Produk: Presidential threshold

  • Dasco ungkap revisi UU Pemilu tak akan dibahas di masa sidang ini

    Dasco ungkap revisi UU Pemilu tak akan dibahas di masa sidang ini

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengungkapkan bahwa revisi Undang-Undang (UU) tentang Pemilihan Umum (Pemilu) tidak akan dibahas pada masa sidang kali ini, yang dimulai pada 24 Juni hingga 24 Juli 2025.

    Pasalnya, dia mengatakan bahwa fraksi-fraksi partai politik di DPR RI masih membicarakan revisi UU tersebut hanya sebatas informal. Menurut dia, pembicaraan itu pun belum bisa disampaikan ke publik.

    “Karena kalau kita sampaikan belum hal yang final, nanti akan menimbulkan dinamika yang tidak perlu,’ kata Dasco di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis.

    Dia mengatakan bahwa baru kali ini Mahkamah Konstitusi memutuskan agar adanya rekayasa konstitusi untuk revisi UU Pemilu. Artinya, kata dia, revisi UU tersebut tidak bisa diproses secara terburu-buru.

    Selain menjadi hal yang baru, menurut dia, rekayasa konstitusi ini juga perlu pendapat dari para ahli yang memahami soal konstitusi. Maka dari itu, dia memastikan DPR RI akan berhati-hati dalam melakukan keputusan MK tersebut.

    Adapun Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 62/PUU-XXII/2024 mengamanatkan penghapusan ketentuan ambang batas minimal untuk pencalonan presiden dan wakil presiden atau presidential threshold pada Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

    Namun pada pertimbangan hukumnya, MK memberi lima pedoman bagi pembentuk undang-undang, yakni pemerintah dan DPR, untuk melakukan rekayasa konstitusional agar jumlah pasangan calon presiden dan wakil presiden tidak membludak.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Pendekatan Simbolis, Historis, dan Ideologis ala Prabowo terhadap Megawati
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        8 Juni 2025

    Pendekatan Simbolis, Historis, dan Ideologis ala Prabowo terhadap Megawati Nasional 8 Juni 2025

    Pendekatan Simbolis, Historis, dan Ideologis ala Prabowo terhadap Megawati
    Kandidat Doktor Ilmu Politik yang suka membaca dan menulis
    RELASI
    politik Presiden
    Prabowo Subianto
    dan Ketua Umum PDI Perjuangan
    Megawati Soekarnoputri
    bersifat dinamis. Terkadang berdiri pada satu barisan yang sama dan terkadang pula harus berdiri saling berhadapan lalu berkompetisi dalam konteks kekuasaan.
    Namun, satu hal yang statis adalah persahabatan antara keduanya tak lekang oleh waktu dan tak pernah pudar digerus oleh zaman, walau diuji oleh pelbagai skenario politik dalam dua-tiga dekade kebelakang.
    Prabowo sejatinya punya hutang budi pada Megawati atas kontribusinya memulangkan Prabowo ke Indonesia dari Negara Yordania pada 2001 silam.
    Lewat restu Presiden dan Wakil Presiden saat itu, Abdurrahman Wahid-Megawati yang memerintahkan Taufik Kiemas untuk menjamin kepulangan Prabowo ke Indonesia dan mendapatkan kembali kewarganegaraannya.
    Delapan tahun berselang, pada 2009, Prabowo membalas “kebaikan” masa lampau lewat surat rekomendasi Partai Gerindra untuk pencapresan Megawati.
    Rekomendasi itu sekaligus menyelamatkan wajah Megawati dan PDI Perjuangan yang kala itu kesulitan mendapatkan kawan koalisi untuk memenuhi syarat minimal 20 persen pencalonan presiden dan wakil presiden.
    Pun Partai Gerindra adalah puzzle terakhir pemenuhan kuota
    presidential threshold

    running
    -nya Megawati sebagai Capres. Pasangan Megawati-Prabowo (Mega Pro) akhirnya mendaftar ke KPU dan resmi menjadi pasangan calon di Pilpres 2009.
    Meski kalah di Pilpres 2009, relasi Megawati dan Prabowo berlanjut dalam pembangunan koalisi di DPR. Sikap yang sama melihat
    bailout
    Bank Century yang berujung pada terbentuknya Pansus di DPR adalah kerja sama politik lain Megawati dan Prabowo.
    Pada ruang berbeda, Prabowo saat itu juga dikabarkan punya kesempatan menduduki pos Menteri Pertanian di kabinet Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono, tapi lekas ditampik oleh Partai Gerindra yang memilih berdiri pada barisan yang sama dengan PDI Perjuangan untuk berada di luar pemerintahan.
    Kerja sama antara PDI Perjuangan dan Partai Gerindra berlanjut ke Pilkada DKI 2012, lewat pencalonan Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama (Jokowi-Ahok) yang menjadi
    spotlight
    paling ramai dalam pemberitaan politik nasional saat itu.
    Pun keberhasilan Jokowi-Ahok memenangkan pemilihan tidak lepas dari kolaborasi politik antara Megawati dan Prabowo.
    Hubungan Megawati dan Prabowo sempat memanas jelang Pilpres 2014 saat PDI Perjuangan memutuskan mencalonkan Jokowi sebagai calon presiden.
    Prabowo menganggap Megawati telah melanggar Perjanjian Batu Tulis. Kala itu, Prabowo secara verbatim mengatakan bahwa dirinya sangat kecewa karena telah melakukan semua hal yang bisa dilakukan untuk dapat dukungan Megawati, tapi PDI Perjuangan justru memilih mencalonkan Jokowi.
    Prabowo kalah atas Jokowi di Pilpres 2014. Lima tahun mengambil posisi di luar pemerintahan, Prabowo kemudian memutuskan menerima pinangan Jokowi menjadi Menteri Pertahanan pascakekalahan lain di Pipres 2019.
    Relasi antara Prabowo dan Megawati otomatis perlahan membaik dengan bergabungnya Prabowo ke pemerintahan.
    Pelbagai silaturahmi pribadi antarkeduanya terus berlanjut dengan beberapa kali kunjungan Prabowo ke kediaman Megawati di Teuku Umar, Jakarta.
    Megawati memasak nasi goreng untuk Prabowo, sebaliknya Prabowo juga beberapa kali mengirimkan hadiah kecil kesukaan Megawati berupa minyak urut dan bunga anggrek.
    Pada rentan waktu 2019 sampai 2023, sebelum masa pencapresan untuk Pilpres 2024, Prabowo sejatinya telah melakukan pendekatan simbolis dengan Megawati.
    Salah satunya adalah ketika Prabowo membangun patung Sukarno menunggang kuda di kantor Kementerian Pertahanan RI yang diresmikan pada 2021 lalu.
    Prabowo menyebutkan pembangunan patung Sukarno tersebut terinspirasi oleh peristiwa Hari Peringatan Angkatan Perang pada 5 Oktober 1946 di Yogyakarta.
    Kala itu Presiden Sukarno melakukan inspeksi dengan menunggang kuda untuk memeriksa pasukan angkatan bersenjata Indonesia.
    Prabowo juga menjelaskan secara simbolik peristiwa Sukarno menunggang kuda tersebut sebagai simbol semangat, harapan, keberanian dan gairah bangsa Indonesia untuk senantiasa mencintai Tanah Air.
    Pun peresmian patung tersebut dilakukan pada 6 Juni 2021, bertepatan pula dengan hari lahir Sang Proklamator.
    Pada saat peresmian, wajah Megawati terlihat sangat sumringah dengan beberapa kali mengucapkan terima kasih pada Prabowo yang saat itu menjabat Menteri Pertahanan.
    Lebih lanjut, secara khusus Megawati dalam pidatonya juga menyebut Prabowo sebagai sahabatnya.
    Secara simbolik sosok Sukarno bukan hanya sebagai ayah biologis bagi Megawati, tapi juga menyatu secara ideologis dan praksis pergerakan politiknya.
    Ini pula yang menjadi alasan, segala hal yang menyangkut simbolisasi tentang Sukarno bagi Megawati adalah sesuatu yang sangat sentimental menyentuh perasaan jiwa dan batinnya.
    Pada Senin, 2 Juni 2025, Megawati dan Prabowo akhirnya muncul kembali di hadapan publik pada Perayaan Hari Lahir Pancasila di Lapangan Kementerian Luar Negeri Jakarta setelah satu setengah tahun lamanya.
    Terakhir keduanya menampakkan kebersamaan kala pengundian nomor urut Capres dan Cawapres yang diselanggarakan oleh KPU RI pada 14 November 2023 lalu.
    Saat itu, Megawati hadir dalam kapasitasnya sebagai Ketua Umum PDI Perjuangan yang mengusung pasangan Ganjar-Mahfud, sementara Prabowo hadir sebagai Capres 2024.
    Sekitar dua bulan lalu, tepatnya pada 8 April 2025, sebenarnya Prabowo dan Megawati sempat bertemu di Teuku Umar dalam rangka silaturahmi di Hari Raya Idul Fitri.
     
    Namun pertemuan antara keduanya dilaksanakan tertutup dan publik kala itu hanya terpuaskan dengan disebarnya foto pascapertemuan oleh Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad lewat akun media sosial Twitter dan Instagram pribadinya.
    Pertemuan antara Prabowo dan Megawati pada Peringatan Hari Lahir Pancasila tersebut sangat cair dan penuh canda.
    “Ibu agak kurus, bu. Luar biasa. Dietnya berhasil,” ujar Prabowo pada Megawati pada jamuan sarapan pagi.
    “Iya, berhasil. Tapi ini bagaimana?” jawab Megawati menunjuk ke meja hidangan tempat disajikannya makanan yang diperkirakan cukup menggoda.
    Pun barang tentu pertemuan Prabowo dan Megawati di hadapan publik tersebut tentu tidak akan terjadi jika keduanya tidak sama-sama berkomitmen atas kesepakatan dua bulan lalu. Kesepakatan yang hanya Prabowo dan Megawati yang tahu.
    Juga Prabowo sangat paham soal budaya politik Megawati yang satu kata antara perkataan dan perbuatan sehingga melanggar kesepakatan bukanlah pilihan yang bijak.
    Apalagi Megawati tipe pemimpin sigma yang memiliki sifat mandiri terhadap pemikirannya, tidak membutuhkan validasi atau persetujuan agar terlihat berharga.
    Bahkan secara historis ia memiliki keberanian untuk mengambil sikap yang tidak populis dengan keluar dari hierarki kemapanan politik walau dianggap tidak populis.
    Setidaknya secara empirik pasca-reformasi, Megawati beberapa kali membuktikannya.
    Pertama, kala DPR melakukan revisi UU MD3 di DPR pada 2014 yang berdampak pada posisi PDI Perjuangan sebagai pemenang Pileg harus kehilangan kursi Ketua DPR.
    Kala itu ada satu kesempatan agar undang-undang tersebut tidak direvisi dan Puan Maharani bisa jadi Ketua DPR, yaitu Megawati harus bertemu Presiden SBY.
    Hasilnya Megawati tetap pada pendiriannya untuk tidak bertemu dan bernegosiasi dengan Presiden SBY soal revisi UU MD3, walau partainya kehilangan kursi Ketua DPR.
    Kedua, ketika Megawati dan PDI Perjuangan dikepung oleh koalisi besar KIM Plus di banyak daerah di Pilkada Serentak 2024.
    Megawati seolah tidak peduli. Sikapnya tidak sedikitpun melunak dengan memilih melawan partai-partai yang tergabung dalam koalisi besar di KIM Plus.
    Ketiga atau yang terakhir adalah ketika Megawati melakukan boikot reatret kepala daerah dengan memerintahkan kader-kader terpilih PDI Perjuangan untuk menunda keberangkatan mereka ke Magelang, Jawa Tengah. Hal itu menunjukkan Megawati bukanlah tipe pemimpin yang mudah untuk ditundukkkan.
    Prabowo memang benar-benar ciamik membaca pikiran Megawati. Ia memahami betul menerjemahkan langgam politik Megawati secara historis, simbolis, dan ideologis.
    Pada Peringatan Hari Lahir Pancasila tersebut, ada peristiwa lain yang layak mendapatkan sorotan utamanya saat Prabowo beberapa kali memanggil Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi untuk dilibatkan dalam diskusi bertiga dengan Megawati.
    Mengapa Prasetyo Hadi? Saya menganalisa setidaknya ada dua alasan.
    Pertama, Prasetyo Hadi adalah alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dari Komisariat Fakultas Kehutanan UGM.
    Megawati ketika sempat berkuliah di Pertanian UNPAD Bandung juga pernah bergabung bersama GMNI, organisasi mahasiswa yang punya cita-cita luhur membumikan ajaran Marhaenisme Bung Karno.
    Kedua, Megawati punya perasaan yang sangat sentimental dengan GMNI. Suaminya (Alm Taufik Kiemas) adalah alumni GMNI. Ganjar sebagai orang yang dicapreskan oleh Megawati lewat PDI Perjuangan dulunya juga pernah ber-GMNI.
    Termasuk Djarot Saiful Hidayat, Ahmad Basarah, Bambang Pacul, Aria Bima hingga Arief Wibowo yang saat ini menjadi pengurus pusat (DPP) PDI Perjuangan sedikit banyaknya bisa menduduki struktur strategis di partai berlambang Kepala Banteng Moncong Putih itu karena masa lalu pernah aktif di GMNI.
    Pada masa kepresidenan Megawati di tahun 2001-2004, ia mengangkat Bambang Kesowo menjadi Menteri Sekretaris Negara yang juga alumni GMNI.
    Lalu, jika kita kembali ke 11 tahun lalu, ketika Jokowi terpilih menjadi Presiden RI pada 2014, Megawati pernah merekomendasikan satu nama alumni GMNI lain pada Jokowi untuk dijadikan Menteri Sekretaris Negara bernama Cornelis Lay.
    Namun, karena alasan kesehatan, kala itu Cornelis Lay menolak “dijadikan” Menteri Sekretaris Negara lalu merekomendasikan satu nama, yaitu Pratikno.
    Nama Pratikno disetujui Megawati dan disetujui pula oleh Presiden Jokowi karena Pratikno punya historis dengan Jokowi ketika jadi Wali Kota Solo.
    Juga soal posisi Mensesneg, Megawati punya kecenderungan politik menempatkan alumni GMNI di posisi tersebut ketika kader partainya diberi amanah menduduki kepemimpinan nasional.
    Kembali ke sosok Menseseg Prasetyo Hadi, Prabowo tentu sangat memahami ada kedekatan ideologis antara Prasetyo Hadi dan Megawati karena berasal dari organisasi kemahasiswaan yang sama, yaitu GMNI.
    Hal ini pula yang mengindikasikan pada pertemuan lanjutan pasca-Peringatan Hari Lahir Pancasila berlangsung rapat lain antara Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad dan Prasetyo Hadi dalam pertemuan dengan Megawati, Puan Maharani dan Yassona Laoly di Teuku Umar.
    Artinya, dengan Prabowo melibatkan jauh sosok Prasetyo Hadi dalam komunikasi politik dengan PDI Perjuangan menjelaskan betapa Megawati sangat senang terhadap Mensesneg kabinet Prabowo tersebut.
    Selain alasan historis, terdapat alasan ideologis yang mentautkan sosok Prasetyo Hadi sebagai Alumni GMNI yang pasti sangat memahami bagaimana harus “memuliakan” Bulan Juni. Bulan Bung Karno.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • PKS dorong pembahasan RUU Pemilu selesai tahun ini

    PKS dorong pembahasan RUU Pemilu selesai tahun ini

    Jakarta (ANTARA) – Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mendorong pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Pemilihan Umum (Pemilu) selesai pada tahun ini agar pada tahun-tahun berikutnya seluruh pihak bisa fokus mempersiapkan Pemilu 2029.

    Presiden PKS Al Muzzammil Yusuf mengatakan apabila pembahasan RUU Pemilu dilakukan pada momen yang terlalu dekat dengan persiapan Pemilu 2029, maka pembahasannya akan terlalu pragmatis.

    “Kalau dari awal, ini masih sangat jauh dan persiapan Komisi Pemilihan Umum (KPU) maupun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) akan semakin baik,” kata Muzzammil dalam konferensi pers di Jakarta, Sabtu.

    Dia mengaku ingin kondisi pemilu maupun data pemilu pada tahun 2029 tidak seperti Pemilu 2024, di mana sempat terjadi keributan di KPU.

    Muzzammil pun bercerita bahwa telah terlibat dalam pembahasan UU Pemilu di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebelumnya selama tiga periode, yakni pada 2004, 2009, dan 2014, yang melibatkan semua fraksi dan orang-orang terbaik.

    Maka dari itu apabila akan terdapat kembali pembahasan RUU Pemilu, dirinya menginginkan adanya pelibatan orang-orang terbaik, bahkan bisa terbentuk panitia khusus (pansus), dengan keterlibatan semua komponen, termasuk pakar, di dalamnya.

    “Jadi saya tidak ingin bicara parsial, bagaimana parlementary threshold, bagaimana presidential threshold, tentu putusan Mahkamah Konstitusi (MK) kami hormati,” tuturnya.

    Selebihnya, sambung dia, DPR akan menyempurnakan berbagai norma yang ada, terutama bagaimana pemilu dari waktu ke waktu bisa semakin berkualitas serta kandidat yang terpilih merupakan orang-orang terbaik.

    “Meminimalkan money politics, itu yang kami pikirkan. Pembicaraan tentang bantuan partai politik, bagaimana best practices di luar negeri, kami tidak ingin korupsi, bagaimana di luar negeri, itu termasuk hal-hal yang integral dan tidak mungkin saya bicara satu aspek saja,” ungkap Muzzammil.

    Sebelumnya, Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto mengatakan bahwa pemerintah sudah mulai menyusun draf RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) yang disebut akan menjadi paket UU Politik.

    “Kementerian Dalam Negeri hari ini sedang menyusun draf, dan kita membuka ruang publik yang sangat besar,” kata Bima dalam Diskusi Publik tentang Revisi Paket RUU Pemilu yang diselenggarakan Partai Demokrat di Kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta, Senin (19/5).

    Menurut dia, aspirasi publik yang besar dalam penyusunan draf RUU tersebut akan menghasilkan UU makin berkualitas.

    Dia mengatakan penyusunan RUU tersebut juga tidak boleh hanya mengandalkan kepentingan politik saja, tetapi harus menyerap aspirasi dari berbagai peneliti atau akademisi.

    Pewarta: Agatha Olivia Victoria
    Editor: Edy M Yakub
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • PKS Dorong Pembentukan Pansus Revisi UU Pemilu, Ini Alasannya
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        7 Juni 2025

    PKS Dorong Pembentukan Pansus Revisi UU Pemilu, Ini Alasannya Nasional 7 Juni 2025

    PKS Dorong Pembentukan Pansus Revisi UU Pemilu, Ini Alasannya
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Presiden Partai Keadilan Sejahtera (
    PKS
    )
    Al Muzzammil Yusuf
    mengusulkan agar DPR membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk membahas
    revisi Undang-Undang
    Pemilu.
    Menurutnya, pembentukan pansus penting agar pembahasan berlangsung menyeluruh dan melibatkan berbagai elemen bangsa.
     “Saya berharap kalau Undang-undang dibahas, memang bisa, kalau kita ingin melibatkan orang terbaik, bagus diangkat di Pansus. Dan ketika diangkat di Pansus itu, semua komponen, semua pakar terlibat di dalamnya,” kata Muzzammil di Kantor DPTP PKS, Jakarta Selatan, Sabtu (7/6/2025).
    Ia menambahkan, pembentukan pansus memungkinkan seluruh fraksi dan para pakar pemilu dilibatkan sejak awal. Hal ini ebagaimana yang dilakukan dalam pembahasan UU Pemilu sebelumnya pada periode 2004, 2009, dan 2014.
    “Undang-undang (Pemilu) yang periode 2004, 2009, 2014 melibatkan semua fraksi dan melibatkan orang-orang terbaik,” imbuh anggota DPR empat periode ini.
    Muzzammil juga menekankan pentingnya tidak hanya terfokus pada isu ambang batas parlemen (
    parliamentary threshold
    ) atau ambang batas pencalonan presiden (
    presidential threshold
    ). Namun, kata dia, lebih luas pada upaya memperbaiki kualitas pemilu secara menyeluruh.
    “Saya tidak ingin bicara parsial, bagaimana parliamentary threshold, bagaimana presidential threshold, tentu putusan MK kita hormati,” ungkapnya.
    Ia juga menyampaikan harapan agar pembahasan RUU Pemilu tidak dilakukan menjelang masa pemilu.
    Hal ini agar tidak menimbulkan perdebatan pragmatis yang dapat mengganggu persiapan teknis penyelenggara pemilu.
    “Kalau Undang-undang Pemilu di ujung, itu perdebatan kita terlalu pragmatis. Kalau dari awal ini kita masih sangat jauh, dan persiapan KPU Bawaslu akan semakin baik,” sebut Muzzammil.
    Selain itu, Muzzammil mendorong agar revisi UU juga membahas bantuan keuangan partai politik. Menurutnya, belajar dari praktik terbaik di negara lain untuk mencegah korupsi dan memperkuat kelembagaan parpol.
    PKS, kata dia, mendukung pembahasan RUU Pemilu dan Parpol selesai tahun ini agar seluruh pihak bisa fokus pada tahapan pemilu berikutnya tanpa gangguan regulasi yang belum matang.
    “Mudah-mudahan segera memang PKS mendorong, agar pembahasan itu di tahun ini selesai. Sehingga tahun berikutnya kita sudah fokus,” pungkas dia.
    Sebelumnya diberitakan, Komisi II DPR rencananya akan memulai pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) pada 2026.
    Anggota Komisi II DPR Muhammad Khozin menjelaskan, pengembangan terkait poin-poin yang akan direvisi dalam UU Pemilu sudah dilakukan dengan menggelar rapat dengar pendapat umum (RDPU) dan diskusi.
    “Kalau rancangan timeline yang ada di Komisi II, kalau tidak ada aral melintang, InsyaAllah di tahun 2026 itu sudah mulai dilakukan (
    revisi UU Pemilu
    ),” ujar Khozin di Media Center Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Jakarta, Kamis (8/5/2025).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Analisa Lembaga Survei, Dedi Mulyadi Disebut Calon Lawan Prabowo di Pilpres 2029

    Analisa Lembaga Survei, Dedi Mulyadi Disebut Calon Lawan Prabowo di Pilpres 2029

    GELORA.CO – Saat ini popularitas Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi melejit, melampaui semua gubernur di Indonesia.

    Bahkan popularitasnya sudah menyamai Presiden Prabowo Subianto.

    Dedi Muladi tidak saja dikenal di Jawa Barat, namun seluruh rakyat Indonesia.

    Tentu ini modal berharga buat Dedi Mulyadi untuk melangkah maju di Pilpres 2029.

    Kepiawaian Dedi Mulyadi memainkan medsos menjadi keunggulan tokoh politik lain.

    Indikator Politik Indonesia merilis hasil survei terbaru mengenai evaluasi publik terkait kinerja para gubernur di enam provinsi di Pulau Jawa dalam 100 hari kerja.

    Terbukti nama Dedi Mulyadi di urutan paling atas.

    Survei yang dilakukan pada 12–19 Mei 2025 ini melibatkan 3.100 responden dari enam provinsi di Pulau Jawa, meliputi Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, dan Banten.

    Survei Indikator mencatat, dari enam gubernur di Pulau Jawa, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mendapatkan tingkat kepuasan tertinggi dengan 94,7 persen.

    “Kepuasan terhadap Dedi Mulyadi mencapai 94,7 persen, tertinggi di antara gubernur lainnya,” kata Pendiri sekaligus Peneliti Utama Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, dalam rilis survei di kantornya di Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (28/5/2025).

    Salah satu faktor utama kesuksesan Dedi adalah kemampuannya turun langsung ke masyarakat serta aktif menggunakan media sosial.

    “Followers beliau di Facebook mencapai 12 juta, di YouTube lebih dari 7 juta, dan di Instagram 3,5 juta, sehingga program-programnya mudah tersosialisasi ke masyarakat,” kata Burhanuddin.

    Tak hanya dikenal di Jawa Barat wilayahnya, Dedi Mulyadi juga dikenal luas masyarakat Indonesia.

    Baca juga: Ormas Baru Gerakan Rakyat, Pengamat: Kendaraan Politik Anies di Pilpres 2029

    Kebijakannya banyak yang populer seperti program mengirim siswa bermasalah ke barak militer,  larangan sekolah menggelar study tour, larangan sekolah menggelar wisuda, dan sebagainya.

    Tingkat kepuasan terhadap kinerja Gubernur Dedi Mulyadi mencapai 94,7 persen dilakukan dalam 100 hari pemerintahannya.

    Dedi Mulyadi dilantik jadi gubernur Jawa Barat 20 Februari 2025 lalu.

    Sedangkan survei terhadap Presiden Prabowo Subianto tingkat kepuasan kinerjanya 100 hari pertama pada Januari 2025 lalu.

    Prabowo dilantik jadi Presiden RI 20 Oktober 2024.

     Survei yang diselenggarakan Indikator Politik Indonesia pada 16-21 Januari 2025 menunjukkan, kepuasan publik terhadap Presiden Prabowo dalam 100 hari pemerintahan mencapai 79,3 persen.

    Hasil survei tersebut tidak jauh berbeda dengan hasil survei Litbang Kompas yang menunjukkan 80,9 persen publik puas dengan kinerja Prabowo.

    “Approval Presiden Prabowo Subianto yang mengatakan puas 13,5 persen, yang mengatakan cukup puas 65,8 persen, jadi total ada 79,3 persen,” ujar Burhanuddin dalam jumpa pers virtual, Senin (27/1/2025).

    “Kalau kita bandingkan dengan survei terakhir Kompas awal Januari itu mirip ya,” imbuhnya.

    “Kompas mengumumkan 80,9 persen. Kami temukan 79,3 persen. Sedikit lebih rendah dibanding Kompas. Tapi secara statistik tidak berbeda antara temuan Kompas dengan temuan Indikator Politik Indonesia,” kata dia. 

    Burhanuddin memaparkan, rakyat yang tidak puas dengan kinerja Prabowo mencapai 16,9 persen.

    Menurut Burhanuddin, capaian tersebut merupakan modal politik yang besar bagi Prabowo.

    Survei ini dilakukan dengan menggunakan metode multi-stage random sampling dengan margin of error 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

    Survei dilakukan dengan wawancara secara tatap muka terhadap 1.220 orang responden pada 16-21 Januari 2025.

    Peluang Capres 2029 

    Dedi Mulyadi disapa warga ‘Pak Presiden’ saat mengunjungi warga Kampung Baru, Harjamukti, Cimanggis, Kota Depok, Jawa Barat, Kamis (8/5/2025) lalu.

    Kepala Bidang Komunikasi Publik DPP GRIB Jaya, Razman Nasution, pernah bergurau Dedi Mulyadi akan mencalonkan diri sebagai presiden pada Pilpres 2029.

    Pengamat politik dari UIN Jakarta, Burhanuddin Muhtadi, mengungkap analisisnya terkait Pilpres 2029.

    Secara normatif, Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus presidential threshold telah membuka peluang besar bagi Dedi untuk maju Pilpres 2029, tidak hanya dari Gerindra partainya saat ini.

    Sebab putusan MK membuat semua partai boleh mengusung calon presiden.

    Namun, status Dedi yang kini kader Gerindra menjadi perhitungan tersendiri.

    Partai berlogo kepala Garuda itu sudah mencanangkan koalisi permanen dengan partai Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus dan kembali mencalonkan Prabowo Subianto di 2029.

    “Poin saya adalah ini aturan normatif pertama yang membuka peluang buat siapapun termasuk buat partai yang punya jagoan sendiri.” kata Burhan di program On Point with Adisty Youtube Kompas TV yang tayang Sabtu (10/5/2025).

    “Pertanyaannya adalah Gerindra apakah ikhlas kalau misalnya ada kadernya yang maju melalui partai lain, ya pasti tidak ikhlas. Ya tetapi lagi-lagi konteks sekarang kan masih jauh, dan Gerindra sudah mengunci kan melalui koalisi permanen,” lanjutnya.

    Menurut Burhan, kendati sudah ada koalisi permanen, loyalitas partai anggotanya bisa saja berubah.

    Pilpres 2024 menjadi pelajaran, ketika PKB dan NasDem, bagian dari kabinet Presiden Jokowi, tidak mengusung Gibran Rakabuming Raka yang mendampingi Prabowo Subianto.

    Menurut Burhan, partai akan mulai bermanuver untuk Pilpres 2029 mulai tahun 2027.

    “Ingat Nasdem, PKB, kurang loyal apa sama Pak Jokowi, kurang banyak apa Pak Jokowi memberikan insentif dalam bentuk menteri ujungnya mereka punya capres sendiri,” ucapnya.

    “Artinya untuk seorang KDM (Kang Dedi Mulyadi) ya ini juga sekaligus uji loyalitas. Kalau misalnya ada partai yang coba merayu seorang KDM dia tergoda atau tidak nih,” lanjutnya.

    “Ya mungkin sekarang belum ada rayuan itu, tetapi kalao misalnya 2027?” imbuh Burhan.

    Burhan menjelaskan, ada atau tidaknya partai yang coba merayu Dedi untuk maju Pilpres 2029 lepas dari Gerindra tergantung hasil survei.

    Dedi boleh populer, namun elektabilitasnya masih menjadi pertanyaan.

    “Tergantung surveinya KDM, saya belum punya angka surveinya, memang banyak sekali yang membicarakan seorang KDM di WA-WA grup di kalangan ibu-ibu di kalangan bapak-bapak, tetapi surveinya belum ada yang dirilis ke publik yang credible ya yang berkaitan berapa banyak sih yang bersedia memilih seorang KDM,” jelasnya.

    Terakhir, yang menentukan Dedi Mulyadi akan maju Pilpres 2029 atau tidak adalah keberaniannya melawan Prabowo.

    “Saya kira, saya tidak tahu kalau sekarang jelas enggak berani, tapi ujian-ujian berikutnya kan nanti bukan sekarang, dan itu yang bisa menjawabnya seorang Dedi Mulyadi, berani atau tidak itu ya berkontestasi melawan bosnya sendiri,” ucapnya.

    “Sekarang sih jelas enggak berani ya, tetapi ke depan ketika betul-betul datang beberapa partai melamar, seorang KDM di situ tuh ujiannya,” lanjutnya.

    “Nah saya tidak tahu apakah dia kalau misalnya itu terjadi berani mengatakan tidak gitu ya,” tandasnya.

    Burhan menutup pembahasan peluang Dedi Mulyadi di Pilpres 2029 dengan mengungkapkan prediksinya.

    Menurutnya, nama Dedi Mulyadi sudah masuk lima besar capres dengan elektabilitas tertinggi.

    “Saya belum punya angkanya tapi feeling saya sudah masuk top five,” ujarnya.

    “Kan kalau kita lihat survei yang terakhir kami rilis kan Januari ya 2025 waktu 100 hari, yang pertama kan Pak Prabowo, yang kedua kan Mas Anies ya, kan yang ketiga saat itu adalah Ganjar Pranowo, yang keempat AHY, yang kelima Erick,” lanjutnya.

    “Kalau feeling saya dan feeling saya biasanya enggak pernah salah. KDM sudah mendobrak masuk lima besar jangan-jangan tiga besar,” tandas Burhan.

  • Fenomena Parpol "Obral" Kursi Ketum ke Tokoh Luar, Dianggap Cerminan Gagalnya Kaderisasi
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        28 Mei 2025

    Fenomena Parpol "Obral" Kursi Ketum ke Tokoh Luar, Dianggap Cerminan Gagalnya Kaderisasi Nasional 28 Mei 2025

    Fenomena Parpol “Obral” Kursi Ketum ke Tokoh Luar, Dianggap Cerminan Gagalnya Kaderisasi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Sejumlah partai politik terkesan mulai membuka peluang bahkan ‘obral’ kursi kepada pihak eksternal untuk menduduki posisi strategis sebagai ketua umum.
    Fenomena tersebut terlihat dari langkah Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang membuka ruang bagi tokoh non-kader untuk menjadi pemimpin partai.
    Peneliti Senior Bidang Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Lili Romli mengatakan, kemunculan fenomena ‘obral’ kursi ketua umum ini bisa jadi adalah cerminan dari kegagalan partai dalam melakukan kaderisasi secara internal.
    Menurut Lili, ada permasalahan mendasar yang melatarbelakangi keputusan partai menarik
    tokoh eksternal
    ke lingkar kepemimpinan.
    Salah satunya adalah kegagalan dalam menciptakan kader internal yang layak menjadi pemimpin partai.
    “Jadi faktor lainnya adalah kegagalan partai melakukan kaderisasi menciptakan para pimpinan yang layak untuk menjadi ketua partai. Alih-alih, kerap terjadi konflik di antara elite partai yang berujung hengkangnya elite partai berlabuh ke partai lain atau mendirikan partai baru,” ujar Lili kepada Kompas.com, Rabu (28/5/2025).
     
    Selain itu, kemunculan fenomena tersebut juga dampak dari ketatnya kompetisi dalam pemilu.
    Sebab, setiap partai berlomba-lomba agar bisa lolos ambang batas parlemen (
    parliamentary threshold
    ) dan menempatkan sebanyak mungkin kadernya di kursi legislatif.
    “Memang hak parpol untuk mencari figur ketua umum berasal dari luar figur luar, bukan dari orang dalam partai. Tetapi fenomena tersebut adalah dampak dari kompetisi yang ketat dalam pemilu agar lolos
    presidential threshold
    dan menempatkan sebanyak-banyaknya para kadernya di parlemen,” kata Lili.
    “Jika partai lolos, akan membawa keuntungan yang banyak, termasuk bisa masuk kekuasaan,” sambungnya.
    Di samping itu, Lili juga menyoroti munculnya pragmatisme dari kalangan elite partai.
    Saat ini, ada kecenderungan pihak elite partai lebih memilih tokoh dari luar ketimbang kader internal hanya demi tujuan jangka pendek.
    Peneliti BRIN itu mencontohkan, tujuan jangka pendek tersebut di antaranya adalah keinginan meningkatkan elektabilitas secara instan ataupun mendapatkan akses terhadap kekuasaan.
    “Alih-alih mendukung kader internal, mereka justru mengabaikan atau bahkan menjegal kader internal dengan beragam alasan,” sambungnya.
    Sebagaimana diketahui, PSI secara resmi membuka pendaftaran calon ketua umum yang akan dipilih melalui mekanisme pemilu raya dengan sistem “one man one vote”.
    Partai yang kini dipimpin oleh Kaesang Pangarep itu membuka peluang bagi semua pihak, termasuk pihak eksternal, untuk bergabung ke PSI dan langsung mencalonkan diri sebagai ketum.
    “Calon ini yang paling penting dia harus memegang kartu tanda anggota PSI. Jadi yang paling penting itu. Mengenai berapa lama, itu tidak menjadi masalah. Yang paling penting dia punya visi dan misi yang sama dengan PSI,” kata Wakil Ketua Umum PSI Andy Budiman, Selasa (13/5/2025).
    PSI menjadwalkan pemungutan suara pada 12 hingga 19 Juli 2025.
    Hasilnya akan diumumkan dalam kongres partai yang berlangsung pada 19 Juli 2025 di Solo, Jawa Tengah.
    Selain PSI, PPP secara terang-terangan juga mempertimbangkan sejumlah tokoh eksternal untuk maju sebagai calon ketua umum.
    Ketua Majelis Pertimbangan PPP Romahurmuziy atau Rommy mengatakan, sudah ada sejumlah nama dari kalangan eksternal yang kini masuk bursa calon ketum.
    Nama-nama tersebut antara lain Eks Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Dudung Abdurachman, Menteri Sosial Saifullah Yusuf, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, hingga mantan Menteri Perdagangan Agus Suparmanto.
    “Saya mendorong sebanyak-banyaknya calon. Saya terus mengikuti suara-suara dari pusat dan daerah. Hingga saat ini, sudah delapan nama yang muncul: tiga internal, lima eksternal,” ujar Rommy kepada Kompas.com pada 14 Mei 2025.
    “Internal: Sandi Uno, Sekjen Arwani, Gus Yasin. Dari eksternal: Gus Ipul, Dudung Abdurachman, Amran Sulaiman, Marzuki Alie, dan Agus Suparmanto,” imbuh dia.
    Menurut rencana, Muktamar PPP dengan agenda pemilihan ketua umum PPP akan digelar pada akhir Agustus 2025 atau September 2025.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pemilu Ibarat Medan Tempur yang Tidak Rata

    Pemilu Ibarat Medan Tempur yang Tidak Rata

    Jember (beritajatim.com) – Tujuan awal pemilihan umum sebagai sebagai fase regenerasi kepemimpinan secara nasional masih belum ideal. Pemilu justru menjadi kompetisi politik yang tak sehat.

    Hal ini dikemukakan Muhammad Khozin, legislator DPR RI dari Daerah Pemilihan Jember dan Lumajang, Jawa Timur, usai sosialisasi dan pendidikan pemilu berkelanjutan tahun 2025 yang digelar Komisi Pemilihan Umum, di Hotel Aston, Jember, Minggu (11/5/2025).

    “Pada praktiknya, pemilu menjadi medan tempur yang tidak rata, menjadi kompetisi yang tidak rata dan tidak sehat,” kata Khozin.

    Ada banyak persoalan yang dihadapi dalam penyelanggaraan pemilu. “Di daerah pemilihan kami di Jember banyak temuan. Isu utama yang yang paling mencuat itu terkait netralitas penyelenggara, baik itu Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) atau KPU.(Komisi Pemilihan Umum),” kata Khozin.

    Khozin mengatakan, senyampang penyelenggara tidak bisa berlaku netral dan profesional, maka pemilu yang jujur dan adil akan susah ditegakkan. “Jadi harus jelas: ada peserta, pengawas, penyelenggara. Ini harus memiliki ruang lingkup kerja dan limitasi yang jelas,” katanya.

    Khozin tidak ingin pemilu dengan biaya tinggi tidak diikuti dengan penyelenggaraan yang jurdil. “Kita tidak mau high cost low impact ya. Cost-nya besar tapi impact pelaksanaan pemilu yang jurdil itu tidak terlaksana. Jadinya meaningless, tidak bermakna atau minim makna yang bisa didapatkan,” katanya.

    Saat ini pemerintah dan DPR RI tengah melakukan kajian dan diskusi untuk merevisi undang-undang kepemiluan agar tak muncul lagi persoalan yang sama terus-menerus. “Tentunya menjadi komitmen kita bersama legislatif dan eksekutif yang ingin mengurai ini semua untuk dicarikan formulasi yang terbaik,” kata Khozin.

    Khozin menyebut banyak opsi model dan sistem penyelenggaraan pemilu. Namun ia belum berani menyimpulkan, karena saat ini pemerimtah dan DPR RI tengah meminta pendapat dari praktisi dan pemerhati pemilu.

    “Sistem adalah bagian dari solusi. Jadi sekarang belum berbicara sistemnya dulu. Kita berbicara fenomena empiris di lapangan. Kita urai dulu problem dan gejalanya,” kata politisi Partai Kebangkitan Bangsa ini.

    Ada dua klaster isu masalah, yakni populis dan politis. “Isu politis terkait dengan isu seperti parliamnet thresholds, presidential threshold, sistem pemilu, pembagian daerah pemilihan. Sementara isu populis terkait money politics, partisipasi publik, dan netralitas penyelenggara,” kata Khozin.

    Terkait isu poltik uang, Khozin sepakat, jika masyarakat tak bisa dikambinghitamkan. “Ini menjadi PR dan tanggung jawab kita bersama, eksekutif, legislatif, partai politik, maupun masyarakat. Jadi, kita tidak bisa kemudian egois. Ego sektoral itu harus kita buang jauh-jauh,” katanya.

    “Masyarakat tidak mungkin menjadi permisif terkait money politics, jika kesempatan itu tidak disediakan. Namun sebaliknya, partai politik tidak mungkin menyiapkan kesempatan itu jika tidak dihadapkan pada tidak adanya pilihan lain,” kata Khozin.

    Sistem merit di partai politik dalam menentukan caleg, menurut Khozinm seringkali berbenturan dengan opini masyarakat.

    “Di satu sisi partai dihadapkan pada tuntutan bahwa kaderisasi harus berjalan, dan kader utama itu harus menjadi skala prioritas. Tapi di sisi yang lain, ada efek sosial, elektoral, termasuk finansial yang juga berpengaruh,” kata Khozin.

    “Faktor sosial dan finansial itu tidak selalu beririsan dengan pola kaderisasi. Akhirnya banyak kader yang kutu loncat, yang ketika terpilih tidak memperhatikan besar dan tidaknya partai, tidak memperhatikan konstituen partai,” kata Khozin. [wir]

  • Seminar UWP Bahas Presidential Threshold Pasca Putusan MK: Arah Baru Sistem Pemilu Nasional

    Seminar UWP Bahas Presidential Threshold Pasca Putusan MK: Arah Baru Sistem Pemilu Nasional

    Pasuruan (beritajatim.com) – Universitas Wijaya Putra (UWP) menggelar seminar bertajuk “Keputusan Presidential Threshold dalam Pemilihan Umum Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi”, bertempat di Desa Gambiran, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan.

    Acara ini menghadirkan para narasumber dari kalangan akademisi hingga pejabat daerah yang membahas dinamika terbaru dalam sistem pemilu nasional Indonesia pasca keluarnya dua putusan penting Mahkamah Konstitusi (MK).

    Salah satu pembicara utama, Dr. Suwarno Abadi, Ahli Hukum Tata Usaha Negara dari Fakultas Hukum UWP, menyoroti bahwa Putusan MK Nomor 90 dan 62/PUU-XXI/2023 menjadi titik balik dalam arah pencalonan presiden. Menurutnya, dua putusan tersebut memunculkan perdebatan terkait batas usia dan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold.

    “UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu telah diuji sebanyak 33 kali dan selalu ditolak, namun kali ini ada celah yang terbuka tanpa pendampingan kuasa hukum,” ungkap Dr. Suwarno. Ia menilai hal tersebut menandakan adanya kemungkinan perubahan arah politik hukum yang signifikan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.

    Dari sisi legislatif daerah, Anggota DPRD Kabupaten Pasuruan dari Fraksi PDI Perjuangan, Andri Wahyudi, menyatakan bahwa pasal-pasal dalam UU Pemilu memang menunjukkan kecenderungan untuk menghapus ambang batas. Ia memperkirakan, jika presidential threshold benar-benar dihapus, maka konstelasi Pilpres 2029 akan sangat berbeda dari sebelumnya.

    “Putusan MK itu bersifat final dan mengikat, jadi kami di PDI Perjuangan siap mendukungnya meskipun revisi UU tentu harus dilakukan secara prosedural,” jelas Andri. Ia juga menambahkan bahwa sistem ambang batas 20 persen kursi atau 25 persen suara nasional perlu dikaji ulang dengan cermat untuk memastikan kesetaraan dalam kontestasi pemilu.

    Namun, pandangan berbeda disampaikan oleh Dr. Kasiman dari Fraksi Gerindra. Ia menilai bahwa presidential threshold adalah elemen penting dalam menjaga stabilitas politik nasional. Aturan ini dianggap sebagai filter untuk menghindari fragmentasi politik yang berlebihan akibat terlalu banyak calon presiden.

    “Tujuan dari threshold adalah menyaring calon presiden agar tidak terjadi fragmentasi yang berlebihan. Jika dihapuskan, harus ada pertimbangan hukum dan politik yang mendalam,” tegas Kasiman. Ia menegaskan bahwa Pasal 222 UU Pemilu yang mengatur ambang batas pencalonan presiden tetap berlandaskan pada semangat UUD 1945.

    Bupati Pasuruan, Rusdi Sutedjo, yang turut hadir, memberikan perspektif politik praktis terhadap isu ini. Ia menekankan pentingnya sinergi antara pemahaman hukum dan kemampuan membaca peta politik nasional.

    “Hukum adalah produk dari kesepakatan politik antara DPR, Presiden, dan Pemerintah, jadi tidak bisa dilepaskan dari kepentingan politik itu sendiri,” ujar Rusdi. Menurutnya, putusan MK yang menghapus threshold dapat membuka peluang lebih luas bagi rakyat kecil untuk ikut berpartisipasi dalam kontestasi nasional.

    Ia menambahkan bahwa meskipun putusan MK bersifat final, implementasinya tetap memerlukan proses kajian lanjut di DPR. Rusdi juga mengajak mahasiswa hukum menjadikan isu ini sebagai bahan studi kritis dalam pembelajaran ketatanegaraan.

    Seminar ini dianggap sebagai forum penting yang mampu menjadi ruang refleksi akademik serta diskusi publik yang konstruktif. “Ini menjadi ruang strategis untuk meninjau arah sistem pemilu agar lebih inklusif dan demokratis,” tandas Rusdi Sutedjo. [ada/suf]

  • Tiga Partai Deklarasi Dukung Prabowo di 2029, Analis Prediksi Reshuffle Kabinet Segera Terjadi

    Tiga Partai Deklarasi Dukung Prabowo di 2029, Analis Prediksi Reshuffle Kabinet Segera Terjadi

    GELORA.CO – Analis komunikasi politik Hendri Satrio (Hensat) menilai deklarasi dukungan dari Partai Golkar, PAN, dan PKS kepada Presiden Prabowo Subianto untuk Pilpres 2029, menjadi pertanda kuat bahwa reshuffle kabinet sudah dekat.

    Ia menyebut dukungan tersebut bukan sekadar ekspresi loyalitas, melainkan strategi politik pragmatis untuk mengamankan kursi di kabinet.

    “Ini strategi klasik. Mereka ingin menunjukkan bahwa mereka adalah sekutu yang loyal, dan dukungan yang dikeluarkan para partai besar ini sudah jelas, reshuffle sebentar lagi akan berlangsung,” kata Hensat dalam keterangan yang diterima Inilah.com di Jakarta, Sabtu (3/5/2025).

    Hensat bilang, deklarasi ini juga menunjukkan adanya ‘kegaduhan politik’ di antara partai koalisi yang berebut perhatian Prabowo. “Ini terlihat seperti, mereka tahu kalau enggak gerak cepat, bisa kehilangan slot di kabinet,” ujarnya.

    Terlebih, deklarasi ketiga partai tersebut terlalu dini untuk konteks Pilpres 2029. Padahal partai-partai besar seperti Golkar, PAN, dan PKS seharusnya memanfaatkan dihapuskannya presidential threshold (PT) yang tadinya 20 persen menjadi 0 persen, untuk lebih berani mengusung ketum mereka sebagai capres, alih-alih hanya fokus mempertahankan posisi di kabinet.

    “Kalau fokusnya hanya mempertahankan kursi, bisa-bisa kehilangan momentum pada saat Pilpres 2029 nanti, terlebih lagi publik saat ini semakin kritis,” tegasnya.

    Hensat menduga,bisa jadi dukungan dari tiga partai ini sebagai tanda, akan ada peta politik baru atau masuknya anggota baru ke dalam koalisi.

    “Prabowo punya gaya kepemimpinan yang suka kejutan. Bisa jadi reshuffle ini bukan cuma soal ganti menteri, tapi juga bikin peta politik baru. Kita lihat saja, apakah partai-partai ini beneran aman atau tidak,” ucapnya. (*)

  • Golkar, PAN, PKS Dukung Prabowo Pilpres 2029: Analis Prediksi Reshuffle Kabinet Segera Terjadi – Halaman all

    Golkar, PAN, PKS Dukung Prabowo Pilpres 2029: Analis Prediksi Reshuffle Kabinet Segera Terjadi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) telah secara resmi menyatakan dukungan mereka kepada Prabowo Subianto untuk Pilpres 2029 mendatang.

    Deklarasi dukungan yang mengejutkan ini bukan hanya sekadar pernyataan loyalitas, tetapi juga dipandang sebagai langkah politik pragmatis untuk mengamankan posisi mereka dalam kabinet.

    Analis komunikasi politik, Hendri Satrio (Hensa), mengungkapkan bahwa dukungan dari tiga partai besar ini menandakan bahwa reshuffle kabinet Indonesia dapat terjadi dalam waktu dekat.

    Menurut Hensa, langkah ini adalah bagian dari strategi klasik partai-partai tersebut untuk menunjukkan kesetiaan mereka terhadap Presiden Prabowo, sekaligus untuk memastikan kursi mereka tetap terjaga dalam pemerintahan yang akan datang.

    “Ini strategi klasik. Mereka ingin menunjukkan bahwa mereka adalah sekutu yang loyal, dan dukungan yang dikeluarkan oleh partai-partai besar ini sudah jelas bahwa reshuffle sebentar lagi akan berlangsung,” ujar Hensa saat dikonfirmasi, Sabtu (3/5/2025).

    Hensa menilai bahwa tindakan ini menunjukkan adanya ketegangan dalam koalisi partai-partai yang sedang berebut pengaruh di kabinet. Ia mengatakan bahwa partai-partai tersebut kini berada dalam posisi yang sulit, di mana mereka harus bergerak cepat untuk mempertahankan posisi mereka, atau berisiko kehilangan tempat di pemerintahan.

    “Ini terlihat seperti mereka tahu kalau nggak gerak cepat, bisa kehilangan slot di kabinet,” tambah Hensa.

    Selain itu, Hensa juga mencatat bahwa deklarasi ini datang terlalu dini mengingat Pilpres 2029 masih cukup jauh.

    Ia berpendapat bahwa seharusnya Golkar, PAN, dan PKS memanfaatkan dihapuskannya presidential threshold menjadi 0 persen, yang memungkinkan mereka untuk lebih berani mengusung calon presiden dari kalangan ketua umum mereka, alih-alih hanya fokus untuk mempertahankan posisi di kabinet.

    “Pilpres 2029 masih jauh, dan dengan presidential threshold nol persen, partai-partai besar ini seharusnya punya nyali buat calonin ketum mereka,” kata Hensa.

    Ia juga mengingatkan bahwa terlalu cepat mendeklarasikan dukungan bisa menimbulkan persepsi negatif di mata publik, yang mungkin melihat langkah ini sebagai bentuk ketidakmampuan partai-partai tersebut untuk berpikir jangka panjang.

    “Kalau fokusnya hanya mempertahankan kursi, bisa-bisa kehilangan momentum pada saat Pilpres 2029 nanti, terlebih lagi publik saat ini semakin kritis,” ujar Hensa.

    Hensa juga mengungkapkan bahwa deklarasi dukungan ini bisa menjadi tanda akan adanya perubahan besar dalam peta politik Indonesia. Ia menyarankan agar publik juga menunggu reaksi dari Prabowo terkait dukungan yang diberikan oleh tiga partai ini.

    “Prabowo punya gaya kepemimpinan yang suka kejutan. Bisa jadi reshuffle ini bukan cuma soal ganti menteri, tapi juga bikin peta politik baru. Kita lihat aja, apakah partai-partai ini beneran aman atau tidak,” pungkasnya.

    Reshuffle Kabinet: Pertaruhan bagi Partai-Partai Pendukung

    Seiring dengan berkembangnya spekulasi tentang reshuffle kabinet yang segera terjadi, banyak yang bertanya-tanya apakah langkah ini akan berujung pada perubahan besar dalam struktur kabinet, ataukah hanya sekadar rotasi menteri untuk menyegarkan tampilan pemerintah.

    Jika reshuffle benar-benar terjadi, maka keputusan ini akan menjadi ujian bagi Presiden Prabowo untuk mempertahankan stabilitas politik sekaligus memenuhi janji-janji yang telah disampaikan kepada partai-partai koalisinya.

    Di sisi lain, keputusan ini juga akan sangat menentukan bagi Golkar, PAN, dan PKS dalam menjaga posisi mereka dalam pemerintahan dan mempersiapkan diri untuk Pilpres 2029.

    Dengan langkah ini, dinamika politik Indonesia akan semakin menarik untuk diikuti, terutama terkait dengan bagaimana partai-partai besar ini akan mengelola hubungan mereka dengan Prabowo dan bagaimana peran mereka dalam pemerintahan akan berubah menjelang pemilu yang akan datang.

    Apa pendapat Anda? Berikan komentar Anda di bawah dan bagikan artikel ini jika Anda menginginkan orang lain untuk membacanya.

    Akses Tribunnnews.com di Google News atau WhatsApp Channel Tribunnews.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya