Produk: PKL

  • Indef: Raperda Kawasan Tanpa Rokok Jakarta Ancam Pedagang Kecil

    Indef: Raperda Kawasan Tanpa Rokok Jakarta Ancam Pedagang Kecil

    Bisnis.com, JAKARTA – Pakar ekonomi mengungkap rencana penerapan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di DKI Jakarta bakal menekan keberlangsungan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), termasuk pedagang kaki lima. 

    Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Indef Rizal Taufikurahman mengatakan larangan penjualan rokok memiliki konsekuensi ekonomi nyata bagi UMKM. Sebab, produk tembakau tersebut menjadi kontributor pendapatan di warung kecil.

    “Pembatasan ruang merokok dan larangan penjualan (rokok) di area tertentu bisa menurunkan omzet, karena selama rokok ini menjadi penarik traffic pembeli,” ujar Rizal dalam keterangan tertulis, dikutip Rabu (10/12/2025). 

    Menurut dia, Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) membawa dampak langsung bagi UMKM seperti warung, kios, dan pedagang kelontong. 

    Apalagi, dia melihat pola konsumsi di toko maupun warung dinilai unik, pembeli datang untuk membeli rokok, lalu membeli kebutuhan lain. Jika akses ini diputus mendadak, dampaknya akan sistemik.

    “Jika diterapkan, pelaku usaha di zona larangan akan kehilangan sebagian pendapatannya,” tuturnya.

    Rizal menyarankan Pemerintah Daerah (Pemda) DKI Jakarta menyiapkan peta zona resmi, melakukan sosialisasi terbuka, dan akses permodalan. Dia juga mengingatkan bahaya aturan multitafsir yang berpotensi memunculkan pungutan liar.

    “Banyak warung berada dalam radius larangan. Tanpa pemetaan akurat, aturan ini bisa memicu konflik horizontal dan resistensi antar pelaku usaha,” terangnya.

    Senada, Ketua Umum Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (APKLI) Ali Mahsun Atmo menyebut sejumlah pasal dalam Raperda KTR berpotensi memukul mata pencaharian jutaan rakyat kecil. 

    “Perluasan kawasan tanpa rokok ke kuliner rakyat dan pasar rakyat itu tidak ada rasionalitas dan objektivitas. Kalau itu terjadi di Warung Tegal (warteg), warung kopi, Soto Lamongan, los-los, tenda dan sebagainya dilarang merokok, omzetnya langsung anjlok,” ujarnya. 

    Ali juga menagih janji anggota DPRD DKI Jakarta untuk menganulir rencana penerapan pasal-pasal kontroversial yang melarang penjualan rokok.

    Dia meminta agar perluasan KTR tidak mencakup warung kuliner dan pasar rakyat, karena hal ini akan langsung memukul sektor UMKM yang menjadi tulang punggung perekonomian informal.

    Lebih lanjut, penerapan zonasi pelarangan penjualan rokok dalam radius 200 meter berikut larangan pemajangan produk di tempat penjualan akani mendorong peredaran rokok ilegal, yang saat ini menjadi perhatian serius pemerintah pusat. 

    Kebijakan ini dinilai kontraproduktif terhadap tujuan nasional untuk menekan peredaran rokok ilegal. Pasalnya, ketika akses terhadap rokok legal dipersempit, konsumen cenderung mencari alternatif di pasar gelap. 

    “Dampaknya bukan hanya menggerus penerimaan negara dari cukai, tetapi juga memperumit pengawasan dan penegakan hukum,” pungkasnya.

  • Wajah Gelap Praktik Bank Keliling: Terjerat Pinjaman, Terbentur Risiko
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        9 Desember 2025

    Wajah Gelap Praktik Bank Keliling: Terjerat Pinjaman, Terbentur Risiko Megapolitan 9 Desember 2025

    Wajah Gelap Praktik Bank Keliling: Terjerat Pinjaman, Terbentur Risiko
    Tim Redaksi

    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Profesi
    bank keliling
    kerap dipandang negatif karena erat dengan kegiatan penagihan utang. Namun, bagi sebagian orang, pekerjaan ini dijalani karena keterbatasan pilihan.
    Carlos (38), warga asal Medan yang kini tinggal di Cilincing, Jakarta Utara, merupakan salah satu orang yang menggantungkan hidup dari pekerjaan tersebut.
    Menjalani pekerjaan sebagai bank keliling mungkin bukan impian banyak orang. Pekerjaan ini acap kali mendapat stigma buruk karena berkaitan dengan penagihan utang yang kerap memicu konflik.
    Namun bagi sebagian warga, pekerjaan ini tetap dijalani karena keterbatasan peluang kerja. Carlos mengaku sudah terjun ke bisnis bank keliling sejak 2011.  Ia menjelaskan, usaha ini bisa dijalankan oleh individu maupun kantor tertentu, meski tidak beroperasi sebagai lembaga resmi.
    Awalnya, Carlos bekerja sebagai petugas bank keliling di sebuah kantor. Tugasnya mendatangi permukiman padat untuk menawarkan pinjaman dari rumah ke rumah. Semakin banyak nasabah yang didapat, semakin besar pula penghasilan bulanannya.
    “Dulu zaman saya itu delapan persen, tergantung lihat drop atau nagihnya. Kalau saya bisa nerima minimal Rp 4 juta dan ada targetnya,” ucap Carlos ketika diwawancarai
    Kompas.com
    di kawasan Cilincing, Senin (8/12/2025).
    Setelah bertahun-tahun bekerja pada orang lain, Carlos akhirnya memberanikan diri membuka usaha sendiri dengan modal sendiri.
    Dengan modal awal sekitar Rp 10 juta, ia mulai menawarkan pinjaman kepada nasabah setianya. Saat ini, Carlos memiliki sekitar 90 nasabah yang tersebar di sejumlah wilayah, seperti Utan Kayu, Kenari, Kramat, Djuanda, dan Pasar Baru.
    Kebanyakan nasabahnya adalah ibu rumah tangga dan pedagang kaki lima yang membutuhkan tambahan modal usaha. Carlos menyebutkan, ia tidak menentukan batasan pinjaman bagi nasabah.
    “Itu mah enggak dibatasi, tergantung nasabahnya bagus atau tidak kita nilai. Nilainya pertama kami  kenal dia kasih secukupnya dulu kayak awal Rp 500.000,” ucap dia.
    Jika pembayaran lancar, ia tidak ragu meningkatkan nominal pinjaman. Besaran pinjaman terbesar yang pernah ia berikan mencapai Rp 50 juta.
    “Kalau benar bayarnya nambah, enggak ada maksimalnya, paling gede bisa mencapai Rp 50 juta. Kalau kayak begitu bayarnya mingguan sekitar Rp 2,5 juta,” tuturnya.
    Meski nominal besar, bunga yang dikenakan tetap sama, yaitu sekitar 20 persen.
    Dengan banyaknya nasabah, Carlos bisa meraup keuntungan besar setiap bulan.
    “Kalau untung sebenarnya susah dihitungnya. Tapi, kalau sebulan Rp 25 juta–30 juta,” ungkapnya.
    Sebagian besar keuntungan berasal dari nasabah pedagang di sekitar Stasiun Gambir yang meminjam dalam jumlah besar. Namun, jumlah nasabah di kawasan itu menurun seiring persaingan ketat dengan bisnis
    online
    .
    Akibatnya, banyak pedagang takut mengambil pinjaman karena khawatir tidak mampu mencicil saat usaha sedang sepi.
    Meski sempat berjaya, Carlos mengakui bahwa profesi ini berisiko tinggi. Konflik dengan nasabah kerap terjadi, mulai dari adu mulut hingga bentrok fisik. 
    “Ya, ribut berantam mulut maki-makian dan baku hantam pernah karena dia ditagihnya enggak benar dan dia lebih galak,” ungkapnya.
    Carlos bisa mendapatkan keuntungan puluhan juta rupiah setiap bulannya saat itu. Namun, keuntungan besar yang ia peroleh juga sempat membuatnya terlena dan habis sia-sia.
    “Itu untungnya bisa menggelapkan mata karena kan penyakitnya di situ juga, main judi, mabuk, perempuan, duit yang kita pegang jadi bawaannya panas habis lah tuh modalnya,” kata Carlos.
    Kini, tanpa modal, Carlos tak bisa lagi menjalankan bisnis bank keliling dan beralih menjadi tukang tambal ban. Meski demikian, ia tidak menyesal pernah menjalani profesi itu selama belasan tahun.
    Selain Carlos, ada pula Roni (bukan nama sebenarnya), pemuda asal Medan berusia 24 tahun yang memilih menjadi bank keliling setelah lulus SMA. Ia merantau ke Jakarta mengikuti saudaranya yang lebih dulu menjalani bisnis tersebut.
    “Ya, saya karena ikut saudara ini bisnis saudara dan saya belum pernah coba kerjaan lain,” tuturnya.
    Meski bukan impiannya, Roni tetap menjalani pekerjaan itu. Ia berharap bisa berhenti setelah menikah dan mendapatkan pekerjaan yang lebih layak tanpa
    stigma negatif
    .
    Menurut Roni, menjalani profesi ini lebih banyak dukanya ketimbang suka.
    “Enggak ada sukanya. Kalau dukanya banyak dimarahin nasabah adu mulut tapi enggak terlalu parah,” jelasnya.
    Roni kini memiliki sekitar 80 nasabah yang tersebar di Warakas, Koja, dan Cilincing. Gajinya dihitung berdasarkan total pinjaman nasabah dikali lima persen. Semakin sedikit nasabah, semakin kecil gaji yang diterima.
    Selain itu, gajinya bisa dipotong jika ada nasabah menunggak. Ia bahkan memiliki nasabah yang menunggak hingga tiga tahun.
    “Kalau nunggak berbulan-bulan ada, ya, kami kan tahu usahanya dia apa, kalau udah surut usahanya kami juga enggak tega nagihnya, kalau udah normal lagi usahanya baru ditagih lagi,” ujarnya.
    Sosiolog Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Rakhmat Hidayat, menjelaskan metode jemput bola menjadi daya tarik utama bank keliling. Mereka hadir langsung di depan rumah warga yang sedang terdesak kebutuhan.
    Teknik ini membuat masyarakat mudah terjerat pinjaman dengan bunga tinggi, apalagi petugas bank keliling bekerja keras membujuk pelanggan karena pendapatan mereka bergantung pada jumlah nasabah.
    Tak heran jika banyak sekali orang yang mudah terbujuk rayuan para bank keliling karena desakan ekonomi. Bagi Rakhmat, masyarakat yang terjerat bank keliling merupakan korban sehingga tidak bisa disalahkan.
    “Ya, masyarakat merupakan individu yang tak berdaya, karena mereka korban dari kebijakan ekonomi yang menyebabkan mereka itu mengalami kemiskinan, mengalami kondisi secara terpuruk di sosial ekonominya, jadi mereka pada posisi yang lemah, enggak berdaya untuk mengatasi iming-iming tersebut,” jelasnya.
    Kondisi ini membuat warga mudah terjebak dalam lingkaran kemiskinan yang sulit diputus.
    Rakhmat menegaskan, pemerintah perlu turun tangan mengatur praktik bank keliling agar tidak merugikan warga.
    “Pemerintah enggak boleh tinggal diam, karena ini menyangkut faktor ekonomi masyarakat sebagai bagian negara harus hadir tidak boleh dibiarkan,” katanya.
    Ia menyarankan pemerintah memperkuat
    literasi keuangan
    masyarakat dengan menggandeng Bank Indonesia dalam program edukasi di tingkat RT/RW dan RPTRA.
    “Mereka bikin forum acara di kampung di RT dan RW, RPTRA di Jakarta untuk melakukan literasi, finansial, apa itu bank keliling, risikonya apa,” ujar Rakhmat.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Warga Jember Galang Petisi Change.org Tolak Pelebaran Trotoar Jalan Kartini

    Warga Jember Galang Petisi Change.org Tolak Pelebaran Trotoar Jalan Kartini

    Jember (beritajatim.com) – Warga Kabupaten Jember, Jawa Timur, menggalang petisi daring di situs Change.org untuk menolak pelebaran trotoar Jalan Kartini yang saat ini dilakukan pemerintah daerah setempat.

    Petisi berjudul ‘Kaji Ulang Pelebaran Trotoar di Jalan Kartini, Jember’ ini dibuat pada 4 Desember 2025 oleh Armand Prasetya. Hingga Sabtu (6/12/2025) pukul 09.02 WIB, tercatat 969 orang sudah menandatangani petisi tersebut.

    Dalam petisi itu, Armand Prasetya menyebut pelebaran trotoar akan memperparah kemacetan karena Jalan Kartini semakin sempit. “Jalan ini sudah terkenal dengan lalu lintas yang padat dan arus kendaraan yang sibuk setiap harinya,” tulisnya.

    Armand mengingatkan, Jalan Kartini adalah pusat aktivitas dengan empat sekolah, sebuah gereja besar, kantor kepolisian resor, Kantor BRI, restoran, dan rumah sakit di sekitar lokasi. “Semua fasilitas ini berkontribusi pada lalu lintas harian yang tinggi dan memerlukan akses jalan yang efisien dan tidak terhalang,” katanya.

    Armand mendesak agar pelebaran trotoar yang akan dimanfaatkan pedagang kaki lima ini ditinjau kembali. Dia menilai, kebijakan itu dapat berdampak negatif bagi mobilitas penduduk serta kegiatan operasional lembaga-lembaga yang ada di Jalan Kartini.

    “Apalagi, dengan arus pejalan kaki yang sudah padat, pelebaran tersebut akan semakin menghambat efisiensi dan keselamatan, baik bagi pejalan kaki maupun pengguna jalan lainnya,” kata Armand.

    Dalam petisi itu, Armand mengusulkan pengaturan jam buka bagi pedagang atau penataan ulang area berdagang tanpa harus mengorbankan arus lalu. Pemkab Jember juga diminta mempertimbangkan semua faktor dan mendengarkan suara warga setempat.

    Terakhir, Armand meminta semua pihak bekerja sama untuk mengajukan kajian ulang terhadap proyek pelebaran trotoar di Jalan Kartini. “Saya memohon dukungan Anda untuk menandatangani petisi ini agar suara kita didengar oleh pihak berwenang dan perubahan yang lebih baik dapat segera diimplementasikan,” katanya.

    Tak hanya Armand yang bersuara dengan petisi yang sejauh ini didukung hampir serbu orang warga. DPRD Kabupaten Jember menerima surat permohonan rapat dengar pendapat dari Gereja Katolik Paroki Santo Yusup tertanggal 4 Desember 2025.

    Surat itu ditandatangani Pastor Kepala Romo Yoseph Utus O.Carm, Ketua Dewan Pastoral Paroki Angel Brigita Susanti, Kepala Taman Kanak-Kanak Katolik Siswo Rini 1 Irmina Sulastri, Kepala Sekolah Dasar Katolik Maria Fatima Suster Maria Cornelly SPM, dan Kepala Klinik Pratama Panti Siwi Suster Vincentia Misc.

    Melalui rapat itu, mereka ingin mendapatkan tanggapan, klarifikasi, dan penjelasan resmi soal informasi tentang relokasi pedagang kaki lima di trotoar Jalan Kartini setelah pembangunan selesai. “Beredarnya informasi ini telah menimbulkan keresahan di kalangan umat,” demikian surat tersebut.

    Surat tersebut juga menegaskan dukungan umat gereja Katolik Santo Yusup terhadap program Pemerintah Kabupaten Jember, khususnya dalam pembangunan trotoar untuk keindahan kota. “Namun, apabila terdapat rencana terkait penempatan PKL di lokasi tersebut, kami dengan sangat hormat memohon kiranya hal tersebut dapat dipertimbangkan kembali dengan seksama,” demikian permohonan dalam surat itu.

    Ketua Komisi B DPRD Jember Candra Ary Fianto mengatakan, program ‘Street Food’ atau ‘Jajanan Jalanan’ yang bakal diletakkan di Jalan Kartini sempat dibahasnya bersama Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah Jember.

    “Saat itu disampaikan, bahwa nantinya di Jalan RA Kartini akan dibuat pusat percontohan untuk ‘Street Food’ tadi,” kata Candra, Sabtu (5/12/2025).

    Candra mendukung program pemberdayaan pelaku usaha mikro kecil menengah dan pedagang kaki lima. “Namun di sisi lain, kita juga harus melakukan komunikasi dan koordinasi dengan pihak-pihak yang akan ditempati. Kita tahu di Jalan Kartini ada Gereja Santo Yusuf, Panti Siwi, dan sekolah,” katanya.

    Candra menyarankan adanya komunikasi dengan para pemangku kepentingan di Jalan Kartini. “Perlu ada komunikasi agar tidak mengganggu keamanan dan kenyamanan peribadatan maupun fungsi sekolah dan rumah sakit di wilayah tersebut,” katanya.

    Candra juga meminta Pemkab Jember mempertimbangkan alternatif-alternatif penempatan PKL dan UMKM. “Tujuannya agar ke depan tidak mengganggu jalannya peribadatan, sekolah, maupun Panti Siwi,” katanya.

    Gedung Jember Nusantara, menurut Candra, layak dipertimbangkan sebagai alternatif relokasi PKL dan UMKM. “Gedung Jember Nusantara bisa dicek kembali potensinya agar menjadi tempat UMKM dan PKL dengan memodifikasi bangunan maupun hal lainnya,” katanya.

    Selain Gedung Jember Nusantara, Candra mengatakan, ada ruas jalan lain di dekat Alun-Alun Jember Nusantara yang bisa dimanfaatkan untuk lokasi PKL dan UMKM. “Ada Jalan Wijaya Kusuma dan Jalan Samanhudi. Namun ini kembali lagi kepada pemerintah,” katanya. [wir]

  • Trotoar Cikini Tak Lagi Ramah: Ruang Pejalan Kaki yang Terenggut di Jantung Jakarta
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        5 Desember 2025

    Trotoar Cikini Tak Lagi Ramah: Ruang Pejalan Kaki yang Terenggut di Jantung Jakarta Megapolitan 5 Desember 2025

    Trotoar Cikini Tak Lagi Ramah: Ruang Pejalan Kaki yang Terenggut di Jantung Jakarta
    Tim Redaksi

    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Trotoar yang seharusnya menjadi ruang paling aman, demokratis, dan inklusif bagi pejalan kaki justru berubah menjadi arena perebutan ruang di tengah Kota Jakarta.
    Pemandangan itu terlihat jelas pada Kamis (4/12/2025) siang di Jalan Raden Saleh Raya, Cikini, Jakarta Pusat.
    Trotoar sepanjang sekitar 150 meter, dari kawasan RSCM Kintani hingga Masjid Al Ma’mur, nyaris tidak menyisakan ruang untuk dilalui.
    Gerobak
    pedagang kaki lima
    (PKL), parkir motor, hingga deretan meja-kursi pembeli memenuhi jalur pejalan kaki. Guiding block kuning untuk difabel pun sebagian tertutup lapak makanan.
    Melihat kondisi tersebut, sosiolog Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Rakhmat Hidayat, mendorong pemerintah melakukan terobosan baru, termasuk melibatkan pemadam kebakaran (Damkar) untuk membantu menertibkan motor dan PKL yang menguasai trotoar.
    Saat dihubungi
    Kompas.com,
    Rakhmat menilai persoalan trotoar di Jakarta sudah masuk kategori serius dan tidak bisa hanya ditangani Satpol PP. Diperlukan pendekatan tidak biasa agar efek jera muncul.
    “Nah, menurut saya bisa juga salah satu solusi ya ini kita bisa coba misalnya dengan mengelibatkan Damkar. Damkar kan punya kendaraan yang lebih kecil, bisa masuk ke gang-gang,” ujar Rakhmat.
    Ia menyebutkan, motor yang nekat melintas dan melawan arah di trotoar sebagai pelanggaran hak pejalan kaki. Hal ini marak terjadi terutama pada jam sibuk.
    “Dengan melibatkan Damkar, bisa untuk menyemprotkan air terutama kalau jam-jam sibuk, motor suka lewat situ. Itu bisa jadi cara menertibkan,” ucapnya.
    Selain motor, trotoar juga dipenuhi lapak yang mengambil hampir seluruh permukaan. Menurut Rakhmat, fenomena ini lazim di kota besar negara berkembang atau
    global south
    .
    “Trotoar banyak yang dialihfungsikan. Harusnya untuk pejalan kaki, tapi digunakan untuk pedagang karena mereka melihat itu sebagai ruang gratis yang mudah diakses,” katanya.
    Negara, lanjut dia, seolah turut “menguntungkan” PKL karena membiarkan kondisi itu berulang tanpa solusi jangka panjang. Pangkalan ojek, baik konvensional maupun daring, juga ikut memanfaatkan trotoar untuk menunggu penumpang.
    “Itu melanggar hak pejalan kaki, melanggar hak warga kota,” tegasnya.
    Rakhmat membandingkan dengan negara maju yang menyadari bahwa trotoar adalah ruang hidup masyarakat kota untuk berjalan aman bersama keluarga.
    “Mereka sadar trotoar itu untuk pejalan kaki bagian dari kehidupan masyarakat perkotaan,” jelasnya.
    Karena itu, ia mendorong kontrol sosial dari warga.
    “Ada loh warga, ibu-ibu yang marah ketika trotoar dipakai ojek pangkalan atau lapak. Mereka merekam sebagai kontrol sosial. Itu penting sebagai edukasi,” ujarnya.
    Meski mendukung terobosan seperti melibatkan Damkar, Rakhmat menegaskan, aktor utama penertiban tetap Satpol PP. Namun ia menilai ketegasan pemimpin daerah sangat menentukan.
    “Kalau tidak tegas ya susah. Selalu berulang. Pimpinan kota harus lebih berani, meski pasti ada resistensi,” katanya.
    Ia juga menilai
    bollard
    atau tiang pembatas belum efektif mencegah motor dan pedagang.
    “Tetap motor naik, pedagang juga berkeliaran,” tuturnya.
    Rakhmat Hidayat menilai masyarakat harus mulai bersuara.
    “Warga kota harus protes. Itu hak kita, bagian dari edukasi kepada masyarakat perkotaan,” kata dia.
    Ia percaya Jakarta bisa lebih manusiawi bila prioritas ruang tetap berpihak pada mereka yang paling rentan pejalan kaki.
    Kompas.com
    menelusuri trotoar Jalan Raden Saleh pada Kamis siang. Kondisi di lapangan memperlihatkan situasi yang dipaparkan Rakhmat.
    Permukaan trotoar basah sisa hujan. Deru kendaraan tidak putus. Baru beberapa langkah dari RSCM Kintani, jalur pejalan kaki sudah berubah fungsi.
    Sebuah gerobak camilan berdiri di depan ATM. Lapak mi ayam menaruh bangku plastik hingga membuat pejalan kaki harus menunduk.
    Motor melaju pelan di atas trotoar, memanfaatkan celah di antara bollard. Kabel yang menjuntai rendah menambah risiko.
    Di titik lain, meja makan menutup hampir seluruh lintasan. Pejalan kaki terpaksa menunggu atau turun ke jalan yang padat kendaraan.
    Trotoar sebagai ruang paling demokratis itu berubah menjadi arena perebutan antara modernisasi, ekonomi informal, dan kebutuhan dasar warga untuk berjalan dengan aman. Pejalan kaki, sekali lagi, kalah.
    Wulan (29), karyawan yang tinggal di kos sekitar Cikini, mengaku hampir setiap hari melewati kawasan ini namun jarang bisa menggunakan trotoar.
    “Trotoarnya dipakai jualan dan parkir motor. Saya pernah hampir keserempet motor saat mereka mau parkir,” katanya.
    Ia berharap pemerintah memberi solusi yang adil.
    “Atur ruang PKL boleh saja. Tapi jangan sampai pejalan kaki kayak saya yang jadi korban,” ujarnya.
    Kasatpol PP Jakarta Pusat, Purnama Hasudungan Panggabean, mengatakan penertiban di kawasan itu sudah berulang dilakukan.
    “Sudah sering dilakukan, kucing-kucingan ya. Dihalau, diangkut juga. Jadi kuat-kuatan sama pedagang,” ujarnya.
    Satpol PP juga memberi imbauan ke kecamatan dan kelurahan, tetapi PKL kembali berdagang.
    “Mereka harus ada tempat jualan supaya tidak kucing-kucingan terus,” katanya.
    Kepala Pusdatin Bina Marga DKI Jakarta Siti Dinarwenny menegaskan, tugas Bina Marga hanya menyediakan fasilitas trotoar. 
    Menurut dia, penertiban di Jalan Raden Saleh telah dilakukan Satpol PP Kecamatan Menteng dan Kota Jakarta Pusat pada 28 November lalu.
    “Bina Marga bertanggung jawab menyediakan fasilitas trotoar, namun kewenangan penertiban berada pada Satpol PP,” ujarnya.
    Beberapa PKL mengakui bahwa berjualan di trotoar melanggar aturan, tetapi mereka menyebut kebutuhan ekonomi sebagai alasan. Sofyan (40), penjual sate, sudah lima tahun menetap di trotoar Raden Saleh.
    “Dulu saya keliling. Capek. Di sini ramai terus, ada kantor, kos, rumah sakit. Saya nekat sejak lima tahun lalu,” kata dia.
    Menurut Sofyan, pilihan berjualan di trotoar jalan karena biaya kontrak kios yang terlalu mahal.
    “Kalau PKL, enggak ada biaya sewa. Paling bayar ke orang parkiran saja uang keamanan,” ujarnya pelan.
    Ia tahu aktivitasnya mengganggu pejalan kaki, tetapi tidak punya alternatif. Pendapatannya stabil untuk menghidupi keluarganya. Sofyan sadar kehadirannya mengganggu pejalan kaki, namun tetap berjualan di atas trotoar.
    “Tahu sih, tapi kalau cuma dilarang tanpa solusi, gimana?” katanya.
    Ridho (27), penjual minuman dan mantan pengemudi ojek
    online
    , juga menggantungkan hidupnya di lokasi itu. Saat menjadi pengemudi ojek online, penghasilannya bergantung cuaca dan keramaian. Ia sering terdampak penertiban, namun ia tak punya pilihan untuk pindah.
    “Di sini rezekinya. Saya berharap pemerintah bikin tempat khusus PKL. Jangan semua dilarang,” ujar dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kuatkan Daya Beli, Berikan Harapan

    Kuatkan Daya Beli, Berikan Harapan

    Jakarta: Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto meninjau langsung proses penyaluran Bantuan Langsung Tunai Kesejahteraan (BLTS Kesra) di Kantorpos KCU Premier, Jakarta Timur.

    Hujan yang turun sejak pagi tidak menyurutkan langkah ratusan warga untuk datang dan tetap antre secara tertib.  Sejak pukul 08.00, antrean masyarakat mulai dari ibu rumah tangga, pedagang kecil, hingga lansia—mengalir dengan tertib.

    Mereka datang membawa harapan: menerima BLTS Kesra senilai Rp900.000 yang digulirkan pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat di akhir tahun.

    Menko Airlangga mengatakan, pemerintah, menargetkan 30 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM), dan hingga 3 Desember sudah 26,2 juta KPM yang menerima bantuan—atau sekitar 75 persen dari target nasional.

    “Evaluasi sampai hari ini berjalan lancar dan masyarakat relatif terbantu,” ujar Airlangga. “Bantuan ini merupakan stimulan untuk menjaga daya beli dan mendorong aktivitas ekonomi di kuartal keempat,” kata Airlangga seperti dikutip Kamis, 4 Desember 2025.

    BLTS Kesra disalurkan melalui dua skema: bank-bank HIMBARA dan PT Pos Indonesia (PosIND). Hari ini, lebih dari seratus KPM dijadwalkan menerima bantuan melalui Kantorpos KCU Premier.
    Pemerintah Jaga Daya Beli Warga Rentan
    Bagi banyak KPM, bantuan ini tidak hanya meringankan beban, tetapi juga memberi ruang bernapas di tengah kebutuhan yang meningkat menjelang akhir tahun.

    Ahmad Fauzan, warga Pulogadung, mengaku mendapat informasi dari RT dan kelurahan. Perjalanan dari rumahnya hari ini cukup panjang, dengan waktu tunggu hampir satu jam, namun ia pulang dengan rasa syukur.

    “Alhamdulillah dapat Rp900.000. Biasanya buat kebutuhan rumah tangga, sembako, peralatan rumah tangga, sama kebutuhan sekolah anak,” ujarnya. Ia berharap bantuan seperti ini tetap berlanjut dan menjangkau lebih banyak warga. 

    Bagi Ani, pedagang gorengan, hari ini adalah pertama kalinya ia menerima BLTS Kesra. Meski sempat hujan-hujanan dan harus kembali karena ada perubahan jadwal, ia tetap datang.

    “Dapatnya Rp900.000, buat modal dagang dan bayar sekolah anak,” ujarnya. Pelayanan di kantor pos, katanya, “ramah dan cepat.” Ia berharap penyaluran ke depan lebih teliti agar bantuan jatuh tepat sasaran. 

    Kisah lain datang dari Ayi Cholifah, yang mengantar ibunya, seorang lansia yang baru menjalani operasi jantung. Mereka belum sempat mengambil bantuan pada jadwal sebelumnya.

    “Alhamdulillah hari ini bisa diambil. Pelayanannya bagus, sopan,” kata Ayi. 

    Baginya, tambahan Rp900.000 ini adalah rezeki yang sangat membantu. “Harapannya bantuan seperti ini tepat sasaran dan diteruskan, karena masyarakat kecil memang butuh.” 
    Eva Sahara, ibu rumah tangga dari Rusun Pulogadung, menerima kabar dari RT seminggu lalu.

    “Dapat Rp900.000, buat bantu-bantu anak sekolah yang lagi ujian,” ujarnya. Ia berharap program ini bisa ada setiap bulan bagi keluarga menengah ke bawah. 

    Firna Miliana, warga sama dari Rusunpik, juga mengungkapkan hal serupa. “Untuk ibu rumah tangga seperti saya, uang ini pasti dipakai buat sembako dan kebutuhan anak-anak. Pelayanan di kantor pos enak, ramah, dan cepat,” ujarnya. Ia berharap ke depan bantuan tidak berhenti pada periode ini. 
     

     

    Peran PosIND: Menjangkau hingga Lapisan Paling Rentan
    Pada saat inflasi pangan mengalami tekanan musiman dan pengeluaran rumah tangga meningkat menjelang tahun baru, BLTS Kesra menjadi instrumen fiskal yang strategis.
    Rp900.000 yang diterima KPM, dalam banyak kasus, langsung dibelanjakan untuk:

    – Beras, minyak, telur, dan kebutuhan pokok lain,
    – Biaya ujian sekolah, seragam, sepatu,
    – Modal dagang sederhana,
    – Obat-obatan untuk lansia.

    Dalam skala makro, dana bantuan yang disalurkan melalui puluhan juta rumah tangga ini akan mengalir ke warung, pasar, pedagang kaki lima, hingga transportasi lokal, menggerakkan ekonomi pada titik-titik yang paling dekat dengan warga.

    Di tengah penyaluran berskala besar ini, PosIND memegang amanah penting. Selain layanan di kantor pos, penyaluran juga dilakukan melalui community service point dan pengantaran langsung untuk kelompok rentan seperti lansia dan penyandang disabilitas.

    Plt Direktur Utama PosIND, Haris, menegaskan bahwa skema penyaluran dirancang agar inklusif. “Kalau tidak bisa datang, teman-teman juga melakukan proses pengantaran, terutama untuk saudara-saudara kita yang disabilitas atau lansia,” ujarnya. 

    Ia menambahkan bahwa penyaluran melalui PosIND saat ini telah mencapai sekitar 85 persen, dan ditargetkan tuntas sebelum pertengahan Desember. “Kami sudah memiliki tiga skema: di kantor pos, melalui komunitas, dan pengantaran langsung. Semuanya dilakukan agar bantuan tepat sasaran dan bisa dipertanggungjawabkan,” kata Haris. 

    Menurutnya, koordinasi dengan pemerintah daerah terus dilakukan, terutama di wilayah terdampak bencana atau yang mengalami kendala administratif.
    Menko Airlangga: BLTS Kesra Kuatkan Masyarakat dan Menggerakkan Ekonomi

    Di balik angka-angka besar penyaluran, yang tampak di KCU Premier hari ini adalah wajah-wajah yang merasakan manfaat langsung dari kebijakan pemerintah. Mereka pulang membawa sembako, kebutuhan sekolah, atau bahkan modal awal untuk kembali memutar usaha kecil. 

    “Stimulan ini untuk menjaga daya beli. Dan daya beli akan mendorong pertumbuhan ekonomi, terutama di kuartal empat,” katanya.

    Bantuan Rp900.000 ini mungkin tidak menyelesaikan seluruh beban ekonomi keluarga, tetapi cukup untuk menjaga daya beli masyarakat kecil di ujung tahun, dan itu menjadi penting untuk stabilitas ekonomi nasional.

    Seperti disampaikan Menko Airlangga, pemerintah akan mengevaluasi program ini dan belum memutuskan keberlanjutannya untuk 2026. Yang pasti, hingga hari ini BLTS Kesra menjadi salah satu instrumen paling nyata yang dirasakan langsung masyarakat.

    “Ini baru awal tahun nanti akan kita putuskan Harapannya pertumbuhan ekonomi di kuartal keempat lebih baik dari kuartal ketiga. Nani akan dilakukan evaluasi menyeluruh setelah periode penyaluran berakhi” ujarnya. 

    Airlangga juga mengaitkan BLTS Kesra dengan program-program lain, seperti Program Keluarga Harapan (PKH) dan program magang industri “Kita ingin ekosistem perlindungan sosial dan peningkatan kapasitas ekonomi berjalan berdampingan,” katanya.
    Suara Warga: Harapan, Kritik, dan Doa
    Hampir semua KPM yang ditemui menyampaikan rasa terima kasih kepada pemerintah dan PosIND. Namun lebih dari itu, mereka menyuarakan satu harapan yang sama: agar bantuan seperti ini tidak berhenti dan semakin tepat sasaran.

    Sebagaimana diungkapkan Ani,“ Dicek lagi warganya yang benar-benar membutuhkan. Jangan yang nggak butuh dikasih, yang butuh nggak dikasih.” 

    Harapan serupa datang dari keluarga lansia dan para ibu rumah tangga yang hari ini pulang dengan hati lebih lega.
    Amanah Penyaluran di Tangan PosIND
    Penyaluran BLTS Kesra 2025 menjadi bukti bahwa sinergi antara pemerintah dan PosIND berjalan efektif. Dengan jaringan yang menjangkau hingga desa dan kecamatan, PosIND kembali menunjukkan kapasitasnya sebagai garda terdepan penyaluran bantuan negara.
    Dengan kata lain, dalam skema BLTS Kesra 2025, PosIND kembali menjadi tulang punggung penyaluran, terutama bagi warga yang tidak memiliki rekening bank atau tinggal jauh dari pusat layanan perbankan.

    Dengan lebih dari 4.800 kantorpos dan ribuan titik layanan komunitas, Pos Indonesia memanfaatkan tiga mekanisme penyaluran:

    1. Pembayaran di kantor pos

    Seperti yang terlihat di KCU Premier, alur layanan dirancang untuk meminimalisasi antrean dan mempercepat verifikasi.

    2. Pembayaran komunitas 

    Penyaluran dilakukan di kantor desa, balai RW, sekolah, atau titik komunitas lain, menjangkau warga yang terkendala transportasi.

    3. Pengantaran langsung

    PosIND mengerahkan petugas untuk mendatangi rumah lansia, penyandang disabilitas, dan warga sakit.

    “Kami menargetkan penyaluran selesai sebelum pertengahan Desember, dan saat ini capaian nasional melalui Pos sudah di angka 85 persen,” pungkas Haris. 

    Seiring target 100 persen penyaluran pada Desember mendatang, ribuan titik layanan PosIND di seluruh Indonesia terus bergerak, dari kantor pusat kota hingga pelosok desa.
    Pendekatan multikanal ini menjadi bukti kemampuan PosIND sebagai lembaga logistik sosial negara—melampaui fungsi surat dan paket, menuju peran sebagai penggerak ekosistem bantuan pemerintah.

    Satu hal yang tampak jelas dari KCU Premier hari ini: BLTS Kesra bukan sekadar transfer dana, tetapi penguat harapan, terutama bagi mereka yang berjuang di tengah keterbatasan ekonomi.
     

    Jakarta: Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto meninjau langsung proses penyaluran Bantuan Langsung Tunai Kesejahteraan (BLTS Kesra) di Kantorpos KCU Premier, Jakarta Timur.
     
    Hujan yang turun sejak pagi tidak menyurutkan langkah ratusan warga untuk datang dan tetap antre secara tertib.  Sejak pukul 08.00, antrean masyarakat mulai dari ibu rumah tangga, pedagang kecil, hingga lansia—mengalir dengan tertib.
     
    Mereka datang membawa harapan: menerima BLTS Kesra senilai Rp900.000 yang digulirkan pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat di akhir tahun.

    Menko Airlangga mengatakan, pemerintah, menargetkan 30 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM), dan hingga 3 Desember sudah 26,2 juta KPM yang menerima bantuan—atau sekitar 75 persen dari target nasional.
     
    “Evaluasi sampai hari ini berjalan lancar dan masyarakat relatif terbantu,” ujar Airlangga. “Bantuan ini merupakan stimulan untuk menjaga daya beli dan mendorong aktivitas ekonomi di kuartal keempat,” kata Airlangga seperti dikutip Kamis, 4 Desember 2025.
     
    BLTS Kesra disalurkan melalui dua skema: bank-bank HIMBARA dan PT Pos Indonesia (PosIND). Hari ini, lebih dari seratus KPM dijadwalkan menerima bantuan melalui Kantorpos KCU Premier.

    Pemerintah Jaga Daya Beli Warga Rentan
    Bagi banyak KPM, bantuan ini tidak hanya meringankan beban, tetapi juga memberi ruang bernapas di tengah kebutuhan yang meningkat menjelang akhir tahun.
     
    Ahmad Fauzan, warga Pulogadung, mengaku mendapat informasi dari RT dan kelurahan. Perjalanan dari rumahnya hari ini cukup panjang, dengan waktu tunggu hampir satu jam, namun ia pulang dengan rasa syukur.
     
    “Alhamdulillah dapat Rp900.000. Biasanya buat kebutuhan rumah tangga, sembako, peralatan rumah tangga, sama kebutuhan sekolah anak,” ujarnya. Ia berharap bantuan seperti ini tetap berlanjut dan menjangkau lebih banyak warga. 
     
    Bagi Ani, pedagang gorengan, hari ini adalah pertama kalinya ia menerima BLTS Kesra. Meski sempat hujan-hujanan dan harus kembali karena ada perubahan jadwal, ia tetap datang.
     
    “Dapatnya Rp900.000, buat modal dagang dan bayar sekolah anak,” ujarnya. Pelayanan di kantor pos, katanya, “ramah dan cepat.” Ia berharap penyaluran ke depan lebih teliti agar bantuan jatuh tepat sasaran. 
     
    Kisah lain datang dari Ayi Cholifah, yang mengantar ibunya, seorang lansia yang baru menjalani operasi jantung. Mereka belum sempat mengambil bantuan pada jadwal sebelumnya.
     
    “Alhamdulillah hari ini bisa diambil. Pelayanannya bagus, sopan,” kata Ayi. 
     
    Baginya, tambahan Rp900.000 ini adalah rezeki yang sangat membantu. “Harapannya bantuan seperti ini tepat sasaran dan diteruskan, karena masyarakat kecil memang butuh.” 
    Eva Sahara, ibu rumah tangga dari Rusun Pulogadung, menerima kabar dari RT seminggu lalu.
     
    “Dapat Rp900.000, buat bantu-bantu anak sekolah yang lagi ujian,” ujarnya. Ia berharap program ini bisa ada setiap bulan bagi keluarga menengah ke bawah. 
     
    Firna Miliana, warga sama dari Rusunpik, juga mengungkapkan hal serupa. “Untuk ibu rumah tangga seperti saya, uang ini pasti dipakai buat sembako dan kebutuhan anak-anak. Pelayanan di kantor pos enak, ramah, dan cepat,” ujarnya. Ia berharap ke depan bantuan tidak berhenti pada periode ini. 
     

     

    Peran PosIND: Menjangkau hingga Lapisan Paling Rentan
    Pada saat inflasi pangan mengalami tekanan musiman dan pengeluaran rumah tangga meningkat menjelang tahun baru, BLTS Kesra menjadi instrumen fiskal yang strategis.
    Rp900.000 yang diterima KPM, dalam banyak kasus, langsung dibelanjakan untuk:
     
    – Beras, minyak, telur, dan kebutuhan pokok lain,
    – Biaya ujian sekolah, seragam, sepatu,
    – Modal dagang sederhana,
    – Obat-obatan untuk lansia.
     
    Dalam skala makro, dana bantuan yang disalurkan melalui puluhan juta rumah tangga ini akan mengalir ke warung, pasar, pedagang kaki lima, hingga transportasi lokal, menggerakkan ekonomi pada titik-titik yang paling dekat dengan warga.
     
    Di tengah penyaluran berskala besar ini, PosIND memegang amanah penting. Selain layanan di kantor pos, penyaluran juga dilakukan melalui community service point dan pengantaran langsung untuk kelompok rentan seperti lansia dan penyandang disabilitas.
     
    Plt Direktur Utama PosIND, Haris, menegaskan bahwa skema penyaluran dirancang agar inklusif. “Kalau tidak bisa datang, teman-teman juga melakukan proses pengantaran, terutama untuk saudara-saudara kita yang disabilitas atau lansia,” ujarnya. 
     
    Ia menambahkan bahwa penyaluran melalui PosIND saat ini telah mencapai sekitar 85 persen, dan ditargetkan tuntas sebelum pertengahan Desember. “Kami sudah memiliki tiga skema: di kantor pos, melalui komunitas, dan pengantaran langsung. Semuanya dilakukan agar bantuan tepat sasaran dan bisa dipertanggungjawabkan,” kata Haris. 
     
    Menurutnya, koordinasi dengan pemerintah daerah terus dilakukan, terutama di wilayah terdampak bencana atau yang mengalami kendala administratif.
    Menko Airlangga: BLTS Kesra Kuatkan Masyarakat dan Menggerakkan Ekonomi

    Di balik angka-angka besar penyaluran, yang tampak di KCU Premier hari ini adalah wajah-wajah yang merasakan manfaat langsung dari kebijakan pemerintah. Mereka pulang membawa sembako, kebutuhan sekolah, atau bahkan modal awal untuk kembali memutar usaha kecil. 
     
    “Stimulan ini untuk menjaga daya beli. Dan daya beli akan mendorong pertumbuhan ekonomi, terutama di kuartal empat,” katanya.
     
    Bantuan Rp900.000 ini mungkin tidak menyelesaikan seluruh beban ekonomi keluarga, tetapi cukup untuk menjaga daya beli masyarakat kecil di ujung tahun, dan itu menjadi penting untuk stabilitas ekonomi nasional.
     
    Seperti disampaikan Menko Airlangga, pemerintah akan mengevaluasi program ini dan belum memutuskan keberlanjutannya untuk 2026. Yang pasti, hingga hari ini BLTS Kesra menjadi salah satu instrumen paling nyata yang dirasakan langsung masyarakat.
     
    “Ini baru awal tahun nanti akan kita putuskan Harapannya pertumbuhan ekonomi di kuartal keempat lebih baik dari kuartal ketiga. Nani akan dilakukan evaluasi menyeluruh setelah periode penyaluran berakhi” ujarnya. 
     
    Airlangga juga mengaitkan BLTS Kesra dengan program-program lain, seperti Program Keluarga Harapan (PKH) dan program magang industri “Kita ingin ekosistem perlindungan sosial dan peningkatan kapasitas ekonomi berjalan berdampingan,” katanya.
    Suara Warga: Harapan, Kritik, dan Doa
    Hampir semua KPM yang ditemui menyampaikan rasa terima kasih kepada pemerintah dan PosIND. Namun lebih dari itu, mereka menyuarakan satu harapan yang sama: agar bantuan seperti ini tidak berhenti dan semakin tepat sasaran.
     
    Sebagaimana diungkapkan Ani,“ Dicek lagi warganya yang benar-benar membutuhkan. Jangan yang nggak butuh dikasih, yang butuh nggak dikasih.” 
     
    Harapan serupa datang dari keluarga lansia dan para ibu rumah tangga yang hari ini pulang dengan hati lebih lega.
    Amanah Penyaluran di Tangan PosIND
    Penyaluran BLTS Kesra 2025 menjadi bukti bahwa sinergi antara pemerintah dan PosIND berjalan efektif. Dengan jaringan yang menjangkau hingga desa dan kecamatan, PosIND kembali menunjukkan kapasitasnya sebagai garda terdepan penyaluran bantuan negara.
    Dengan kata lain, dalam skema BLTS Kesra 2025, PosIND kembali menjadi tulang punggung penyaluran, terutama bagi warga yang tidak memiliki rekening bank atau tinggal jauh dari pusat layanan perbankan.
     
    Dengan lebih dari 4.800 kantorpos dan ribuan titik layanan komunitas, Pos Indonesia memanfaatkan tiga mekanisme penyaluran:
     
    1. Pembayaran di kantor pos
     
    Seperti yang terlihat di KCU Premier, alur layanan dirancang untuk meminimalisasi antrean dan mempercepat verifikasi.
     
    2. Pembayaran komunitas 
     
    Penyaluran dilakukan di kantor desa, balai RW, sekolah, atau titik komunitas lain, menjangkau warga yang terkendala transportasi.
     
    3. Pengantaran langsung
     
    PosIND mengerahkan petugas untuk mendatangi rumah lansia, penyandang disabilitas, dan warga sakit.
     
    “Kami menargetkan penyaluran selesai sebelum pertengahan Desember, dan saat ini capaian nasional melalui Pos sudah di angka 85 persen,” pungkas Haris. 
     
    Seiring target 100 persen penyaluran pada Desember mendatang, ribuan titik layanan PosIND di seluruh Indonesia terus bergerak, dari kantor pusat kota hingga pelosok desa.
    Pendekatan multikanal ini menjadi bukti kemampuan PosIND sebagai lembaga logistik sosial negara—melampaui fungsi surat dan paket, menuju peran sebagai penggerak ekosistem bantuan pemerintah.
     
    Satu hal yang tampak jelas dari KCU Premier hari ini: BLTS Kesra bukan sekadar transfer dana, tetapi penguat harapan, terutama bagi mereka yang berjuang di tengah keterbatasan ekonomi.
     
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News

    (RUL)

  • Trump Pecat 8 Hakim Imigrasi di New York, Alasannya Tak Jelas

    Trump Pecat 8 Hakim Imigrasi di New York, Alasannya Tak Jelas

    New York City

    Departemen Kehakiman Amerika Serikat (AS) memberhentikan delapan hakim imigrasi di kota New York City. Alasan pemberhentian tidak diketahui jelas. Namun, ini terjadi di tengah ketegangan antara pengadilan-pengadilan AS dengan pemerintahan Presiden Donald Trump yang berupaya menindak tegas para migran ilegal.

    Asosiasi Hakim Imigrasi Nasional (NAIJ), yang mewakili para hakim imigrasi tersebut, seperti dilansir AFP, Rabu (3/12/2025), mengonfirmasi pemberhentian tersebut.

    NAIJ mengatakan bahwa delapan hakim imigrasi yang diberhentikan itu bekerja di 26 Federal Plaza di Manhattan, New York City. Alamat tersebut merupakan lokasi gedung pengadilan yang meninjau kasus-kasus imigran yang berupaya melegalkan status mereka di AS.

    Selama berbulan-bulan, para agen federal telah berpatroli di lorong-lorong Gedung Federal Jacob K Javitz setiap hari. Mereka melakukan penangkapan terhadap para migran saat mereka meninggalkan persidangan, yang seringkali terjadi bahwa pengawasan ketat pers yang selalu hadir.

    Foto-foto bentrokan antara polisi dan keluarga imigran telah menjadi viral di seluruh dunia, menjadikan 26 Federal Plaza sebagai lokasi simbolis untuk tindak kekerasan pemerintah Trump terhadap migran di seluruh AS.

    Tidak diketahui secara jelas apa yang menyebabkan delapan hakim imigrasi itu dipecat.

    Namun, mereka bergabung dengan sekitar 90 hakim yang dipecat sepanjang tahun ini di berbagai wilayah AS, berdasarkan laporan New York Times.

    Menurut kelompok advokasi migran, pemecatan ini bertujuan untuk mengganti hakim yang akan keluar dengan hakim-hakim lainnya yang lebih sejalan dengan kebijakan imigrasi pemerintah AS.

    Pemecatan hakim ini terjadi setelah puluhan orang berkumpul di Manhattan selama akhir pekan untuk mencegah kemungkinan penggerebekan oleh Badan Imigrasi dan Bea Cukai (ICE) terhadap pedagang kaki lima. Kepolisian New York melakukan beberapa penangkapan.

    Sebagai kota yang dijuluki kota suaka bagi para migran, otoritas New York City secara sukarela membatasi kerja sama antara pemerintah daerah dan layanan imigrasi federal. Namun, hal itu tidak menghalangi operasi mereka.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • PKL Danau Sunter Gelar Karaoke, Warga Sekitar Lapor Satpol PP

    PKL Danau Sunter Gelar Karaoke, Warga Sekitar Lapor Satpol PP

    JAKARTA – Satpol PP Kecamatan Tanjung Priok melakukan penertiban gangguan terhadap pedagang kaki lima (PKL) dan pengamen di kawasan Danau Sunter, Jakarta Utara.

    Di lokasi sasaran, beberapa PKL yang berjualan sambil membawa speaker aktif untuk berkaraokean hingga larut malam, membuat masyarakat sekitar terganggu.

    “Ada 5 PKL yang kedapatan membawa speaker aktif namun belum dihidupkan musiknya, kita berikan imbauan,” kata Kasatpol PP Kecamatan Tanjung Priok, Mardanih salah dikonfirmasi, Senin, 1 Desember.

    Mereka yang diberi peringatan, kata Mardanih, adalah para PKL yang bawa speaker aktif, dikarenakan adanya pengaduan masyarakat tentang kebisingan.

    “Malam ini tidak ada temuan yang melanggar. Semua masih di batas wajar. PKL Yang membawa speaker aktif ada saja namun tidak nyetel (memutar) musik,” katanya.

    Lokasi yang menjadi sasaran razia adalah Danau Sunter Selatan, Jalan Danau Sunter Jaya 1 dan Jalan Danau Permai.

    “Hasil kegiatan yang kedapatan membawa speaker aktif ada 5 orang PKL. Mereka kita berikan imbauan,” ucapnya.

    Penertiban kembali dilakukan di sepanjang Jalan Danau Sunter Barat, Kelurahan Sunter Agung, Kecamatan Tanjung Priok.

    Hasil dari operasi bina tertib praja di kawasan Jalan Danau Sunter Barat, disita 5 unit meja kayu yang rusak dan 4 unit jeriken.

  • Kabel Menjuntai dan Semrawut di Trotoar Fatmawati, Pejalan Kaki Was-was
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        30 November 2025

    Kabel Menjuntai dan Semrawut di Trotoar Fatmawati, Pejalan Kaki Was-was Megapolitan 30 November 2025

    Kabel Menjuntai dan Semrawut di Trotoar Fatmawati, Pejalan Kaki Was-was
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Warga mengeluhkan kabel utilitas menjuntai dan semrawut di persimpangan Jalan Fatmawati menuju Jalan Tahi Bonar Simatupang, Cilandak, Jakarta Selatan.
    Berdasarkan pantauan
    Kompas.com
    , Minggu (30/11/2025), kabel turun rendah hingga mendekati trotoar dan sebagian bahkan menyentuh pagar pembatas tanaman.
    Mayoritas kabel berwarna hitam itu tampak saling melilit, sementara beberapa bundel berukuran besar diletakkan begitu saja di atas pagar taman jalan.
    Sejumlah kabel kecil terlihat tercerai-berai dan menjulur hingga ke jalur kuning pemandu disabilitas, membuat area pedestrian tidak aman untuk dilintasi.
    Posisi kabel yang rendah juga bersinggungan dengan pepohonan di taman pembatas sehingga membuatnya semakin melorot dan tak beraturan.
    Beberapa ikatannya tampak kendur, seolah tidak lagi terpasang kuat pada tiang penyangga.
    Kondisi semrawut ini membentang sekitar 10 meter dari titik persimpangan hingga ke Halte Bus Stop Pengumpan Transjakarta di sisi Jalan TB Simatupang.
    Di area dekat halte,
    kabel menjuntai
    berada tepat di samping bangku sehingga warga yang menunggu bus harus berhati-hati saat bergerak.
    Seorang
    pejalan kaki
    , Bani (28), mengaku hampir tersangkut kabel ketika berjalan menuju arah Fatmawati.
    “Tadi sempat kaget karena ada kabel yang rendah banget, bahkan tergeletak di trotoar. Saya jadi harus melipir ke pinggir, itu bahaya juga karena ada motor yang parkir,” ujarnya kepada
    Kompas.com
    di lokasi, Minggu.
    Ia berharap kabel-kabel tersebut segera ditertibkan agar tidak membahayakan warga.
    “Ini kan trotoar baru diperbaiki, tapi percuma kalau kabelnya begini. Jalan kaki jadi was-was,” katanya.
    Sementara itu, Reni (35), warga yang menunggu bus di halte dekat lokasi, mengaku tidak merasa aman karena posisi kabel terlalu dekat dengan area pejalan kaki.
    “Sebenarnya aneh kabel kayak gini dibiarkan. Posisinya sudah mengganggu pengguna jalan. Kalau ada korsleting kan bisa makan korban,” ujarnya.
    Ia berharap pemerintah maupun pemilik utilitas segera melakukan penanganan.
    “Harusnya ada petugas yang cek rutin. Ini sudah berhari-hari begitu, katanya sempat viral, tapi kok belum dirapikan juga,” kata Reni.
    Kondisi
    kabel semrawut
    di lokasi tersebut sebelumnya viral setelah diunggah akun Instagram @jakartaselatan24jam.
    Dalam video yang direkam malam hari, kabel tampak menjuntai ke arah trotoar dan berpotensi membahayakan warga.
    Pengunggah video turut menyampaikan keresahannya karena kondisi trotoar yang seharusnya nyaman justru dipenuhi beragam hambatan.
    “Kapan sih trotoar itu nyaman? Katanya trotoar buat pejalan kaki. Tapi ada motor, pohon, gerobak PKL, jalanan bolong-bolong. Aduh, repot banget mau jalan kaki aja. Gue tuh pengen jalan kaki kayak di Eropa. Lah di sini malah kayak Ninja Warrior,” ujar sang pengunggah.
    Kompas.com sudah menghubungi Dinas Bina Marga Jakarta Selatan mengenai kabel menjuntai tersebut, namun belum mendapatkan respons.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Berdiri Sejak 1940, Gudeg Legendaris Mbok Lindu Tetap Eksis dengan QRIS BRI

    Berdiri Sejak 1940, Gudeg Legendaris Mbok Lindu Tetap Eksis dengan QRIS BRI

    Saat ini penggunaan QRIS sudah sangat masif. Warung kelontong, pedagang kaki lima hingga tukang parkir sudah menyediakan QRIS untuk pembayaran. Hanya tinggal membawa ponsel pintarnya, seseorang sudah bisa membayar barang hingga makanan dengan scan barcode yang tersedia.

    Warung Gudeg Mbok Lindu sudah satu tahun menerapkan sistem pembayaran digital dengan QRIS BRI. Dengan tersedianya QRIS di Warung Gudeg Mbok Lindu, tentunya memudahkan pelanggan dalam melakukan transaksi.

    “Satu tahunan kalau enggak salah. Sekitar satu tahunan, mbak,” ungkap Ratiyah.

    Harga gudeg di warung Mbok Lindu bervariasi mulai dari Rp15.000 hingga Rp60.000. Pendapatan usaha makanan cenderung berubah-ubah setiap hari, Djohar tidak menyebutkan total pemasukan harian warung gudeg tersebut, baik dari pembayaran manual maupun QRIS.

    Meski tak bisa menyebutkan secara pasti, namun Djohar menunjukkan bahwa pemasukan melalui QRIS pada Rabu (19/11/2025) hingga pukul 09.00, sejak warung dibuka pada 06.00 telah mencapai Rp3 juta. Djohar juga menambahkan jika pemasukan dari QRIS BRI pernah sampai Rp9 juta.

    “Ini aja sudah masuk 3 juta lah, apalagi sabtu minggu weekend,” jelas Djohar sembari menunjukkan pemasukan dari QRIS BRI.

    Meski awalnya tidak berencana untuk menerapkan QRIS di warungnya, pada akhirnya Ratiyah memasang QRIS agar memudahkan pelanggan. Pasalnya memberikan kemudahan pelanggan dengan sistem pembayaran menjadi prioritas setiap penjual, begitu juga dengan Ratiyah.

    “Iya, kalau pelanggannya memang memudahkan. Kan sekarang sistemnya, zamannya sudah itu (sudah serba digital),” jelas Ratiyah.

  • Pungli dan Perampasan di Jalan Lingkar Utara Lamongan Viral, Dishub Turun Tangan

    Pungli dan Perampasan di Jalan Lingkar Utara Lamongan Viral, Dishub Turun Tangan

    Lamongan (beritajatim.com) – Pungutan liar (pungli) dan aksi perampasan kembali menyeret Jalan Lingkar Utara (JLU) Lamongan ke dalam sorotan publik. Polemik ini mencuat setelah sebuah video keluhan sopir truk terkait penarikan parkir Rp5.000 beredar luas di media sosial.

    Dalam video tersebut, sang sopir memperlihatkan karcis parkir bertuliskan Jalan Lingkar Utara Tengah beserta nominal pungutan. Temuan ini memunculkan pertanyaan besar di kalangan sopir truk yang kerap melintasi JLU mengenai legalitas penarikan parkir tersebut.

    “Kalau resmi, maksudnya benar dikelola, misalnya oleh karang taruna atau desa, ya nggak apa-apa. Tapi kalau tidak resmi itu yang menjadi masalah,” ujar Adim, sopir truk asal Kecamatan Manyar, Gresik, saat ditemui di JLU, Jumat (28/11/2025).

    Meski demikian, Adim mengaku belum pernah mengalami penarikan parkir meskipun ia memarkir truk di tepi jalan untuk beristirahat di lapak pedagang. “Saya dari tadi di sini, tidak ada yang narik parkir,” katanya.

    Hal serupa disampaikan Sandi, sopir truk asal Tegal. Ia menegaskan tidak akan memberikan uang parkir apabila ada pihak yang meminta pungutan. “Kalau ada yang minta-minta gitu, saya tidak akan kasih. Karena saya berhenti cuma mau istirahat sebentar, sama mengurangi panas ban,” ujarnya.

    Selain isu pungli, dua kasus perampasan juga terjadi pada hari yang sama. Dalam kejadian pertama, seorang sopir dirampas ponsel dan uang tunainya saat turun untuk buang air kecil. Kasus kedua menimpa sopir dump truk yang kehilangan uang tunai akibat aksi serupa. Kedua insiden tersebut kini ditangani Polres Lamongan.

    Menanggapi viralnya pungutan parkir di JLU, Kepala Dinas Perhubungan Lamongan, Dianto Hari Wibowo, memastikan pihaknya telah menerjunkan petugas untuk menelusuri informasi tersebut.

    “Tadi malam teman-teman juga sudah saya perintahkan untuk mendalami informasi itu. Ternyata memang ada sebagian pengemudi yang mendapatkan karcis seperti itu. Tapi belum ditemukan siapa yang mengedarkan atau menarik dari truk-truk parkir,” jelas Dianto.

    Sebagai langkah cepat, Dishub Lamongan akan menertibkan pedagang kaki lima di sepanjang JLU yang diduga menjadi pemicu truk berhenti. Ia juga mengimbau para sopir agar tidak berhenti di bahu jalan JLU demi mencegah potensi pungli dan gangguan keamanan.

    “Dengan adanya penarikan parkir ini menjadi pijakan kami untuk kemudian mengimbau tidak parkir di sepanjang JLU. Kita akan lakukan bersama rekan-rekan Satlantas. Kita juga akan koordinasi dengan Satpol PP untuk menertibkan PKL, karena ini yang membuat truk-truk berhenti,” ucapnya.

    Dianto menambahkan bahwa pemerintah daerah tengah mempertimbangkan fasilitas jangka panjang berupa rest area khusus kendaraan besar di sekitar JLU. “Memang kita ini butuh seperti rest area di area-area yang kita lihat perlu. Itu nanti perlu dipikirkan bagaimana sekitaran JLU itu punya rest area untuk istirahat kendaraan besar,” tuturnya.

    Sementara itu, proses penyelidikan kasus perampasan terhadap sopir truk tengah berlangsung di Polres Lamongan. [fak/beq]