Produk: PKL

  • BPOM Ungkap Ciri-Ciri Penjual Takjil yang Gunakan Bahan Berbahaya

    BPOM Ungkap Ciri-Ciri Penjual Takjil yang Gunakan Bahan Berbahaya

    JAKARTA – Saat bulan puasa, penjualan takjil atau makanan berbuka puasa semakin meningkat. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terus melakukan pengawasan terhadap produk makanan yang dijual, terutama oleh pedagang kaki lima dan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

    Salah satu temuan yang masih sering terjadi adalah penggunaan bahan tambahan pangan berbahaya, seperti pewarna tekstil, pengawet ilegal, dan zat kimia yang dilarang dalam makanan.

    BPOM mengungkapkan beberapa ciri khas takjil yang mungkin mengandung bahan berbahaya. Salah satunya adalah makanan atau minuman dengan warna yang terlalu mencolok.

    Hal ini diungkapkan Dra. Dwiana Andayani, Apt. Direktur Standarisasi Pangan Olahan BPOM RI melalui acara ‘Pahami Bahan Tambahan Pangan yang Aman Pada Makanan Kemasan untuk Cegah Obesitas’ yang diselenggarakan oleh Nutri Food bersama Kementerian Kesehatan RI dan BPOM.

    “Kalau ada yang jual minuman es campuran pacar cina dengan warna pink menyala, itu dilarang. Bisa jadi mengandung pewarna tekstil yang tidak aman untuk dikonsumsi,” ujar Dwiana, saat ditemui di kawasan Melawai, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada Selasa, 4 Maret 2025.

    Selain itu, beberapa makanan seperti kerupuk, mi, dan jajanan berwarna terang diduga masih menggunakan bahan pewarna sintetis yang berbahaya seperti metanil yellow dan rhodamin B.

    Pewarna ini seharusnya hanya digunakan dalam industri tekstil, bukan untuk makanan. Konsumsi jangka panjang dapat berdampak buruk pada kesehatan, termasuk risiko kanker dan gangguan organ dalam.

    Penggunaan boraks dan formalin dalam makanan juga masih ditemukan di beberapa jenis takjil, seperti bakso, mi basah, dan tahu. Boraks biasanya digunakan sebagai pengenyal, sementara formalin sering dipakai untuk mengawetkan makanan agar tidak cepat basi. Padahal, kedua zat ini berbahaya bagi kesehatan dan dapat merusak sistem pencernaan serta ginjal jika dikonsumsi dalam jangka panjang. 

    “Biasanya dikasih pengawet itu makanan supaya awet, terus ada pemanis, enggak tahu dipakai apa, diidentifikasinya adalah pakai pewarna. Kita suruh UMKM menggunakan bahan makanan dengan warna alami,” ucapnya. 

    “Kalau warnanya mencolok, seperti kerupuk atau mi menggunakan metanil yellow, rhodamin b, boraks, formalin, tetap saja ini jadi bahan sering digunakan pedagang,” tambahnya. 

    BPOM menegaskan bahwa edukasi terhadap pedagang dan pelaku UMKM terus dilakukan setiap tahun. Namun, masih ada sebagian pedagang yang kurang memahami atau mengabaikan aturan penggunaan bahan tambahan pangan yang aman.

    “Biasanya makanan diberikan pengawet supaya awet, atau pemanis buatan tanpa tahu bahan yang dipakai aman atau tidak,” kata BPOM.

    BPOM mendorong pedagang untuk beralih menggunakan bahan alami sebagai pewarna makanan, seperti ekstrak buah naga untuk warna merah, kunyit untuk warna kuning, dan pandan untuk warna hijau. Selain lebih aman, bahan alami juga memberikan manfaat kesehatan bagi konsumen.

    Masyarakat juga diminta untuk lebih teliti dalam membeli takjil atau produk makanan lainnya. Jika membeli produk kemasan atau bumbu tambahan seperti vanila untuk kue, pastikan produk tersebut memiliki nomor registrasi BPOM. Produk yang sudah terdaftar di BPOM telah melalui uji keamanan dan layak dikonsumsi.

    BPOM juga mengingatkan bahwa makanan yang dijual di supermarket atau toko resmi biasanya sudah melalui proses pemeriksaan ketat. Namun, untuk makanan yang dijual di pinggir jalan atau pasar tradisional, masyarakat perlu lebih waspada dan memastikan bahwa makanan yang dibeli tidak mengandung bahan berbahaya. 

  • Ramadan dan Transformasi Sosial: Dampak Solidaritas terhadap Ekonomi

    Ramadan dan Transformasi Sosial: Dampak Solidaritas terhadap Ekonomi

    Ramadan, sebagai bulan yang penuh berkah, tidak hanya membawa perubahan spiritual bagi umat Muslim, tetapi juga memiliki dampak sosial yang signifikan. Salah satu aspek utama dari transformasi sosial selama Ramadan adalah meningkatnya solidaritas di kalangan masyarakat, yang memiliki dampak yang jauh lebih luas, termasuk dalam aspek ekonomi. Solidaritas yang terbangun selama bulan puasa ini memainkan peran penting dalam mempererat hubungan antar individu dan komunitas, serta menciptakan peluang untuk perbaikan dalam sektor ekonomi.

    Selama bulan Ramadan, umat Muslim didorong untuk lebih memperhatikan kebutuhan sesama, yang terlihat dalam berbagai aktivitas sosial seperti berbuka puasa bersama, memberikan sedekah, dan menyalurkan zakat. Salah satu kewajiban penting dalam bulan ini adalah membayar zakat fitrah, yang bertujuan untuk membantu mereka yang kurang mampu. 

    Selain zakat, tradisi berbagi makanan saat berbuka puasa dan memberikan sumbangan menjadi aktivitas yang memperkuat rasa kebersamaan. Kegiatan-kegiatan ini tidak hanya bersifat individu, tetapi juga mendorong terciptanya solidaritas dalam komunitas (Wajdi, 2023).

    Solidaritas yang muncul juga terlihat dalam peningkatan kegiatan gotong royong, seperti membantu tetangga yang membutuhkan atau membagikan makanan kepada panti asuhan dan rumah sakit. Ramadan, dengan nilai-nilai spiritual yang terkandung, mengajarkan umat untuk tidak hanya fokus pada diri sendiri, tetapi juga memberikan perhatian kepada orang lain, terutama mereka yang sedang menghadapi kesulitan. 

    Hal ini membawa perubahan dalam cara pandang masyarakat, memperkuat rasa kebersamaan dan empati. Sebagaimana Allah Swt berfirman dalam Al-Qur’an:”Dan bersegeralah kamu (dalam kebaikan) untuk memaafkan dan meraih ampunan dari Tuhanmu, dan rahmat-Nya. Itu lebih baik bagi kalian, jika kalian mengetahui.” (QS Al-Hadid: 21)

    Hadits Nabi Muhammad SAW juga menguatkan pesan tersebut:”Barang siapa yang memberi makan orang yang berpuasa untuk berbuka, maka dia akan mendapat pahala seperti orang yang berpuasa itu tanpa mengurangi sedikitpun pahala orang yang berpuasa.” (HR Tirmidzi). Hadits ini menegaskan pentingnya berbagi makanan dan solidaritas sosial selama Ramadan, yang mendatangkan pahala besar bagi pemberinya.

    Dampak Solidaritas terhadap EkonomiSuasana Pasar Ramadan di kompleks Pasar Sentral Pekkabata, Kecamatan Polewali, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat, Sabtu (1/3/2025). – (Beritasatu.com/Asyharuddin Arbab)

    Peningkatan solidaritas selama bulan Ramadan tidak hanya mempengaruhi hubungan sosial, tetapi juga memberikan dampak signifikan terhadap perekonomian. Salah satu fenomena yang terlihat jelas adalah peningkatan konsumsi, meskipun pada tingkat individu, pola konsumsi lebih terfokus pada kebutuhan dasar. 

    Namun, tradisi berbuka puasa bersama, pembagian makanan, dan zakat mal turut memperkuat perekonomian di sektor tertentu (Ali, 2023). Ramadan memberikan kesempatan bagi umat Muslim untuk lebih peduli terhadap kesejahteraan sesama, melalui berbagai kegiatan sosial yang turut berkontribusi pada ekonomi lokal.

    Selama Ramadan, banyak usaha mikro dan kecil yang merasakan dampak positif dari kebiasaan berbuka puasa bersama. Rumah makan, warung, dan pedagang kaki lima yang menyediakan takjil, makanan utama, serta hidangan khusus lainnya, mengalami peningkatan permintaan. Kegiatan ini menjadi momen bagi masyarakat untuk saling berbagi, serta mendukung ekonomi lokal, terutama usaha kecil. 

    Permintaan terhadap makanan dan minuman meningkat secara signifikan selama bulan Ramadan, memberikan keuntungan besar bagi sektor kuliner (Suryani, 2023). Imam al-Suyuti dalam tafsir al-Durr al-Manthur menjelaskan bahwa ibadah puasa dan solidaritas yang berkembang selama Ramadan dapat memicu peningkatan ekonomi masyarakat, khususnya dalam sektor perdagangan lokal yang memanfaatkan momen berbuka puasa untuk meningkatkan pendapatan.

    Zakat dan Pengaruhnya pada Distribusi PendapatanIlustrasi Zakat Fitrah – (Freepik/-)

    Zakat memainkan peran penting dalam mengurangi ketimpangan sosial-ekonomi. Selama Ramadan, umat Muslim diwajibkan membayar zakat fitrah yang sebagian besar digunakan untuk membantu mereka yang membutuhkan. Pendistribusian zakat, baik dalam bentuk uang maupun barang kebutuhan pokok, mengurangi beban ekonomi mereka yang berada di bawah garis kemiskinan.

    Selain itu, zakat dapat menjadi pendorong bagi ekonomi lokal dengan membuka peluang bagi individu atau komunitas untuk memulai usaha kecil atau mengembangkan keterampilan mereka (Mulyani, 2023). Zakat berperan penting dalam memperlancar distribusi kekayaan, memperkuat solidaritas antar sesama, serta mengurangi kesenjangan sosial. 

    Zakat, selain kewajiban spiritual, juga berfungsi sebagai instrumen untuk menyeimbangkan perekonomian masyarakat. Seperti yang disebutkan dalam Al-Qur’an:”Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, untuk membersihkan dan menyucikan mereka…” (QS At-Taubah: 103). Ayat ini menegaskan bahwa zakat tidak hanya membersihkan harta, tetapi juga berdampak positif pada perekonomian dengan memastikan distribusi kekayaan yang lebih adil.

    Kewirausahaan Sosial dan Kegiatan Filantropi

    Ramadan juga membuka peluang bagi kewirausahaan sosial, di mana banyak individu atau organisasi memanfaatkan bulan ini untuk mengadakan kegiatan filantropi, seperti program berbagi makanan, pakaian, atau pendidikan. Kegiatan ini tidak hanya memberi manfaat bagi penerima, tetapi juga mendorong kolaborasi antara berbagai sektor, termasuk sektor swasta, lembaga keagamaan, dan komunitas. 

    Program-program ini sering memberikan dampak langsung terhadap ekonomi lokal, misalnya dengan menciptakan lapangan pekerjaan sementara atau meningkatkan pendapatan bagi mereka yang terlibat dalam kegiatan sosial tersebut (Wahyudi, 2023). Pemberian harta dalam bentuk zakat dan sedekah selama Ramadan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menciptakan rasa keadilan sosial. 

    Beliau menyatakan bahwa harta yang dikeluarkan untuk membantu sesama di bulan Ramadan adalah harta yang dapat membersihkan jiwa dan membawa berkah (al-Ghazali, 1995). Hal ini mencerminkan bahwa kegiatan filantropi dan kewirausahaan sosial selama Ramadan tidak hanya menguntungkan penerima, tetapi juga membawa keberkahan bagi pemberinya.

    Kesimpulan

    Ramadan bukan hanya bulan untuk meningkatkan ibadah, tetapi juga membawa perubahan sosial yang positif, terutama melalui solidaritas. Selama bulan ini, kegiatan berbuka puasa bersama, zakat, dan bantuan sosial mempererat hubungan antar individu dan komunitas. 

    Dampak ekonomi terlihat melalui peningkatan aktivitas usaha lokal, terutama kuliner, serta distribusi kekayaan yang lebih merata melalui zakat. Kewirausahaan sosial juga tumbuh, menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, Ramadan tidak hanya memperkuat hubungan spiritual, tetapi juga memberikan kontribusi besar bagi ekonomi dan sosial masyarakat.

    Penulis adalah mahasiswa Pendidikan Kader Ulama Masjid Istiqlal (PKUMI)
     

  • Warga Gaza Bukber Hari Pertama Ramadan di Tengah Reruntuhan, Bersyukur Tidak Ada Serangan Udara – Halaman all

    Warga Gaza Bukber Hari Pertama Ramadan di Tengah Reruntuhan, Bersyukur Tidak Ada Serangan Udara – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Warga Palestina di Gaza berkumpul untuk berbuka puasa pada hari pertama Ramadan, di tengah reruntuhan bangunan akibat perang.

    Lampu gantung warna-warni menghiasi beberapa sudut Gaza.

    Meskipun banyak bangunan hancur, warga tetap berbuka bersama dengan sukacita.

    Mereka bersyukur karena tidak ada serangan udara yang mengguncang di hari pertama puasa, dikutip dari Al-Jazeera dan AFP.

    Ramadan tahun ini dimulai dalam suasana gencatan senjata, yang membuat warga Gaza bersyukur karena tidak ada ledakan atau serangan udara.

    Beberapa toko yang belum hancur telah dibuka kembali, dan pedagang kaki lima mulai berjualan di pasar.

    Meskipun begitu, warga Gaza masih kesulitan untuk berbelanja akibat kehancuran yang terjadi karena perang.

    Gencatan senjata yang dimulai pada Januari membawa sedikit ketenangan, meskipun warga Gaza masih hidup dalam reruntuhan dan kesulitan memenuhi kebutuhan dasar.

    Bagi Fatima Al-Absi, warga Jabaliya di Gaza, Ramadan tahun ini sangat berbeda.

    Suaminya dan menantu laki-lakinya telah terbunuh dalam perang, rumahnya hancur, dan masjid yang biasa ia datangi untuk salat juga rusak.

    “Tidak ada suami, tidak ada rumah, tidak ada makanan yang layak, dan tidak ada kehidupan yang layak,” ungkapnya.

    Meskipun demikian, dia tetap berdoa dan berharap Tuhan memberikan kesabaran dan kekuatan.

    Gencatan senjata tahap pertama antara Israel dan Hamas berakhir pada Sabtu (1/3/2025).

    Gencatan senjata ini memberi sedikit ketenangan bagi warga Gaza, yang kini harus berjuang untuk bertahan hidup di tengah reruntuhan dan kesulitan ekonomi.

    Ramadan tahun ini, meski penuh dengan kesedihan akibat perang, tetap menjadi waktu bagi umat Muslim untuk memperbanyak ibadah, merenungkan agama, dan berbuka puasa bersama keluarga dan teman-teman.

    Bagi banyak warga Gaza, kehidupan tetap sulit, dan mereka berharap untuk kedamaian dan keamanan di masa depan.

    Selama enam minggu gencatan senjata, Hamas telah membebaskan 25 sandera hidup dan menyerahkan delapan jenazah ke Israel, dengan imbalan ratusan tahanan Palestina.

    Negosiasi selanjutnya, masih membawa ketidakpastian bagi warga Gaza dan sandera yang ditahan oleh Hamas.

    Perang yang dimulai pada Oktober 2023 antara Israel dan Hamas telah menewaskan sekitar 1.200 orang di Israel dan 48.000 orang di Gaza.

    Pemerintah Israel mendukung usulan untuk memperpanjang fase pertama gencatan senjata hingga bulan Ramadan dan Paskah Yahudi, meskipun Hamas menuntut perundingan untuk fase kedua.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • Ramadan di Indonesia: Berkah bagi Semua

    Ramadan di Indonesia: Berkah bagi Semua

    Setiap tahun, Ramadan datang membawa suasana yang tak tergantikan. Masjid mendadak jadi tempat favorit, warung makan pasang tirai ala ninja, dan jalanan lebih macet jelang maghrib karena semua orang mendadak menjadi pemburu takjil, penjual takjil, atau bahkan yang membagi-bagikan takjil gratis di jalan-jalan.

    Di Indonesia, Ramadan bukan sekadar bulan ibadah, tapi juga festival kebaikan, kebersamaan, dan tentu saja kuliner dadakan yang menggoda iman.

    Dari subuh sampai isya, ada banyak hal yang membuat Ramadan di Indonesia unik. Sahur, misalnya, bukan hanya soal makan, tapi juga ajang uji kesabaran. Dari suara alarm yang entah kenapa lebih sulit dikalahkan dari biasanya, sampai seruan “Sahuuur!” dari masjid, musala, dan anak-anak kampung yang lebih semangat ketimbang pemain bola saat mencetak gol kemenangan.

    Lalu, setelah subuh, datanglah ujian berikutnya: tetap melek di kantor atau tempat kerja sambil menahan godaan kantuk dan malas yang lebih dahsyat dari biasanya. Untuk Ramadan kali ini, berdasarkan SK 3 menteri, anak-anak sekolah mendapatkan jatah libur di minggu pertama. Semoga mereka bisa menggunakan waktu luangnya untuk hal-hal yang bermanfaat. Semoga kita selalu senantiasa antusias menjalani aktivitas meskipun sedang beraktivitas di bulan Ramadan.

    Pastinya, salah satu yang paling dinanti dari Ramadan di Indonesia adalah berburu takjil. Dari yang santai sampai yang totalitas, semua punya gaya masing-masing. Tahun kemarin, media sosial sempat heboh dengan fenomena “war takjil” di mana masyarakat, baik muslim maupun non-muslim, rela antre berjam-jam untuk membeli takjil buka atau bahkan berebut demi mendapatkan takjil gratis di masjid-masjid atau komunitas tertentu.

    Dari mulai kolak, es buah, sampai gorengan, semuanya jadi rebutan. Fenomena ini menunjukkan betapa antusiasnya masyarakat dalam menikmati berkah Ramadan, meskipun kadang lupa bahwa niat berburu takjil seharusnya bukan sekadar untuk koleksi, tapi juga untuk berbagi.

    Dan memang, Ramadan selalu identik dengan semangat berbagi. Rasulullah SAW bersabda:

    عَنْ زَيْدِ بْنِ خَالِدٍ الْجُهَنِيِّ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: “مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ، مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا

    Artinya: Dari Zaid bin Khalid Al-Juhani, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang memberi makanan untuk berbuka kepada orang yang berpuasa, maka ia mendapatkan pahala seperti orang yang berpuasa itu, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa sedikit pun.” (HR Tirmidzi, Ibnu Majah)

    Tak heran jika di Indonesia, berbagi makanan saat berbuka jadi tradisi yang begitu melekat. Pedagang kaki lima, komunitas sosial, hingga orang-orang biasa berlomba-lomba membagikan takjil gratis di jalanan. Bagi yang memberi, ada kebahagiaan dalam berbagi. Bagi yang menerima, ada kehangatan dalam kebersamaan.

    Selain berbagi makanan, Ramadan di Indonesia juga dipenuhi dengan kajian keislaman, pesantren kilat, dan tadarus Al-Qur’an yang semakin menggema. Inilah bulan di mana banyak orang kembali mendekatkan diri kepada Allah. Sebagaimana firman-Nya dalam Al-Qur’an:

    شَهْرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِىٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلْقُرْءَانُ هُدًۭى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَٰتٍۢ مِّنَ ٱلْهُدَىٰ وَٱلْفُرْقَانِ ۚ فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ ٱلشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۖ وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍۢ فَعِدَّةٌۭ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ يُرِيدُ ٱللَّهُ بِكُمُ ٱلْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ ٱلْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا۟ ٱلْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا۟ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَىٰكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

    Artinya: “Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu serta pembeda (antara yang benar dan yang batil).” (QS. Al-Baqarah: 185)

    Dan yang tak kalah menarik, Ramadan di Indonesia bukan hanya dirasakan oleh umat Islam, tapi juga menjadi momen kebersamaan lintas agama. Banyak saudara-saudara kita non-Muslim yang ikut menunjukkan toleransi, bahkan ada yang turut berbagi dalam kegiatan sosial. Di tengah perbedaan, Ramadhan justru menjadi jembatan yang mempererat hubungan antar sesama.

    Ramadhan bukan sekadar tentang menahan lapar dan dahaga, tetapi juga tentang membangun kesadaran sosial. Di bulan ini, batas-batas sosial seakan memudar. Orang kaya dan miskin sama-sama merasakan lapar, yang pada akhirnya menumbuhkan empati dan keinginan untuk berbagi. War takjil yang viral di media sosial tahun lalu, di mana orang-orang berebut makanan berbuka di jalanan, mengingatkan bahwa dalam beramal pun perlu keikhlasan dan ketertiban. Bukan soal siapa yang mendapatkan lebih dulu, tetapi bagaimana kebersamaan itu tercipta dalam harmoni.

    Dan tentu saja, di Indonesia, tidak ada Lebaran tanpa mudik, sebuah tradisi yang lebih dari sekadar perjalanan pulang kampung. Setiap tahunnya, jutaan orang berbondong-bondong kembali ke tanah kelahiran untuk berkumpul dengan keluarga besar. Macet berjam-jam di jalan, antrean panjang di terminal, stasiun, pelabuhan, dan juga bandara. 

    Perjuangan mendapatkan tiket mudik lebih sulit dan mahal jikalau tidak dibeli dari jauh-jauh hari. Semuanya menjadi bagian dari ritual tahunan ini. Mudik bukan hanya perjalanan fisik, tetapi juga perjalanan batin untuk kembali kepada akar, merajut kembali kenangan masa kecil, dan merasakan kembali hangatnya pelukan orang tua yang mungkin selama ini hanya terdengar suaranya di telepon.

    Mudik juga merupakan refleksi dari semangat harmonisme yang diajarkan dalam Islam. Rasulullah SAW bersabda:

    مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا، نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ، يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ

    Artinya: “Barang siapa yang menyelesaikan kesulitan seorang mukmin dari berbagai kesulitan-kesulitan dunia, niscaya Allah akan memudahkan kesulitan-kesulitannya pada hari kiamat. Siapa yang memudahkan orang yang sedang kesulitan, niscaya Allah mudahkan baginya di dunia dan akhirat.”

    Dalam perjalanan mudik, kita melihat nilai ini dalam bentuk nyata. Orang-orang yang sabar mengantre, pemudik yang saling berbagi bekal di rest area, bahkan polisi dan relawan yang bekerja ekstra demi kelancaran perjalanan, semuanya adalah cerminan dari semangat kebersamaan yang diajarkan di bulan Ramadhan.

    Selain itu, mudik juga menjadi ajang memperbaiki hubungan. Banyak yang akhirnya pulang bukan sekadar untuk bertemu keluarga, tetapi juga untuk menyelesaikan konflik lama, mempererat kembali silaturahmi yang sempat renggang, dan tentu saja memenuhi kewajiban untuk berbakti kepada orang tua. Dalam Islam, menjaga hubungan baik dengan keluarga adalah bagian dari ibadah, dan momen Lebaran memberikan kesempatan untuk itu.

    Namun, ujian sebenarnya datang setelah Ramadan berlalu. Apakah kelembutan hati yang telah terasah tetap bertahan? Apakah kebiasaan berbagi dan memperhatikan sesama masih terus berlanjut? Ataukah semua kembali seperti sedia kala, di mana kesibukan menelan kembali nilai-nilai yang telah dibangun selama sebulan penuh?

    Harmoni yang tercipta di bulan Ramadhan tidak boleh berhenti di malam takbiran. Seperti gema takbir yang menggema ke seluruh penjuru, semangat berbagi, menahan diri, dan menjaga keharmonisan harus tetap menyala dalam kehidupan sehari-hari. Ramadhan bukanlah sekadar rutinitas tahunan, melainkan latihan spiritual dan sosial agar kita menjadi manusia yang lebih baik sepanjang tahun.

    Akhirnya, setelah sebulan penuh dengan sahur, puasa, berburu takjil, dan tarawih, Idul Fitri pun tiba. Aroma ketupat mulai menyeruak di setiap rumah, opor ayam tersaji di meja makan, dan sanak saudara saling bermaafan dalam kehangatan silaturahmi. Suasana yang sebelumnya dipenuhi perjuangan melawan kantuk saat sahur dan godaan es teh manis di siang hari, kini berganti dengan kebahagiaan berkumpul bersama keluarga dan tetangga.

    Namun, lebih dari sekadar perayaan dan hidangan khas Lebaran, Ramadan selalu meninggalkan sesuatu yang jauh lebih bermakna: hati yang lebih lembut, jiwa yang lebih tenang, dan harapan bahwa nilai-nilai kebaikan yang ditanam selama sebulan ini tidak luntur seiring waktu.

    Semoga puasa di tahun ini lebih baik dari tahun kemarin dan diberikan kelancaran serta keberkahan bagi semua. Amiin Ya Rabbal ‘Alamiin.

    Penulis adalah mahasiswa Pendidikan Kader Ulama Masjid Istiqlal (PKUMI)

  • Momen Warga Gaza Buka Puasa Pertama di Tengah Reruntuhan Sisa Perang

    Momen Warga Gaza Buka Puasa Pertama di Tengah Reruntuhan Sisa Perang

    Gaza

    Umat Muslim di Gaza, Palestina, telah menjalani hari pertama Ramadan 1446 H kemarin. Warga Gaza harus buka puasa di tengah bangunan yang hancur akibat perang.

    Dilansir Al-Jazeera dan AFP, Minggu (2/3/2025), Ramadan tahun ini dimulai saat gencatan senjata. Warga bersyukur tidak ada serangan udara yang mengguncang saat berbuka puasa ataupun tak ada ledakan saat matahari terbit.

    Lampu gantung warna-warni tampak menghiasi sejumlah sudut Gaza. Warga juga mulai kembali beraktivitas di sejumlah lokasi, terutama pasar masih berdiri.

    Toko-toko yang belum hancur telah buka kembali dan pedagang kaki lima telah kembali. Supermarket besar di Nuseirat juga telah membuka pintunya.

    Foto: Suasana buka puasa pertama di Jabalia, Gaza Utara (AFP/BASHAR TALEB)

    Rak-rak kembali terisi. Ada berbagai cokelat, biskuit, keripik, hiasan Ramadan hingga kurma.

    Afif memaparkan sebanyak 24 daerah akan melaksanakan PSU lalu dua daerah yang harus melakukan perbaikan berita acara rekapitulasi. Dia mengatakan KPU akan melaksanakan semua putusan MK dengan penuh tanggung jawab.

    “Untuk perbaikan di daerah-daerah yang ada PSU (berjumlah) 24 dan 2 tempat yang perbaikan berita acara dan juga rekapitulasi yang bebannya diberikan di KPU RI. Semuanya kita harus laksanakan dengan penuh tanggung jawab,” ujarnya.

    ADVERTISEMENT

    `;
    var mgScript = document.createElement(“script”);
    mgScript.innerHTML = `(function(w,q){w[q]=w[q]||[];w[q].push([“_mgc.load”])})(window,”_mgq”);`;
    adSlot.appendChild(mgScript);
    },
    function loadCreativeA() {
    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    adSlot.innerHTML = “;

    console.log(“🔍 Checking googletag:”, typeof googletag !== “undefined” ? “✅ Defined” : “❌ Undefined”);

    if (typeof googletag !== “undefined” && googletag.apiReady) {
    console.log(“✅ Googletag ready. Displaying ad…”);
    googletag.cmd.push(function () {
    googletag.display(‘div-gpt-ad-1708418866690-0’);
    googletag.pubads().refresh();
    });
    } else {
    console.log(“⚠️ Googletag not loaded. Loading GPT script…”);
    var gptScript = document.createElement(“script”);
    gptScript.src = “https://securepubads.g.doubleclick.net/tag/js/gpt.js”;
    gptScript.async = true;
    gptScript.onload = function () {
    console.log(“✅ GPT script loaded!”);
    window.googletag = window.googletag || { cmd: [] };
    googletag.cmd.push(function () {
    googletag.defineSlot(‘/4905536/detik_desktop/news/static_detail’, [[400, 250], [1, 1], [300, 250]], ‘div-gpt-ad-1708418866690-0’).addService(googletag.pubads());
    googletag.enableServices();
    googletag.display(‘div-gpt-ad-1708418866690-0’);
    googletag.pubads().refresh();
    });
    };
    document.body.appendChild(gptScript);
    }
    }
    ];

    var currentAdIndex = 0;
    var refreshInterval = null;
    var visibilityStartTime = null;
    var viewTimeThreshold = 30000;

    function refreshAd() {
    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    if (!adSlot) return;

    currentAdIndex = (currentAdIndex + 1) % ads.length;
    adSlot.innerHTML = “”; // Clear previous ad content
    ads[currentAdIndex](); // Load the appropriate ad

    console.log(“🔄 Ad refreshed:”, currentAdIndex === 0 ? “Creative B” : “Creative A”);
    }

    var observer = new IntersectionObserver(function(entries) {
    entries.forEach(function(entry) {
    if (entry.isIntersecting) {
    if (!visibilityStartTime) {
    visibilityStartTime = new Date().getTime();
    console.log(“👀 Iklan mulai terlihat, menunggu 30 detik…”);

    setTimeout(function () {
    if (visibilityStartTime && (new Date().getTime() – visibilityStartTime >= viewTimeThreshold)) {
    console.log(“✅ Iklan terlihat 30 detik! Memulai refresh…”);
    refreshAd();
    if (!refreshInterval) {
    refreshInterval = setInterval(refreshAd, 30000);
    }
    }
    }, viewTimeThreshold);
    }
    } else {
    console.log(“❌ Iklan keluar dari layar, reset timer.”);
    visibilityStartTime = null;
    if (refreshInterval) {
    clearInterval(refreshInterval);
    refreshInterval = null;
    }
    }
    });
    }, { threshold: 0.5 });

    document.addEventListener(“DOMContentLoaded”, function() {
    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    if (adSlot) {
    ads[currentAdIndex](); // Load the first ad
    observer.observe(adSlot);
    }
    });

    Namun, warga masih kesulitan untuk berbelanja karena kehancuran luar biasa akibat perang. Banyak warga Palestina yang membuat makanan seadanya dan makan bersama-sama saat berbuka puasa pada hari pertama Ramadan.

    Salah satunya dilakukan warga di tengah reruntuhan dan kerusakan di Rafah, Gaza selatan. Warga tampak berkumpul di tengah reruntuhan untuk buka puasa bersama dengan makanan dan minuman seadanya.

    Perang di Gaza terjadi sejak Oktober 2023. Israel meluncurkan serangan besar-besaran ke Gaza dengan dalih menghancurkan Hamas usai serangan kelompok Palestina itu ke wilayah Israel.

    Serangan Hamas menewaskan sedikitnya 1.200 orang di Israel. Ada ratusan orang yang menjadi sandera.

    Sementara, serangan Israel menewaskan lebih dari 48 ribu warga Palestina di Gaza. Ratusan ribu orang terluka dan jutaan orang menjadi pengungsi. Kini, suasana di Gaza lebih tenang usai gencatan senjata dimulai Januari lalu.

  • 5 Jenis Pekerjaan yang Tidak Berhak Menerima THR, Salah Satunya Ojek Online

    5 Jenis Pekerjaan yang Tidak Berhak Menerima THR, Salah Satunya Ojek Online

    PIKIRAN RAKYAT – Tunjangan Hari Raya (THR) merupakan hak yang diberikan kepada pekerja di Indonesia menjelang perayaan hari raya keagamaan, seperti Idul Fitri dan Natal. Meskipun pemberian THR merupakan kewajiban bagi sebagian besar perusahaan, tidak semua jenis pekerjaan atau sektor memenuhi syarat untuk menerima tunjangan ini.

    Ketersediaan THR bergantung pada status pekerja dan jenis perusahaan tempat mereka bekerja. Apa saja pekerjaan yang tidak mendapatkan THR? Simak penjelasannya.

    1. Pekerja di Sektor Usaha Kecil, Mikro, dan Menengah (UMKM)

    Banyak UMKM mengalami kesulitan dalam memberikan THR kepada karyawan      mereka. Hal ini umumnya disebabkan oleh keterbatasan arus kas atau keuntungan yang diperoleh dari kegiatan usaha mereka.

    Akibatnya, pekerja yang bekerja di UMKM, khususnya di perusahaan berskala kecil, berpotensi tidak menerima tunjangan tersebut.

    2. Pekerja di Sektor Informal

    Pekerja yang beroperasi di sektor informal, seperti pedagang kaki lima, pengemudi ojek, atau pekerja rumah tangga, secara umum tidak memenuhi syarat untuk menerima THR.

    Hal ini disebabkan oleh sifat hubungan kerja mereka yang tidak terikat oleh peraturan formal yang mengakibatkan tidak adanya kewajiban hukum untuk memberikan tunjangan seperti THR.

    3. Pekerja Magang

    Pekerja magang atau intern adalah individu yang terlibat dalam program kerja dengan tujuan utama untuk memperoleh pengalaman praktis dan mengembangkan keterampilan di bidang tertentu.

     Pada umumnya, pekerja magang tidak menerima kompensasi berupa gaji penuh atau tunjangan yang sama dengan pekerja tetap, termasuk THR. Kompensasi yang mereka terima biasanya berupa uang saku atau fasilitas lain yang telah disepakati sebelumnya dalam perjanjian magang.

    4. Pekerja dengan Kontrak Waktu Tertentu (PKWT)

    Pekerja yang terikat kontrak kerja jangka pendek atau Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) seringkali tidak memenuhi syarat untuk menerima THR.

    Hal ini dikarenakan THR umumnya diberikan kepada pekerja tetap yang telah bekerja selama setahun penuh di perusahaan dan pekerja dengan kontrak PKWT umumnya tidak memenuhi kriteria tersebut.

    5. Freelancer dan Pekerja Lepas

    Freelancer atau pekerja lepas umumnya tidak menerima Tunjangan Hari Raya (THR). Hal ini disebabkan oleh sifat pekerjaan mereka yang biasanya didasarkan pada proyek atau kontrak jangka pendek tanpa ikatan kerja tetap. Akibatnya, meskipun mereka seringkali bekerja dengan jam yang sama atau bahkan lebih banyak daripada pekerja tetap, mereka tidak memiliki hak atas THR yang diberikan kepada pekerja tetap.

    Meskipun tidak semua jenis pekerjaan memberikan THR, penting bagi setiap pekerja untuk memiliki pemahaman yang baik mengenai hak-hak mereka dan ketentuan hukum yang mengatur tunjangan tersebut.***

     

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • 5 Jenis Pekerjaan yang Tidak Berhak Menerima THR, Salah Satunya Ojek Online

    5 Jenis Pekerjaan yang Tidak Berhak Menerima THR, Apa Saja?

    PIKIRAN RAKYAT – Tunjangan Hari Raya (THR) merupakan hak yang diberikan kepada pekerja di Indonesia menjelang perayaan hari raya keagamaan, seperti Idul Fitri dan Natal. Meskipun pemberian THR merupakan kewajiban bagi sebagian besar perusahaan, tidak semua jenis pekerjaan atau sektor memenuhi syarat untuk menerima tunjangan ini.

    Ketersediaan THR bergantung pada status pekerja dan jenis perusahaan tempat mereka bekerja. Apa saja pekerjaan yang tidak mendapatkan THR? Simak penjelasannya.

    1. Pekerja di Sektor Usaha Kecil, Mikro, dan Menengah (UMKM)

    Banyak UMKM mengalami kesulitan dalam memberikan THR kepada karyawan      mereka. Hal ini umumnya disebabkan oleh keterbatasan arus kas atau keuntungan yang diperoleh dari kegiatan usaha mereka.

    Akibatnya, pekerja yang bekerja di UMKM, khususnya di perusahaan berskala kecil, berpotensi tidak menerima tunjangan tersebut.

    2. Pekerja di Sektor Informal

    Pekerja yang beroperasi di sektor informal, seperti pedagang kaki lima, pengemudi ojek, atau pekerja rumah tangga, secara umum tidak memenuhi syarat untuk menerima THR.

    Hal ini disebabkan oleh sifat hubungan kerja mereka yang tidak terikat oleh peraturan formal yang mengakibatkan tidak adanya kewajiban hukum untuk memberikan tunjangan seperti THR.

    3. Pekerja Magang

    Pekerja magang atau intern adalah individu yang terlibat dalam program kerja dengan tujuan utama untuk memperoleh pengalaman praktis dan mengembangkan keterampilan di bidang tertentu.

     Pada umumnya, pekerja magang tidak menerima kompensasi berupa gaji penuh atau tunjangan yang sama dengan pekerja tetap, termasuk THR. Kompensasi yang mereka terima biasanya berupa uang saku atau fasilitas lain yang telah disepakati sebelumnya dalam perjanjian magang.

    4. Pekerja dengan Kontrak Waktu Tertentu (PKWT)

    Pekerja yang terikat kontrak kerja jangka pendek atau Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) seringkali tidak memenuhi syarat untuk menerima THR.

    Hal ini dikarenakan THR umumnya diberikan kepada pekerja tetap yang telah bekerja selama setahun penuh di perusahaan dan pekerja dengan kontrak PKWT umumnya tidak memenuhi kriteria tersebut.

    5. Freelancer dan Pekerja Lepas

    Freelancer atau pekerja lepas umumnya tidak menerima Tunjangan Hari Raya (THR). Hal ini disebabkan oleh sifat pekerjaan mereka yang biasanya didasarkan pada proyek atau kontrak jangka pendek tanpa ikatan kerja tetap. Akibatnya, meskipun mereka seringkali bekerja dengan jam yang sama atau bahkan lebih banyak daripada pekerja tetap, mereka tidak memiliki hak atas THR yang diberikan kepada pekerja tetap.

    Meskipun tidak semua jenis pekerjaan memberikan THR, penting bagi setiap pekerja untuk memiliki pemahaman yang baik mengenai hak-hak mereka dan ketentuan hukum yang mengatur tunjangan tersebut.***

     

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Imbas PT Sritex di Sukoharjo Pailit, Belasan Pelajar PKL Tuban Dipulangkan

    Imbas PT Sritex di Sukoharjo Pailit, Belasan Pelajar PKL Tuban Dipulangkan

    Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Muhammad Nurkholis

    TRIBUNJATIM.COM, TUBAN – Belasan pelajar dari SMK Negeri 2 Tuban harus dipulangkan usai PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) dinyatakan pailit, Sabtu (1/3/2025).

    Terdapat 17 anak dari jurusan tata busana di SMK Negeri 2 Tuban, sejak awal Januari 2025 tengah menjalani Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Sritex, yang terletak di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. 

    Karena perusahaan telah dinyatakan pailit, maka kegiatan PKL para siswa ini kemudian tidak dilanjutkan di perusahaan tersebut, dan 17 pelajar yang awalnya menjalani PKL di Sritex harus dijemput pulang oleh sekolahan.

    “Iya benar, anak-anak PKL sudah dijemput pihak sekolah setelah dinyatakan selesai akhir bulan Februari,” ujar Sulistyani Humas SMK Negeri 2 Tuban.

    Para pelajar ini di pulangkan usai ada surat pemberitahuan dari Sritex tentang pelaksanaan PKL SMK Negeri 2 Tuban di Sritex yang akan berakhir pada tgl 26 Februari 2025. 

    Karena terdapat keputusan bahwa perusahaan akan berhenti beroperasi pada tgl 28 Februari 2025.

    “Awalnya kita rencanakan 6 bulan masa PKL namun karena perusahaan berhenti beroperasi maka hanya sampai akhir Februari,” imbunya.

    Dengan kondisi tersebut, pihak sekolah kemudian mencari opsi perusahaan lain yang akan digunakan para muridnya untuk meneruskan kegiatan PKL.

    “Sudah kami carikan tempat PKL untuk anak-anak, 4 bulan ke depan dilanjutkan di Gresik dan Lamongan,” pungkasnya.

  • Tawarkan 16 Jenis, Para Penjual Kurma di Pasar Lamongan Mulai Rasakan Berkah Ramadan: Alhamdulillah

    Tawarkan 16 Jenis, Para Penjual Kurma di Pasar Lamongan Mulai Rasakan Berkah Ramadan: Alhamdulillah

    Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Hanif Manshuri

    TRIBUNJATIM.COM, LAMONGAN – Bulan Ramadan menjadi berkah tersendiri. Termasuk  bagi para penjual kurma di Lamongan. 

    Pera penjual kurma yang memasang lapak di seputar Pasar Kota Lamongan ini hanya dengan menempatkan rombong kecil dan tergolong pedagang musiman.

    Sejak dua hari menjelang puasa Ramadan 2025/1446 Hijriah. Para penjual kurma mulai merasakan aroma puasa, lantaran banyak yang mulai belanja atau membeli kurma untuk persiapan Ramadhan 

    Awal puasa, para pedagang mendapatkan lonjakan pembeli yang signifikan, dengan berbagai jenis kurma yang ditawarkan.

    Tak tanggung-tanggung para penjual mennjual sebanyak 16 jenis kurma untuk memberikan pilihan pada konsumen.

    “Teman-teman sesama penjual kurma memberikan pilihan bagi pembeli. Ada 16 jenis kurma yang kami jual,” kata Anshoro,  salah satu daru puluhan penjual kurma di lingkungan Pasar Kota Lamongan, Sabtu (1/3/2025).

    Pembeli leluasa untuk mendapatkan kurma pilihannya. Dan menurut Anshori, jenis kurma yang paling banyak diminati oleh pembeli adalah kurma Palem.

    Kurma ini harganya ramah di kantong dan terjangkau yaitu, kurma Amyrate seharga Rp 10 ribu  per 250 gram, hingga kurma Ajwa yang dibanderol dengan harga Rp 75 ribu  per 250 gram.

    Para pedagang menjual eceran dengan berat paling kecil 250 gram hingga kiloan. 

    Sejak dua hari lalu mereka sudah mulai menggelar jualannya, kurma selain disanding dengan jajanan lainnya.

    “Hari pertama puasa sudah menunjukkan geliat pembeli. Alhamdulillah,” kata Anshori.

    Dalam sehari, sejak dua hari buka, rata-rata terjual sekitar 10 kilo atau 10 kemasan karton.

    Ia berharap, meski kondisi ekonomi saat ini sedang melemah, daya beli tetap ada. Harapan para pedagang kaki lima seperti dirinya animo pembeli tidak surut.

    “Semoga semakin banyak pembeli yang datang, terutama menjelang berbuka puasa nanti,” katanya.

    Kenaikan jumlah pembeli ini tidak hanya memberikan keuntungan bagi para pedagang, tetapi juga menjadi bagian dari tradisi masyarakat Lamongan dalam menyambut bulan suci Ramadhan.

    Dengan berbagai pilihan kurma yang tersedia, masyarakat dapat memilih sesuai dengan selera.

    Meski tanpa ada Pasar Ramadan, para pedagang kaki lima yang menyediakan  makanan dan jajanan khusus Ramadan berharap tetap mendapat limpahan rizki yang cukup.

    Penjual jajanan lainnya, Aida (47) berharap yang sama, dagangannya laris terjual. ” Saya tiap Ramadhan membuka lapa jajanan,” katanya. 

  • Jelang Lebaran Pelindo Tanjung Emas Telah Siapkan Sarana Prasarana Menyambut Pemudik

    Jelang Lebaran Pelindo Tanjung Emas Telah Siapkan Sarana Prasarana Menyambut Pemudik

    TRIBUNJATENG.COM ,SEMARANG – Menyambut lebaran, PT Pelindo cabang Pelabuhan Tanjung Emas telah menyiapkan sarana dan prasarana di area terminal.

    Persiapan dilakukan lebih awal sebelum bulan ramadan. Pelindo juga menggandeng stakeholder pelayaran untuk pembersihanm

    “Kami sudah siapkan tempat kedatangan PKL, ruang tunggu, toilet, mushola, dan membersihkan area penumpang,” ujar General Manager PT Pelindo cabang Pelabuhan Tanjung Emas Hardianto, Kamis (27/2/2025).

    Hardianto menjelaskan sejumlah fasilitas akan ditambahkan pada arus mudik lebaran yakni toilet dan ruang tunggu sementara. 

    Namun secara teknis akan dilakukan rapat koordinasi dengan stakeholder terkait di Pelabuhan. 

    “Penambahan kapal setelah ada koordinasi dengan stakeholder pelabuhan,” tuturnya.

    Menurutnya, jumlah penumpang di awal ramadan belum ada peningkatan yang signifikan. Peningkatan jumlah penumpang terjadi H-10 hingga H-5 lebaran.

    “Kami melakukan penghitungan untuk arus lebaran pada H-15 hingga H+15. Puncak arus mudik H-5 dan arus balik H+5,” imbuhnya.

    ia mengatakan, rute dengan jumlah penumpang terbanyak pada arus lebaran yakni Kumai. Rute-rute lainnya dari Kalimantan pada arus mudik juga mengalami peningkatan.

    “Karena rute dari Semarang tujuan Kalimantan yakni Kalimantan Barat, Pontianak, Ketapang, Sampit,” tuturnya.(rtp)