Produk: PNBP

  • BJA Group Catat DHE US,8 Juta, Jadi Kontributor Terbesar Gorontalo

    BJA Group Catat DHE US$58,8 Juta, Jadi Kontributor Terbesar Gorontalo

    Jakarta

    BJA Group yang terdiri dari PT Biomasa Jaya Abadi (BJA), PT Banyan Tumbuh Lestari (BTL), dan PT Inti Global Laksana (IGL) menunjukkan kontribusi bagi perekonomian daerah dan nasional. Hingga Juni 2025, total Devisa Hasil Ekspor (DHE) yang disetor perusahaan mencapai US$58,8 juta.

    Selain itu, melalui PT BTL, BJA Group juga menyalurkan pembayaran Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) sebesar Rp 22,26 miliar dan Dana Reboisasi (DR) sebesar Rp 20,65 miliar serta US$2,88 juta. Kontribusi tersebut menjadikan BJA Group sebagai salah satu pembayar PNBP terbesar dari sektor pemanfaatan hasil hutan.

    Apresiasi pun datang dari berbagai pihak. Badan Pengelolaan Hutan Lestari (BPHL) Wilayah XII Palu mencatat PT BTL sebagai pembayar PNBP terbesar dari hasil hutan pada 2023. Sementara Bea Cukai Gorontalo menyebutkan bahwa pada 2024, BJA menyumbang lebih dari 55% total DHE Provinsi Gorontalo. Atas capaian itu, Kantor Wilayah Bea Cukai Sulawesi Utara memberikan penghargaan kepada BJA sebagai penghasil devisa ekspor terbesar di provinsi tersebut.

    Tak hanya itu, Pemkab Pohuwato juga mengapresiasi kontribusi investasi BJA. Pada 2023, perusahaan ini dinobatkan sebagai penyumbang realisasi investasi terbesar di Kabupaten Pohuwato sepanjang 2022.

    Saat ini, BJA Group menyerap hampir 1.500 tenaga kerja, di mana 83% merupakan pekerja lokal asal Pohuwato dan sekitarnya. Jumlah tersebut menjadikan BJA Group sebagai perusahaan dengan penyerapan tenaga kerja lokal terbesar di wilayah tersebut.

    “Kami berterima kasih atas dedikasi seluruh karyawan, juga atas dukungan pemerintah daerah dan masyarakat. BJA Group akan terus berkontribusi bagi masyarakat, lingkungan, dan tentunya negara,” ujar Direktur PT Biomasa Jaya Abadi, Zunaidi, Minggu (17/8/2025).

    (rrd/rrd)

  • HUT RI, layanan SIM Keliling di Jakarta libur

    HUT RI, layanan SIM Keliling di Jakarta libur

    Jakarta (ANTARA) – Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas) Polda Metro Jaya meliburkan layanan SIM Keliling dalam rangka libur nasional HUT ke-80 Republik Indonesia, Minggu.

    “Hari Minggu 17 Agustus 2025 tidak ada pelayanan,” tulis pengumuman Ditlantas Polda Metro Jaya dalam akun X resmi @tmcppoldametro yang dikutip di Jakarta, Minggu.

    Selain pelayanan SIM Keliling, pada Minggu (17/8) semua pelayanan di Ditlantas Polda Metro Jaya juga diliburkan dalam rangka perayaan HUT ke-80 RI.

    Pelayanan SIM Keliling akan kembali dibuka untuk melayani masyarakat pada Senin (18/8).

    “Pelayanan Satpas Daan Mogot, Unit Satpas DKI Jakarta, Unit Gerai SIM DKI Jakarta, dan Unit SIM Keliling DKI Jakarta akan melaksanakan pelayanan pada 18 Agustus,” tulis akun tersebut.

    Diketahui, layanan SIM Keliling hanya diperuntukkan bagi Anda yang memiliki SIM A atau C yang masa berlakunya akan habis, sementara bagi pemilik SIM B dan masa berlaku habis harus mendatangi kantor Satuan Penyelenggara Administrasi SIM (Satpas) karena adanya perbedaan peruntukkan dokumen.

    Masyarakat yang akan mengakses layanan tersebut diminta membawa SIM yang akan diperpanjang dan KTP, masing-masing disertakan fotokopi.

    Saat di lokasi gerai pemohon akan diminta untuk mengisi formulir serta mengikuti tes kesehatan dan tes psikologi. Kemudian yang perlu diketahui bahwa layanan ini hanya melayani perpanjangan SIM A dan SIM C yang masih berlaku.

    Sementara biaya perpanjangan, sesuai dengan PP Nomor 76 Tahun 2020 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku untuk Polri adalah Rp80.000 untuk perpanjangan SIM A dan Rp75.000 untuk perpanjangan SIM C.

    Selain biaya tersebut, pemohon juga perlu membayar biaya tambahan untuk tes psikologi sebesar Rp37.500 dan biaya asuransi sebesar Rp50.000.

    Pewarta: Khaerul Izan
    Editor: Syaiful Hakim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Ketua Fraksi Gerindra DPR Klaim RAPBN 2026 Ekspansif dan Realistis

    Ketua Fraksi Gerindra DPR Klaim RAPBN 2026 Ekspansif dan Realistis

    Bisnis.com, JAKARTA – Ketua Fraksi Partai Gerindra DPR RI, Budisatrio Djiwandono mengklaim arsitektur RAPBN 2026 merupakan wujud nyata keberpihakan pemerintah kepada rakyat. 

    Budisatrio mengatakan delapan agenda prioritas nasional yang disampaikan Presiden Prabowo Subianto mencerminkan bagaimana anggaran disusun untuk menjawab kebutuhan dasar masyarakat. 

    Adapun ke-8 agenda prioritas tersebut antara lain, ketahanan pangan, energi, program MBG, peningkatan kualitas pendidikan, akses kesehatan, penguatan koperasi desa, pertahanan semesta, serta percepatan investasi dan perdagangan global.

    “RAPBN 2026 merupakan rancangan anggaran perdana di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Di dalamnya tercermin agenda prioritas yang tidak hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga untuk tujuan pemerataan, hingga perlindungan bagi seluruh lapisan masyarakat, terutama kelompok yang paling rentan,” ujar Budisatrio, dalam keterangan tertulis, Sabtu (16/8/2025).

    Lebih lanjut, Budisatrio menyoroti kerangka RAPBN 2026 yang menetapkan belanja negara sebesar Rp3.786,5 triliun dan pendapatan negara Rp3.147,7 triliun, dengan defisit terjaga pada 2,48% dari PDB. Menurutnya, desain fiskal tersebut ekspansif namun tetap realistis dan rasional.

    Budisatrio menjelaskan, RAPBN 2026 disusun dengan visi besar yang realistis dan terukur. Untuk mencapai target tersebut, penerimaan perpajakan dan PNBP perlu diperkuat melalui digitalisasi serta penguatan tata kelola. 

    “Di sisi lain, APBN harus dikelola secara akuntabel dengan menekan potensi kebocoran anggaran serta meningkatkan efisiensi belanja, sehingga setiap rupiah benar-benar memberi manfaat nyata bagi masyarakat,” papar Budisatrio.

    Sebagai partai pendukung pemerintah, lanjutnya, Gerindra berkomitmen untuk mengawal pembahasan RAPBN 2026 di Badan Anggaran. Fokusnya adalah memastikan delapan agenda prioritas yang disampaikan Presiden dapat dituangkan secara konsisten dalam postur anggaran yang efisien dan tepat sasaran.

    “Karena itu, Fraksi Partai Gerindra berkomitmen untuk terus mengawal pembahasan RAPBN 2026 di Banggar, agar agenda prioritas yang telah disampaikan Presiden Prabowo benar-benar diterjemahkan secara konsisten di dalam UU APBN 2026,” tambahnya.

  • Pemerintah belum buka peluang rekrutmen dan kenaikan gaji PNS di 2026

    Pemerintah belum buka peluang rekrutmen dan kenaikan gaji PNS di 2026

    Jakarta (ANTARA) – Pemerintah belum membuka peluang perekrutan baru serta kenaikan gaji aparatur sipil negara (ASN) atau pegawai sipil negara (PNS) pada 2026.

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan kapasitas fiskal pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 mayoritas diarahkan untuk program-program prioritas nasional, sehingga pemerintah belum melakukan kajian terkait kebijakan untuk PNS.

    “Kami belum melakukan exercise, terutama untuk rekrutmen dan gaji,” ujar Sri Mulyani dikutip dari Konferensi Pers RAPBN dan Nota Keuangan 2026 di Jakarta, Sabtu.

    Dia mengaku akan tetap berkoordinasi dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) soal formasi PNS.

    Namun, kapasitas fiskal tetap menjadi hal utama yang dipertimbangkan.

    “Seperti diketahui bahwa tahun ini juga sudah ada penerimaan. Jadi, nanti tergantung kebutuhan dari kementerian/lembaga, dan terutama juga dari daerah. Namun, juga pada saat yang sama, ada kapasitas fiskal yang juga harus dipertimbangkan,” tuturnya.

    Postur RAPBN 2026 didesain dengan defisit Rp636,8 triliun atau 2,48 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).

    Belanja negara ditargetkan sebesar Rp3.786,5 triliun atau tumbuh 7,3 persen dari outlook 2025.

    Rinciannya, belanja pemerintah pusat (BPP) ditetapkan sebesar Rp3.136,5 triliun atau tumbuh 17,8 persen, yang terdiri dari belanja kementerian/lembaga (K/L) sebesar Rp1.498,3 triliun atau tumbuh 17,5 persen dan belanja non-K/L Rp1.638,2 triliun atau tumbuh 18 persen.

    Menurut Sri Mulyani, kenaikan itu disebabkan oleh belanja 8 program prioritas Presiden Prabowo Subianto, yaitu ketahanan pangan; ketahanan energi; makan bergizi gratis (MBG); pendidikan; kesehatan; pembangunan desa, koperasi, dan UMKM; pertahanan semesta; serta percepatan investasi dan perdagangan global.

    “MBG saja naik Rp330 triliun sendiri. Jadi memang kenaikan belanja untuk beberapa prioritas pemerintah cukup besar,” ujarnya.

    Berbeda dengan BPP yang tumbuh, anggaran transfer ke daerah (TKD) turun sebesar 24,8 persen menjadi Rp650 triliun. Dalam paparannya, dijelaskan bahwa TKD mengalami perubahan yang dinamis menyelaraskan kebijakan fiskal nasional dan mendorong kemandirian fiskal daerah.

    Sementara, pendapatan negara diproyeksikan mencapai Rp3.147,7 triliun atau tumbuh 9,8 persen dari outlook APBN 2025.

    Pertumbuhan itu didorong oleh penerimaan pajak yang dibidik tumbuh 13,5 persen sebesar Rp2.357,7 triliun.

    Sedangkan penerimaan kepabeanan dan cukai ditargetkan tumbuh 7,7 persen sebesar Rp33,43 triliun. Dengan demikian, penerimaan perpajakan pada RAPBN 2026 ditetapkan sebesar Rp2.692 triliun atau tumbuh 12,8 persen.

    Adapun penerimaan negara bukan pajak (PNBP) ditargetkan sebesar Rp455 triliun atau terkoreksi 4,7 persen dari outlook 2025 akibat hilangnya penerimaan dari dividen BUMN yang dialihkan ke BPI Danantara.

    Pewarta: Imamatul Silfia
    Editor: Kelik Dewanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Sri Mulyani Janji Tak Ada Pajak Baru 2026, Fokus ke Reformasi Internal

    Sri Mulyani Janji Tak Ada Pajak Baru 2026, Fokus ke Reformasi Internal

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan pemerintah tidak akan memberlakukan pajak baru maupun menaikkan tarif pajak pada 2026, meski target penerimaan negara naik cukup tinggi.

    Sri Mulyani menjelaskan kebijakan perpajakan tahun depan akan tetap mengacu pada ketentuan dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan regulasi lainnya yang sudah ada.

    “Tadi kan pertanyaan menjurus ke, ‘Apakah ada pajak baru, tarif baru?’ Kita tidak, tapi lebih kepada reform di internal,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers Nota Keuangan dan RAPBN 2026, Jumat (15/8/2025).

    Bendahara negara itu menjelaskan, reformasi internal akan diarahkan pada penguatan administrasi dan penegakan hukum. Caranya, sambung Sri Mulyani, Kementerian Keuangan akan terus memperbaiki sistem inti administrasi perpajakan alias Coretax.

    Selain itu, intensifikasi pertukaran data akan ditingkatkan melalui perluasan kolaborasi, tidak hanya di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Bea Cukai, tetapi juga dengan kementerian/lembaga lain seperti Kementerian ESDM.

    Menurutnya, akurasi dan ketepatan waktu data menjadi kunci untuk meningkatkan kepatuhan, menutup celah penghindaran pajak, dan menekan praktik ekonomi bayangan (shadow economy) maupun aktivitas ilegal.

    “Dengan data yang akurat dan timing yang tepat, peluang untuk enforcement yang lebih baik akan terbuka,” tegasnya.

    Sri Mulyani mencontohkan, temuan Presiden terkait 3—3,5 juta hektare lahan CPO yang diambil secara ilegal akan dimanfaatkan untuk membangun basis data baru yang dapat digunakan dalam pengawasan dan penegakan hukum di sektor perpajakan dan penerimaan negara lainnya.

    Adapun, dalam Rancangan Anggaran dan Pendapatan Negara (RAPBN) 2026, pemerintah pendapatan negara hanya sebesar Rp3.147,7 triliun.

    Sumber utama pendapatan negara sendiri akan berasal dari penerimaan pajak yang ditargetkan sebesar Rp2.357,7 triliun. Target itu naik 13,5% dari outlook penerimaan pajak 2025 sebesar Rp2.076,9 triliun.

    Sumber pendapatan lain yaitu penerimaan dari kepabeanan dan cukai yang ditargetkan sebesar Rp334,3 triliun. Target itu naik 7,7% dari outlook penerimaan kepabeanan dan cukai pada 2025 sebesar Rp310,4 triliun.

    Kemudian penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang ditargetkan sebesar Rp455 triliun. Angka itu turun 4,7% dari outlook PNBP pada 2025 sebesar Rp477,2 triliun.

  • Sri Mulyani jamin tak ada pajak baru demi kenaikan target RAPBN 2026

    Sri Mulyani jamin tak ada pajak baru demi kenaikan target RAPBN 2026

    Jadi, apakah ada pajak baru? Tidak.

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memastikan tak ada rencana pengenaan jenis pajak baru dalam upaya mengejar kenaikan target penerimaan pajak sebesar 13,5 persen dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026.

    “Kebijakan masih mengikuti undang-undang yang ada, seperti UU HPP (Harmonisasi Peraturan Perpajakan) maupun yang ada di dalam UU lainnya. Jadi, apakah ada pajak baru? Tidak,” kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers RAPBN dan Nota Keuangan 2026, di Jakarta, Jumat.

    Penerimaan pajak tahun depan ditargetkan sebesar Rp2.357,7 triliun. Sri Mulyani membenarkan angka ini terbilang cukup tinggi dan ambisius.

    Untuk menggenjot penerimaan pajak, alih-alih mencari serapan baru dari eksternal, Sri Mulyani bakal lebih menyasar reformasi internal, seperti pemanfaatan Coretax dan sinergi pertukaran data kementerian/lembaga (K/L).

    “Itu akan makin diintensifkan. Karena kami melihat ruang untuk peningkatan di antara ketiga penerimaan negara maupun dengan kementerian/lembaga. Makanya pertemuan makin kami intensifkan agar semua data yang kami peroleh itu akurasi dan waktunya menjadi lebih tepat,” ujar Sri Mulyani.

    Di samping itu, Sri Mulyani juga bakal mereformasi sistem pemungutan transaksi digital dalam dan luar negeri; joint program dalam analisis data, pengawasan, pemeriksaan, intelijen, dan kepatuhan perpajakan; serta memberikan insentif daya beli, investasi, dan hilirisasi.

    Dia menambahkan, kenaikan pajak juga mempertimbangkan target pertumbuhan ekonomi 5,4 persen dan inflasi 2,5 persen pada RAPBN 2026.

    “Itu buoyancy-nya (elastisitas penerimaan terhadap PDB, Red) saja sudah hampir mendekati 7-9 persen. Jadi, usaha ekstranya sekitar 5 persen melalui berbagai langkah-langkah tadi,” kata Menkeu.

    Selain target penerimaan yang meningkat, pemerintah juga menetapkan target rasio perpajakan (tax ratio) yang lebih tinggi, yakni sebesar 10,47 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Sebagai perbandingan, rasio perpajakan pada 2023 sebesar 10,31 persen, 2024 sebesar 10,08 persen, dan proyeksi 2025 sebesar 10,03 persen.

    Di samping penerimaan pajak, pemerintah juga bakal mendongkrak penerimaan kepabeanan dan cukai yang ditargetkan tumbuh 7,7 persen menjadi Rp334,3 triliun. Maka, penerimaan perpajakan pada RAPBN 2026 ditetapkan sebesar Rp2.692 triliun atau tumbuh 12,8 persen.

    Sementara itu, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) ditargetkan sebesar Rp455 triliun atau terkoreksi 4,7 persen dari outlook 2025.

    Dengan demikian, pendapatan negara ditargetkan sebesar Rp3.147,7 triliun atau tumbuh 9,8 persen. Rasio pendapatan ditargetkan sebesar 12,24 persen pada RAPBN 2026.

    Pewarta: Imamatul Silfia
    Editor: Budisantoso Budiman
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Pemerintah belum buka peluang rekrutmen dan kenaikan gaji PNS di 2026

    Target penerimaan tumbuh, RAPBN 2026 patok defisit 2,48 persen

    Jakarta (ANTARA) – Pemerintah menargetkan defisit anggaran pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 sebesar 2,48 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) seiring pendapatan negara yang ditargetkan tumbuh 9,8 persen dari outlook APBN 2025.

    “RAPBN 2026 kalau kita lihat posturnya, pendapatan negara secara headline tumbuhnya 9,8 persen mencapai Rp3.147,7 triliun,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Konferensi Pers RAPBN dan Nota Keuangan 2026 di Jakarta, Jumat.

    Pertumbuhan itu didorong oleh penerimaan pajak yang dibidik tumbuh 13,5 persen menjadi Rp2.357,7 triliun.

    Sedangkan, penerimaan kepabeanan dan cukai ditargetkan tumbuh 7,7 persen menjadi Rp33,43 triliun.

    Dengan demikian, penerimaan perpajakan pada RAPBN 2026 ditetapkan sebesar Rp2.692 triliun atau tumbuh 12,8 persen.

    Sementara itu, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) ditargetkan sebesar Rp455 triliun atau terkoreksi 4,7 persen dari outlook 2025.

    “Karena PNBP sekarang permanen tidak lagi mendapatkan dividen,” jelasnya.

    Untuk belanja negara, ditargetkan sebesar Rp3.786,5 triliun atau tumbuh 7,3 persen dari outlook 2025.

    Belanja pemerintah pusat (BPP) ditetapkan sebesar Rp3.136,5 triliun atau tumbuh 17,8 persen, yang terdiri dari belanja kementerian/lembaga (K/L) sebesar Rp1.498,3 triliun atau tumbuh 17,5 persen dan belanja non-K/L Rp1.638,2 triliun atau tumbuh 18 persen.

    Menurut Sri Mulyani, kenaikan itu disebabkan oleh belanja 8 program prioritas Presiden Prabowo Subianto, yaitu ketahanan pangan; ketahanan energi; makan bergizi gratis (MBG); pendidikan; kesehatan; pembangunan desa, koperasi, dan UMKM; pertahanan semesta; serta percepatan investasi dan perdagangan global.

    “MBG saja naik Rp330 triliun. Jadi, memang kenaikan belanja untuk beberapa prioritas pemerintah cukup besar,” ujarnya.

    Berbeda dengan BPP, yang tumbuh, anggaran transfer ke daerah (TKD) turun sebesar 24,8 persen menjadi Rp650 triliun.

    Dalam paparannya, dijelaskan bahwa TKD mengalami perubahan yang dinamis menyelaraskan kebijakan fiskal nasional dan mendorong kemandirian fiskal daerah.

    Dengan besaran pendapatan dan belanja negara, defisit RAPBN 2026 mencapai Rp636,8 triliun atau 2,48 persen PDB.

    Pembiayaan anggaran ditetapkan dengan nominal yang sama, yang akan dicapai dengan mengendalikan rasio utang dan mendorong efektivitas pembiayaan investasi.

    Adapun keseimbangan primer diproyeksikan defisit 64,2 persen atau Rp39,4 triliun.

    Keseimbangan primer mencerminkan kemampuan negara mengelola utang.

    Dengan surplus keseimbangan primer, maka kondisi fiskal dapat dikatakan masih cukup memadai untuk mengelola pendapatan, belanja, dan utang.

    “Keseimbangan primer kami harapkan makin mendekati nol atau balance,” tambah Sri Mulyani.

    Menkeu memastikan seluruh program prioritas sudah masuk dalam perhitungan RAPBN 2026, kecuali yang dilakukan oleh BPI Danantara secara terpisah.

    “Oleh karena itu, kami akan terus menjaga agar APBN tetap bisa sehat,” tuturnya.

    Pewarta: Imamatul Silfia
    Editor: Kelik Dewanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • PT Timah setor pajak dan PNBP Rp839,99 miliar

    PT Timah setor pajak dan PNBP Rp839,99 miliar

    PT Timah Tbk terus menunjukkan komitmen mendukung pembangunan nasional melalui kontribusi di sektor pajak dan PNBP

    Pangkalpinang (ANTARA) – PT Timah Tbk selama Januari hingga Juli 2025 menyetorkan pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp839,99 miliar, meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya Rp286,24 miliar.

    “PT Timah Tbk terus menunjukkan komitmennya dalam mendukung pembangunan nasional melalui kontribusi di sektor pajak dan PNBP ini,” kata Corporate Secretary PT Timah Rendi Kurniawan di Pangkalpinang, Bangka Belitung, Kamis.

    Ia mengatakan setoran pajak dan PNBP tersebut menjadi wujud tanggung jawab PT Timah dalam mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan sekaligus memberikan manfaat langsung bagi negara dan masyarakat.

    Kontribusi pajak dan PNBP PT Timah Tbk selama 2020 sebesar Rp677,9 miliar, 2021 sebesar Rp776,657 miliar, 2022 sebesar Rp1,51 triliun, 2023 sebesar Rp888,729 miliar, 2024 sebesar Rp848,020 miliar dan Januari dengan Juli 2025 sebesar Rp839,991 miliar.

    “Dana yang masuk ke kas negara ini digunakan untuk membiayai berbagai program pembangunan, mulai dari infrastruktur, pendidikan, kesehatan, hingga peningkatan kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.

    Ia menyatakan kontribusi ini meliputi berbagai jenis pajak, termasuk Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), serta PNBP yang mencakup berbagai kewajiban terkait dengan sektor pertambangan seperti Iuran tetap, royalti dan iuran Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut.

    “Sebagai BUMN, PT Timah memastikan setiap kewajiban kepada negara dipenuhi tepat waktu dan transparan. Ini adalah komitmen Perusahaan untuk mendukung pembangunan nasional,” katanya.

    Selain itu, PT Timah juga berupaya menjaga keberlanjutan bisnis dengan mematuhi seluruh regulasi yang berlaku, menerapkan tata kelola perusahaan yang baik dengan prinsi Good Corporate Governance, serta mengedepankan praktik pertambangan yang ramah lingkungan.

    “Selain memberikan kontribusi keuangan bagi negara, PT Timah juga secara konsisten menjalankan program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) di wilayah operasional perusahaan,” katanya.

    Pewarta: Aprionis
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Pertamina dinilai berkontribusi besar pada upaya swasembada energi

    Pertamina dinilai berkontribusi besar pada upaya swasembada energi

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Pertamina dinilai berkontribusi besar pada upaya swasembada energi
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Selasa, 12 Agustus 2025 – 19:35 WIB

    Elshinta.com – Kinerja Pertamina pada semester I-2025 dinilai sejalan dengan semangat Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Republik Indonesia. Capaian tersebut dinilai sangat mendukung upaya pencapaian ketahanan dan swasembada energi nasional.

    Anggota Komisi VII DPR RI, Eddy Soeparno, mengatakan keberhasilan Pertamina menjaga produksi minyak dan gas (migas) hingga 1,04 juta barel setara minyak per hari menjadi modal penting menuju kemandirian energi.

    “Ya, tentu. Jadi, ini adalah bagian dari upaya kita untuk menciptakan ketahanan energi dalam rangka menciptakan kemandirian dan swasembada energi ke depan,” ujar Eddy kepada media, Selasa (12/8).

    Eddy meyakini, kemampuan Pertamina menemukan cadangan migas baru akan berkontribusi pada peningkatan produksi dan lifting minyak nasional. Hal ini sejalan dengan target pemerintah untuk mencapai lifting 1 juta barel minyak per hari pada 2030.

    “Penemuan tersebut menunjukkan bahwa kegiatan hulu Pertamina di bidang eksplorasi dan pengeboran menghasilkan cadangan baru. Hal ini akan menambah peluang bagi Indonesia untuk bisa meningkatkan lifting minyak sesuai target,” ucapnya.

    Ia menambahkan, capaian ini menjadi tonggak penting ketahanan energi, khususnya di sektor migas, mengingat konsumsi minyak mentah nasional saat ini mencapai 1,6 juta barel per hari, sementara produksinya masih di bawah 600 ribu barel per hari.

    Senada, Direktur Eksekutif Economic Society Network Institute, Acuviarta Kartabi, menilai capaian Pertamina sejalan dengan semangat HUT ke-80 RI yang mendukung pembangunan inklusif dan berkelanjutan.

    “Ya, me-remind tema Pak Presiden Prabowo yaitu pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan seperti tertuang dalam RPJM. Jadi ada inklusivitas, tidak hanya pertumbuhan tetapi juga pemerataan,” ujarnya.

    Menurutnya, kontribusi Pertamina tidak hanya memperkuat ketahanan energi, tetapi juga meringankan beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

    “Saya kira akan lebih sehat, akan membantu mengurangi beban defisit APBN. Salah satu hal yang paling penting adalah kita mampu memperbaiki manajemen energi kita. Ini kontribusi Pertamina yang sangat baik,” katanya seperti dilaporkan Reporter Elshinta, Supriyarto Rudatin, Selasa (12/8).

    Acuviarta menambahkan, capaian tersebut dalam jangka menengah diyakini mampu mengurangi impor bahan bakar minyak (BBM) dan minyak mentah, sehingga menghemat anggaran negara. Sementara dalam jangka pendek, hal ini memperkuat ketahanan stok BBM nasional.

    Selain itu, Pertamina juga memberikan kontribusi signifikan terhadap penerimaan negara melalui pajak, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), dan dividen. “Kontribusi itu akan terjaga, bahkan bisa semakin meningkat,” tutupnya.

    Sebelumnya, Pertamina mencatat produksi migas sebesar 1,04 juta barel setara minyak per hari (MBOEPD) hingga semester I-2025. Produksi tersebut terdiri atas 557 ribu barel minyak per hari (MBOPD) dan 2.798 juta standar kaki kubik gas per hari (MMSCFD).

    Di sektor eksplorasi, Pertamina juga agresif mencari cadangan migas baru dengan melakukan survei seismik 3D sepanjang 539 kilometer persegi pada periode yang sama.

    Sumber : Radio Elshinta

  • Kemenkeu Pede Bisa Tingkatkan Tax Ratio Indonesia ke 15% – Page 3

    Kemenkeu Pede Bisa Tingkatkan Tax Ratio Indonesia ke 15% – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak, Yon Arsal, menegaskan bahwa Indonesia masih memiliki ruang cukup besar untuk meningkatkan tax ratio atau rasio perpajakan hingga mencapai level berkelanjutan yang direkomendasikan lembaga internasional.

    Menurut kajian Dana Moneter Internasional (IMF), tipping point untuk tax ratio berada di kisaran 15% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Berdasarkan perhitungan resmi, tax ratio Indonesia tahun lalu berada di angka 10,2%.

    “Kalau kajiannya IMF bilang, ada tipping point, sekitar 15 persen itu sebagai sebuah sustainable level of text ratio. Jadi kita masih punya gap. Tapi jangan bandingin 10 persen dengan 15 persen,” kata Yon dalam diskusi Celios, di kantor Celios, Jakarta Pusat, Selasa (12/8/2025).

    Namun, Yon menyebut angka ini belum mencerminkan kapasitas penerimaan negara yang sebenarnya. Jika memasukkan komponen seperti Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) SDA, pajak daerah, dan iuran jaminan sosial, maka tax ratio Indonesia sesungguhnya berada di kisaran 12–13,5%.

    “Sebenarnya, tax ratio kita itu kalau mau komparasi, itu ya masih relatifly sekitar 13-13,5 persen. Rata-rata setiap tahun, antaranya 12-13 persen,” ujarnya.

    Dengan demikian, gap menuju target 15% hanya sekitar 2–3 poin persentase, jauh lebih kecil dari yang sering diasumsikan publik. Menurutnya, jangan bandingkan angka 10% dengan target 15%, karena itu membuat Indonesia seakan terlihat tertinggal jauh, yang benar adalah membandingkan angka 12–13% dengan 15%.

    Ia menegaskan, gap yang relatif kecil ini menunjukkan bahwa target peningkatan tax ratio bukanlah hal yang mustahil, asal ada langkah konkret dan konsisten.