Produk: Presidential threshold

  • MK Minta Revisi UU Pemilu Cegah Capres Terlalu Banyak, Menko Yusril: Tidak Terlalu Sulit

    MK Minta Revisi UU Pemilu Cegah Capres Terlalu Banyak, Menko Yusril: Tidak Terlalu Sulit

    Jakarta, Beritasatu.com – Menko Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengatakan permintaan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait revisi Undang-Undang Pemilu untuk mencegah calon presiden (capres) yang terlalu banyak tidak terlalu sulit untuk diakomodasi.

    Hal ini sebagai respons atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold nol persen, yang dianggap membuka peluang lebih luas bagi berbagai pihak untuk mencalonkan diri sebagai presiden dan wakil presiden.

    “MK kan sudah memberikan panduan yang disebut dengan konstitutional engineering, lima panduan itu tidak terlalu sulit dilaksanakan. Jadi, salah satu panduannya dikatakan oleh MK itu jangan sampai terlalu banyak, tetapi jangan juga terlalu sedikit calon presiden,” kata Yusril saat ditemui di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (10/1/2025).

    Menurut Yusril, penghapusan presidential threshold nol persen kursi di DPR sebagaimana diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu secara prinsip dapat membuka jalan untuk mengusung calonnya sendiri tanpa harus berkoalisi.

    “Jadi satu parpol yang tidak mau bergabung, nah dia tidak bisa dipaksa, dia mau mencalonkan silakan saja. Walaupun ternyata 28 partai politik mencalonkan satu orang, tetapi ada dua partai enggak mau (koalisi), dua partai itu masing-masing (usung calon sendiri). Jadi ada tiga (calonnya),” ungkap Yusril.

    Yusril mengatakan sejauh ini pemerintah belum menggelar rapat koordinasi secara langsung untuk membahas tindak lanjut penghapusan presidential threshold nol persen dalam revisi UU Pemilu. Namun, konsultasi antara para menteri dan partai politik sudah terjalin untuk membahas implikasi dari putusan MK tersebut.

    Apalagi, Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu disebut MK bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sehingga diperlukan suatu pengaturan baru agar pemilihan presiden dapat dilangsungkan tanpa presidential threshold lagi. Catatannya mekanisme diatur agar jumlah calon tidak terlalu banyak atau tidak terlalu sedikit.

    “Ya satu sikap nanti dibawa ke DPR karena memang memerlukan pembentukan peraturan perundang-undangan yang baru, diperlukan peraturan yang baru, norma baru sebagai pengganti dari Pasal 222 yang dibatalkan,” jelas Yusril.

    Diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan menghapus persyaratan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20% kursi di DPR sebagaimana diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

    MK juga menyatakan norma Pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

    MK sendiri telah meminta DPR dan pemerintah untuk melakukan rekayasa konstitusional melalui revisi UU Pemilu guna mencegah munculnya terlalu banyak pasangan calon presiden dan wakil presiden dalam pemilihan umum mendatang.

    “Dalam revisi UU Pemilu, pembuat undang-undang dapat mengatur agar tidak muncul pasangan calon presiden dan wakil presiden dengan jumlah yang berlebihan sehingga menghindari kerusakan pada hakikat pemilu langsung oleh rakyat,” ujar Wakil Ketua MK Saldi Isra saat membacakan pertimbangan hukum di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025).

  • Menko Yusril: Menteri-parpol sudah koordinasi usai putusan MK soal PT

    Menko Yusril: Menteri-parpol sudah koordinasi usai putusan MK soal PT

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra mengatakan bahwa para menteri dan perwakilan partai-partai politik sudah berkoordinasi untuk menindaklanjuti putusan terbaru Mahkamah Konstitusi (MK) terkait presidential threshold (PT).

    “Memang belum ada rapat koordinasi secara langsung untuk membahas masalah (putusan MK) ini, tapi konsultasi antar para menteri juga dengan parpol-parpol itu sudah terjadi untuk membahas implikasi dari putusan MK yang merupakan pasal 222 UU No. 7 Tahun 2017 itu,” kata Yusril di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat.

    Yusril menyebutkan setelah adanya putusan terbaru MK, pasal 222 UU no. 7 tahun 2017 yang mengatur ketentuan presidential threshold artinya sudah tidak relevan dan dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 sehingga dibutuhkan pengaturan baru.

    Maka dari itu pemerintah harus berkoordinasi dengan pihak yang paling terdampak yaitu partai-partai politik agar pengaturan baru terkait pemilihan umum (pemilu) bisa diajukan dengan lebih tepat kepada DPR untuk membuat regulasi baru sejalan dengan putusan MK.

    Lebih lanjut, Yusril menyebutkan bahwa pengaturan baru yang akan diajukan nantinya berdasarkan lima panduan rekayasa konstitusional yang telah dikeluarkan lembaga yudikatif tersebut.

    Salah satu rekomendasi rekayasa konstitusional tersebut ialah terkait pengaturan pencalonan dari setiap partai politik yang harus proposional. Yusril mencontohkan misalnya ada 30 partai politik yang akan menjadi peserta pemilu, artinya ada kemungkinan 30 calon presiden bisa diajukan dalam pemilu terkait. Namun tentu hal itu tidak akan efektif sehingga mekanisme koalisi seharusnya diperbolehkan.

    “Tapi kalau bergabung jangan sampai 29 (partai) mencalonkan satu orang, lalu yang satu partai mencalonkan, akhirnya cuma jadi dua lagi (capresnya). Jadi bagaimana mekanismenya? In between, antara terlalu banyak atau terlalu sedikit, nah itu yang mesti dikompromikan,” kata pria yang juga Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia itu.

    Maka dari itu koordinasi dengan partai politik dibutuhkan sehingga pemerintah bisa menyusun rancangan kebijakan yang tepat untuk menjaga berlangsungnya proses demokrasi setelah putusan baru MK tersebut.

    Rancangan itu tentu akan disampaikan Pemerintah ke DPR agar bisa memastikan pemilu selanjutnya berjalan dengan lancar, meski begitu Yusril mengatakan rancangan itu masih belum akan disampaikan dalam waktu dekat mengingat pemilu terdekat akan berlangsung 5 tahun lagi yaitu 2029.

    “Satu sikap nanti dibawa ke DPR karena memang memerlukan pembentukan peraturan perundang-undangan yang baru,”tutupnya.

    Sebelumnya, diwartakan Mahkamah Konstitusi pada Kamis (2/1), memutuskan menghapus ketentuan ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) pada Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Dengan adanya putusan ini, semua partai politik berhak mengusulkan pasangan capres-cawapres.

    Pewarta: Livia Kristianti
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2025

  • Partai Demokrat sebut masih dini bicarakan figur untuk Pemilu 2029

    Partai Demokrat sebut masih dini bicarakan figur untuk Pemilu 2029

    Jakarta (ANTARA) – Ketua DPP Partai Demokrat Herman Khaeron mengatakan bahwa masih dini untuk membicarakan figur untuk Pemilu 2029.

    Herman menyampaikan pernyataan tersebut untuk merespons pertanyaan jurnalis mengenai ada atau tidaknya keinginan Partai Demokrat untuk kembali mengusung kadernya sebagai calon presiden, seperti pada Pemilu 2004 dan 2009, yakni Susilo Bambang Yudhoyono yang kemudian terpilih menjadi Presiden Ke-6 RI.

    “Yang penting kami membicarakan sistem dengan hasil keputusan MK presidential threshold (ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden) nol persen ini, sistem apa yang harus kita bangun ke depan,” kata Herman ditemui usai menghadiri acara KAHMI di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta, Jumat.

    Menurut dia, saat ini Partai Demokrat sedang fokus menyusun syarat pencalonan presiden dan wakil presiden bersama dengan fraksi partai lain di DPR RI, dan pemerintah.

    “Nah baru saya kira nanti figur lah selanjutnya karena kalau melihat sistem pun kan belum jelas sekarang seperti apa,” ujarnya.

    Dia mengatakan bahwa hal lain yang lebih penting saat ini adalah menyukseskan program yang sedang ditata oleh Presiden Prabowo Subianto.

    Sebelumnya, Kamis (2/1), Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menghapus ketentuan presidential threshold pada Pasal 222 Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum karena bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Penghapusan tersebut diatur dalam Putusan MK Nomor 62/PUU-XXII/2024.

    MK menilai presidential threshold yang diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 menutup dan menghilangkan hak konstitusional partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki persentase suara sah secara nasional atau persentase jumlah kursi di DPR pada Pemilu sebelumnya untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

    Selanjutnya, MK mempelajari bahwa arah pergerakan politik Indonesia cenderung selalu mengupayakan setiap pemilu presiden dan wakil presiden hanya diikuti dua pasangan calon.

    Menurut MK, kondisi ini menjadikan masyarakat mudah terjebak dalam polarisasi yang mengancam keutuhan Indonesia apabila tidak diantisipasi.

    Oleh karena itu, MK menyatakan presidential threshold yang ditentukan dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tidak hanya bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat, tetapi juga melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang tidak dapat ditoleransi.

    Pewarta: Rio Feisal
    Editor: Laode Masrafi
    Copyright © ANTARA 2025

  • Fraksi Demokrat DPR belum khusus bicarakan “presidential threshold”

    Fraksi Demokrat DPR belum khusus bicarakan “presidential threshold”

    Jakarta (ANTARA) – Anggota Fraksi Partai Demokrat DPR RI Herman Khaeron menjelaskan bahwa fraksinya belum membicarakan secara khusus mengenai penghapusan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold).

    “Akan tetapi, tentu wacana ini menjadi diskusi kecil lah di antara kami, di antara kader, bahwa ini akan menjadikan dinamika pilpres ke depan akan lebih positif, akan lebih demokratis, dan tentu akan berpeluang bagi siapa pun,” kata Herman di Jakarta, Jumat.

    Walaupun demikian, dia mengatakan bahwa perlu ada batasan atau syarat yang perlu diatur mengenai pencalonan presiden dan wakil presiden tersebut.

    “Nah, syarat-syarat itu apa? Ya nanti kami akan dibicarakan dari masing-masing fraksi dengan pemerintah dalam revisi Undang-Undang Pemilu,” ujarnya.

    Ia menekankan bahwa yang pasti persyaratan pencalonan adalah nol persen atau tidak ada ambang batas, sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 62/PUU-XXII/2024.

    Sebelumnya, Kamis (2/1), MK memutuskan menghapus ketentuan presidential threshold pada Pasal 222 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum karena bertentangan dengan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

    MK menilai presidential threshold yang diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 menutup dan menghilangkan hak konstitusional partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki persentase suara sah secara nasional atau persentase jumlah kursi di DPR pada pemilu sebelumnya untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

    Selanjutnya, MK mempelajari bahwa arah pergerakan politik Indonesia cenderung selalu mengupayakan setiap pemilu presiden dan wakil presiden hanya diikuti dua pasangan calon.

    Menurut MK, kondisi ini menjadikan masyarakat mudah terjebak dalam polarisasi yang mengancam keutuhan Indonesia apabila tidak diantisipasi.

    Oleh karena itu, MK menyatakan presidential threshold yang ditentukan dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tidak hanya bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat, tetapi juga melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang tidak dapat ditoleransi.

    Pewarta: Rio Feisal
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2025

  • Tanpa “Presidential Threshold”: Harapan Baru atau Kuda Troya Oligarki?

    Tanpa “Presidential Threshold”: Harapan Baru atau Kuda Troya Oligarki?

    Tanpa “Presidential Threshold”: Harapan Baru atau Kuda Troya Oligarki?
    Peneliti PARA Syndicate dan Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik, Shanghai Jiao Tong University.
    PUTUSAN
    Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 62/PUU-XXII/2024 yang menghapuskan
    presidential threshold
    (PT) adalah salah satu putusan penting dalam perjalanan demokrasi Indonesia.
    MK menyatakan, syarat ambang batas pencalonan presiden di dalam Pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan konstitusi.
    Pasal tersebut menyatakan “pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya.”
    Banyak yang menganggapnya sebagai langkah progresif untuk menciptakan ruang politik yang lebih inklusif. Partai kecil kini dapat mencalonkan presiden tanpa dibatasi jumlah kursi di parlemen.
    Namun, dalam upaya mendukung demokrasi yang lebih luas, kita tidak bisa menutup mata terhadap tantangan yang muncul.
    Penghapusan PT memberikan peluang besar untuk mereduksi dominasi partai-partai besar dalam proses pencalonan presiden.
    Sebelumnya,
    presidential threshold
    sering kali menjadi alat yang membatasi partisipasi politik, hanya memberi ruang kepada partai-partai besar untuk memutuskan kandidat.
    Kini, partai kecil dan kekuatan politik alternatif memiliki peluang sama untuk mengajukan calon presiden. Langkah ini memperluas cakrawala demokrasi, memberikan rakyat lebih banyak pilihan, dan mendorong kompetisi politik yang lebih sehat.
    Namun, seperti yang dirumuskan dalam
    Elite Theory
    oleh Vilfredo Pareto dan Gaetano Mosca, setiap reformasi dalam sistem politik selalu berisiko dimanfaatkan oleh elite untuk mempertahankan kekuasaan mereka.
    Di Indonesia, elite politik memiliki kemampuan luar biasa untuk beradaptasi. Penghapusan PT, meskipun membuka ruang baru, bisa menjadi alat bagi oligarki untuk semakin memperkuat cengkeramannya.
    Dukungan finansial yang diberikan kepada partai kecil sering kali datang dengan syarat-syarat tertentu yang pada akhirnya membentuk kembali dominasi elite dalam wajah baru.
    Dalam sistem tanpa PT, ada potensi peningkatan jumlah kandidat presiden. Ini memberikan kesan perluasan demokrasi, tetapi juga membawa tantangan serius berupa fragmentasi suara.
    Dalam kondisi ini, elite dengan sumber daya besar cenderung memanfaatkan negosiasi politik pasca-pemilu untuk menentukan arah kekuasaan.
    Proses ini sering kali tidak mencerminkan kehendak rakyat, tetapi lebih pada kalkulasi pragmatis demi pembagian kekuasaan. Tanpa pengawasan ketat, sistem baru ini berisiko memperkuat oligarki daripada memperkuat demokrasi.
    Selain itu, penghapusan PT juga membawa konsekuensi terhadap pola kampanye politik di Indonesia. Persaingan kandidat yang lebih terbuka berpotensi meningkatkan biaya politik.
    Kandidat yang tidak memiliki akses ke sumber daya besar akan menghadapi kesulitan menjangkau pemilih di negara yang luas seperti Indonesia.
    Hal ini memberikan peluang kepada oligarki untuk mendominasi kampanye dan membatasi ruang bagi kandidat alternatif dengan visi kerakyatan. Tantangan ini harus diantisipasi melalui pengaturan dana kampanye yang ketat dan transparan.
    Di tingkat lokal, absennya PT membuka kemungkinan terbentuknya koalisi ad hoc antara partai-partai kecil.
    Koalisi semacam ini, meskipun menawarkan fleksibilitas, sering kali dibentuk berdasarkan kepentingan pragmatis jangka pendek, bukan kesamaan ideologi atau visi.
    Akibatnya, pemerintahan yang terbentuk berisiko mengalami ketidakstabilan politik, dengan proses pengambilan keputusan yang terhambat oleh fragmentasi kepentingan.
    Masalah lain adalah peran media. Di Indonesia, banyak media besar dimiliki oleh oligarki. Mereka memiliki kemampuan untuk mendikte narasi publik, mengangkat kandidat tertentu, dan menyingkirkan suara kritis.
    Dalam iklim seperti ini, kandidat yang tidak memiliki akses media akan kesulitan bersaing. Pemilu bukan lagi soal kompetisi gagasan, melainkan perang persepsi yang dirancang untuk memenangkan mereka yang sudah memiliki kekuasaan.
    Namun, penghapusan PT bukan berarti akhir dari perjuangan untuk menjaga demokrasi. Justru inilah saatnya masyarakat sipil memainkan peran utama sebagai pengawas dan pengimbang kekuasaan.
    Tanpa masyarakat sipil yang kuat, kita berisiko menyaksikan demokrasi yang semakin dikendalikan oleh segelintir orang.
    Masyarakat sipil harus memperkuat peran mereka dalam memastikan bahwa media tetap independen dan menjadi ruang debat yang setara bagi semua kandidat.
    Media harus menjadi penjaga transparansi, bukan alat oligarki untuk mendikte hasil pemilu. Dengan informasi yang objektif dan kredibel, rakyat dapat membuat keputusan yang terinformasi.
    Selain itu, regulasi pendanaan politik harus menjadi prioritas. Tanpa transparansi dalam sumber dana kampanye, pemilu akan terus menjadi arena permainan uang.
    Indonesia harus belajar dari negara lain yang membatasi kontribusi individu dan korporasi, mewajibkan pelaporan dana kampanye secara terbuka, dan memastikan bahwa semua kandidat bertarung di arena yang setara.
    Mekanisme verifikasi kandidat berbasis dukungan rakyat juga penting. Calon presiden harus menunjukkan legitimasi melalui dukungan nyata dari konstituen, misalnya melalui petisi nasional.
    Sistem ini memastikan bahwa hanya kandidat dengan basis dukungan jelas yang dapat maju, mencegah munculnya kandidat boneka yang hanya berfungsi untuk memecah suara atau melayani elite tertentu.
    Putusan MK ini membawa harapan sekaligus ancaman. Jika dikelola dengan baik, ini bisa menjadi langkah maju menuju demokrasi yang lebih substansial.
    Namun, jika dibiarkan tanpa pengawasan dan reformasi, maka putusan ini hanya akan mempertegas kendali oligarki dengan wajah baru yang lebih terselubung.
    Sejarah menunjukkan bahwa elite selalu memiliki cara untuk memanfaatkan perubahan aturan demi keuntungan mereka.
    Jika masyarakat sipil tidak diperkuat, maka rakyat tidak hanya akan kehilangan ruang demokrasi, tetapi juga kepercayaan bahwa demokrasi adalah milik mereka.
    Reformasi politik di Indonesia sering kali hanya mengganti struktur tanpa mengubah substansi.
    Penghapusan PT adalah peluang untuk demokrasi yang lebih inklusif. Namun, tanpa pengawasan dan regulasi yang tegas, ia berisiko mengulang pola lama: menjadi alat baru bagi oligarki untuk mempertahankan dominasi dalam wajah yang berbeda.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Politik kemarin, presidential threshold hingga pertemuan Bakamla-CCG

    Politik kemarin, presidential threshold hingga pertemuan Bakamla-CCG

    Jakarta (ANTARA) – Beragam berita politik telah diwartakan Kantor Berita Antara, berikut kami rangkum berita politik terpopuler kemarin yang masih layak dibaca kembali sebagai sumber informasi serta referensi untuk mengawali pagi Anda.

    Bamsoet sebut putusan MK soal buat politik jadi kompleks

    Anggota Komisi III DPR RI Bambang Soesatyo mengatakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan penghapusan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau presidential threshold (PT) membawa implikasi yang kompleks bagi dinamika politik Indonesia.

    Di satu sisi, menurut dia, putusan MK memberikan kesempatan besar bagi partai politik untuk berpartisipasi dalam pemilihan presiden (pilpres) dengan bertambahnya jumlah pasangan calon. Akan tetapi, di sisi lain bertambahnya jumlah pasangan calon presiden tidak selalu menjadi pertanda positif.

    Selengkapnya klik di sini.

    Menhan dorong PTDI percepat pembuatan alutsista untuk TNI

    Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin mendorong PT Dirgantara Indonesia (PTDI) mempercepat pengerjaan sejumlah alat utama sistem senjata (alutsista) yang dipesan Kementerian Pertahanan untuk TNI, agar TNI segera memiliki alutsista baru guna memperkuat kekuatan militer Indonesia.

    “Beliau (Menhan) akan berupaya mendorong percepatan efektif kontrak-kontrak yang sebelumnya telah diperoleh PTDI dan meminta agar PTDI betul-betul siap dalam menjalankan kontraknya, baik dari kesiapan SDM maupun sistemnya,” kata Direktur Utama PTDI Gita Amperiawan saat menerima kunjungan rombongan Mehan ke PTDI Bandung sebagaimana siaran pers resmi PTDI, yang diterima di Jakarta, Kamis.

    Selengkapnya klik di sini.

    Seskab Teddy ungkap inti pembicaraan Presiden Prabowo dan PM Anwar

    Sekretaris Kabinet (Seskab) Teddy Indra Wijaya mengungkap inti pembicaraan antara Presiden RI Prabowo Subianto dan Perdana Menteri (PM) Malaysia Datuk Seri Anwar Ibrahim saat keduanya bertemu di Kuala Lumpur, Malaysia, Kamis.

    Presiden Prabowo dan PM Anwar bertemu empat mata (tête-à-tête) sambil santap siang di Rumah Tangsi, Kuala Lumpur, kemudian keduanya kembali berbincang-bincang saat PM Anwar mengantar Presiden Prabowo dalam perjalanan pulang ke bandara.

    Selengkapnya klik di sini.

    Bakamla-CCG bahas tindak lanjut pernyataan bersama RI-China di Beijing

    Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI dan Coast Guard China (CCG) berdiskusi membahas tindak lanjut kesepakatan antara Presiden RI Prabowo Subianto dan Presiden China Xi Jinping khususnya terkait dengan keamanan laut keselamatan pelayaran di kawasan.

    Delegasi Bakamla RI yang dipimpin langsung oleh Kepala Bakamla RI Laksamana Madya TNI Irvansyah tiba di Beijing, Tiongkok, Rabu (8/1), kemudian langsung menghadiri pertemuan tingkat tinggi perdana antara Bakamla RI dan CCG.

    Selengkapnya klik di sini.

    TNI evaluasi prosedur penggunaan senjata api oleh personel

    Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen TNI Hariyanto mengatakan pihaknya akan mengevaluasi penggunaan senjata api pascakasus penembakan yang dilakukan oknum TNI AL di Tangerang beberapa waktu lalu.

    “Regulasi penggunaan senjata api, diatur oleh Mabes TNI dan Mabes Angkatan. Hal ini tentu akan menjadi evaluasi oleh Mabes TNI dan Mabes Angkatan terkait penggunaan senjata,” kata Hariyanto kepada wartawan, di Jakarta, Kamis.

    Selengkapnya klik di sini.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

  • Bamsoet Ingatkan Implikasi Putusan MK Dihapusnya Presidential Threshold

    Bamsoet Ingatkan Implikasi Putusan MK Dihapusnya Presidential Threshold

    Jakarta

    Anggota Komisi III DPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo mengingatkan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 62/PUU-XXII/2024 terkait penghapusan presidential threshold membawa implikasi yang kompleks bagi dinamika politik Indonesia. Di satu sisi, keputusan MK memberikan kesempatan lebih besar bagi partai politik untuk berpartisipasi dalam pemilihan presiden (Pilpres) dengan bertambahnya jumlah pasangan calon yang akan bertarung dalam kontestasi Pemilu.

    Namun, bertambahnya jumlah pasangan calon presiden tidak selalu menjadi pertanda positif. Ada risiko fragmentasi politik, polarisasi, tingginya biaya politik dan munculnya calon berkualitas rendah menjadi tantangan yang nyata. Perlu dicarikan strategi yang tepat untuk menghindari terlalu banyaknya pasangan calon presiden, namun dengan kualitas yang rendah dan agenda politik yang sempit.

    “Pasal 6A ayat 1 UUD NRI 1945 menyebutkan presiden dan wakil presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat. Ayat 2 disebutkan pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum. Artinya, konsekwensi penghapusan presidential threshold bisa diatur dengan pembatasan minimal dan maksimal gabungan (koalisi) partai politik pengusul capres/cawapres, untuk menghindari hanya dua pasang calon maupun dominasi koalisi partai politik pengusul capres/cawapres,” ujar Bamsoet dalam keterangannya, Kamis (9/1/2025).

    Ketua MPR RI ke-15 dan Ketua DPR RI ke-20 ini menjelaskan, sebelum dianulir MK, aturan presidential threshold mengharuskan partai politik atau gabungan partai politik untuk memenuhi ambang batas tertentu, yaitu 20% kursi di DPR atau 25% suara sah nasional, sebagai syarat untuk mengusulkan pasangan calon presiden.

    Dengan dihapuskannya presidential threshold, setiap partai politik kini memiliki kesempatan yang sama untuk mencalonkan pasangan calon presiden. “Hal ini berpotensi memicu munculnya banyak calon presiden pada Pilpres mendatang. Hasil Pemilu 2024 mencatat 8 partai politik yang memperoleh kursi di DPR dan 10 partai politik tanpa kursi di DPR. Dengan penghapusan presidential threshold, diperkirakan jumlah pasangan calon presiden bisa meningkat dari tiga pasangan di Pilpres 2024, menjadi lebih dari empat atau bahkan enam pasangan pada Pilpres 2029,” urai Bamsoet.

    Ketua Komisi III DPR RI ke-7 dan Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia ini menjelaskan, peningkatan jumlah kandidat capres tidak selalu menjadi indikasi positif bagi demokrasi. Pengalaman di berbagai negara menunjukkan bahwa banyaknya kandidat capres yang muncul sering kali disertai dengan latar belakang politik yang kurang matang, visi misi yang terbatas, serta keterwakilan politik yang tidak proporsional. Sebagai contoh, dalam pemilu presiden Brasil tahun 2018 terdapat 13 kandidat yang bertarung. Hasilnya munculnya banyak calon presiden dengan pengalaman politik yang minimalis, serta menciptakan kebingungan di kalangan pemilih yang mencari figur pemimpin yang kredibel.

    Dosen tetap pascasarjana (S3) Ilmu Hukum Universitas Borobudur, Universitas Jayabaya dan Universitas Pertahanan (Unhan) ini memaparkan, peningkatan jumlah calon presiden juga dapat memicu risiko polarisasi di masyarakat. Indonesia yang memiliki keragaman etnis dan budaya, rentan terhadap perpecahan jika tidak dikelola dengan baik. Polarisasi dapat terjadi antara pendukung berbagai calon presiden yang pada gilirannya dapat memperburuk kohesi sosial.

    Data dari lembaga survei menunjukkan bahwa tingkat polarisasi di Indonesia telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Menurut lembaga riset LSI, data pada tahun 2023 menunjukkan sekitar 42% responden merasa bahwa politik di Indonesia semakin terbagi dalam dua kubu yang saling berlawanan. Dengan lebih banyaknya pasangan calon, kecenderungan ini dapat meningkat lebih lanjut.

    Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila dan Wakil Ketua Umum FKPPI ini menambahkan, untuk mengatasi dampak negatif dari penghapusan presidential threshold, perlu ada langkah-langkah strategis. Pemerintah bersama DPR harus memperkuat regulasi dalam Pemilu, menciptakan standar kualitas bagi calon presiden, dan memastikan transparansi dana kampanye. Edukasi politik bagi masyarakat sangat diperlukan untuk memastikan pemilih dapat melakukan pemilihan dengan cerdas, memilih berdasarkan kualitas dan visi misi calon, bukan sekadar popularitas.

    “Tidak kalah penting perlu adanya peningkatan kapasitas partai politik dalam mengedukasi kader mereka mengenai pentingnya integritas dan kualitas kepemimpinan. Pelatihan dan pembinaan kader bisa membantu menyeleksi calon presiden yang lebih berkualitas guna meningkatkan daya saing dan kemampuan mereka di untuk memimpin bangsa dan negara Indonesia,” pungkas Bamsoet.

    (prf/ega)

  • Direktur Narkoba hingga Kabid Propam Polda Metro Jaya Dilantik

    Direktur Narkoba hingga Kabid Propam Polda Metro Jaya Dilantik

    loading…

    Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Karyoto memimpin langsung upacara serah terima jabatan (sertijab) sejumlah perwira menengah mulai dari Dirresnarkoba hingga Kabid Propam Polda Metro Jaya. Foto/Dok Polda Metro Jaya

    JAKARTA – Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Karyoto memimpin langsung upacara serah terima jabatan (sertijab) sejumlah perwira menengah mulai dari Dirresnarkoba, Kabid Propam Polda Metro Jaya , hingga jajaran Kapolres hari ini. Sertijab tersebut dilaksanakan di Balai Pertemuan Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (9/1/2025).

    “Baru saja telah dilaksanakan serah terima jabatan. Serah terima jabatan beberapa pejabat utama Polda Metro Jaya dan beberapa Kapolres di jajaran Polda Metro Jaya,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi kepada wartawan, Kamis (9/1/2025).

    Berikut daftar pejabat yang dilakukan serah terima jabatan hari ini:
    1. Dirresnarkoba Polda Metro Jaya kini dipimpin oleh Kombes Pol David. Dia menggantikan Donald Parlaungan Simanjuntak yang dicopot buntut kasus pemerasan di konser DWP.

    2. Kabid Propam Polda Metro Jaya kini dijabat Kombes Radjo Alriadi Harahap. Dia menggantikan Kombes Bambang Satriawan.

    3. Kepala SPKT Polda Metro Jaya dijabat AKBP Gunawan. Dia menggantikan AKBP Arfan Zulfan yang diangkat sebagai Kasatreskrim Polres Metro Jakarta Barat.

    4. Kapolres Metro Jakarta Barat kini dijabat Kombes Pol Twedi Aditya Bennyahdi. Dia menggantikan Kombes Pol M Syahduddi yang kini menjabat Kapolrestabes Semarang.

    Baca Juga: Presidential Threshold Dihapus, Capres Tunggal Pupus

    5. Kapolres Metro Bekasi kini dijabat Kombes Pol Mustofa. Dia menggantikan Kombes Pol Twedi Aditya Bennyahdi yang menjabat Kapolres Metro Jakarta Barat.

  • Said Abdullah Klaim HUT PDIP Tak Terganggu Kasus Hasto Kristiyanto

    Said Abdullah Klaim HUT PDIP Tak Terganggu Kasus Hasto Kristiyanto

    loading…

    Ketua DPP PDIP Said Abdullah mengklaim bahwa penggeledahan kediaman Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto tak membuat agenda perayaan HUT PDIP yang akan digelar 10 Januari mendatang menjadi terganggu. Foto/Felldy Utama

    JAKARTA – Ketua DPP PDIP Said Abdullah mengklaim bahwa penggeledahan kediaman Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto tak membuat agenda perayaan HUT PDIP yang akan digelar 10 Januari mendatang menjadi terganggu. Diketahui, rumah Hasto di Bekasi dan di Kebagusan, Jakarta Selatan digeledah KPK.

    “Kami sama sekali tidak terganggu oleh hal apa pun. Karena ini agenda partai,” kata Said di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (8/1/2025).

    Said tak merasa jika penggeledahan ini dilakukan lantaran mendekati acara kepartaian. Dia menuturkan, penggeledahan ini dilakukan KPK setelah proses pemanggilan Hasto sebelumnya.

    Baca Juga

    Namun, kata dia, karena ada kesibukan untuk mempersiapkan acara kepartaian, meminta waktu kepada lembaga antirasuah untuk penjadwalan ulang.

    Baca Juga: Presidential Threshold Dihapus, Capres Tunggal Pupus

    “Jangan kemudian, wah ini kebetulan momentumnya HUT partai, padahal sebelum HUT partai juga sudah dipanggil,” ujarnya.

    (rca)

  • Yusril: Pemerintah Akan Dengar Masukan Semua Pihak Ubah UU Pemilu Terkait Presidential Threshold – Page 3

    Yusril: Pemerintah Akan Dengar Masukan Semua Pihak Ubah UU Pemilu Terkait Presidential Threshold – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Pemerintah akan merevisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pemilu atau UU Pemilu usai Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menghapus ambang batas presiden atau presidential threshold, terutama pada pasal 222. 

    Menteri Koordinator bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengatakan saat ini menteri-menteri terkait masih melakukan konsolidasi dan membahas bagaimana perubahan terhadap pasal terkait presidential threshold akan dilaksanakan.

    “Saya berkeyakinan tentu akan ada perubahan terhadap Pasal 222 UU Pemilu dan ini bisa muncul sebagai inisiatif dari pemerintah, bisa juga muncul dari Dewan Perwakilan Rakyat,” kata Yusril dalam keterangannya, Rabu, (8/1/2025).

    Yusril mengatakan, baik pemerintah dan DPR akan mendengar semua masukan dan pertimbangan dari semua pihak, termasuk dari partai politik peserta pemilu dan partai politik non peserta pemilu, para akademisi, hingga tokoh-tokoh masyarakat.

    “Bagaimana sebaiknya kita merumuskan satu norma baru pengganti pasal 222 UU Pemilu dengan rumusan-rumusan yang sesuai dengan perkembangan zaman ke depan dan pula sesuai dengan lima rekayasa konstitusional atau constitutional engineering dalam pertimbangan hukum putusan MK,” kata Yusril.

    Yusril berpandangan, setiap keinginan untuk kembali menghidupkan presidential threshold setelah adanya putusan MK bisa-bisa saja disahkan oleh DPR. Namun, Yusril meyakini jika pembatasan itu kembali muncul, maka MK akan membatalkannya.

    “Kalau ada pihak yang kembali mengajukan pengujian kepada MK, saya dapat membayangkan atau meramalkan bahwa kemungkinan besar MK akan membatalkan kembali norma UU yang mengandung presidential threshold itu,” tutur Yusril.

    Yusril mengatakan, presidential threshold sejatinya tidak ada jika menggunakan tafsir tematik dan sistematik dengan cara menghubungkan pasal-pasal pemilu dalam Pasal 22E UUD NRI 1945 dan pasal pengaturan tentang pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dalam Pasal 6A, yang menyatakan bahwa pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol peserta pemilu sebelum dilaksanakannya pemilihan umum (anggota DPR dan DPRD).

    Tetapi menurut Yusril, disitulah ada rekayasa konstitusional yang dilakukan pembentuk undang-undang untuk membatasi capres-cawapres sebagaimana diatur dalam Pasal 222 UU Pemilu. Rekayasa sebelumnya itu sebelumnya dibenarkan MK dengan alasan untuk memperkuat sistem presidensial. Namun Putusan MK No 62/PUU-XII/2024 tanggal 2 Januari 2025 yang lalu justru mengubah pendirian MK selama ini.

    “Setelah 32 kali diuji, baru pada pengujian yang ke 33 MK mengabulkannya. Jadi ada qaul qadim atau pendapat lama dan qaul jadid atau pendapat baru di MK,” kata Yusril.

    Yusril menyatakan, bahwa pemerintah menghormati putusan MK yang menyatakan syarat ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden bertentangan dengan UUD 1945.

    “Apapun putusan yang diambil mahkamah, pemerintah akan patuh pada Mahkamah Konstitusi, dan kita tahu putusan MK adalah final dan binding dan tidak ada upaya hukum apa pun yang dapat dilakukan,” ucap Menko Yusril.