Produk: rupee

  • Pakai Pesawat Militer, AS Mulai Deportasi Migran Ilegal ke India – Halaman all

    Pakai Pesawat Militer, AS Mulai Deportasi Migran Ilegal ke India – Halaman all

    Harwinder Singh banyak merenung dalam 40 jam penerbangan pulang dari Texas menuju Kota Amritsar, negara bagian Punjab, India. Perjalanan dengan pesawat militer AS ini adalah babak terakhir dari cobaan yang dihadapinya mulai Juni 2024 lalu. Pada saat itu, Singh membayar seorang agen seharga lebih dari empat juta rupee (atau setara dengan sekitar 44.500 Euro) untuk menempuh perjalanan ke AS.

    Agen tersebut meyakinkan pria berusia 41 tahun itu bahwa ia dapat mencapai AS secara legal dalam waktu dua minggu. “Namun, perjalanan itu membawa saya melewati Qatar, Brasil, Peru, Kolombia, Panama, Nikaragua dan Meksiko – sering kali dalam kondisi yang tidak menentu, dengan harapan dapat tiba di the land of opportunity,” kata Singh dalam sebuah wawancara dengan DW.

    Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

    Agennya telah menyelundupkan Singh melalui “rute keledai” – istilah yang terkenal di India untuk rute migrasi ilegal dan berisiko.Rute ini digunakan oleh orang-orang yang ingin mencapai Amerika Serikat atau negara-negara Barat lainnya tanpa dokumen yang sah. Perjalanan yang berbahaya ini biasanya melibatkan beberapa persinggahan di negara-negara yang berbeda.

    Singh melaporkan bahwa ia dan para migran lainnya bertahan hidup dengan makanan seadanya selama perjalanan mereka dan sering kali dipaksa untuk melintasi medan yang berat – dalam kondisi cuaca yang ekstrim.

    Sebagai contoh, ia dibawa bersama sekelompok migran dengan perahu kecil ke laut lepas menuju Meksiko. Selama penyeberangan, satu orang jatuh ke dalam air tanpa jaket pelampung – mereka tidak dapat diselamatkan. “Saya melihat seorang lagi meninggal di hutan Panama,” kata Singh.

    Gagal dan kehilangan segalanya

    Pada akhir Januari, tak lama sebelum rencana masuk ke Amerika Serikat, Singh ditangkap di Meksiko dan diserahkan kepada patroli perbatasan AS. Dia menghabiskan beberapa minggu di pusat penahanan sebelum akhirnya kaki dan tangannya dibelenggu lalu dimasukkan ke dalam pesawat militer AS.

    Bersama dengan lebih dari 100 migran yang dideportasi lainnya, yang berasal dari negara bagian Punjab, Gujarat, Haryana, Uttar Pradesh dan Maharashtra, Singh pun diterbangkan kembali ke India.

    Di antara penumpang yang dideportasi terdapat 19 wanita dan 13 anak di bawah umur, termasuk seorang anak laki-laki berusia empat tahun dan dua anak perempuan berusia lima dan tujuh tahun.

    “Saya sangat terpukul setelah mempertaruhkan segalanya, uang, keselamatan, dan bahkan martabat saya – dengan harapan dapat memberikan masa depan yang lebih baik bagi keluarga saya,” kata Singh, ayah dua anak tersebut.

    Berapa banyak warga India di AS tanpa dokumen resmi?

    Berdasarkan data terbaru dari Pew Research Center yang berbasis di Washington di tahun 2022 diperkirakan ada sekitar 725.000 imigran ilegal dari India di Amerika Serikat- menjadikan India ranking ketiga setelah Meksiko dan El Salvador.

    Sebaliknya, Migration Policy Institute memberikan angka yang jauh lebih rendah untuk tahun yang sama yakni 375.000 imigran ilegal dari India, mendudukkan India di rangking kelima.

    Terlepas dari angka-angka tersebut, India dan Amerika Serikat telah lama menegosiasikan deportasi. Menurut laporan eksklusif Bloomberg tahun 2024, pihak berwenang AS telah mengidentifikasi hampir 18.000 migran India tidak berdokumen akan dideportasi.

    Tantangan setelah “kembali”

    Banyak dari mereka yang telah kembali kini menghadapi tantangan yang sangat besar. Beberapa dari mereka telah menginvestasikan seluruh tabungan mereka untuk bisa sampai ke AS, banyak yang kini terlilit hutang.

    “Ini sangat sulit dan saya tidak bisa memikirkan bagaimana ke depan. Satu-satunya yang melegakan adalah suami saya telah kembali meski hutangnya sangat banyak,” kata Kuljinder Kaur, istri Harwinder Singh. “Untuk saat ini, biarkanlah kami sendiri, sehat terlebih dahulu.”

    Migran yang ditinggalkan dalam kesulitan

    Akashdeep Singh, yang ikut dalam penerbangan deportasi, juga mengatakan kepada DW bahwa hal itu tak hanya berisiko secara keuangan tetapi juga kesehatan emosional keluarganya demi sebuah kesempatan untuk hidup di AS.

    Pria berusia 23 tahun dari sebuah desa dekat Amritsar itu menjual sebagian besar tanahnya dan mengambil pinjaman sebesar 6 juta rupee (setara dengan 66.000 euro) untuk membiayai perjalanannya.

    Sekitar delapan bulan sebelum dideportasi, ia pindah ke Dubai dengan harapan dapat bekerja sebagai sopir truk. Namun tidak berhasil, sehingga ia memutuskan untuk menggunakan jaringan penyelundupan untuk sampai ke AS.

    “Saya ditangkap pada bulan Januari. Itu sangat mengerikan dan saya tidak ingin menceritakannya secara rinci – tetapi saya tidak akan pernah bisa melupakan aib ini,” kata Singh. Akashdeep tidak memberikan rincian: “Jangan tanya saya apa yang memotivasi saya untuk mengambil keputusan yang berisiko seperti itu.”

    Trump perketat kebijakan imigrasi

    Deportasi dari AS ke India ini merupakan bagian dari tindakan keras komprehensif terhadap migrasi ilegal di bawah Presiden AS Donald Trump,yang telah menjadikan penegakan hukum imigrasi yang ketat sebagai prioritas politiknya.

    Kali pertama penggunaan pesawat militer AS, bukan pesawat komersil untuk mendeportasi 104 warga negara India ini sangat kontroversial. Sebuah keputusan yang memberi pesan simbolis dan politis yang jelas.

    Deportasi ini terjadi sebelum kunjungan Perdana Menteri India, Narendra Modi, ke Washington minggu depan. Waktu dan perlakuan terhadap para deportan oleh pihak berwenang AS memicu kritik tajam di India – terutama dari partai-partai oposisi India yang mempertanyakan tindakan AS.

    Menteri Luar Negeri India, Subrahmanyam Jaishankar, dalam sebuah pernyataan resmi di hadapan majelis parlemen menyatakan bahwa pembelengguan selama penerbangan deportasi sejalan dengan standar procedure di AS. Selanjutnya ia mengatakan bahwa New Delhi telah melakukan kontak dengan Washington, memastikan bahwa para deportan tidak diperlakukan dengan buruk.

    “Prosedur standar untuk deportasi dengan pesawat ICE (US Immigration and Customs Enforcement atau Penegakan Imigrasi dan Bea Cukai AS), yang ada sejak tahun 2012, melibatkan penggunaan belenggu,” Jaishankar menjelaskan ketika ditanya tentang kondisi deportasi.

    Di bandara Amritsar, Swaran Singh (55), ayah dari Akashdeep Singh, menunggu kepulangan anaknya. Terlepas dari beban keuangan yang sangat besar, ia menekankan bahwa kepulangannya ke rumah dengan selamat adalah hal yang paling penting baginya.

    “Agen berjanji kepada saya bahwa perjalanan anak saya akan aman. Saya mempercayainya – tetapi sekarang semuanya hilang. Setidaknya, saya memiliki anak saya kembali, dan itulah yang terpenting. Masa depan kami tidak pasti dan mengkhawatirkan, karena kami memiliki utang yang sangat besar untuk dilunasi,” katanya.

    “Kenyataan pahitnya adalah bahwa kami – seperti banyak keluarga di Punjab dan di tempat lain di negara ini – menghadapi kehancuran finansial. Ditambah lagi dengan stigmatisasi sosial, yang begitu buruk ketika kerabat kami dikembalikan dengan cara seperti ini.”

    Diadaptasi dari artikel DW Bahasa Inggris

  • Pilu Warga India Dideportasi AS: Pertaruhkan Segalanya, Tapi Gagal

    Pilu Warga India Dideportasi AS: Pertaruhkan Segalanya, Tapi Gagal

    Jakarta

    Harwinder Singh banyak merenung dalam 40 jam penerbangan pulang dari Texas menuju Kota Amritsar, negara bagian Punjab, India. Perjalanan dengan pesawat militer AS ini adalah babak terakhir dari cobaan yang dihadapinya mulai Juni 2024 lalu. Pada saat itu, Singh membayar seorang agen seharga lebih dari empat juta rupee (atau setara dengan sekitar 44.500 Euro) untuk menempuh perjalanan ke AS.

    Agen tersebut meyakinkan pria berusia 41 tahun itu bahwa ia dapat mencapai AS secara legal dalam waktu dua minggu. “Namun, perjalanan itu membawa saya melewati Qatar, Brasil, Peru, Kolombia, Panama, Nikaragua dan Meksiko – sering kali dalam kondisi yang tidak menentu, dengan harapan dapat tiba di ‘the land of opportunity’,” kata Singh dalam sebuah wawancara dengan DW.

    Agennya telah menyelundupkan Singh melalui “rute keledai” – istilah yang terkenal di India untuk rute migrasi ilegal dan berisiko.Rute ini digunakan oleh orang-orang yang ingin mencapai Amerika Serikat atau negara-negara Barat lainnya tanpa dokumen yang sah. Perjalanan yang berbahaya ini biasanya melibatkan beberapa persinggahan di negara-negara yang berbeda.

    Singh melaporkan bahwa ia dan para migran lainnya bertahan hidup dengan makanan seadanya selama perjalanan mereka dan sering kali dipaksa untuk melintasi medan yang berat – dalam kondisi cuaca yang ekstrim.

    Sebagai contoh, ia dibawa bersama sekelompok migran dengan perahu kecil ke laut lepas menuju Meksiko. Selama penyeberangan, satu orang jatuh ke dalam air tanpa jaket pelampung – mereka tidak dapat diselamatkan. “Saya melihat seorang lagi meninggal di hutan Panama,” kata Singh.

    Gagal dan kehilangan segalanya

    Pada akhir Januari, tak lama sebelum rencana masuk ke Amerika Serikat, Singh ditangkap di Meksiko dan diserahkan kepada patroli perbatasan AS. Dia menghabiskan beberapa minggu di pusat penahanan sebelum akhirnya kaki dan tangannya dibelenggu lalu dimasukkan ke dalam pesawat militer AS.

    Bersama dengan lebih dari 100 migran yang dideportasi lainnya, yang berasal dari negara bagian Punjab, Gujarat, Haryana, Uttar Pradesh dan Maharashtra, Singh pun diterbangkan kembali ke India.

    Di antara penumpang yang dideportasi terdapat 19 wanita dan 13 anak di bawah umur – termasuk seorang anak laki-laki berusia empat tahun dan dua anak perempuan berusia lima dan tujuh tahun.

    “Saya sangat terpukul setelah mempertaruhkan segalanya – uang, keselamatan, dan bahkan martabat saya – dengan harapan dapat memberikan masa depan yang lebih baik bagi keluarga saya” kata Singh, ayah dua anak tersebut.

    Berapa banyak warga India di AS tanpa dokumen resmi?

    Berdasarkan data terbaru dari Pew Research Center yang berbasis di Washington di tahun 2022 diperkirakan ada sekitar 725.000 imigran ilegal dari India di Amerika Serikat- menjadikan India ranking ketiga setelah Meksiko dan El Salvador.

    Sebaliknya, Migration Policy Institute memberikan angka yang jauh lebih rendah untuk tahun yang sama yakni 375.000 imigran ilegal dari India, mendudukkan India di rangking kelima.

    Terlepas dari angka-angka tersebut, India dan Amerika Serikat telah lama menegosiasikan deportasi. Menurut laporan eksklusif Bloomberg tahun 2024, pihak berwenang AS telah mengidentifikasi hampir 18.000 migran India tidak berdokumen akan dideportasi.

    Tantangan setelah “kembali”

    Banyak dari mereka yang telah kembali kini menghadapi tantangan yang sangat besar. Beberapa dari mereka telah menginvestasikan seluruh tabungan mereka untuk bisa sampai ke AS, banyak yang kini terlilit hutang.

    “Ini sangat sulit dan saya tidak bisa memikirkan bagaimana ke depan. Satu-satunya yang melegakan adalah suami saya telah kembali meski hutangnya sangat banyak,” kata Kuljinder Kaur, istri Harwinder Singh. “Untuk saat ini, biarkanlah kami sendiri, sehat terlebih dahulu.”

    Migran yang ditinggalkan dalam kesulitan

    Akashdeep Singh, yang ikut dalam penerbangan deportasi, juga mengatakan kepada DW bahwa hal itu tak hanya beresiko secara keuangan tetapi juga kesehatan emosional keluarganya demi sebuah kesempatan untuk hidup di AS.

    Pria berusia 23 tahun dari sebuah desa dekat Amritsar itu menjual sebagian besar tanahnya dan mengambil pinjaman sebesar 6 juta rupee (setara dengan 66.000 euro) untuk membiayai perjalanannya.

    Sekitar delapan bulan sebelum dideportasi, ia pindah ke Dubai dengan harapan dapat bekerja sebagai sopir truk. Namun tidak berhasil, sehingga ia memutuskan untuk menggunakan jaringan penyelundupan untuk sampai ke AS.

    “Saya ditangkap pada bulan Januari. Itu sangat mengerikan dan saya tidak ingin menceritakannya secara rinci – tetapi saya tidak akan pernah bisa melupakan aib ini,” kata Singh. Akashdeep tidak memberikan rincian: “Jangan tanya saya apa yang memotivasi saya untuk mengambil keputusan yang berisiko seperti itu.”

    Trump perketat kebijakan imigrasi

    Deportasi dari AS ke India ini merupakan bagian dari tindakan keras komprehensif terhadap migrasi ilegal di bawah Presiden AS Donald Trump,yang telah menjadikan penegakan hukum imigrasi yang ketat sebagai prioritas politiknya.

    Kali pertama penggunaan pesawat militer AS, bukan pesawat komersil untuk mendeportasi 104 warga negara India ini sangat kontroversial. Sebuah keputusan yang memberi pesan simbolis dan politis yang jelas.

    Deportasi ini terjadi sebelum kunjungan Perdana Menteri India, Narendra Modi, ke Washington minggu depan. Waktu dan perlakuan terhadap para deportan oleh pihak berwenang AS memicu kritik tajam di India – terutama dari partai-partai oposisi India yang mempertanyakan tindakan AS.

    Menteri Luar Negeri India, Subrahmanyam Jaishankar, dalam sebuah pernyataan resmi di hadapan majelis parlemen menyatakan bahwa pembelengguan selama penerbangan deportasi sejalan dengan standar procedure di AS. Selanjutnya ia mengatakan bahwa New Delhi telah melakukan kontak dengan Washington, memastikan bahwa para deportan tidak diperlakukan dengan buruk.

    “Prosedur standar untuk deportasi dengan pesawat ICE [US Immigration and Customs Enforcement atau Penegakan Imigrasi dan Bea Cukai AS], yang ada sejak tahun 2012, melibatkan penggunaan belenggu,” Jaishankar menjelaskan ketika ditanya tentang kondisi deportasi.

    Di bandara Amritsar, Swaran Singh (55), ayah dari Akashdeep Singh, menunggu kepulangan anaknya. Terlepas dari beban keuangan yang sangat besar, ia menekankan bahwa kepulangannya ke rumah dengan selamat adalah hal yang paling penting baginya.

    “Agen berjanji kepada saya bahwa perjalanan anak saya akan aman. Saya mempercayainya – tetapi sekarang semuanya hilang. Setidaknya, saya memiliki anak saya kembali, dan itulah yang terpenting. Masa depan kami tidak pasti dan mengkhawatirkan, karena kami memiliki utang yang sangat besar untuk dilunasi,” katanya. “Kenyataan pahitnya adalah bahwa kami – seperti banyak keluarga di Punjab dan di tempat lain di negara ini – menghadapi kehancuran finansial. Ditambah lagi dengan stigmatisasi sosial, yang begitu buruk ketika kerabat kami dikembalikan dengan cara seperti ini.”

    Diadaptasi dari artikel DW Bahasa Inggris

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Pakai Pesawat Militer, AS Mulai Deportasi Migran Ilegal ke India – Halaman all

    Warga India yang dideportasi AS: “Mempertaruhkan Segalanya, Namun Gagal” – Halaman all

    Harwinder Singh banyak merenung dalam 40 jam penerbangan pulang dari Texas menuju Kota Amritsar, negara bagian Punjab, India. Perjalanan dengan pesawat militer AS ini adalah babak terakhir dari cobaan yang dihadapinya mulai Juni 2024 lalu. Pada saat itu, Singh membayar seorang agen seharga lebih dari empat juta rupee (atau setara dengan sekitar 44.500 Euro) untuk menempuh perjalanan ke AS.

    Agen tersebut meyakinkan pria berusia 41 tahun itu bahwa ia dapat mencapai AS secara legal dalam waktu dua minggu. “Namun, perjalanan itu membawa saya melewati Qatar, Brasil, Peru, Kolombia, Panama, Nikaragua dan Meksiko – sering kali dalam kondisi yang tidak menentu, dengan harapan dapat tiba di ‘the land of opportunity’,” kata Singh dalam sebuah wawancara dengan DW.

    Agennya telah menyelundupkan Singh melalui “rute keledai” – istilah yang terkenal di India untuk rute migrasi ilegal dan berisiko.Rute ini digunakan oleh orang-orang yang ingin mencapai Amerika Serikat atau negara-negara Barat lainnya tanpa dokumen yang sah. Perjalanan yang berbahaya ini biasanya melibatkan beberapa persinggahan di negara-negara yang berbeda.

    Singh melaporkan bahwa ia dan para migran lainnya bertahan hidup dengan makanan seadanya selama perjalanan mereka dan sering kali dipaksa untuk melintasi medan yang berat – dalam kondisi cuaca yang ekstrim.

    Sebagai contoh, ia dibawa bersama sekelompok migran dengan perahu kecil ke laut lepas menuju Meksiko. Selama penyeberangan, satu orang jatuh ke dalam air tanpa jaket pelampung – mereka tidak dapat diselamatkan. “Saya melihat seorang lagi meninggal di hutan Panama,” kata Singh.

    Gagal dan kehilangan segalanya

    Pada akhir Januari, tak lama sebelum rencana masuk ke Amerika Serikat, Singh ditangkap di Meksiko dan diserahkan kepada patroli perbatasan AS. Dia menghabiskan beberapa minggu di pusat penahanan sebelum akhirnya kaki dan tangannya dibelenggu lalu dimasukkan ke dalam pesawat militer AS.

    Bersama dengan lebih dari 100 migran yang dideportasi lainnya, yang berasal dari negara bagian Punjab, Gujarat, Haryana, Uttar Pradesh dan Maharashtra, Singh pun diterbangkan kembali ke India.

    Di antara penumpang yang dideportasi terdapat 19 wanita dan 13 anak di bawah umur – termasuk seorang anak laki-laki berusia empat tahun dan dua anak perempuan berusia lima dan tujuh tahun.

    “Saya sangat terpukul setelah mempertaruhkan segalanya – uang, keselamatan, dan bahkan martabat saya – dengan harapan dapat memberikan masa depan yang lebih baik bagi keluarga saya” kata Singh, ayah dua anak tersebut.

    Berapa banyak warga India di AS tanpa dokumen resmi?

    Berdasarkan data terbaru dari Pew Research Center yang berbasis di Washington di tahun 2022 diperkirakan ada sekitar 725.000 imigran ilegal dari India di Amerika Serikat- menjadikan India ranking ketiga setelah Meksiko dan El Salvador.

    Sebaliknya, Migration Policy Institute memberikan angka yang jauh lebih rendah untuk tahun yang sama yakni 375.000 imigran ilegal dari India, mendudukkan India di rangking kelima.

    Terlepas dari angka-angka tersebut, India dan Amerika Serikat telah lama menegosiasikan deportasi. Menurut laporan eksklusif Bloomberg tahun 2024, pihak berwenang AS telah mengidentifikasi hampir 18.000 migran India tidak berdokumen akan dideportasi.

    Tantangan setelah “kembali”

    Banyak dari mereka yang telah kembali kini menghadapi tantangan yang sangat besar. Beberapa dari mereka telah menginvestasikan seluruh tabungan mereka untuk bisa sampai ke AS, banyak yang kini terlilit hutang.

    “Ini sangat sulit dan saya tidak bisa memikirkan bagaimana ke depan. Satu-satunya yang melegakan adalah suami saya telah kembali meski hutangnya sangat banyak,” kata Kuljinder Kaur, istri Harwinder Singh. “Untuk saat ini, biarkanlah kami sendiri, sehat terlebih dahulu.”

    Migran yang ditinggalkan dalam kesulitan

    Akashdeep Singh, yang ikut dalam penerbangan deportasi, juga mengatakan kepada DW bahwa hal itu tak hanya beresiko secara keuangan tetapi juga kesehatan emosional keluarganya demi sebuah kesempatan untuk hidup di AS.

    Pria berusia 23 tahun dari sebuah desa dekat Amritsar itu menjual sebagian besar tanahnya dan mengambil pinjaman sebesar 6 juta rupee (setara dengan 66.000 euro) untuk membiayai perjalanannya.

    Sekitar delapan bulan sebelum dideportasi, ia pindah ke Dubai dengan harapan dapat bekerja sebagai sopir truk. Namun tidak berhasil, sehingga ia memutuskan untuk menggunakan jaringan penyelundupan untuk sampai ke AS.

    “Saya ditangkap pada bulan Januari. Itu sangat mengerikan dan saya tidak ingin menceritakannya secara rinci – tetapi saya tidak akan pernah bisa melupakan aib ini,” kata Singh. Akashdeep tidak memberikan rincian: “Jangan tanya saya apa yang memotivasi saya untuk mengambil keputusan yang berisiko seperti itu.”

    Trump perketat kebijakan imigrasi

    Deportasi dari AS ke India ini merupakan bagian dari tindakan keras komprehensif terhadap migrasi ilegal di bawah Presiden AS Donald Trump,yang telah menjadikan penegakan hukum imigrasi yang ketat sebagai prioritas politiknya.

    Kali pertama penggunaan pesawat militer AS, bukan pesawat komersil untuk mendeportasi 104 warga negara India ini sangat kontroversial. Sebuah keputusan yang memberi pesan simbolis dan politis yang jelas.

    Deportasi ini terjadi sebelum kunjungan Perdana Menteri India, Narendra Modi, ke Washington minggu depan. Waktu dan perlakuan terhadap para deportan oleh pihak berwenang AS memicu kritik tajam di India – terutama dari partai-partai oposisi India yang mempertanyakan tindakan AS.

    Menteri Luar Negeri India, Subrahmanyam Jaishankar, dalam sebuah pernyataan resmi di hadapan majelis parlemen menyatakan bahwa pembelengguan selama penerbangan deportasi sejalan dengan standar procedure di AS. Selanjutnya ia mengatakan bahwa New Delhi telah melakukan kontak dengan Washington, memastikan bahwa para deportan tidak diperlakukan dengan buruk.

    “Prosedur standar untuk deportasi dengan pesawat ICE [US Immigration and Customs Enforcement atau Penegakan Imigrasi dan Bea Cukai AS], yang ada sejak tahun 2012, melibatkan penggunaan belenggu,” Jaishankar menjelaskan ketika ditanya tentang kondisi deportasi.

    Di bandara Amritsar, Swaran Singh (55), ayah dari Akashdeep Singh, menunggu kepulangan anaknya. Terlepas dari beban keuangan yang sangat besar, ia menekankan bahwa kepulangannya ke rumah dengan selamat adalah hal yang paling penting baginya.

    “Agen berjanji kepada saya bahwa perjalanan anak saya akan aman. Saya mempercayainya – tetapi sekarang semuanya hilang. Setidaknya, saya memiliki anak saya kembali, dan itulah yang terpenting. Masa depan kami tidak pasti dan mengkhawatirkan, karena kami memiliki utang yang sangat besar untuk dilunasi,” katanya. “Kenyataan pahitnya adalah bahwa kami – seperti banyak keluarga di Punjab dan di tempat lain di negara ini – menghadapi kehancuran finansial. Ditambah lagi dengan stigmatisasi sosial, yang begitu buruk ketika kerabat kami dikembalikan dengan cara seperti ini.”

  • Partai Bharatiya Janata Pimpinan Narendra Modi Menangkan Pilkada Delhi setelah ‘Puasa’ 27 Tahun – Halaman all

    Partai Bharatiya Janata Pimpinan Narendra Modi Menangkan Pilkada Delhi setelah ‘Puasa’ 27 Tahun – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kabar gembira menghinggapi sosok Perdana Menteri India, Narendra Modi setelah partai Bharatiya Janata (BJP) yang dipimpinnya dipastikan memenangkan mayoritas kursi Parlemen di daerah Ibukota Delhi pada hari Sabtu ini (8/2/2025).

    Dikutip dari Reuters, Partai pimpinan Narendra Modi tersebut diperkirakan akan kembali merebut kekuasaan di ibu kota negara setelah mengalami “puasa selama 27 tahun.”

    Menurut data dari Komisi Pemilu India, BJP memimpin dengan raihan 48 dari 70 kursi di wilayah ibu kota Delhi.

    Raihan ini jauh melampaui capaian 22 kursi yang diraih oleh pesaing terdekatnya yakni Partai Aam Aadmi (AAP) yang dipimpin Arvind Kejriwal, yang dikenal sebagai oposisi pemerintahan Modi.

    AAP sendiri selama ini kerap memenangkan pemilihan kepala daerah di New Delhi semenjak mereka dilahirkan dari gerakan anti-korupsi pada 2012.

    Melalu keberhasilan elektoral pertamanya di Delhi tersebut, AAP telah memerintah wilayah Delhi yang mencakup parlemen India dan kantor pemerintahan federal, selama dua periode sejak 2015.

    AAP sendiri kerap menjadi partai mayoritas di parlemen karena janji kampanye mereka yang populer di masyarakat seperti kebijakan kesejahteraan sosialnya bagi warga miskin yang merupakan basis pemilih utamanya.

    Selama pemerintahannya, Masyarakat Delhi pun mendapatkan program seperti air dan listrik gratis khusus untuk warga miskin.

    Adapun menurunnya elektabilitas AAP beberapa waktu ini terjadi karena kasus yang menyeret sosok Kejriwal beberapa waktu lalu.

    Sosok politisi yang berusia 55 tahun tersebut ditangkap dengan tuduhan korupsi beberapa minggu sebelum pemilu nasional dimulai.

    Tak terima dengan penangkapan dirinya, Kejriwal menuduh adanya dendam politik dari pemerintah Modi kepada dirinya.

    BJP dan Narendra Modi sendiri membantah klaim sepihak dari Kejriwal tersebut.

    Kejriwal yang kemudian dibebaskan dengan jaminan pengunduran diri sebagai Menteri Utama Delhi untuk fokus pada kampanye pemilu negara bagian, akhirnya kalah di pemilihan kali ini.

    Untuk melawan AAP, BJP juga menjanjikan program populer seperti subsidi bulanan sebesar 2.500 rupee India untuk semua wanita miskin.

    Selain itu mereka juga menjanjikan subsidi 21.000 rupee untuk setiap wanita hamil dari keluarga miskin, pensiun bulanan sebesar 2.500 rupee untuk lansia, dan 15.000 rupee untuk pemuda yang mempersiapkan ujian kompetitif.

    Modi kehilangan mayoritasnya di parlemen India tahun lalu, namun demikian ia kembali menjadi perdana menteri untuk periode ketiga dengan dukungan dari partai-partai regional. 

    BJP sendiri telah memenangkan tiga dari empat pemilu negara bagian yang diadakan setelahnya.

    Kemenangan pemilu negara bagian membantu partai-partai politik meningkatkan jumlah kursi mereka di majelis tinggi parlemen, yang sangat penting dalam pengambilan keputusan.

    (Tribunnews.com/Bobby)

  • Krisis Listrik Disebut Rentan Membuat Pakistan Jatuh ke Jebakan Utang Tiongkok – Halaman all

    Krisis Listrik Disebut Rentan Membuat Pakistan Jatuh ke Jebakan Utang Tiongkok – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kesepakatan utang dengan Tiongkok disebut sebagai jebakan oleh banyak negara. 

    Tak sedikit pula negara miskin atau yang tengah berkembang, terjerumus utang dengan Tiongkok. Dikutip dari Adily Asian Age, Rabu (5/2/2025), kesepakatan itu membuat negara-negara yang ingin memajukan kondisi ekonomi mereka, menjadi sasaran empuk eksploitasi strategis Tiongkok.

    Media itu menulis bahwa Tiongkok memanfaatkan sepenuhnya kerentanan negara-negara ini. 

    Salah satunya, Pakistan, yang bergulat dengan kekurangan listrik yang parah. 

    Negara itu telah menyerah pada jebakan utang Tiongkok, khususnya di tengah kebutuhan mendesak atas produksi listrik.

    Sejumlah negara miskin atau yang tengah berkembang, terjerumus utang dengan Tiongkok.

    Dikutip dari Adily Asian Age, Rabu (5/2/2025), kesepakatan itu membuat negara-negara yang ingin memajukan kondisi ekonomi mereka, menjadi sasaran eksploitasi strategis Tiongkok.

    Media itu menulis bahwa Tiongkok memanfaatkan sepenuhnya kerentanan negara-negara ini.

    Salah satunya, Pakistan, yang bergulat dengan kekurangan listrik.

    Negara itu terjerat utang Tiongkok, khususnya di tengah kebutuhan mendesak atas produksi listrik.

    Pakistan, menjadi negara di Asia Selatan yang mengalami kekurangan listrik kronis.

    Sejumlah kota besar seperti Karachi mengalami pemadaman listrik.

    “Meskipun kapasitas produksi listriknya sebesar 42.131 MW, hampir dua kali lipat dari permintaan listriknya, terjadi juga kenaikan tarif yang tajam pada Mei 2024,” tulis laporan Adily Asian Age dikutip, Rabu.

    Ketidaksesuaian ini telah memicu kritik publik terhadap Produsen Listrik Independen (IPP), khususnya IPP Tiongkok di bawah Koridor Ekonomi Tiongkok-Pakistan (CPEC), dan seruan untuk negosiasi ulang dan reformasi. 

    Pada 2014, Tiongkok memasuki sektor energi Pakistan melalui Koridor Ekonomi Tiongkok-Pakistan (CPEC), bagian dari Belt Road Initiative (BRI) atau kebijakan Tiongkok untuk membangun infrastruktur di berbagai negara.

    Awalnya, investasi bernilai $48 miliar dan kemudian berkembang menjadi $62 miliar, CPEC dipuji sebagai “pengubah permainan” bagi ekonomi Pakistan. 

    Namun, sebagian besar investasi menargetkan sektor listrik, yang menimbulkan kekhawatiran. 

    Khususnya, tentang motif tersembunyi Tiongkok dan potensi Pakistan untuk terjerat dalam utang dan ketergantungan.

    Dari $62 miliar, hampir $35 miliar mendanai 21 proyek pembangkit listrik tenaga batu bara, yang menambah 6.000 MW ke jaringan listrik Pakistan. 

    Akan tetapi, proyek-proyek ini telah membengkakkan utang nasional, dengan rasio utang terhadap ekuitas sebesar 75 persen.

    IPP Tiongkok dilaporkan mendapatkan pengembalian ekuitas yang sangat tinggi—27-34%—yang dijamin oleh pemerintah, jauh melebihi tingkat kebijakan tahun 1994 sebesar 15-18%.

    Meskipun proyek-proyek CPEC telah mengatasi beberapa defisit energi, pemadaman listrik terus merajalela di kota-kota seperti Karachi.

    Para kritikus menyatakan bahwa proyek-proyek listrik CPEC telah membebani Pakistan dengan utang yang tidak berkelanjutan dan biaya listrik yang sangat tinggi.

    Utang Pakistan ke Tiongkok

    Meski terjadi penambahan kapasitas yang signifikan, listrik yang terjangkau masih di luar jangkauan rumah tangga dan industri.

    Masalah-masalah ini memberikan dampak merugikan dari keterlibatan Tiongkok di sektor energi Pakistan.

    Selain itu juga menimbulkan kekhawatiran tentang manfaat sebenarnya dari kesepakatan energi CPEC.
     
    Meningkatnya permintaan energi Pakistan memfasilitasi masuknya Tiongkok ke sektor listrik Pakistan. Ditandatangani pada tahun 2014, CPEC memprioritaskan pembangkit listrik di samping jalan raya, rel kereta api, dan kawasan bisnis.

    Sementara itu, Tiongkok berfokus pada proyek konektivitas, pemerintah Pakistan mengarahkan pembiayaan awal CPEC ke arah energi.

    Pada tahun 2022, Pakistan yang kekurangan energi bermaksud untuk menambah 30.000 MW ke jaringan listrik, dengan 11 proyek menyediakan lebih dari 6.000 MW.
     
    Selama dua dekade terakhir, Beijing telah menggelontorkan miliaran dolar ke Pakistan, menciptakan portofolio energi yang didanai Tiongkok terbesar di dunia.

    AidData menemukan paparan utang Pakistan ke Beijing sebesar $67,2 miliar dari tahun 2000-2021.

    CPEC telah menambahkan hampir $26 miliar ke utang pemerintah Pakistan. Investasi ini, terutama pinjaman, telah menyebabkan krisis neraca pembayaran, yang menyoroti praktik keuangan eksploitatif Tiongkok dan tekanan ekonomi yang parah pada Pakistan.

    Sejak awal, pemerintah Pakistan yang kritis terhadap CPEC meminta bantuan dana talangan dari Beijing di tengah menyusutnya FDI. Penolakan Tiongkok memaksa Pakistan untuk beralih ke IMF dan mengamankan dana talangan sebesar $6 miliar. Hal ini menyoroti motif jahat Tiongkok, yang mengeksploitasi kesulitan keuangan Pakistan sambil menolak bantuan yang sebenarnya.
     
    Di tengah perdebatan tentang CPEC dan keuangan Pakistan, IPP telah menjadi isu yang kontroversial. Perdebatan tentang IPP bukanlah hal baru, tetapi kritik meningkat seiring dengan melonjaknya harga energi. Tahun lalu, mantan menteri sementara menyerukan agar kontrak IPP dibatalkan dan menyalahkannya atas harga listrik Pakistan yang selangit.

    Tarif Tinggi

    Kontrak dengan IPP, termasuk pembayaran kapasitas dan jaminan pengembalian, memperburuk utang sirkuler Pakistan. Beberapa menteri menyoroti bahwa pembayaran kapasitas—pembayaran tetap kepada produsen listrik, terlepas dari penggunaan listrik—merugikan Pakistan sebesar 150 miliar rupee ($540 juta) setiap bulan. 

    Beberapa pembangkit, seperti Sahiwal dan Port Qasim, menggelembungkan biaya pemasangan, memanfaatkan Perjanjian Pembelian Tenaga Listrik (PPA) yang memungkinkan penagihan sendiri. Pembayaran kapasitas ini merupakan kewajiban utang terbesar ketiga Pakistan, setelah utang pertahanan dan utang luar negeri, yang menggarisbawahi praktik keuangan eksploitatif Tiongkok.

    Dalam wawancara dengan Voice of America, menteri energi Pakistan mengakui perlunya merevisi kontrak dengan produsen listrik Tiongkok.

    Sebelum proyek CPEC, Pakistan membayar 384 miliar rupee dalam pembayaran kapasitas kepada IPP pada tahun 2015. Setelah IPP CPEC, tagihan ini melonjak menjadi 2124 miliar rupee setiap tahunnya.

    Saat ini, Pakistan membayar lebih banyak kepada pembangkit listrik tenaga batu bara Sahiwal—yang dimiliki bersama oleh dua perusahaan milik negara Tiongkok—dibandingkan dengan semua IPP yang digabungkan pada tahun 2002. Kebijakan energi dan proyek listrik CPEC memang menyebabkan kelebihan kapasitas dalam pembangkitan listrik Pakistan.

    Utang yang meningkat, khususnya dari Tiongkok, telah memaksa Pakistan membeli listrik dengan tarif tinggi, meskipun memiliki surplus.

    Permohonan Islamabad yang berulang kali pada tahun 2024 untuk merestrukturisasi utang energinya sebesar $15 miliar telah diabaikan Beijing, yang menyoroti praktik keuangan eksploitatif Tiongkok dan kurangnya dukungan yang tulus.

    SUMBER 

  • Intip Uang Saku Beasiswa LPDP 2025 di 69 Negara

    Intip Uang Saku Beasiswa LPDP 2025 di 69 Negara

    Jakarta, Beritasatu.com – Beasiswa LPDP 2025 memberikan bantuan mencakup biaya pendidikan dan uang saku yang disesuaikan dengan standar hidup di 69 negara tujuan. Pemerintah kembali membuka pendaftaran Beasiswa LPDP hingga 17 Februari 2025.

    Beasiswa LPDP adalah salah satu yang paling diminati karena memberikan kesempatan emas untuk melanjutkan pendidikan S2 dan S3 secara gratis, baik di dalam maupun luar negeri.

    Tak hanya menanggung biaya pendidikan sepenuhnya, LPDP juga memberikan benefit lainnya, termasuk uang saku bulanan yang sangat membantu selama masa studi. Menariknya, besaran uang saku yang diterima setiap penerima beasiswa berbeda-beda tergantung negara tujuan studi.

    Berdasarkan buku LPDP Scholarship Funding Components atau sekitar April 2024, berikut adalah besaran uang saku LPDP di 69 negara:

    Afrika Selatan: US$ 920 atau sekitar Rp 14 juta.Amerika Serikat: US$ 2.000–2.600 atau sekitar Rp 31 juta-Rp 40 juta.Arab Saudi: 3.100 riyal Arab Saudi atau sekitar Rp 13 juta.Argentina: US$ 700 atau sekitar Rp 11 juta.Australia: 2.500-2.800 dolar Australia atau sekitar Rp 26 juta-Rp 29 juta.Austria: 1.200 euro atau sekitar Rp 21 juta.Belanda: 1.500 euro atau sekitar Rp 26 juta.Belarus: US$ 520 atau sekitar Rp 8 juta.Belgia: 1.500 euro atau sekitar Rp 26 juta.Brasil: 2.500 real Brasil atau sekitar Rp 8 juta.Brunei Darussalam: 570 dolar Brunei Darussalam atau sekitar Rp 6 juta.Bulgaria: 980 lev Bulgaria atau sekitar Rp 8 juta.Chili: US$ 1.400 atau sekitar Rp 22 juta.Ceko: US$ 670 atau sekitar Rp 10 juta.Denmark: 1.400-1.600 euro atau sekitar Rp 24 juta-Rp 28 juta.Estonia: 710 euro atau sekitar Rp 12 juta.Filipina: 35.100 peso Filipina atau sekitar Rp 10 juta.Finlandia: 1.200 euro atau sekitar Rp 21 juta.Hong Kong: 12.700 dolar Hong Kong atau sekitar Rp 25 juta.Hungaria: 780 euro atau sekitar Rp 14 juta.India: 33.400 rupee India atau sekitar Rp 6 juta.Inggris: 1.400-1.900 poundsterling atau sekitar Rp 27 juta-Rp 37 juta.Iran: 950 euro atau sekitar Rp 16 juta.Irlandia: 1.600 euro atau sekitar Rp 28 juta.Islandia: US$ 1.700 atau sekitar Rp 26 juta.Italia: 1.400 euro atau sekitar Rp 24 juta.Jepang: 170.000-195.000 Yen Jepang atau sekitar Rp 17 juta-Rp 19 juta.Jerman: 1.400 euro atau sekitar Rp 24 juta.Kanada: 2.300-2.900 dolar Kanada atau sekitar Rp 26 juta-Rp 33 juta.Kazakhstan: 310.000 tenge Kazakhstan atau sekitar Rp 10 juta.Kenya: US$ 480 atau sekitar Rp 7 juta.Korea Selatan: 1.500.000 won Korea Selatan atau sekitar Rp 17 juta.Kroasia: 630 euro atau sekitar Rp 11 juta.Latvia: 630 euro atau sekitar Rp 11 juta.Lebanon: US$ 1.400 atau sekitar Rp 22 juta.Lituania: 720 euro atau sekitar Rp 12 juta.Luksemburg: 1.500 euro atau sekitar Rp 26 juta.Makau: 7.800 pataca Makau atau sekitar Rp 15 juta.Malaysia: 2.700 ringgit Malaysia atau sekitar Rp 9 juta.Maroko: 540 euro atau sekitar Rp 9 juta.Meksiko: US$ 1.300 atau sekitar Rp 20 juta.Mesir: US$ 880 atau sekitar Rp 14 juta.Norwegia: 12.700 Krone Norwegia atau sekitar Rp 18 juta.Oman: US$ 860 atau sekitar Rp 13 juta.Pakistan: US$ 410 atau sekitar Rp 6 juta.Prancis: 1.500 euro atau sekitar Rp 26 juta.Polandia: 710 euro atau sekitar Rp 12 juta.Portugal: 800 euro atau sekitar Rp 13 juta.Qatar: 6.000 riyal Qatar atau sekitar Rp 25 juta.Rusia: US$ 700-880 atau sekitar Rp 11 juta-Rp 14 juta.Selandia Baru: 2.300 dolar Selandia Baru atau sekitar Rp 21 juta.Singapura: 2.300 dolar Singapura atau sekitar Rp 26 juta.Siprus: 750 euro atau sekitar Rp 13 juta.Slovenia: 650 euro atau sekitar Rp 11 juta.Spanyol: 1.400 euro atau sekitar Rp 24 juta.Sudan: US$ 700 atau sekitar Rp 11 juta.Swedia: 12.300 krona Swedia atau sekitar Rp 18 juta.Swiss: 2.400 franc Swiss atau sekitar Rp 43 juta.Taiwan: US$ 1.100 atau sekitar Rp 17 juta.Thailand: 24.800 baht Thailand atau sekitar Rp 11 juta.Tiongkok: 6.600 yuan Tiongkok atau sekitar Rp 14 juta.Tunisia: 2.300 dinar Tunisia atau sekitar Rp 12 juta.Turki: 490 euro atau sekitar Rp 8,5 juta.Uni Emirat Arab: 6.100 dirham UAE atau sekitar Rp 26 juta.Uzbekistan: US$ 720 atau sekitar Rp 11 juta.Vietnam: 10.790.000 dong Vietnam atau sekitar Rp 6,5 juta.Yaman: US$ 700 atau sekitar Rp 11 juta.Yordania: US$ 810 atau sekitar Rp 13 juta.Yunani: 600 euro atau sekitar Rp 10 juta.

    Besaran uang saku beasiswa ini menyesuaikan dengan biaya hidup di setiap negara dan dapat berubah sesuai kebijakan LPDP di tahun 2025.

  • Honda City Apex Edition Meluncur di India, Apa yang Spesial?

    Honda City Apex Edition Meluncur di India, Apa yang Spesial?

    JAKARTA – Honda Cars India resmi luncurkan sedan City Apex Edition untuk pasar lokal, model tersebut hadir dengan beberapa peningkatan kosmetik baik dari sisi eksterior maupun interior.

    Mengutip dari laman Auto Car India, Senin, 3 Februari, Wakil Presiden Pemasaran dan Penjualan Honda Cars India Kunal Behl, mengatakan Honda City telah menjadi merek yang sangat sukses di India dan menikmati status aspirasional di kalangan pelanggan.

    “Ini secara konsisten menjadi pilar bisnis yang kuat bagi Honda Cars India. Dengan diperkenalkannya Honda City Edisi Apex, kami bertujuan untuk menawarkan paket yang lebih canggih dan premium kepada pelanggan kami,” katanya.

    Lantas apa saja pembaruan eksterior pada edisi Apex? untuk area eksterior, mobil sedan ini mendapatkan pembaruan pada bagian badge, sepatbor depan dan tutup bagasi.

    Peningkatan yang lebih signifikan terjadi pada interior dengan finishing kulit imitasi pada dasbor, bantalan pintu, dan area konsol tengah, juga mendapat sarung jok dan bantal eksklusif Edisi Apex.

    Edisi ini juga menawarkan paket pencahayaan sekitar tujuh warna di sekitar panel instrumen dan di area pintu. Warna yang dihadirkan dapat disesuaikan dengan keinginan para pengguna Honda City sedan. Pilihan ini juga bisa diaplikasikan di varian yang sudah ada saat ini.

    Tak ada perubahan dari jantung pacunya, Honda City melanjutkan dengan mesin bensin 1,5 liter natural aspirated berkekuatan 121 hp yang dapat diperoleh dengan manual 6 kecepatan atau gearbox CVT 7 kecepatan.

    Model ini hadir untuk pilihan trim V dan VX yang dibanderol mulai dari 1.330.000 rupee untuk trim V atau kisaran Rp251 jutaan, sedangkan untuk trim VX 1.562.000 rupee atau Rp295 jutaan.

  • Kelas Menengah India Dapat Potongan Pajak Rp188 Triliun, Siap Pacu Pertumbuhan Ekonomi

    Kelas Menengah India Dapat Potongan Pajak Rp188 Triliun, Siap Pacu Pertumbuhan Ekonomi

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah India memberikan keringanan pajak sebesar 1 triliun rupee atau sekitar Rp188 triliun (asumsi kurs Rp188 per rupee) kepada konsumen kelas menengah. Insentif itu untuk menopang ekonomi yang melambat karena risiko global yang memburuk.

    Dilansir dari Bloomberg, Menteri Keuangan India Nirmala Sitharaman menyampaikan kebijakan anggaran kepada anggota parlemen di New Delhi, India pada Sabtu (1/2/2025).

    Individu dengan pendapatan tahunan hingga 1,2 juta rupee (sekitar Rp225,6 juta) secara efektif akan dibebaskan dari kewajiban membayar pajak penghasilan. Kementerian Keuangan India menaikkan batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dari sebelumnya 700.000 rupee (sekitar Rp131,6 juta per tahun).

    Perubahan pajak akan memengaruhi 10 juta individu, meningkatkan jumlah mereka yang tidak membayar pajak penghasilan menjadi 60 juta, atau sekitar 74% dari semua pembayar pajak.

    “[Langkah tersebut akan] secara substansial mengurangi pajak kelas menengah dan menyisakan lebih banyak uang di tangan mereka, meningkatkan konsumsi rumah tangga, tabungan, dan investasi,” ujar Sitharaman, dilansir dari Bloomberg pada Minggu (2/2/2025).

    Sitharaman juga mengumumkan defisit anggaran yang sedikit lebih kecil untuk tahun fiskal mendatang, dengan peningkatan yang moderat dalam belanja infrastruktur.

    Anggaran tersebut disusun dengan latar belakang pertumbuhan ekonomi India yang paling lemah sejak pandemi Covid-19 dan meningkatnya risiko geopolitik karena Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengguncang perdagangan global dengan ancaman tarif yang meluas. Investor telah menarik sekitar US$600 miliar dari saham India dalam sebulan terakhir.

    Pemerintah memperkirakan pertumbuhan ekonomi India hanya 6,4% pada 2025—jauh di bawah pertumbuhan tahunan 8% yang dibutuhkan Perdana Menteri Narendra Modi untuk memenuhi tujuan ekonominya yang ambisius untuk menjadikan India sebagai negara maju pada tahun 2047.

    Perekonomian India diperkirakan akan tumbuh 6,3%—6,8% pada 2026.

    Meskipun terjadi kehilangan pendapatan dari pemotongan pajak, Sitharaman masih berhasil menargetkan defisit anggaran yang lebih rendah pada tahun mendatang sebesar 4,4% terhadap produk domestik bruto (PDB), sedikit di bawah 4,5% yang diperkirakan sebelumnya.

    Peningkatan transfer dari bank sentral dan lembaga keuangan milik pemerintah sebagian akan membantu mengimbangi penurunan pendapatan pajak. Defisit akan didanai melalui penjualan obligasi yang sedikit lebih tinggi dari yang diharapkan sebesar 14,82 triliun rupee (sekitar Rp2.786 triliun).

    Di sisi belanja, pemerintah kurang membelanjakan belanja modalnya tahun ini, sehingga defisit anggaran lebih kecil, yaitu 4,8% terhadap PDB, dibandingkan dengan estimasi sebelumnya sebesar 4,9%. Belanja modal diproyeksikan tumbuh 10% menjadi 11,2 triliun rupee pada tahun fiskal mendatang.

    “Upaya kami adalah menjaga defisit fiskal setiap tahun sehingga utang pemerintah pusat tetap pada jalur penurunan sebagai persentase dari PDB,” katanya, memproyeksikan utang sebesar 50% dari PDB pada Maret 2031.

    Mengekang defisit fiskal dan utang pemerintah akan menjadi kunci untuk meningkatkan peringkat kredit India, yang saat ini berada pada level terendah untuk investasi. Moody’s Ratings mengatakan pada Sabtu (1/2/2025) bahwa rencana fiskal yang diuraikan oleh Menteri Keuangan India belum menjamin perubahan peringkat kredit.

  • Kelas Menengah Bakal Bebas Pajak di India, Ini Alasannya

    Kelas Menengah Bakal Bebas Pajak di India, Ini Alasannya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah India berencana memangkas tarif pajak penghasilan pribadi guna meningkatkan daya beli kelas menengah, terutama di tengah perlambatan ekonomi.

    Menteri Keuangan India, Nirmala Sitharaman mengumumkan langkah tersebut dalam presentasi anggaran tahunan yang juga bertujuan mendorong investasi swasta, demi memperkuat pertumbuhan ekonomi.

    Sebagai ekonomi terbesar kelima di dunia, India diproyeksikan akan mengalami pertumbuhan paling lambat dalam jangka waktu empat tahun ke depan.

    Faktor-faktor seperti lemahnya permintaan di perkotaan serta lesunya investasi swasta menjadi penyebab utama perlambatan ini. Selain itu, inflasi pangan yang tetap tinggi turut menggerus daya beli masyarakat.

    Sitharaman mengatakan, guna mengatasi situasi ini pemerintah memasukkan berbagai kebijakan yang ditujukan untuk membantu masyarakat miskin, pemuda, petani, dan perempuan dalam anggaran fiskal 2025-26. Ia pun menyoroti perlunya reformasi perpajakan yang transformatif.

    Pemerintah India mengumumkan bahwa individu dengan penghasilan hingga 1,28 juta rupee ($14.800) per tahun tidak perlu membayar pajak, naik dari ambang batas sebelumnya yang dipatok 700.000 rupee.

    Selain itu, tarif pajak bagi mereka yang berpenghasilan di atas batas juga diturunkan. Langkah ini diperkirakan akan mengurangi pendapatan pajak sekitar 1 triliun rupee.

    Meski memberikan insentif pajak, pemerintah tetap berupaya memperbaiki kondisi fiskalnya, dengan menargetkan defisit anggaran sebesar 4,4% dari PDB pada 2025-26, turun dari 4,8% PDB yang telah direvisi untuk tahun ini.

    Untuk menutupi defisit fiskal tahun ini, pemerintah akan meminjam 14,82 triliun rupee ($171 miliar) melalui pasar obligasi.

    Sementara, untuk menyeimbangkan pendapatan yang hilang akibat pemangkasan pajak, pemerintah menganggarkan peningkatan belanja modal yang moderat tahun ini, dengan alokasi naik menjadi 11,21 triliun rupee pada 2025-26.

    (fab/fab)

  • Gelontorkan Rp5,15 Miliar, BUKK Ekspansi Ke India

    Gelontorkan Rp5,15 Miliar, BUKK Ekspansi Ke India

    Jakarta, FORTUNE – PT Bukaka Teknik Utama Tbk (BUKK) melaporkan ekspansi terbarunya melalui pendirian Anak Usaha di India. 

    Direktur Utama Bukaka Teknik Utama (BUKK), Irsal Kamarudin, mengungkapkan anak usaha ini adalah Bukaka Oil and Gas Private Limited yang bergerak dalam pembuatan, perbaikan, dan penyedia peralatan serta produk yang berkaitan dengan industri minyak bumi.

    “Bukaka Oil and Gas Private Limited telah mendapat pengesahan dan tercatat dalam Kementerian Perusahaan Pemerintah India per 29 Januari 2025,” jelasnya dalam keterbukaan informasi BEI, Jumat (30/1). 

    Pendirian usaha menggandeng perusahaan asal India, Three D Integrated Solutions Limited. Irsal menyampaikan total modal yang ditempatkan dan disetor untuk ekspansi tersebut mencapai INR2,75,00,000 (dua crore tujuh puluh lima lakh rupee), atau sekitar Rp5,15 miliar. 

    Dana tersebut pun terbagi atas 27,50,000 (dua puluh tujuh lakh lima puluh ribu) lembar saham, yang masing-masing saham bernilai nominal INR10.

    Untuk susunan pemegang sahamnya, BUKK memegang sekitar 85 persen dari keseluruhan modal yakni INR2,33,75,000, atau kurang lebihnya setara dengan Rp4,38 miliar atau sebanyak 23,37,500 lembar saham.

    Sedangkan Three D Integrated Solutions Limited, sebesar INR41,25,000, atau kurang lebihnya setara dengan Rp773.95 juta. Nominal tersebut sebanyak 4,12,500 lembar saham atau setara 15 persen dari keseluruhan modal.

    Sebagai konteks, Emiten milik Jusuf Kalla ini kerap kali melakukan ekspansi belakangan ini. Pada 16 Januari 2025, BUKK membentuk perseroan terbatas, yaitu PT Bhara Seva Konstruksi, yang berdiri di Kabupaten Bogor. Perusahaan ini bergerak dalam aktivitas sewa-menyewa alat konstruksi. 

    Pada 20 November 2024, BUKK pun mendirikan usaha baru yang berlokasi di Kabupaten Bogor, dengan nama PT Mutiara Cita Medika.

    Sedikit berbeda dari yang lain, anak usaha ini berfokus pada bidang aktivitas kesehatan untuk manusia, termasuk rumah sakit swasta, klinik swasta, perdagangan eceran barang dan obat farmasi di apotek.