (BI-Rate) dan likuiditas belum menurunkan suku bunga deposito dan suku bunga kredit, ini salah satu faktornya adalah adanya praktik special rate deposito, baik dari deposan besar maupun perbankan,” kata Perry

    Setelah deposan kelompok pemerintah BUMN, special rate tertinggi per Agustus 2025 secara berurutan diikuti oleh kelompok pemerintah non-BUMN sebesar 6,14 persen, swasta IKNB 6,11 persen, perseorangan 5,94 persen, swasta non-IKNB 5,72 persen, dan bukan penduduk 5,22 persen.

    Perry mencatat, special rate menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Berdasarkan data BI, rata-rata special rate pada 2024 sebesar 6,19 persen, meningkat dari tahun sebelumnya yang sebesar 6,13 persen. Per Agustus 2025, rata-rata special rate mencapai 5,91 persen.

    Apabila special rate tersebut diturunkan ke tingkat yang setara dengan bunga penjaminan yang ditetapkan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Perry memperkirakan suku bunga cost of fund bisa turun sekitar 55 basis poin (bps) dan pada akhirnya suku bunga kredit juga turun dengan besaran yang sama.

    “Saya ibaratkan kalau 25,4 persen dana special rate itu sama dengan suku bunga yang sama dengan penjaminan LPS, suku bunga cost of fund-nya bisa turun sekitar 0,55 persen. Suku bunga kreditnya juga turun 55 bps, ini belum kalau ada efisiensi dari biaya overhead maupun margin, masalah ekspektasi persepsi,” jelas dia.

    Dibandingkan dengan penurunan BI-Rate sebesar 125 bps sejak September 2024 hingga Agustus 2025, suku bunga deposito 1 bulan hanya turun sebesar 16 bps dari 4,81 persen pada awal 2025 menjadi 4,65 persen pada Agustus 2025.

    Sementara itu, penurunan suku bunga kredit perbankan berjalan lebih lambat yaitu sebesar 7 bps dari 9,20 persen pada awal 2025 menjadi sebesar 9,13 persen pada Agustus 2025.

    “Kalau special rate ini bisa turun, berarti kan lebih cepat (penurunan suku bunga deposito dan kredit). Suku bunga pasar uang sudah turun, SBN sudah turun, suku bunga deposito itu kan bisa turun,” kata Perry.

    Ia pun memastikan bahwa penurunan BI-Rate telah tertransmisikan dengan baik ke suku bunga pasar uang. Suku bunga INDONIA menurun sebesar 144bps dari 6,03 persen pada awal 2025 menjadi 4,59 persen pada 16 September 2025.

    Kemudian, suku bunga SRBI untuk tenor 6, 9, dan 12 bulan juga menurun masing-masing sebesar 210 bps, 213 bps, dan 219 bps sejak awal 2025 menjadi 5,06 persen; 5,07 persen; dan 5,08 persen pada 12 September 2025.

    Imbal hasil SBN untuk tenor 2 tahun menurun sebesar 185 bps dari 6,96 persen pada awal 2025 menjadi 5,11 persen pada 16 September 2025, sementara untuk tenor 10 tahun menurun sebesar 94 bps dari tingkat tertinggi 7,26 persen pada pertengahan Januari 2025 menjadi 6,32 persen.

    Adapun pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) September ini, BI baru saja memutuskan untuk memangkas BI-Rate sebesar 25 bps sehingga berada pada level 4,75 persen.

    Suku bunga deposit facility juga diputuskan turun sebesar 50 bps menjadi pada level 3,75 persen. Sementara suku bunga lending facility diputuskan untuk turun sebesar 25 bps menjadi pada level 5,5 persen.

    Dengan penurunan terbaru ini, maka BI telah menurunkan suku bunga acuan sebanyak enam kali dengan total sebesar 150bps sejak tahun lalu. Penurunan terjadi pada September 2024, kemudian pada Januari, Mei, Juli, Agustus, dan September 2025.

    Pewarta: Rizka Khaerunnisa
    Editor: Abdul Hakim Muhiddin
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Purbaya yakin ekonomi RI makin kuat seiring membaiknya modal asing

    Purbaya yakin ekonomi RI makin kuat seiring membaiknya modal asing

    modal asing ke pasar saham sudah masuk cukup signifikan dan harusnya proteksi ekonomi kita juga membaik

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa optimistis kinerja perekonomian Indonesia semakin kuat ke depan seiring dengan membaiknya aliran modal asing masuk ke pasar keuangan domestik.

    “Karena keributan kemarin, jadi sebagian orang takut. Harapannya sih ke depan akan semakin membaik, karena modal asing ke pasar saham sudah masuk cukup signifikan dan harusnya proteksi ekonomi kita juga membaik,” kata Purbaya dalam konferensi pers APBN KiTa Edisi September 2025 di Jakarta, Senin.

    Pada pekan ketiga September, yakni periode 15-19 September 2025, investor asing tercatat melakukan aksi beli bersih (net buy) senilai Rp3,03 triliun di seluruh pasar saham Indonesia.

    Adapun sejak awal tahun hingga 19 September 2025, modal asing keluar bersih di pasar saham dan SRBI masing-masing sebesar Rp58,70 triliun dan Rp119,62 triliun. Sedangkan modal asing masuk bersih di pasar SBN sebesar Rp42,61 triliun.

    Perbaikan masuknya modal asing juga diiringi oleh selisih imbal hasil (spread yield) Surat Berharga Negara (SBN) rupiah tenor 10 tahun dengan US Treasury 10 tahun dari 240 basis poin (bps) pada Januari 2025 menjadi 216 bps pada September 2025. Penurunan ini mengindikasikan kepercayaan investor bahwa risiko rupiah lebih terkendali.

    “Nggak turun banyak, tapi saya pikir cukup baik di tengah gejolak domestik. Itu spread-nya sempat naik, kemudian turun lagi. Jadi cepat sekali kepercayaan investor pulih setelah keributan beberapa minggu yang lalu,” tambahnya.

    Di samping itu, “country risk” yang diukur melalui spread yield antara SBN berdenominasi dolar AS dan US Treasury juga turun dari 88 bps pada Januari menjadi 79 bps pada September.

    “Kalau kita lihat rekam historisnya, ini amat rendah. Kalau kita nanti terus membaik ekonominya, saya pikir ini akan turun terus spread yield dengan US Treasury,” ujar Purbaya.

    Pewarta: Imamatul Silfia
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Menkeu Purbaya Pede SBN Pemerintah Tetap Menarik Meski Kebijakan Moneter Kian Longgar

    Menkeu Purbaya Pede SBN Pemerintah Tetap Menarik Meski Kebijakan Moneter Kian Longgar

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa meyakini investor masih akan tertarik dengan obligasi pemerintah atau SBN di tengah tren pelonggaran kebijakan moneter, baik di Indonesia hingga Amerika Serikat (AS). 

    Sebagaimana diketahui, Bank Indonesia (BI) kembali memangkas kebijakan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4,75% pada September 2025.

    Langkah itu turut disusul keputusan bank sentral AS, Federal Reserve (The Fed), untuk memangkas kebijakan suku bunganya 25 bps ke level 4,25%. Situasi itu diperkirakan bisa berpengaruh kepada penurunan imbal hasil atau yield obligasi. 

    Namun demikian, Menkeu Purbaya usai bertemu dengan Presiden Prabowo Subianto, Jumat (19/9/2025), menyebut ketertarikan investor asing pada obligasi tidak hanya dipengaruhi oleh yield melainkan juga stabilitas negara tersebut. Utamanya, prospek pertumbuhan ekonomi. 

    “Walaupun yield-nya misalnya selisihnya lebih dikit dibanding di luar, tapi kalau betul-betul stabil dan ada potensi penguatan nilai tukar, kalau ekonominya bagus, orang masuk ke sini, nilai tukarnya akan membaik. Jadi ketika kita ciptakan prospek ekonomi yang bagus, asing akan cenderung masuk ke sini,” jelas Purbaya di Istana Kepresidenan, dikutip Sabtu (20/9/2025). 

    Pria yang pernah menjabat di dewan direksi PT Danareksa (Persero) itu menjelaskan, obligasi pemerintah akan tetap menarik meski imbal hasilnya turun apabila ada keuntungan potensial dari prospek pertumbuhan ekonomi yang lebih baik serta apresiasi nilai tukar rupiah. 

    Dalam hal ini, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2% pada 2025. Sementara itu, pada RAPBN 2026, pemerintah menargetkan pertumbuhan lebih tinggi yakni 5,4%.

    “Jadi kalau stabil aja mereka suka, apalagi kalau ada ekspektasi rupiah menguat, jadi anda nggak usah takut. Selama kita bisa menciptakan prospek pertumbuhan ekonomi yang bagus, mereka akan masuk ke sini,” terangnya. 

    Kendati demikian, pemerintah memiliki tantangan berupa pengelolaan fiskal. Seperti diketahui, pemerintah menaikkan target defisit RAPBN 2026 ke 2,68% terhadap PDB atau lebih tinggi dari postur sebelumnya yakni 2,48%. 

    Hal itu sejalan dengan peningkatan rancangan belanja yang utamanya didorong oleh anggaran transfer ke daerah (TKD) dari  sebelumnya Rp650 triliun menjadi Rp693 triliun. 

    Purbaya menjelaskan bahwa kenaikan target defisit menjadi konsekuensi dari lebih tingginya belanja. Hal itu diperlukan karena ada aspirasi untuk mencegah kenaikan pajak daerah besar-besaran karena kebutuhan pendapatan pemda. 

    Nantinya, kebijakan itu diharapkan bisa menciptakan stabilitas dan mempermudah laju pertumbuhan ekonomi. Sehingga prospek pertumbuhan ekonomi diharapkan membaik dan investor pun tetap memiliki kepercayaan.  

    “Jadi kita enggak ada gunanya menghemat uang, kalau keributan di mana-mana dan kita enggak bisa membangun. Ini sepertinya rugi, tapi sedikit nanti untungnya banyak ketika ekonomi stabil,” jelasnya.