Produk: PNBP

  • Bahlil ungkap rencana bangun pabrik LPG berkapasitas 2 juta ton

    Bahlil ungkap rencana bangun pabrik LPG berkapasitas 2 juta ton

    Pertama, kami mendorong Pertamina untuk membangun pabrik ini. Kedua, kami juga akan mendorong swasta sehingga mereka bisa berkompetisiJakarta (ANTARA) – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan rencana untuk membangun pabrik Liquefied Petroleum Gas (LPG) dengan kapasitas produksi mencapai 1,5 hingga 2 juta ton per tahun untuk mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap impor LPG yang selama ini cukup besar.

    “Pertama, kami mendorong Pertamina untuk membangun pabrik ini. Kedua, kami juga akan mendorong swasta sehingga mereka bisa berkompetisi,” ujar Bahlil dalam rapat kerja dengan Komisi XII DPR RI di Jakarta, Rabu.

    Saat ini, Indonesia masih sangat bergantung pada impor LPG untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Bahlil mengatakan subsidi LPG nasional telah membebani negara Rp83 triliun setiap tahunnya.

    Ia menjelaskan konsumsi LPG di Indonesia mencapai 8 juta ton per tahun, tetapi produksi LPG dalam negeri hanya mampu memenuhi sekitar 1,9 juta ton. Sementara sisanya harus dipenuhi melalui impor.

    Menurut Bahlil, meskipun nantinya akan dibangun pabrik LPG berkapasitas 2 juta ton, Indonesia masih akan mengalami defisit LPG sekitar 4 juta ton.

    Pasalnya, kata dia, potensi gas alam yang digunakan sebagai bahan baku LPG, yakni propana (C3) dan butana (C4) hanya mencapai 1,5 hingga 2 juta ton per tahun.

    Untuk mengatasi defisit tersebut, Bahli mengatakan bahwa pemerintah akan mempercepat pembangunan jaringan gas atau jargas di beberapa wilayah di Indonesia, seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, DKI Jakarta, dan Yogyakarta. Sementara sebagian wilayah Sumatera sudah mulai dibangun.

    Untuk mempercepat pembangunan proyek tersebut, Bahlil mengusulkan pemanfaatan dana Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Ia beralasan jika proyek tersebut diserahkan sepenuhnya kepada swasta, dikhawatirkan tidak dapat diselesaikan dalam satu periode pemerintahan.

    “Dan ini sudah saya laporkan kepada menteri keuangan dan presiden,” ucap Bahlil.

    Baca juga: Pengamat: Pembangunan terminal LPG bantu ketahanan energi nasional
    Baca juga: Menteri Bahlil sebut subsidi LPG tidak berubah
    Baca juga: Pertamina International Shipping sukses antarkan LPG ke negara Baltik

    Pewarta: Shofi Ayudiana
    Editor: Faisal Yunianto
    Copyright © ANTARA 2024

  • Menperin sebut sembilan kegiatan prioritas dukung Astacita Presiden

    Menperin sebut sembilan kegiatan prioritas dukung Astacita Presiden

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Menperin sebut sembilan kegiatan prioritas dukung Astacita Presiden
    Dalam Negeri   
    Sigit Kurniawan   
    Selasa, 12 November 2024 – 23:42 WIB

    Elshinta.com – Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan ada sembilan kegiatan prioritas yang dilakukan Kemenperin di tahun 2025 yang mendukung Astacita Presiden Prabowo.

    Menperin Agus dalam rapat dengan Komisi VII DPR RI di Jakarta, Selasa mengatakan sembilan kegiatan prioritas tersebut yakni industri hijau, pengembangan industri halal, penguatan industri kecill menengah (IKM) sebagai rantai pasok, pengembangan SDM industri, serta peningkatan produktivitas industri melalui pemanfaatan inovasi dan teknologi.

    Kegiatan selanjutnya yang mendukung Astacita yakni hilirisasi industri berbasis sumber daya alam, akselerasi ekspor produk dan jasa industri, peningkatan penggunaan produk dalam negeri, serta aglomerasi melalui kawasan industri.

    Lebih lanjut, dikatakannya dalam menjalankan program prioritas itu pihaknya didukung oleh pagu anggaran 2025 yang sebesar Rp2,51 triliun. Angka tersebut mengalami penurunan 34 persen dari anggaran sebelumnya yang sebanyak Rp3,83 triliun.

    “Pagu tersebut bersumber dari rupiah murni sebesar Rp2.049 miliar, PNBP sebesar Rp99,9 miliar, BLU sebesar Rp256 miliar dan SBSN sebesar Rp114,7 miliar,” kata Menperin.

    Lebih lanjut, Menperin mengatakan dari penurunan anggaran tersebut turut memberikan dampak terhadap beberapa kegiatan prioritas, antara lain pendampingan teknis implementasi pemenuhan persyaratan standar industri hijau untuk 25 perusahaan industri belum dapat dibiayai, fasilitasi dan pembinaan industri halal hanya bisa dilaksanakan untuk 1.000 industri dari total target sebanyak 6.000 industri, serta penumbuhan wirausaha baru (WUB) hanya dapat diberikan kepada 1.365 dari total kebutuhan sebanyak 3.906 IKM.

    Selanjutnya, pelatihan vokasi sistem 3in1 baru teralokasikan untuk 1.070 dari total kebutuhan sebanyak 75.170 orang, penyelenggaraan pendidikan vokasi di Politeknik/Akom baru teralokasikan untuk 2.537 mahasiswa sehingga 10.096 mahasiswa belum dapat dibiayai, serta untuk SMK baru teralokasikan untuk 1.712 siswa sehingga 6.763 siswa belum dapat dibiayai.

    “Restrukturisasi permesinan industri besar dan IKM untuk peningkatan teknologi hanya dapat diberikan untuk 73 dari total kebutuhan sebanyak 422 perusahaan/IKM,” kata dia.

    Selain itu, dampak lainnya yakni pengembangan dan hilirisasi industri berbasis rumput laut, sagu, teh, susu dan pengolahan hasil hortikultura belum dapat dibiayai, pelaksanaan empat promosi luar negeri melalui World Osaka Expo, High Point Market North Carolina, Hongkong Food Expo, dan Paris Airshow belum dapat dibiayai, serta fasilitasi Sertifikasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) hanya dapat diberikan untuk 875 dari total kebutuhan 3.375 sertifikat produk domestik.

    “Pendampingan pemenuhan dan kepatuhan kawasan industri terhadap regulasi yang berlaku serta penyusunan regulasi turunan PP Perwilayahan Industri belum dapat dibiayai,” katanya.

    Meski demikian disampaikan Menperin, keterbatasan pagu anggaran tersebut bukan merupakan permasalahan, pihaknya bisa menyiasati hal ini dengan melakukan kolaborasi dengan pihak swasta atau melalui penguatan regulasi/kebijakan yang mendukung industri.

    Sumber : Antara

  • Rasio Pajak RI Dinilai Mampu Capai 15% Tanpa Bentuk Badan Penerimaan Negara

    Rasio Pajak RI Dinilai Mampu Capai 15% Tanpa Bentuk Badan Penerimaan Negara

    Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat pajak menilai pemerintah sangat mungkin untuk mengerek tax ratio ke angka 15%, bukan 23% sebagaimana target Prabowo, meski tanpa pembentukan Badan Penerimaan Negara.

    Pengamat pajak sekaligus Founder Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Darussalam menyampaikan bahwa untuk mencapai tax ratio setidaknya ke angka 15%, Indonesia perlu mengubah struktur penerimaan pajak.

    Semula berfokus pada nominal penerimaan pajak, kini harus diukur berdasarkan besaran tax ratio yang disepakati oleh International Monetary Fund (IMF), yakni negara berkembang harus memiliki rasio penerimaan pajak terhadap PDB sebesar 15%.

    “Saya diundang DPR selalu ditanya kenapa tax ratio mandek? Saya hanya bilang, berani enggak kita mengubah struktur penerimaan pajak?” tuturnya dalam acara Regular Tax Discussion oleh Ikatan Akuntan Indoensia (IAI), Selasa (12/11/2024).

    Berdasarkan perhitungan yang Bisnis lakukan mengambil angka produk domestik bruto (PDB) atas dasar harga berlaku (ADHB) 2023 senilai Rp20.892,4 triliun, artinya 15% setara dengan Rp3.133,86 triliun.

    Perubahan yang Darussalam maksud, yakni pemerintah harus mengejar sektor-sektor yang selama ini berkontribusi tinggi terhadap PDB, tetapi rendah terhadap penerimaan pajak, seperti sektor pertanian.

    Lapangan usaha tersebut menjadi distributor kedua terbesar, yakni 13,71%, terhadap pertumbuhan ekonomi secara tahunan kuartal III/2024, setelah industri pengolahan yang menjelaskan 19,02%. 

    Darussalam menjelaskan mengacu data 2021, kontribusi sektor pertanian terhadap PDB sebesar 13,02% tetapi hanya memberikan sumbangan pajak tak lebih dari 3%.

    Hal yang kembali menjadi masalah, sektor pertanian umumnya diisi oleh UMKM dan masyarakat berpendapatan rendah. Pemburuan pajak di sektor tersebut lantas akan menimbulkan sentimen politik yang kurang baik. 

    “Sama halnya dengan bagaimana kita memajaki UMKM yang memberikan kontribusi 60% terhadap PDB,” tuturnya.

    Pada kesempatan yang sama, Guru Besar Politik Hukum Pajak Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang Edi Slamet Irianto juga mendorong pemerintah untuk mencari sumber penerimaan negara bukan pajak (PNBP) utamanya dari sektor sumber daya alam (SDA).

    Mirisnya, eksploitasi SDA yang massif tidak sepadan dengan pendapatan yang didapat. Berdasarkan perhitungan Edi, setidaknya sumber kas negara dari PNBP SDA hanya mengisi 2% terhadap PDB.

    Melihat realisasi APBN hingga Oktober 2024, PNBP dari SDA Migas tercatat senilai Rp93,9 triliun sementara SDA Nonmigas senilai Rp97,5 triliun.

    Untuk itu, pemerintah harus mendorong rasio PNBP untuk mampu mencapai 6% hingga 7% dari PDB. Jika demikian, alhasil rasio perpajakan—termasuk PNBP—akan mampu mencapai 23% (pajak 15%+PNBP 7%=23%).

    “Kalau misalkan itu bisa dinaikkan dari 2% menjadi 6%—7% maka saya kira revenue ratio 23% bisa dilakukan dengan baik,” ujarnya. 

  • Mantan Anak Buah Sri Mulyani Ungkap Alasan Badan Penerimaan Tak Kunjung Berdiri

    Mantan Anak Buah Sri Mulyani Ungkap Alasan Badan Penerimaan Tak Kunjung Berdiri

    Bisnis.com, JAKARTA — Guru Besar Politik Hukum Pajak Universitas Islam Sultan Agung atau Unissula Semarang Edi Slamet Irianto mengungkapkan bahwa rencana pembentukan Badan Penerimaan Negara yang tidak kunjung terwujud karena Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tidak menyetujuinya.

    Edi yang telah lebih dari 30 tahun mengabdi sebagai pegawai Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak)—kini sudah pensiun—menuturkan usulan Badan Penerimaan Pajak bukan hal baru, tetapi berulang kali ditolak oleh Sri Mulyani. 

    “Program ini pada akhirnya tidak disetujui oleh Bu Menteri [Sri Mulyani] dan jajarannya karena dianggap belum perlu membentuk Badan Penerimaan Negara,” ujarnya dalam acara Regular Tax Discussion oleh Ikatan Akuntan Indoensia (IAI), Selasa (12/11/2024).

    Sebagaimana kala itu saat Jokowi menjabat pada periode pertama (2014—2019), dia menginginkan adanya Badan Penerimaan Pajak untuk mengerek rasio pajak atau tax ratio ke angka 15%.

    Edi menyampaikan bahwa Sri Mulyani tegas tidak menyetujui adanya pembentukan badan karena menurutnya untuk menaikkan tax ratio, tidak memerlukan hal tersebut.

    Pada kenyataannya, sampai hari ini pun tax ratio Indonesia bukan menuju 15%, justru stagnan dan cenderung lebih rendah dari tahun pertama Jokowi menjabat sebagai presiden. Tercatat pada 2015 tax ratio berada di level 10,76%, sementara pada 2023 di angka 10,2%.

    Menurutnya, pembentukan badan tersebut patut menjadi perhatian bersama untuk mendorong penerimaan negara sehingga pemerintah tak lagi mengandalkan pinjaman luar negeri untuk membiayai APBN.

    Pasalnya, tugas Kementerian Keuangan cukup berat, sementara penerimaan negara memerlukan perhatian khusus dan fokus. 

    “Lingkungan perpajakan itu mengalami pertumbuhan dan dinamika yang sangat luar biasa jadi tidak bisa disambi dan ini adalah amanat Undang-Undang Dasar [UUD],” lanjutnya.

    Edi berharap, cara lainnya untuk mendongkrak penerimaan saat ini adalah melalui pendalaman Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Sumber Daya Alam. Mirisnya, eksploitasi SDA yang massif tidak sepadan dengan pendapatan yang didapat.

    Berdasarkan perhitungan Edi, setidaknya sumber kas negara dari PNBP SDA hanya mengisi 2% terhadap PDB. 

  • Beda Cara Balik Nama STNK dan BPKB Kendaraan

    Beda Cara Balik Nama STNK dan BPKB Kendaraan

    Jakarta

    Cara untuk melakukan balik nama STNK dan BPKB kendaraan ternyata berbeda. Simak penjelasannya.

    Balik nama Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan BPKB (Buku Pemilik Kendaraan Bermotor) dilakukan setelah kamu melakukan pembelian kendaraan bekas. Namun perlu diketahui, pengurusan balik nama STNK dan BPKB ini tak bisa dilakukan sekaligus karena lokasi yang berbeda.

    Beda Lokasi Urus Balik Nama STNK dan BPKB

    Mengurus balik nama STNK bisa dilakukan di Samsat. Sedangkan balik nama BPKB harus dilakukan di Polda setempat. Persyaratan yang dibutuhkan juga berbeda. Nah berikut ini syarat yang dibutuhkan untuk balik nama STNK dan BPKB kendaraan.

    Syarat Balik Nama STNK Kendaraan

    BPKB asliSTNK asliKTP pemilik baruKwitansi pembelian kendaraan (usahakan terdapat nomor rangka dan mesin, warna kendaraan, dan pelat nomor secara jelas).

    Syarat Balik Nama BPKB Kendaraan

    STNK yang telah balik namaKTP pemilik kendaraan yang baruBPKB asliHasil pengesahan cek fisikKwitansi pembelian kendaraan

    Kalau syarat sudah terkumpul, berikut ini langkah-langkah melakukan balik nama STNK dan BPKB.

    Cara Balik Nama STNK

    1. Kunjungi Samsat tempat STNK diterbitkan untuk pencabutan berkas
    2. Kendaraan akan melalui proses cek fisik
    3. Serahkan hasil cek fisik dan dokumen persyaratan kepada petugas di loket
    4. Petugas akan melakukan legalisir dokumen persyaratan
    5. Berkas dikembalikan, lalu datangi loket fiskal
    6. Isi formulir yang disediakan dengan lengkap
    7. Lalu, lakukan pembayaran cabut berkas dan melunasi pajak yang belum terbayar di kasir
    8. Pemohon akan mendapat dua rangkap kwitansi. Satu untuk petugas, satu lagi dibawa saat mengambil berkas
    9. Serahkan semua dokumen persyaratan yang telah dilegalisir ke bagian mutasi
    10. Isi formulir yang telah disediakan
    11. Serahkan bukti pembayaran kepada petugas
    12. Datang kembali ke Samsat pada hari yang ditentukan
    13. Serahkan bukti pembayaran
    14. Selanjutnya datang ke Samsat tujuan pendaftaran STNK baru
    15. Datangi loket cek fisik untuk melegalisir semua berkas yang didapat dari kantor sebelumnya
    16. Serahkan berkas yang sudah dilegalisir ke bagian mutasi
    17. Datang kembali ke Samsat pada hari yang ditentukan
    18. Lakukan pembayaran biaya penerbitan STNK baru
    19. STNK baru atas nama sendiri sudah bisa didapatkan

    Cara Balik Nama BPKB

    1. Datang ke Polda setempat untuk balik nama BPKB kendaraan
    2. Serahkan semua berkas persyaratan ke loket bagian Ditlantas
    3. Isi formulir untuk menerbitkan BPKB baru. Petugas ka melakukan verifikasi terhadap kelengkapan berkas persyaratan
    4. Petugas akan memberi tanda pembayaran
    5. Lakukan pembayaran di bank
    6. Serahkan berkas persyaratan dan anda lunas pembayaran dari bank. Petugas akan memberikan tanda terima untuk mengambil BPKB sesuai dengan tanggal yang ditentukan
    7. Datang kembali ke Polda untuk mengambil BPKB baru dengan membawa tanda terima dan berkas persyaratan
    8. Setelah dipanggil, petugas akan mencocokkan semua data dan memberikan BPKB baru.

    Biaya Balik Nama Kendaraan

    Soal biaya, mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2020 tentang jenis dan tarif PNBP Polri, secara umum berikut adalah biaya balik nama:

    Biaya pendaftaran balik nama: Rp 35.000 (motor), Rp 100.000 (mobil)Biaya Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB): sekitar 1% dari harga beli. Contoh untuk mobil Rp 400 juta, maka biaya BBNKB akan sekitar Rp 4 juta.Biaya penerbitan STNK baru: Rp 200.000.Biaya Penerbitan Tanda Nomor Kendaraan Baru (TNKB): Rp 100.000.Biaya untuk mengurus surat atau dokumen mutasi: Rp 250.000.Biaya pembuatan BPKB baru: Rp 375.000.

    Perlu dicatat, di Jakarta kini biaya balik nama sudah Rp 0. Dengan demikian, pemilik kendaraan di Jakarta hanya perlu membayar biaya penerbitan STNK, penerbitan TNKB, pengurusan mutasi, hingga BPKB baru.

    (dry/rgr)

  • Realisasi PNBP Terkontraksi 3,4 Persen pada Oktober 2024

    Realisasi PNBP Terkontraksi 3,4 Persen pada Oktober 2024

    Jakarta, Beritasatu.com – Pemerintah telah mengumpulkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp 477,5 triliun per 31 Oktober 2024. Realisasi ini sudah 97,1% dari target PNBP 2024, tetapi dibandingkan periode yang sama 2023 terjadi kontraksi 3,4%.

    “PNBP mengalami kontraksi karena deviasi lifting minyak, kemudian ada moderasi harga batu bara yang  menjadi faktor dominan. Namun, ini dikompensasi dividen BUMN dan BLU (badan layanan umum) yang jadi kontributor utama,” ucap Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu dalam konferensi pers “APBN Kinerja dan Fakta edisi November 2024” di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta pada Jumat (8/11/2024).

    Jika diperinci, realisasi PNBP terbagi dalam PNBP sumber daya alam (SDA) nonmigas, PNBP nonmigas, kekayaan negara dipisahkan, PNBP lainnya, dan BLU. Realisasi SDA nonmigas sebesar Rp 93,9 triliun atau 85,2% dari target APBN. Angka ini terkontraksi 4% dari periode yang sama tahun 2023.

    “Kontraksi 4% dipengaruhi penurunan lifting minyak dan gas bumi akibat tertundanya onstream, penyusuan produksi alamiah sumur migas yang tinggi sejalan tuanya fasilitas produksi migas,” kata dia.

    Realisasi PNBP SDA nonmigas  sebesar Rp 97,5 triliun atau 100% dari target. Meskipun sudah mencapai target, tetapi dibandingkan periode yang sama 2023 terjadi kontraksi 16% karena moderasi harga batu bara sehingga royalti berkurang 24,9%.

    Selanjutnya, realisasi PNBP dari kekayaan negara dipisahkan sebesar Rp 79,7 triliun atau 92,8% dari target APBN. Angka ini tumbuh 7,5% dari periode yang sama 2023. Pertumbuhan berasal dari setoran dividen BUMN yang mengalami peningkatan kinerja. “Terutama berasal dari setoran dividen BUMN perbankan yang membukukan laba,” tutur dia.

    Realisasi PNBP lainnya sebesar Rp 125 triliun atau  108,5% dari target APBN. Meskipun sudah melewati target, tetapi jenis PNBP ini terkontraksi 6,4% secara tahunan lantaran terjadi penurunan pendapatan hasil tambang.

    Terakhir, realisasi BLU  sebesar Rp 81,6 triliun atau 97,9% dari target APBN. Realisasi ini tumbuh 13,2%  secara tahunan terutama berasal dari pendapatan jasa penyediaan barang dan jasa lainnya, pelayanan rumah sakit (RS), layanan pendidikan dan pendapatan pengelolaan dan BLU. 

  • Komisi V Ingin Kemenhub Masukkan Angkutan Online dalam UU Lalu Lintas

    Komisi V Ingin Kemenhub Masukkan Angkutan Online dalam UU Lalu Lintas

    Jakarta, Beritasatu.com  – Ketua Komisi V DPR Lasarus mendorong revisi Undang-undang 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sehingga angkutan online, termasuk ojek online (ojol) masuk dalam UU itu.

    “Yang mau kita atur angkutan online. Sudah berapa tahun angkutan online di Indonesia ini, tetapi enggak ada undang-undang yang mengatur,” ucap Lasarus dalam rapat kerja dengan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) di kompleks parlemen Senayan, Jakarta., Rabu (6/11/2024).

    Lasarus ingin Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi dapat berkoordinasi dengan kakorlantas Polri untuk membahas revisi UU tersebut sehingga bisa segera disempurnakan.  Dia juga meminta Kemenhub segera membahas hal ini secara internal. 

    Selain itu, dia ingin ada peningkatan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari angkutan online. “Dari sini kita harapkan terkumpul dana sehingga kita punya kekuatan untuk memperbaiki jalan-jalan yang rusak. Ini kendaraan orang bayar pajak dan wajib kita menyediakan jalan yang bagus,” kata dia.

  • Kemenhub Realisasikan PNBP Rp10,17 Triliun hingga November 2024

    Kemenhub Realisasikan PNBP Rp10,17 Triliun hingga November 2024

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perhubungan (Kemenhub) telah merealisasikan target Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp10,17 triliun atau 97,6% dari total target PNBP yang ditetapkan untuk 2024 hingga 1 November 2024.

    Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi mengatakan jumlah tersebut merupakan 97,6% dari total target PNBP yang ditetapkan untuk tahun 2024, yakni sebesar Rp10,418 triliun. Untuk itu, Kemenhub optimistis dapat mencapai target, bahkan melebihi target tersebut hingga akhir 2024.

    “Untuk realisasi target PNBP, kami optimis dapat tercapai hingga Rp11,4 triliun di akhir tahun 2024 atau merupakan 109,9% dari target yang telah ditetapkan untuk PNBP 2024 ini,” kata Dudy Purwagandhi dalam Rapat Kerja dengan Komisi V DPR RI, di Senayan, Rabu (6/11/2024).

    Menhub menyampaikan bahwa realisasi Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) terbesar berasal dari layanan yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, yang saat ini telah mencapai Rp5,06 triliun atau 104,84% dari target.

    Selanjutnya, kontribusi PNBP terbesar disumbangkan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Udara sebesar Rp1,43 triliun, Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Perhubungan (BPSDMP) Rp1,38 triliun, Direktorat Jenderal Perkeretaapian Rp1,14 triliun, dan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Rp1,12 triliun.

    Menhub juga melaporkan kinerja keuangan Kemenhub untuk tahun anggaran 2024, di mana hingga 1 November 2024, Kemenhub telah menyerap anggaran sebesar Rp28,01 triliun atau 61,67% dari pagu anggaran sebesar Rp45,42 triliun.

    “Terkait penyerapan anggaran, kami telah menyiapkan empat strategi utama untuk mempercepat realisasi anggaran tahun 2024,” ujar Menhub.

    Empat strategi tersebut meliputi percepatan pelaksanaan program, kegiatan, dan proyek, di mana Kemenhub akan mempercepat penyelesaian pekerjaan. Strategi kedua adalah memastikan setiap proses pelaksanaan anggaran tercapai sesuai target dan aturan yang berlaku.

    Ketiga, melakukan pemantauan rencana penarikan dana bulanan serta mendorong pembayaran termin kegiatan sesuai jadwal. Terakhir, Kemenhub akan mematuhi seluruh ketentuan dan aturan dalam pelaksanaan anggaran.

  • Erick Thohir Atur Strategi Agar Dividen BUMN Tembus Rp 100 Triliun

    Erick Thohir Atur Strategi Agar Dividen BUMN Tembus Rp 100 Triliun

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir meyakini target dividen BUMN pada 2024 sebesar Rp 90 triliun akan tercapai. Untuk ini, pihaknya tengah menyiapkan roadmap dalam upaya meningkatkan kortibusi dividen BUMN.

    “Kita sedang menyusun roadmap ke depan, pada 2026, 2027, 2028, 2029, bisa enggak target dividen BUMN ini tembus Rp 100 triliun,” kata Erick Thohir dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR, Senin (4/11/2024).

    Erick menyampaikan, selama periode 2022 hingga sekarang, BUMN konsisten memberikan kontribusi fiskal, baik melalui dividen, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) lain, hingga kontribusi pajak korporasi. Ke depan, kontribusi fiskal dari kegiatan usaha BUMN akan terus berlanjut. 

    Untuk target 2024 sebesar Rp 90 triliun, Erick mengungkapkan saat ini capaiannya sudah sekitar 96%. Pada 2025, dividen BUMN juga masih diproyeksikan sebesar Rp 90 triliun. 

    “Angka kita sudah 95%-96%, insyaallah target Rp 90 triliun bisa tercapai,” kata Erick.

  • Opini : Mengelola Warisan Beban Fiskal

    Opini : Mengelola Warisan Beban Fiskal

    Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintahan Presiden Jokowi berakhir sejak Presiden terpilih Prabowo Subianto dilantik sebagai Presiden RI periode 2024—2029. Kini, pemerintahan baru mewarisi ‘beban’ fiskal yang ditinggalkan pemerintahan lama. Walhasil, pemerintahan baru dituntut mengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) lebih optimal dan prudensial.

    Publik berharap kebijakan fiskal Prabowo, baik instrumen penerimaan maupun belanja negara dikelola secara efektif dan efisien. Maknanya, pemerintahan Prabowo diharapkan mampu meningkatkan penerimaan negara secara signifikan dan piawai menguatkan belanja yang berkualitas serta produktif.

    Bahkan, demi menjamin kualitas belanja (spending better) dan belanja yang produktif, Prabowo mengingatkan para menterinya untuk tidak menggunakan dana APBN untuk mencari uang.

    Dari sisi pendapatan negara, sebaran sumber pendapatan tampaknya mengalami ketimpangan. Sebab, mayoritas sumber pendapatan berasal dari pajak. Mengacu data BPS (2024) diperkirakan hingga akhir 2024, penerimaan negara yang berasal dari pajak mencapai Rp2.309,9 triliun atau 82,4% dari seluruh penerimaan.

    Sementara itu, sisanya sebesar 17,6% terbagi ke sumber pendapatan negara bukan pajak (PNBP), yakni antara lain pengelolaan sumber daya alam (SDA) sebesar Rp207,7 triliun (7,4%). Kemudian diikuti pendapatan bukan pajak lainnya sebesar Rp115,1 triliun (4,1%), BUMN sebesar Rp85,8 triliun (3,1%), dan badan layanan umum sebesar Rp83,4 triliun (3,0%). Menurut Kemenkeu (2024), pada 2025 pendapatan negara diproyeksikan mencapai Rp2.996,9 triliun, dengan perincian bersumber dari pungutan pajak sebesar Rp2.490,9 triliun (83,1%), dan PNBP sebesar Rp505,4 triliun (16,9%).

    Merujuk data-data di atas, pertanyaan kritisnya, mengapa Indonesia yang kekayaan SDA-nya melimpah, tetapi penerimaan negara yang bersumber dari SDA terhitung kecil? Pertanyaan ini muncul mengingat Indonesia sebagai salah satu negara penghasil komoditas tambang terbesar di dunia.

    Namun, faktanya, total penerimaan negara yang bersumber dari SDA tersebut relatif tipis, sehingga timbul kecurigaan bahwa hasil tambang yang semestinya menjadi jatah negara, tetapi tidak masuk ke kas negara. Kecurigaan itu kian menguat lantaran mencuatnya kasus megakorupsi tambang timah dengan kerugian negara mencapai Rp271 triliun.

    Selain itu, penerimaan negara yang berasal dari BUMN juga tidak signifikan, karena tidak mencapai ratusan triliun, sebagaimana yang diharapkan. Padahal BUMN besar, seperti Pertamina, PLN, BRI, Bank Mandiri, BNI, Telkom Indonesia, dan KAI tidak mustahil bisa menyumbang penerimaan negara ratusan triliun rupiah.

    Sementara itu, dari sisi belanja negara, legacy yang ditinggalkan pemerintahan Jokowi menjadi tanggungan beban fiskal bagi pemerintahan baru. Indikatornya terjadi pelebaran defisit anggaran yang semula 2,29% (2024) menjadi kisaran 2,45%—2,82% (2025). Walhasil, untuk menutup defisit biasanya pemerintah menambah utang baru.

    Apalagi tahun depan pemerintah harus membayar utang dan bunganya yang sudah jatuh tempo. Selain itu, terjadi peningkatan imbal hasil surat berharga negara (SBN) dengan tenor 10 tahun, yang semula 6,7% (2024) menjadi kisaran 6,9%—7,3% (2025).

    Hal itu membawa konsekuensi membekaknya pembayaran bunga utang pemerintah. Padahal, pada tahun pertama pemerintahan Prabowo berencana akan menambah utang sebesar Rp775,86 triliun. Oleh karenanya pemerintahan baru tetap melebarkan rasio utangnya sebesar 37,98%—38,71%. Sementara itu, idealnya rasio utang pemerintah terhadap PDB di bawah 30%.

    OPTIMALISASI ANGGARAN

    Merujuk kerangka ekonomi makro (KEM) dan pokok-pokok kebijakan fiskal (PPKF) 2025, postur makro fiskal 2025 menunjukan target rasio pendapatan negara terhadap PDB kisaran 12,14%—12,36%, dan belanja negara kisaran 14,59%—15,18%.

    Angka-angka tersebut menunjukkan terdapat peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan APBN 2024. Namun, yang krusial tidak sekadar capaian target tersebut. Melainkan pendapatan dan belanja negara bisa dikelola secara optimal.

    Kebijakan fiskal diharapkan mampu menurunkan angka kemiskinan ekstrim, menurunkan gini ratio, meningkatkan investasi, menurunkan angka pengangguran terbuka, meningkatkan nilai tukar petani/nelayan, dan meningkatkan indeks pembangunan manusia (IPM). Oleh karenanya, diperlukan sejumlah kebijakan untuk menjamin fiskal dikelola secara optimal.

    Pertama, mendorong kreativitas tim ekonomi Prabowo dalam mencari dan menemukan sumber-sumber pendapatan baru, selain pajak (PNBP). Walhasil, pendapatan tidak hanya bertumpu pada perpajakan, sehingga proporsinya bisa berubah, setidaknya sumber dari pajak (70%) dan PNBP (30%).

    Kedua, menjamin peningkatan pendapatan negara tidak merusak iklim investasi, tidak merusak lingkungan, memperhitungkan keterjangkauan layanan publik, tidak membebani masyarakat berpendapatan rendah dan usaha mikro kecil.

    Ketiga, memastikan realisasi belanja sektor strategis sesuai dengan pagu anggaran, dan tidak terjadi kebocoran. Sektor strategis tersebut antara lain, pendidikan, kesehatan, Perlinsos, hilirisasi serta ekonomi hijau, dan lainya. Terutama dana Perlinsos butuh pengawasan khusus, untuk menjamin dana sosial itu tepat sasaran.