Produk: protein

  • 7 Tips Sehat Pascabencana agar Tubuh Kuat Hadapi Pemulihan

    7 Tips Sehat Pascabencana agar Tubuh Kuat Hadapi Pemulihan

    Jakarta, Beritasatu.com – Bencana nasional, seperti gempa bumi, banjir, letusan gunung berapi, hingga angin topan dapat terjadi tanpa diduga dan meninggalkan dampak besar bagi masyarakat.

    Setelah bencana terjadi, tantangan tidak hanya datang dari kerusakan fisik dan trauma psikologis, tetapi juga dari kondisi lingkungan yang tidak lagi ideal untuk menjaga kesehatan.

    Akses kesehatan terbatas, kebersihan menurun, serta perubahan pola makan membuat tubuh lebih rentan terhadap penyakit. Karena itulah, menjaga kesehatan pascabencana menjadi langkah penting agar tubuh tetap kuat melewati masa pemulihan.

    Berikut tips atau tip yang dapat diterapkan untuk menjaga kesehatan di tengah kondisi pascabencana.

    Tips Tubuh Sehat Pascabencana

    1. Pastikan konsumsi air bersih

    Air bersih adalah kebutuhan utama bagi tubuh, terutama setelah bencana. Sumber air sering kali tercemar atau sulit diakses sehingga risiko penyakit meningkat.

    Jika tidak tersedia air minum yang terjamin, rebus air hingga mendidih untuk membunuh kuman. Air kemasan yang masih tersegel juga dapat menjadi alternatif aman.

    Hindari mengonsumsi air yang keruh, berbau, atau tidak meyakinkan karena dapat memicu diare dan infeksi pencernaan. Selain itu, gunakan air bersih untuk mencuci tangan sebelum makan dan setelah menggunakan toilet, sebab penyebaran penyakit di area pengungsian bisa terjadi sangat cepat.

    2. Jaga pola makan seimbang

    Selama situasi darurat, makanan yang tersedia sering kali terbatas. Meski demikian, upayakan agar tubuh tetap mendapatkan nutrisi seimbang.

    Jika ada makanan pokok, seperti nasi atau roti, lengkapi dengan lauk bergizi seperti telur, ikan kemasan, kacang-kacangan, atau makanan tinggi protein lainnya. Pilih buah yang tahan lama seperti pisang atau jeruk.

    Hindari makanan dengan aroma tidak wajar atau yang telah dibiarkan terbuka terlalu lama. Makanan basi dapat menyebabkan keracunan yang berbahaya, terutama di tengah keterbatasan fasilitas medis.

    3. Utamakan kebersihan diri dan lingkungan

    Lingkungan pengungsian sering padat dan kurang higienis. Karena itu, menjaga kebersihan diri menjadi langkah vital. Cuci tangan dengan sabun setiap sebelum makan dan setelah dari toilet. Jika sabun tidak tersedia, gunakan antiseptik tangan jika memungkinkan.

    Pastikan sampah dibuang di tempat yang disediakan untuk mencegah bau dan berkembangnya penyakit. Hindari menumpuk barang lembap karena dapat memicu perkembangbiakan nyamuk. Gunakan obat nyamuk atau lotion antinyamuk untuk mengurangi risiko penyakit seperti demam berdarah atau malaria.

    4. Rawat luka dan perhatikan kesehatan kulit

    Luka kecil dapat menjadi masalah besar jika tidak dirawat dengan baik. Bersihkan luka menggunakan air bersih, kemudian tutup dengan perban steril agar terhindar dari infeksi.

    Jangan biarkan luka terpapar debu atau kotoran. Jika luka tampak memburuk, bernanah, atau menimbulkan demam, segera cari pertolongan medis.

    Selain itu, pastikan kulit tetap kering terutama saat lingkungan basah. Gunakan pakaian bersih dan kering untuk mencegah infeksi jamur yang sering muncul pascabencana.

    5. Tetap aktif dan cukup istirahat

    Tubuh memerlukan keseimbangan antara aktivitas dan istirahat untuk menjaga daya tahan tubuh. Melakukan gerakan ringan dapat membantu melancarkan peredaran darah dan menjaga kebugaran.

    Namun jangan memaksakan diri jika tubuh terasa sangat lelah. Tidur yang cukup sangat penting untuk proses pemulihan fisik maupun mental.

    6. Perhatikan kondisi mental

    Kesehatan mental adalah bagian penting dari kesehatan secara keseluruhan. Bencana dapat menimbulkan stres, kecemasan, atau trauma mendalam.

    Cobalah tetap berkomunikasi dengan keluarga atau orang terdekat untuk saling memberi dukungan. JIka tersedia tenaga profesional seperti psikolog di posko bencana, manfaatkan layanan tersebut untuk membantu proses pemulihan emosional.

    7. Segera cari bantuan medis jika dibutuhkan

    Jika muncul gejala seperti demam tinggi, muntah berkelanjutan, sesak napas, atau kondisi tubuh memburuk, segera periksakan diri ke tenaga medis terdekat. Penanganan dini dapat mencegah kondisi semakin parah dan mempercepat proses penyembuhan.

    Menjaga kesehatan pascabencana merupakan langkah penting untuk menghadapi masa pemulihan yang panjang. Dengan memastikan air minum aman, menjaga kebersihan diri, memilih makanan bergizi, dan memperhatikan kesehatan fisik serta mental, kita dapat melindungi diri sendiri dan orang-orang di sekitar.

    Situasi darurat memang penuh tantangan, tetapi tubuh yang sehat akan membantu mempercepat pemulihan dan memudahkan kita kembali menata kehidupan.

  • Frekuensi Buang Air Besar Ternyata Bisa Ungkap Kondisi Kesehatan Anda

    Frekuensi Buang Air Besar Ternyata Bisa Ungkap Kondisi Kesehatan Anda

    Jakarta, Beritasatu.com –  Buang air besar bukan hanya rutinitas sehari-hari, tetapi juga indikator penting kesehatan tubuh secara keseluruhan. Sebuah studi yang diterbitkan pada Juli 2024 meneliti kebiasaan buang air besar pada 1.425 orang dan membandingkannya dengan data demografis, genetika, dan kondisi kesehatan mereka.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang paling sehat biasanya buang air besar satu hingga dua kali sehari, zona “Goldilocks” yang dianggap ideal. Baik terlalu jarang maupun terlalu sering buang air besar dikaitkan dengan berbagai masalah kesehatan mendasar. 

    Menurut mikrobiolog dari Institute for Systems Biology (ISB), Sean Gibbons, yang dikutip Science Alert, Jumat (12/5/2025), frekuensi buang air besar ternyata dapat memengaruhi seluruh sistem tubuh, dan pola yang tidak normal bisa menjadi faktor risiko penyakit kronis. Studi ini menganalisis orang sehat tanpa riwayat penyakit ginjal atau gangguan usus. 

    Peserta dibagi ke dalam empat kategori: konstipasi (1-2 kali per minggu), rendah-normal (3-6 kali per minggu), tinggi-normal (1-3 kali per hari), dan diare (4 kali atau lebih per hari). Peneliti juga meneliti metabolit darah, genetika, dan mikroba usus dari sampel tinja.

    “Hasilnya menunjukkan hubungan jelas antara frekuensi buang air besar dan kondisi kesehatan. Penderita diare lebih sering memiliki bakteri dari saluran pencernaan bagian atas dan biomarker kerusakan hati. Sementara pada orang dengan konstipasi, tinja mengandung bakteri yang memfermentasi protein, menghasilkan racun seperti indoxyl-sulfate yang berpotensi merusak ginjal,” tulis Science Alert.

    Penelitian ini menekankan bahwa kebiasaan buang air besar sehari-hari dapat memberikan petunjuk penting tentang kesehatan tubuh. Berita baiknya, kebiasaan ini bisa diperbaiki. Studi terbaru menunjukkan bahwa mikrobioma usus dapat beradaptasi lebih cepat dari yang diperkirakan, misalnya melalui peningkatan asupan serat, hidrasi yang cukup, dan olahraga rutin.

    Mereka yang berada di zona Goldilocks umumnya memiliki komposisi bakteri usus yang sehat, sehingga tubuh lebih efisien memanfaatkan serat. Penelitian lain menambahkan bahwa kombinasi jumlah serat dan mikroba spesifik menentukan hasil kesehatan, sehingga dua orang dengan pola makan sama bisa memiliki kondisi pencernaan berbeda.

    Dengan demikian, memantau frekuensi buang air besar sehari-hari bisa menjadi cara sederhana untuk menilai dan menjaga kesehatan, sekaligus memberi petunjuk penting yang selama ini mungkin terabaikan.

  • BGN Dorong Diversifikasi Pangan untuk Perkuat Program Makan Bergizi Gratis

    BGN Dorong Diversifikasi Pangan untuk Perkuat Program Makan Bergizi Gratis

    Bisnis.com, JAKARTA — Badan Gizi Nasional (BGN) menegaskan komitmen memperluas diversifikasi pangan sebagai bagian dari Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto.

    Upaya ini ditampilkan melalui peluncuran buku Rasa Bhayangkara Nusantara yang memuat ratusan menu daerah dari berbagai wilayah Indonesia.

    Kepala BGN Dadan Hindayana menyatakan diversifikasi pangan menjadi strategi penting untuk memastikan asupan gizi anak Indonesia terpenuhi melalui sumber makanan yang beragam.

    Menurutnya, pemanfaatan kuliner Nusantara dapat mendukung pendidikan gizi sekaligus memperkenalkan keragaman budaya sejak dini.

    “Diversifikasi pangan menjadi bagian penting dalam memastikan menu yang sehat, aman, dan sesuai standar nasional,” ujarnya saat dihubungi Bisnis, Jumat (5/12/2025).

    Terbitkan Buku Rasa Bhayangkara Nusantara

    Buku Rasa Bhayangkara Nusantara menuangkan sejumlah hidangan—mulai dari Soto Lamongan, Nasi Pecel Madiun, Nasi Jagung Khas Kaili, hingga Pallu Basa—dicantumkan bersama kandungan gizi dan dibuat dengan prinsip higienitas serta standar ilmiah BGN.

    BGN menilai diversifikasi pangan penting untuk mengurangi ketergantungan pada satu jenis makanan pokok dan memperluas sumber karbohidrat, protein, dan serat. 

    Menu dalam buku tersebut dirancang menggunakan bahan lokal dari berbagai daerah, seperti jagung, umbi, ikan air tawar, dan aneka bumbu Nusantara.

    Dadan berharap upaya diversifikasi pangan ini dapat memastikan anak-anak memperoleh asupan gizi seimbang sekaligus mendukung ketahanan pangan nasional. 

    “Rasa Bhayangkara Nusantara menjadi inspirasi bahwa memberi makan anak bangsa adalah pengabdian tertinggi,” tandas Dadan.

  • Pola Makan Vladimir Putin yang Bikin Tetap Bugar di Usia 73 Tahun

    Pola Makan Vladimir Putin yang Bikin Tetap Bugar di Usia 73 Tahun

    Jakarta

    Presiden Rusia Vladimir Putin kerap menjadi sorotan publik, bukan hanya karena aktivitas politiknya, tetapi juga karena bagaimana ia menjaga kebugaran di usia 73 tahun. Salah satu aspek yang paling sering dibahas media pemerintah Rusia adalah pola makan hariannya, yang disebut-sebut sangat teratur dan disiplin.

    Menurut pemaparan Russia Beyond, sarapan menjadi bagian paling konsisten dari rutinitas sang presiden. Menunya dimulai dengan bubur, ditemani tvorog, keju segar fermentasi khas Eropa Timur, yang biasanya dicampur madu.

    Dikutip dari Hindutimes, Putin juga mengonsumsi telur puyuh mentah yang dimakan langsung, serta jus bit dan lobak sebagai bagian dari sarapannya.

    Soal makanan manis, ia jarang mengonsumsinya. Madu menjadi sumber gula utamanya, sementara es krim hanya ia nikmati sesekali. Ia pernah mengatakan lebih menyukai beras dan buckwheat, tetapi tidak terlalu berminat terhadap oat.

    Sayuran hampir selalu ada dalam menu hariannya, seperti tomat, mentimun, dan salad. Untuk sumber protein, ia lebih memilih ikan, meski domba juga termasuk favoritnya.

    Pada siang hari, Putin hanya makan buah atau kefir bila tersedia. Sementara makan malam sering ia lewatkan sama sekali. Ketika bepergian, ia mencicipi hidangan lokal namun tetap dalam porsi kecil.

    Sarapan Tinggi Protein Sesuai Temuan Penelitian

    Menariknya, pola sarapan Putin sejalan dengan berbagai penelitian nutrisi modern. Menu tinggi protein seperti tvorog, telur puyuh, dan ikan diketahui memberi rasa kenyang yang lebih kuat dibanding sarapan tinggi karbohidrat.

    Studi pada 2013 menunjukkan bahwa sarapan kaya protein merangsang pelepasan hormon kenyang seperti PYY dan GLP-1 dalam jumlah lebih tinggi. Penelitian lain menemukan peserta yang rutin sarapan tinggi protein cenderung lebih sedikit ngemil di malam hari, karena rasa kenyang bertahan lebih lama.

    Meski demikian, setiap orang memiliki kebutuhan nutrisi berbeda. Pola makan yang cocok untuk satu individu belum tentu sesuai untuk orang lain.

    Halaman 2 dari 2

    (suc/kna)

  • Hati-hati yang Sering Konsumsi Ultra Processed Food, Berisiko Kena 12 Penyakit Ini

    Hati-hati yang Sering Konsumsi Ultra Processed Food, Berisiko Kena 12 Penyakit Ini

    Jakarta

    Sebuah makalah terbaru yang diterbitkan di jurnal The Lancet, sebagai bagian dari seri berisi tiga publikasi, mengungkapkan konsumsi Ultra Processed Food (UPF) terus meningkat di seluruh dunia.

    UPF merupakan salah satu kategori dalam klasifikasi NOVA, yang diperkenalkan pada 2009 oleh Prof Carlos Monteiro dari Universitas Sao Paulo, Brasil. Kategori ini mencakup produk makanan industri yang mengandung banyak bahan tambahan.

    Makalah tersebut, yang merujuk pada studi terbaru, tinjauan ilmiah, dan meta-analisis, memberikan bukti tambahan mengenai hubungan antara konsumsi UPF dan meningkatnya risiko sejumlah masalah kesehatan utama.

    Makalah kedua dalam seri The Lancet ini menekankan perlunya kebijakan global untuk mengatur UPF, sementara makalah ketiga menyerukan mobilisasi respons kesehatan masyarakat terhadap meningkatnya konsumsi UPF dalam pola makan dunia.

    Dalam kajian ini, para peneliti menggunakan definisi UPF berdasarkan sistem klasifikasi NOVA. UPF termasuk dalam Grup 4 NOVA, yaitu “formulasi berbagai bahan yang sebagian besar hanya digunakan secara industri, dan biasanya dibuat melalui serangkaian teknik serta proses industri.”

    Adapun contoh umum ultra processed food meliputi:

    sup kalenganproduk roti komersialmakanan beku siap sajimakanan prepackaged atau siap saji kemasandaging olahansoda dan minuman energicamilan seperti keripik, cookies, dan crackerssereal sarapan manis

    “Konsumsi ultra-processed foods yang semakin meningkat telah mengubah pola makan global, menggantikan makanan segar dan minim proses,” ujar Carlos A. Monteiro, MD, profesor nutrisi dan kesehatan masyarakat dari University of São Paulo, Brasil, sekaligus penulis utama studi tersebut, dalam siaran persnya, dikutip dari Medical News Today.

    “Perubahan ini didorong oleh korporasi global besar yang meraih keuntungan besar dari produk ultra-processed, didukung pemasaran masif dan lobi politik untuk menghambat kebijakan kesehatan masyarakat yang mendukung pola makan sehat,” tambah Monteiro.

    Dalam makalahnya, para peneliti juga meninjau 104 studi jangka panjang dan menemukan bahwa 92 di antaranya menunjukkan adanya hubungan antara konsumsi UPF dan peningkatan risiko terhadap total 12 kondisi serta luaran kesehatan berikut:

    obesitas abdominalkematian dari segala penyebab (all-cause mortality)penyakit kardiovaskularpenyakit ginjal kronispenyakit serebrovaskularpenyakit jantung koronerpenyakit Crohndepresitekanan darah tinggi (hipertensi)kolesterol tinggi (dislipidemia)overweight atau obesitasdiabetes tipe 2

    Bagaimana cara mengurangi konsumsi ultra-processed food (UPF)?

    Banyak orang ingin mengurangi konsumsi ultra-processed foods (UPF), tetapi sering kali merasa tertekan karena harus menghindari terlalu banyak hal sekaligus. Menurut ahli gizi, Monique Richard, MS, RDN, LDN, langkah awal justru bukan tentang melarang diri sendiri, melainkan memahami kondisi pribadi.

    Richard menekankan pentingnya menilai akses, kemampuan, dan kesadaran sebelum melakukan perubahan. Ia mengingatkan setiap orang memiliki latar belakang berbeda, dengan keterbatasan dan tantangan masing-masing.

    “Sebagai seorang ahli gizi, tugas saya adalah bertemu klien di titik mereka berada sekarang, bukan pada versi ideal diri mereka atau apa yang masyarakat pikir seharusnya mereka lakukan. Kami membantu menerjemahkan bukti ilmiah menjadi kebiasaan sederhana yang bisa dilakukan sehari-hari, dan dapat mengubah arah kesehatan serta meningkatkan kualitas hidup,” ucapnya.

    Salah satu prinsip utamanya adalah ‘tambah dulu, baru kurangi’. Alih-alih langsung menyingkirkan UPF, coba tambahkan makanan yang lebih padat nutrisi. Satu porsi buah utuh, segenggam kacang, kacang-kacangan, atau sedikit sayur setiap kali makan perlahan akan menggantikan makanan ultra-proses secara alami.

    Richard menyarankan mengganti pilihan makanan dengan opsi yang lebih sehat, tapi tetap praktis. Jika sebuah produk dipenuhi gula, pati, minyak, emulsifier, atau stabilizer, besar kemungkinan itu UPF. Carilah alternatif yang sedikit lebih baik, seperti air dengan tambahan irisan buah atau herbal sebagai pengganti minuman manis, atau bubuk lemon/lime sebagai flavor infuser tanpa gula.

    Untuk sumber protein, pilih yang minim pengolahannya, seperti ayam rotisserie, kacang-kacangan, yogurt, atau tahu. Hidangan yang dipanggang atau dibakar juga lebih baik daripada yang dibalur tepung atau digoreng.

    Richard juga menyarankan untuk sering memasak di rumah dan tidak perlu rumit. Bahkan satu kali makan buatan rumah dalam sehari dapat memberi manfaat. Penelitian pun menunjukkan kebiasaan memasak dan makan bersama keluarga punya dampak positif jangka panjang, melampaui sekadar asupan nutrisi.

    “Penelitian menunjukkan banyak manfaat jangka panjang dari kebiasaan memasak dan makan bersama keluarga yang melampaui sekadar asupan nutrisi saat itu. Gunakan bahan-bahan sederhana seperti sayuran, kacang-kacangan, telur, biji-bijian utuh, rempah, dan bumbu. Bangun makanan Anda dari bahan makanan utuh, bukan daftar bahan yang tidak menyerupai makanan asli,” lanjutnya.

    Halaman 2 dari 3

    (suc/up)

  • Menkop pastikan koperasi siap penuhi kebutuhan bahan baku MBG

    Menkop pastikan koperasi siap penuhi kebutuhan bahan baku MBG

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Koperasi Ferry Juliantono memastikan koperasi sektor produksi siap mendukung penyediaan bahan baku bagi Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dalam Program Makan Bergizi Gratis (MBG).

    Dalam Rapat Koordinasi Terbatas Tata Kelola Penyelenggaraan MBG di Kantor Kemenko Pangan, Jakarta, Rabu, Ferry menegaskan koperasi memiliki jaringan produksi dan distribusi yang dapat langsung disambungkan ke SPPG.

    Ferry menyampaikan percepatan suplai bahan baku diperlukan seiring bertambahnya jumlah SPPG.

    “Kami akan melakukan percepatan suplai bahan-bahan untuk dapur-dapur SPPG yang sedang dan akan dibangun,” ujarnya dalam keterangan resmi kementerian.

    Ferry mencontohkan Koperasi Pondok Pesantren Ittifaq di Ciwidey Bandung telah menyuplai produk pertanian ke sejumlah ritel modern. Ini menunjukkan kesiapan ekosistem koperasi mendukung SPPG.

    Untuk memperkuat peran koperasi, Ferry menyatakan pihaknya akan mendorong Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) membantu pembiayaan koperasi-koperasi yang berpotensi menjadi penyuplai bahan baku kepada SPPG.

    “Jadi kami perlu menyampaikan titik-titiknya (SPPG) di mana saja untuk disinkronkan dengan koperasi untuk bisa menyuplai (bahan baku),” ujar Ferry.

    Menanggapi keterbatasan pasokan daging dan telur ayam ras, Ferry menegaskan koperasi peternak siap menjadi produsen dengan dukungan pembiayaan agar suplai stabil.

    Dukungan ini, menurutnya, membuka kesempatan bagi SPPG untuk bermitra dengan koperasi tersebut, alih-alih mendirikan peternakan ayam sendiri.

    “Kami siapkan koperasi peternak sebagai produsen. Dengan pembiayaan yang tepat, koperasi bisa menambah populasi ayam dan memastikan suplai stabil bagi SPPG,” kata dia.

    Ia menambahkan koperasi tidak hanya berperan sebagai pemasok bahan baku, tetapi juga dapat mengelola dapur, mengolah bahan jadi, hingga mengelola limbah makanan dan kemasan plastik.

    Dalam kesempatan yang sama, Menko Pangan Zulkifli Hasan mengatakan koperasi, UMKM, usaha kerakyatan, dan BUMDes harus diberi peran maksimal sebagai pemasok bahan baku, terutama protein seperti ikan, telur, dan ayam.

    Sementara itu, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana melaporkan hingga kini terdapat 16.630 SPPG yang melayani 47,2 juta penerima manfaat. Targetnya, akhir tahun jumlah SPPG aktif mencapai 20 ribu unit.

    Pewarta: Shofi Ayudiana
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Dokter Beberkan Kebiasaan yang Dianggap Sehat Tapi Bisa Bikin Sakit Ginjal

    Dokter Beberkan Kebiasaan yang Dianggap Sehat Tapi Bisa Bikin Sakit Ginjal

    Jakarta

    Saat membicarakan kesehatan ginjal, kebanyakan orang langsung fokus pada asupan garam dan hidrasi. Jika tidak makan asin berlebihan dan tidak sampai dehidrasi berat, banyak yang mengira ginjalnya sudah bekerja dengan baik.

    Padahal, organ penting yang bertugas menyaring darah, membuang racun, dan memproduksi sejumlah hormon ini jauh lebih kompleks dari yang dibayangkan.

    Faktanya, ada sejumlah kebiasaan yang selama ini dianggap ‘sehat’ justru dapat diam-diam membebani dan merusak fungsi ginjal. Berikut penjelasan para dokter, seperti dikutip dari Best Life.

    1. Konsumsi Protein Berlebihan

    Makan terlalu banyak protein menjadi kebiasaan ‘sehat’ paling umum yang justru membebani ginjal. Ini terutama terjadi pada orang yang minum protein shake berlebihan untuk menunjang olahraga atau program kebugaran.

    “Makan dua hingga tiga kali lipat kebutuhan protein tidak membuat otot lebih besar, hanya membuat ginjal bekerja ekstra,” ujar urolog David Shusterman, MD.

    Sebuah studi tahun 2020 di Journal of the American Society of Nephrology (JASN) menunjukkan pola makan tinggi protein berhubungan dengan meningkatnya kejadian penyakit ginjal kronis atau Chronic Kidney Disease (CKD) baru, karena ginjal bertanggung jawab menyaring produk sampingan protein. Jika dilakukan terus-menerus, beban ini bisa memicu kerusakan.

    Senada, nefrolog Tim Pflederer, MD, menjelaskan protein hewani dapat lebih berisiko bagi pengidap CKD. Namun, ia menekankan protein tidak boleh dihilangkan sama sekali. Sebagai gantinya, Pflederer merekomendasikan sumber protein nabati seperti kacang-kacangan, kedelai, serta biji-bijian seperti quinoa dan lentil.

    Secara umum, Shusterman menyarankan konsumsi 0,8-1 gram protein per kilogram berat badan per hari, kecuali ada ketentuan khusus dari dokter.

    2. Konsumsi Suplemen Tertentu

    Saat ini suplemen tersedia hampir untuk segala kebutuhan, dan pasarnya terus berkembang pesat. Banyak orang beranggapan, penting mengonsumsi suplemen untuk menjaga kesehatan. Padahal, beberapa jenis suplemen, terutama dalam dosis tinggi dapat merusak ginjal.

    Adapun beberapa kandungan suplemen juga dapat menjadi masalah baru bagi pengidap CKD, salah satunya vitamin D.

    “Vitamin D dapat berinteraksi dengan pengikat fosfat yang mengandung aluminium pada pasien CKD untuk menurunkan kadar fosfat dalam darah,” ujar HaVy Ngo-Hamilton, PharmD.

    “Oleh sebab itu, vitamin D dapat menyebabkan kadar aluminium yang membahayakan pengidap CKD,” tambahnya.

    Selain itu, suplemen kalium maupun obat herbal yang tidak disadari mengandung kalium juga berbahaya, karena dapat menyebabkan penumpukan kalium dalam darah. Sebelum mengonsumsi suplemen, konsultasikan dengan dokter untuk memastikan keamanan dan menghindari efek samping obat.

    3. Minum Teh Detoks

    Kebiasaan lain yang dianggap sehat tapi bisa merusak ginjal adalah mengonsumsi teh detoks. Minum teh detoks diyakini dapat membersihkan tubuh dari racun dan menurunkan berat badan. Padahal, tak banyak bukti ilmiah yang mendukung hal ini.

    Shusterman justru memperingatkan, bahwa teh detoks dapat membahayakan ginjal. Kandungan diuretik dalam teh ini membuat produksi urine meningkat, sehingga tubuh mudah mengalami dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit, dua kondisi yang membebani ginjal.

    Selain itu, bahan herbal seperti licorice root, St. John’s wort, dan daun senna yang sering ditemukan dalam teh detoks juga berpotensi merusak ginjal.

    Sebagai gantinya, Shusterman menyarankan untuk mempercayai ginjal sebagai alat detoks alami bagi tubuh.

    “Detoks terbaik adalah yang sudah dimiliki tubuh Anda, yaitu ginjal anda. Dukung ginjal anda dengan makanan utuh, serat, dan hidrasi. Lupakan tren detoks, percayalah pada tubuh,” saran Shusterman.

    4. Minum Terlalu Banyak Air

    Menjaga tubuh tetap terhidrasi memang penting untuk kesehatan. Namun, konsumsi air berlebihan dalam waktu singkat dapat berbahaya. Ginjal hanya mampu mengolah sekitar 0,8-1 liter air per jam.

    Jika seseorang minum lebih cepat dari kemampuan ginjal untuk menyaringnya, kadar natrium dalam darah dapat menjadi terlalu rendah.

    “Ini masalah karena natrium membantu mengatur keseimbangan cairan di dalam dan di luar sel anda dan jika terlalu sedikit, dapat menyebabkan pembengkakan,” jelas para ahli.
    “Hal ini dapat memengaruhi berbagai bagian tubuh anda, termasuk otak, yang dapat menyebabkan beberapa gejala serius dan, dalam kasus yang sangat jarang, kondisi yang mengancam jiwa.”

    Dengan demikian, Shusterman menyarankan untuk minum sesuai rasa haus dan memastikan warna urine tetap kuning pucat sebagai tanda hidrasi yang cukup.

    Pflederer menjelaskan bahwa CKD dapat terdeteksi sejak tahap awal melalui pemeriksaan darah dan urine yang sederhana. Pemeriksaan darah tersebut disebut glomerular filtration rate (GFR), sedangkan pemeriksaan urine dikenal sebagai urine albumin to creatinine ratio (UACR).

    “Kedua tes ini dapat mengidentifikasi kerusakan ginjal dini sehingga langkah pencegahan dapat dilakukan sebelum kondisinya memburuk, termasuk mencegah komplikasi gagal ginjal yang pada akhirnya mungkin memerlukan transplantasi ginjal atau dialisis,” tambahnya.

    Untuk menjaga kesehatan ginjal, Pflederer menyarankan menghindari produk tembakau, menjaga berat badan ideal, rutin berolahraga, membatasi asupan garam, serta memantau tekanan darah secara berkala.

    Halaman 2 dari 3

    (suc/kna)

  • Dokter Beberkan Kebiasaan yang Dianggap Sehat Tapi Bisa Bikin Sakit Ginjal

    Dokter Beberkan Kebiasaan yang Dianggap Sehat Tapi Bisa Bikin Sakit Ginjal

    Jakarta

    Saat membicarakan kesehatan ginjal, kebanyakan orang langsung fokus pada asupan garam dan hidrasi. Jika tidak makan asin berlebihan dan tidak sampai dehidrasi berat, banyak yang mengira ginjalnya sudah bekerja dengan baik.

    Padahal, organ penting yang bertugas menyaring darah, membuang racun, dan memproduksi sejumlah hormon ini jauh lebih kompleks dari yang dibayangkan.

    Faktanya, ada sejumlah kebiasaan yang selama ini dianggap ‘sehat’ justru dapat diam-diam membebani dan merusak fungsi ginjal. Berikut penjelasan para dokter, seperti dikutip dari Best Life.

    1. Konsumsi Protein Berlebihan

    Makan terlalu banyak protein menjadi kebiasaan ‘sehat’ paling umum yang justru membebani ginjal. Ini terutama terjadi pada orang yang minum protein shake berlebihan untuk menunjang olahraga atau program kebugaran.

    “Makan dua hingga tiga kali lipat kebutuhan protein tidak membuat otot lebih besar, hanya membuat ginjal bekerja ekstra,” ujar urolog David Shusterman, MD.

    Sebuah studi tahun 2020 di Journal of the American Society of Nephrology (JASN) menunjukkan pola makan tinggi protein berhubungan dengan meningkatnya kejadian penyakit ginjal kronis atau Chronic Kidney Disease (CKD) baru, karena ginjal bertanggung jawab menyaring produk sampingan protein. Jika dilakukan terus-menerus, beban ini bisa memicu kerusakan.

    Senada, nefrolog Tim Pflederer, MD, menjelaskan protein hewani dapat lebih berisiko bagi pengidap CKD. Namun, ia menekankan protein tidak boleh dihilangkan sama sekali. Sebagai gantinya, Pflederer merekomendasikan sumber protein nabati seperti kacang-kacangan, kedelai, serta biji-bijian seperti quinoa dan lentil.

    Secara umum, Shusterman menyarankan konsumsi 0,8-1 gram protein per kilogram berat badan per hari, kecuali ada ketentuan khusus dari dokter.

    2. Konsumsi Suplemen Tertentu

    Saat ini suplemen tersedia hampir untuk segala kebutuhan, dan pasarnya terus berkembang pesat. Banyak orang beranggapan, penting mengonsumsi suplemen untuk menjaga kesehatan. Padahal, beberapa jenis suplemen, terutama dalam dosis tinggi dapat merusak ginjal.

    Adapun beberapa kandungan suplemen juga dapat menjadi masalah baru bagi pengidap CKD, salah satunya vitamin D.

    “Vitamin D dapat berinteraksi dengan pengikat fosfat yang mengandung aluminium pada pasien CKD untuk menurunkan kadar fosfat dalam darah,” ujar HaVy Ngo-Hamilton, PharmD.

    “Oleh sebab itu, vitamin D dapat menyebabkan kadar aluminium yang membahayakan pengidap CKD,” tambahnya.

    Selain itu, suplemen kalium maupun obat herbal yang tidak disadari mengandung kalium juga berbahaya, karena dapat menyebabkan penumpukan kalium dalam darah. Sebelum mengonsumsi suplemen, konsultasikan dengan dokter untuk memastikan keamanan dan menghindari efek samping obat.

    3. Minum Teh Detoks

    Kebiasaan lain yang dianggap sehat tapi bisa merusak ginjal adalah mengonsumsi teh detoks. Minum teh detoks diyakini dapat membersihkan tubuh dari racun dan menurunkan berat badan. Padahal, tak banyak bukti ilmiah yang mendukung hal ini.

    Shusterman justru memperingatkan, bahwa teh detoks dapat membahayakan ginjal. Kandungan diuretik dalam teh ini membuat produksi urine meningkat, sehingga tubuh mudah mengalami dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit, dua kondisi yang membebani ginjal.

    Selain itu, bahan herbal seperti licorice root, St. John’s wort, dan daun senna yang sering ditemukan dalam teh detoks juga berpotensi merusak ginjal.

    Sebagai gantinya, Shusterman menyarankan untuk mempercayai ginjal sebagai alat detoks alami bagi tubuh.

    “Detoks terbaik adalah yang sudah dimiliki tubuh Anda, yaitu ginjal anda. Dukung ginjal anda dengan makanan utuh, serat, dan hidrasi. Lupakan tren detoks, percayalah pada tubuh,” saran Shusterman.

    4. Minum Terlalu Banyak Air

    Menjaga tubuh tetap terhidrasi memang penting untuk kesehatan. Namun, konsumsi air berlebihan dalam waktu singkat dapat berbahaya. Ginjal hanya mampu mengolah sekitar 0,8-1 liter air per jam.

    Jika seseorang minum lebih cepat dari kemampuan ginjal untuk menyaringnya, kadar natrium dalam darah dapat menjadi terlalu rendah.

    “Ini masalah karena natrium membantu mengatur keseimbangan cairan di dalam dan di luar sel anda dan jika terlalu sedikit, dapat menyebabkan pembengkakan,” jelas para ahli.
    “Hal ini dapat memengaruhi berbagai bagian tubuh anda, termasuk otak, yang dapat menyebabkan beberapa gejala serius dan, dalam kasus yang sangat jarang, kondisi yang mengancam jiwa.”

    Dengan demikian, Shusterman menyarankan untuk minum sesuai rasa haus dan memastikan warna urine tetap kuning pucat sebagai tanda hidrasi yang cukup.

    Pflederer menjelaskan bahwa CKD dapat terdeteksi sejak tahap awal melalui pemeriksaan darah dan urine yang sederhana. Pemeriksaan darah tersebut disebut glomerular filtration rate (GFR), sedangkan pemeriksaan urine dikenal sebagai urine albumin to creatinine ratio (UACR).

    “Kedua tes ini dapat mengidentifikasi kerusakan ginjal dini sehingga langkah pencegahan dapat dilakukan sebelum kondisinya memburuk, termasuk mencegah komplikasi gagal ginjal yang pada akhirnya mungkin memerlukan transplantasi ginjal atau dialisis,” tambahnya.

    Untuk menjaga kesehatan ginjal, Pflederer menyarankan menghindari produk tembakau, menjaga berat badan ideal, rutin berolahraga, membatasi asupan garam, serta memantau tekanan darah secara berkala.

    Halaman 2 dari 3

    (suc/kna)

  • Orang Ketujuh yang Sembuh dari HIV, Jalani Donor Stem Cell

    Orang Ketujuh yang Sembuh dari HIV, Jalani Donor Stem Cell

    Jakarta

    Untuk ketujuh kalinya, pasien dengan kanker dan HIV berhasil mengeleminasi virus-virus tersebut dari tubuhnya. Semua berkat transfer stem cell yang sebenarnya lebih dirancang untuk menghilangkan sel kanker, namun justru HIV-nya turut disembuhkan.

    Tak sengaja bertepatan dengan Hari AIDS Sedunia, kabar ini menjadi harapan baru untuk menjadikan stem cell sebagai opsi yang kian menjanjikan untuk kasus serupa.

    Melansir IFL Science, dengan peningkatan pengobatan yang semakin modern, infeksi HIV dapat dibilang bukan lagi ‘hukuman mati’ bagi pengidapnya. Di negara yang memiliki sistem kesehatan yang baik, atau setidaknya mampu menyediakan obat-obatan yang memadai, pasien dapat hidup dengan harapan hidup yang sama dengan orang-orang lainnya — meskipun kadang masih dengan beberapa gejala yang hadir.

    Namun, apabila pengobatan HIV dibatasi, risiko mengembangkan HIV menjadi AIDS akan lebih besar.

    Selain obat-obatan yang sudah ada, transfer stem cell ini menjadi jalan baru untuk meningkatkan harapan kesembuhan total bagi pasien HIV. Dalam tujuh kasus ini, pasien yang berhasil sembuh menjalani donasi stem cell untuk mengobatai kanker darah leukemia, tapi justru menyembuhkan HIV-nya.

    Sejarahnya begini. Pada tahun 2008 ketika Timothy Ray Brown, yang telah hidup dengan HIV selama setidaknya 13 tahun, menerima dua transplantasi sel punca untuk leukemia myeloid akut (LMA). Untungnya bagi Brown, donor sel punca tersebut memiliki mutasi langka pada kedua versi gen yang menghasilkan reseptor CCR5, sebuah protein yang ditemukan pada permukaan berbagai jenis sel imun yang memungkinkan HIV untuk masuk ke dalamnya.

    Orang dengan mutasi ini (disebut CCR5 Δ32) memiliki reseptor yang lebih kecil daripada populasi lainnya, sehingga hampir mustahil bagi virus untuk masuk ke dalam sel yang diinfeksinya. Meskipun diketahui bahwa orang dengan mutasi ini sebagian besar kebal terhadap HIV, fakta bahwa transplantasi sumsum tulang belakang cukup untuk mewariskan perlindungan merupakan sebuah kejutan. Brown dalam remisi HIV sejak saat itu.

    Sebelum obat antiretroviral tersedia untuk mengobati HIV, keberhasilan Brown mungkin telah memicu gelombang pengobatan. Namun, transplantasi sel punca sangat mahal, menyakitkan, dan berbahaya, sehingga obat-obatan tersebut tetap menjadi pilihan yang lebih baik bagi mereka yang mengidap HIV.

    Namun, ketika pasien HIV lain membutuhkan kemoterapi dan sel punca untuk limfoma Hodgkin, seorang donor dengan gen CCR5 Δ32 ditemukan. Pasien ini dinyatakan sembuh pada tahun 2020, dan kasus serupa terjadi sejak saat itu.

    Kendati demikian, untuk mendapatkan sel punca atau stem cell yang cocok juga tak mudah. Karena itu, penelitian untuk menyembuhkan HIV lewat metode ini perlu penelitian lebih lanjut.

    (ask/ask)

  • Gejala Sakit Ginjal Kronis yang Sering Tak Terlihat dan Kerap Terlewatkan

    Gejala Sakit Ginjal Kronis yang Sering Tak Terlihat dan Kerap Terlewatkan

    Jakarta

    Jumlah orang dewasa yang hidup dengan penyakit ginjal kronis atau chronic kidney disease (CKD) meningkat lebih dari dua kali lipat sejak 1990, dan kini mencapai hampir 800 juta jiwa di seluruh dunia, menurut riset terbaru yang diterbitkan di The Lancet. Temuan ini berasal dari studi Global Burden of Disease (GBD) 2023, yang menelusuri tren CKD pada populasi usia 20 tahun ke atas di 204 negara dan wilayah selama periode 1990-2023..

    Kondisi ini membuat deteksi dini menjadi sangat penting. Meski perubahan urine adalah tanda yang paling dikenal, ginjal sebenarnya memberikan sinyal lain jauh sebelum kerusakan bertambah parah. Berikut sejumlah gejala ‘senyap’ yang sering terlewatkan:

    1. Mudah Lelah atau Sulit Berkonsentrasi

    Merasa kurang energi atau sulit fokus dapat menjadi tanda awal penyakit ginjal. Ketika fungsi ginjal menurun, racun dan limbah menumpuk dalam darah, sehingga memicu rasa lelah dan gangguan konsentrasi. Menurut National Kidney Foundation, CKD juga bisa menyebabkan anemia yang membuat tubuh semakin mudah lelah.

    2. Kulit Kering dan Gatal

    Banyak orang mengira kulit kering dan gatal hanya akibat kurang pelembap atau masalah kulit semata. Namun, kondisi ini bisa menjadi sinyal gangguan fungsi ginjal. Ginjal yang sehat membantu menjaga keseimbangan mineral, memproduksi sel darah merah, serta membuang limbah dari tubuh. Ketika fungsi tersebut terganggu, kulit bisa menjadi sangat kering dan gatal.

    3. Sulit Tidur

    Jangan abaikan gangguan tidur. Ketika ginjal tidak menyaring racun dengan baik, zat sisa tetap berada dalam darah dan dapat mengganggu kualitas tidur. Sebuah tinjauan sistematis tahun 2022 di jurnal Kidney Medicine menemukan bahwa gangguan tidur dan insomnia sangat umum terjadi pada pasien CKD stadium lanjut.

    4. Bengkak di Sekitar Mata

    Bangun tidur dengan mata bengkak bisa menjadi tanda ginjal tidak bekerja optimal. Kondisi ini berkaitan dengan kebocoran protein ke dalam urine (proteinuria). Ginjal yang terganggu tidak mampu mempertahankan protein dalam tubuh sehingga menyebabkan penumpukan cairan yang tampak sebagai bengkak pada mata.

    5. Bengkak pada Kaki dan Pergelangan Kaki

    Pembengkakan pada pergelangan kaki dan kaki merupakan tanda lain gangguan ginjal. Kondisi yang dikenal sebagai edema ini terjadi akibat retensi cairan dan natrium ketika fungsi ginjal menurun. Menurut National Health Service UK (NHS), pembengkakan pada ekstremitas bawah juga bisa terkait penyakit kronis lain, seperti gangguan jantung, hati, atau masalah vena.

    Jika mengalami tanda-tanda di atas, segera konsultasikan ke tenaga kesehatan. Gejala ini bisa berkaitan dengan kondisi lain, namun mengenalinya sejak dini dapat membantu mendapatkan diagnosis dan penanganan yang tepat.

    Halaman 2 dari 2

    (suc/suc)