Produk: SBN

  • Peringati Hari Pelanggan Nasional, Direksi BRI Sapa Langsung Nasabah di Beberapa Daerah

    Peringati Hari Pelanggan Nasional, Direksi BRI Sapa Langsung Nasabah di Beberapa Daerah

    Momentum Hari Pelanggan Nasional menjadi pengingat bagi BRI untuk terus menempatkan nasabah sebagai pusat dari setiap inovasi. Salah satu bukti nyata keberhasilan inovasi BRI yakni keberadaan super apps BRImo yang saat ini menjadi kanal utama layanan keuangan digital BRI yang menyediakan fitur lengkap dan terintegrasi. Hal tersebut tercermin dari capaian BRImo hingga akhir Juni 2025 yang mencatat pertumbuhan impresif dengan jumlah pengguna meningkat 21,2% secara tahunan (yoy) menjadi 42,7 juta user serta volume transaksi tumbuh 25,5% yoy mencapai Rp3.231,7 triliun.

    BRImo merupakan super app yang mampu menjawab berbagai kebutuhan transaksi harian nasabah seperti pembayaran QRIS, transfer antarbank, serta pembelian produk investasi seperti Surat Berharga Negara (SBN) dan reksa dana. Kini, BRImo tidak hanya hadir sebagai super apps, tetapi juga sebagai lifestyle platform yang relevan dengan kebutuhan masyarakat.

    Selain itu, QLola by BRI merupakan bagian dari transformasi strategis BRI menuju model universal banking dalam mendukung kebutuhan bisnis yang semakin kompleks. Nasabah diberikan kemudahan untuk memantau dan mengunduh laporan keuangan secara langsung melalui fitur real-time report dan account statement yang dapat diakses kapan saja. BRI akan terus mengembangkan dan memperluas jangkauan QLola, sehingga mampu memberikan solusi end-to-end yang menjawab kebutuhan korporasi secara menyeluruh.

    Hingga Juni 2025, QLola by BRI sendiri telah membukukan volume transaksi Rp5.970 triliun, tumbuh 36,8% yoy. Pertumbuhan ini terjadi pada segmen wholesale maupun non-wholesale, dengan lebih dari 75.000 klien baru, sehingga total pengguna QLola by BRI mencapai 258 ribu atau meningkat 41,09% yoy.

  • Bank Indonesia Borong SBN Rp 200 Triliun di Pasar Sekunder, Ini Tujuannya – Page 3

    Bank Indonesia Borong SBN Rp 200 Triliun di Pasar Sekunder, Ini Tujuannya – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Bank Indonesia (BI) kembali menunjukkan komitmen mendukung stabilitas ekonomi nasional. Hingga akhir Agustus 2025, BI telah melakukan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) senilai Rp 200 triliun.

    Langkah ini merupakan bagian dari upaya sinergi kebijakan fiskal dan moneter yang bertujuan untuk memperkuat program prioritas pemerintah. Pembelian SBN ini dilakukan melalui pasar sekunder, termasuk di dalamnya program debt switching dengan pemerintah senilai Rp 150 triliun.

    “Bank Indonesia juga telah membeli SBN yang hingga akhir Agustus 2025 mencapai Rp 200 triliun, termasuk pembelian di pasar sekunder dan program debt switching dengan Pemerintah sebesar Rp 150 triliun,” ujar Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Ramdan Denny Prakoso seperti dikutip dari keterangan resmi, Kamis (4/9/2025).

    Adapun BI menerapkan kebijakan moneter yang mendorong pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga stabilitas perekonomuan.

    Kebijakan moneter itu mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi global yang belum kuat dan pertumbuhan ekonomi domestik yang masih di bawah kapasitasnya.

    Di sisi lain, inflasi tetap terkendali sesuai dengan target 2,5%, plus minus 1% serta nilai tukar yang diperkirakan tetap stabil dan sesuai dengan fundamental mendukung pencapaian sasaran inflasi.

    Ia mengatakan, sejalan dengan arah kebijakan moneter itu, BI telah menurunkan BI Rate sebesar 125 basis poin (bps) sejak September 2024 yang merupakan level terendah sejak 2022.

    Ramdan menambahkan, kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah juga terus diperkuat dengan intervensi di pasar off-shore melalui NDF dan intervensi di pasar domestik melalui pasar spot, DNDF serta pembelian SBN di pasar sekunder.

  • Sri Mulyani Rombak Total Struktur dan Tugas Sekretariat KSSK, Peran Kian Kuat!

    Sri Mulyani Rombak Total Struktur dan Tugas Sekretariat KSSK, Peran Kian Kuat!

    Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati merombak struktur Sekretariat Komite Stabilitas Sistem Keuangan atau KSSK. Selain itu, Sri Mulyani juga menambah cakupan tugas dan fungsi Sekretariat KSSK.

    Perombakan dan penambahan fungsi itu diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.64/2025 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat KSSK.

    Salah satu poin dalam beleid baru tersebut adalah posisi Sekretariat KSSK yang sudah tidak lagi berada di Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan melainkan di bawah Direktur Jenderal Stabilitas dan Pengembangan Sektor Keuangan yang saat ini dijabat oleh Masyita Cristalin.

    Sri Mulyani melalui beleid baru itu juga mereorganisasi Sekretariat KSSK. Sebelumnya, susunan organisasi sekretariat tersebut terdiri dari Direktur Asesmen dan Kebijakan Stabilitas Sistem Keuangan; Direktur Manajemen Risiko dan Hukum; Divisi Manajemen Kantor; Kelompok Jabatan Fungsional.

    Sementara itu, dalam beleid baru, susunan organisasi Sekretariat KSSK terdiri dari 4 direktorat dan 1 divisi. Pertama, Direktorat Asesmen Perbankan dan Makroekonomi yang memiliki tugas untuk menyiapkan dan mengkoordinasi pelaksanaan analisis, riset, dan/atau asesmen sektor perbankan dan makroekonomi.

    Dalam melakukan tugas tersebut, direktorat ini dibantu oleh Divisi Asesmen Perbankan dan Makroekonomi I; dan b. Divisi Asesmen Perbankan dan Makroekonomi II. Kedua divisi ini mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan analisis, riset, dan/atau asesmen kondisi sektor perbankan dan makroekonomi, penyusunan rekomendasi kebijakan, pencegahan krisis sistem keuangan.

    Selanjutnya pelaksanaan uji ketahanan (stress testing), penetapan status kondisi stabilitas sistem keuangan, penyiapan koordinasi penyusunan kerangka kerja, kriteria, dan indikator penilaian kondisi stabilitas sistem keuangan, dan pelaksanaan kajian stabilitas sistem keuangan terkait sektor perbankan, dan pengelolaan data dan informasi stabilitas sistem keuangan.

    Kedua, Direktorat Asesmen Industri Jasa Keuangan Nonbank yang bertugas melaksanakan penyiapan dan koordinasi pelaksanaan analisis, riset, dan atau asesmen sektor industri jasa keuangan nonbank. Direktorat ini juga dibantu oleh dua divisi yakni Divisi Asesmen Industri Jasa Keuangan Nonbank I dan Divisi Asesmen Industri Jasa Keuangan Nonbank II.

    Ketiga, Direktorat Asesmen Pasar Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Lembaga Keuangan Lainnya yang memiliki tugas untuk melaksanakan penyiapan dan koordinasi pelaksanaan analisis, riset, dan/atau asesmen sektor pasar keuangan, sistem pembayaran, dan lembaga keuangan lainnya. Ada dua divisi di direktorat ini yakni Divisi Asesmen Pasar Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Lembaga Keuangan Lainnya I dan Divisi Asesmen Pasar Keuangan, Sistem Pembayaran, dan Lembaga Keuangan Lainnya II.

    Keempat, Direktorat Manajemen Risiko dan Hukum yang mempunyai tugas melaksanakan penyiapan dan koordinasi penyusunan rekomendasi kebijakan stabilitas sistem keuangan, penyiapan rumusan keputusan KSSK, simulasi krisis, tata kelola KSSK dan Sekretariat KSSK, komunikasi publik, dan pengelolaan hubungan antarlembaga.

    Selain merombak organisasi Sekretariat KSSK, Sri Mulyani juga menambah tugasnya dari yang semula 14 menjadi 19. Hampir semua poin tugas Sekretariat KSSK berbeda dengan ketentuan sebelumnya, salah satunya adalah poin mengenai koordinasi penyiapan keputusan KSSK mengenai pelaksanaan kewenangan Bank Indonesia untuk membeli surat berharga negara berjangka panjang di pasar perdana. 

    Berikut daftarnya:

    Koordinasi penyusunan kerangka kerja, kriteria, dan indikator penilaian kondisi stabilitas sistem keuangan
    Penyiapan bahan penilaian terhadap kondisi dan rekomendasi status stabilitas sistem keuangan berdasarkan masukan dari setiap anggota KSSK, beserta data dan informasi pendukung
    Penyiapan usulan langkah koordinasi untuk mencegah krisis sistem keuangan dengan mempertimbangkan rekomendasi dan/atau kesepakatan dari anggota KSSK
    Penyiapan rekomendasi KSSK kepada Presiden mengenai perubahan status stabilitas sistem keuangan dari kondisi normal menjadi kondisi krisis sistem keuangan atau dari kondisi krisis sistem keuangan menjadi kondisi normal
    Koordinasi penyiapan rekomendasi KSSK kepada Presiden mengenai langkah penanganan krisis sistem keuangan
    Penyiapan koordinasi usulan langkah yang harus dilakukan oleh anggota KSSK untuk mendukung pelaksanaan penanganan permasalahan bank sistemik oleh Lembaga Penjamin Simpanan, termasuk pembelian oleh Bank Indonesia atas surat berharga negara yang dimiliki Lembaga Penjamin Simpanan untuk penanganan
    bank sistemik
    Koordinasi penyiapan rekomendasi KSSK kepada Presiden mengenai penyelenggaraan dan pengakhiran program restrukturisasi perbankan
    Koordinasi pelaksanaan uji ketahanan (stress testing)
    Kondisi stabilitas sistem keuangan dan simulasi krisis sistem keuangan
    Pelaksanaan analisis, riset, dan/atau asesmen stabilitas sistem keuangan
    Pengelolaan data dan informasi terkait stabilitas sistem keuangan
    Penyusunan tata kelola KSSK dan Sekretariat KSSK
    Penyiapan bahan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan keputusan KSSK
    Pengelolaan komunikasi publik dan hubungan antarlembaga terkait stabilitas sistem keuangan
    Koordinasi penyiapan keputusan KSSK mengenai pelaksanaan kewenangan Bank Indonesia untuk membeli surat berharga negara berjangka panjang di pasar
    perdana
    Koordinasi penyiapan masukan bagi anggota KSSK mengenai materi peraturan perundang-undangan di bidang jasa keuangan yang terkait dengan stabilitas
    sistem keuangan
    Koordinasi penyiapan pelaporan kepada KSSK mengenai hasil koordinasi kebijakan makroprudensial, mikroprudensial, dan penanganan permasalahan bank yang dilakukan melalui forum koordinasi
    Koordinasi dan sinkronisasi penyusunan peraturan perundang-undangan
    Pelaksanaan administrasi KSSK dan Sekretariat KSSK
    Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan KSSK.

  • Biayai Program Prioritas Pakai Burden Sharing, BI Pastikan Bakal Hati-hati

    Biayai Program Prioritas Pakai Burden Sharing, BI Pastikan Bakal Hati-hati

    Jakarta

    Bank Indonesia (BI) memberikan penjelasan tentang keputusan untuk melakukan berbagi beban alias burden sharing untuk mendanai program prioritas Presiden Prabowo Subianto. Adapun dukungan itu diberikan melalui pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder dengan realisasi mencapai Rp 200 triliun.

    Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Ramdan Denny Prakoso mengatakan, kebijakan ini menjadi bagian dari upaya mengurangi beban biaya terkait program ekonomi kerakyatan dalam Asta Cita dan menjaga stabilitas perekonomian melalui sinergi kebijakan fiskal dan moneter.

    “Dukungan Bank Indonesia ditempuh tetap sesuai dengan kaidah kebijakan moneter yang berhati-hati (prudent monetary policy),” kata Denny, dalam keterangan tertulis, Kamis (4/9/2025).

    Denny menekankan, sinergi kebijakan fiskal dan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi tetap mengacu pada prinsip-prinsip kebijakan fiskal dan moneter yang prudent, serta tetap menjaga disiplin dan integritas pasar (market discipline and integrity).

    Terkait burden sharing ini, pembagian beban bunga dilakukan dengan membagi rata biaya bunga atas penerbitan SBN untuk program Pemerintah terkait Perumahan Rakyat dan KDMP setelah dikurangi penerimaan atas penempatan dana Pemerintah untuk kedua program tersebut di perbankan domestik.

    Dalam pelaksanaannya, pembagian beban dilakukan dalam bentuk pemberian tambahan bunga terhadap rekening Pemerintah yang ada di Bank Indonesia sejalan dengan peran Bank Indonesia sebagai pemegang kas Pemerintah sebagaimana Pasal 52 Undang Undang Bank Indonesia No. 23 Tahun 1999 sebagaimana terakhir diubah dengan UU No. 4 Tahun 2023 tentang P2SK juncto Pasal 22, serta selaras dengan Pasal 23 UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

    Selain itu, besaran tambahan beban bunga oleh Bank Indonesia kepada Pemerintah tetap konsisten dengan program moneter untuk menjaga stabilitas perekonomian dan bersinergi untuk memberikan ruang fiskal dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan meringankan beban rakyat.

    “Pembelian SBN di pasar sekunder dilakukan secara terukur, transparan, dan konsisten dengan upaya menjaga stabilitas perekonomian sehingga terus menjaga kredibilitas kebijakan moneter,” ujar Denny.

    Sebagai informasi, rencana penerapan burden sharing mulanya diumumkan oleh Gubernur BI Perry Warjiyo. Ia menjelaskan, dana hasil pembelian SBN tersebut sebagian digunakan pemerintah untuk membiayai program Perumahan Rakyat serta Koperasi Desa/Kelurahan (Kopdes/Kel) Merah Putih.

    “Sinergitas BI dalam Asta Cita berkaitan dengan burden sharing. Kami tetap mendasarkan kebijakan moneter dan fiskal yang prudent. Sampai kemarin, kami sudah membeli SBN Rp 200 triliun,” kata Perry dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPD RI secara virtual, Selasa (2/9/2025).

    Perry mengungkapkan, skema burden sharing ini juga berlaku untuk bunga. BI dan Kementerian Keuangan sepakat menanggung beban bunga secara bersama.

    “Kami juga sepakat pembagian beban burden sharing untuk bunganya. Misalnya untuk pendanaan Perumahan Rakyat itu bebannya Bu Menteri Keuangan dan kami BI sama-sama 2,9%. Untuk Kopdes Merah Putih 2,15%,” jelas Perry.

    (kil/kil)

  • Jor-joran Cetak Uang lewat Burden Sharing

    Jor-joran Cetak Uang lewat Burden Sharing

    Bisnis.com, JAKARTA — Bank Indonesia (BI) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melakukan burden sharing melalui pembelian surat berharga negara (SBN) oleh BI.

    Burden sharing sendiri merupakan mekanisme pembagian beban untuk pembiayaan program-program prioritas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

    Hingga awal September 2025, Gubernur BI Perry Warjiyo melaporkan bahwa bank sentral telah membeli SBN senilai Rp200 triliun di pasar sekunder.

    Padahal, rencana awal pembelian SBN oleh BI sepanjang tahun ini hanya sebesar Rp150 triliun—baik di pasar sekunder maupun primer. Artinya, pembelian SBN oleh BI yang sudah mencapai Rp200 triliun sudah melebihi rencana awal.

    Pada rapat dengan DPD RI, Selasa (2/9/2025), Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan bahwa burden sharing kini dilakukan sebagai sinergi antara bank sentral dan pemerintah dalam mendukung visi-misi Presiden Prabowo Subianto, yakni Asta Cita. 

    Perry memastikan burden sharing dilakukan dengan prudent. Dia memastikan langkah penambahan likuiditas dengan pembelian SBN dilakukan dengan kaidah kebijakan moneter. Teranyar, dia melaporkan bank sentral telah membeli SBN pemerintah sekitar Rp200 triliun. 

    “Kami update dan [sampai] kemarin kami telah membeli SBN sebesar Rp200 triliun, data terbaru kemarin termasuk untuk debt switching,” ujarnya secara virtual, dikutip Rabu (3/9/2025). 

    Sebagian dana yang dihimpun dari pembelian SBN, terang Perry, adalah untuk pendanaan program-program ekonomi kerakyatan dalam Asta Cita seperti perumahan rakyat hingga Koperasi Desa Merah Putih.

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku bahwa beban fiskal semakin berkurang usai BI sepakat melakukan burden sharing tersebut.

    “Kayak Koperasi Merah Putih, itu bisa dananya menjadi murah kepada koperasi. Ini karena kami dengan BI melakukan semacam burden sharing,” ungkap Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komite IV DPD secara daring, Selasa (2/9/2025).

    Bendahara negara itu menampik burden sharing membuat independensi bank sentral menjadi terkikis. Menurutnya, burden sharing sejalan dengan salah satu peran BI untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.

    “Hal-hal seperti itu agar BI juga memiliki peranan yang tidak hanya stabilitas tapi growth [pertumbuhan], tetapi tetap proporsional, tetap Bank Indonesia memiliki independensi. Jadi, ini penting untuk beberapa program sosial, program perumahan,” jelas Sri Mulyani.

    Komitmen BI untuk mendukung pertumbuhan ekonomi memang semakin jelas terlihat sejak dimulainya pemerintahan Prabowo. Sejak Oktober 2024 atau pelantikan Prabowo, BI telah memangkas suku bunga hingga 100 basis poin (bps).

    Tak heran, Prabowo memang memiliki ambisi pertumbuhan ekonomi hingga 8% pada 2029. Untuk mencapai target itu, pertumbuhan ekonomi harus digenjot mulai tahun ini.

    Masalahnya, kondisi fiskal negara sempit: penerimaan negara tidak bisa biayai besarnya belanja pemerintah yang dibutuhkan untuk stimulus pertumbuhan ekonomi.

    Kemenkeu sebenarnya bisa menerbitkan surat utang demi biayai berbagai program dan kebijakan pemerintah. Hanya saja, ada masalah lain: UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara membatasi defisit APBN maksimal sebesar 3% terhadap produk domestik bruto (PDB).

    Otoritas fiskal pun harus putar otak untuk membiayai program dan kebijakan tanpa harus melanggar aturan ambang batas defisit APBN 3%. Caranya, yaitu lewat pembiayaan investasi pemerintah ke BUMN dan Badan Layanan Umum (BLU).

    Dalam APBN, pembiayaan investasi tidak termasuk ke dalam belanja pemerintah pusat, namun tercatat sebagai penyertaan modal negara (PMN). Akibatnya, defisit tidak melebar namun hanya menambah utang.

    Tak heran sejumlah program prioritas pemerintah seperti Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih hingga perumahan rakyat sebagian didanai lewat pembiayaan investasi.

    Dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 63/2025 misalnya, Sri Mulyani menggunakan saldo anggaran lebih (SAL) APBN senilai Rp16 triliun untuk menyuntik dana ke bank penyalur pinjaman kepada Kopdes Merah Putih.

    Dalam Pasal 4 PMK 63/2025 itu dijelaskan bahwa penggunaan SAL itu dianggarkan sebagai pembiayaan pada subbagian anggaran Bendahara Umum Negara (BUN) Investasi Pemerintah. Artinya dana Rp16 triliun itu termasuk dalam pembiayaan investasi bukan belanja pemerintah, sehingga tidak menambah defisit APBN namun menambah utang.

    Sejumlah program perumahan rakyat juga dibiayai lewat pembiayaan investasi pemerintah. Program perumahan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) misalnya, Kemenkeu total merealisasikan PMN sebesar Rp1,89 triliun ke PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) pada 2024.

    Disiplin defisit APBN di bawah 3% pun tetap terjaga. Masalahnya, utang terus menumpuk. 

    Apalagi, kini BI semakin agresif membeli surat utang yang diterbitkan Kemenkeu. Bank sentral seakan mencetak uang demi biayai program pemerintah.

  • BI Buka-bukaan Alasan Lakukan Burden Sharing untuk Asta Cita Prabowo

    BI Buka-bukaan Alasan Lakukan Burden Sharing untuk Asta Cita Prabowo

    Bisnis.com, JAKARTA — Bank Indonesia dan Pemerintah telah menyepakati skema berbagi beban bunga alias burden sharing untuk pembiayaan program prioritas pemerintah seperti program perumahan rakyat dan koperasi desa merah putih (KDMP).

    Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Ramdan Denny Prakoso mengatakan bahwa skema burden sharing dilakukan dengan membagi rata biaya bunga atas penerbitan SBN untuk program Pemerintah terkait Perumahan Rakyat dan KDMP setelah dikurangi penerimaan atas penempatan dana Pemerintah untuk kedua program tersebut di lembaga keuangan domestik. 

    “Dalam pelaksanaannya, pembagian beban dilakukan dalam bentuk pemberian tambahan bunga terhadap rekening pemerintah yang ada di BI sejalan dengan peran BI sebagai pemegang kas pemerintah,” kata Ramdan dalam keterangan resminya, Kamis (4/9/2025).

    Ramdan memaparkan bahwa sinergi kebijakan fiskal dan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi itu tetap mengacu pada prinsip-prinsip kebijakan fiskal dan moneter yang prudent serta tetap menjaga disiplin dan integritas pasar (market discipline and integrity).

    Pemerintah, kata dia, mengarahkan pencapaian Asta Cita pada program-program ekonomi kerakyatan, termasuk program Perumahan Rakyat dan Koperasi Desa Merah Putih (KDMP). Sementara itu, dukungan BI dilakukan melalui pembelian SBN di pasar sekunder dan berbagi beban bunga dengan pemerintah untuk program-program yang ditetapkan oleh Pemerintah tersebut. 

    “Dukungan Bank Indonesia ditempuh tetap sesuai dengan kaidah kebijakan moneter yang berhati-hati (prudent monetary policy). Pembelian SBN di pasar sekunder dilakukan secara terukur, transparan, dan konsisten dengan upaya menjaga stabilitas perekonomian sehingga terus menjaga kredibilitas kebijakan moneter.” 

    Dia juga menekankan langkah yang ditempuh pemerintah dan BI telah sesuai dengan Pasal 52 Undang Undang Bank Indonesia No. 23 Tahun 1999 sebagaimana terakhir diubah dengan UU No. 4 Tahun 2023 tentang P2SK juncto Pasal 22 serta selaras dengan Pasal 23 UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

    “Besaran tambahan beban bunga oleh Bank Indonesia kepada Pemerintah tetap konsisten  dengan program moneter untuk menjaga stabilitas perekonomian dan bersinergi untuk memberikan ruang fiskal dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan meringankan beban rakyat.”

  • BI-Kemenkeu Sepakat Burden Sharing demi Biayai Program Asta Cita Prabowo – Page 3

    BI-Kemenkeu Sepakat Burden Sharing demi Biayai Program Asta Cita Prabowo – Page 3

    Berdasarkan data terkini, Perry menyebutkan bahwa bank sentral telah membeli SBN dari pasar sekunder sekitar Rp200 triliun.

    Langkah ini tetap dilakukan secara hati-hati dan prudent karena merupakan bagian dari kebijakan moneter ekspansif yang menambah likuiditas di sistem keuangan.

    “Kebijakan moneter kami memang ekspansif, tidak hanya dengan penurunan suku bunga, penambahan likuiditas juga melalui pembelian SBN dari pasar sekunder,” kata Perry.

    Sejak September tahun lalu, BI telah menurunkan suku bunga acuan (BI-Rate) sebanyak lima kali dengan penurunan total 1,25 persen atau 125 basis poin (bps), dari 6,25 persen menjadi 5 persen.

    Penurunan suku bunga kebijakan ini diikuti oleh turunnya imbal hasil (yield) SBN 10 tahun, yang sempat mencapai 7,26 persen pada Januari 2025 dan kini menjadi sekitar 6,3 persen. Hal ini, ujar Perry, tentunya semakin meringankan beban fiskal pemerintah.

  • Ada Burden Sharing, Sri Mulyani Jamin Independensi BI

    Ada Burden Sharing, Sri Mulyani Jamin Independensi BI

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memastikan independensi Bank Indonesia (BI) tetap terjaga meski otoritas moneter tersebut terlibat dalam proses pembiayaan APBN.

    Sekadar informasi, BI dan Kemenkeu  menyepakati untuk kembali menerapkan skema burden sharing dalam pembiayaan program-program prioritas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. 

    Sri Mulyani menyebut bahwa burden sharing yang dilakukan dengan bank sentral membuat pembiayaan untuk Koperasi Desa Merah Putih di antaranya menjadi murah. 

    Bendahara Negara di tiga rezim presiden berbeda itu menjamin BI bakal tetap independen dan proporsional, meski berperan mendorong stabilitas serta pertumbuhan. 

    “Tetap Bank Indonesia memiliki independensi. Jadi ini penting untuk beberapa program sosial, program perumahan, Pak Gubernur tadi bisa menyampaikan,” jelasnya. 

    Adapun berdasarkan pemberitaan Bisnis pada akhir tahun lalu, dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2021, tercatat dari penerbitan SBN dalam rangka SKB II dan SKB III burden sharing BI dan Kemenkeu, terdapat SBN berupa SUN seri Variable Rate (VR) yang khusus dijual kepada BI di pasar perdana. 

    Pembiayaan yang masuk ke APBN tersebut saat itu digunakan sebagai sumber dana program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN). Skema burden sharing sebagaimana SKB II yang hanya berlaku pada 2020 telah diterbitkan sebesar Rp397,56 triliun untuk Public Goods.

    Penerbitan SBN dalam rangka SKB III yang diperuntukkan untuk kontribusi di bidang kesehatan dan kemanusiaan mencapai Rp215 triliun pada tahun 2021 dan Rp224 triliun pada 2022.

    Total jatuh tempo utang tersebut mulai pada 2025 (Rp100 triliun), 2026 (Rp154,5 triliun), 2027 (Rp210,5 triliun), 2028 (Rp208,06 triliun), 2029 (Rp107,5 triliun), dan 2030 (Rp56 triliun). 

    Bukan Hal Baru

    Burden sharing sejatinya pernah dilakukan pada periode pandemi Covid-19. Namun, kali ini berbeda lantaran fokus ditujukan untuk membiayai sejumlah program prioritas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto atau dikenal Asta Cita. 

    Beberapa program dimaksud seperti 3 Juta Rumah dan Koperasi Desa/Kelurahan (KopDes) Merah Putih. Hal itu diungkap oleh Gubernur BI Perry Warjiyo pada rapat bersama DPD RI, Selasa (2/9/2025). 

    “Kami juga sepakat untuk pembagian beban burden sharing untuk bunganya, separuh-separuh kita sepakatnya,” terang Perry yang hadir secara virtual, dikutip Rabu (3/9/2025).

    Gubernur BI pertama yang menjabat dua periode itu menjelaskan, kesepakatan burden sharing untuk program perumahan dan KopDes Merah Putih telah disepakati dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. 

    Untuk pendanaan program perumahan rakyat, BI dan Kemenkeu akan sama-sama menanggung beban bunga utang atau fiskal sebesar 2,9%. 

    “Dan kemudian untuk Koperasi Desa Merah Putih adalah 2,15%. Formulanya bunga SBN 10 tahun dikurangi hasil penempatan pemerintah di perbankan kemudian, sisanya di bagi dua,” terang Perry. 

    Perry mengatakan bahwa sinergi antara otoritas fiskal dan moneter itu guna menjaga stabilitas ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi. 

    Adapun burden sharing yang dilakukan pemerintah pada pandemi saat itu lebih berorientasi untuk merespons dampak pandemi Covid-19. Saat itu, bank sentral dilarang untuk membeli surat berharga negara (SBN) di pasar primer. 

    Melalui kebijakan burden sharing–istilah yang diperkenalkan pertama kali oleh Perry pada periode pertama kepemimpinannya–BI diperkenankan membeli langsung surat utang untuk membantu pemerintah menangani pandemi Covid-19.

    Kendati demikian, pada tahun ini juga pemerintah sudah memborong SBN pemerintah dari pasar sekunder sebesar Rp200 triliun berdasarkan data terbaru pada awal pekan ini. 

    Hal itu juga berbarengan dengan kebijakan suku bunga rendah, yang mana bank sentral sudah memangkas BI Rate hingga lima kali sejak September 2024. Terakhir, pada Agustus lalu BI kembali menurunka BI rate 25 bps ke 5%. 

    “Sampai kemarin kami sudah beli SBN Rp200 triliun, itu konsisten dengan ekspansi kebijakan moneter. Penurunan suku bunga dan kami ekspansif menambah likuiditas dengan cara membeli SBN dari pasar sekunder sesuai kaidah kebijakan moneter,” terangnya. 

  • Ketimbang BI Beli SBN untuk Danai Program Asta Cita Prabowo, Pengamat Sarankan Maksimalkan Danantara

    Ketimbang BI Beli SBN untuk Danai Program Asta Cita Prabowo, Pengamat Sarankan Maksimalkan Danantara

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Bank Indonesia (BI) membeli Surat Berharga Negara (SBN) untuk mendanai program pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Itu menuai kritik.

    Pengamat ekonomi, Sutardjo Tui menyebut memang ekonomi dipengaruhi politik. Tapi menurutnya, ada sejumlah hal yang mesti diperhatikan.

    “Memang ada namanya ekonomi politik. Tetapi sepanjang itu ada cover-nya, kemudian penggunaannya jelas,” kata Sutardjo kepada fajar.co.id, Rabu (3/9/2025).

    Jika memang peruntukannya untuk danai program pemerintah. Uang tersebut dialokasikan kemana, apakah ke sektor produktif atau seperti apa.

    “Kalau dia pakai untuk proyek-proyek yang tidak dapat dibiayai oleh APBN, kemudian dia produktif, misalnya untuk pembangunan kapal ikan, misalnya perbaikan pertanian, itu kan bisa menghasilkan uang kembali itu, kan,” jelasnya.

    Berbeda, kata dia, ketika dialokasikan untuk sektor tidak produktif.

    “Tapi kan kalau kita lihat ya, bayar gaji, sewa, makan bergizi gratis, itu kan,” tambahnya.

    Karenanya, ia mengatakan sebaiknya pemerintah memaksimalkan Badan Pengelola Investasi (BPI). Bisa dengan mengutang lalu dikelola Danantara.

    “Sehingga saya melihatnya bahwa kalau toh pemerintah butuh uang untuk membiayai kepentingan politiknya, kenapa sih nggak bikin pinjam lah, baru simpan di Danantara,” jelasnya.

    Danantara, kata dia, beda dengan SBN. Bisnisnya rill. Uang akan berputar di masyarakat.

    “Di Tanantara dia bisa ada bisnis real di situ. Kalau dia dipakai untuk Dananatara, ya. Dia memang di Danantara dipakai untuk membiayai pemerintah yang vital,” terangnya.

  • BI Suntik Dana ke Program Perumahan & Kopdes Lewat Pembelian SBN Rp 200 T

    BI Suntik Dana ke Program Perumahan & Kopdes Lewat Pembelian SBN Rp 200 T

    Jakarta

    Bank Indonesia (BI) bersama Kementerian Keuangan sepakat berbagi beban alias burden sharing untuk mendanai program prioritas Presiden Prabowo Subianto.

    Dukungan itu diberikan melalui pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder dengan realisasi mencapai Rp 200 triliun.

    Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, dana hasil pembelian SBN tersebut sebagian digunakan pemerintah untuk membiayai program Perumahan Rakyat serta Koperasi Desa/Kelurahan (Kopdes/Kel) Merah Putih.

    “Sinergitas BI dalam Asta Cita berkaitan dengan burden sharing. Kami tetap mendasarkan kebijakan moneter dan fiskal yang prudent. Sampai kemarin, kami sudah membeli SBN Rp 200 triliun,” kata Perry dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPD RI secara virtual, Selasa (2/9/2025).

    Perry mengungkapkan, skema burden sharing ini juga berlaku untuk bunga. BI dan Kementerian Keuangan sepakat menanggung beban bunga secara bersama.

    “Kami juga sepakat pembagian beban burden sharing untuk bunganya. Misalnya untuk pendanaan Perumahan Rakyat itu bebannya Bu Menteri Keuangan dan kami BI sama-sama 2,9%. Untuk Kopdes Merah Putih 2,15%,” jelas Perry.

    Ia menambahkan, formula perhitungan bunga dilakukan dengan menghitung selisih bunga SBN tenor 10 tahun dengan hasil penempatan dana pemerintah di perbankan. Sisa selisih tersebut kemudian dibagi dua antara BI dan Kemenkeu.

    Perry menegaskan, burden sharing ini menjadi bukti sinergi antara otoritas moneter dan fiskal dalam menjaga stabilitas sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi.

    “Kami terus sinergi, itu bukti kami sebagai bagian dari NKRI. BI komitmen untuk koordinasi erat dengan kebijakan pemerintah, dukung Asta Cita, jaga stabilitas ekonomi, dan dorong pertumbuhan ekonomi kerakyatan,” pungkasnya.

    (aid/rrd)