Produk: RUU Pemilu

  • Paripurna DPR Setujui Prolegnas Prioritas 2025: Ada RUU Perampasan Aset, RUU Polri dan RUU Pemilu – Page 3

    Paripurna DPR Setujui Prolegnas Prioritas 2025: Ada RUU Perampasan Aset, RUU Polri dan RUU Pemilu – Page 3

    Berikut 67 RUU yang masuk dalam Prolegnas Prioritas 2026:

    1. RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara

    2. RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum

    3. RUU tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan

    4. RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

    5. RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Indonesia

    6. RUU tentang Perampasan Aset Terkait Tindak Pidana

    7. RUU tentang Jabatan Hakim

    8. RUU tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan

    9. RUU tentang Perubahan Keempat atas UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

    10. RUU tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

    11. RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

    12. RUU tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

    13. RUU tentang Kawasan Industri

    14. RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji

    15. RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat

    16. RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

    17. RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

    18. RUU tentang Keuangan Negara

    19. RUU tentang Energi Baru Terbarukan

    20. RUU tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban

    21. RUU tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia

    22. RUU tentang Komoditas Strategis

    23. RUU tentang Pertekstilan

    24. RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesi

    25. RUU tentang Pelindungan Pekerja Rumah Tangga

    26. RUU tentang Pelindungan dan Pemberdayaan Pasar Tradisional

    27. RUU tentang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila

    28. RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik

    29. RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri

    30. RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh

    31. RUU tentang Badan Usaha Milik Daerah

    32. RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia

    33. RUU tentang Satu Data Indonesia

    34. RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi

    35. RUU tentang Transportasi Online

    36. RUU tentang Patriot Bond atau Surat Berharga

    37. RUU tentang Daya Anagata Nusantara (Danantara)

    38. RUU tentang Pekerja Lepas atau Pekerja Platform Indonesia atau Perlindungan Pekerja Ekonomi GIG

    39. RUU tentang Pelelangan Aset

    40. RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka

    41. RUU tentang Perlindungan dan Kesejahteraan Hewan

    42. RUU tentang Pengelolaan Perubahan Iklim

    43. RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

    44. RUU tentang Masyarakat Hukum Adat

    45. RUU tentang Perubahan Keempat atas UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

    46. RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan

    47. RUU tentang Komoditas Khas

    48. RUU tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

    49. RUU tentang Bank Makanan

    50. RUU tentang Hukum Acara Perdata

    51. RUU tentang Narkotika dan Psikotropika

    52. RUU tentang Hukum Perdata Internasional

    53. RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri

    54. RUU tentang Keamanan dan Ketahanan Siber

    55. RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran

    56. RUU tentang Pengadaan Barang dan Jasa Publik

    57. RUU tentang Pelaksanaan Pidana Mati

    58. RUU tentang Penyesuaian Ketentuan Pidana dalam UU dan Peraturan Daerah

    59. RUU tentang Pemindahan Narapidana Antarnegara

    60. RUU tentang Jaminan Benda Bergerak

    61. RUU tentang Perubahan Keempat atas UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara

    62. RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal

    63. RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan

    64. RUU tentang Badan Usaha

    65. RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat

    66. RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

    67. RUU tentang Bahasa Daerah

  • Baleg DPR RI soroti sejumlah perbaikan pada Undang-Undang Pemilu

    Baleg DPR RI soroti sejumlah perbaikan pada Undang-Undang Pemilu

    Pascaputusan Mahkamah Konstitusi tentang pemisahan Pemilu nasional dan lokal, hal itu secara tidak langsung meminta kepada kita bersama untuk mengkaji ulang pelaksanaannya

    Padang (ANTARA) – Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Ahmad Doli Kurnia menyatakan pihaknya masih menyoroti sejumlah hal yang mesti diperbaiki dalam Undang-Undang Pemilihan Umum (Pemilu) untuk dibahas pada Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2026.

    “Pascaputusan Mahkamah Konstitusi tentang pemisahan Pemilu nasional dan lokal, hal itu secara tidak langsung meminta kepada kita bersama untuk mengkaji ulang pelaksanaannya,” kata Wakil Ketua Baleg DPR RI Ahmad Doli Kurnia di Padang, Senin.

    Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua Baleg dalam diskusi bertajuk Desain Penegakan Hukum Pemilu dalam Kodifikasi RUU Pemilu yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas.

    Doli yang juga anggota Komisi II tersebut memiliki pandangan yang sama dengan Mahkamah Konstitusi bahwa Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, legislatif hingga pemilihan kepala daerah dilakukan secara terpisah.

    Namun, pelaksanaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 135/PUU-XXII/2024 juga perlu kajian mendalam agar implementasinya melahirkan kualitas demokrasi yang lebih baik dari sebelumnya.

    Dalam diskusi tersebut, Doli turut menyinggung upaya menghilangkan praktik-praktik buruk pesta demokrasi lima tahunan seperti politik uang, kampanye hitam, politik transaksional dan lain sebagainya. Semua itu harus dibahas atau diatur secara tegas dalam RUU Pemilu.

    Selain itu, penerapan sistem digital atau elektronisasi dalam pemilu saat ini juga perlu dibahas lebih detail agar memiliki payung hukum yang jelas, sebab selama ini instrumen Sistem Informasi Rekapitulasi Pemilu (Sirekap) tidak tercantum dalam Undang-Undang Pemilu.

    “Makanya Sirekap itu kan jadi kebijakan yang gantung. Dia (Sirekap) perlu tapi tidak ada payung hukumnya,” ujar dia.

    Tidak hanya itu, RUU Pemilu juga harus membahas tentang penguatan fungsi dan kewenangan lembaga penyelenggara Pemilu, baik Komisi Pemilihan Umum (KPU), Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) maupun Bawaslu.

    “Penguatan ini supaya penyelenggara pemilu diisi orang yang punya integritas, independen, cakap serta punya kapasitas untuk mengurus pemilu,” ujar dia.

    Yang tidak kalah penting ialah mendorong pembentukan lembaga peradilan khusus pemilu saat RUU Pemilu dibahas pada 2026, serta mengkaji terkait mahalnya biaya penyelenggaraan Pilkada.

    Pewarta: Muhammad Zulfikar
    Editor: Edy M Yakub
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Baleg DPR uraikan isu krusial dalam pembahasan RUU Pemilu

    Baleg DPR uraikan isu krusial dalam pembahasan RUU Pemilu

    ANTARA – Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Ahmad Doli Kurnia mengungkapkan terdapat sejumlah isu krusial dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Pemilu yang masuk ke Program Legislasi Nasional Prioritas 2026. Salah satunya terkait sistem pemilu itu sendiri, di mana pihak-pihak terkait saat ini tengah membahas peluang penerapan sistem campuran guna mendapatkan kualitas demokrasi yang jauh lebih baik dari sebelumnya. (Fandi Yogari Saputra/Andi Bagasela/Gracia Simanjuntak)

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Baleg jelaskan isu krusial dalam pembahasan RUU Pemilu

    Baleg jelaskan isu krusial dalam pembahasan RUU Pemilu

    Padang (ANTARA) – Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Ahmad Doli Kurnia menjelaskan sejumlah isu krusial terkait pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu yang masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2026.

    “Ada beberapa isu klasik yang mesti segera dibahas dalam RUU Pemilu ini,” kata Wakil Ketua Baleg DPR RI Ahmad Doli Kurnia di Padang, Senin.

    Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua Baleg dalam diskusi bertajuk Desain Penegakan Hukum Pemilu dalam Kodifikasi RUU Pemilu yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas.

    Pertama, kata Doli, publik kerap membahas tentang sistem pemilu itu sendiri dimana saat ini Indonesia menerapkan sistem proporsional terbuka. Sistem pemilu dinilai penting dibahas pada RUU Pemilu untuk mendapatkan wakil rakyat serta demokrasi yang berkualitas.

    Doli mengatakan saat ini pihak-pihak terkait dalam tahap pembahasan penerapan sistem campuran atau menggabungkan antara proporsional terbuka dan tertutup. Kajian ini ditujukan untuk mendapatkan kualitas demokrasi yang jauh lebih baik dari sebelumnya.

    Isu kedua berkaitan dengan presidential threshold maupun ambang batas parlemen (parliamentary threshold). Meskipun Mahkamah Konstitusi sudah menghapuskan ambang batas presidential threshold, pihaknya memandang hal itu tetap perlu dikaji lebih jauh.

    Sebab, perintah Mahkamah Konstitusi secara implisit meminta kepada pembuat undang-undang untuk melakukan rekayasa konstitusi supaya calon presiden tidak banyak dan juga tidak sedikit.

    Begitu juga dengan ambang batas parlemen dimana Mahkamah Konstitusi juga meminta pembuat undang-undang merumuskan ulang secara implisit di bawah empat persen.

    Kemudian, RUU Pemilu juga penting membahas tentang besaran kursi per daerah pemilihan. Hal ini untuk menjawab bagaimana masyarakat mengetahui sosok yang akan dipilih pada hari pencoblosan.

    “Jadi dalam proses pencalonan itu dimungkinkan pemilih lebih mudah mengenal calon-calonnya sehingga besaran per daerah pemilihan kita persempit,” jelas dia.

    Terakhir, anggota Komisi II DPR RI tersebut mengatakan RUU Pemilu juga penting membahas metodologi penghitungan konversi suara ke kursi. Secara umum, RUU Pemilu sudah digaungkan sejak awal 2025. Namun, seiring berjalannya waktu tidak ada alat kelengkapan dewan (AKD) yang mengusulkan pembahasan RUU tersebut sehingga Baleg berinisiatif mengusulkan ulang dan masuk pada Prolegnas Prioritas 2026.

    Pewarta: Muhammad Zulfikar
    Editor: Hisar Sitanggang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • RUU Pemilu jadi usulan Komisi II DPR untuk Prolegnas Prioritas 2026

    RUU Pemilu jadi usulan Komisi II DPR untuk Prolegnas Prioritas 2026

    Jakarta (ANTARA) – Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) menjadi RUU yang diusulkan oleh Komisi II DPR RI untuk masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2026.

    Adapun dalam daftar Prolegnas Prioritas 2025 sebelumnya, RUU Pemilu tercatat merupakan usulan dari Badan Legislasi (Baleg) DPR RI. Kini daftar Prioritas untuk 2026 pun sudah disetujui oleh Baleg DPR RI.

    “Takutnya nanti belum selesai, atau apa. Semuanya begitu, diluncurkan juga 2026,” kata Ketua Baleg DPR RI Bob Hasan di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis.

    Sementara itu, Wakil Ketua Baleg DPR RI Sturman Panjaitan mengatakan bahwa daftar Prolegnas Prioritas untuk 2025 maupun 2026 juga sudah disetujui oleh Kementerian Hukum.

    “Kami berharap pemerintah juga berharap kita segera berkolaborasi untuk menyelesaikan. Pemerintah menginginkan agar segera diselesaikan,” kata dia.

    Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Aria Bima saat pembahasan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) mempertanyakan kompetensi Baleg DPR RI yang hendak mengambil alih pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu.

    “Tolong jelaskan kenapa tidak di Komisi II, penting. Kami harus jawab apa tidak mampu Komisi II? Ini kompetensi Komisi II. Memangnya Baleg lebih kompeten untuk bicara Pemilu?” kata Aria Bima saat rapat koordinasi evaluasi Prolegnas di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu (17/9).

    Dia menyampaikan hal itu ketika menambahkan pembicaraan Wakil Ketua Baleg DPR RI Ahmad Doli Kurnia yang menjelaskan mengapa awalnya RUU Pemilu terdaftar sebagai RUU yang akan dibahas Baleg.

    Menurut Aria, fungsi pengawasan dan penganggaran terkait lembaga pemilu adalah tugas dari komisi II. Selama ini, dia pun mengaku kesulitan dalam menjawab pertanyaan publik terkait RUU Pemilu.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Hisar Sitanggang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Politik kemarin, aturan dokumen capres hingga isu Mahfud masuk kabinet

    Politik kemarin, aturan dokumen capres hingga isu Mahfud masuk kabinet

    partai betul-betul harus kita benahi karena tidak mungkin kita menciptakan demokrasi kalau partai politiknya sendiri tidak demokratis

    Jakarta (ANTARA) – Berbagai peristiwa politik kemarin (16/9) menjadi sorotan, mulai dari KPU batalkan aturan soal dokumen syarat capres-cawapres hingga respons isu Mahfud masuk kabinet, Bappisus sebut itu prerogatif Presiden.

    Berikut rangkuman ANTARA untuk berita politik kemarin yang menarik untuk kembali dibaca pada Rabu:

    1. KPU batalkan aturan soal dokumen syarat capres-cawapres

    Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI membatalkan Keputusan KPU RI Nomor 731 Tahun 2025 soal 16 dokumen syarat pendaftaran calon presiden dan calon wakil presiden sebagai informasi publik yang dikecualikan atau tidak bisa dibuka untuk publik tanpa persetujuan dari capres-cawapres terkait.

    “Kami secara kelembagaan memutuskan untuk membatalkan keputusan KPU Nomor 731 Tahun 2025 tentang Penetapan Dokumen Persyaratan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden sebagai Informasi Publik yang dikecualikan KPU,” kata Ketua KPU Afifuddin di Kantor KPU Jakarta, Selasa.

    Afif mengatakan KPU telah berkoordinasi dengan sejumlah pihak, salah satunya Komisi Informasi Pusat (KIP), terkait keputusan soal pengecualian informasi publik tersebut.

    Baca selengkapnya di sini

    2. Komisi XIII DPR akan bicarakan usul Pigai soal lapangan demo di DPR

    Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI Andreas Hugo Pareira mengatakan pihaknya bakal membicarakan usulan dari Menteri Hak Asasi Manusia Natalius Pigai terkait lapangan untuk aksi demonstrasi di DPR RI.

    Dia menilai bahwa kompleks DPR RI sebetulnya merupakan rumah bagi rakyat. Menurut dia, ada negara-negara lain yang telah menyiapkan lapangan bagi rakyatnya untuk menggelar aksi unjuk rasa menyampaikan aspirasi.

    “Halaman DPR ini kan rumah rakyat, ya silakan saja kalau ada usulan itu nanti kita bicarakan,” kata Andreas di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa.

    Baca selengkapnya di sini

    3. Menko Yusril: Parpol harus dibenahi melalui revisi undang-undang

    Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengemukakan partai politik harus dibenahi melalui revisi undang-undang, baik UU Pemilihan Umum, UU Partai Politik, maupun UU MD3 (MPR, DPR, DPD dan DPRD).

    Menurut Yusril, setelah amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, peranan partai politik sangat besar, di mana pemilu legislatif hanya bisa diikuti partai politik dan individu hanya bisa dicalonkan sebagai presiden dan wakil presiden melalui partai politik.

    “Jadi, partai betul-betul harus kita benahi karena tidak mungkin kita menciptakan demokrasi kalau partai politiknya sendiri tidak demokratis,” kata Yusril dalam konferensi pers usai menerima audiensi dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kodifikasi RUU Pemilu di Jakarta, Selasa.

    Baca selengkapnya di sini

    4. Menhan sebut pasukan TNI terus jaga gedung parlemen

    Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin mengatakan bahwa pihaknya akan terus menempatkan prajurit TNI di beberapa kantor pemerintahan, salah satunya gedung DPR/MPR di Senayan, Jakarta Pusat.

    Hal tersebut dilakukan guna memastikan gedung pemerintahan dalam kondisi aman.

    “Jadi TNI akan menjaga simbol kedaulatan negara di DPR, jadi saya sudah menyetujui dan Panglima akan menindaklanjuti bersama para kepala staf bahwa instalasi DPR akan dijaga oleh TNI,” kata Sjafrie kepada awak media usai menjalani rapat dengan Komisi I di Fedung DPR, Selasa.

    Baca selengkapnya di sini

    5. Respons isu Mahfud masuk kabinet, Bappisus: Itu prerogatif Presiden

    Kepala Badan Pengendalian Pembangunan dan Investigasi Khusus (Bappisus) Aris Marsudiyanto merespons soal mantan Menko Polhukam Mahfud MD yang dikabarkan masuk dalam Kabinet Merah Putih.

    Saat ditanya oleh awak media soal Mahfud MD yang juga calon wakil presiden (cawapres) 2024 itu masuk sebagai kandidat menteri, Aris menegaskan bahwa keputusan itu merupakan hak prerogatif atau hak istimewa Presiden Prabowo Subianto.

    ”Kabinet kan hak prerogatif Pak Presiden, ya saya enggak bisa menyampaikan,” kata Aris saat memberikan keterangan pers di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa.

    Baca selengkapnya di sini

    Pewarta: Agatha Olivia Victoria
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Koalisi Masyarakat Sipil: KPU patut batalkan aturan dokumen capres

    Koalisi Masyarakat Sipil: KPU patut batalkan aturan dokumen capres

    Jakarta (ANTARA) – Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kodifikasi RUU Pemilu menilai sudah sepatutnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) membatalkan Keputusan KPU Nomor 731 Tahun 2025 soal 16 dokumen syarat pendaftaran calon presiden dan calon wakil presiden sebagai informasi publik yang dikecualikan atau tidak bisa dibuka untuk publik tanpa persetujuan capres-cawapres terkait.

    Perwakilan koalisi sekaligus Direktur Eksekutif Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem) Heroik Mutaqin Pratama menjelaskan dokumen persyaratan pencalonan menjadi rujukan bagi publik untuk melihat rekam jejak dari para kontestan yang akan menjadi wakil di pemerintahan, sehingga penting untuk dibuka ke publik.

    “Jadi, ini bagian dari transparansi publik, yang juga ada dalam Undang-Undang Pemilu,” ucap Heroik dalam konferensi pers usai audiensi dengan Menko Kumham Imipas Yusril Ihza Mahendra di Jakarta, Selasa.

    Ia menyampaikan dalam UU Pemilu berbunyi “aspek transparansi merupakan asas dari penyelenggara pemilu di Indonesia sehingga harus dikedepankan”.

    Heroik tak menampik pembukaan dokumen persyaratan pendaftaran calon bersinggungan dengan UU Keterbukaan Informasi Publik dan UU Perlindungan Data Pribadi.

    Namun, dalam konteks calon eksekutif maupun legislatif, sudah sepatutnya berbagai dokumen persyaratan itu dibuka ke publik karena hal tersebut akan menjadi bentuk transparansi untuk meningkatkan kepercayaan publik terhadap para calon yang akan berkontestasi.

    “Ini yang kami dorong juga dalam penyusunan RUU Pemilu, terutama terkait manajemen transparansi penyelenggaraan pemilu,” ucapnya.

    Sebelumnya, KPU RI telah membatalkan Keputusan KPU Nomor 731 Tahun 2025 soal 16 dokumen syarat pendaftaran calon presiden dan calon wakil presiden sebagai informasi publik yang dikecualikan atau tidak bisa dibuka untuk publik tanpa persetujuan dari capres-cawapres terkait.

    “Kami secara kelembagaan memutuskan untuk membatalkan keputusan KPU Nomor 731 Tahun 2025 tentang penetapan dokumen persyaratan pasangan calon presiden dan wakil presiden sebagai informasi publik yang dikecualikan KPU,” kata Ketua KPU RI Afifuddin di Kantor KPU Jakarta, Selasa.

    Afif mengatakan KPU telah berkoordinasi dengan sejumlah pihak, salah satunya Komisi Informasi Pusat (KIP), terkait keputusan soal pengecualian informasi publik tersebut.

    Ia mengungkapkan peraturan tersebut dibuat dengan menyesuaikan Peraturan KPU, Undang-Undang Pemilu maupun undang-undang terkait lainnya.

    “KPU juga harus memedomani hal tersebut sebagaimana saya sampaikan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik Nomor 14 Tahun 2008 dan juga ada Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 terkait Perlindungan Data Pribadi,” ujarnya.

    KPU juga mengapresiasi pendapat publik yang banyak disuarakan lewat media sosial sebagai bentuk partisipasi publik terkait Keputusan KPU Nomor 731 tersebut.

    Pewarta: Agatha Olivia Victoria
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Komisi II DPR Usul Revisi UU Pemilu Dibahas dalam Skema Omnibus Law

    Komisi II DPR Usul Revisi UU Pemilu Dibahas dalam Skema Omnibus Law

    Jakarta

    Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda mengatakan dalam waktu dekat akan ada revisi terhadap Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2024-2029. Komisi II DPR menyebutkan bakal mengusulkan revisi Undang-Undang Pemilu untuk dibahas oleh pihaknya.

    “Jadi begini, DPR RI kan akan segera melakukan revisi terhadap Prolegnas 2024-2029 yang mungkin dalam waktu dekat akan dilakukan revisi di Badan Legislasi,” kata Rifqinizamy di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (8/9/2025).

    Rifqinizamy mengatakan revisi UU Pemilu yang diusulkan pihaknya akan dibahas dalam bentuk kodifikasi pemilu. Ia menyebutkan ada sejumlah UU yang akan digabungkan pembahasannya.

    “Dalam posisi itu, kami mengusulkan RUU Pemilu kembali untuk dibahas di Komisi II DPR RI dalam bentuk kodifikasi hukum dan atau omnibus law,” ujar Rifqinizamy.

    “Jadi ada sejumlah undang-undang yang akan dibahas menjadi satu undang-undang untuk kita memperbaiki ekosistem politik dan demokrasi kita termasuk pemilu di dalamnya,” tambahnya.

    Politikus NasDem ini merinci sejumlah revisi yang akan dilakukan, mulai UU partai politik hingga pemilu nasional dan daerah. Komisi II juga akan mengusulkan adanya hukum acara sengketa pemilu dalam pembahasan itu.

    “Kami juga mengusulkan adanya hukum acara sengketa pemilu, ini barang baru agar ada kepastian, kapan waktu, putusan, inkrah. Dan kami upayakan seluruh sengketa pemilu, termasuk di Mahkamah Konstitusi itu bisa berakhir sebelum pelantikan pejabat politik hasil pemilu itu dilakukan,” imbuhnya.

    (dwr/ygs)

  • Komisi II DPR RI usulkan Revisi UU Pemilu kembali dibahas

    Komisi II DPR RI usulkan Revisi UU Pemilu kembali dibahas

    Bisa saja nanti syarat untuk menjadi caleg dia harus lulus sejumlah pelatihan yang sudah dibuat oleh partainya masing-masing dengan standar kompetensi partai yang dibuat oleh multi-stakeholder (pemangku kepentingan)

    Jakarta (ANTARA) – Komisi II DPR RI mengusulkan agar Revisi Undang-Undang Pemilu kembali dibahas di Komisi itu, menyusul Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dalam waktu dekat akan melakukan revisi terhadap Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2024-2029.

    “Kami mengusulkan RUU Pemilu kembali untuk dibahas di Komisi II DPR RI dalam bentuk kodifikasi hukum dan/atau omnibus law,” kata Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin.

    Dia menjelaskan revisi UU Pemilu akan dilakukan dengan metode kodifikasi atau omnibus sehingga nantinya akan ada peraturan perundang-undangan lainnya yang akan digabungkan dalam revisi tersebut.

    Sejumlah undang-undang yang rencananya akan ikut dibahas, yaitu Undang-Undang Partai Politik, Undang-Undang Pilkada, Undang-Undang Pemerintahan Daerah, serta Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.

    Rifqi membeberkan salah satu isu yang diusulkan untuk diatur dalam revisi UU Pemilu, yaitu terkait hukum acara sengketa pemilu. Menurut dia, ini merupakan beleid baru demi adanya kepastian penyelesaian sengketa.

    “Ini barang baru agar ada kepastian kapan waktu putusan inkrah dan kami upayakan seluruh sengketa pemilu, termasuk di Mahkamah Konstitusi, Itu bisa berakhir sebelum pelantikan pejabat politik hasil pemilu dilakukan,” ucapnya.

    Sementara itu, ketika ditanya terkait kemungkinan adanya syarat ambang batas pendidikan tertentu untuk menjadi anggota legislatif, Rifqi mengatakan pada prinsipnya, penyusunan norma undang-undang tidak boleh berbasis pada subjektivitas.

    “Itu bisa melanggar hak asasi manusia yang diatur di dalam konstitusi. Basisnya, kalau kita menyusun satu peraturan perundang-undangan adalah objektivitas. Karena itu, kita tidak melihat latar belakang profesi, kita tidak melihat latar belakang ekonomi,” ujarnya.

    Namun begitu, dia menyebut standar minimal tetap dibutuhkan untuk menjadi calon anggota legislatif. Dalam hal ini, dia menyoroti pentingnya standar kompetensi kader yang dapat dibangun dari tingkat partai politik.

    “Bisa saja nanti syarat untuk menjadi caleg dia harus lulus sejumlah pelatihan yang sudah dibuat oleh partainya masing-masing dengan standar kompetensi partai yang dibuat oleh multi-stakeholder (pemangku kepentingan),” katanya.

    Terlepas dari itu, Rifqi mengatakan hal terpenting dari omnibus atau kodifikasi UU Pemilu ke depan ialah meningkatkan kualitas pemilu sehingga dapat berdampak pada, salah satunya, institusi parlemen yang semakin baik.

    Pewarta: Fath Putra Mulya
    Editor: Edy M Yakub
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Ketua Komisi II Tanggapi Yusril soal Artis Kalahkan Orang Berbakat di Pemilu
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        8 September 2025

    Ketua Komisi II Tanggapi Yusril soal Artis Kalahkan Orang Berbakat di Pemilu Nasional 8 September 2025

    Ketua Komisi II Tanggapi Yusril soal Artis Kalahkan Orang Berbakat di Pemilu
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua Komisi II DPR RI, Muhammad Rifqinizamy Karsayuda, menyatakan bahwa pihaknya tidak melihat latar belakang profesi maupun ekonomi calon anggota legislatif dalam menyusun Revisi Undang-Undang (RUU) Pemilu.
    Pernyataan ini disampaikan Rifqi saat dimintai kemungkinan DPR RI membatasi profil calon anggota dewan, menyusul kritik Menteri Koordinator bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan terkait banyaknya artis di DPR.
    Rifqi mengatakan bahwa penyusunan undang-undang tidak boleh berdasar pada subjektivitas dan harus objektif.
    “Nah karena itu kita tidak melihat latar belakang profesi, kita tidak melihat latar belakang ekonomi,” kata Rifqi saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (8/9/2025).
    Menurut Rifqi, Komisi II sampai hari ini masih berpandangan akan mengusulkan RUU Pemilu untuk dibahas dalam bentuk kodifikasi hukum dan atau omnibus law.
    Sejumlah undang-undang, kata dia, akan dibahas menjadi satu untuk memperbaiki ekosistem politik dan demokrasi di Indonesia.
    “Termasuk pemilu di dalamnya,” ujar Rifqi.
    Politikus Partai Nasdem itu mengatakan bahwa yang paling penting menurutnya adalah bagaimana kodifikasi hukum atau Omnibus Law terkait politik itu ke depan bisa membuat proses pemilu dan menghasilkan anggota DPR yang lebih baik.
    Tujuan itu di antaranya diwujudkan melalui ketentuan rekrutmen anggota partai politik, seperti apakah terdapat perbedaan antara keanggotaan partai dan pencalonan anggota DPR dari partai.
    “Segala sesuatunya akan kita bahas. Prinsipnya kami sepakat bahwa kualitas pemilu kita dan institusi parlemen kita harus lebih baik ke depan,” tuturnya.
    Sementara itu, mengenai batas minimal latar belakang pendidikan calon anggota dewan, Rifqi memandang bahwa yang lebih penting adalah standar kompetensi.
    Menurutnya, hal ini bisa dibangun di dalam partai politik.
    “Jadi banyak orang yang tidak berpendidikan S1 tapi punya kapasitas wawasan yang baik,” ujar Rifqi.
     
    Sebelumnya, Yusril menyebut bahwa sistem pemilu saat ini membuat orang-orang berbakat di politik sukar dikenal publik.
    Akibatnya, menurut Yusril, banyak kursi di DPR RI yang diduduki oleh artis.
    Yusril menyebut bahwa saat ini terdapat kritik terhadap kualitas anggota DPR RI. Hal ini telah disadari pemerintah.
    “Sistem sekarang ini membuat orang yang berbakat politik tidak bisa tampil ke permukaan, maka diisi oleh para selebritas, diisi oleh artis, dan kita lihat ada kritik terhadap kualitas anggota DPR sekarang ini, dan pemerintah menyadari hal itu,” ungkap Yusril di Kompleks Istana, Jakarta, Kamis (4/9/2025).
    Yusril kemudian menyinggung bahwa pemerintah berencana mengusulkan revisi UU Pemilu dan partai politik.
    Hal ini juga untuk menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus aturan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden.
    “Hal-hal yang lain juga, perubahan terhadap Undang-Undang Pemilu, Undang-Undang Kepartaian, itu memang sedang akan kita lakukan, karena sudah ada putusan dari Mahkamah Konstitusi yang mengatakan bahwa sistem pemilu kita harus diubah, tidak ada lagi
    threshold
    dan lain-lain sebagainya,” kata dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.