Produk: Presidential threshold

  • Perindo: Putusan MK soal “presidential threshold” kemenangan rakyat

    Perindo: Putusan MK soal “presidential threshold” kemenangan rakyat

    Dengan adanya putusan itu, ruang demokrasi semakin terbuka.

    Jakarta (ANTARA) – Partai Perindo mengatakan bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 62/PUU-XXII/2024 soal ambang batas persentase minimal pencalonan presiden dan wakil presiden atau presidential threshold menjadi kemenangan bagi rakyat Indonesia.

    “Dengan adanya putusan itu, ruang demokrasi semakin terbuka. Dan ini adalah kemenangan bukan hanya bagi pemohon, tetapi juga untuk seluruh rakyat Indonesia,” kata Wakil Ketua Umum Partai Perindo Ferry Kurnia Rizkiyansyah, dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (2/1).

    Oleh sebab itu, Ferry mengatakan bahwa Perindo mengapresiasi dan menyambut baik putusan MK tersebut. Dia juga mengatakan bahwa putusan MK soal presidential threshold menjadi langkah besar untuk memperkuat demokrasi.

    “Kami bersyukur dan mengapresiasi setinggi-tingginya putusan itu. Mahkamah Konstitusi telah menunjukkan jati dirinya sebagai the guidance of constitutional democracy, menjadi penuntun dalam menjaga konstitusi kita,” ujarnya.

    Selain itu, dia mengatakan bahwa penghapusan presidential threshold membuka kesempatan bagi Perindo untuk mengajukan calon presiden yang berkualitas, meskipun saat ini masih menjadi partai non-parlemen.

    “Ini adalah langkah untuk mengimplementasikan ruang demokrasi sebagai daulat rakyat secara nyata. Partai politik harus menjadi penggerak utama demokrasi, bukan penghalang,” jelasnya.

    Walaupun demikian, kata dia, masih terdapat pekerjaan rumah yaitu dengan memastikan DPR RI periode 2024-2029 dapat menyusun revisi UU Pemilu yang sesuai dengan Putusan MK Nomor 62 Tahun 2024 tersebut.

    “Perindo bersama masyarakat sipil akan terus mengawal proses ini, dan memastikan tidak ada pengabaian terhadap substansi putusan MK,” katanya.

    Sebelumnya, MK memutuskan menghapus ketentuan ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu karena bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

    “Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan Nomor 62/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (2/1).

    MK memandang presidential threshold yang diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 menutup dan menghilangkan hak konstitusional partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki persentase suara sah secara nasional atau persentase jumlah kursi di DPR pada pemilu sebelumnya untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

    Selanjutnya, MK mempelajari bahwa arah pergerakan politik Indonesia cenderung selalu mengupayakan setiap pemilu presiden dan wakil presiden hanya diikuti dua pasangan calon.

    Menurut MK, kondisi ini menjadikan masyarakat mudah terjebak dalam polarisasi yang mengancam keutuhan Indonesia apabila tidak diantisipasi.

    Oleh karena itu, MK menyatakan presidential threshold yang ditentukan dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tidak hanya bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat, tetapi juga melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang tidak dapat ditoleransi.

    Pewarta: Rio Feisal
    Editor: Rangga Pandu Asmara Jingga
    Copyright © ANTARA 2025

  • Pengamat Ungkap Dampak Putusan MK Hapus Presidential Threshold 20%

    Pengamat Ungkap Dampak Putusan MK Hapus Presidential Threshold 20%

    Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan penghapusan ambang batas presiden presiden-wakil presiden memiliki sisi positif dan negatif.

    Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari mengatakan sisi positifnya adalah putusan itu sudah sejalan dengan UUD 1945 yang menyatakan pencalonan pimpinan negara tidak memiliki batasan.

    “Berdasarkan pasal 6 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945, putusan ini sudah sangat sesuai karena memang tidak ada ambang batas pencalonan Presiden di UUD,” ujarnya saat dihubungi, Kamis (2/1/2024).

    Dia mengatakan setelah ambang batas pencalonan kepala negara dihapuskan maka persaingan calon presiden maupun wakil presiden akan semakin sehat.

    Pasalnya, partai politik bakal mencari sosok yang paling cocok untuk menjadi orang nomor satu di Tanah Air.

    “Partai-partai akan berupaya mencari figur paling mumpuni, preferensinya disukai oleh publik untuk jadi calon Presiden,” tambahnya.

    Tentunya, kata Feri, calon presiden nantinya harus benar-benar dapat dipercaya dan memiliki rekam jejak yang positif.

    Di lain sisi, penghapusan ambang batas ini juga bisa berpotensi menciptakan atau melanggengkan dinasti politik berkuasa.

    “Nah, sayangnya di sisi yang lain tentu saja ini akan membuka kesempatan bagi dinasti untuk berkuasa sekaligus untuk dibuktikan bahwa apakah politik kecurangan akan terus dominan melawan politik figur yang disukai oleh publik?” tutur Feri.

    Namun demikian, dia menekankan bahwa putusan ini merupakan angin baru bagi demokrasi atau pemilihan umum di Indonesia.

    “Oleh karena itu putusan MK ini tentu menjadi pintu yang sangat baik bagi demokrasi konstitusional kita di masa depan. Namun, dia mengingatkan publik harus sadar bahwa untuk menjaganya butuh partisipasi publik bersama,” pungkas Feri.

    Sebelumnya, MK menyatakan bahwa ambang batas pencalonan presiden yang saat ini berlaku 20% inkonstitusional. Putusan itu terkait dengan perkara No.62/PUU-XXII/2024.

    “Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pembacaan putusan, Kamis (2/1/2025).  

    MK juga menyatakan dalam putusannya bahwa pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan Undang-undang Dasar (UUD) 1945 alias inkonstitusional.  

  • PAN: Putusan MK beri kesempatan seluruh anak bangsa maju pilpres

    PAN: Putusan MK beri kesempatan seluruh anak bangsa maju pilpres

    Hal ini memberikan kesempatan bagi seluruh anak bangsa yang memiliki kemampuan untuk diusung oleh partai politik untuk maju di dalam kontestasi pilpres

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Eddy Soeparno menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ketentuan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) memberikan kesempatan bagi seluruh anak bangsa untuk maju dalam pemilihan presiden (pilpres).

    “Hal ini memberikan kesempatan bagi seluruh anak bangsa yang memiliki kemampuan untuk diusung oleh partai politik untuk maju di dalam kontestasi pilpres,” kata Eddy dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis.

    Hal tersebut, lanjut dia, menjadi bagian demokrasi Indonesia untuk memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi partai politik mengusung putra-putri terbaiknya menjadi capres ke depan.

    Dia pun menegaskan kembali sikap partainya yang sejak awal memang menghendaki agar presidential threshold diturunkan serendah-rendahnya, bahkan sampai dengan nol persen.

    “Ini adalah pandangan kami, dan pandangan kami ini ternyata sejalan dengan putusan MK yang dikeluarkan,” ucap Wakil Ketua MPR RI itu.

    Sebelumnya, MK memutuskan menghapus ketentuan ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu karena bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

    “Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan Nomor 62/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis.

    MK memandang presidential threshold yang diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 menutup dan menghilangkan hak konstitusional partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki persentase suara sah secara nasional atau persentase jumlah kursi di DPR pada pemilu sebelumnya untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

    Selanjutnya, MK mempelajari bahwa arah pergerakan politik Indonesia cenderung selalu mengupayakan setiap pemilu presiden dan wakil presiden hanya diikuti dua pasangan calon.

    Menurut MK, kondisi ini menjadikan masyarakat mudah terjebak dalam polarisasi yang mengancam keutuhan Indonesia apabila tidak diantisipasi.

    Oleh karena itu, MK menyatakan presidential threshold yang ditentukan dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tidak hanya bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat, tetapi juga melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang tidak dapat ditoleransi.

    Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
    Editor: Rangga Pandu Asmara Jingga
    Copyright © ANTARA 2025

  • Pemerintah pelajari putusan MK soal “presidential threshold”

    Pemerintah pelajari putusan MK soal “presidential threshold”

    Tapi apa pun putusan MK karena sifatnya final dan mengikat, kami akan mengkaji, melakukan kajian kapan mulai berlakunya

    Jakarta (ANTARA) – Pemerintah sedang mempelajari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal penghapusan ketentuan ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden atau presidential threshold.

    Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas mengatakan pembelajaran diperlukan lantaran MK belum menyatakan waktu pemberlakuan putusan tersebut.

    “Di lain sisi nanti pemerintah tentu juga akan berkoordinasi terkait hal tersebut, karena saya belum membaca lengkap,” kata Supratman saat dihubungi di Jakarta, Kamis.

    Kendati demikian, dirinya menegaskan bahwa pemerintah tetap berpandangan putusan MK bersifat final dan mengikat.

    Menurut dia, biasanya MK menentukan waktu berlaku putusan. Namun pada putusan mengenai presidential threshold tersebut, ia menuturkan MK belum menentukan.

    Menkum menegaskan pihaknya tidak mempersoalkan isi putusan tersebut, tetapi hanya melihat bahwa saat ini MK benar-benar menghapus presidential threshold, berbeda dengan putusan sebelumnya yang menurunkan ambang batas.

    “Tapi apa pun putusan MK karena sifatnya final dan mengikat, kami akan mengkaji, melakukan kajian kapan mulai berlakunya. Nah MK saya lihat belum memutuskan itu,” tuturnya.

    Oleh karena itu, Supratman menyampaikan bahwa Kementerian Hukum (Kemenkum) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) akan mengomunikasikan putusan MK itu dengan penyelenggara pemilihan umum (pemilu).

    Selain itu, sambung dia, pemerintah dan parlemen juga akan membahas putusan tersebut dalam perubahan Undang-Undang (UU) Pemilu.

    Pasalnya, kata dia, pada akhirnya apabila putusan tersebut terkait dengan pelaksanaan pemilu maka akan ada suatu perubahan terkait UU maupun Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU), sehingga semuanya akan diselaraskan.

    Saat ditanya mengenai dampak putusan MK itu, dia mengaku belum bisa menyatakan bahwa putusan tersebut akan berdampak positif atau tidak lantaran setiap keputusan yang diambil pasti akan memiliki dampak terhadap proses demokratisasi.

    “Tetapi secara umum pemerintah terutama Kemenkum menganggap putusan itu harus kami hormati, Pemerintah dalam posisi menghargai putusan tersebut,” ucap mantan Ketua Badan Legislasi DPR tersebut.

    Adapun MK telah memutuskan menghapus ketentuan ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) pada Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu karena bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

    “Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ucap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo saat membacakan amar putusan Nomor 62/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis.

    Dalam pertimbangan putusan, Wakil Ketua MK Saldi Isra mengatakan bahwa merujuk risalah pembahasan Pasal 6A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945, pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu merupakan hak konstitusional partai politik.

    Dalam konteks tersebut, Mahkamah menilai gagasan penyederhanaan partai politik dengan menggunakan hasil pemilu anggota DPR pada pemilu sebelumnya sebagai dasar penentuan hak partai politik atau gabungan partai politik untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden merupakan bentuk ketidakadilan.

    Pewarta: Agatha Olivia Victoria
    Editor: Rangga Pandu Asmara Jingga
    Copyright © ANTARA 2025

  • Revisi UU merujuk putusan MK soal `presidential threshold`

    Revisi UU merujuk putusan MK soal `presidential threshold`

    Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto dalam acara Bimbingan Teknis Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD) di Hotel Mercure Jakarta Kota, Jakarta, Jumat (27/12/2024). (ANTARA/HO-Puspen Kementerian Dalam Negeri)

    Wamendagri: Revisi UU merujuk putusan MK soal `presidential threshold`
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Kamis, 02 Januari 2025 – 21:13 WIB

    Elshinta.com – Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto mengatakan bahwa revisi Undang-Undang Pemilu dan Pilkada dalam undang-undang sapu jagat atau omnibus law politik akan merujuk putusan Mahkamah Konstitusi mengenai ambang batas persentase minimal pencalonan presiden atau presidential threshold.

    “Proses revisi Undang-Undang Pemilu dan Pilkada pun pembahasannya harus merujuk kepada semangat putusan MK ini. Misalnya, termasuk dengan syarat threshold (ambang batas, red) pencalonan bagi kepala daerah, pemilihan langsung atau melalui DPRD,” kata Wamendagri saat dihubungi ANTARA dari Jakarta, Kamis (2/1).

    Selain itu, Bima memastikan bahwa Kementerian Dalam Negeri sebagai perwakilan pemerintah akan berkomunikasi dengan Komisi II DPR RI mengenai putusan MK tersebut.

    “Iya kan memang kami akan segera mulai pembahasan revisi UU Pemilu dan Pilkada,” ujarnya.

    Sebelumnya, MK memutuskan menghapus ketentuan ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) pada Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu karena bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

    “Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan Nomor 62/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis.

    Dalam pertimbangan putusan, Wakil Ketua MK Saldi Isra mengatakan bahwa merujuk risalah pembahasan Pasal 6A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945, pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu merupakan hak konstitusional partai politik.

    MK memandang presidential threshold yang diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 menutup dan menghilangkan hak konstitusional partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki persentase suara sah secara nasional atau persentase jumlah kursi di DPR pada pemilu sebelumnya untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

    Selanjutnya, MK mempelajari bahwa arah pergerakan politik Indonesia cenderung selalu mengupayakan setiap pemilu presiden dan wakil presiden hanya diikuti dua pasangan calon.

    Menurut MK, kondisi ini menjadikan masyarakat mudah terjebak dalam polarisasi yang mengancam keutuhan Indonesia apabila tidak diantisipasi.

    Oleh karena itu, MK menyatakan presidential threshold yang ditentukan dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tidak hanya bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat, tetapi juga melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang tidak dapat ditoleransi.

    Perkara tersebut dimohonkan oleh empat orang mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, yakni Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirul Fatna.

    Kemudian, terdapat dua hakim konstitusi yang berbeda pendapat, yakni Anwar Usman dan Daniel Yusmic P. Foekh.

    Sumber : Antara

  • Partai Buruh: Penghapusan “presidential threshold” kemenangan rakyat

    Partai Buruh: Penghapusan “presidential threshold” kemenangan rakyat

    Jakarta (ANTARA) – Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengatakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi yang menghapus ketentuan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) sebagai kemenangan bagi rakyat.

    “Keputusan MK ini adalah kemenangan rakyat, kemenangan demokrasi, dan kebangkitan kelas pekerja. Kami, Partai Buruh, akan terus berjuang untuk memastikan bahwa demokrasi benar-benar melayani kepentingan rakyat, bukan hanya elit,” kata Said dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis malam.

    Dia juga menekankan bahwa putusan tersebut menjadi tonggak penting bagi demokrasi Indonesia karena mengembalikan kedaulatan kepada rakyat.

    “Dengan keputusan ini, demokrasi yang sehat telah dihidupkan kembali. Kini, seorang buruh pabrik memiliki peluang yang sama untuk mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden pada Pilpres 2029, sebagaimana yang telah terjadi di Brasil, Australia, Selandia Baru, Inggris, Finlandia, Swedia, dan Peru,” ujarnya.

    Untuk itu, Said menyatakan Partai Buruh menyambut dengan penuh semangat serta syukur putusan MK yang memungkinkan seluruh partai politik peserta pemilu mendatang mengusung calon presiden dan wakil presiden tanpa harus berkoalisi.

    Partai Buruh juga akan mengumumkan nama calon presiden dan wakil presiden yang diusung untuk Pemilu 2029 pada Kongres Ke-2 Partai Buruh pada Oktober 2026.

    “Puji syukur kepada Tuhan. Hari ini Mahkamah Konstitusi telah memutuskan bahwa presidential threshold adalah nol persen atau dihapus. Dengan ini, pada Pemilu 2029, Partai Buruh bisa mengajukan calon presiden sendiri tanpa harus berkoalisi dengan partai politik lain,” ucapnya.

    Dia lantas berkata, “Ini adalah kebangkitan kelas pekerja. We are the working class.”

    Lebih lanjut, dia menilai putusan MK yang menghapus presidential threshold itu melengkapi perjuangan masyarakat sipil sebelumnya, setelah MK lebih dulu mengeluarkan putusan merevisi ambang batas parlemen (parliamentary threshold) di bawah 4 persen.

    “Dan juga kemenangan Partai Buruh dalam keputusan MK yang berisikan syarat mengusung calon kepala daerah ambang batasnya minimal 6,5 persen,” katanya.

    Partai Buruh berkeyakinan pemerintah dan DPR RI akan menjalankan putusan MK tersebut dengan sungguh-sungguh dan tanpa penafsiran yang bertentangan dengan kehendak rakyat.

    “Partai Buruh, Serikat Buruh, serta buruh Indonesia mengharapkan pemerintah dan DPR RI harus tunduk kepada keputusan MK ini dalam menjalankan Pilpres 2029, yang juga menjadi pedoman untuk membuat PKPU pada Pemilu 2029,” ujarnya.

    Sebelumnya, MK memutuskan menghapus ketentuan ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu karena bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

    “Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan Nomor 62/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis.

    MK memandang presidential threshold yang diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 menutup dan menghilangkan hak konstitusional partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki persentase suara sah secara nasional atau persentase jumlah kursi di DPR pada pemilu sebelumnya untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

    Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

  • Mahfud: Putusan MK soal “presidential threshold” harus ditaati

    Mahfud: Putusan MK soal “presidential threshold” harus ditaati

    Jakarta (ANTARA) – Mantan calon wakil presiden pada Pemilu 2024, Mahfud Md. memandang Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 62/PUU-XXII/2024 soal ambang batas persentase minimal pencalonan presiden atau presidential threshold harus diterima dan ditaati.

    Mahfud yang juga merupakan mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), menilai ada dua alasan mengapa semua pihak harus menerima dan menaati putusan MK tersebut.

    “Pertama, karena adanya dalil bahwa putusan hakim yang sudah inkrah itu mengakhiri konflik, dan harus dilaksanakan,” kata Mahfud saat dihubungi ANTARA dari Jakarta, Kamis.

    Selanjutnya, kata dia, putusan itu harus ditaati karena selama ini ambang batas dinilai sering digunakan untuk merampas hak rakyat hingga partai politik untuk dipilih maupun memilih.

    “Oleh sebab itu, vonis MK ini merupakan vonis yang bisa menjadi landmark decision (keputusan penting, red.) baru,” jelasnya.

    Lebih lanjut, dia mengapresiasi MK yang berani melakukan aktivisme peradilan yang sesuai dengan aspirasi rakyat untuk membangun keseimbangan baru dalam ketatanegaraan Indonesia.

    Walaupun demikian, kata dia, MK sebelumnya selalu menolak permohonan tentang ambang batas tersebut.

    Adapun Mahfud mengaku bahwa sebelum mengapresiasi putusan MK saat ini, dirinya dulu sempat berpikir ambang batas tidak boleh ditentukan oleh MK.

    “Dulu saya selalu bersikap bahwa urusan threshold itu adalah ruang open legal policy (OPL) yang menjadi wewenang lembaga legislatif, dan tak boleh dibatalkan atau ditentukan oleh MK,” katanya.

    Pewarta: Rio Feisal
    Editor: Triono Subagyo
    Copyright © ANTARA 2025

  • Presidential Threshold Dihapus, Jubir Anies: Kado Tahun Baru dari MK

    Presidential Threshold Dihapus, Jubir Anies: Kado Tahun Baru dari MK

    Presidential Threshold Dihapus, Jubir Anies: Kado Tahun Baru dari MK
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Politikus
    Anies Baswedan
    turut merespons putusan
    Mahkamah Konstitusi
    (MK) yang menghapus aturan
    ambang batas pencalonan
    presiden (presidential threshold).
    Melalui juru bicaranya, Sahrin Hamid, Anies mengatakan putusan MK adalah kado awal tahun 2025 untuk perbaikan
    kualitas demokrasi
    di Indonesia.
    “Inilah yang menjadi harapan rakyat. Sehingga putusan ini menjadi kado tahun baru dari Majelis Hakim MK,” ujar Sahrin saat dihubungi melalui pesan singkat, Kamis (2/1/2025).
    Sahrin menuturkan, putusan MK ini memperbaiki kualitas demokrasi di Indonesia karena ketentuan 
    presidential threshold
    membatasi rakyat untuk memperoleh pemimpi yang lebih baik.
    Ia menyebutkan, dengan putsan ini, MK telah meminimalisir cengkeraman kartel politik dan oligarki pilpres di masa depan.
    Sahrin pun menilai akan ada potensi kepemimpinan bangsa yang akan tumbuh dan berkembang bagi seluruh potensi anak bangsa yang memiliki kualitas.
    “Sistem pilpres yang demokratis harus didukung dengan netralitas aparat negara. Olehnya itu, netralitas negara harus tetap menjadi prioritas agar pilpres jurdil dapat tercapai,” kata Sahrin.
    Putusan 62/PUU-XXII/2024 yang menghapus aturan ambang batas calon presiden itu dibacakan oleh Ketua MK Suhartoyo di ruang sidang MK, Kamis.
    “Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ujar Suhartoyo saat membacakan putusan.
    Suhartoyo mengatakan, norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan UUD 1945.
    Pasal yang dinyatakan bertentangan tersebut berkaitan dengan syarat ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden oleh partai politik.
    Diberitakan sebelumnya, MK menghapus ambang batas pencalonan presiden atau
    presidential threshold
    yang diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017.
    Dalam pertimbangannya, hakim MK Saldi Isra mengatakan, ambang batas pencalonan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, berapapun besaran ambang batas itu.
    Sebab, dengan ambang batas, tidak semua partai politik bisa memberikan pilihan calon presiden dan calon wakil presiden.
    “Hal ini berdampak pada terbatasnya hak konstitusional pemilih mendapatkan alternatif yang memadai terkait pasangan calon presiden dan wakil presiden,” ucap Saldi, Selasa.
    Lewat putusan ini, MK juga menegaskan setiap partai politik peserta pemilu bisa mencalonkan calon presiden dan wakil presiden.
    “Semua partai politik peserta pemilu berhak mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden,” kata Saldi.
    Meski dapat mengusung calon sendiri, partai-partai politik tetap dibolehkan untuk berkoalisi dengan partai politik lain guna mengusung calon mereka.
    Saldi Isra menegaskan, koalisi masih dimungkinkan dengan aturan tidak menyebabkan dominasi gabungan sehingga menyebabkan terbatasnya pilihan capres-cawapres.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • MK Resmi Hapus Presidential Threshold, Mahfud MD: Saya Salut!

    MK Resmi Hapus Presidential Threshold, Mahfud MD: Saya Salut!

    Bisnis.com, JAKARTA – Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mengapresiasi keputusan hakim MK yang menghapus ambang batas pencalonan presiden-wakil presiden (presidential threshold) minimum 20%. 

    MK mengabulkan uji materi terhadap pasal 222 Undang-undang (UU) No.7/2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) berkaitan dengan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden. 

    Menurut Mahfud, dulu dirinya sempat menilai bahwa presidential threshold merupakan ruang open legal policy (OPL) yang menjadi wewenang lembaga legislatif dan tidak bisa dibatalkan atau ditentukan MK.

    “Tetapi putusan MK terbaru ini mengubah pandangan lamanya dan menghapus ketentuan treshold ini harua diterima dan ditaati karena ada dua alasan,” tuturnya melalui akun Instagram @mohmahfudmd dikutip Kamis (2/1/2025). 

    Alasan pertama, dalil bahwa putusan hakim tersebut sudah incracht atau berkekuatan hukum tetap sehingga mengakhiri semua konflik dan harus dilaksanakan.

    Alasan kedua, presidential threshold selama ini seringkali digunakan untuk merampas hak rakyat maupun parpol untuk memilih dan dipilih.

    “Oleh sebab itu, vonis MK ini merupakan vonis yang bisa menjadi landmark decision baru. Ini bagus karena MK telah melakukan judicial activism untuk membangun keseimbangan baru dalam ketatanegaraan kita,” kata mantan Menkopolhukam itu. 

    Padahal, menurut Mahfud, aturan 20% presidential threshold tersebut sudah banyak diajukan oleh tokoh masyatakat agar dapat dihapuskan.

    Beberapa tokoh itu adalah Effendi Ghazali, Rizal Ramli dan Denny Indrayana. Namun sayangnya, kata Mahfud, permohonan itu selalu ditolak MK dengan alasan OPL.

    “Sekarang setelah banyak hak konstitusional yang terampas oleh treshold, maka MK baru membuat pandangan baru yang mengikat dan harus dilaksanakan,” ujarnya.

    Mahfud mengapresiasi upaya MK tersebut. Dia menilai apa yang telah dilakukan MK itu sudah sesuai dengan aspirasi rakyat.

    “Saya salut kepada MK yang berani melakukan judicial activism yang sesuai dengan aspirasi rakyat,” tuturnya.

  • MK Hapus Presidential Threshold, PKB: Kado Tahun Baru yang Kontroversial

    MK Hapus Presidential Threshold, PKB: Kado Tahun Baru yang Kontroversial

    Jakarta, Beritasatu.com – Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Jazilul Fawaid atau yang biasa disapa Gus Jazil, menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, merupakan kado Tahun Baru 2025 yang kontroversial.

    Menurut Gus Jazil, keputusan MK ini akan memicu berbagai polemik di kalangan masyarakat.

    “Ini kado tahun baru yang akan menuai berbagai pandangan, polemik, dan kontroversi,” ujar Gus Jazil kepada wartawan, Kamis (2/1/2025).

    Gus Jazil menganggap Pasal 222 UU Pemilu yang mengatur ambang batas pencalonan presiden seharusnya menjadi open legal policy, yang berarti penentuan angka presidential threshold merupakan kewenangan DPR dan pemerintah dalam menyusun norma melalui revisi UU Pemilu.

    “Hemat saya, pasal ini termasuk dalam open legal policy, yang mestinya DPR dan pemerintah yang akan menyusun kembali norma dalam revisi UU Pemilu,” tandas Gus Jazil.

    Lebih lanjut, Gus Jazil menambahkan pihaknya akan menyusun langkah-langkah untuk merespons putusan MK tersebut.

    “Kami akan menyusun langkah sekaligus menunggu perkembangan dinamika dari lembaga pembentuk UU pasca MK mengeluarkan putusan tersebut. Pastinya akan berkonsekuensi pada revisi UU Pemilu yang ada,” pungkas Gus Jazil.

    Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus persyaratan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold sebesar 20 persen kursi di DPR, yang diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. MK juga menyatakan norma tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

    “Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” ujar Suhartoyo saat pembacaan putusan MK atas perkara 62/PUU-XXII/2024 yang diajukan Enika Maya Oktavia dkk, di gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025).

    MK juga memerintahkan agar putusan ini dimuat dalam berita negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.