Produk: Presidential threshold

  • Dukung MK Hapus Ambang Batas Pencalonan Presiden 20 Persen, PAN: Sangat Populis

    Dukung MK Hapus Ambang Batas Pencalonan Presiden 20 Persen, PAN: Sangat Populis

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Partai Amanat Nasional (PAN) mendukung Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan menghapus Presidential Threshold (ambang batas) minimal 20 persen kursi DPR atau suara sah 25 persen nasional pada pemilu.

    Hal itu disampaikan Wakil Ketua Umum DPP PAN, Saleh Partaonan Daulay, melalui keterangannya kepada fajar.co.id, Kamis (2/1/2024).

    Menurutnya, PAN telah lama ikut berjuang bersama komponen bangsa lainnya untuk menghapus PT tersebut. “Dari sisi rasionalitas sederhana saja, penerapan PT itu sangat tidak adil. Ada banyak hak konstitusional warga negara yang diabaikan dan dikebiri,” kata Saleh.

    Kalau pakai PT, lanjut Ketua Komisi 7 DPR RI, itu kan artinya tidak semua warga negara punya hak untuk jadi presiden. Hanya mereka yang memiliki dukungan politik besar yang bisa maju. Sementara, untuk mendapat dukungan politik seperti itu sangat sulit.

    “Sebetulnya, Indonesia punya banyak calon pemimpin nasional yang layak diandalkan. Mereka ada di kampus-kampus, bekerja sebagai profesional, aktivis ormas, NGO, dan lain-lain. Namun mereka ini tidak terpikir untuk maju sebagai capres atau cawapres. Sebab, mereka tidak memiliki modal dasar dan pengalaman menjadi pengurus partai politik,” urainya.

    Dengan keputusan MK ini, sambung legislator dari dapil Sumut II itu, semua pihak diharapkan dapat duduk bersama untuk merumuskan sistem pilpres kita ke depan. “Yang jelas, kita harus mengupayakan agar seluruh rakyat punya hak yang sama untuk mencalonkan dan dicalonkan,” ujarnya.

    Prinsip dasar dari demokrasi itu, kata Saleh, adalah persamaan hak dan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan. Dan itu harus dimulai dari sistem regenerasi dan pergantian kepemimpinan di semua tingkatan. Ini kelihatan sederhana. Tetapi pasti membutuhkan waktu yang tidak sedikit untuk menerapkannya.

  • Hapus Presidential Threshold, MK Minta DPR Susun Aturan Cegah Muncul Banyaknya Paslon

    Hapus Presidential Threshold, MK Minta DPR Susun Aturan Cegah Muncul Banyaknya Paslon

    Jakarta, Beritasatu.com – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menghapus ketentuan presidential threshold yang diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. MK meminta DPR dan pemerintah untuk melakukan rekayasa konstitusional melalui revisi UU Pemilu guna mencegah munculnya terlalu banyak pasangan calon presiden dan wakil presiden dalam pemilihan umum mendatang.

    “Dalam revisi UU Pemilu, pembuat undang-undang dapat mengatur agar tidak muncul pasangan calon presiden dan wakil presiden dengan jumlah yang berlebihan, sehingga menghindari kerusakan pada hakikat pemilu langsung oleh rakyat,” ujar Wakil Ketua MK, Saldi Isra, saat membacakan pertimbangan hukum di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025).

    Saldi Isra menjelaskan Mahkamah memberikan lima pedoman kepada pembuat undang-undang untuk mengatur mekanisme pencalonan presiden dan wakil presiden secara proporsional. Pertama, semua partai politik peserta pemilu berhak mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

    “Kedua, pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu tidak didasarkan pada persentase jumlah kursi di DPR atau perolehan suara sah secara nasional,” ungkap dia.

    Ketiga, lanjut Saldi, dalam mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden, partai politik peserta pemilu dapat bergabung sepanjang gabungan partai politik peserta pemilu tersebut tidak menyebabkan dominasi partai politik atau gabungan partai politik sehingga menyebabkan terbatasnya pasangan calon presiden dan wakil presiden serta terbatasnya pilihan pemilih.

    Keempat, partai politik peserta pemilu yang tidak mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden dikenakan sanksi larangan mengikuti pemilu periode berikutnya.

    “Kelima, perumusan rekayasa konstitusional dimaksud termasuk perubahan UU Pemilu melibatkan partisipasi semua pihak yang memiliki perhatian (concern) terhadap penyelenggaran pemilu termasuk partai politik yang tidak memperoleh kursi di DPR dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna atau meaningful participation,” pungkas Saldi Isra.

  • MK Sebut Presidential Threshold Berisiko Hadirkan Calon Tunggal di Pilpres jika Dipertahankan

    MK Sebut Presidential Threshold Berisiko Hadirkan Calon Tunggal di Pilpres jika Dipertahankan

    MK Sebut Presidential Threshold Berisiko Hadirkan Calon Tunggal di Pilpres jika Dipertahankan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –

    Mahkamah Konstitusi
    (MK) berpandangan jika ambang batas pencalonan presiden atau
    presidential threshold
    dipertahankan dalam sistem pemilihan, maka pemilihan presiden bisa saja mengarah pada calon tunggal.
    Hal itu disampaikan Hakim Konstitusi Saldi Isra dalam membacakan pertimbangan putusan perkara nomor 62/PUU-XXII/2024 yang digelar di Ruang Sidang Utama MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025).
    Saldi mengatakan, ambang batas pencalonan presiden menyebabkan kecenderungan agar setiap pemilu bisa menghadirkan dua pasangan calon saja.
    “Setelah mempelajari secara saksama arah pergerakan politik mutakhir Indonesia, terbaca kecenderungan untuk selalu mengupayakan agar setiap pemilu presiden dan wakil presiden hanya terdapat dua pasangan calon,” ucap Saldi.
    Padahal, kata dia, pengalaman sejak penyelenggaraan pilpres secara langsung menunjukkan bahwa dua pasangan calon akan menjebak masyarakat dalam polarisasi.
    Hal ini, jika tidak diantisipasi, kata Saldi, akan mengancam keutuhan kebhinekaan Indonesia.
    “Bahkan, jika pengaturan tersebut terus dibiarkan, tidak tertutup kemungkinan pemilu presiden dan wakil presiden akan terjebak dengan calon tunggal,” ucapnya.
    Saldi menjelaskan, kecenderungan ini sudah terlihat dalam fenomena pemilihan kepala daerah yang dari waktu ke waktu semakin bergerak ke arah munculnya calon tunggal atau pemilihan dengan kotak kosong.
    Sebab itu, dia menilai Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 terkait ambang batas pencalonan presiden ini akan menghalangi pelaksanaan pilpres yang dipilih langsung oleh rakyat.
    “Jika itu terjadi, makna hakiki dari Pasal 6A ayat 1 UUD NRI Tahun 1945 akan hilang atau setidak-tidaknya bergeser dari salah satu tujuan yang hendak dicapai dari perubahan konstitusi, yaitu menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan pelaksanaan kedaulatan rakyat serta memperluas partisipasi rakyat agar sesuai dengan perkembangan demokrasi,” tandas Saldi.
    Dalam perkara itu, Ketua MK Suhartoyo mengucapkan putusan mengabulkan gugatan agar Pasal 222 UU Pemilu 7/2017 bertentangan dengan UUD NRI 1945.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 4 Mahasiswa UIN Kalijaga Penggugat Presidential Threshold di MK

    4 Mahasiswa UIN Kalijaga Penggugat Presidential Threshold di MK

    Jakarta, CNN Indonesia

    Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus syarat ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold sebesar 20 persen yang diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

    MK mengabulkan gugatan yang dilayangkan Enika Maya Oktavia dan tiga orang lainnya dalam perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024, hari ini Kamis (1/2).

    Permohonan ini diajukan oleh Enika, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq dan Tsalis Khoriul Fatna. Mereka seluruhnya adalah Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

    Dikutip di laman resmi UIN Sunan Kalijaga, empat mahasiswa ini merupakan anggota dari Komunitas Pemerhati Konstitusi (KPK), lembaga otonom mahasiswa di Fakultas Syariah dan Hukum.

    Enika merupakan warga Desa Telaga Baru, Kecamatan Mentawa Baru Ketapang, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah.

    Sementara Rizki Maulana merupakan warga Kelurahan Sukaresik, Kecamatan Sukaresik, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.

    Faisal Nasirul Haq memiliki tempat tinggal di Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

    Kemudian Tsalis Khoirul Fatna merupakan warga Bumisegoro, Borobudur, Magelang, Jawa Tengah.

    Dikutip di laman MK, keempat penggugat ini mengalami kerugian konstitusional akibat pemberlakuan Pasal UU Pemilu terkait keberadaan presidential threshold. Para Pemohon melihat hal ini sebagai langkah yang merugikan moralitas demokrasi para Pemohon sehingga hak para pemohon untuk memilih presiden yang sejalan dengan preferensi atau dukungan politiknya menjadi terhalang atau terbatas.

    Mereka juga menganggap prinsip “one man one vote one value” tersimpangi oleh adanya presidential threshold. Hal ini menimbulkan penyimpangan pada prinsip “one value” karena nilai suara tidak selalu memiliki bobot yang sama.

    Empat mahasiswa ini mengatakan idealnya suara seharusnya mengikuti periode pemilihan yang bersangkutan. Namun, dalam kasus presidential threshold, nilai suara digunakan untuk dua periode pemilihan, yang dapat mengarah pada distorsi representasi dalam sistem demokrasi.

    Putusan menghapus kebijakan presidential threshold dalam UU Pemilu oleh MK ini menjadi pertama kalinya usai putusan sebelumnya kerap ditolak MK.

    Jika ditilik ke belakang, MK pernah memutuskan perkara yang sama atau serupa pada putusan sebelumnya. Hakim Konstitusi Saldi Isra pada Februari 2024 lalu pernah menyampaikan norma pada pasal 222 itu telah diuji sebanyak 27 kali dengan lima amar putusan ditolak dan sisanya tidak dapat diterima.

    (rzr/gil)

    [Gambas:Video CNN]

  • Demokrat: Putusan MK hapus ambang batas presiden kontribusi demokrasi

    Demokrat: Putusan MK hapus ambang batas presiden kontribusi demokrasi

    Sikap kami selama ini selalu sama dalam menyikapi putusan MK. Kami menghormati apapun putusan MK itu

    Jakarta (ANTARA) – Partai Demokrat berharap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ketentuan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) dapat berkontribusi bagi perkembangan demokrasi di Tanah Air.

    “Harapan kami, putusan MK ini bisa berkontribusi dan membantu demokrasi Indonesia semakin berkembang dan tumbuh semakin matang. Mendekatkan kita ke tujuan menghadirkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia,” kata Koordinator Juru Bicara DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra, dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis.

    Dia lantas berkata, “Inilah yang menjadi komitmen kami, Demokrat, selama ini, terus berkontribusi dan berjuang bersama rakyat untuk terus menjaga dan meningkatkan kualitas demokrasi kita.”

    Untuk itu, dia menyebut Partai Demokrat menghormati putusan MK yang mengabulkan gugatan uji materi perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024 itu karena bersifat final dan mengikat.

    Menurut dia, setiap putusan MK sudah melalui proses mendalam dan mempertimbangkan berbagai aspek dengan mengedepankan keadilan serta kebenaran.

    Dia pun menekankan bahwa Indonesia merupakan negara hukum maka sudah menjadi kewajiban seluruh elemen masyarakat untuk menghormati setiap produk hukum dari lembaga peradilan.

    Terlebih, tambah dia, produk hukum dari Mahkamah Konstitusi selaku lembaga tinggi negara yang menjalankan kekuasaan kehakiman secara merdeka untuk menegakkan hukum dan keadilan.

    Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi memutuskan menghapus ketentuan ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) pada Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu karena bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

    “Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ucap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo saat membacakan amar Putusan Nomor 62/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis.

    Adapun pasal yang dihapus itu berisi tentang syarat pencalonan pasangan calon presiden dan wakil presiden yang harus didukung oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki 20 persen kursi di DPR RI, atau memperoleh 25 persen suara sah nasional pada pemilu anggota legislatif (pileg) sebelumnya.

    Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
    Editor: Edy M Yakub
    Copyright © ANTARA 2025

  • MK Hapus Presidential Threshold, Semua Partai Bisa Ajukan Capres-Cawapres, DPR Bakal Tindaklanjuti

    MK Hapus Presidential Threshold, Semua Partai Bisa Ajukan Capres-Cawapres, DPR Bakal Tindaklanjuti

    TRIBUNJATIM.COM – Ketentuan presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden dan calon wakil presiden kini sudah dihapus.

    Penghapusan ketentuan itu dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

    Menanggapi hal itu, Komisi II DPR RI menyambut baik keputusan MK.

    Keputusan itu dilakukan dalam sidang perkara nomor 62/PUU-XXII/2024 yang digelar di Ruang Sidang MK, Jakarta, Kamis (2/1/2025).

    Dalam aturan sebelumnya, hanya partai politik atau gabungan parpol pemilik kursi 20 persen dari jumlah kursi DPR, atau 25 persen dari suara sah nasional pemilu legislatif sebelumnya yang bisa mengajukan calon presiden dan calon wakil presiden.

    “Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK, Suhartoyo saat membacakan putusan.

    “Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” imbuhnya.

    Adapun pasal yang dinyatakan bertentangan tersebut berkaitan dengan syarat ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden oleh partai politik.

    Pasal 22 UU Nomor 7 Tahun 2017 berbunyi sebagai berikut:

    “Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu Anggota DPR periode sebelumnya.”

    Sebagai informasi, gugatan Perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024 digugat oleh empat orang pemohon, yaitu Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirl Fatna.

    Adapun menurut rencana, MK akan membacakan empat putusan uji materi terkait ketentuan presidential threshol pada hari ini. 

    Melansir Kompas.id, tiga perkara lainnya yaitu perkara 87/PUU-XXII/2024 yang diajukan Dian Fitri Sabrina dkk, perkara 101/PUU-XXII/2024 yang diajukan Hadar N Gumay dan Titi Anggraini, serta perkara 129/PUU-XXII/2024 yang diajukan Gugum Ridho Putra dkk.

    Pasal 222 UU Pemilu termasuk norma yang sudah sangat sering diuji ke MK.

    Hingga kini, setidaknya sudah ada 32 kali aturan pengujian presidential threshold ke MK.

    Perkara yang sudah disidangkan sejak awal Agustus lalu merupakan perkara pengujian syarat ambang batas pencalonan presiden yang ke-33, 34, 35, dan 36.

    Komisi II segera menindaklanjuti keputusan MK

    Komisi II DPR bakal segera menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi yang menghapus ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold

    Ketua Komisi II DPR Rifqinizamy Karsayuda mengatakan, putusan MK bersifat final dan mengikat sehingga Komisi II menghormati dan wajib menindaklanjutinya.

    “Apapun itu, MK putusannya adalah final and binding, karena itu kita hormati dan berkewajiban menindaklanjutinya,” ujar Rifqi kepada Kompas.com, Kamis (2/12/2025).

    Rifqi menjelaskan, pemerintah dan DPR akan menindaklanjuti putusan MK ini dalam pembentukan norma baru pada undang-undang terkait dengan persyaratan pencalonan presiden dan wakil presiden.

    Politikus Partai Nasdem ini menilai, putusan MK itu merupakan babak baru bagi demokrasi konstitusional Indonesia.

    “Di mana peluang untuk mencalonkan presiden dan wakil presiden bisa lebih terbuka diikuti oleh lebih banyak pasangan calon dengan ketentuan yang lebih terbuka,” ujar Rifqi.

    Diberitakan sebelumnya, MK menghapus presidential threshold melalui putusan perkara nomor 62/PUU-XXII/2024 tentang Undang-undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017.

    Salah satu alasannya, ambang batas pencalonan presiden dinilai membatasi pilihan rakyat untuk memilih calon pemimpin.

    Sebab, dengan presidential threshold, tidak semua warga negara bisa mencalonkan diri.

    “Hal ini berdampak pada terbatasnya hak konstitusional pemilih mendapatkan alternatif yang memadai terkait pasangan calon presiden dan wakil presiden,” kata Saldi.

    Selain itu, MK berpandangan, presidential threshold berpotensi melahirkan dua pasangan calon presiden dan wakil presiden.

    Padahal, pemilu yang hanya diikuti dua pasangan calon bisa membelah masyarakat, menciptakan polarisasi, dan mengancam kebinekaan Indonesia.

    Lewat putusan ini, MK menegaskan bahwa semua partai politik berhal mengusulkan calon presiden dan wakil presiden.

    MK lantas meminta DPR dan pemerintah sebagai pembentuk undang-undang mekukan rekayasa konstitusi dengan memperhatikan ketentuan dalam revisi Undang-Undang Pemilu 7/2017.

    MK meminta pembentuk undang-undang memperhatikan pengusulan pasangan capres-cawapres tidak didasarkan pada persentase jumlah kursi DPR atau perolehan suara sah nasional.

     

  • Komisi II DPR: MK hapus “Presidential Treshold” jadi bahan Omnibus Law

    Komisi II DPR: MK hapus “Presidential Treshold” jadi bahan Omnibus Law

    Maka ya dimasukkan ke situ kalau memang revisi menganut model ‘Omnibus Law’ dilakukan

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda mengatakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus “Presidential Treshold” bakal menjadi bahan bagi wacana pembentukan undang-undang sapu jagat atau “Omnibus Law” soal politik.

    Pasalnya, dia mengatakan putusan MK itu muncul ketika ada keinginan DPR untuk merancang Omnibus Law tersebut. Maka jika model Omnibus Law bisa digunakan, poin putusan MK itu akan dimasukkan.

    “Maka ya dimasukkan ke situ kalau memang revisi menganut model Omnibus Law dilakukan,” kata Rifqinizamy saat dihubungi di Jakarta, Kamis.

    Menurut dia, putusan apa pun dari MK itu bersifat final dan mengikat yang harus ditindaklanjuti oleh DPR RI. Sehingga putusan MK itu pun bakal memunculkan norma baru terkait dengan persyaratan pencalonan presiden dan wakil presiden.

    “Kami menghormati menghargai putusan Mahkamah Konstitusi yang menghapus prosentase presidential threshold sebagaimana dalam ketentuan undang-undang saat ini,” ucap dia.

    Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi memutuskan menghapus ketentuan ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) pada Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu karena bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

    “Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ucap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo saat membacakan amar putusan Nomor 62/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Chandra Hamdani Noor
    Copyright © ANTARA 2025

  • MK Hapus Presidential Threshold 20%, Anwar Usman & Daniel Yusmic Beda Pendapat

    MK Hapus Presidential Threshold 20%, Anwar Usman & Daniel Yusmic Beda Pendapat

    Bisnis.com, JAKARTA – Dua orang hakim konstitusi, yaitu Anwar Usman dan Daniel Yusmic P. Foekh, ternyata berbeda pendapat atau dissenting opinion terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal penghapusan ambang batas pencalonan presiden dan wapres (presidential threshold) 20%. 

    MK mengabulkan uji materi terhadap pasal 222 Undang-undang (UU) No.7/2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) berkaitan dengan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden. 

    Ketua MK Suhartoyo mengatakan ada dua hakim yang berpendapat berbeda atau dissenting opinion terkait putusan tersebut. 

    “Terhadap putusan mahkamah a quo terdapat dua hakim yang berpendapat berbeda, yaitu Anwar Usman dan Daniel Yusmic P. Foekh. Bahwa dissenting dimaksud dianggap diucapkan. Namun pada pokoknya, dua hakim tersebut berpendapat para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing sehingga mahkamah seharusnya tidak melanjutkan pemeriksaan pada pokok permohonan,” ujarnya, Kamis (2/1/2025). 

    Dalam amar putusan yang dibacakan pada perkara No.62/PUU-XXII/2024, MK menyatakan ambang batas pencalonan presiden yang saat ini berlaku 20% inkonstitusional. Artinya, pencalonan presiden oleh partai politik tidak harus memiliki suara 20% di DPR. 

    “Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pembacaan putusan, Kamis (2/1/2025). 

    MK juga menyatakan dalam putusannya bahwa pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan Undang-undang Dasar (UUD) 1945 alias inkonstitusional. 

    “Dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” lanjut Suhartoyo. 

    Pemohon dari perkara No.62/PUU-XXII/2024 adalah Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq dan Tsalis Khoirul Fatna.

    Sebagaima diketahui, norma yang diujikan adalah Pasal 222 UU Pemilu yang menyatakan “Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya.”

    Perbesar

  • DPR bakal tindak lanjuti putusan MK hapus “presidential treshold”

    DPR bakal tindak lanjuti putusan MK hapus “presidential treshold”

    Dengan penghapusan persyaratan ambang batas tersebut, Pilpres RI bisa diikuti oleh lebih banyak pasangan calon.

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda mengatakan bahwa pihaknya bakal menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ketentuan ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

    Menurut dia, Komisi II DPR RI akan menindaklanjutinya dengan memasukkan poin putusan MK itu ke dalam pembentukan norma baru atau undang-undang yang mengatur pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

    “Apa pun itu Mahkamah Konstitusi putusannya adalah final and binding. Oleh karena itu, kami menghormati dan berkewajiban untuk menindaklanjutinya,” kata Rifqinizamy saat dihubungi di Jakarta, Kamis.

    Menurut dia, putusan MK tersebut adalah babak baru bagi demokrasi konstitusional Indonesia sehingga peluang untuk mencalonkan sebagai presiden dan wakil presiden bisa lebih besar.

    Dengan penghapusan persyaratan ambang batas tersebut, menurut dia, Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) RI bisa diikuti oleh lebih banyak pasangan calon.

    Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi memutuskan menghapus ketentuan ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu karena bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

    “Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ucap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo saat membacakan amar Putusan Nomor 62/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis.

    Adapun pasal yang dihapus itu berisi tentang syarat pencalonan pasangan calon presiden dan wakil presiden yang harus didukung oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki 20 persen kursi di DPR RI, atau memperoleh 25 persen suara sah nasional pada pemilu anggota legislatif (pileg) sebelumnya.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: D.Dj. Kliwantoro
    Copyright © ANTARA 2025

  • Alasan MK Hapus Ketentuan Presidential Threshold 20 Persen – Halaman all

    Alasan MK Hapus Ketentuan Presidential Threshold 20 Persen – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menghapus ambang batas atau presidential threshold (PT) dalam persyaratan pengajuan pencalonan pemilihan presiden dan wakil presiden.

    Dalam aturan sebelumnya, hanya parpol pemilik kursi 20 persen dari jumlah kursi DPR atau 25 persen dari suara sah nasional pemilu legislatif sebelumnya yang bisa mengajukan calon presiden dan wakil presiden.

    “Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK, Suhartoyo di ruang sidang utama, Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025).

    Putusan MK mengenai Presidential Threshold ini, merupakan permohonan dari perkara 62/PUU-XXII/2024.

    Permohonan perkara tersebut, diajukan Enika Maya Oktavia dan kawan-kawan mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga. 

    Terkait hal tersebut, MK pun menyatakan pengusulan paslon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) dalam Pasal 222 UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD 1945.

    “Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ucap Ketua MK Suhartoyo, didampingi delapan hakim konstitusi lainnya.

    Pertimbangan Hukum MK

    Dikutip dari situs resmi MK, Mahkamah telah mencermati beberapa pemilihan presiden dan wakil presiden yang selama ini didominasi partai politik peserta pemilu tertentu dalam pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden. 

    Hal tersebut, berdampak pada terbatasnya hak konstitusional pemilih mendapatkan alternatif yang memadai terkait pasangan calon presiden dan wakil presiden.

    Selain itu, Mahkamah menilai, dengan terus mempertahankan ketentuan presidential threshold dan setelah mempelajari secara saksama arah pergerakan politik mutakhir Indonesia, terbaca kecenderungan untuk selalu mengupayakan agar setiap pemilu presiden dan wakil presiden hanya terdapat 2 pasangan calon.

    Padahal, pengalaman sejak penyelenggaraan pemilihan langsung, dengan hanya 2 pasangan calon presiden dan wakil presiden, masyarakat mudah terjebak dalam polarisasi (masyarakat yang terbelah) yang sekiranya tidak diantisipasi mengancam kebhinekaan Indonesia. 

    Bahkan, bila pengaturan penentuan besaran ambang batas dibiarkan, tidak tertutup kemungkinan pemilu presiden dan wakil presiden akan terjebak dengan calon tunggal. 

    Kecenderungan seperti itu, dapat dilihat dalam fenomena pemilihan kepala daerah dari waktu ke waktu semakin bergerak ke arah munculnya calon tunggal atau kotak kosong.

    Artinya, menurut Mahkamah, membiarkan atau mempertahankan ambang batas presidential threshold sebagaimana diatur dalam Pasal 222 UU Pemilu berpotensi menghalangi pelaksanaan pilpres secara langsung oleh rakyat dengan menyediakan banyak pilihan paslon.

    “Jika itu terjadi makna hakiki dari Pasal 6A ayat (1) UUD 1945 akan hilang atau setidak-tidaknya bergeser,” kata Hakim Konstitusi Saldi Isra.

    Jumlah Capres dan Cawapres

    Lebih lanjut, Mahkamah mempertimbangkan sekalipun norma ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden dalam Pasal 222 UU Pemilu telah dinyatakan inkonstitusional, sebagai negara dengan sistem presidensial yang dalam praktik tumbuh dalam balutan model kepartaian majemuk (multi-party system), tetap harus diperhitungkan potensi jumlah paslon presiden dan wakil presiden sama dengan jumlah partai politik peserta pemilu.

    Meski dalam Putusan ini, Mahkamah telah menegaskan dalam pertimbangan hukumnya bahwa pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden merupakan hak konstitusional semua partai politik yang telah dinyatakan sebagai peserta pemilu pada periode yang bersangkutan, dalam revisi UU Pemilu, pembentuk undang-undang dapat mengatur agar tidak muncul pasangan calon presiden dan wakil presiden dengan jumlah yang terlalu banyak. 

    Sehingga, berpotensi merusak hakikat dilaksanakannya pemilu presiden dan wakil presiden secara langsung oleh rakyat.

    Berkenaan dengan hal itu, MK juga mengusulkan kepada pembentuk undang-undang dalam revisi UU Pemilu dapat merekayasa konstitusional. Di antaranya:

    Semua partai politik peserta pemilu berhak mengusulkan paslon presiden dan wakil presiden.

    Pengusulan paslon oleh parpol atau gabungan parpol tidak didasarkan pada persentase jumlah kursi di DPR atau perolehan suara sah secara nasional.

    Dalam mengusulan paslon presiden dan wakil presiden, parpol peserta pemilu dapat bergabung sepanjang gabungan parpol itu tidak menyebabkan dominasi parpol atau gabungan parpol, sehingga menyebabkan terbatasnya paslon presiden dan wakil presiden serta terbatasnya pilihan pemilih.

    Parpol peserta pemilu yang tidak mengusulkan paslon presiden dan wakil presiden dikenakan sanksi larangan mengikuti pemilu periode berikutnya

    Terakhir, perumusan rekayasa konstitusional dimaksud termasuk perubahan UU 7/2017 melibatkan partisipasi semua pihak yang memiliki perhatian terhadap penyelenggara pemilu, termasuk parpol yang tidak memperoleh kursi di DPR dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna.

    “Telah ternyata ketentuan Pasal 222 UU 7/2017 tidak sejalan dengan prinsip persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, hak memperjuangkan diri secara kolektif, serta kepastian hukum yang adil,” kata Saldi.

    Komisi II DPR akan Tindak Lanjuti Putusan MK

    Terkait putusan MK ini, Komisi II DPR RI akan menindaklanjuti ketentuan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold.

    Hal tersebut, disampaikan Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, saat dikonfirmasi wartawan, Kamis (2/1/2025).

    “Tentu pemerintah dan DPR akan menindaklanjutinya dalam pembentukan norma baru di Undang-Undang terkait dengan syarat pencalonan presiden dan wakil presiden,” katanya.

    Menurut Rifqi, putusan MK ini menjadi babak baru bagi perjalanan demokrasi Indonesia.

    Sehingga pencalonan presiden dan wakil presiden bisa lebih terbuka terhadap semua partai politik.

    “Saya kira ini babak baru bagi demokrasi konstitusional kita, di mana peluang mencalonkan presiden dan wapres bisa lebih terbuka diikuti oleh lebih banyak pasangan calon dengan ketentuan yang lebih terbuka,” ucapnya.

    “Apa pun itu, Mahkamah Konstitusi keputusannya adalah final and binding. Karena itu kita menghormati dan kita berkewajiban menindaklanjutinya,” lanjut Rifqi. 

    Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menghapus ambang batas atau presidential threshold (PT) dalam persyaratan pengajuan pencalonan pemilihan presiden dan wakil presiden.

    (Tribunnews.com/Suci Bangun DS, Danang Triatmojo, Chaerul Umam)