Produk: Presidential threshold

  • Yusril Sebut MK Berpeluang Hapus Parlementary Threshold 4%, Ini Alasannya

    Yusril Sebut MK Berpeluang Hapus Parlementary Threshold 4%, Ini Alasannya

    Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menyebut Mahkamah Konstitusi (MK) berpeluang membatalkan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold sebesar 4% suara sah nasional saat Pemilu. 

    “Setelah ada putusan presidential threshold, kemungkinan besar MK juga membatalkan parliamentary threshold yang selama ini selalu dipersoalkan oleh partai-partai politik,” kata Yusril Ihza Mahendra di Denpasar, Bali, Senin malam (13/1/2025) dilansir dari Antara. 

    Dia menilai putusan MK yang membatalkan atau menghapus ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau presidential threshold sebesar 20% akan berdampak terhadap ketentuan ambang atas parlemen tersebut.

    Keputusan itu, lanjut dia, memberikan harapan baru kepada partai-partai politik untuk berkembang dalam demokrasi Indonesia yang lebih sehat.

    Dengan demikian, dia mengatakan semua partai politik memiliki peluang memiliki wakil rakyat di DPR RI.

    “Ini paling tidak memberikan secercah harapan bagi partai-partai politik wail khusus juga PBB,” ucapnya.

    Setelah putusan MK itu, kata dia, pemerintah akan merumuskan satu norma hukum baru di bidang politik dengan menggunakan panduan dari putusan MK yang bersifat final dan mengikat tersebut.

    Menurut Yusril, rumusan itu nantinya akan diimplementasikan untuk pemilihan umum baik legislatif dan pemilihan presiden dan wakil presiden yang tidak ada lagi aturan terkait ambang batasnya.

    “Khususnya kepada lima panduan atau disebut contitutional engineering yang harus dirumuskan di masa akan datang dan saya kira pemerintah sekarang tentu dengan jiwa besar harus menghormati dan menerima putusan MK itu,” ucapnya.

    Di sisi lain, Yusril berpendapat partai yang memiliki sedikit kursi di parlemen dapat membentuk satu fraksi gabungan dengan partai lain.

    “Pendapat saya pribadi, lebih baik dibatasi jumlah fraksi di DPR, jumlah fraksinya 10 fraksi. Jadi kalau partai itu kurang dari 10%, mereka bisa membentuk satu fraksi gabungan,” katanya.

    Dalam amar putusan yang dibacakan pada perkara No.62/PUU-XXII/2024, MK menyatakan ambang batas pencalonan presiden yang saat ini berlaku 20% inkonstitusional. Artinya, pencalonan presiden oleh partai politik tidak harus memiliki suara 20% di DPR.  

    “Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pembacaan putusan, Kamis (2/1/2025).  

    MK juga menyatakan dalam putusannya bahwa pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan Undang-undang Dasar (UUD) 1945 alias inkonstitusional. 

  • Penghapusan "Presidential Threshold" Bisa Jadi Tantangan Prabowo jika Maju Periode Kedua
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        13 Januari 2025

    Penghapusan "Presidential Threshold" Bisa Jadi Tantangan Prabowo jika Maju Periode Kedua Nasional 13 Januari 2025

    Penghapusan Presidential Threshold Bisa Jadi Tantangan Prabowo jika Maju Periode Kedua
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Penghapusan
    presidential threshold
    disebut bisa menjadi tantangan bagi Presiden
    Prabowo Subianto
    ketika hendak maju kembali sebagai calon presiden pada
    Pilpres 2029
    untuk periode kedua.
    Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis Agung Baskoro mengatakan, hal tersebut tidak terlepas dari terbukanya peluang bagi setiap partai untuk mengusung sendiri kandidatnya di Pilpres tanpa harus berkoalisi.
    Peniadaan ambang batas ini telah memberikan stimulus bagi partai politik dan calon potensial untuk lebih aktif berpartisipasi dalam Pilpres, sehingga menjadi lebih kompetitif.
    “Penghapusan
    presidential threshold
    ini juga memberi stimulus bagi partai untuk mempersiapkan kader-kader terbaiknya agar bisa maju dalam pilpres. Realitas politik ini baik secara langsung atau tidak, membuat partai lebih hidup dalam menjalankan fungsi rekrutmen politik, pendidikan politik, kaderisasi politik, hingga seleksi politik yang merit di internal,” ujar Agung, kepada Kompas.com, Senin (13/1/2025).
    Kondisi tersebut, kata Agung, membuat Presiden Prabowo harus mampu meningkatkan kinerja pemerintahannya.
    Hal ini diperlukan demi menjaga elektabilitasnya hingga pelaksanaan Pilpres mendatang.
    “Secara elektoral bagi petahana, yakni Presiden Prabowo, mau tak mau, tak ada pilihan, beliau harus menggenjot habis-habisan kinerja pemerintahan Kabinet Merah Putih untuk menjamin elektabilitasnya terjaga sekaligus punya peluang besar terpilih lagi di periode kedua,” kata Agung.
    Di samping itu, terbukanya peluang bagi para menteri yang berstatus ketua umum partai politik untuk berkontestasi juga menjadi tantangan tersendiri bagi Prabowo.
    Namun, lanjut Agung, persoalan itu tergantung kepada relasi politik antara Prabowo dengan wakilnya, Gibran Rakabuming Raka, dan juga para menterinya.
    “Itu baru kelihatan minimal setelah tahun ke-3 atau jelang tahun ke-4 pemerintahan Prabowo-Gibran. Karena di masa itu mulai tampak kondisi relasi antara Prabowo dengan Gibran, kemudian Prabowo dengan para menteri yang notabene banyak yang ketua umum partai, yang potensial maju capres karena punya tiket. Kemudian dengan PDI-P maupun tokoh-tokoh oposisi seperti Anies,” kata Agung.
    “Di luar itu, ujungnya siapapun kandidat capres yang maju akan dihadapkan pada dua hal, yakni soal elektabilitas dan isi tas atau logistik. Mereka yang maju nantinya adalah figur yang mumpuni atas keduanya,” pungkas dia.
    Diberitakan sebelumnya,
    Mahkamah Konstitusi
    (MK) telah memutuskan menghapus
    presidential threshold
    melalui putusan perkara nomor 62/PPU-XXII/2025 pada Kamis, 2 Januari 2025.
    Dalam putusan tersebut, MK juga mempertimbangkan perpolitikan Indonesia yang cenderung mengarah pada pencalonan tunggal.
    Selain itu, ambang batas pencalonan juga dinilai sebagai bentuk pelanggaran moral yang tidak bisa ditoleransi lantaran memangkas hak rakyat untuk mendapatkan lebih banyak pilihan calon presiden.
    Oleh karena itu, Mahkamah menyatakan norma hukum Pasal 222 Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum karena dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • DPR Bakal Kumpulkan Pakar untuk Tindak Lanjuti Dihapusnya "Presidential Threshold"
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        13 Januari 2025

    DPR Bakal Kumpulkan Pakar untuk Tindak Lanjuti Dihapusnya "Presidential Threshold" Nasional 13 Januari 2025

    DPR Bakal Kumpulkan Pakar untuk Tindak Lanjuti Dihapusnya Presidential Threshold
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
     Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan menggelar
    focus group discussion
     (FGD) untuk menindaklanjuti putusan
    Mahkamah Konstitusi
    (MK) yang menghapus ambang abtas pencalonan presiden atau
    presidential threshold
    .
    Wakil Ketua DPR
    Adies Kadir
    menyatakan, FGD tersebut bakal diikuti oleh akademisi dan praktisi di bidang pemilu, serta semua pemangku kepentingan terkait pemilu.
    “DPR akan mungkin membuat semacam FGD, mengundang akademisi, atau tokoh masyarakat praktisi di bidang itu. KPU, Bawaslu, semua
    stakeholder
    yang terkait,” kata Adies di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (13/1/2025).
    “(Kami) akan membahas bersama-sama, kira-kira rekayasa konstitusi seperti apa yang akan dibuat di dalam rancangan UU, seperti yang diminta dalam pertimbangan majelis hakim di MK,” ujar dia melanjutkan.
    Adies menerangkan, kajian mendalam untuk menindaklanjuti penghapusan
    presidential threshold
    diperlukan agar revisi UU Pemilu yang dilakukan tidak keluar dari koridor putusan MK. 
    Politikus Partai Golkar ini pun menegaskan bahwa pihak legislatif bakal melaksanakan putusan MK tentang 
    presidential threshold
    yang bersifat final dan mengikat.
    “Inilah yang harus dijalankan oleh pembuat UU. Nanti, rekayasa konstitusi yang seperti apa yang akan dilakukan, nah ini kan perlu pembahasan. Disampaikan juga itu mendengar masukan-masukan,” kata Adies. 
    Kendati demikian, Adies belum dapat memastikan kapan FGD tersebut akan dilaksanakan karena DPR masih melakukan reses hingga akhir Januari 2025.
    Meski begitu, dia meyakini bahwa proses pembahasan akan dilaksanakan DPR ketika masa sidang dimulai.
    “Tapi yang pasti, pemilihan presiden masih lama. Sebelum pemilihan presiden, itu pasti akan dibahas RUU tersebut,” pungkas Adies.
    Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan menghapus presidential threshold melalui putusan perkara nomor 62/PPU-XXII/2025 pada Kamis, 2 Januari 2025.
    Dalam putusan tersebut, MK juga mempertimbangkan perpolitikan Indonesia yang cenderung mengarah pada pencalonan tunggal.
    Selain itu, ambang batas pencalonan juga dinilai sebagai bentuk pelanggaran moral yang tidak bisa ditoleransi, lantaran memangkas hak rakyat untuk mendapatkan lebih banyak pilihan calon presiden.
    Oleh karena itu, Mahkamah menyatakan norma hukum Pasal 222 Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum karena dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Presidential Threshold Dihapus, Mayoritas Parpol Diyakini Siap Usung Capres Sendiri 
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        13 Januari 2025

    Presidential Threshold Dihapus, Mayoritas Parpol Diyakini Siap Usung Capres Sendiri Nasional 13 Januari 2025

    Presidential Threshold Dihapus, Mayoritas Parpol Diyakini Siap Usung Capres Sendiri
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Peneliti Senior dari Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Lili Romli meyakini mayoritas partai politik siap mencalonkan kandidatnya sendiri pada Pilpres mendatang, setelah tidak adanya
    presidential threshold
    .
    Di samping itu, partai politik pun kini memiliki keleluasaan yang lebih dalam mencari
    calon presiden
    dan wakil presiden yang akan diusungnya.
    “Saya kira para parpol tersebut sudah sangat siap, jika dari dalam parpol tidak ada, bisa mencalonkan dari kalangan non parpol. Cukup banyak calon-calon pemimpin terbaik untuk bangsa ini,” ujar Romli kepada
    Kompas.com
    , Senin (13/1/2025).
    Menurut Romli, penghapusan ambang batas pencalonan presiden menjadi angin segar bagi pesta demokrasi 5 tahunan di Indonesia. Sebab, ajang Pilpres akan lebih kompetitif dengan lebih banyak kandidat yang bersaing.
    Masyarakat pun bakal memiliki lebih banyak alternatif pilihan calon presiden dan wakil presiden untuk dipilih menjadi pemimpin negara.
    “Tanpa
    presidential threshold
    akan muncul beragam kandidat dan akan kompetitif. Rakyat sebagai pemilih akan mempunyai beberapa alternatif pilihan sehingga nanti yang terbaik yang akan muncul dan terpilih,” kata Romli.
    Meski begitu, lanjut Romli, tindak lanjut dari penghapusan ambang batas pencalonan presiden oleh Mahkamah Konstitusi (MK) berada di tangan pemerintah dan DPR.
    Sebab, diperlukan revisi Undang-Undang (UU) terkait Pemilu agar pelaksanaan Pilpres tanpa
    presidential threshold
    bisa diterapkan pada pesta demokrasi mendatang.
    “Sekarang bola ada pada pembuat UU, pemerintah dan DPR, yang notabene orang partai juga. Kita berharap akan melaksanakan putusan MK sebaik baiknya, tidak membelokkan dan atau mengabaikan,” ungkap Romli.
    “Acuan rekayasa konstitusional yang diberikan oleh MK menjadi acuan atau rujukan dalam merevisi UU pemilu,” sambungnya.
    Romli menambahkan bahwa pemerintah dan DPR harus benar-benar mematuhi putusan MK dalam merevisi UU demi perbaikan sistem Pemilu ke depan.
    “Revisi UU tersebut harus sesuai dengan putusan MK, kalau tidak bisa terulang lagi kejadian demo besar-besaran saat DPR menolak putusan MK tentang ambang batas pencalonan pilkada,” pungkasnya.
    Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan menghapus presidential threshold melalui putusan perkara nomor 62/PPU-XXII/2025 pada Kamis, 2 Januari 2025.
    Dalam putusan tersebut, MK juga mempertimbangkan perpolitikan Indonesia yang cenderung mengarah pada pencalonan tunggal. Selain itu, ambang batas pencalonan juga dinilai sebagai bentuk pelanggaran moral yang tidak bisa ditoleransi lantaran memangkas hak rakyat mendapat lebih banyak pilihan calon presiden.
    Oleh karena itu, Mahkamah menyatakan norma hukum Pasal 222 Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum karena dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
    Pasal 222 UU Pemilu sebelumnya berbunyi, “Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada Pemilu Anggota DPR periode sebelumnya”.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Tanpa "Presidential Threshold", Rakyat Akan Punya Banyak Pilihan Capres-cawapres
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        13 Januari 2025

    Tanpa "Presidential Threshold", Rakyat Akan Punya Banyak Pilihan Capres-cawapres Nasional 13 Januari 2025

    Tanpa “Presidential Threshold”, Rakyat Akan Punya Banyak Pilihan Capres-cawapres
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (
    Perludem
    ) menilai penghapusan
    presidential threshold
    membuat masyarakat berpeluang memiliki lebih banyak alternatif pilihan calon presiden dan wakil presiden pada setiap pelaksanaan Pilpres.
    Direktur Eksekutif Perludem, Khoirunnisa Nur Agustyati, mengatakan penghapusan aturan ambang batas pencalonan tersebut membuka peluang bagi setiap partai untuk mengusung kandidat presiden dan wakil presidennya sendiri.
    “Penghapusan ambang batas pencalonan presiden ini akan memberikan kesempatan kepada Parpol peserta pemilu untuk bisa mengusung calonnya dan bisa menghadirkan calon alternatif bagi pemilih,” ujar Khoirunnisa kepada Kompas.com, Senin (13/1/2024).
    Meski begitu, kata Khoirunnisa, setiap partai akan memiliki perhitungannya masing-masing untuk mengusung calon presiden atau wakil presiden.
    Dengan demikian, tak menutup kemungkinan jika nantinya masih akan tetap ada partai politik yang memilih untuk berkoalisi demi kelancaran pencalonan.
    “Bisa jadi akan tetap ada koalisi. Tapi saya rasa koalisinya bisa jadi lebih alamiah karena tidak berdasarkan pada hitung-hitungan jumlah persen kursi dan suara. Justru sekarang parpol punya waktu yang cukup panjang untuk menyiapkan orang yang akan diusung,” pungkas Khoirunnisa.
    Diberitakan sebelumnya,
    Mahkamah Konstitusi
    (MK) telah memutuskan menghapus
    presidential threshold
    melalui putusan perkara nomor 62/PPU-XXII/2025 pada Kamis, 2 Januari 2025.
    Dalam putusan tersebut, MK juga mempertimbangkan perpolitikan Indonesia yang cenderung mengarah pada pencalonan tunggal.
    Selain itu, ambang batas pencalonan juga dinilai sebagai bentuk pelanggaran moral yang tidak bisa ditoleransi lantaran memangkas hak rakyat untuk mendapatkan lebih banyak pilihan calon presiden.
    Oleh karena itu, Mahkamah menyatakan norma hukum Pasal 222 Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum karena dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • MK Hapus Presidential Threshold 20%, DPR Ancang-ancang Omnibus Law Politik

    MK Hapus Presidential Threshold 20%, DPR Ancang-ancang Omnibus Law Politik

    Bisnis.com, JAKARTA — Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) berpotensi memuluskan jalan bagi sebagain pihak yang ingin mengubah sistem pemilu. Golkar dan Gerindra mulai mendorong wacana tentang ‘penguatan demokrasi’ pasca putusan melalui amandemen UU Pemilu. 

    Wakil Ketua Umum Golkar Ahmad Doli Kurnia Tanjung, misalnya, secara eksplisit menuturkan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) putusan perkara No.62/PUU-XXII/2024 itu sejalan dengan momentum untuk perbaikan sistem politik dan demokrasi Indonesia. 

    Dia turut menyinggung pernyataan Presiden Prabowo Subianto di HUT ke-60 Partai Golkar, mengenai wacana Pilkada melalui DPRD. Prabowo memang sedang mendorong supaya pilkada langsung diganti dengan sistem representasi melalui parlemen. Hanya saja, wacana itu menuai polemik karena akan ‘merampas’ hak masyarakat untuk memilih pemimpinnya secara langsung. 

    Kendati demikian, Doli menyampaikan bahwa permohonan uji materi terhadap pasal 222 UU Pemilu yang sudah dilakukan lebih dari 30 kali itu bukanlah jawaban untuk seluruh permasalahan mengenai Pemilu di Indonesia. 

    “Presidential threshold cuma salah satu isu dari sekian banyak isu yang menjadi bagian pembahasan penyempurnaan sistem Pemilu kita. Dan setiap isu bukanlah berdiri sendiri. Setiap isu saling terkait satu sama lain,” tuturnya belum lama ini. 

    Senada dengan Golkar, Ketua Fraksi Gerindra DPR, Budisatrio Djiwandono, menyatakan pihaknya memandang putusan Mahakamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold) minimal 20% merupakan langkah penting dalam penguatan demokrasi di Indonesia.

    Keponakan Prabowo ini menambahkan bahwa Fraksi Gerindra akan menjadikan putusan MK sebagai acuan penting dalam pembahasan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu di DPR.

    “Kami menghormati dan siap mematuhi keputusan MK. Segera setelah ini kami akan mempelajari lebih detail putusan tersebut sebelum kami jadikan acuan dalam pembahasan revisi UU Pemilu,” ucap Budisatrio dalam keterangan resmi, Sabtu (4/1/2025).

    Budi juga menegaskan, Gerindra berpegang teguh pada prinsip-prinsip demokrasi sehingga partainya memastikan akan menjunjung putusan MK sebagai bagian dari amanat demokrasi. Menurutnya, Gerindra sepenuhnya sadar bahwa putusan MK bersifat mengikat dan bagian dari pilar demokrasi yang harus dijaga.

    “Masih ada sejumlah tahapan yang harus dilewati sebelum putusan ini diresmikan sebagai produk revisi UU. Maka dari itu, Fraksi Gerindra akan terus mengawal prosesnya, agar penerapan putusan bisa berjalan efektif dan selaras dengan amanat dalam putusan MK,” ujar Budi.

    Masuk Omnibus Law Politik?

    Adapun Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menyebut akan mengkaji putusan MK soal penghapusan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold) minimal 20%.

    Kendati demikian, dia belum bisa memastikan secara pasti apakah memang betul putusan itu bisa dimasukkan dalam revisi UU Pemilu atau bahkan penyusunan Omnibus Law tentang politik.

    “Saya belum tahu. Bahwa itu kemudian akan dimasukkan dalam revisi undang-undang atau kemudian ada undang-undang yang diomnibuskan itu nanti belum kita putuskan,” katanya di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, pada Selasa (7/1/2025).

    Dilanjutkan Dasco, putusan MK pada 2 Januari 2025 kemarin nantinya pasti akan disikapi lebih lanjut oleh DPR dengan melakukan kajian-kajian. Ketua Harian Gerindra ini turut mengemukakan bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat. Oleh sebab itu, putusannya wajib untuk ditaati

    Menurut dia, dengan adanya putusan itu maka diketahui MK membuka ruang untuk pencalonan presiden dan wakil presiden, tetapi juga ada keinginan agar jangan sampai calonnya terlalu banyak ataupun sedikit.

    “Sehingga kita akan coba kaji dengan teman-teman di parlemen untuk mengupas dan juga kemudian membahas bagaimana sih itu yang namanya rekayasa konstitusi yang diputuskan oleh MK itu akan dijalankan oleh DPR, supaya kemudian tidak menyalahi lagi aturan yang ada,” pungkasnya.

    Menteri Sudah Berembuk

    Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra mengatakan bahwa para menteri dan perwakilan partai-partai politik sudah berkoordinasi untuk menindaklanjuti putusan terbaru Mahkamah Konstitusi (MK) terkait presidential threshold (PT).

    “Memang belum ada rapat koordinasi secara langsung untuk membahas masalah (putusan MK) ini, tapi konsultasi antar para menteri juga dengan parpol-parpol itu sudah terjadi untuk membahas implikasi dari putusan MK yang merupakan pasal 222 UU No. 7 Tahun 2017 itu,” kata Yusril.

    Yusril menyebutkan setelah adanya putusan terbaru MK, pasal 222 UU no. 7 tahun 2017 yang mengatur ketentuan presidential threshold artinya sudah tidak relevan dan dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 sehingga dibutuhkan pengaturan baru.

    Maka dari itu pemerintah harus berkoordinasi dengan pihak yang paling terdampak yaitu partai-partai politik agar pengaturan baru terkait pemilihan umum (pemilu) bisa diajukan dengan lebih tepat kepada DPR untuk membuat regulasi baru sejalan dengan putusan MK.

    Lebih lanjut, Yusril menyebutkan bahwa pengaturan baru yang akan diajukan nantinya berdasarkan lima panduan rekayasa konstitusional yang telah dikeluarkan lembaga yudikatif tersebut.

    Salah satu rekomendasi rekayasa konstitusional tersebut ialah terkait pengaturan pencalonan dari setiap partai politik yang harus proposional. Yusril mencontohkan misalnya ada 30 partai politik yang akan menjadi peserta pemilu, artinya ada kemungkinan 30 calon presiden bisa diajukan dalam pemilu terkait. Namun tentu hal itu tidak akan efektif sehingga mekanisme koalisi seharusnya diperbolehkan.

    “Tapi kalau bergabung jangan sampai 29 (partai) mencalonkan satu orang, lalu yang satu partai mencalonkan, akhirnya cuma jadi dua lagi (capresnya). Jadi bagaimana mekanismenya? In between, antara terlalu banyak atau terlalu sedikit, nah itu yang mesti dikompromikan,” katanya.

    Maka dari itu koordinasi dengan partai politik dibutuhkan sehingga pemerintah bisa menyusun rancangan kebijakan yang tepat untuk menjaga berlangsungnya proses demokrasi setelah putusan baru MK tersebut.

    Rancangan itu tentu akan disampaikan Pemerintah ke DPR agar bisa memastikan pemilu selanjutnya berjalan dengan lancar, meski begitu Yusril mengatakan rancangan itu masih belum akan disampaikan dalam waktu dekat mengingat pemilu terdekat akan berlangsung 5 tahun lagi yaitu 2029.

    “Satu sikap nanti dibawa ke DPR karena memang memerlukan pembentukan peraturan perundang-undangan yang baru,”tutupnya.

  • PKB Khawatir DPR Jegal Putusan MK Soal Presidential Threshold – Halaman all

    PKB Khawatir DPR Jegal Putusan MK Soal Presidential Threshold – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua DPP PKB Luluk Nur Hamidah mengungkapkan kekhawatirannya, calon presiden (capres) yang akan berlaga di Pilpres 2029 mendatang justru sedikit, meski Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus persyaratan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold).

    Sebab kata Luluk, MK memberi kewenangan bagi DPR sebagai pembentuk undang-undang, melakukan rekayasa konstitusi untuk membatasi banyaknya jumlah capres.

    Sehingga menurutnya ada potensi penjegalan atau hambatan bagi partai politik (parpol) mengajukan capres jagoannya di pilpres 2029.

    Hal itu disampaikannya dalam diskusi bertajuk Kontroversi Pemilihan Presiden Pasca Pembatalan Syarat Ambang Batas Oleh MK yang digelar secara daring pada Minggu (12/1/2025).

    “Ini kalau udah diberikan hak konstitusional itu kepada DPR, maka pertanyaan kita sederhana aja. Emang DPR atau partai politik ingin melepaskan semua hak istimewa yang dimiliki selama ini? Atau kemudian akan terjadi konsolidasi kekuasaan yang akan luar biasa ke depan?” kata Luluk.

    Luluk menjelaskan, ada andil aktor politik di setiap keputusan politik yang penting.

    Dikatakan Luluk, aktor-aktor politik itu memiliki kekuasaan yang mampu mempemgaruhi perpolitikan tanah air. 

    Selain itu, lanjut Luluk, sejauh kekuatan politik dan ekonomi dikuasai segelintir elite, maka putusan MK tersebut tidak akan berarti apa-apa. 

    “Saya melihatnya bahwa apapun putusan itu ya, misalnya tidak akan serta-merta kemudian ini akan memunculkan calon-calon yang tiba-tiba menjamur gitu,” ujar Luluk.

    “Karena tadi dibilang ya, belum tentu kalau misalnya syarat pembentukan partai itu juga dipersulit atau kemudian syarat ikut pemilu juga kemudian itu dipersulit gitu ya. Belum lagi kalau kemudian terjadi konsolidasi kekuasaan,” pungkasnya.

    Hapus Syarat Ambang Batas 

    Diberitakan sebelumnya MK telah menghapus syarat ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold (PT) yang sebelumnya diatur dalam Pasal 222 UU Pemilu melalui putusan atas permohonan dari perkara 62/PUU-XXII/2024.

    Dengan demikian setiap partai politik yang telah dinyatakan sebagai peserta pemilu berhak mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden tanpa perlu memenuhi persyaratan minimal dukungan suara tertentu.

    Namun, MK juga memberikan catatan penting. 

    Catatan itu yakni dalam praktik sistem presidensial di Indonesia yang didukung model kepartaian majemuk, potensi jumlah pasangan calon presiden dan wakil presiden dapat membengkak hingga sama dengan jumlah partai peserta pemilu. 

    Hal tersebut dinilai menimbulkan kekhawatiran terhadap efisiensi pemilu dan stabilitas sistem politik.

    Mahkamah juga menegaskan penghapusan syarat ambang batas adalah bagian dari perlindungan hak konstitusional partai politik. 

    Namun menurut Mahkamah, revisi UU Pemilu yang akan datang diharapkan dapat mengatur mekanisme untuk mencegah lonjakan jumlah pasangan calon yang berlebihan, sehingga pemilu tetap efektif dan sesuai dengan prinsip demokrasi langsung.

    MK juga menyoroti meski konstitusi memungkinkan pemilu dua putaran, namun jumlah pasangan calon yang terlalu banyak tidak selalu membawa dampak positif bagi perkembangan demokrasi presidensial di Indonesia. 

    Dengan demikian, keputusan itu diharapkan menjadi titik balik dalam dinamika pemilu Indonesia, sekaligus menyeimbangkan hak konstitusional partai politik dengan kebutuhan stabilitas demokrasi.

    Putusan MK terkait penghapusan syarat ambang batas tersebut merupakan putusan atas permohonan yang diajukan Enika Maya Oktavia dan kawan-kawan mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga. 

    MK menegaskan pengusulan paslon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) dalam Pasal 222 UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

    “Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ucap Ketua MK Suhartoyo di ruang sidang utama Gedung MK Jakarta Pusat pada Kamis (2/1/2025).

     

  • Sandy Permana, Pemeran Arya Soma di Mak Lampir Tewas dengan 3 Luka Tusukan

    Sandy Permana, Pemeran Arya Soma di Mak Lampir Tewas dengan 3 Luka Tusukan

    loading…

    Sandy Permana (46), pemeran karakter Arya Soma dalam sinetron berjudul Misteri Gunung Merapi 3 (Mak Lampir) tewas bersimbah darah. Foto/Instagram sandhypermana30

    BEKASI – Sandy Permana (46), pemeran karakter Arya Soma dalam sinetron berjudul Misteri Gunung Merapi 3 (Mak Lampir) tewas bersimbah darah. Dia diduga ditikam seseorang menggunakan senjata tajam di Perumahan TNI/Polri Umum, Cibarusah, Kabupaten Bekasi .

    Sudarmaji selaku Ketua RT setempat mengungkapkan peristiwa penikaman tersebut terjadi pada Minggu (12/1/2025) sekitar pukul 07.30 WIB. Saat itu, korban yang mengendarai sepeda listrik hendak ke rumahnya usai memberi pakan ternak dihampiri oleh terduga pelaku.

    Korban tiba-tiba ditikam menggunakan senjata tajam hingga mengalami luka-luka. Sementara pelaku langsung melarikan diri. “Ada warga dari RT lain yang mengetahui kejadian itu (penikaman), korban dan pelaku saling mengenal,” katanya.

    Baca Juga: Presidential Threshold Dihapus, Capres Tunggal Pupus

    Sudarmaji mengatakan, sebelum peristiwa penikaman hingga berujung korban tewas, sempat ada rapat warga di lingkungan korban. Saat itu terjadi perdebatan antara korban dan terduga pelaku.

    “Kita ada kegiatan lingkungan, rapat warga, di situ terjadi perdebatan, dan dari perdebatan itu membuat korban tidak senang dan berencana memberikan somasi kepada tersangka, dugaan dendam pribadi,” tuturnya.

    Sudarmaji tidak mengetahui pasti luka-luka pada korban yang disebabkan tikaman senjata tajam. “Infonya (korban ditikam) di badan samping, pipi, kepala atau di leher, tiga titik katanya,” imbuhnya.

    Korban yang mengalami luka tusukan kemudian menghampiri rumah seorang warga yang berprofesi sebagai perawat. Tidak lama kemudian korban dilarikan ke RSUD Cileungsi.

    Selanjutnya jenazah korban dibawa ke RS Polri Kramat Jati untuk kepentingan penyelidikan. Polsek Cibarusah dan Polres Metro Bekasi masih memburu terduga pelaku yang melarikan diri.

    (rca)

  • Sentilan Menohok Usman Hamid soal Polemik Mobil Dinas RI 36 Raffi Ahmad

    Sentilan Menohok Usman Hamid soal Polemik Mobil Dinas RI 36 Raffi Ahmad

    loading…

    Mobil Lexus nomor polisi RI 36 milik Raffi Ahmad jadi sorotan setelah Patwal yang mengawalnya diduga arogan dan menunjuk-nunjuk. Foto/Ist

    JAKARTA – Arogansi petugas patroli dan pengawalan (patwal) mobil RI 36 di tengah kemacetan Jalan Sudirman-Thamrin, Jakarta terus menuai kritikan. Utusan Khusus Presiden (UKP) Bidang Pembinaan Generasi Muda dan Pekerja Seni Raffi Ahmad sudah mengakui RI 36 tersebut merupakan mobil dinasnya.

    Namun, suami Nagita Slavina itu mengklaim tidak berada di dalam mobil Lexus RI 36 saat patwalnya bersikap arogan di jalan. Ketika insiden itu terjadi, Raffi mengaku mobil tersebut dalam perjalanan menjemputnya.

    Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid memberikan sentilan menohok. Usman menilai arogansi patwal mobil RI 36 itu tidak hanya melanggar Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

    “Tetapi juga mencerminkan arogansi aparat dan pejabat serta budaya kebal hukum yang terus dipelihara oleh pihak-pihak yang memiliki kekuasaan di negeri ini,” kata Usman kepada SINDOnews, Minggu (12/1/2025).

    Dia pun mengingatkan bahwa Raffi Ahmad bukanlah pejabat pimpinan lembaga negara yang memiliki hak untuk mendapat pengawalan prioritas di jalan raya sebagaimana diatur dalam Pasal 134 dan Pasal 135 UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

    Maka itu, menurut dia, penggunaan patwal secara semena-mena oleh pejabat publik dan tokoh yang dekat dengan kekuasaan tidak hanya melanggar aturan, tetapi juga menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. “Jalan yang dipakai kan jalan umum, dibiayai oleh pajak rakyat,” tegasnya.

    Baca Juga: Presidential Threshold Dihapus, Capres Tunggal Pupus

    Dia berpendapat, warga sesama pengguna jalan yang taat aturan wajar kesal dan merasa dirugikan dan diperlakukan tidak adil ketika terpaksa mengalah demi memberikan jalan kepada kendaraan yang seharusnya tidak memiliki prioritas seperti yang diatur undang-undang.

    “Sebagai Utusan Khusus Presiden Bidang Pembinaan Generasi Muda dan Pekerja Seni, Raffi seharusnya memberi contoh kepada warga sekaligus menyuruh stafnya agar taat peraturan saat berkendara,” pungkasnya.

    (rca)

  • Presidential Threshold Dihapus MK, PKB Ungkap Ada Potensi Syarat Parpol Peserta Pemilu Dipersulit

    Presidential Threshold Dihapus MK, PKB Ungkap Ada Potensi Syarat Parpol Peserta Pemilu Dipersulit

    loading…

    Ketua DPP PKB Luluk Nur Hamidah menyarankan semua pihak untuk tidak senang atau berpuas diri atas putusan Mahkamah Konstitusi yang menghapus presidential threshold. Foto/Dok SINDOnews

    JAKARTA – Ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Luluk Nur Hamidah menyarankan semua pihak untuk tidak senang atau berpuas diri atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas pencalonan presiden ( presidential threshold ). Apalagi, kata dia, MK memberi kewenangan pada pembuat undang-undang (UU) untuk membatasi jumlah peserta pemilihan presiden (pilpres).

    “Jadi, siapa pun yang sekarang sedang menyiapkan apa namanya kembang api gitu ya, perayaan atas keputusan MK kayaknya sih tahan diri dulu, ya kan,” ujar Luluk dalam diskusi yang digelar Integrity bertajuk “Kontroversi Pilpres Pasca Pembatalan Syarat Ambang Batas Oleh MK,” di Diskusi Coffe, Jakarta Selatan, Minggu (12/1/2025).

    Luluk mengingatkan bahwa putusan MK juga turut memberi kewenangan pada pembuat UU terkhusus DPR untuk membuat aturan batas syarat peserta pilpres. Ia pun mempertanyakan sikap DPR dan fraksi yang ada ingin melepas keleluasaan yang ada.

    Ketua DPP PKB Luluk Nur Hamidah (tengah). Foto/Achmad Al Fiqri

    “Nah ini kalau sudah diberikan hak konstitusional itu kepada DPR, maka pertanyaan kita sederhana aja. Emang DPR atau partai politik ingin melepaskan semua hak istimewa yang dimiliki selama ini? Atau kemudian akan terjadi konsolidasi kekuasaan yang akan luar biasa ke depan?” ucap Luluk.

    Baca Juga: Presidential Threshold Dihapus, Capres Tunggal Pupus

    Ia pun meyakini, putusan MK yang menghapus ambang batas pencalonan presiden ini tak serta merta akan membuat banyaknya peserta pilpres. Pasalnya, Luluk menilai, ada kemungkinan DPR membuat syarat untuk mempersulit partai politik menjadi peserta pemilu.

    “Saya melihatnya bahwa apa pun putusan itu ya, misalnya tidak akan serta-merta kemudian ini akan memunculkan calon-calon yang tiba-tiba menjamur gitu,” terang Luluk.

    “Karena tadi dibilang ya, belum tentu kalau misalnya syarat pembentukan partai itu juga dipersulit atau kemudian syarat ikut pemilu juga kemudian itu dipersulit gitu ya. Belum lagi kalau kemudian terjadi konsolidasi kekuasaan,” pungkasnya.

    (rca)