Produk: SBN

  • Dinamika Penguatan Dolar AS Bakal Bayangi Penerbitan SBN

    Dinamika Penguatan Dolar AS Bakal Bayangi Penerbitan SBN

    Jakarta, Beritasatu.com – Surat utang negara (SUN) atau surat berharga negara (SBN) menjadi salah satu instrumen pemerintah untuk meraup dana guna menambal anggaran.

    SBN Indonesia masih memiliki potensi positif seiring kondisi ekonomi nasional yang relatif terjaga. Namun, ekonom CORE Indonesia Yusuf Rendi Manilet mengingatkan adanya sejumlah tantangan yang masih membayangi pasar SBN, terutama dari sisi arus modal asing.

    Sepanjang tahun ini, investor asing tercatat melakukan aksi jual bersih sekitar Rp 4,5 triliun, yang turut memberikan tekanan terhadap nilai tukar rupiah serta memengaruhi persepsi risiko investor.

    Menurutnya, ketegangan geopolitik maupun volatilitas pasar keuangan internasional berpotensi mendorong yield kembali naik.

    “Oleh karena itu, investor akan terus mencermati dinamika nilai tukar, kebijakan fiskal pemerintah, serta arah inflasi, mengingat faktor-faktor tersebut berpengaruh langsung terhadap potensi capital gain maupun capital loss pada portofolio obligasi,” kata dia kepada Beritasatu.com.

    Terkait lelang SUN yang melibatkan tujuh seri, Yusuf menilai seri dengan tenor menengah hingga panjang, khususnya sekitar 10 tahun atau lebih, masih berpeluang menjadi incaran utama investor.

    “Seri-seri fixed rate (FR) yang likuid dan menawarkan yield menarik diperkirakan tetap diminati, terutama oleh investor institusional domestik maupun asing, sebagaimana tercermin dalam pelaksanaan lelang-lelang sebelumnya,” jelasnya.

  • Investor Cenderung Berhati-hati, Lelang SBN Bakal Moderat

    Investor Cenderung Berhati-hati, Lelang SBN Bakal Moderat

    Jakarta, Beritasatu.com – Prospek lelang surat berharga negara (SBN) menjelang akhir 2025 dinilai masih cukup positif, meski tingkat penyerapannya diperkirakan berada pada level moderat.

    Ekonom CORE Indonesia Yusuf Rendi Manilet menilai minat investor terhadap obligasi pemerintah tetap terjaga di tengah perbaikan sentimen global. Target indikatif lelang sebesar Rp 15 triliun dengan batas maksimal hingga 150% dinilai memberikan ruang yang cukup besar bagi pemerintah.

    Kendati demikian, respons pasar diperkirakan tetap selektif seiring investor yang masih mencermati berbagai risiko eksternal maupun domestik. “Investor cenderung berhati-hati, meskipun minat terhadap obligasi pemerintah secara umum masih terjaga,” ujar Yusuf kepada Beritasatu.com.

    Yusuf memandang prospek SBN menjelang akhir 2025 didukung oleh membaiknya sentimen global. Arah kebijakan moneter di negara-negara maju yang semakin longgar, termasuk ekspektasi penurunan suku bunga acuan oleh The Federal Reserve, menjadi faktor pendorong utama minat terhadap aset pendapatan tetap.

    Menurutnya, fundamental makroekonomi Indonesia relatif solid. Defisit fiskal masih berada dalam batas terkendali, inflasi stabil, dan prospek pertumbuhan ekonomi ke depan dinilai tetap kuat. Kondisi tersebut tercermin pada pergerakan imbal hasil surat utang negara (SUN), khususnya tenor 10 tahun.

    Ia memperkirakan yield SUN tenor 10 tahun berpotensi bergerak di kisaran 6,1% hingga 6,2% pada akhir 2025, turun tipis dari level saat ini sekitar 6,19%.

    Tren penurunan yield tersebut sejalan dengan ekspektasi pelonggaran suku bunga global serta kepercayaan pasar terhadap arah kebijakan fiskal domestik.

  • DJP Agresif Panggil WP Jumbo, Ingin Ijon Pajak?

    DJP Agresif Panggil WP Jumbo, Ingin Ijon Pajak?

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa tidak memiliki banyak opsi untuk memastikan defisit APBN akhir 2025 tak melampaui batas 3% terhadap PDB. Hal ini di tengah risiko shortfall penerimaan pajak yang diperkirakan semakin melebar. 

    Apabila mengacu pada data yang disampaikan pada konferensi pers APBN KiTa edisi November 2025, realisasi penerimaan pajak sampai dengan akhir Oktober 2025 yakni Rp1.459 triliun atau baru 70,2% terhadap outlook laporan semester I/2025 Rp2.076,9 triliun. 

    Sementara itu, dari informasi yang dihimpun Bisnis, Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Bimo Wijayanto disebut memberikan instruksi kepada jajaran kepala kantor wilayah (kanwil) di bawahnya untuk mengejar target penerimaan hingga Rp2.005 triliun. Hal itu di tengah kemampuan kanwil untuk berkomitmen mengumpulkan Rp1.947,2 triliun. 

    Artinya, otoritas pajak memiliki waktu hanya kurang dari sebulan untuk mengumpulkan selisih senilai Rp57,8 triliun. 

    Menurut Pengajar Ilmu Administrasi Fiskal Universitas Indonesia (UI) Prianto Budi Saptono, kemampuan otoritas pajak untuk mengumpulkan sisa target penerimaan sangat bergantung kepada kapasitas masing-masing kantor pelayanan pajak (KPP). Sebab, setiap KPP memiliki karakteristik yang berbeda-beda, tergantung dengan wajib pajak (WP) yang mereka layani. 

    “Jadi ada yang memang KPP punya wajib pajak lumayan bagus, karena industrinya lagi moncer. Akan tetapi di sisi lain, ada KPP yang memang wajib pajak dengan karakteristik yang lagi down,” jelasnya kepada Bisnis, Kamis (11/12/2025). 

    Prianto, yang juga berjibaku di Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), menceritakan bahwa sejumlah Kepala KPP beberapa kali pernah memanggil wajib pajak (WP) terutama pada kantor WP besar. Mereka rata-rata adalah BUMN yang ada di Jakarta. 

    Pemanggilan itu berdasarkan mutual relationship antara otoritas dan wajib pajak untuk memenuhi target penerimaan. WP besar bisa diberikan opsi untuk menyetorkan pajak mereka lebih dulu pada akhir tahun untuk kemudian dipindahbukukan dari tahun berikutnya. 

    “Itu praktik terjadi beberapa tahun lalu saya mendapatkannya dari wajib pajak yang cerita. Jadi dipanggil KPP kemudian ditanya mau menyumbang berapa, setor pajak tambahan berapa. Ada juga yang dipatok sekian, kalau begini otomatis akan berbeda-beda setiap KPP,” tuturnya. 

    Prianto mengatakan bahwa praktik ini mirip dengan ijon pajak. Praktik itu dilarang setidaknya saat Menkeu dijabat Sri Mulyani Indrawati, kendati tidak ada aturan sanksinya. 

    “Ada yang cerita, deposito di perusahaan cari dipindahkan ke setoran pajak nanti tahun berikutnya di awal-awal bisa di PBK [pindahbukukan] ke jenis pajak lainnya. Itu nanti mutual relationsip, bisa terjadi juga kembali ke kreativitas kepala kantor pelayanan pajak,” ucapnya. 

    Namun, apabila opsi dimaksud tidak berhasil, pemerintah setidaknya memiliki dua opsi untuk memastikan defisit APBN tidak semakin membengkak seiring pelebaran shortfall. Salah satu opsi yang sudah dikantongi pemerintah adalah penggunaan saldo anggaran lebih (SAL).

    Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Badan Anggaran (Banggar) DPR telah menyetujui rencana pemerintah untuk memanfaatkan Saldo Anggaran Lebih (SAL) senilai Rp85,6 triliun pada 2025. Wakil Ketua Banggar DPR Wihadi Wiyanto menyampaikan bahwa pemanfaatan SAL tersebut akan digunakan untuk mengurangi penerbitan Surat Berharga Negara (SBN), memenuhi kewajiban pemerintah, serta menutup belanja prioritas dan defisit anggaran. 

    “Silpa itu bisa digunakan, atau ternyata memang pajaknya terpenuhi keran utang dimungkinkan sesuai UU Perbendaharaan Negara. Ada cara lain, ya efisiensi lagi,” lanjut Prianto. 

    Ke depan, senjata pemerintah untuk mengumpulkan penerimaan pajak dengan target lebih tinggi yakni Rp2.357,7 triliun juga tidak banyak. Senjatanya masih sama dengan tahun-tahun sebelumnya yakni memaksimalkan upaya intensifikasi dan ekstensifikasi. 

    Apalagi, Menkeu Purbaya telah mengamanatkan kepada kementeriannya untuk tidak membuat pungutan pajak baru atau penaikan tarif. Hal itu kendati di tahun depan otoritas akan mulai memungut bea keluar untuk ekspor batu bara dan emas. 

    Dari sisi intensifikasi, Prianto menyebut otoritas bisa menggeser-geser WP dari pengurusannya di kantor pajak madya ke pratam apabila dinilai kurang potensial. Fiskus juga dinilai bisa menggunakan mekanisme SP2DK untuk pemeriksaan. 

    “Untuk ekstensifikasi, bisa menyisir wajib pajak yang belum masuk yaitu di underground economy, atau kebijakannya bisa diubah dengan sekarang membatasi wajib pajak badan yang masih menerapkan PPh final UMKM 0,5% dengan harapan mereka bayar lebih tinggi karena enggak bisa lagi [dapat insentif pajak 0,5%],” paparnya. 

    Di sisi lain, Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan pihaknya tetap akan mengoptimalkan setoran penerimaan negara sampai dengan akhir tahun, yang tersisa persis sekitar 20 hari lagi sebelum tutup buku. Dia mengeklaim defisit APBN masih akan tetap aman. 

    “Kami akan optimalkan, harusnya sampai akhir tahun yang jelas defisitnya masih aman, jadi enggak usah, kami akan usahakan aman,” ujarnya usai ditemui di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (11/12/2025). 

    Purbaya tidak memerinci lebih lanjut apa strateginya dalam mengincar setoran pajak ratusan triliun untuk menutupi kekurangan penerimaan. Dia hanya menyebut otoritas akan menggali seluruh potensi penerimaan yang ada. 

    “Semua potensi akan kami gali,” terang mantan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu. 

  • Investor Cenderung Berhati-hati, Lelang SBN Bakal Moderat

    Investor Kembali Masuk Agresif ke Pasar Obligasi Indonesia

    Jakarta, Beritasatu.com – Pasar Surat Berharga Negara (SBN) menjelang akhir 2025 menunjukkan penguatan signifikan seiring membaiknya sentimen global maupun domestik.

    Investor kembali agresif masuk ke pasar obligasi Indonesia, terutama SUN tenor menengah hingga panjang, didukung ekspektasi pemangkasan suku bunga The Federal Reserve pada pertemuan FOMC 17–18 Desember 2025.

    Ekonom Centre of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, menegaskan pasar obligasi Indonesia kini berada pada fase pemulihan kuat setelah tekanan eksternal sepanjang paruh pertama 2025 mereda.

    “Stabilnya yield UST 10 tahun di kisaran 4,1%–4,2%, melemahnya DXY, dan probabilitas pemangkasan suku bunga The Fed yang sudah mendekati 90% membuat aliran modal kembali deras ke emerging markets, termasuk Indonesia,” ujar Yusuf kepada Beritasatu.com.

    Menurut dia, kondisi tersebut mendorong yield SBN, khususnya SUN tenor 10 tahun, bergerak turun dengan ruang penurunan tambahan dalam 1–2 pekan ke depan. Dari level 6,19% per Kamis (5/12/2025), yield diperkirakan masih bisa menuju kisaran 6,00%–6,10%.

    Yusuf menjelaskan pasar telah price in pemangkasan 25 basis poin oleh The Fed serta ekspektasi forward guidance yang lebih dovish. Selain itu, faktor teknikal seperti window dressing perbankan dan institusi domestik turut memperkuat tren penurunan yield.

    Secara fundamental, Indonesia berada pada posisi solid. Inflasi terjaga di sekitar 2%, defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) tetap terkendali, dan nilai tukar rupiah stabil di level Rp 16.600 per dolar AS.

    Dengan spread terhadap UST yang masih sekitar 200 basis poin, SBN tetap menawarkan imbal hasil yang menarik bagi investor global.

    Meski prospek positif, pasar tetap mencermati sejumlah faktor utama. Data inflasi AS pada Selasa (10/12/2025) menjadi penentu kepastian pemangkasan suku bunga The Fed dan arah pasar obligasi global.

    Sementara itu, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada Rabu–Kamis (17–18/12/2025) diperkirakan mempertahankan BI Rate di level 5,75%. Namun, sinyal menuju potensi penurunan suku bunga pada kuartal I 2026 dinilai akan menjadi katalis positif bagi pasar SBN.

  • Modal Asing Masuk ke Indonesia Rp 14,08 Triliun pada Pekan Pertama Desember 2025

    Modal Asing Masuk ke Indonesia Rp 14,08 Triliun pada Pekan Pertama Desember 2025

    Liputan6.com, Jakarta – Bank Indonesia (BI) mencatat modal asing mengalir masuk pada pekan pertama Desember 2025. Sepanjang 2025, tercatat masih banyak modal asing yang keluar dari Indonesia.

    Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Ramdan Denny Prakoso menjelaskan, berdasarkan data transaksi 1 hingga 4 Desember 2025, nonresiden tercatat beli neto sebesar Rp 14,08 triliun.

    “Nonresiden tercatat beli neto sebesar Rp 14,08 triliun, terdiri dari beli neto sebesar Rp 2,11 triliun di pasar saham, Rp 1,06 triliun di pasar SBN, dan Rp 10,92 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI),” kata Ramdan, dikutip Minggu (7/12/2025).

    Ramdan menambahkan, selama tahun 2025, berdasarkan data setelmen sampai dengan 4 Desember 2025, nonresiden tercatat jual neto sebesar Rp 27,93 triliun di pasar saham, Rp 2,79 triliun di pasar SBN, dan Rp 122,14 triliun di SRBI

    “Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait serta mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk mendukung ketahanan eksternal ekonomi Indonesia,” jelas Ramdan.

    Adapun Premi CDS Indonesia 5 tahun per 4 Desember 2025 sebesar 71,18 bps, turun dibanding dengan 28 November 2025 sebesar 72,45 bps. Rupiah dibuka pada level (bid) Rp 16.640 per dolar AS. dan Yield SBN 10 tahun stabil di 6,18%.

    2 Sentimen Ini Bikin Asing Incar Pasar Modal Indonesia

    Sebelumnya, pasar modal Indonesia kembali menunjukkan sinyal kebangkitan yang kuat. Arus masuk dana asing senilai Rp 1,4 triliun turut memperkuat IHSG pada perdagangan Selasa, 21 Oktober 2025.

    Nilai transaksi harian mencapai Rp 21 triliun, mencerminkan meningkatnya minat beli dan optimisme investor terhadap prospek ekonomi nasional di tengah membaiknya sentimen global. 

    Penguatan ini juga menjadi lanjutan dari tren rebound sejak pertengahan Oktober 2025, yang menegaskan bahwa investor asing mulai kembali percaya pada pasar modal Indonesia.

  • BEI Catat Emisi Obligasi Rp 198 Triliun Sepanjang 2025

    BEI Catat Emisi Obligasi Rp 198 Triliun Sepanjang 2025

    Jakarta, Beritasatu.com – Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat total emisi obligasi dan sukuk yang tercatat sepanjang tahun 2025 adalah 166 emisi dari 76 emiten senilai Rp 198,05 triliun. Melalui pencatatan tersebut, total emisi obligasi dan sukuk yang tercatat di BEI berjumlah 654 emisi dengan nilai nominal outstanding Rp 536,22 triliun dan US$ 134 juta, diterbitkan oleh 136 emiten.

    “Surat Berharga Negara (SBN) tercatat di BEI berjumlah 191 seri dengan nilai Rp 6.423,84 triliun dan US$ 352,1 juta. EBA sebanyak tujuh emisi senilai Rp 2,13 triliun,” kata  Sekretaris Perusahaan BEI Kautsar Primadi Nurahmad dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (6/12/2025).

    Menutup pekan ini tepatnya pada Jumat (5/12/2025), terdapat pencatatan Obligasi Berkelanjutan VII Tower Bersama Infrastructure Tahap II Tahun 2025 dan Sukuk Ijarah Berkelanjutan I Tower Bersama Infrastructure Tahap II Tahun 2025 di BEI.

    Obligasi dan sukuk yang diterbitkan oleh PT Tower Bersama Infrastructure Tbk tersebut tercatat dengan nominal sebesar Rp 1,6 triliun dan Rp 600 juta. Hasil pemeringkatan PT Fitch Ratings Indonesia untuk obligasi dan sukuk tersebut adalah AA+ (Double A Plus) dengan Wali Amanat PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk.

    Transaksi saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) mengalami penurunan pada periode 1—5 Desember 2025. Rrata-rata volume transaksi harian bursa pada pekan ini mengalami penurunan sebesar 8,12% menjadi 46,39 miliar lembar saham, dari 50,49 miliar lembar saham pada pekan sebelumnya.

    Rata-rata nilai transaksi harian BEI turut mengalami perubahan, yaitu sebesar 29,61% menjadi Rp 21,34 triliun, dari Rp 30,31 triliun pada pekan sebelumnya. Sementara investor asing hari ini mencatatkan nilai beli bersih Rp 381,18 miliar pada Jumat (5/12/2025) dan sepanjang tahun 2025 ini investor asing mencatatkan nilai jual bersih sebesar Rp 27,09 triliun.
     

  • Modal Asing Masuk Rp 14,08 Triliun ke RI pada Awal Desember 2025

    Modal Asing Masuk Rp 14,08 Triliun ke RI pada Awal Desember 2025

    Jakarta, Beritasatu.com – Bank Indonesia (BI) melaporkan bahwa aliran modal asing yang masuk secara bersih ke pasar keuangan Indonesia mencapai Rp 14,08 triliun pada pekan pertama Desember 2025, tepatnya dalam periode transaksi 1-4 Desember.

    Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso mengatakan, dana tersebut berasal dari tiga instrumen utama, yaitu pasar saham sebesar Rp 2,11 triliun, Surat Berharga Negara (SBN) senilai Rp 1,06 triliun, serta Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) yang mencatat arus masuk paling besar mencapai Rp 10,92 triliun.

    Sementara itu, sejak awal tahun hingga 4 Desember 2025, tercatat arus modal asing keluar bersih di pasar saham mencapai Rp 27,93 triliun. Pada instrumen SBN, dana keluar bersih sebesar Rp 2,79 triliun, sedangkan pada SRBI mencatat arus keluar yang jauh lebih besar, yakni Rp 122,14 triliun.

    BI juga mencatat penurunan premi risiko investasi Indonesia, yang tercermin dari credit default swaps (CDS) tenor 5 tahun yang turun dari 72,45 basis poin pada 28 November menjadi 71,18 basis poin pada 4 Desember 2025.

    Nilai tukar rupiah pada Jumat (5/12/2025) dibuka stabil di posisi Rp 16.640 per dolar AS, tidak jauh berbeda dari penutupan perdagangan sehari sebelumnya. Pada sisi lain, indeks dolar AS (DXY) melemah ke 98,99 pada akhir perdagangan Kamis (4/12/2025).

    DXY mengukur pergerakan dolar AS terhadap enam mata uang utama, yakni euro, yen, poundsterling, dolar Kanada, krona Swedia, dan franc Swiss.

    Untuk instrumen obligasi, imbal hasil SBN tenor 10 tahun berada di level 6,18% pada Jumat (5/12/2025), tidak berubah dibandingkan sehari sebelumnya. Yield US Treasury Note tenor 10 tahun justru meningkat menjadi 4,098% pada penutupan Kamis (4/12/2025).

    Bank Indonesia menegaskan akan terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait, serta mengoptimalkan bauran kebijakan guna mendukung ketahanan eksternal perekonomian Indonesia.

  • BI: Modal asing masuk bersih capai Rp14,08 T di pekan pertama Desember

    BI: Modal asing masuk bersih capai Rp14,08 T di pekan pertama Desember

    Jakarta (ANTARA) – Bank Indonesia (BI) mencatat aliran modal asing masuk bersih ke pasar keuangan Indonesia mencapai Rp14,08 triliun pada pekan pertama bulan ini yakni periode transaksi 1-4 Desember 2025.

    Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso dalam keterangan di Jakarta, Jumat, merinci jumlah tersebut terdiri dari modal asing masuk bersih di pasar saham, Surat Berharga Negara (SBN), dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) masing-masing sebesar Rp2,11 triliun, Rp1,06 triliun, dan Rp10,92 triliun.

    Adapun sejak awal tahun ini hingga 4 Desember 2025, modal asing keluar bersih di pasar saham, SBN, dan SRBI masing-masing sebesar Rp27,93 triliun, Rp2,79 triliun, dan Rp122,14 triliun.

    Premi risiko investasi (credit default swaps/CDS) Indonesia 5 tahun tercatat turun dari 72,45 basis poin (bps) per 28 November 2025 menjadi 71,18 bps per 4 Desember 2025.

    Nilai tukar rupiah dibuka stabil di level Rp16.640 per dolar Amerika Serikat (AS) pada Jumat (5/12), dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan Kamis (4/12).

    Adapun indeks dolar AS (DXY) tercatat melemah ke level 98,99 pada akhir perdagangan Kamis (4/12).

    DXY merupakan indeks yang menunjukkan pergerakan dolar AS terhadap enam mata uang negara utama lainnya yakni euro, yen Jepang, pound Inggris, dolar Kanada, krona Swedia, dan franc Swiss.

    Imbal hasil atau yield SBN 10 tahun stabil di level 6,18 persen pada Jumat (5/12) dibandingkan Kamis (4/12).

    Sementara imbal hasil US Treasury Note 10 tahun naik ke level 4,098 persen pada akhir perdagangan Kamis (4/12).

    BI pun terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait serta mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk mendukung ketahanan eksternal ekonomi Indonesia.

    Pewarta: Rizka Khaerunnisa
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • BSI proyeksikan ekonomi Indonesia tumbuh 5,28 persen pada 2026

    BSI proyeksikan ekonomi Indonesia tumbuh 5,28 persen pada 2026

    Jakarta (ANTARA) – PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) memproyeksikan perekonomian Indonesia tahun 2026 tetap tangguh dengan pertumbuhan sekitar 5,28 persen, naik dari 5,04 persen pada 2025.

    Pertumbuhan itu, menurut Chief Economist BSI Banjaran Surya, dalam Sharia Economic Outlook 2026 di Jakarta, Kamis, ditopang oleh konsumsi rumah tangga yang tetap menjadi kontributor utama Produk Domestik Bruto (PDB), penguatan investasi terutama Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), serta belanja fiskal masih ekspansif namun lebih prudent.

    “Banyak sekali hal-hal yang di luar ekspektasi dan menjadi batu ganjalan untuk pertumbuhan yang lebih tinggi. Lebih banyak faktor global yang berkaitan dengan perdagangan di real sector, tapi kami melihat ada juga faktor global yang berkaitan dengan pasar uang yang menjadi ombak yang cukup menantang menghadapi 2025 maupun ke depannya di 2026,” katanya.

    Analisis outlook 2026 dibangun di atas delapan pilar utama, yakni normalisasi perdagangan global, realokasi aset ke emerging markets, daya tarik rupiah menguat, program prioritas pemerintah, “Efek Purbaya” pada kebijakan ekonomi, daya tahan konsumsi, agenda hilirisasi, serta proyeksi indikator ekonomi utama.

    Beberapa faktor tersebut dinilai menunjukkan perekonomian Indonesia bakal relatif kuat menghadapi tahun 2026 kendati lanskap global dipenuhi ketidakpastian.

    Pada tahun 2026, menurut dia, terdapat lima dinamika global utama yang diproyeksikan memengaruhi kinerja perekonomian Indonesia melalui sektor rill maupun finansial.

    Kelima faktor tersebut ialah risiko utang negara (sovereign debt risk), potensi asset bubble akibat valuasi pasar terlalu tinggi, perang dagang terus membayangi, pertumbuhan terfragmentasi, serta perubahan lanskap perdagangan akibat AI-driven productivity.

    Sejumlah faktor itu diprediksi menjadi sumber tekanan maupun dukungan utama bagi empat komponen kunci perekonomian, yaitu konsumsi, investasi, belanja pemerintah, serta aktivitas perdagangan, katanya, menerangkan.

    Menurut dia, inflasi 2026 akan berada di kisaran 2,94 persen dengan risiko utama berasal dari volatile food akibat kondisi iklim. Lalu, BI-Rate diprediksi menurun bertahan ke 4,25 persen di akhir tahun depan, seiring pelonggaran global dan inflasi yang terjaga.

    Lebih lanjut, tim ekonom BSI menilai stabilitas rupiah akan ditopang tiga faktor, yaitu potensi rebound aliran modal asing, pengelolaan devisa melalui cadangan yang berada di kisaran 150 miliar dolar AS, serta optimalisasi instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dan pasar obligasi domestik.

    Yield Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun diproyeksikan rata-rata sekitar 6,49 persen pada 2026, tetap menarik bagi investor dengan risiko yang terukur.

    Tahun 2026 disebut juga akan ditandai perluasan implementasi berbagai program pemerintah. Mulai dari ekosistem makan bergizi gratis, penguatan kesehatan dan pendidikan, dukungan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), hingga program pangan serta energi, yang diduga mendorong permintaan domestik maupun investasi di banyak sektor terkait, dari pertanian hingga logistik pangan.

    Mengenai “efek Purbaya”, kata Banjaran, mencerminkan kombinasi kebijakan yang lebih ekspansif, tetapi tetap berhati-hati di sisi fiskal dan keuangan.

    Penempatan Saldo Anggaran Lebih (SAL) sebesar Rp276 triliun di perbankan, termasuk BSI, diharapkan memperkuat likuiditas, menurunkan cost of fund, dan mendorong pertumbuhan pembiayaan kembali ke kisaran dua digit. Dengan begitu, diharapkan dapat mendorong kembali kegiatan ekonomi, khususnya melalui keterlibatan aktif dan kontribusi sektor swasta, sehingga terjadi penciptaan lapangan kerja dan pemulihan kelas menengah.

    Di sisi produksi, Banjaran menekankan bahwa hilirisasi tetap menjadi salah satu mesin utama pertumbuhan jangka menengah.

    Proyeksi sektoral BSI menunjukkan percepatan di industri pengolahan, perdagangan, akomodasi serta makan dan minum, transportasi, serta jasa informasi dan komunikasi, yang seluruhnya tumbuh di atas rata-rata PDB pada 2026.

    Tim ekonom BSI mencatat bahwa realisasi investasi triwulan III-2025 telah mencapai Rp491,4 triliun, tumbuh 13,9 persen year-on-year (yoy), dengan PMDN Rp279,4 triliun dan Penanaman Modal Asing (PMA) Rp212 triliun.

    Ke depan, hilirisasi dan pergeseran prioritas kebijakan diperkirakan membuat PMDN sebagai motor utama investasi, sementara PMA akan lebih selektif dan berfokus pada sektor bernilai tambah tinggi dan berorientasi ekspor.

    Di tengah tantangan risiko global, kedalaman pasar keuangan yang masih terbatas, dan kebutuhan menciptakan banyak pekerjaan berkualitas, Indonesia dinilai mampu melompat ke pertumbuhan lebih inklusif dan berkelanjutan dengan penerapan kebijakan yang tepat.

    Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
    Editor: Virna P Setyorini
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Pengusaha Sambut Arah Kebijakan Moneter BI 2026: Pro Stabilitas dan Pertumbuhan

    Pengusaha Sambut Arah Kebijakan Moneter BI 2026: Pro Stabilitas dan Pertumbuhan

    Bisnis.com, JAKARTA — Kalangan pengusaha menyambut baik arah kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) 2026. Kerangka kebijakan yang pro stabilitas dan pro pertumbuhan ini dipandang akan menjadi peta jalan yang menjanjikan kepastian investasi dan keberlanjutan ekspansi bisnis di tengah tantangan global.

    Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sarman Simanjorang menjelaskan Arah kebijakan moneter tersebut bakal mendorong pertumbuhan ekonomi nasional hingga menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif.

    “Kami menyambut baik dan mengapresiasi tinggi arah kebijakan moneter yang telah ditetapkan Bank Indonesia untuk tahun 2026,” ujar Sarman Simanjorang saat dihubungi Bisnis pada Jumat (28/11/2025).

    Menurut Sarman, tantangan ekonomi global yang masih dibayangi ketidakpastian memang menuntut kebijakan moneter yang fleksibel, tetapi tetap fokus. 

    Terlebih, tambah Sarman, elemen stabilitas menjadi fondasi utama yang membuat pengusaha optimistis. Pengendalian inflasi yang terukur dan stabilisasi nilai tukar rupiah dinilai esensial dalam menjaga daya saing produk domestik.

    Lebih lanjut, Sarman berharap implementasi kebijakan tersebut ke depannya tidak hanya berfokus pada instrumen suku bunga, tetapi juga pada optimalisasi instrumen makroprudensial untuk memastikan likuiditas yang cukup di perbankan.

    “Kami berharap kebijakan moneter BI juga mampu mendorong perbankan untuk lebih aktif menyalurkan kredit produktif. Sinyal pro pertumbuhan yang diberikan BI harus diterjemahkan menjadi ekspansi kredit yang terjangkau bagi sektor riil, khususnya UMKM dan industri padat karya,” imbuhnya.

    Senada, Sekretaris Jenderal BPP Hipmi, Anggawira, menyatakan bahwa kerangka kebijakan yang disampaikan Gubernur BI dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) merupakan strategi yang tepat di tengah dinamika global yang masih dipenuhi ketidakpastian.

    Rencana BI untuk mencermati ruang penurunan BI-Rate dan mendorong ekspansi likuiditas yang lebih pro market merupakan inisiatif yang dinantikan oleh para pelaku usaha.

    “Rencana BI Rate yang berpotensi turun dan dorongan likuiditas yang akomodatif menjadi angin segar bagi sektor riil. Bagi pelaku usaha, khususnya pengusaha muda, ini diharapkan dapat menurunkan biaya dana (cost of fund), memperbaiki arus kas, serta memperluas akses pembiayaan produktif,” ujar Anggawira.

    Angga memberikan catatan soal penyaluran pembiayaan produktif yang perlu diarahkan pada sektor-sektor yang memiliki multiplier effect tinggi, seperti sektor padat karya, manufaktur, dan UMKM. 

    “Pelonggaran likuiditas perlu benar-benar mendorong kredit produktif, tidak boleh sekadar berputar di sektor keuangan. Efektivitas transmisi ini adalah kunci agar stimulus moneter sampai ke lapangan,” tambahnya.

    Sejalan dengan kebijakan moneter yang lebih suportif, Hipmi memproyeksikan iklim investasi pada 2026 memiliki peluang membaik. Suku bunga yang lebih kompetitif diyakini akan meningkatkan minat ekspansi dunia usaha dan menarik investasi baru di berbagai sektor, mulai dari hilirisasi sumber daya alam, energi, hingga ekonomi digital.

    Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyatakan arah kebijakan moneter 2026 akan tetap pro terhadap keseimbangan antara stabilitas dan pertumbuhan. Hal itu disampaikan oleh Perry pada Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) 2025, Jakarta, Jumat (28/11/2025). 

    “Pada tahun 2026 dengan masih tingginya ketidakpastian global, kebijakan moneter tetap pada keseimbangan antara stabilitas dan pertumbuhan, pro stability and growth,” terangnya pada seluruh peserta acara.

    Perry menjelaskan, empat bauran kebijakan BI lainnya tahun depan akan diarahkan untuk pro pertumbuhan alias pro growth. Pada materi yang disampaikan, pertumbuhan ekonomi diperkirakan mencapai kisaran 4,9% sampai dengan 5,7% pada 2026 dan 5,1% sampai dengan 5,9% pada 2027.

    Untuk mendukung arah kebijakan moneter mendatang, Perry menyebut sejumlah langkah yang akan diambil. Di antaranya adalah pengendalian inflasi, mencermati penurunan suku bunga acuan, stabilisasi nilai tukar rupiah dari gejolak global melalui intervensi NDF di pasar luar negeri, hingga intervensi spot di NDF dan pembelian SBN di pasar sekunder dalam negeri.