Produk: SBN

  • Soal Temuan Sertifikat Palsu Rp745 T di UIN Makassar, BI Buka Suara

    Soal Temuan Sertifikat Palsu Rp745 T di UIN Makassar, BI Buka Suara

    Jakarta, CNBC Indonesia – Bank Indonesia (BI) menegaskan temuan polisi di kasus uang palsu di UIN Makassar mencakup sertifikat palsu Surat Berharga Negara (SBN) senilai Rp 700 triliun dan deposito BI senilai Rp 45 triliun. Sertifikat tersebut bukan uang palsu sebagaimana kabar yang beredar di masyarakat.

    Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Uang Bank Indonesia (BI) Marlison Hakim mengungkapkan temuan senilai Rp 745 triliun adalah sertifikat palsu bukan uang palsu. Hal ini dikemukakan dirinya mengingat masih banyaknya salah paham di publik yang menyangka temuan tersebut merupakan uang palsu. Temuan uang palsu di kasus ini mencapai Rp 446 juta, jika mengacu pada keterangan polisi.

    “Dari penegasan kepolisian uang palsu pecahan Rp 100 ribu yang telah di cetak dan ditemukan sebanyak 4.906 lembar dan 972 lembar yang belum terpotong. Adapun selain uang palsu juga ditemukan sertifikat palsu SBN senilai Rp 700 triliun dan Deposito BI senilai Rp 45 triliun,” tegasnya kepada CNBC Indonesia, Senin (30/12/2024).

    Menurut data Kepolisian Gowa, Marlison mengatakan pencetakan uang palsu di Gowa baru dilakukan sejak Mei 2024. Adapun tahun 2010 baru rencana awal dari pelaku. Dia pun meluruskan bahwa pencetakan uang palsu di UIN Makasar ini tidak dilakukan sejak 2010.

    Dia pun menuturkan berdasarkan pengamatan terhadap mesin yang disita merupakan mesin cetak biasa dan offset kertas biasa, bukan untuk mesin cetak uang.

    “Mesin yang baru dibeli (merek china yang dipamerkan di berbagai media) belum dipakai sama sekali dalam pencetakan uang palsu. Uang palsu menggunakan mesin sablon lama,” ujarnya.

    Marlison memastikan kualitas uang palsu yang dihasilkan sangat rendah dan sangat mudah dikenali secara kasat mata dengan metode 3D ( Dilihat, Diraba dan Diterawang).

    Kendati demikian, BI menghimbau agar masyarakat tetap waspada. Jika menemukan uang palsu dalam transaksi, masyarakat diminta segera membawa temuan tersebut disertai fisik uang yang diragukan keasliannya kepada bank, kepolisian, atau meminta klarifikasi langsung ke kantor BI terdekat.

    (haa/haa)

  • Hampir 6,4 juta wisatawan kunjungi Kota Bogor selama 2024

    Hampir 6,4 juta wisatawan kunjungi Kota Bogor selama 2024

    Kota Bogor (ANTARA) – Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kota Bogor, Jawa Barat, mencatat 6.394.031 wisatawan mengunjungi ‘kota hujan’ tersebut selama periode Januari-November 2024.

    Kepala Disparbud Kota Bogor Iceu Pujiati di Kota Bogor, Senin, memaparkan angka itu hampir mencapai target kunjungan wisatawan kota tersebut pada tahun ini yakni di angka 6,5 juta.

    Iceu pun optimis angka kunjungan wisatawan ke Kota Bogor akan memenuhi target dari masa libur Natal dan Tahun Baru 2025, dengan jumlah kekurangan 105.969 orang atau sekitar 1,63 persen.

    “Insya Allah kelihatannya akan melebihi target ya sampai dengan Desember ini,” kata dia.

    Terlebih, Iceu mengatakan, Disparbud Kota Bogor belum menghitung data riil terhadap jumlah wisatawan yang mengunjungi area kuliner seperti Kawasan Pecinan Suryakencana.

    Sebab, ia menjelaskan, kawasan kuliner berbeda dengan hotel dan restoran yang memiliki data riil angka kunjungan, dan kemudian disampaikan ke Disparbud Kota Bogor.

    “Tapi untuk para wisatawan yang datang ke Surken untuk kulineran itu belum terdata. Ini yang harus kami coba evaluasi, bagaimana cara mendata tempat-tempat kuliner yang ada di Surken atau tempat-tempat titik-titik kuliner lainnya,” jelas Iceu.

    Di samping itu, Iceu menjelaskan, kunjungan wisatawan ke Kota Bogor masih didominasi oleh kategori Meetings, Incentives, Conferences, and Exhibitions (MICE). Terutama kunjungan ke hotel-hotel.

    “Nah tantangan ke depan untuk MICE ini, mungkin karena ada kebijakan dari pemerintah pusat misalnya Ibu Kota Nusantara (IKN) akan dipindahkan sepertinya akan mempengaruhi,” ujarnya.

    Oleh karena itu, Iceu mengatakan, Disparbud Kota Bogor terus berkomunikasi dengan para pelaku industri pariwisata di wilayahnya, agar tidak menjadikan MICE sebagai andalan utama.

    “Jadi strategi dari pengelola industri para wisata itu harus betul-betul kembali ke pure (murni) wisata-wisata. Tidak ke MICE lagi, agar tidak jadi nomor satu lah istilahnya,” ucapnya. (KR-SBN)

    Pewarta: Shabrina Zakaria
    Editor: Evi Ratnawati
    Copyright © ANTARA 2024

  • 32 Ribu Tujuan Keuangan Tercapai, dari Dana Nikah hingga Beli Rumah

    32 Ribu Tujuan Keuangan Tercapai, dari Dana Nikah hingga Beli Rumah

    Jakarta: Aplikasi investasi digital di Indonesia, Bibit.id, mencatat lebih dari 32 ribu tujuan keuangan yang berhasil tercapai sepanjang 2024. Mulai dari dana pernikahan, pendidikan, membeli rumah impian, hingga dana pensiun.
     
    PR & Corporate Communication Lead Bibit.id, William, mengatakan, di 2024, Bibit telah membantu investor berinvestasi di berbagai kelas aset yang terdiversifikasikan.
     
    “Mulai dari reksa dana, surat berharga negara yang dapat dibeli di pasar primer dan sekunder seperti Obligasi Negara Ritel (ORI), Savings Bond Ritel (SBR), Sukuk Tabungan (ST), Sukuk Ritel (SR), Fixed Rate (FR), Project Based Sukuk serta saham,” ujar dia dalam keterangan tertulis, Minggu, 29 Desember 2024.
     
    Systematic Investment Plan

    Dia menambahkan, di 2024 pula, Bibit memperkenalkan strategi investasi bernama Systematic Investment Plan (SIP) menjadi populer di tengah masyarakat Indonesia.
    Systematic Investment Plan (SIP) merupakan gabungan dari strategi the power of compounding dan DCA. SIP mewajibkan investor untuk menyetorkan uang ke reksa dana dalam jumlah yang sama, terjadwal, dan dalam horizon waktu yang sudah disesuaikan dengan tujuan keuangan mereka.
     
    Dia mencontohkan, apabila investor ingin membeli hunian impian dalam waktu 10 tahun ke depan, maka strategi SIP sangat cocok untuk membantunya berinvestasi dengan disiplin, mudah, fleksibel, dan tentunya dalam portofolio yang terdiversifikasikan.
     
    “Strategi SIP semakin mudah dijalankan karena Bibit menyediakan metode pembayaran Autodebit dengan RDN Wallet, GoPay, dan Bank Jago. Dengan beberapa klik, investor hanya perlu membuat portofolio investasi, memilih produk reksa dana yang mereka inginkan, mengisi nilai investasi yang hendak dicapai, mengatur jadwal investasi rutin serta memilih metode pembayaran,” jelas dia.
     
    Selain itu, di 2024, tercatat ada lebih dari 500 ribu portofolio keuangan yang dibuat oleh para investor menggunakan strategi SIP. Pihaknya berharap angkanya akan terus meningkat di tahun depan.
     
     

    Mitra Distribusi Surat Berharga Negara

    Di sisi lain, Bibit.id juga menutup 2024 menjadi satu-satunya Mitra Distribusi Surat Berharga Negara (SBN) kategori fintech yang mendapatkan penghargaan dari Kementerian Keuangan Republik Indonesia, yakni “Mitra Distribusi Surat Utang Negara (SUN) Ritel Terbaik Tahun 2024 Kategori Financial Technology dan Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik” serta “Mitra Distribusi Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Ritel Terbaik Tahun 2024 Kategori Financial Technology.
     
    William mengatakan kesuksesan ini mengulang kesuksesan serupa di 2023 dan 2022. Sebelumnya, Bibit didaulat menjadi Mitra Distribusi (Midis) SUN Ritel Terbaik Tahun 2022, Midis SBSN Ritel Terbaik Tahun 2022 dan 2023 Kategori Fintech serta Midis SUN Ritel Terbaik Kategori Fintech dan Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik 2023.
     
    “Sepanjang 2024, Bibit juga menjadi Midis SBN yang mencatatkan jumlah investor SBN baru terbesar. Ini sejalan dengan misi kami membantu pemerintah meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya berinvestasi di instrument SBN,” kata dia.
     
    Tidak hanya itu, di 2024, Bibit juga menyabet penghargaan “WealthTech of the Year” dalam ajang Asia FinTech Awards 2024. Bibit mengalahkan empat finalis lain yang berasal dari Singapura, di antaranya Bank of Singapore, Moomoo Singapore, RealVantage, dan Syfe.
     
    Bibit menjadi satu-satunya perusahaan dari Indonesia yang masuk dalam kategori WealthTech (wealth technology). Penghargaan dari dalam dan luar negeri merupakan cerminan dari kepercayaan masyarakat terhadap Bibit, yang sejak awal berdirinya di 2019, telah membantu jutaan investor di lebih dari 490 kota di Indonesia untuk berinvestasi di Pasar Modal.
     
    “2024 merupakan tahun yang gemilang dan kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak, terutama para pengguna, yang setia berjalan bersama Bibit dalam perjalanan investasi mereka,” kata William.
     
    Pada Mei 2024, aplikasi Bibit telah diunduh lebih dari 10 juta kali di Google Play dan menjadi aplikasi investasi digital pertama di Indonesia yang meraih pencapaian ini. 
    Pencapaian ini tidaklah mengherankan mengingat Bibit yang terus berinovasi dari waktu ke waktu.
     
    Pada saat berdiri di 2019, Bibit dikenal sebagai aplikasi investasi reksa dana online yang memudahkan masyarakat bisa membeli produk-produk reksa dana terbaik dengan aman, mudah, dan dengan jumlah minimal Rp100 ribu atau bahkan Rp10 ribu saja.
     
    Ke depannya, William menyampaikan Bibit akan terus berinovasi untuk menghadirkan pengalaman yang aman, mudah, dan menyenangkan bagi masyarakat Indonesia dalam berinvestasi.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (AHL)

  • Ekonom: SRBI Tetap Menarik Meski Tren Investor Lakukan Aksi Jual

    Ekonom: SRBI Tetap Menarik Meski Tren Investor Lakukan Aksi Jual

    Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom memandang instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia atau SRBI masih tetap menarik meskipun dalam beberapa bulan terakhir rutin mengalami outflow.

    Pada pekan terakhir Desember atau sepanjang tanggal 23 hingga 27 Desember 2024 saja investor asing melakukan jual neto SRBI senilai Rp2,82 triliun. Lebih besar dari jual neto investor asing di pasar saham maupun Surat Berharga Negara (SBN) yang masing-masing Rp0,63 triliun dan Rp0,86 triliun. 

    Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) David Sumual menyampaikan memang akhir-akhir ini investor asing memiliki kecenderungan keluar dari instrumen negara emerging market, termasuk Indonesia.

    “Ada ekspektasi suku bunga The Fed lebih rendah penurunannya dibanding perkiraan semula. Jadi investor asing sementara risk off [menghindari risiko],” ujarnya, Minggu (29/12/2024). 

    David melihat tren outflow dari pasar SRBI masih akan terus berlanjut dalam jangka pendek di tengah dinamika perekonomian global dan domestik terkini. 

    Melihat secara historis data Perkembangan Indikator Stabilitas Rupiah yang terbit setiap pekannya, investor asing terakhir mencatatkan beli neto SRBI pada pekan terakhir Oktober 2024 senilai Rp1,43 triliun. 

    Sepanjang November hingga pekan terakhir Desember ini, investor asing rutin setiap pekannya melakukan aksi jual SRBI. Terbesar pada pekan kedua November senilai Rp3,65 triliun. 

    Meski demkian, David memandang salah satu intrumen untuk menarik investor asing tersebut akan tetap menarik ke depannya di tengah berbagai tantangan. 

    “Tapi SRBI menarik,” lanjutnya. 

    Sebagaimana Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo sampaikan, bahwa suku bunga SRBI untuk tenor 6, 9, dan 12 bulan per tanggal 13 Desember 2024 tercatat meningkat menjadi masing-masing pada level 7,14%, 7,17%, dan 7,24%, dan menarik untuk mendukung aliran masuk modal asing.

    Dari tiga instrumen yang Bank Indonesia terbitkan untuk menjaga stabilitas rupiah, yakni SRBI, Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI), dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI), SRBI sebagai instrumen moneter pro-market yang menjadi primadona. 

    Hingga 16 Desember 2024, posisi instrumen SRBI, SVBI, dan SUVBI masing-masing tercatat sebesar Rp940,67 triliun, US$2,08 miliar, dan US$386 juta. 

    Sementara sepanjang tahun ini saja hingga 24 Desember 2024, nonresiden tercatat beli neto sebesar Rp167,83 triliun di SRBI. Sedangkan di pasar saham hanya senilai Rp15,61 triliun, dan Rp37,94 triliun di pasar SBN. 

  • Ekonom Ramal Utang Luar Negeri dan Cadev Akhir Tahun Terkerek Prefunding APBN 2025

    Ekonom Ramal Utang Luar Negeri dan Cadev Akhir Tahun Terkerek Prefunding APBN 2025

    Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom memandang keputusan pemerintah melakukan pembiayaan lebih awal atau prefunding untuk APBN 2025 akan otomatis berdampak pada bertambahnya cadangan devisa maupun utang luar negeri/ULN Indonesia.

    Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Yusuf Rendy Manilet menilai dengan adanya dana masuk yang diterima pemerintah melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN), terutama pada Desember, memberikan potensi peningkatan statistik ULN dan cadangan devisa (cadev).  

    “Posisi ULN di akhir tahun kami perkirakan akan berada di kisaran US$425 miliar hingga US$430 miliar,” ujarnya, dikutip pada Minggu (29/12/2024).  

    Melihat posisi terakhir ULN Indonesia per Oktober 2024 senilai US$423,4 miliar atau turun dari posisi bulan sebelumnya yang senilai US$428,5 miliar.  

    Sementara untuk cadangan devisa, Yusuf perkirakan posisinya akan berada di kisaran US$151 miliar pada akhir tahun ini.  

    Sebelumnya, cadangan devisa Indonesia telah mencatatkan level tertingginya pada akhir Oktober 2024 senilai US$151,2 miliar. Namun pada akhir November lalu, cadangan devisa turun US$1 miliar menjadi US$150,2 miliar.  

    Bank Indonesia menyebutkan bahwa penurunan tersebut sejalan pembayaran utang luar negeri pemerintah. 

    Dengan kata lain, ULN yang terpantau telah mengalami penurunan meski cadangan devisa ikut turun berpotensi akan naik dengan prefunding APBN 2025.  

    Adapun cadangan devisa perlu pemerintah jaga tetap tinggi demi memperkuat nilai tukar rupiah.   

    Per 24 Desember 2024, pemerintah telah melakukan prefunding senilai Rp85,7 triliun. Pasokan dana untuk menjalani Program Presiden Prabowo Subianto pada awal tahun depan tersebut berasal dari penerbitan Sukuk Global pada November 2024 senilai US$2,75 miliar atau setara atau setara Rp43,56 triliun (asumsi kurs Rp15.842 per dolar AS saat itu). 

    Sementara pada Desember, pemerintah menerbitkan Surat Utang Negara (SUN) Rp22 triliun, Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Rp15,1 triliun, dan SUN dengan private placement Rp5 triliun.  

    Waswas Tambah Beban Belanja 

    Di sisi lain, Ekonom Bahana Sekuritas Putera Satria Sambijantoro menilai memang prefunding tersebut akan menambah cadangan devisa dan memperkuat rupiah. Namun sayangnya, cadangan devisa tersebut juga akan terkuras untuk membayar ULN yang semakin bengkak.  

    Utamanya, apabila pemerintah terlalu sering menerbitkan utang melalui Sukuk Global atau Global Bonds.  

    “Memang dapat cadangan devisa dari prefunding misal US$3 miliar. Tapi setiap 6 bulan sekali itu pemerintah bayar kupon yang investornya global bond kebanyakan investor asing. Itu dicatat di current account deficit, di primary income, dan juga mengurangi cadangan devisa kita,” jelasnya. 

    Terlebih apabila pemerintah menerbitkan Sukuk Global, utamanya dalam dolar, pembayaran utang jatuh tempo maupun bunga utang akan membebani belanja negara. Pasalnya, nilai saat ini akan berbeda ketika utang tersebut jatuh tempo alias US$100 juta dolar saat ini akan berbeda dengan US$100 juta dolar dalam 10 tahun mendatang.  

    Belum lagi, pemerintah perlu membayar imbal hasil yang juga akan lebih tinggi dengan mengasumsikan tren pelemahan rupiah.  

    Mengambil contoh dalam penerbitan Sukuk Global tenor 10 tahun pada November lalu dengan yield 5,25%, pemerintah perlu memperhitungkan pelemahan rupiah. Misalnya dalam 10 tahun terakhir, rupiah terdepresiasi 6%—7%.  

    Artinya, imbal hasil yang pemerintah bayarkan bukan sesuai yield awal, melainkan ditambah dengan depresiasi rupiah karena diterbitkan dalam bentuk dolar AS, misalnya.  

    “Berarti ya efektif borrowing cost-nya bagi pemerintah itu bisa di atas 10%-11% jika memperhitungkan depresiasi dari nilai tukar,” lanjutnya.  

    Adapun, pemerintah akan terus menarik utang baru pada 2025 untuk memenuhi kebutuhan belanja negara yang mencapai Rp3.621,3 triliun.  

    Melihat baru terkumpul Rp85,7 triliun dari rencana Rp775,9 triliun, artinya pemerintah masih akan menarik utang dari penerbitan instrumen maupun pinjaman senilai Rp690,2 triliun.  

  • BI catat modal asing keluar bersih dari Indonesia capai Rp4,31 triliun

    BI catat modal asing keluar bersih dari Indonesia capai Rp4,31 triliun

    Sejak 1 Januari hingga 24 Desember 2024, total modal asing masuk bersih di pasar saham Rp15,61 triliun, di pasar SBN Rp37,94 triliun, dan di SRBI Rp167,83 triliun.

    Jakarta (ANTARA) – Bank Indonesia (BI) mencatat aliran modal asing keluar bersih dari pasar keuangan domestik mencapai Rp4,31 triliun selama periode transaksi 23-24 Desember 2024.

    Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso, di Jakarta, Jumat, merinci bahwa nilai tersebut terdiri dari aliran modal asing keluar bersih di pasar saham Rp0,63 triliun, di pasar Surat Berharga Negara (SBN) Rp0,86 triliun, dan di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) Rp2,82 triliun.

    Dengan demikian, sejak 1 Januari hingga 24 Desember 2024, total modal asing masuk bersih di pasar saham Rp15,61 triliun, di pasar SBN Rp37,94 triliun, dan di SRBI Rp167,83 triliun.

    Pada semester II-2024, nonresiden tercatat beli neto sebesar Rp15,27 triliun di pasar saham, Rp71,90 triliun di pasar SBN, dan Rp37,48 triliun di pasar SRBI.

    Selanjutnya, premi risiko investasi atau premi credit default swaps (CDS) Indonesia 5 tahun per 26 Desember 2024 sebesar 76,02 basis poin (bps), naik dibandingkan dengan 20 Desember 2024 sebesar 75,86 bps.

    Rupiah di awal perdagangan Jumat (27/12) dibuka pada level Rp16.180 per dolar Amerika Serikat (AS), menguat dari penutupan perdagangan Selasa (24/12) sebesar Rp16.185 per dolar AS. Indeks dolar AS menguat ke level 108,13 di akhir perdagangan Selasa (24/12).

    Imbal hasil SBN Indonesia tenor 10 tahun turun ke 7,00 persen. Sedangkan imbal hasil US Treasury Note 10 tahun naik ke 4,583 persen.

    BI pun menyampaikan pihaknya terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait serta mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk mendukung ketahanan eksternal ekonomi Indonesia.

    Pewarta: Rizka Khaerunnisa
    Editor: Budisantoso Budiman
    Copyright © ANTARA 2024

  • Ekonom Dukung Pemerintah Bayar Utang Burden Sharing ke BI via Debt Switching

    Ekonom Dukung Pemerintah Bayar Utang Burden Sharing ke BI via Debt Switching

    Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom menilai debt switching merupakan skema terbaik yang bisa dipilih pemerintah untuk membayar utang burden sharing ke Bank Indonesia sebesar Rp100 triliun yang jatuh tempo pada 2025.

    Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede menjelaskan debt switching merupakan strategi pengelolaan utang yang bertujuan untuk menggantikan utang jangka pendek dengan utang baru, biasanya dengan tenor yang lebih panjang.

    “Skema debt switch menjadi salah satu opsi yang terbaik [pemerintah] untuk memitigasi risiko penerbitan kembali surat utang yang jatuh tempo tersebut yang notabene adalah variable rate [suku bunga yang berubah-ubah], yang pada akhirnya akan mendorong stabilitas pasar SBN,” jelas Josua kepada Bisnis, Jumat (27/12/2024).

    Menurutnya, debt switching mempunyai tiga keunggulan daripada opsi lain. Pertama, pemerintah mengurangi tekanan untuk menyediakan dana besar dalam waktu singkat sehingga ruang fiskal jangka pendek lebih longgar.

    Kedua, pemerintah dapat menghindari risiko gagal bayar atau tekanan fiskal yang dapat memengaruhi persepsi pasar dan stabilitas ekonomi. Dengan demikian, sambungnya, debt switching memberikan sinyal positif kepada investor bahwa pemerintah memiliki strategi pengelolaan utang yang terencana.

    Ketiga, dalam situasi ekonomi yang masih dalam pemulihan, debt switching memungkinkan pemerintah memprioritaskan belanja untuk program produktif atau kebutuhan mendesak lainnya tanpa terganggu oleh kewajiban pembayaran utang jangka pendek.

    Kendati demikian, Josua mengingatkan agar pemerintah dan Bank Indonesia turut memperhatikan beberapa faktor. Pertama, dengan memperpanjang tenor utang, total beban bunga yang harus dibayar pemerintah pada masa depan akan meningkat—terutama jika tingkat suku bunga di pasar meningkat—sehingga membebani pemerintahan yang akan datang.

    Kedua, debt switching bergantung pada kondisi pasar obligasi, termasuk tingkat bunga dan minat investor terhadap SBN pemerintah. Jika kondisi pasar memburuk maka pemerintah harus menawarkan bunga yang lebih tinggi untuk menarik pembeli.

    Ketiga, debt switch tidak menyelesaikan masalah utang melainkan hanya menunda jatuh tempo. Artinya pelaku pasar bisa mengembangkan persepsi negatif terutama apabila tidak diimbangi dengan strategi fiskal jangka panjang yang jelas dari pemerintah.

    “Secara keseluruhan, debt switch dapat menjadi skema terbaik untuk menghadapi tekanan fiskal jangka pendek jika diimplementasikan dengan hati-hati dan transparan,” jelas Josua.

    Dia mengimbau pemerintah terus memperhatikan risiko beban bunga yang meningkat dan memastikan strategi jangka panjang untuk mengurangi rasio utang terhadap produk domestik bruto.

    Pemerintah, sambungnya, harus memperkuat penerimaan negara, efisiensi belanja, dan kebijakan pro-investasi untuk mengurangi ketergantungan pada utang baru.

    “Jika tidak, beban utang ini bisa menjadi masalah serius bagi pemerintahan yang akan datang,” ungkap Josua.

    Sementara itu, Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) David E. Sumual melihat debt switching sebagai pilihan terbaik terutama apabila pemerintah memproyeksi kondisi perekonomian ke depan semakin berat seperti suku bunga acuan yang relatif masih tinggi.

    “Kalau untuk tahun depan memang ruang fiskalnya agak berat ini. Mudah-mudahan juga harga minyaknya dan rupiah kita bisa terkendali ya. Kalau enggak juga ini makin sempit lagi ruang fiskal,” ujar David kepada Bisnis, Jumat (27/12/2024).

    Lebih lanjut, dia mengingatkan utang burden sharing pemerintah ke Bank Indonesia (BI) bukan hanya jatuh tempo pada tahun depan melainkan juga tahun-tahun berikutnya. Oleh sebab itu, perlu pengelolaan yang dinamis.

    Jika kondisi perekonomian masih sulit maka burden sharing masih bisa menjadi pilihan. Jika kondisi perekonomian sudah membaik maka David mendorong pemerintah segera melunasi utang ke BI—bukan sekadar debt switching.

    “Kayak kita mengelola keuangan rumah tangga saja gitu kan. Kalau memang bebannya lagi berat ya kita kan minta segala macam usaha gitu ya untuk rescue atau apapun gitu. Kalau misalnya lagi bagus ya kita lakukan percepatan,” jelasnya.

    Kesepakatan Pemerintah-BI

    Pemerintah dan BI menyepakati utang burden sharing sebesar Rp100 triliun yang jatuh tempo pada 2025 dibayar melalui mekanisme debt switching, yakni mengonversi utang jangka pendek menjadi utang jangka panjang.

    Burden sharing sendiri merupakan kebijakan yang diambil akibat pandemi Covid-19. Lewat kebijakan tersebut, BI diperbolehkan membeli surat berharga negara (SBN) yang diterbitkan pemerintah di pasar perdana untuk menstabilkan sistem keuangan.

    Menurut catatan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam hasil Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2021, terdapat SBN seri variable rate yang khusus dijual kepada BI di pasar perdana dengan total nilai sebesar Rp612,56 triliun.

    Utang pemerintah ke BI tersebut akan jatuh tempo pada 2025 senilai Rp100 triliun, lalu pada 2026 senilai Rp154,5 triliun, pada 2027 senilai Rp154,5 triliun, pada 2028 senilai Rp152,06 triliun, dan pada 2029 senilai Rp51,5 triliun.

    Untuk membahas utang jatuh tempo Rp100 triliun pada tahun depan itu, pemerintah dan BI melakukan koordinasi pada hari ini, Jumat (27/12/2024). Hasilnya, disepakati BI akan melakukan pembelian SBN dari pasar sekunder pada 2025.

    Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso menjelaskan pembelian itu akan dilakukan melalui mekanisme pertukaran SBN secara bilateral (bilateral debt switch) dengan pemerintah yang dilakukan atas burden sharing yang jatuh tempo pada 2025.

    “Mekanisme debt switch tersebut dilakukan dengan pertukaran antara SBN yang jatuh tempo dan SBN reguler, yang dapat diperdagangkan di pasar [tradeable] dengan menggunakan harga pasar yang berlaku sesuai mekanisme pasar,” ujarnya dalam keterangannya, Jumat (27/12/2024).

    SBN penggantinya, sambung Ramdan, adalah SBN dengan tenor yang lebih panjang sesuai dengan kebutuhan operasi moneter BI dan kesinambungan fiskal pemerintah. Hanya saja, dia tidak menjelaskan lebih lebih lanjut detail SBN pengganti tersebut.

    Sebagai informasi, ruang fiskal pemerintah pada APBN 2025 memang sempit. Selain ke BI, Kemenkeu mencatat profil utang jatuh tempo pemerintah pada 2025 mencapai Rp800,33 triliun.

    Jumlah tersebut terdiri dari jatuh tempo SBN sejumlah Rp705,5 triliun dan jatuh tempo pinjaman senilai Rp94,83 triliun.

    Untuk pembayaran bunga utang pada 2025 direncanakan senilai Rp552,9 triliun. Alhasil, Pemerintahan Prabowo perlu menyiapkan uang dari kas negara sekitar Rp1.353,23 triliun untuk membayar utang pokok dan bunga utang. 

    Di sisi lain, APBN 2025 telah menetapkan belanja pemerintahan senilai Rp3.621,3 triliun. Dengan skema ini, hanya Rp2.268,07 triliun yang dapat dibelanjakan karena sisanya digunakan untuk membayar utang.

     

  • Bagaimana Koordinasi Sri Mulyani – Bos BI Buat Kelola Utang RI 2025?

    Bagaimana Koordinasi Sri Mulyani – Bos BI Buat Kelola Utang RI 2025?

    Jakarta, CNN Indonesia

    Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo melakukan rapat koordinasi tahunan tentang rencana penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) dan operasi moneter 2025 pada Jumat (27/12).

    Hasilnya, pemerintah sepakat menukar utang SBN jatuh tempo 2025 yang dipegang oleh BI dengan SBN baru.

    Melalui skema tersebut, pemerintah menerbitkan SBN berupa Surat Utang Negara (SUN) yang khusus dijual kepada BI di pasar perdana dengan total nilai sebesar Rp612,25 triliun.

    Adapun SUN tersebut akan jatuh tempo secara bertahap mulai 2025, dengan nilai utang jatuh tempo sebesar Rp100 triliun pada tahun depan.

    Terkait dengan utang jatuh tempo tersebut, pemerintah bersama BI sepakat untuk menukarkan SBN yang jatuh tempo dengan SBN baru dengan menggunakan mekanisme bilateral debt switch.

    Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso menjelaskan mekanisme debt switch tersebut dilakukan dengan pertukaran antara SBN yang jatuh tempo dan SBN reguler, yang dapat diperdagangkan di pasar (tradeable) dengan menggunakan harga pasar yang berlaku sesuai mekanisme pasar.

    “SBN pengganti adalah SBN dengan tenor yang lebih panjang sesuai dengan kebutuhan operasi moneter Bank Indonesia dan kesinambungan fiskal pemerintah,” ujar dia dalam keterangan resmi, Jumat (27/12).

    Ia pun menegaskan mekanisme pertukaran SBN secara bilateral antara Kemenkeu dan BI telah dilakukan sebelumnya, termasuk pada 2021 dan 2022.

    Lebih lanjut, pemerintah juga berencana mengelola defisit APBN 2025 dengan strategi pembiayaan yang berhati-hari.

    Adapun defisit APBN 2025 adalah sebesar Rp616 triliun atau setara 2,53 persen dari produk domestik bruto (PDB). Pembiayaan defisit APBN 2025 akan dipenuhi melalui pembiayaan utang secara neto sebesar Rp775,8 triliun dan pembiayaan non utang secara neto sebesar minus Rp159,7 triliun.

    “Pembiayaan utang ini akan dilakukan melalui penerbitan global bond, penarikan pinjaman luar negeri dan dalam negeri, serta penerbitan SBN di pasar domestik,” jelas Ramdan lebih lanjut.

    Ia menjelaskan strategi penerbitan SBN baik dari sisi besaran, jadwal penerbitan, tenor, instrumen, maupun metode penerbitan termasuk melalui transaksi bilateral (bilateral buyback/debt switch) dan penawaran umum, dilakukan secara terukur, antisipatif dan fleksibel.

    “Penerbitan SBN juga didukung oleh pengelolaan portofolio utang yang efektif dengan menerapkan prinsip kehati-hatian serta didukung manajemen risiko utang yang kuat, sehingga dapat menjaga struktur utang pemerintah tetap sehat, aman dan berkesinambungan,” terang Ramdan.

    (del/sfr)

  • Bank Indonesia Bakal Beli SBN dari Pasar Sekunder pada 2025 – Page 3

    Bank Indonesia Bakal Beli SBN dari Pasar Sekunder pada 2025 – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Bank Indonesia (BI) akan membeli surat berharga negara (SBN) dari pasar sekunder pada 2025 sejalan dengan rencana operasi moneter.

    Bank Indonesia mengarahkan kebijakan moneter 2025 secara konsisten untuk memastikan tetap terkendalinya inflasi dalam sasaran 2,5 persen plus minus satu persen dan terjaganya stabilitas nilai tukar rupiah untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

    Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Ramdan Denny Prakoso menuturkan, pihaknya terus mencermati pergerakan nilai tukar rupiah, prospek inflasi dan dinamika kondisi ekonomi yang berkembang dalam memanfaatkan ruang penurunan suku bunga kebijakan lanjutan.

    Ia mengatakan, rencana operasi moneter 2025 dilakukan untuk menjaga kecukupan likuiditas secara terukur sesuai dengan arah kebijakan moneter tersebut, dengan mempertimbangkan kebutuhan likuiditasnya. Hal ini karena kenaikan uang primer dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

    “Sejalan dengan rencana operasi moneter dimaksud, Bank Indonesia akan melakukan pembelian SBN dari pasar sekunder pada tahun 2025,” ujar Ramdan seperti dikutip dari keterangan resmi, Jumat (27/12/2024).

    Ia mengatakan, pembelian SBN dari pasar sekunder ini telah memperhitungkan kebutuhan permintaan likuiditas karena kenaikan uang primer, baik dalam bentuk uang kartal, rekening giro bank di Bank Indonesia, dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) yang dipegang oleh penduduk bukan bank

    “Dari sisi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan likuiditas, jumlah pembelian SBN dari pasar sekunder oleh Bank Indonesia tersebut juga mempertimbangkan perubahan likuiditas,” ujar dia.

    Ia menambahkan, perubahan likuiditas menjadi pertimbangan seiring lalu lintas devisa dan operasi keuangan pemerintah, kenaikan kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM), operasi moneter rupiah dan valuta asing, serta SBN milik Bank Indonesia (BI) yang akan jatuh tempo selama 2025.

    “Operasi moneter pro-market Bank Indonesia juga akan terus dioptimalkan melalui instrumen moneter SRBI dengan menjadikan SBN sebagai underlying asset,” ujar dia.

  • Yield SBN Vs US Treasury Bersaing Ketat pada 2025, Beban Belanja Bunga Utang Berisiko Naik

    Yield SBN Vs US Treasury Bersaing Ketat pada 2025, Beban Belanja Bunga Utang Berisiko Naik

    Bisnis.com, JAKARTA — Surat Berharga Negara/SBN milik pemerintah tampaknya harus bersaing dengan imbal hasil atau yield dari surat utang pemerintah AS atau US Treasury dalam melakukan pembiayaan APBN 2025 yang ditargetkan senilai Rp775,9 triliun. 

    Pasalnya, likuiditas yang masih ketat diiringi dengan suku bunga yang masih tinggi membuat pemerintah mengimbanginya dengan imbal hasil yang tinggi agar SBN tetap dilirik.

    Sementara defisit fiskal AS yang diprediksi Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo akan tembus 7,7% dari PDB, mengharuskan pemerintahnya menerbitkan US Treasury lebih banyak. Salah satunya dengan cara mengerek naik yield-nya.

    Belum memasuki 2025, imbal hasil SBN tenor 10 tahun, per 19 Desember 2024 meningkat ke 7,07% dari pekan sebelumnya di level 6,95%. Hal tersebut sejalan dengan tingginya yield UST tenor 10 tahun yang juga mengalami kenaikan dari 4,328% menjadi 4,562%. 

    Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Yusuf Rendy Manilet melihat memang akan ada potensi perebutan dana pada tahun depan yang cukup ketat. Terlebih dengan posisi risk off yang masih akan terjadi secara periodik, merespon perkembangan perekonomian AS.

    Sementara tingkat imbal hasil yang relatif tinggi akan memberikan tekanan pada belanja negara mengingat besarnya belanja bunga utang yang harus dikeluarkan oleh pemerintah setiap tahunnya sangat dipengaruhi oleh besarnya portofolio SBN.

    Untuk tahun depan saja, pemerintah perlu merogoh Rp552,9 triliun atau 15,27% dari pagu belanja 2025 yang senilai Rp3.621,3 triliun, untuk membayar bunga utang—belum termasuk pembayaran utang pokok sekitar Rp800 triliun. 

    Yusuf berpandangan implikasi imbal hasil ke depan terhadap belanja akan moderat karena tidak akan mempengaruhi belanja pemerintah secara langsung. Justru dinamika rupiah yang tengah melemah akan menjadi pengaruh utama belanja pemerintah.

    “Implikasi akan relatif moderat. Artinya pemerintah akan tetap mengeksekusi rancangan blanja sambil berkorrdinasi degan BI untuk melihat bagaimana dinamika perekonomian AS akan membrikan dampak terutama ke aliran dana dan juga dinamika nilai tukar rupiah,” ujarnya, Kamis (26/12/2024). 

    Sementara Ekonom Bahana Sekuritas Putera Satria Sambijantoro memandang pergerakan yield yang semakin tinggi memang tidak terhindarkan dalam situasi saat ini. 

    Meski demikian, perlu diwaspadai dalam tahun-tahun ke depan kala pemerintah harus membayar imbal hasil tersebut. 

    “Jadi secara buyer itu memang satu-satunya cara untuk menarik pembeli, terutama untuk surat utang adalah memberikan imbal hasil yang lebih tinggi,” tuturnya, Kamis (26/12/2024). 

    Mengambil contoh dalam penerbitan Sukuk Global tenor 10 tahun pada November lalu dengan yield 5,25%, pemerintah perlu memperhitungkan pelemahan rupiah. Misalnya dalam 10 tahun terakhir, rupiah terdepresiasi 6%—7%. 

    Artinya, imbal hasil yang pemerintah bayarkan bukan sesuai yield awal, melainkan ditambah dengan depresiasi rupiah karena diterbitkan dalam bentuk dolar AS, misalnya. 

    “Berarti ya efektif borrowing cost-nya bagi pemerintah itu bisa di atas 10%-11% jika memperhitungkan depresiasi dari nilai tukar,” lanjutnya. 

    Di sisi lain, Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) David Sumual melilhat hal tersebut memang akan menambah beban bunga utang, namun kenaikan yield diperlukan untuk menjaga minat investor terhadap SBN ketimbang UST. 

    “Sehingga belanja negara perlu lebih efisien dan memberi multiplier tinggi konsekuensi logisnya,” ujarnya. 

    Hinggu Desember 2024, pemerintah telah melakukan pembiayaan di awal atau prefunding APBN 2025 senilai Rp80,7 triliun. Lebih besar dari realisasi prefunding APBN 2024 yang senilai Rp39,1 triliun. 

    Terdiri dari Sukuk Global senilai US$2,75 miliar atau setara Rp43,56 triliun dan hasil lelang SBN selama Desember yang menghasilkan Rp37,1 triliun. 

    Dengan demikian, pemerintah perlu ‘bergulat’ untuk merealisasikan pembiayaan anggaran 2025 untuk menutupi defisit APBN milik Prabowo Subianto.