Produk: SBN

  • Catat! Ekonom Ungkap 5 Capaian Prabowo di Tahun Pertama

    Catat! Ekonom Ungkap 5 Capaian Prabowo di Tahun Pertama

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto masih memiliki tiga PR besar dalam perekonomian, meskipun mampu menyelesaikan setidaknya lima tantangan selama setahun masa kepemimpinannya sejak 20 Oktober 2025.

    Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro mengungkapkan, lima tantangan perekonomian yang berhasil diselesaikan Prabowo dalam satu tahun masa kepemimpinannya ini pertama terkait dengan mengembalikan laju pertumbuhan ekonomi di atas 5%.

    Sebagaimana diketahui, pada kuartal II-2025, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dicatat Badan Pusat Statistik (BPS) berhasil tumbuh di level 5,12% secara tahunan atau year on year (yoy), dari sebelumnya pada kuartal I-2025 mengalami kemerosotan ke level 4,87%.

    “Tentu saja pertumbuhan ekonomi 5% ini dicapai tidak dengan mudah di tengah tadi yang Pak Presiden sampaikan, konflik geopolitik dan juga instability dalam global financial situation saat ini,” kata Andry dalam Squawk Box CNBC Indonesia, dikutip Senin (27/10/2025).

    Tantangan kedua, yang berhasil dilalui oleh Pemerintahan Prabowo, menurut Andry ialah menjaga tekanan inflasi di level target Bank Indonesia (BI) kisaran 2,5% plus minus 1%. Per September 2025, tekanan inflasi tercatat di level 2,65% yoy.

    “Tingkat inflasi yang ada saat ini memberikan dua hal. Yang pertama adalah tetap menjaga living cost, biaya hidup masyarakat di Indonesia, terutama kalau kita lihat yang perlu dijaga juga inflasi tingkat pangan,” ucap Andry.

    “Yang kedua juga tetap memberikan insentif bagi dunia usaha, karena kalau inflasinya terlalu rendah juga, misalnya ke arah misalnya di bawah 1%, tentu saja buat dunia usaha tidak ada insentif kemudian untuk memproduksi,” tegasnya.

    Masalah ketiga, kata Andry terkait dengan stabilitas pasar keuangan yang cenderung terjaga dari gejolak ketidakpastian dan tekanan ekonomi global selama era pemerintahan Presiden AS Donald Trump. Stabilitas itu terjadi di nilai tukar rupiah, pasar modal, dan pasar surat berharga negara (SBN).

    “Dan volatilitas kalau lihat di tiga indikator situasi di global, yakni currency, global equity dan juga bond market, itu jauh lebih volatile di Trump 2.0 ini. Jadi stabilitas di sektor keuangan ini tentu saja kinerja yang hebat dari para otoritas, otoritas fiskal, otoritas moneter dan juga perbankan,” paparnya.

    Keempat, Andry melanjutkan, tantangan yang berhasil diatasi pemerintahan Prabowo Subianto terkait dengan upaya memperbaiki ketimpangan masyarakat. Pada Maret 2025, BPS mencatat ketimpangan yang tercermin dari gini ratio menjadi yang terendah dalam periode 2019-2025, yakni di level 0,375.

    Terakhir, capaian kelima terbesar masa pemerintahan Prabowo Subianto kata Andry ialah keberhasilan menyelesaikan kesepakatan perdagangan dengan sejumlah kelompok ekonomi besar, seperti Eropa maupun Afrika, di tengah tekanan narasi proteksionisme yang di bawah pemerintah AS melalui kebijakan tarif resiprokal Donald Trump.

    Dengan Eropa, misalnya, pemerintah berhasil mencapai kesepakatan substansial Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) pada September lalu. Padahal, perundingan itu sudah dilakukan hampir satu dekade yang lalu.

    “Ini sudah membuka suatu jalan untuk kemudian bagi kita mendiversifikasi tujuan ekspor dan juga kemudian bisa meningkatkan ekspor kita ke depan.
    Di tengah tadi tantangan tarif Trump, bahkan juga kemudian kita juga mendekati negara-negara di benua Afrika yang sebenarnya kita punya ruang untuk meningkatkan produk-produk dari UMKM kita untuk didorong untuk diekspor ke sana,” tutur Andry.

    PR yang Belum Selesai

    Andry mengingatkan, setelah berhasil menyelesaikan lima tantangan itu, Prabowo masih memiliki tiga PR yang harus dikerjakan untuk memperkuat struktur perekonomian Indonesia supaya bisa tumbuh ke level 8% sesuai target selama lima tahun masa pemerintahannya.

    PR pertama kata Andry adalah memperbaiki struktur produksi PDB agar lebih berkelanjutan. Caranya dengan fokus perbaikan pada sektor-sektor industri yang selama ini berkontribusi besar terhadap PDB namun belum mampu mencapai pertumbuhan ekonomi yang cepat.

    Sektor itu di antaranya ialah pertanian, perkebunan, dan perikanan memiliki kontribusi hingga 14% terhadap produk domestik bruto (PDB) di Indonesia. Lalu, makanan dan minuman, yang kontribusinya ke PDB kisaran 19%, serta perdagangan besar dan eceran mencapai 13%. Meski kontribusi besar, tiga sektor itu pertumbuhannya selalu di bawah 5%. Sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan bahkan tumbuhnya hanya 2,2%.

    “Jadi kisaran 2,2% misalnya, kalau kita bisa dua kali lipatkan pertumbuhannya, ini tentu saja akan mendorong pertumbuhan ekonomi secara struktural lebih baik lagi ke depannya dan juga dalam hal penyerapan tenaga kerja,” paparnya.

    Kedua, PR yang mesti diselesaikan Prabowo kata Andry terkait dengan perbaikan industri manufaktur yang dalam satu dekade terakhir mengalami periode deindustrialisasi dini, yakni kontribusinya kian menyusut terhadap PDB.

    Untuk mengatasi masalah itu, Andry menganggap, tidak ada opsi lain selain mendorong percepatan investasi yang berkualitas dengan menggerakkan penciptaan iklim investasi yang kondusif di tingkat pusat maupun daerah.

    “Jadi semua kepala daerah dan pemerintah daerah bersama pemerintah pusat itu juga kemudian bisa saling bersaing untuk mengundang foreign investors, direct investors, karena kita membutuhkan direct investment yang luar biasa besar. Karena kita negara yang masih menghadapi tantangan saving investment gap yang cukup besar,” tegas Andry.

    Terakhir, masalah yang harus segera diselesaikan Presiden, kata Andry ialah kembali memperbaiki kondisi kelas menengah yang terus tertekan hingga 2024.

    Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah kelas menengah yang menyusut di Indonesia dari posisi 2019 sebanyak 57,33 juta orang menjadi hanya 47,85 juta orang pada 2024 menyisakan tekanan daya beli pada tahun ini, yang tercermin dari lambatnya laju konsumsi rumah tangga.

    Laju konsumsi kini tak lagi mampu tumbuh di atas 5%. Pada Kuartal II-2025 konsumsi rumah tangga tumbuh 4,97% yoy dengan kontribusi 54,25% ke PDB. Tak mengalami perubahan signifikan dari posisi kuartal I-2025 yang sebesar 4,95%, dan kuartal II-2024 sebesar 4,93%.

    “Kalau kita bisa kemudian mengembalikan dengan penciptaan lapangan kerja dan juga kemudian bisa dengan insentif buat kelas menengah, saya rasa ini juga akan mengembalikan pertumbuhan ekonomi dari sisi konsumsi dan investasi ke pertumbuhan ekonomi yang relatif lebih baik lagi ke depannya,” kata Andry.

    Andry menjelaskan, pemerintah saat ini memang sangat berkepentingan untuk mempercepat pertumbuhan karena dalam satu dekade terakhir telah ketinggalan dibanding negara-negara tetangga dalam mencapai angka pertumbuhan di atas 5%. Akibatnya, banyak investor yang lebih memilih menanamkan modalnya atau foreign direct investment ke negara-negara seperti Vietnam.

    “Karena secara relatif negara-negara tetangga kita sudah mampu kemudian tumbuh lebih agresif lagi dan ini yang menjadi salah satu alasan dasar kenapa investasi asing langsung banyak masuk ke Vietnam misalnya, ke negara-negara yang lain. Karena mereka membaca narasi pertumbuhan yang relatif lebih baik dari negara-negara tersebut,” tutur Andry.

    (arj/mij)

    [Gambas:Video CNBC]

  • BI Longgarkan Kebijakan tapi Bunga Deposito dan Kredit Belum Ikut Turun Cepat

    BI Longgarkan Kebijakan tapi Bunga Deposito dan Kredit Belum Ikut Turun Cepat

    BUKITTINGGI – Bank Indonesia (B) telah menurunkan suku bunga acuan atau BI-Rate sebesar 150 basis poin (bps) sejak tahun lalu. Dengan demikian, BI-Rate kini berada di level 4,75 persn, yang merupakan posisi terendah sejak tahun 2022. 

    Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, Juli Budi Winantya menyampaikan bahwa dampak dari pelonggaran kebijakan moneter dan peningkatan likuiditas sudah mulai tampak di pasar uang.

    Suku bunga antarbank overnight atau INDONIA (Indonesia Overnight Index Average) tercatat turun sekitar 204 basis poin pada 21 Oktober 2025, menjadi 3,99 persen, dari posisi 6,03 persen di awal tahun.

    Untuk instrumen dengan tenor yang lebih panjang, seperti Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) berjangka 6, 9, dan 12 bulan, masing-masing juga mengalami penurunan sebesar 251 bps, 254 bps, dan 257 bps, sehingga kini berada di level 4,65 persen, 4,67 persen, dan 4,70 persen per 17 Oktober 2025.

    “Penurunan suku bunga juga terlihat di pasar keuangan. Yield Surat Perbendaharaan Negara (SPN) tenor dua tahun turun dari 7,26 persen menjadi 4,78 persen, sementara tenor 10 tahun turun dari 7,26 persen menjadi 5,94 persen,” ujarnya dalam pelatihan wartawan BI, Jumat, 24 Oktober. 

    Meski demikian, Juli mengakui bahwa penurunan suku bunga perbankan masih berjalan lebih lambat dibandingkan respons pasar uang dan pasar keuangan.

    Dibandingkan dengan penurunan BI-Rate sebesar 150 bps, suku bunga deposito 1 bulan hanya turun 29 bps, dari 4,81 persen di awal 2025 menjadi 4,52 persen pada September 2025. Kondisi ini dipengaruhi oleh adanya special rate bagi deposan besar yang mencakup sekitar 26 persen dari total dana pihak ketiga (DPK) di perbankan.

    Sementara itu, suku bunga kredit perbankan turun lebih lambat lagi, hanya 15 bps, dari 9,20 persen pada awal tahun menjadi 9,05 persen pada September 2025.

    Sebelumnya, Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan bahwa peluang untuk kembali menurunkan suku bunga masih terbuka, dengan mempertimbangkan kondisi inflasi tahun ini dan proyeksi inflasi 2026 yang tetap rendah dan stabil dalam kisaran sasaran 2,5 persen plus minus 1 persen. 

    “Dan karenanya dengan inflasi yang terkendali itu terbuka ruang penurunan suku bunga,” tutur Perry dalam konferensi pers, Rabu, 22 Oktober. 

    Selain faktor inflasi, ia menyampaikan kebijakan pelonggaran suku bunga juga ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. 

    Menurut Perry BI terus memperkuat sinergi dengan pemerintah guna meningkatkan aktivitas ekonomi yang saat ini masih berada di bawah potensi kapasitas output nasional.

    Perry menyampaikan dorongan terhadap permintaan domestik masih sejalan dengan upaya menjaga stabilitas harga, terutama inflasi inti, sehingga pertumbuhan ekonomi dapat meningkat tanpa menimbulkan tekanan inflasi yang berlebihan.

    Selain melalui kebijakan suku bunga, ia menyampaikan BI juga terus memperluas ekspansi likuiditas dan pemberian insentif likuiditas, baik di tingkat makro maupun melalui digitalisasi sistem keuangan. 

    Perry menekankan pentingnya sinergi kebijakan fiskal dan moneter untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dengan tetap menjaga stabilitas.

    “Dua pertimbangan ini inflasi yang rendah dan perlunya bersinergi mendorong pertumbuhan itulah landasan utama kami masih memandang ruang penurunan suku bunga itu masih terbuka,” jelasnya.

    Namun demikian, ia mengatakan setelah serangkaian pemangkasan suku bunga tahun ini, fokus BI kini beralih pada penguatan efektivitas transmisi kebijakan moneter. 

    Perry menambahkan bahwa penurunan BI-Rate telah diikuti oleh penurunan suku bunga di pasar uang dan juga yield Surat Berharga Negara (SBN).

    Meski begitu, ia mengakui bahwa penurunan suku bunga dana pihak ketiga (DPK) dan kredit masih berjalan lambat.

    Oleh sebab itu, Perry menyampaikan BI akan terus mendorong agar suku bunga kredit dapat menurun lebih cepat guna mendukung ekspansi ekonomi dan memperkuat transmisi kebijakan moneter.

  • Kemenkeu Saran Dapen Bisa Investasi di Instrumen EBT, Ini Respons OJK

    Kemenkeu Saran Dapen Bisa Investasi di Instrumen EBT, Ini Respons OJK

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyoroti mayoritas saat ini alokasi investasi dana pensiun (dapen) sukarela masih sangat terkonsentrasi pada instrumen yang bersifat fixed income seperti Surat Berharga Negara (SBN) dan deposito di perbankan. Dapen pun disarankan juga melirik instrumen di sektor energi baru dan terbarukan (EBT).

    Direktur Pengembangan Dana Pensiun, Asuransi, dan Aktuaria Kemenkeu, Ihda Muktiyanto berpendapat fokus itu membuat manajemen risiko terkelola baik. Namun, di satu sisi dia khawatir imbal hasil untuk kebutuhan jangka panjang peserta dapen bisa terbatas.

    Sebab demikian, dia menilai perlu adanya strategi investasi yang lebih berimbang supaya dana pensiun bisa memperluas instrumen investasinya yang memiliki nilai tambah.

    “Termasuk di dalamnya instrumen-instrumen yang memiliki underlying energi baru dan terbarukan, instrumen hijau, dan tentunya instrumen lain yang memiliki kemampuan untuk bisa meningkatkan return dari hasil investasinya dengan tetap menjaga prinsip kehati-hatian,” katanya dalam acara Indonesia Pension Fund Summit (IPFS) 2025, di Tangerang Selatan, Kamis (23/10/2025).

    Lebih lanjut, Ihda mencontohkan salah satu portofolio investasi dana pensiun yang dikelola Norges Bank sudah mulai menempatkan pada instrumen infrastruktur energi terbarukan meski baru 0,1%. Menurutnya, ini mencerminkan strategi diversifikasi globalnya.

    “Hal ini mencerminkan strategi investasi jangka panjang untuk bisa menyeimbangkan portofolio sekaligus mendukung agenda keberlanjutan global,” ujar dia.

    Dia optimis industri dana pensiun di Indonesia juga bisa mengikuti jejak tersebut seiring dengan meningkatnya aset dana pensiun. Sebab itu, dia mendorong agar portofolio investasi mengarah ke instrumen yang berorientasi jangka panjang yang berkelanjutan.

    Merespons hal tersebut, Kepala Eksekutif Pengawasan PPDP OJK Ogi Prastomiyono mengatakan investasi di instrumen renewable energy bisa menjadi salah satu alternatif atau opsi bagi industri dana pensiun.

    “Tinggal produknya itu tersedia atau tidak. Karena ini menjadi alternatif bagi dapen untuk menginvestasikan di produk renewable energy, tentunya dengan renewable energy, ada insentif-insentif yang diberikan, sehingga itu menjadi opsi bagi perusahaan dapen,” ujarnya saat tanya jawab konferensi pers.

  • Purbaya Ungkap Alasan Tidak Sapa Luhut: Kan Jaraknya Jauh

    Purbaya Ungkap Alasan Tidak Sapa Luhut: Kan Jaraknya Jauh

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa mengungkap alasan tidak menyapa Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan saat sidang kabinet paripurna satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming, Senin (20/10/2025).

    Berdasarkan pantauan Bisnis, secara urutan, Purbaya duduk setelah jajaran Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menko Pangan Zulkifli Hasan, Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi dan Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya. 

    Kemudian, setelah Purbaya adalah tempat duduk Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM Rosan Roeslani, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, Menteri Pertanian Amran Sulaiman, Menteri Sosial Saifullah Yusuf, Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana dan seterusnya.

    Usai pertemuan tersebut, Purbaya menyampaikan alasan mengapa terlihat tak berbincang dengan Luhut yang merupakan mantan atasannya pada pemerintahan Joko Widodo, sejak di Kantor Staf Presiden (KSP), Kemenko Politik Hukum dan Keamanan hingga di Kemenko Kemaritiman dan Investasi.  

    Apabila dilihat dari urutan tempat duduknya, jarak keduanya terpaut dua kursi yang diisi oleh Mensesneg Prasetyo Hadi dan Seskab Teddy Indra Wijaya. Menurut Purbaya, tidak mungkin dia berbincang dengan Luhut karena jarak yang antara tempat duduk mereka. 

    “Kan jauh berapa kursi, masa [saya manggil] ‘Pak Luhut, Pak Luhut’,” ujarnya kepada wartawan di depan mobil dinasnya sebelum meninggalkan lokasi Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, dikutip Selasa (21/10/2025). 

    Namun demikian, Purbaya memastikan hubungannya dengan Luhut baik-baik saja kendati momen tertangkap kamera menunjukkan keduanya tidak berbincang. 

    “Tapi baik hubungan saya sama dia, enggak ada masalah,” ujar pria yang juga menjabat Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) itu.

    Kisruh Family Office

    Adapun keduanya menjadi sorotan usai munculnya kabar rencana pendirian pusat keuangan dunia di Bali, alias family office. Rencana itu tengah digodok oleh DEN, yang saat ini dikomandoi oleh Luhut. Menurutnya, sudah ada konglomerat internasional yang melirik rencana family office RI. 

    Namun demikian, setelah beberapa kali ditanya wartawan, Purbaya mengaku belum diajak berdiskusi terkait dengan konsep family office itu. Pada satu kesempatan, dia mengatakan tidak mau menyertakan APBN dalam rencana DEN itu. 

    “Saya sudah dengar lama isu itu, tapi biar saja. Kalau DEN bisa bangun sendiri, ya bangun sendiri. Saya anggarannya enggak akan dialihkan ke sana,” ujarnya kepada wartawan usai pertemuan dengan pemegang SBN pemerintah di kantor Ditjen Pajak Kemenkeu, Jakarta, Senin (13/10/2025).

    Pria yang sebelumnya menjabat Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu juga mengaku DEN belum meminta dukungan apapun ke Kemenkeu. Dia mengaku ingin berhati-hati berkomentar agar tidak diduga bersilang pendapat dengan Luhut. 

    “Kalau kami mau dukung pun, saya belum tahu mereka [DEN} minta dukungan apa. Nanti kalau enggak [diberitakan] ‘Purbaya melawan Luhut’ gitu kan?,” ujarnya sambil berkelakar saat bertemu dengan media, Jumat (17/10/2025). 

    Adapun Luhut juga membantah rencana pendirian family office akan didukung APBN. Mantan Menko Kemaritiman dan Investasi tersebut menegaskan bahwa family office yang diusulkan olehnya itu bertujuan menjadikan Indonesia sebagai pusat keuangan dunia. 

    Harapannya, pendirian family office di Tanah Air seperti di Hong Kong maupun Singapura bisa mendorong para orang kaya di dalam maupun luar negeri menaruh uangnya di Indonesia dengan iming-iming surga pajak. 

    “Family office itu enggak ada urusan dengan APBN. Urusannya bagaimana supaya orang-orang kita atau asing taruh uangnya di Indonesia, nanti dengan zero tax, kemudian setelah di dalam dia baru kena tax karena dia investasi di banyak project di Indonesia,” terang Luhut pada acara 1 Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Kamis (16/10/2025). 

  • Mengupas Strategi Investasi Danantara, SBN Jadi Instrumen Diversifikasi – Page 3

    Mengupas Strategi Investasi Danantara, SBN Jadi Instrumen Diversifikasi – Page 3

    Ali menekankan bahwa Danantara memiliki karakteristik berbeda dari sovereign wealth fund di negara lain. Sumber pendanaannya murni berasal dari dividen BUMN dan sepenuhnya dalam mata uang rupiah, bukan dari hasil ekspor komoditas atau cadangan devisa.

    “Pendanaan kami seluruhnya bersumber dari dividen BUMN dan dalam rupiah. Jadi sifatnya lebih domestik, tidak seperti sovereign fund yang berasal dari hasil minyak atau dolar,” ujarnya.

    Fokus pada Proyek Strategis dan Dampak Jangka Panjang

    Sekitar 60 persen alokasi investasi langsung diarahkan ke proyek-proyek berskala besar, kompleks, dan berdampak jangka panjang. Sementara sebagian lainnya dialokasikan untuk quick win pipelines yang melibatkan kerja sama dengan sektor swasta.

    Delapan sektor menjadi fokus utama Danantara, termasuk hilirisasi, energi (termasuk energi terbarukan), kesehatan, dan teknologi. Beberapa proyek telah melalui tahap studi kelayakan dan tengah dimatangkan bersama pemerintah daerah, kementerian, serta mitra internasional.

     

  • Modal Asing Keluar dari Indonesia Rp 16,61 Triliun pada Pekan Ketiga Oktober 2025 – Page 3

    Modal Asing Keluar dari Indonesia Rp 16,61 Triliun pada Pekan Ketiga Oktober 2025 – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Bank Indonesia (BI) mencatat modal asing mengalir keluar pada pekan ketiga Oktober 2025. Sepanjang 2025, tercatat masih banyak modal asing yang keluar dari Indonesia.

    Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Ramdan Denny Prakoso menjelaskan, berdasarkan data transaksi 13 – 16 Oktober 2025, nonresiden tercatat jual neto sebesar Rp 16,61 triliun.

    “Nonresiden tercatat jual neto sebesar Rp 16,61 triliun, terdiri dari jual neto sebesar Rp 1,09 triliun di pasar saham, Rp 11,90 triliun di pasar SBN, dan Rp 3,62 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI),” kata Ramdan, dikutip Minggu (19/10/2025).

    Ramdan menambahkan, selama tahun 2025, berdasarkan data setelmen sampai dengan 16 Oktober 2025, nonresiden tercatat jual neto sebesar Rp 51,24 triliun di pasar saham dan Rp 132,75 triliun di SRBI, serta beli neto sebesar Rp 17,28 triliun di pasar SBN.

    “Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait serta mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk mendukung ketahanan eksternal ekonomi Indonesia,” jelas Ramdan.

    Adapun Premi CDS Indonesia 5 tahun per 16 Oktober 2025 sebesar 80,85 bps, naik dibanding dengan 10 Oktober 2025 sebesar 80,27 bps. Rupiah dibuka pada level (bid) Rp Rp 16.570 per dolar AS dan Yield SBN 10 tahun turun ke 5,92%.

  • BI: Modal asing keluar bersih Rp16,61 triliun pada 13-16 Oktober

    BI: Modal asing keluar bersih Rp16,61 triliun pada 13-16 Oktober

    terdiri dari modal asing keluar bersih di pasar saham, SBN dan SRBI masing-masing Rp1,09 triliun, Rp11,90 triliun dan Rp3,62 triliun

    Jakarta (ANTARA) – Bank Indonesia (BI) mencatat aliran modal asing keluar bersih dari pasar keuangan domestik sebesar Rp16,61 triliun pada pekan ketiga bulan ini yakni periode transaksi 13-16 Oktober 2025.

    Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso melalui keterangan di Jakarta, Jumat, merinci jumlah tersebut terdiri dari modal asing keluar bersih di pasar saham, Surat Berharga Negara (SBN) dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) masing-masing sebesar Rp1,09 triliun, Rp11,90 triliun dan Rp3,62 triliun.

    Sejak awal tahun ini hingga 16 Oktober 2025, modal asing keluar bersih di pasar saham dan SRBI masing-masing sebesar Rp51,24 triliun dan Rp132,75 triliun. Sedangkan modal asing masuk bersih di pasar SBN sebesar Rp17,28 triliun.

    Premi risiko investasi (credit default swaps/CDS) Indonesia 5 tahun tercatat naik dari 80,27 basis poin (bps) per 10 Oktober 2025 menjadi 80,85 bps per 16 Oktober 2025.

    Nilai tukar rupiah dibuka melemah tipis di level Rp16.570 per dolar Amerika Serikat (AS) pada Jumat (17/10), dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan Kamis (16/10) yang berada di level Rp16.565 per dolar AS.

    Adapun indeks dolar AS (DXY) tercatat melemah ke level 98,34 pada akhir perdagangan Kamis (16/10).

    DXY merupakan indeks yang menunjukkan pergerakan dolar AS terhadap enam mata uang negara utama antara lain euro, yen Jepang, pound Inggris, dolar Kanada, krona Swedia, dan franc Swiss.

    Imbal hasil atau yield SBN 10 tahun tercatat turun ke level 5,92 persen pada Jumat (17/10) pagi, dari sebelumnya 5,94 persen pada akhir perdagangan Kamis (16/10).

    Sementara imbal hasil US Treasury Note 10 tahun turun ke level 3,975 persen pada akhir perdagangan Kamis (16/10).

    Bank Indonesia pun terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait serta mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk mendukung ketahanan eksternal ekonomi Indonesia.

    Pewarta: Rizka Khaerunnisa
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Pandu ungkap indikator Danantara siap investasi ke pasar saham RI

    Pandu ungkap indikator Danantara siap investasi ke pasar saham RI

    Jakarta (ANTARA) – Chief Investment Officer (CIO) Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara Indonesia) Pandu Sjahrir mengungkapkan ketertarikan dan indikator Danantara Indonesia untuk mengalokasikan investasinya ke pasar saham Indonesia.

    Namun demikian, menurut dia, masih perlu ditingkatkan terlebih dahulu rata-rata nilai transaksi harian (RNTH) di pasar saham Indonesia yang saat ini sekitar 1 miliar dolar AS per hari menjadi hingga 8 miliar dolar AS per hari.

    “Kita pengen (ingin) di public market equity. Tapi equity itu memang perlu likuiditas yang lebih banyak, yang tadi saya sebutkan (RNTH) kita hanya 1 miliar dolar AS per hari itu harus ditingkatkan, harus bisa 5 atau 8 miliar dolar AS per hari,” ujar Pandu saat ditemui seusai menghadiri acara bertajuk 1 Tahun Pemerintahan Prabowo Gibran “Optimism on 8 percent Economic Growth” di Jakarta, Kamis.

    Dengan demikian, ia mengatakan fokus Danantara Indonesia saat ini salah satunya adalah memperdalam pasar saham Indonesia.

    Ia mengungkapkan alasan Danantara Indonesia saat ini masih mengalokasikan investasi di Surat Berharga Negara (SBN) yaitu seiring terbatasnya waktu dan merupakan pasar yang likuid.

    “Kebetulan kita hanya ada waktu dua bulan ya, salah satunya memang yang kita harus paling cepat kita harus cari market yang paling likuid. Ya, salah satunya memang di pasar bond, bond market,” ujar Pandu.

    Sebelumnya, Pandu mengatakan pasar saham Indonesia memiliki potensi untuk mencapai RNTH mencapai 8 miliar dolar AS per hari, dari saat ini yang baru sekitar 1 miliar dolar AS.

    Menurut dia, potensi RNTH tersebut belum tergarap maksimal meskipun Indonesia memiliki jumlah penduduk terbesar di Asia Tenggara dan tingkat perekonomian yang terus tumbuh.

    Sebagai perbandingan, ia mengatakan India memiliki nilai transaksi harian mencapai 12-15 miliar dolar AS, sedangkan Hong Kong bahkan mencatat nilai transaksi 30-50 miliar dolar AS per hari.

    Menurut dia, salah satu faktor utama yang menghambat pertumbuhan pasar modal domestik adalah terbatasnya kedalaman pasar dan minat investor publik.

    “Masalah utama bagi venture capital dan investasi jangka panjang adalah kurangnya pasar publik yang kuat,” ujar Pandu.

    Pewarta: Muhammad Heriyanto
    Editor: Virna P Setyorini
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Melambat, Utang Indonesia Sentuh Rp 7.159 Triliun di Agustus 2025 – Page 3

    Melambat, Utang Indonesia Sentuh Rp 7.159 Triliun di Agustus 2025 – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia mencatat Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada Agustus 2025 tumbuh melambat. Posisi ULN Indonesia pada Agustus 2025 tercatat sebesar USD 431,9 miliar. atau sekitar Rp 7.159 triliun (kurs 16.575 per USD) atau secara tahunan tumbuh 2,0% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan 4,2% (yoy) pada Juli 2025.

    “Perkembangan ini terutama bersumber dari melambatnya pertumbuhan ULN sektor publik dan kontraksi pertumbuhan ULN sektor swasta,” kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Ramdan Denny Prakoso, dalam keterangan BI, Kamis (16/10/2025).

    Lebih lanjut, BI mencatat ULN pemerintah tumbuh melambat. Posisi ULN pemerintah pada Agustus 2025 tercatat sebesar USD 213,9 miliar, tumbuh sebesar 6,7% (yoy), atau melambat dibandingkan dengan pertumbuhan 9,0% (yoy) pada Juli 2025.

    Perkembangan ini terutama dipengaruhi oleh melambatnya pertumbuhan aliran masuk modal asing pada Surat Berharga Negara (SBN) seiring ketidakpastian pasar keuangan global yang tetap tinggi.

    “Sebagai salah satu instrumen pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), ULN dikelola secara cermat, terukur, dan akuntabel, serta pemanfaatannya terus diarahkan untuk mendukung pembiayaan program-program prioritas yang mendorong keberlanjutan dan penguatan perekonomian nasional,” ujarnya.

    Berdasarkan sektor ekonomi, ULN pemerintah dimanfaatkan antara lain untuk mendukung Sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial (23,4% dari total ULN Pemerintah), Jasa Pendidikan (17,2%), Administrasi Pemerintah, Pertahanan.

    Kemudian sektor Jaminan Sosial Wajib (15,7%), Konstruksi (12,3%), Transportasi dan Pergudangan (9,0%), serta Jasa Keuangan dan Asuransi (8,0%). Posisi ULN pemerintah tersebut didominasi utang jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,9% dari total ULN pemerintah.

     

     

  • Kondisi APBN September 2025: Defisit Membengkak, Setoran Pajak Seret

    Kondisi APBN September 2025: Defisit Membengkak, Setoran Pajak Seret

    Bisnis.com, JAKARTA — Realisasi APBN September 2025 menunjukkan bahwa keuangan negara masih tekor karena setoran pajak yang loyo, bersamaan dengan serapan belanja yang lambat. Defisit APBN September 2025 tercatat Rp371,5 triliun.

    Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyampaikannya dalam konferensi pers APBN KiTa di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta pada Selasa (14/10/2025). Dia memaparkan Realisasi APBN September 2025, kondisi ekonomi terkini, dan merespons berbagai isu terkait kebijakan pemerintah.

    Purbaya memerinci bahwa pendapatan negara mencapai Rp1.863,3 triliun per September 2025. Realisasi itu setara 65% dari outlook pendapatan negara tahun ini sebesar Rp2.865,5 triliun.

    Sementara itu, belanja negara sudah mencapai Rp2.234,8 triliun per September 2025. Realisasi itu setara 63,4% dari outlook belanja negara tahun ini sebesar Rp3.527,5 triliun. Artinya, pemerintah harus mengebut realisasi belanja Rp1.292,7 triliun atau 36,4% hanya dalam tiga bulan terakhir.

    Belanja negara yang lebih banyak dari pendapatan negara membuat APBN September 2025 mengalami defisit Rp371,5 triliun atau setara 1,56% dari PDB.

    Lebih lanjut, Purbaya melanjutkan bahwa keseimbangan primer masih sebesar Rp18 triliun. Padahal, sambungnya, outlook keseimbangan primer didesain minus Rp109,9 triliun.

    “Tren ini menunjukkan APBN tetap adaptif dan kredibel menjaga keseimbangan antara dukungan pemulihan ekonomi dan kesinambungan fiskal dalam jangka menengah,” ujar Purbaya, Selasa (14/10/2025).

    Pemerintah awalnya mendesain defisit APBN 2025 setahun penuh sebesar Rp616,2 triliun atau 2,53% terhadap PDB. Kendati demikian, dalam laporan semester I/2025, DPR dan pemerintah menyetujui pelebaran defisit menjadi 2,78% dari PDB.

    Artinya, defisit APBN sebesar 1,56% per Agustus 2025 ini masih cukup jauh dari target maupun outlook yang telah ditetapkan.

    Setoran Pajak Lesu

    Realisasi penerimaan pajak per September 2025 senilai Rp1.295,3 triliun tercatat masih mengalami kontraksi 4,4% (year on year/YoY). Penerimaan itu baru mencakup 62,4% dari target pajak tahun ini senilai Rp2.076,9 triliun.

    Sebagai perbandingan, pada September 2024 pemerintah sudah mengumpulkan 70% pajak dari total target tahun lalu. Selain turun secara nominal, juga terjadi perlambatan dalam hal persentase capaian target pada September 2025 ini.

    Purbaya masih membutuhkan setoran sebesar Rp781,6 triliun untuk menutup celah penerimaan pajak tahun 2025 dengan outlook sebesar Rp2.076,9 triliun.

    “Lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu bersumber dari penerimaan akibat penurunan harga migas dan tambang,” ujar Purbaya.

    Tren buruknya penerimaan pajak dipicu oleh lesunya setoran dari jenis pajak utama. PPh Badan misalnya realisasinya hanya sebesar Rp215,1 triliun atau terkontrasksi 9,4%. Nasib lebih buruk terjadi di setoran PPN yang terkontraksi sebesar 13,2% atau hanya senilai Rp474,4 triliun.

    Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menilai bahwa penurunan penerimaan pajak itu karena besarnya restitusi atau pengembalian kelebihan pembayaran pajak sepanjang tahun ini. Misalnya, penerimaan pajak secara bruto malah meningkat yaitu dari Rp1.588,21 triliun (Januari—September 2024) menjadi Rp1.619,2 triliun (Januari—September 2025).

    “Tahun ini memang terjadi peningkatan restitusi pajak. Restitusi ini artinya dikembalikan kepada masyarakat, kepada dunia usaha, kepada wajib pajak, sehingga kemudian uangnya itu beredar di tengah-tengah perekonomian,” ujar Suahasil dalam konferensi pers APBN Kita, Senin (14/10/2025).

    Kendati demikian, dalam bahan paparan Suahasil, tampak bahwa penurunan realisasi penerimaan pajak juga dipengaruhi oleh anjloknya penerimaan pajak penghasilan korporasi (PPh badan) serta pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah (PPN & PPnBM).

    Tampak bahwa realisasi penerimaan PPh Badan mencapai Rp215,1 triliun. Angka itu turun 9,4% dari realisasi penerimaan PPh Badan periode yang sama tahun lalu.

    Sementara itu, realisasi penerimaan PPN & PPnBM mencapai Rp473,44 triliun. Angka itu turun 13,2% dari realisasi penerimaan PPN & PPnBM periode yang sama tahun lalu.

    Purbaya cs Sudah Tarik Utang Rp458 Triliun

    Kementerian Keuangan telah merealisasikan penarikan utang senilai Rp458 triliun untuk pembiayaan APBN 2025 sepanjang 1 Januari hingga 30 September 2025.

    Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono menjelaskan bahwa pemerintah menetapkan outlook penarikan utang Rp662 sepanjang 2025. Artinya, realisasi penarikan utang sebesar Rp458 triliun tersebut setara 69,2% dari total target.

    “Kita terus melakukan pembiayaan yang sifatnya memitigasi risiko. Kita melakukan secara sangat-sangat terukur dan kita melakukan berbagai macam hubungan dengan investor untuk memastikan pembiayaan utang kita on track,” ujar Thomas dalam konferensi pers APBN Kita di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, Kamis (13/3/2025).

    Dia merincikan bahwa realisasi tersebut berasal dari surat berharga negara (SBN) dikurangi pinjaman. Hingga akhir September 2025, Kementerian Keuangan telah merealisasikan penerbitan SBN senilai Rp501,5 triliun dan pinjaman sebanyak Rp43,5 triliun.

    Realisasi pembiayaan utang Rp458 triliun itu naik 31,7% dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu sebesar Rp347,9 triliun.

    Lebih lanjut, Thomas menjelaskan bahwa belum lama ini Kementerian Keuangan menerbitkan SBN dua valuta asing (dolar AS dan euro), yaitu senilai US$1,85 miliar dan 600 juta euro (seri SGD Bond). Menurutnya, permintaan sangat tinggi didukung oleh investor institusi global dengan total mencapai lebih dari US$9,4 miliar untuk dolar Amerika Serikat dan US$1,2 miliar untuk SDG Bond.

    “Kita sangat selektif dan juga bisa menekan harga dari yield ini,” ungkapnya.