Produk: PNBP

  • Komdigi Tagih Elon Musk Bayar PNBP Starlink di Indonesia

    Komdigi Tagih Elon Musk Bayar PNBP Starlink di Indonesia

    Jakarta

    Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) buka suara terkait Starlink yang menghentikan penambahan jumlah pelanggan baru di wilayah Indonesia. Keputusan SpaceX, perusahaan yang dimiliki Elon Musk, itu karena penuhnya kapasitas satelit.

    Direktur Jenderal Infrastruktur Digital, Kementerian Komdigi, Wayan Toni Supriyanto, mengatakan bahwa saat ini Starlink sedang dalam proses penambahan kapasitas jaringan melalui pita frekuensi E-Band untuk komunikasi dari gateway ke satelit miliknya.

    “Proses evaluasi dilakukan oleh Komdigi untuk memastikan penggunaan frekuensi E-Band tersebut memenuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia,” ujar Wayan kepada detikINET, Selasa (15/7/2025).

    Sebagai informasi, frekuensi E-Band merujuk pada spektrum di rentang frekuensi radio antara 71-76 GHz dan 81-86 GHz. Rentang frekuensi ini memiliki panjang gelombang yang sangat pendek, sekitar 3,33 mm hingga 5 mm, yang memungkinkan penggunaan untuk aplikasi komunikasi dengan bandwidth tinggi, seperti backhaul radio frekuensi tinggai (RF) dan gelombang mikro. Karekter itu yang menjadikannya cocok dalam komunikasi satelit, salah satunya diterapkan SpaceX dalam jaringan Starlink.

    “Pita frekuensi E-Band tersebut akan dapat digunakan setelah Hak Labuh diperbaharui dan Starlink membayar PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak-red) Biaya Hak Penggunaan (BHP) frekuensi sebagai tahap akhir prosesnya,” sambungnya.

    Disampaikan Dirjen Infrastruktur Digital Komdigi ini besaran kapasitas tambahan dari adanya pita frekuensi E-Band ini tergantung pada skema impelementasinya di lapangan oleh Starlink.

    “Misalnya, jumlah stasiun gateway yang menggunakan E-Band, daya pancar, lebar bandwidth yang diutilisasi, dan lain sebagainya,” ucap Wayan.

    Terkait berapa proses penambahan kapasitas Starlink ini, Wayan mengatakan bahwa itu tergantung dari kelengkapan dokumen yang diselesaikan oleh SpaceX.

    “Sama dengan proses izin, tergantung kelengkapan dokumennya,” ucap Wayan.

    Diberitakan sebelumnya bahwa SpaceX, perusahaan antariksa milik Elon Musk, mengungkapkan layanan internet berbasis satelit Starlink tidak bisa menambah jumlah pengguna baru di Indonesia. Keputusan tersebut dilakukan SpaceX karena kapasitas Starlink saat ini diklaim telah habis digunakan untuk seluruh wilayah Indonesia.

    “Layanan Starlink saat ini tidak tersedia untuk pelanggan baru di wilayah Anda karena kapasitasnya telah habis terjual di seluruh Indonesia,” ujar Starlink dikutip dari website-nya, Minggu (13/7/2025).

    Kendati begitu, SpaceX tetap membuka keran pemesanan dari pelanggan Indonesia yang ingin antre untuk mendapatkan layanan internet miliknya itu. Perlu menjadi perhatian, SpaceX belum mengungkapkan kepastian kapan layanan tersebut akan tersedia.

    Starlink yang merupakan penyedia layanan internet berbasis satelit orbit rendah (low earth orbit/LEO) pertama kali resmi tersedia untuk pelanggan bisnis dengan menggandeng Telkomsat, anak perusahaan Telkom, sebagai backhaul pada Juni 2022.

    Kemudian, Elon Musk memperluas cakupan bisnis Starlink dengan menyasar segmen konsumen pada Mei 2024. Bahkan, Musk turut hadir dalam peresmian tersebut menandakan layanan ritel Starlink tersedia untuk masyarakat umum di Indonesia.

    Di sisi lain, Pemerintah Indonesia disorot terkait sikap lunaknya terhadap operasional dan investasi Starlink milik Elon Musk. Pelaku usaha dalam negeri mendorong perlindungan dan pemberdayaan satleit nasional agar tetap memiliki ruang tumbuh yang adil dan berkelanjutan. Hal itu untuk menjaga kedaulatan dan ketahanan infrastruktur digital Indonesia di masa mendatang.

    “Prinsip keadilan akses dan pemerataan digital tetap harus menjadi pegangan utama dalam setiap kebijakan konektivitas nasional,” kata Kepala Bidang Media Asosiasi Satelit Indonesia (ASSI) Firdaus Adinugroho

    (agt/agt)

  • Komisi XI Setuju Anggaran Sri Mulyani Ditambah Jadi Rp 52 T

    Komisi XI Setuju Anggaran Sri Mulyani Ditambah Jadi Rp 52 T

    Jakarta

    Komisi XI DPR RI menyetujui usulan tambahan anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) di 2026 menjadi sebesar Rp 52,02 triliun. Jumlah itu bertambah Rp 4,88 triliun dari pagu indikatif awal Rp 47,13 triliun.

    “Menyetujui pagu indikatif Kemenkeu tahun 2026 setelah pergeseran sebesar Rp 47.132.862.219.000 dan mengefisienkan usulan tambahan anggaran sebesar Rp 4.884.333.425.000 sebagai bahan penyusunan RKA K/L Kemenkeu pada Nota Keuangan RAPBN Tahun 2026 dengan memperhatikan arah kebijakan efisiensi belanja negara pada 2026,” kata Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun dalam rapat kerja dengan Kemenkeu, Selasa (15/7/2025).

    Dalam kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan adanya pergeseran pagu indikatif itu dikarenakan adanya beberapa tambahan dalam unit eselon I Kemenkeu.

    “Terima kasih persetujuannya atas pergeseran pada pagu indikatif karena memang ada beberapa unit eselon I baru,” tutur Sri Mulyani.

    Sri Mulyani menyebut total anggaran itu belum termasuk perhitungan efisiensi. Ia bilang akan melihat ruang efisiensi untuk bisa kembali dilakukan di 2026.

    “Belum (termasuk efisiensi). Kalau tambahan anggaran kan diusulkan sesuai kebutuhan yaitu terutama penerimaan negara apakah itu di pajak, bea cukai, PNBP, ada untuk sistem informasi. Namun sesuai arahan dan permintaan Komisi XI, kita akan scrutinize, akan dilihat lagi secara detail,” imbuh Sri Mulyani.

    Perlu diketahui bahwa jumlah tersebut sudah termasuk untuk 7 badan layanan umum (BLU) di bawah Kemenkeu. Jika tidak menyertakan pagu indikatif BLU, pagu indikatif murni Kemenkeu pada 2026 senilai Rp 41,64 triliun.

    Tambahan anggaran itu untuk memenuhi kebutuhan strategis yakni dukungan pencapaian target penerimaan negara Rp 1,20 triliun, layanan mandatori dan prioritas Rp 1,74 triliun, belanja TIK yang belum terdanai Rp 1,90 triliun dan kebutuhan dasar unit eselon I baru Rp 41,32 miliar.

    Sementara itu, total keseluruhan anggaran Kemenkeu di 2026 untuk lima program yaitu (1) program kebijakan fiskal, (2) program pengelolaan penerimaan negara, (3) program pengelolaan belanja negara, (4) program pengelolaan perbendaharaan, kekayaan negara dan risiko, serta (5) program dukungan manajemen.

    Lihat juga Video: Kemenkeu Minta Tambahan Anggaran Jadi Rp 52 T

    (acd/acd)

  • Kemenkeu Bidik Pajak dari Media Sosial untuk Genjot Penerimaan 2026

    Kemenkeu Bidik Pajak dari Media Sosial untuk Genjot Penerimaan 2026

    GELORA.CO – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mulai menjajaki potensi pajak dari media sosial dan data digital. Rencana ini jadi bagian dari strategi perluasan basis pajak pada tahun 2026.

    Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu mengungkapkan, data analitik dan media sosial akan menjadi salah satu alat baru dalam upaya memperluas basis penerimaan negara di tengah meningkatnya tekanan terhadap fiskal.

    “Segi administrasi itu pertama penggalian potensi (pajak) itu melalui data analitik maupun media sosial,” kata Anggito dalam Raker bersama Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Senin (14/7).

    Program tersebut bertujuan untuk memaksimalkan penerimaan negara tahun depan, dengan memanfaatkan alokasi anggaran sebesar Rp 1,99 triliun dari total usulan pagu anggaran Kemenkeu tahun 2026 yang mencapai Rp 52,017 triliun.

    Pemerintah juga menargetkan peningkatan rasio penerimaan negara terhadap produk domestik bruto atau PDB, yakni di kisaran 11,71 persen hingga 12,22 persen. Adapun rasio perpajakan ditargetkan mencapai 10,08 persen hingga 10,45 persen, dan rasio penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar 1,63 persen hingga 1,76 persen.

    “Range-nya sudah disepakati bersama nanti tentu akan disampaikan dalam nota keuangan berapa jumlahnya,” tutur Anggito.

    Selain potensi pajak digital, Kemenkeu juga akan memperkuat penerimaan negara melalui pengenaan cukai pada Produk Pangan Olahan Bernatrium (P2OB), pengetatan regulasi perpajakan dan PNBP, serta penyusunan rekomendasi proses bisnis di sektor ekspor, impor, dan logistik.

    Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani memperkirakan penerimaan pajak tahun 2025 tidak akan mencapai target atau mengalami shortfall yang cukup signifikan.

    Berdasarkan proyeksi terbaru, penerimaan pajak tahun ini diperkirakan hanya mampu terkumpul sebesar Rp 2.076,9 triliun, atau setara 94,9 persen dari target yang telah ditetapkan dalam APBN sebesar Rp 2.189,3 triliun. Artinya, potensi kekurangan penerimaan pajak tahun ini mencapai Rp 112,4 triliun.

    Sri Mulyani menjelaskan salah satu faktor utama penyebab potensi shortfall ini adalah batalnya kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen yang awalnya direncanakan tahun ini.

    “Kalau lihat PPN yang nggak jadi memang lebih rendah, namun kita akan memitigasi dari penerimaan komoditas yang mengalami pelemahan,” jelasnya dalam rapat Banggar bersama DPR RI, dikutip Senin (14/7).

  • Kemenkeu Bidik Pajak dari Media Sosial untuk Genjot Penerimaan 2026

    Kemenkeu Bidik Pajak dari Media Sosial untuk Genjot Penerimaan 2026

    GELORA.CO – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mulai menjajaki potensi pajak dari media sosial dan data digital. Rencana ini jadi bagian dari strategi perluasan basis pajak pada tahun 2026.

    Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu mengungkapkan, data analitik dan media sosial akan menjadi salah satu alat baru dalam upaya memperluas basis penerimaan negara di tengah meningkatnya tekanan terhadap fiskal.

    “Segi administrasi itu pertama penggalian potensi (pajak) itu melalui data analitik maupun media sosial,” kata Anggito dalam Raker bersama Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Senin (14/7).

    Program tersebut bertujuan untuk memaksimalkan penerimaan negara tahun depan, dengan memanfaatkan alokasi anggaran sebesar Rp 1,99 triliun dari total usulan pagu anggaran Kemenkeu tahun 2026 yang mencapai Rp 52,017 triliun.

    Pemerintah juga menargetkan peningkatan rasio penerimaan negara terhadap produk domestik bruto atau PDB, yakni di kisaran 11,71 persen hingga 12,22 persen. Adapun rasio perpajakan ditargetkan mencapai 10,08 persen hingga 10,45 persen, dan rasio penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar 1,63 persen hingga 1,76 persen.

    “Range-nya sudah disepakati bersama nanti tentu akan disampaikan dalam nota keuangan berapa jumlahnya,” tutur Anggito.

    Selain potensi pajak digital, Kemenkeu juga akan memperkuat penerimaan negara melalui pengenaan cukai pada Produk Pangan Olahan Bernatrium (P2OB), pengetatan regulasi perpajakan dan PNBP, serta penyusunan rekomendasi proses bisnis di sektor ekspor, impor, dan logistik.

    Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani memperkirakan penerimaan pajak tahun 2025 tidak akan mencapai target atau mengalami shortfall yang cukup signifikan.

    Berdasarkan proyeksi terbaru, penerimaan pajak tahun ini diperkirakan hanya mampu terkumpul sebesar Rp 2.076,9 triliun, atau setara 94,9 persen dari target yang telah ditetapkan dalam APBN sebesar Rp 2.189,3 triliun. Artinya, potensi kekurangan penerimaan pajak tahun ini mencapai Rp 112,4 triliun.

    Sri Mulyani menjelaskan salah satu faktor utama penyebab potensi shortfall ini adalah batalnya kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen yang awalnya direncanakan tahun ini.

    “Kalau lihat PPN yang nggak jadi memang lebih rendah, namun kita akan memitigasi dari penerimaan komoditas yang mengalami pelemahan,” jelasnya dalam rapat Banggar bersama DPR RI, dikutip Senin (14/7).

  • Snack Kemasan Mengandung Natrium Jadi Sasaran Cukai

    Snack Kemasan Mengandung Natrium Jadi Sasaran Cukai

    Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyampaikan rencana kerja program pengelolaan penerimaan negara tahun anggaran 2026. Salah satunya menambah objek barang kena cukai baru yaitu berupa Produk Pangan Olahan Bernatrium (P2OB).

    “Rekomendasi kepada ekspansi barang-barang kena cukai,” kata Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Senin (14/7/2025).

    Rekomendasi cukai produk pangan olahan bernatrium ini menjadi bagian dari output perumusan kebijakan administratif yang termuat dalam program pengelolaan penerimaan negara 2026. Rencana ini diarahkan untuk mencapai pendapatan negara yang maksimal, berkeadilan dan mendukung perekonomian nasional.

    Selain itu, ada juga output berupa penggalian potensi perpajakan melalui data analisis dan media sosial, penguatan regulasi perpajakan dan PNBP untuk peningkatan penerimaan negara, serta rekomendasi proses bisnis untuk kegiatan ekspor impor dan logistik.

    Sebagai informasi, produk pangan olahan bernatrium dalam kemasan atau snack kemasan memang telah menjadi kajian Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kemenkeu pada tahun lalu untuk menjadi bagian dari barang kena cukai baru.

    Selain produk pangan olahan bernatrium dalam kemasan, produk yang sudah masuk dalam kajian pengenaan cukai yakni plastik, bahan bakar minyak (BBM), minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK), serta shifting PPnBM Kendaraan Bermotor ke Cukai.

    “Olahan bernatrium ternyata ada program di Bappenas yang RPJMN itu GGL (gula, garam dan lemak), ini berkaitan dengan penyakit tidak menular dan bahaya, lebih bahaya daripada penyakit yang menular karena tanpa sadar bapak/ibu sekalian mengonsumsi setiap hari,” ujar Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai DJBC, Iyan Rubiyanto dalam Kuliah Umum PKN STAN ‘Menggali Potensi Cukai’, dikutip Rabu (24/7/2024).

    Tonton juga video “Cukai Dinilai Buat Konsumen MBDK Berkurang, CISDI: Kurangi Beban BPJS” di sini:

    (acd/acd)

  • Ekonom nilai Danantara bantu pencatatan APBN lebih sederhana

    Ekonom nilai Danantara bantu pencatatan APBN lebih sederhana

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Ekonom nilai Danantara bantu pencatatan APBN lebih sederhana
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Senin, 14 Juli 2025 – 21:23 WIB

    Elshinta.com – Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin berpendapat peralihan dividen Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ke Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara membantu pencatatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menjadi lebih sederhana.

    “Justru keberadaan Danantara membuat pencatatan APBN lebih sederhana, sehingga lebih terbatas peluang melakukan financial engineering untuk membuat APBN nampak lebih cantik,” kata Wijayanto saat dihubungi, di Jakarta, Senin.

    Dia menjelaskan, financial engineering yang dimaksud yaitu ketika pemerintah memberikan banyak penyertaan modal negara (PMN) dengan sumber dana dari utang, lalu BUMN memberikan dividen yang besar.

    Strategi itu dianggap membuat defisit APBN nampak lebih rendah, sementara utang pemerintah justru bertambah.

    “Hal ini terjadi dalam puluhan tahun terakhir, mengapa defisit APBN selalu di bawah 3 persen terhadap produk domestik bruto (PDB), tetapi rasio utang terhadap PDB melejit terus,” katanya pula.

    Menurutnya, meski pemerintah kehilangan sumber penerimaan akibat peralihan dividen ke Danantara, tetapi tanggung jawab pemerintah terkait PMN juga turut dialihkan. Artinya, ada pengurangan penerimaan (cash in flow), tetapi juga ada pengurangan tanggung jawab PMN (cash out flow).

    “Jadi dari sisi cash flow tidak terlalu berdampak, bahkan mengingat kebutuhan dana untuk restrukturisasi BUMN yang akan sangat besar di tahun-tahun mendatang (BUMN Karya, Farmasi dan Garuda), sesungguhnya Pemerintah diuntungkan dari sisi cash flow,” ujarnya lagi.

    Hanya saja, kata dia lagi, dividen tercatat sebagai penerimaan, sedangkan PMN tidak tercatat sebagai bagian dari pengeluaran dalam APBN, karena merupakan investasi.

    “Sehingga dengan adanya Danantara, maka APBN terkesan nampak lebih buruk walau sesungguhnya tidak berdampak,” ujar dia.

    Sebelumnya, Pemerintah melalui Kementerian Keuangan terus mengupayakan peningkatan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari berbagai sektor di luar setoran dividen BUMN.

    PNBP diproyeksikan hanya mencapai Rp477,2 triliun atau 92,9 persen dari dari target Rp513,6 triliun.

    Namun, pemerintah memitigasi agar dampak negatif dari perpindahan dana tersebut tidak sepenuhnya terjadi. Sri Mulyani menyampaikan bahwa pihaknya berupaya menekan potensi kehilangan pendapatan hingga hanya separuhnya, dengan menambal sisanya melalui penerimaan baru.

    “Dengan beberapa measure kita akan kurangi mitigasi, sehingga perbedaannya mungkin hanya sekitar Rp40 triliun. Artinya PNBP mencari tambahan penerimaan baru sebesar Rp40 triliun, sehingga koreksi Rp80 triliun tidak seluruhnya muncul di sana,” katanya pula. 

    Sumber : Antara

  • Cukai Minuman Berpemanis Lagi Digodok, Ini Bocorannya

    Cukai Minuman Berpemanis Lagi Digodok, Ini Bocorannya

    Jakarta – Kementerian Keuangan menggodok aturan cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK). Langkah ini menyusul Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 4 tahun 2025 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2025 yang telah diterbitkan pada awal tahun.

    Dirjen Bea dan Cukai Djaka Budhi Utama mengatakan saat ini Direktorat Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal (Ditjen SEF) tengah menggodok skema penerapan cukai MBDK.

    “Lagi diatur sama Ditjen SEF,” ujar Djaka, ditemui usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi XI terkait Anggaran Eselon I Kementerian Keuangan di Senayan, Jakarta, Senin (14/7/2025).

    Djaka menambahkan pembahasan juga tengah dilakukan Ditjen SEF terkait dengan rencana pemberlakuan tarif cukai untuk Produk Pangan Olahan Bernatrium (P2OB). Hal ini menjadi salah satu rencana kerja program pengelolaan penerimaan negara tahun anggaran 2026.

    Sesuai dengan amanat dalam Keppres 4/2025, pemerintah memiliki waktu 1 tahun untuk melakukan persiapan, salah satunya dengan penerbitan aturan turunan berbentuk Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur tarif pengenaan cukai pada MBDK.

    Djaka memastikan, pemerintah serius untuk menerapkan kebijakan tersebut sehingga persiapannya harus betul-betul matang sebelum akhirnya kebijakan baru itu diterapkan. Ditjen Bea dan Cukai juga siap untuk melaksanakan tugasnya seiring dengan perintah Presiden Prabowo Subianto.

    “Nanti perkembangannya (disampaikan), yang pasti Bea Cukai ketika ada perintah untuk melaksanakan pemungutan cukai MBDK, kita akan laksanakan,” tegasnya.

    Sebagai informasi, Rencana penambahan obyek cukai baru berupa MBDK muncul lagi setelah dipastikan batal berlaku di 2025. Kebijakan ini muncul dalam upaya meningkatkan penerimaan negara di 2026. Hal itu tertuang dalam Laporan Panitia Kerja (Panja) Penerimaan Komisi XI DPR RI.

    Panja Penerimaan Komisi XI DPR RI menyepakati pemerintah untuk melaksanakan kebijakan pendapatan negara, kebijakan umum perpajakan, kebijakan teknis pajak dan kebijakan teknis kepabeanan dan cukai, serta kebijakan umum Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tahun 2026 dalam upaya pencapaian target penerimaan negara tahun 2026.

    “Kebijakan untuk mendukung penerimaan negara yang optimal, antara lain melalui… ekstensifikasi BKC antara lain melalui penambahan objek cukai baru berupa Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK),” tulis laporan tersebut yang dibacakan Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun, Senin (7/7/2025).

    (shc/hns)

  • Sri Mulyani Bakal Lirik Potensi Pajak dari Media Sosial, Pengguna TikTok cs Siap-Siap

    Sri Mulyani Bakal Lirik Potensi Pajak dari Media Sosial, Pengguna TikTok cs Siap-Siap

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Keuangan akan melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi penerimaan pajak pada tahun depan, salah satunya dengan menggali potensi pajak dari media sosial alias medsos.

    Wacana penggalian potensi penerimaan pajak dari medsos itu disampaikan oleh Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat pada Senin (14/7/2025).

    Dalam rapat itu, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memaparkan rencana kerja dan anggaran 2026 ke DPR. Potensi penggalian pajak dari medsos sendiri termasuk dalam perumusan kebijakan administrasi Kemenkeu pada tahun depan.

    “Mengenai output [keluaran] perumusan kebijakan di sisi administrasi, pertama penggalian potensi melalui data analytic [analisis data] maupun media sosial,” ungkap Anggito dalam rapat.

    Selain itu, ada rencana pengenaan cukai produk pangan olahan bernatrium (P2OB), penguatan regulasi perpajakan dan PNBP untuk peningkatan penerimaan negara, serta rekomendasi proses bisnis ekspor impor dan logistik.

    Dari sisi ekstensifikasi penerimaan negara, lanjut Anggito, Kemenkeu ingin mengintegrasikan data dan informasi perpajakan dan penerimaan negara, analisis bersama data perpajakan dan penerimaan negara, serta perluasan basis penerimaan untuk mendukung hilirisasi dengan instrumen pihak luar.

    Kemudian dari pengawasan dan penegakan hukum, Kemenkeu akan melakukan kerja sama penyidikan tidak pidana perpajakan dalam negeri maupun lintas negara, sinergi patroli laut, satgas bersama untuk penanganan barang ilegal, serta penguatan pengawasan PNBP.

    Lalu, Anggito menjelaskan pihaknya akan melakukan penanganan keberatan/banding/gugatan melalui keputusan perkara, penyelesaian banding terkhususnya di Direktorat Jenderal Pajak, dan penegakan fungsi hukum perpajakan.

    Terakhir dari pelayanan, komunikasi, dan edukasi, Kemenkeu akan mendorong inklusi kesadaran perpajakan, promosi ekspor UMKM, hingga kemitraan perpajakan internasional.

    “Ini total kebutuhan Rp1,99 triliun, pagu yang tersedia itu adalah Rp1,63 triliun. Ada usulan tambahan yang tidak terlalu signifikan jumlahnya, mudah-mudahan Rp366 miliar yang dibutuhkan untuk bisa melaksanakan program tersebut di atas,” ungkap Anggito menutup paparan.

  • Anggaran Program Turun 90%, Kemendag Minta Tambahan Rp 886,63 M

    Anggaran Program Turun 90%, Kemendag Minta Tambahan Rp 886,63 M

    Jakarta

    Kementerian Perdagangan (Kemendag) meminta tambahan anggaran sebesar Rp 886,63 miliar untuk 2026. Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Kementerian PPN/Bappenas telah menetapkan pagu indikatif Kemendag Rp 1,10 triliun.

    Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag), Dyah Roro Esti menyebut pagu indikatif Kemendag hanya memenuhi kebutuhan belanja operasional dan sebagian belanja non-operasional. Ia merinci, biaya operasional Kemendag Rp 1,07 triliun yang mencakup belanja pegawai Rp 722,12 miliar dan belanja barang Rp 349,60 miliar.

    Sementara untuk belanja non-pegawai Rp 28,62 miliar. Ia menyebut, anggaran ini berasal dari PNBP. Roro mengatakan, total pagu anggaran Kemendag turun setiap tahunnya. Jika dibandingkan 2025, pagu anggaran Kemendag turun lebih dari 90% untuk beberapa program prioritas Kemendag.

    “Ketika kita berbicara mengenai program perdagangan dalam negeri, pagu tahun 2025 berada di kisaran Rp 190.893.961. Sedangkan pagu indikatif tahun 2026 itu berada di angka Rp 15.508.633. Jadi memang ada penurunan sekitar 90-an persen,” ungkap Roro dalam Rapat Kerja bersama Komisi VI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (14/7/2025).

    Sementara untuk program perdagangan luar negeri, pagu anggaran 2025 sebesar Rp 227,12 miliar menjadi Rp 2,33 miliar. Sedangkan untuk program dukungan manajemen sebesar Rp 1,48 triliun menjadi Rp 1,08 triliun pada 2026.

    Dyah mengatakan, Kemendag berperan untuk menjalankan program prioritas nasional terkait kontribusi ekspor barang dan jasa terhadap total ekspor dunia. Kemudian meningkatkan pangsa pasar nilai ekspor dan meningkatkan nilai total perdagangan antara wilayah.

    Kemendag juga memiliki tiga prioritas utama di tahun 2026, yakni pengamanan pasar dalam negeri, perluasan pasar ekspor, dan peningkatan ekspor produk-produk UMKM. Karenanya, Kemendag mengajukan anggaran tambahan menjadi Rp 1.98 triliun untuk tahun 2026.

    “Yang kami sampaikan kepada Kementerian Keuangan melalui surat nomor PR.02.00/387/M-DAG/SD/06/2025 tanggal 12 Juni 2025, perihal permohonan tambahan anggaran tahun 2026 sebesar Rp 886.635.770.000 yang terdiri dari belanja operasional sebesar Rp 272.578.539.000 dan belanja non-operasional sebesar Rp 614.057.231.000,” pungkasnya.

    Tonton juga video “Usul Tambahan Anggaran Rp 48 T, Kementerian PKP: 91% untuk Rakyat” di sini:

    (ara/ara)

  • Kalimantan Pasok 70 Persen Energi Nasional, Pengelolaan Harus Bertanggung Jawab

    Kalimantan Pasok 70 Persen Energi Nasional, Pengelolaan Harus Bertanggung Jawab

    Liputan6.com, Samarinda – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan bahwa 70 persen sumber energi Indonesia dari batu bara berasal dari Kalimantan. Pengelolaan kekayaan ini diminta dilakukan secara ramah dan penuh tanggung jawab.

    “Pada 2024, batu bara berkontribusi 40,56 persen untuk bauran energi nasional,” kata Sekretaris Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Siti Sumilah Rita Susilawati saat Roadshow Edisi Kalimantan oleh APBI/ICMA di Samarinda, Rabu, (9/7/2025).

    Siti menjelaskan, 50 hingga 60 persen pembangkit listrik nasional masih mengandalkan batu bara. Dari jumlah itu, 70 persen dipasok dari Kalimantan sebagai sumber energi utama.

    Ia menyebut target produksi batu bara pada 2024 adalah 710 juta ton, namun realisasinya mencapai 836,1 juta ton. Capaian itu melebihi target hingga 117,76 persen dengan nilai 37.773 miliar dolar AS.

    Untuk 2025, target produksi kembali ditingkatkan menjadi 739,674 juta ton. Hingga Mei, produksi telah mencapai 357,6 juta ton dengan nilai sebesar 12.350 miliar dolar AS.

    Menurutnya, batu bara masih menjadi tumpuan utama dalam pemenuhan kebutuhan listrik masyarakat. Energi ini dinilai memegang peran penting dalam keberlangsungan aktivitas kehidupan.

    “Bayangkan saja jika hidup tanpa listrik karena tidak ada batu bara. Misalnya di acara ini tiba-tiba listrik padam, pasti acara terganggu. Kita buka komputer atau laptop juga butuh listrik, handphone pun butuh listrik. Jadi ketika kita terima telepon juga ingat batu bara yang menjadi sumber energi listrik,” katanya.

    Siti juga menyinggung penerimaan negara dari sektor mineral dan batu bara yang cukup besar. Pada 2024, PNBP sektor ini mencapai Rp140,460 triliun atau 123,75 persen dari target yang ditetapkan.

    “Jadi, minerba untuk menggerakkan ekonomi Indonesia itu bukan omong kosong, tapi realita. Untuk mewujudkan Indonesia emas pun, batu bara memiliki peran penting karena turut menggerakkan ekonomi nasional. Tapi ingat, sumber daya ini harus dikelola secara bertanggungjawab. Pengelolaan secara ramah harus dikedepankan,” kata Siti.