Produk: PNBP

  • Kejari Lampung Tengah Tangani 581 Kasus Pidana Sepanjang 2025, 8 Perkara Lewat Restorative Justice

    Kejari Lampung Tengah Tangani 581 Kasus Pidana Sepanjang 2025, 8 Perkara Lewat Restorative Justice

    Liputan6.com, Jakarta – Kejaksaan Negeri (Kejari) Lampung Tengah mencatat tingginya beban penanganan perkara pidana sepanjang 2025. Total 581 perkara pidana ditangani jaksa, dengan 421 perkara di antaranya telah dieksekusi, sementara sebagian kecil diselesaikan melalui pendekatan keadilan restoratif.

    Kepala Kejaksaan Negeri Lampung Tengah Rita Susanti mengatakan, dari ratusan perkara tersebut, delapan perkara disetujui untuk diselesaikan melalui mekanisme restorative justice (RJ).

    Penyelesaian itu dilakukan setelah terpenuhinya syarat formil dan materiil sebagaimana diatur dalam Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020.

    “Pendekatan restorative justice dilakukan secara selektif, dengan mempertimbangkan pemulihan korban dan tercapainya rasa keadilan di masyarakat,” ujar Rita di Kejari Lampung Tengah, Jumat (19/12/2025).

    Selain perkara pidana umum, Rita mengungkapkan bahwa pihaknya juga mencatat kinerja penegakan hukum di bidang lain. Sepanjang Januari hingga Desember 2025, kejaksaan memperoleh Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp425,1 juta, yang bersumber dari pengelolaan barang bukti, lelang aset, serta pembayaran uang pengganti perkara pidana.

    “Di bidang intelijen, jaksa mengedepankan upaya pencegahan melalui penerangan hukum dan pengawasan. Program Jaksa masuk sekolah, Jaksa menyapa, serta JJaga desa digelar di ratusan desa di Lampung Tengah sebagai bagian dari upaya mencegah tindak pidana sejak dini,” jelasnya.

  • ESDM Optimistis Capai Target PNBP Rp256 Triliun, Realisasi Sudah Menyentuh Rp228 Triliun

    ESDM Optimistis Capai Target PNBP Rp256 Triliun, Realisasi Sudah Menyentuh Rp228 Triliun

    Gita menjelaskan, pencatatan PNBP sektor ESDM dilakukan melalui dua mekanisme, yakni pada Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan, sesuai dengan ketentuan penganggaran dan pencatatan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

    “Pada catatan internal Kementerian ESDM, realisasi PNBP yang menjadi tanggung jawab teknis kami telah melampaui target dengan mencapai Rp130,71 triliun atau sekitar 102,57 persen,” jelas Gita.

    Adapun sebagian penerimaan lainnya, termasuk sebagian besar penerimaan migas dan panas bumi, dicatat pada akun Kementerian Keuangan dengan realisasi mencapai Rp97,3 triliun.

    Di tengah sisa waktu tahun anggaran yang ada, Kementerian ESDM menilai peluang pencapaian target PNBP sektor ESDM tahun 2025 masih terbuka dan dapat terus dikejar.

    “Dengan realisasi saat ini sebesar Rp228,05 triliun, insya Allah target PNBP sektor ESDM tahun 2025 sekitar Rp256 triliun dapat tercapai,” tutur Gita.

     

    (*)

  • KKP Bantah Kabar Tak Berikan Izin Usaha Perikanan

    KKP Bantah Kabar Tak Berikan Izin Usaha Perikanan

    Jakarta

    Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) membantah kabar bahwa perizinan usaha perikanan tidak dikeluarkan. Menurut Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP, Lotharia Latif kabar itu hoaks.

    Latif menilai narasi itu diciptakan oknum tertentu agar masyarakat nelayan resah dan menyalahkan KKP. Ia memastikan proses layanan perizinan berusaha perikanan tangkap termasuk perpanjangan izin usaha perikanan tangkap di 2026 mulai berjalan lancar dan tanpa kendala. Hal ini merupakan bagian dari komitmen pemerintah dalam memberikan kepastian usaha serta menjaga pertumbuhan sektor perikanan tangkap nasional yang berkelanjutan.

    “Kami memastikan semuanya berjalan lancar dan tanpa kendala. Pemerintah hadir memberikan kepastian berusaha bagi pelaku usaha, sekaligus memastikan pengelolaan perikanan tetap sesuai dengan prinsip keberlanjutan dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Saat ini mengingat terjadinya bencana maka memang diprioritaskan untuk proses perizinan daerah terdampak bencana di Sumatera,” ujar Latif melalui keterangan tertulis, Jumat (19/12/2025).

    Penerbitan Izin

    Hingga 17 Desember, Latif menyebut sebanyak 5.151 dokumen perizinan berusaha perikanan tangkap telah diproses, baik itu untuk perizinan baru, perubahan, maupun perpanjangan. Angka tersebut akan terus bertambah seiring dengan proses verifikasi dan pemenuhan persyaratan oleh pelaku usaha. DJPT memastikan bahwa seluruh permohonan yang memenuhi ketentuan akan diproses tepat waktu.

    “Bahkan di akhir tahun ini jumlah verifikator izin kami tambah empat kali lipat dari biasanya dan bekerja penuh setiap hari termasuk di hari libur, semata untuk memastikan proses layanan perizinan termasuk perpanjangan perizinan berusaha dapat berjalan optimal,” tambah Latif.

    Latif menegaskan bahwa kelancaran proses perizinan tersebut tidak terlepas dari meningkatnya kepatuhan pelaku usaha terhadap ketentuan perundang-undangan, termasuk dalam memenuhi kewajiban pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Kepatuhan pelaku usaha terhadap kewajiban PNBP menunjukkan komitmen bersama dalam mendukung tata kelola perikanan yang bertanggung jawab serta memberikan kontribusi nyata bagi penerimaan negara.

    “Kami tegaskan kembali PNBP itu adalah salah satu instrumen negara untuk memastikan distribusi manfaat dari eksploitasi sumber daya sesuai amanat pasal 33 ayat 3 UUD 1945. Hasil dari PNBP dikembalikan kepada masyarakat melalui pembiayaan pembangunan, termasuk bantuan kepada nelayan kecil, bahkan 80% di antaranya dikelola langsung pemerintah daerah,” jelas Latif.

    Ditjen Perikanan Tangkap terus mendorong pelaku usaha untuk mematuhi seluruh regulasi yang berlaku, termasuk kewajiban PNBP, sebagai bagian dari upaya mewujudkan pengelolaan perikanan tangkap yang berkelanjutan, berkeadilan, dan berdaya saing.

    Ia memastikan pelayanan perizinan terus dilakukan secara optimal melalui sistem perizinan yang terintegrasi, transparan, dan akuntabel. DJPT juga secara aktif melakukan pendampingan serta koordinasi dengan para pelaku usaha guna memastikan seluruh proses perpanjangan izin dapat dipenuhi sesuai ketentuan yang berlaku.

    (rea/ara)

  • APBN 2025 Defisit Rp560,3 Triliun, Menkeu Purbaya Pastikan Masih dalam Kendali

    APBN 2025 Defisit Rp560,3 Triliun, Menkeu Purbaya Pastikan Masih dalam Kendali

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa melaporkan posisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 hingga akhir November masih berada dalam batas aman meski mencatatkan defisit ratusan triliun rupiah.

    Dalam konferensi pers APBN KiTa Edisi Desember 2025 di Jakarta, Kamis, Purbaya menyebut defisit APBN per 30 November 2025 mencapai Rp560,3 triliun atau setara 2,35 persen dari produk domestik bruto (PDB).

    “Defisit APBN tercatat sebesar Rp560,3 triliun atau 2,35 persen terhadap PDB. Ini masih dalam batas yang terkelola dan sesuai dengan desain APBN kita,” kata Purbaya.

    Dari sisi pendapatan, negara berhasil mengumpulkan Rp2.351,5 triliun atau 82,1 persen dari target APBN 2025 yang dipatok sebesar Rp2.865,5 triliun. Kontribusi terbesar masih datang dari sektor perpajakan.

    Realisasi penerimaan pajak dan kepabeanan tercatat sebesar Rp1.903,9 triliun atau 79,8 persen dari proyeksi Rp2.387,3 triliun. Angka tersebut terdiri atas penerimaan pajak sebesar Rp1.634,4 triliun atau 78,7 persen dari target, serta penerimaan kepabeanan dan cukai yang mencapai Rp269,4 triliun atau 86,8 persen.

    Sementara itu, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) menunjukkan kinerja positif dengan realisasi Rp444,9 triliun atau 93,2 persen dari proyeksi.

    Di sisi belanja, realisasi pengeluaran negara mencapai Rp2.911,8 triliun atau 82,5 persen dari pagu APBN 2025 sebesar Rp3.527,5 triliun. Belanja pemerintah pusat menyumbang Rp2.116,2 triliun atau 79,5 persen dari target Rp2.663,4 triliun.

    Untuk belanja kementerian dan lembaga, penyerapan anggaran tercatat Rp1.110,7 triliun atau 87,1 persen. Adapun belanja non-kementerian/lembaga terealisasi Rp1.005,5 triliun atau 72,5 persen dari proyeksi.

  • Realisasi PNBP Sektor ESDM Tembus Rp 228 Triliun Jelang Akhir Tahun

    Realisasi PNBP Sektor ESDM Tembus Rp 228 Triliun Jelang Akhir Tahun

    Liputan6.com, Jakarta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sektor ESDM mencapai Rp 228,05 triliun per 18 Desember 2025.

    Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Gita Lestari menjelaskan, pencatatan PNBP terbagi antara Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan. Sesuai dengan mekanisme penganggaran dan pencatatan dalam APBN.

    “Pada catatan internal Kementerian ESDM, realisasi PNBP yang menjadi tanggung jawab teknis kami telah melampaui target dengan mencapai Rp 130,71 triliun atau sekitar 102,57 persen,” terang Gita, Jumat (19/12/2025).

    Sementara itu, sebagian penerimaan mencakup sebagian besar penerimaan migas dan panas bumi dicatat pada akun Kementerian Keuangan. Pada pencatatan tersebut, realisasinya mencapai Rp 97,3 triliun.

    Bila dirinci dari sisi kontribusi subsektor, Sumber Daya Alam Mineral dan Batubara (Minerba) masih menjadi penyumbang terbesar PNBP ESDM dengan realisasi mencapai Rp 124,63 triliun.

    Posisi berikutnya ditempati sektor Minyak dan Gas Bumi (Migas) dengan kontribusi Rp 91,82 triliun. Sementara itu, sektor Panas Bumi menyumbang Rp 2,45 triliun, serta iuran badan usaha dan layanan jasa teknis lainnya sebesar Rp 9,15 triliun.

    Dengan sisa waktu tahun anggaran yang masih tersedia, Kementerian ESDM optimistis target PNBP 2025 dapat terus dikejar. “Dengan realisasi saat ini sebesar Rp228,05 triliun, insya Allah target PNBP sektor ESDM tahun 2025 sekitar Rp 256 triliun dapat tercapai,” kata Gita.

     

  • Jelang Tutup Tahun, APBN Tekor Rp 560,3 Triliun

    Jelang Tutup Tahun, APBN Tekor Rp 560,3 Triliun

    Jakarta

    Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan posisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sampai 30 November 2025 mengalami defisit Rp 560,3 triliun. Realisasi itu setara dengan 2,35% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

    Defisit APBN artinya pendapatan negara lebih kecil dibanding jumlah pengeluaran atau belanja negara.

    “Defisit APBN tercatat sebesar Rp 560,3 triliun atau 2,35% terhadap PDB. Ini masih dalam batas yang terkelola dan sesuai dengan desain APBN kita,” kata Purbaya dalam konferensi pers APBN KiTA di kantornya, Jakarta Pusat, Kamis (18/12/2025).

    Tercatat pendapatan negara sampai 30 November 2025 mencapai Rp 2.351,5 triliun atau 82,1% dari outlook, sementara belanja negara terealisasi sebesar Rp 2.911,8 triliun atau 82,5% dari outlook.

    Lebih rinci diketahui, pendapatan negara yang terkumpul Rp 2.351,5 triliun berasal dari penerimaan pajak (Rp 1.634,4 triliun), kepabeanan dan cukai (Rp 269,4 triliun), serta penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang mencapai Rp 444,9 triliun.

    Sementara itu, belanja negara yang mencapai Rp 2.911,8 triliun berasal dari belanja pemerintah pusat yakni Rp 2.116,2 triliun, serta transfer ke daerah Rp 795,6 triliun.

    “Ini mencerminkan belanja pemerintah yang terus diarahkan untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi dan mendukung program prioritas,” ucap Purbaya.

    Realisasi APBN ini diklaim menunjukkan pengelolaan yang hati-hati dan prudent. Keseimbangan primer tercatat defisit Rp 82,2 triliun.

    “Keseimbangan primer mencatat defisit Rp 82,2 triliun. Ini menunjukkan pengelolaan fiskal yang tetap prudent di tengah berbagai tantangan global,” imbuh Purbaya.

    (aid/fdl)

  • Pengusaha Minta Pajak Internet Dikurangi Agar 5G Ngebut

    Pengusaha Minta Pajak Internet Dikurangi Agar 5G Ngebut

    Bisnis.com, JAKARTA—Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) meminta pemerintah meninjau ulang kebijakan pungutan dan pajak di sektor telekomunikasi agar pengembangan jaringan generasi kelima (5G) di Indonesia dapat melaju lebih cepat.

    Direktur Eksekutif ATSI Marwan O Baasir menegaskan 5G bukan sekadar teknologi baru, melainkan bagian dari peta jalan (roadmap) pengembangan jaringan yang tidak bisa dihentikan oleh operator. Menurutnya, keberlanjutan pembangunan jaringan menjadi keniscayaan seiring meningkatnya peran internet dalam kehidupan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi digital.

    “Continuity-nya harus terjadi. Operator harus jalan di 5G,” kata Marwan ditemui usai talkshow bertajuk ‘Ancaman Kejahatan Digital serta Urgensi Registrasi Pelanggan Seluler Berbasis Biometrik Face Recognition’ yang digelar Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) bersama ATSI di Jakarta, Rabu (17/12/2025).

    Namun, Marwan menilai terdapat dua tantangan utama yang dihadapi operator dalam mengakselerasi 5G, yakni model bisnis dan struktur biaya, khususnya terkait harga spektrum serta beban pajak dan pungutan.

    Dia mempertanyakan konsistensi kebijakan pemerintah yang di satu sisi menekankan pentingnya internet bagi masyarakat, tetapi di sisi lain masih membebani layanan tersebut dengan pajak yang tinggi.

    Menurut Marwan, internet kini telah menjadi kebutuhan fundamental masyarakat sekaligus tulang punggung ekonomi digital nasional. Oleh karena itu, kebijakan fiskal seharusnya lebih berpihak pada perluasan akses dan peningkatan keterjangkauan layanan.

    “Internet itu penting banget. Udah nomor tiga. Masa masih pajak terus sih? Pajak masih tinggi, gitu. Cukup lah ambil kemewahan pajak dari kuota-kuota internet ini,” ujarnya.

    Dia menambahkan, pembebanan pajak yang berlebihan justru berpotensi menghambat adopsi layanan digital di masyarakat. ATSI pun mendorong agar kontribusi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor telekomunikasi diturunkan ke level yang lebih rasional.

    Dia mengungkapkan, ATSI bersama sejumlah asosiasi lain telah mengusulkan penurunan PNBP dari kisaran 12,4% menjadi lebih rendah agar ruang investasi operator semakin longgar. Penurunan PNBP dinilai penting untuk mendorong percepatan pembangunan jaringan 5G.

    “Iya lah, PNBP-nya turunin lah, gitu. [supaya lebih cepat] Iya kan? Di bawah 10%?” kata Marwan.

    Di sisi lain, Marwan menyampaikan bahwa operator masih menunggu kepastian pemerintah terkait dokumen dan jadwal lelang spektrum untuk 5G. Meski demikian, dia menilai pemerintah akan mempertimbangkan kondisi terkini, termasuk upaya pemulihan konektivitas di wilayah terdampak bencana di Sumatra dan Aceh.

    “Mungkin pemerintah punya pemikiran sendiri, mungkin ditarik awal tahun kan. Saya rasa si pemerintah cukup bijak,” katanya.

    Sementara itu, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menargetkan penetrasi internet 5G di Indonesia mencapai 32% dari total populasi pada 2030. Pada awal 2025, penetrasi 5G masih berada di kisaran 4%–5%, dan per Oktober 2025 baru mencapai sekitar 10% dari total populasi. Angka tersebut masih tertinggal dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia yang penetrasi 5G-nya telah mencapai 80%.

    Untuk mempercepat adopsi 5G, Komdigi menyiapkan lelang sejumlah pita frekuensi strategis, termasuk 700 MHz dan 2,6 GHz, selain pita 1,4 GHz. Pita 700 MHz merupakan frekuensi low band dengan jangkauan luas, sedangkan 2,6 GHz termasuk mid band yang menawarkan keseimbangan antara cakupan dan kapasitas. Kedua spektrum tersebut diharapkan menjadi katalis percepatan pembangunan dan pemerataan jaringan 5G di Tanah Air.

  • Shorfall Pasti Melebar, Akankah APBN Purbaya Selamat dari Ancaman Defisit 3%?

    Shorfall Pasti Melebar, Akankah APBN Purbaya Selamat dari Ancaman Defisit 3%?

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa memastikan defisit APBN 2025 akan tetap berada di bawah 3% terhadap produk domestik bruto atau PDB.

    Namun demikian, dia tidak menjelaskan secara rinci apa saja strateginya untuk menjaga defisit tetap di bawah 3%. Apalagi, tekanan APBN 2025 terus terjadi. Shortfall pajak sudah hampir dipastikan melebar dari outlook APBN yang dipatok sebesar Rp2.076,9 triliun.

    Kalau mengutip Maklumat Direktur Jenderal Pajak, untuk terbebas dari ancaman pelanggaran konstitusional, penerimaan pajak tahun ini minimal harus finish di angka Rp2.005 triliun.

    Sejauh ini Purbaya hanya mengatakan pihaknya masih menghitung arus keluar masuk kas APBN jelang penutupan 2025. 

    Untuk itu, Purbaya belum bisa memastikan apabila defisit APBN akan melebar dari outlook 2,78% terhadap PDB kendati penerimaan pajak masih di bawah target. 

    “[Defisit] masih dihitung, karena angkanya bergerak terus nih. Kami tunggu yang masuk ke sini berapa, terus PDB-nya juga berapa, akan geser kan,” ujarnya kepada wartawan di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (15/12/2025). 

    Dari sisi penerimaan, Purbaya menyebut Kemenkeu masih bisa mengandalkan setoran penerimaan di luar pajak yakni penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Salah satunya berasal dari Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) sekitar Rp3 triliun. 

    “Katanya pak Jaksa Agung ngasih Rp2 triliun-Rp3 triliun tuh. Dari barang yang dirampas itu lho, [Satgas, red] PKH itu. Itu kan PNBP. Untuk saya kan yang penting uangnya cukup,” jelasnya.

    Mantan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu mengakui bahwa tekanan yang dihadapi pemerintah cukup besar terhadap keseimbangan fiskal. Namun, dia belum bisa memastikan dampaknya terhadap pelebaran defisit dari outlook 2,78% terhadap PDB. 

    “Ini kan masih bergerak angkanya. Kelihatan sih tekanannya cukup besar, tetapi kami jaga di level yang aman,” ungkapnya.

    Realisasi Sementara APBN

    Adapun sampai dengan akhir Oktober 2025, realisasi penerimaan negara baru terkumpul Rp2.113,3 triliun atau 73,7% terhadap outlook lapsem I/2025 yakni Rp2.865,5 triliun. Sumbangsih terbesar yakni pajak, baru terkumpul Rp1.459 triliun atau 70,2% dari outlook Rp2.067,9 triliun. 

    Sementara itu, belanja negara tercatat sebesar Rp2.593 triliun atau 73,5% dari outlook Rp3.527,5 triliun. Dengan demikian, defisit sampai dengan akhir Oktober 2025 yakni Rp532,9 triliun atau 2,02% terhadap PDB. Realisasinya sudah 80,5% terhadap outlook yakni Rp662 triliun (2,78% terhadap PDB). 

    Wanti-wanti Bank Dunia

    Sementara itu, Bank Dunia memberi peringatan terkait kesehatan fiskal Indonesia dalam jangka menengah. Lembaga multilateral tersebut memproyeksikan defisit APBN akan melebar secara konsisten hingga mendekati batas psikologis 3% hingga 2027, seiring dengan penurunan rasio pendapatan negara dan peningkatan beban utang.

    Dalam laporan Indonesia Economic Prospects (IEP) edisi Desember 2025, Bank Dunia memperkirakan defisit keseimbangan fiskal akan berada di level 2,8% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2025 dan bertahan di angka yang sama pada 2026.

    Angka itu diproyeksikan terus melebar menjadi 2,9% terhadap PDB pada 2027, nyaris menyentuh ambang batas defisit fiskal sebesar 3% sebagaimana diatur dalam UU Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara.

    Proyeksi ini lebih tinggi dibandingkan realisasi defisit Oktober 2025 yang tercatat sebesar 2,0% terhadap PDB, maupun target UU APBN 2026 yang mematok defisit di level 2,7%.

    Pelebaran defisit tersebut tidak lepas dari tekanan berat pada sisi pendapatan negara. Bank Dunia mencatat rasio pendapatan negara terhadap PDB diproyeksikan terjun bebas dari realisasi 13,5% pada 2022 menjadi hanya 11,6% pada 2025, sebelum sedikit membaik ke level 11,8% pada 2026.

    “Pendapatan yang berkurang akibat penurunan harga komoditas, percepatan pengembalian pajak [restitusi], serta pengalihan dividen BUMN ke Danantara menjadi faktor utama,” tulis Bank Dunia dalam laporannya, dikutip Rabu (17/12/2025).

    Konsekuensi dari seretnya pendapatan dan melebarnya defisit adalah kenaikan rasio utang pemerintah. Bank Dunia memproyeksikan rasio utang Pemerintah Pusat akan terus mendaki dalam tiga tahun ke depan.

    Dari posisi 39,8% terhadap PDB pada 2024, rasio utang diperkirakan naik menjadi 40,5% pada 2025, 41,1% pada 2026, dan menembus 41,5% pada 2027.

    Kenaikan stok utang ini terjadi di tengah beban biaya dana (cost of fund) yang masih tinggi. Bank Dunia mencatat rasio pembayaran bunga utang terhadap pendapatan tercatat mencapai 20,5% hingga Oktober 2025.

    Artinya, 1/5 pendapatan negara digunakan hanya untuk membayar kewajiban bunga utang pemerintah. Ini mengindikasikan sempitnya ruang gerak belanja pemerintah untuk sektor-sektor produktif lainnya.

    Oleh sebab itu, lembaga yang bermarkas di Washington DC itu mewanti-wanti bahwa risiko fiskal dari sisi domestik cukup nyata. Pendapatan yang lebih rendah dari perencanaan dapat menguji kepatuhan pemerintah terhadap disiplin fiskal dan berpotensi membatasi belanja negara.

    “[Perlu] penguatan administrasi dan kebijakan perpajakan di tengah kondisi harga komoditas yang kurang menguntungkan, guna menyediakan ruang fiskal untuk pengeluaran yang mendorong pertumbuhan ekonomi,” saran Bank Dunia.

    Dalam laporan yang sama, Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia masih akan stagnan di kisaran 5% hingga 2025. Perinciannya, 5% pada 2025, 5% pada 2026, dan 5,2% pada 2027.

  • Nelayan Pantura Ngeluh Keamanan-Urusan BBM, Trenggono Pastikan Hal Ini

    Nelayan Pantura Ngeluh Keamanan-Urusan BBM, Trenggono Pastikan Hal Ini

    Jakarta

    Menteri Kelautan dan Perikanan (MKP) Sakti Wahyu Trenggono menerima audiensi dengan nelayan yang tergabung dalam Gerakan Nelayan Pantura. Dalam pertemuan tersebut, nelayan menyampaikan berbagai persoalan yang masih dihadapi di lapangan, mulai dari keamanan di laut, kelengkapan dokumen kapal, penggunaan alat tangkap ramah lingkungan, hingga distribusi dan pengawasan bahan bakar minyak (BBM).

    Ketua Gerakan Nelayan Pantura Kajidin menilai nelayan selama ini telah berperan aktif dalam mendukung kebijakan pemerintah. Menurut ia, nelayan sudah patuh terhadap aturan yang berlaku, seperti membayar pajak dan PNBP. Sayangnya, masih kerap menghadapi persoalan saat beroperasi di laut.

    “Kami berharap kebijakan KKP benar-benar melindungi nelayan. Kalau ada kekurangan dokumen, seharusnya diselesaikan di darat, bukan justru menjadi masalah ketika kami sudah melaut,” ujar Kajidin, dikutip Rabu (17/12/2025).

    Perwakilan nelayan Juana, Purnomo, juga menyoroti perlunya kejelasan kebijakan pemeriksaan kapal di laut agar nelayan memiliki kepastian hukum dan kenyamanan dalam bekerja. Purnomo menilai masih terjadi kesalahpahaman di lapangan terkait dokumentasi dan pengawasan.

    Menanggapi hal tersebut, MKP Sakti Wahyu Trenggono menegaskan bahwa KKP terus melakukan perbaikan kebijakan agar lebih berpihak kepada nelayan. Ia memastikan pengawasan yang dilakukan bukan untuk mempersulit, melainkan memberi kepastian hukum dan menjaga keberlanjutan sumber daya ikan.

    “Keluhan nelayan bukan pada PSDKP. Kami akan berkoordinasi dengan aparat penegak hukum lain untuk memastikan kebijakan pengawasan berjalan selaras dan tidak menimbulkan kesalahpahaman,” sahut pria yang akrab disapa Trenggono.

    Dia menjelaskan, salah satu kebijakan yang diambil adalah perubahan skema PNBP perikanan dari sistem pra-produksi menjadi pasca-produksi. Dengan skema tersebut, nelayan dapat melaut terlebih dahulu, kemudian kewajiban PNBP dihitung berdasarkan hasil tangkapan.

    “Kita ingin nelayan fokus melaut. Dapat berapa, kita hitung bersama. Ini bagian dari upaya meringankan beban nelayan,” terangnya.

    Selain itu, KKP juga mendorong penerapan penangkapan ikan terukur untuk mengurangi tekanan di wilayah penangkapan tertentu dan mencegah konflik antar nelayan. Kebijakan ini diharapkan membuat nelayan tidak perlu melaut terlalu jauh sehingga biaya operasional lebih efisien.

    Trenggono menekankan kebijakan alat tangkap ramah lingkungan dan pengaturan BBM diterapkan demi menjaga laut sebagai sumber penghidupan nelayan dalam jangka panjang. Ia memastikan setiap masukan nelayan akan dicatat dan ditindaklanjuti.

    “Kami ingin nelayan menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Semua kebijakan KKP diarahkan untuk itu, termasuk pembangunan Kampung Nelayan Merah Putih,” imbuh Trenggono.

    Tonton juga video “Pembangunan Kampung Nelayan Merah Putih Ditargetkan Rampung Akhir 2025”

    (rea/kil)

  • Anak Buah Purbaya Akui Defisit APBN 2025 Berpotensi Melebar, Tetap Jaga di Bawah 3%

    Anak Buah Purbaya Akui Defisit APBN 2025 Berpotensi Melebar, Tetap Jaga di Bawah 3%

    Bisnis.com, JAKARTA — APBN 2025 menghadapi tekanan pada akhir tahun, yaitu pada saat pemerintahan akselerasi belanja, penerimaan pajak masih alami kontraksi. Akibatnya, defisit fiskal berpotensi semakin melebar.

    Awalnya, pemerintah menetapkan defisit APBN 2025 sebesar 2,53% terhadap produk domestik bruto (PDB). Kendati demikian, dalam laporan semester I, Kementerian Keuangan memproyeksikan terjadi pelebaran defisit APBN 2025 menjadi 2,78% terhadap PDB.

    Ternyata, defisit fiskal itu berpotensi kembali melebar. Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Nathan Kacaribu menyatakan otoritas fiskal sedang memantau perkembangan dalam dua pekan terakhir tahun ini.

    Meski tidak menampik kemungkinan pelebaran defisit di atas 2,78%, dia menyatakan Kementerian Keuangan tidak akan melanggar aturan peraturan perundang-undangan yang ada. Adapun, UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara sudah menetapkan ambang batas defisit anggaran sebesar 3% terhadap PDB. 

    “Outlook-nya kan 2,78% ya. Ini kita sedang lihat dua minggu terakhir. Kalaupun nanti melebar, kita akan tetap jaga di bawah 3%,” jelas Febrio di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Selasa (16/12/2025).

    Ketika ditanya terkait proyeksi pelebarannya, anak buah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa itu meminta setiap pihak bersabar. Febrio hanya menekankan bahwa otoritas fiskal akan lakukan penyesuaian sehingga defisit tidak melebihi 3% terhadap PDB. “Lagi kita hitung. Ini lagi akhir tahun kan, kita coba kalibrasi. Teman-teman penerimaan sedang kerja,” tutupnya.

    Sebelumnya, Purbaya meyakini defisit APBN 2025 akan tetap berada di bawah 3% terhadap PDB kendati adanya tekanan yang besar. Dia menyebut pihaknya masih menghitung arus keluar masuk kas APBN jelang penutupan 2025. 

    Untuk itu, Purbaya belum bisa memastikan apabila defisit APBN akan melebar dari outlook 2,78% terhadap PDB kendati penerimaan pajak masih di bawah target. 

    “[Defisit] masih dihitung, karena angkanya bergerak terus nih. Kami tunggu yang masuk ke sini berapa, terus PDB-nya juga berapa, akan geser kan,” ujarnya kepada wartawan di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (15/12/2025). 

    Dari sisi penerimaan, Purbaya menyebut Kemenkeu masih bisa mengandalkan setoran penerimaan di luar pajak yakni penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Salah satunya berasal dari Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) sekitar Rp3 triliun. 

    “Katanya pak Jaksa Agung ngasih Rp2 triliun-Rp3 triliun tuh. Dari barang yang dirampas itu lho, [Satgas, red] PKH itu. Itu kan PNBP. Untuk saya kan yang penting uangnya cukup,” jelasnya.

    Mantan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu mengakui bahwa tekanan yang dihadapi pemerintah cukup besar terhadap keseimbangan fiskal. Namun, dia belum bisa memastikan dampaknya terhadap pelebaran defisit dari outlook 2,78% terhadap PDB. “Ini kan masih bergerak angkanya. Kelihatan sih tekanannya cukup besar, tetapi kami jaga di level yang aman,” ungkapnya.

    Adapun sampai dengan akhir Oktober 2025, realisasi penerimaan negara baru terkumpul Rp2.113,3 triliun atau 73,7% terhadap outlook laporan semester I/2025 yakni Rp2.865,5 triliun. Sumbangsih terbesar yakni pajak, baru terkumpul Rp1.459 triliun atau 70,2% dari outlook Rp2.067,9 triliun. 

    Sementara itu, belanja negara tercatat sebesar Rp2.593 triliun atau 73,5% dari outlook Rp3.527,5 triliun. Dengan demikian, defisit sampai dengan akhir Oktober 2025 yakni Rp532,9 triliun atau 2,02% terhadap PDB. Realisasinya sudah 80,5% terhadap outlook yakni Rp662 triliun (2,78% terhadap PDB).