Jakarta, Beritasatu.com – Menko Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengatakan permintaan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait revisi Undang-Undang Pemilu untuk mencegah calon presiden (capres) yang terlalu banyak tidak terlalu sulit untuk diakomodasi.
Hal ini sebagai respons atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold nol persen, yang dianggap membuka peluang lebih luas bagi berbagai pihak untuk mencalonkan diri sebagai presiden dan wakil presiden.
“MK kan sudah memberikan panduan yang disebut dengan konstitutional engineering, lima panduan itu tidak terlalu sulit dilaksanakan. Jadi, salah satu panduannya dikatakan oleh MK itu jangan sampai terlalu banyak, tetapi jangan juga terlalu sedikit calon presiden,” kata Yusril saat ditemui di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (10/1/2025).
Menurut Yusril, penghapusan presidential threshold nol persen kursi di DPR sebagaimana diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu secara prinsip dapat membuka jalan untuk mengusung calonnya sendiri tanpa harus berkoalisi.
“Jadi satu parpol yang tidak mau bergabung, nah dia tidak bisa dipaksa, dia mau mencalonkan silakan saja. Walaupun ternyata 28 partai politik mencalonkan satu orang, tetapi ada dua partai enggak mau (koalisi), dua partai itu masing-masing (usung calon sendiri). Jadi ada tiga (calonnya),” ungkap Yusril.
Yusril mengatakan sejauh ini pemerintah belum menggelar rapat koordinasi secara langsung untuk membahas tindak lanjut penghapusan presidential threshold nol persen dalam revisi UU Pemilu. Namun, konsultasi antara para menteri dan partai politik sudah terjalin untuk membahas implikasi dari putusan MK tersebut.
Apalagi, Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu disebut MK bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sehingga diperlukan suatu pengaturan baru agar pemilihan presiden dapat dilangsungkan tanpa presidential threshold lagi. Catatannya mekanisme diatur agar jumlah calon tidak terlalu banyak atau tidak terlalu sedikit.
“Ya satu sikap nanti dibawa ke DPR karena memang memerlukan pembentukan peraturan perundang-undangan yang baru, diperlukan peraturan yang baru, norma baru sebagai pengganti dari Pasal 222 yang dibatalkan,” jelas Yusril.
Diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan menghapus persyaratan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20% kursi di DPR sebagaimana diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
MK juga menyatakan norma Pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
MK sendiri telah meminta DPR dan pemerintah untuk melakukan rekayasa konstitusional melalui revisi UU Pemilu guna mencegah munculnya terlalu banyak pasangan calon presiden dan wakil presiden dalam pemilihan umum mendatang.
“Dalam revisi UU Pemilu, pembuat undang-undang dapat mengatur agar tidak muncul pasangan calon presiden dan wakil presiden dengan jumlah yang berlebihan sehingga menghindari kerusakan pada hakikat pemilu langsung oleh rakyat,” ujar Wakil Ketua MK Saldi Isra saat membacakan pertimbangan hukum di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025).




/data/photo/2018/06/24/3415437599.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)




:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4968845/original/042465900_1728915618-20241014-Deretan_Calon_Menteri-HER_18.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)