Produk: PKL

  • Pengamen Ondel-ondel Masih Marak di Jakarta meski Dilarang, Beraksi di Jalanan Padat
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        27 Juni 2025

    Pengamen Ondel-ondel Masih Marak di Jakarta meski Dilarang, Beraksi di Jalanan Padat Megapolitan 27 Juni 2025

    Pengamen Ondel-ondel Masih Marak di Jakarta meski Dilarang, Beraksi di Jalanan Padat
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Praktik mengamen menggunakan ondel-ondel masih terjadi meski Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta telah melarang aktivitas tersebut.
    Praktik itu salah satunya terlihat di Jalan Haji Agus Salim, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Jumat (27/6/2025).
    Pantauan
    Kompas.com
    di lokasi, sebanyak tujuh pengamen ondel-ondel beraksi di lokasi tersebut. Mereka tampil secara berkelompok dan memiliki peran berbeda-beda.
    Empat orang terlihat memainkan gong yang dipanggul menggunakan bambu, satu orang membawa gerobak dorong berisi
    speaker
    portabel. Satu orang lagi memainkan rebab, alat musik gesek khas Betawi.
    Alunan musik khas budaya Betawi pun menggema di sepanjang jalan, menarik perhatian pengguna jalan.
    Sementara, dua orang lainnya membawa ember yang digunakan untuk meminta uang dari pengendara maupun pejalan kaki di sekitar lokasi.
    Seorang lainnya menggerakan ondel-ondel dari dalam boneka besar itu, berjoget riang, dan berputar-putar di jalanan meskipun kondisi lalu lintas sangat padat.
    Aksi mereka sempat menyendat arus kendaraan. Beberapa pengemudi mobil membunyikan klakson agar sang ondel-ondel sedikit menyingkir.
    Namun, para pengamen ondel-ondel ini tak segan mengadang mobil yang tengah melaju untuk meminta uang.
    Tak hanya itu, mereka juga sempat mendatangi setiap orang yang tengah makan di lapak pedagang kaki lima di sepanjang jalan. 
    Salah seorang pedagang, Dimas (37) mengatakan, praktik mengamen ondel-ondel sudah biasa terjadi di kawasan ini. 
    “Di sini hampir setiap hari masih ada yang ngamen. Biasanya mereka itu keluar dari habis isya (sekitar pukul 19.05 WIB) nanti keliling terus muter ada lagi,” kata Dimas.
    Salah satu pengunjung, Nesya, merasa terganggu dengan kehadiran ondel-ondel untuk mengamen. 
    “Kalau mintanya maksa itu sudah mengganggu banget. Apalagi kawasan sini kan bising ya, ditambah mereka jadi tambah pusing,” ucap Nesya.
    Adapun Gubernur Jakarta Pramono Anung telah meminta agar ondel-ondel tidak lagi digunakan untuk mengamen di jalanan. Ia menilai, ondel-ondel adalah warisan budaya Betawi yang harus dihormati.
    “Ya sekarang ini saya akan meminta ondel-ondel bukan untuk di jalanan. Tapi merupakan bagian dari budaya utama Betawi,” ucap Pramono saat ditemui di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Rabu (28/5/2025).
    Oleh karena itu, menurutnya, pemerintah perlu memberikan dukungan serta ruang yang layak bagi para seniman ondel-ondel untuk tampil secara pantas.
    Saat ini, tercatat ada 42 sanggar ondel-ondel di Jakarta yang sedang mendapatkan perhatian khusus dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta. Nantinya mereka akan dilibatkan di acara acara kedinasan.
    “Sehingga, kita undang berbagai acara di ibu kota, acara yang banyak banget,” ucap Pramono.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Mengapa Banyak Orang di Dunia Ingin Punya Anak Tapi Takut Punya Anak?

    Mengapa Banyak Orang di Dunia Ingin Punya Anak Tapi Takut Punya Anak?

    PIKIRAN RAKYAT Orang-orang di seluruh dunia semakin sedikit yang memiliki anak, dan ini bukan semata-mata karena mereka tidak menginginkannya.

    Menurut temuan PBB, rata-rata tingkat kesuburan global kini turun hingga kurang dari setengah dari tingkatnya pada tahun 1960. Angka ini telah berada di bawah “tingkat pengganti” yang dibutuhkan untuk menjaga kestabilan jumlah penduduk di sebagian besar negara.

    Di tengah penurunan bersejarah tersebut, hampir 20% orang dewasa usia reproduksi dari 14 negara di seluruh dunia menyatakan bahwa mereka kemungkinan tidak akan bisa memiliki jumlah anak yang mereka inginkan, hal ini disampaikan dalam laporan yang dirilis minggu ini oleh United Nations Population Fund (UNFPA), badan PBB yang menangani kesehatan dan hak reproduksi. Namun, bagi sebagian besar dari mereka, penyebabnya bukan karena kemandulan yang menghalangi mereka untuk melakukan hal tersebut. Mereka menyebut berbagai faktor seperti keterbatasan finansial, hambatan dalam akses pelayanan kesehatan terkait kesuburan atau kehamilan, dan kekhawatiran terhadap kondisi dunia saat ini yang menjadi penghalang mereka dalam mewujudkan keputusan mereka sendiri terkait kesuburan dan reproduksi.

    Seperti dilansir TIME, “Ada banyak orang di luar sana yang bersedia memiliki anak —bahkan lebih banyak dari yang mereka miliki saat ini— jika kondisinya memungkinkan. Dan kewajiban pemerintah untuk menyediakan kesejahteraan dan jaminan sosial yang memungkinkan terciptanya keseimbangan kerja dan kehidupan, pekerjaan yang aman, pengurangan hambatan hukum, serta layanan kesehatan yang lebih baik,” kata Shalini Randeria, Presiden Central European University di Wina sekaligus penasihat eksternal senior dalam laporan UNFPA tersebut. Namun, menurut Randeria, kebijakan yang diterapkan sebagian pemerintah—seperti pemangkasan layanan Medicaid di AS atau pembatasan hak atas kesehatan dan otonomi reproduksi—merupakan langkah mundur bagi hak individu, sekaligus “kontraproduktif dari sudut pandang demografis.”

    Dalam laporan tersebut, UNFPA bekerja sama dengan YouGov melakukan survei terhadap responden dari 14 negara di Asia, Eropa, Amerika Utara, Amerika Selatan, dan Afrika—wilayah yang secara keseluruhan mewakili lebih dari sepertiga populasi dunia.

    “Ada kesenjangan antara jumlah anak yang ingin dimiliki seseorang dan jumlah anak yang benar-benar mereka miliki,” kata Randeria. “Bagi kami, penting untuk mencari tahu—dengan bertanya langsung pada mereka—apa yang menyebabkan kesenjangan itu.”

    Faktor Finansial Jadi Hambatan Utama

    Ilustrasi Seorang Pria Tidak Memiliki Uang freepik.com

    Hambatan paling signifikan yang diidentifikasi para responden survei sebagai alasan mereka tidak memiliki jumlah anak yang diinginkan adalah faktor ekonomi: 39% menyebutkan keterbatasan finansial, 19% keterbatasan dalam ketersediaan perumahan, 12% kurangnya layanan pengasuhan anak yang memadai atau berkualitas, dan 21% pengangguran atau ketidakamanan kerja.

    Harga semua jenis barang dan pelayanan telah naik dengan cepat dalam beberapa tahun terakhir. Inflasi global mencapai tingkat tertinggi sejak pertengahan tahun 1990-an pada Juli 2022, menurut World Bank Group. Meskipun kini sudah menurun, level inflasi saat ini masih jauh lebih tinggi dibandingkan sebelum pandemi Covid-19.

    Meningkatnya biaya hidup telah berdampak besar pada perumahan dan pengasuhan anak. Di Amerika Serikat, contohnya, Departemen Keuangan menemukan bahwa harga rumah telah meningkat lebih cepat daripada pendapatan selama dua dekade terakhir, melonjak sekitar 65% sejak tahun 2000 jika disesuaikan dengan inflasi. Riset juga menunjukkan bahwa biaya pengasuhan anak di AS dalam beberapa tahun terakhir bahkan melampaui biaya perumahan atau kuliah bagi banyak keluarga.

    Krisis perumahan saat ini berdampak luas di “semua wilayah dan negara,” menurut laporan Program Pemukiman Manusia PBB (UN-Habitat) tahun lalu, yang memperkirakan bahwa antara 1,6 miliar hingga 3 miliar orang di seluruh dunia tanpa akses perumahan yang layak.   

    Tantangan Akses Reproduksi dan Layanan Kesehatan

    Ilustrasi Wanita Menatap Tes Kehamilan Negatif freepik.com

    Orang-orang mengutip bahwa faktor lain yang menghalangi mereka untuk memiliki jumlah anak yang diinginkan, termasuk hambatan dalam akses terhadap teknologi reproduksi berbantu (seperti IVF, In Vitro Fertilization) dan ibu pengganti (surrogacy)

    Sejumlah negara—termasuk Prancis, Spanyol, Jerman, dan Italia— telah melarang praktik ibu pengganti. Laporan UNFPA juga menunjukkan bahwa banyak negara membatasi atau bahkan melarang akses terhadap reproduksi berbantu dan ibu pengganti bagi pasangan sesama jenis. Di Eropa, contohnya, hanya 17 dari 49 negara yang memperbolehkan inseminasi medis bagi individu, tanpa memandang orientasi seksual atau identitas gender mereka, menurut laporan tersebut.  

    UNFPA mencatat bahwa, di tengah menurunnya angka fertilitas global, beberapa pemerintah mengambil “langkah-langkah drastis untuk mendorong kaum muda mengambil keputusan fertilitas yang sejalan dengan target nasional.” Namun, laporan tersebut menekankan bahwa “krisis yang sebenarnya” adalah “krisis dalam lembaga reproduksi—yaitu kemampuan individu untuk membuat pilihan bebas, terinformasi, dan tidak terkekang dalam segala hal mulai dari berhubungan seks, menggunakan kontrasepsi, hingga memulai sebuah keluarga.”

    Menurut Center for Reproductive Rights, 40% perempuan di usia reproduksi di dunia hidup di bawah hukum aborsi yang ketat. Banyak negara—termasuk Brazil, Filipina, dan Polandia, di antara yang lainnya— memberlakukan pembatasan aborsi. Pada 2022, Mahkamah Agung Amerika Serikat mencabut putusan penting Roe v. Wade, yang menghapuskan hak konstitusional atas aborsi. Sejak saat itu, lebih dari selusin negara bagian di AS telah menerapkan larangan total atau pembatasan aborsi. Ada banyak laporan menyebutkan bahwa perempuan hamil ditolak mendapatkan perawatan kritis karena undang-undang tersebut, dan banyak perempuan mengaku tidak merasa aman untuk hamil di negara bagian yang melarang aborsi.

    Meski semakin banyak perempuan di dunia yang kebutuhan perencanaan keluarganya telah terpenuhi, PBB menemukan bahwa sekitar 164 juta perempuan masih belum mendapatkan akses tersebut hingga tahun 2021, menurut laporan yang dirilis tahun 2022.

    Selain menganggap akses terhadap perencanaan keluarga sebagai hak asasi manusia, PBB juga menekankan bahwa hal ini merupakan kunci dalam upaya pengentasan kemiskinan.

    Ketakutan akan Masa Depan yang Tak Pasti

    Ilustrasi Pasangan Menatap Cakrawala freepik.com

    Sekitar 14% responden dalam laporan UNFPA mengatakan kekhawatiran mereka tentang situasi politik atau sosial, seperti perang dan pandemi, telah atau akan menyebabkan mereka memiliki anak lebih sedikit dari yang diinginkan. Sekitar 9% responden juga menyatakan bahwa kekhawatiran terhadap perubahan iklim atau kerusakan lingkungan telah atau akan mempengaruhi keputusan mereka untuk memiliki lebih sedikit anak dari yang direncanakan.

    Kekerasan dan konflik global meningkat dalam beberapa tahun terakhir.  Periode antara tahun 2021 dan 2023 tercatat sebagai masa paling penuh kekerasan sejak berakhirnya Perang Dingin, menurut World Bank Group. Jumlah korban tewas dalam konflik bersenjata dan jumlah konflik itu sendiri meningkat dalam satu dekade terakhir.

    Kekerasan tersebut turut memicu pada meningkatnya pengungsian global selama bertahun-tahun: Lebih dari 122 juta orang di seluruh dunia terpaksa mengungsi, menurut laporan badan pengungsi PBB pada hari kamis, jumlah tersebut hampir dua kali lipat dari jumlah yang tercatat satu dekade lalu.

    Dampak pandemi global ini semakin terasa, bahkan belum menunjukkan tanda-tanda mereda karena Covid-19 terus menyebar, menghasilkan varian baru, dan berdampak pada jutaan orang dengan masa pemulihan yang bisa berlangsung berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. Di luar Covid-19, wabah penyakit menular menjadi semakin umum terjadi—dan para ahli memperkirakan bahwa di tahun-tahun mendatang risiko wabah meningkat menjadi epidemi dan pandemi akan semakin meningkat.

    Dalam survei Program Pembangunan PBB tahun 2024, yang secara statistik mewakili sekitar 87% populasi global, sekitar 56% responden mengatakan mereka memikirkan tentang perubahan iklim harian atau mingguan. Sekitar 53% dari responden juga mengatakan mereka lebih khawatir tentang perubahan iklim sekarang dari tahun sebelumnya. 1/3 dari responden mengatakan bahwa perubahan iklim secara signifikan mempengaruhi keputusan-keputusan besar dalam hidup mereka.

    “Saya ingin punya anak, tapi makin lama makin sulit,” kata seorang perempuan berusia 29 tahun dari Meksiko dalam laporan tersebut. “Hampir mustahil membeli atau menyewa tempat tinggal dengan harga terjangkau di kota saya. Saya juga tidak ingin melahirkan anak di masa perang dan kondisi planet yang memburuk jika itu berarti si anak harus menderita karenanya.” (Naomi Dongoran/PKL Polban) ***

  • Kena Gergaji Mesin Saat Evakuasi Pohon Tumbang, Petugas Damkar Depok Terluka di Paha
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        26 Juni 2025

    Kena Gergaji Mesin Saat Evakuasi Pohon Tumbang, Petugas Damkar Depok Terluka di Paha Megapolitan 26 Juni 2025

    Kena Gergaji Mesin Saat Evakuasi Pohon Tumbang, Petugas Damkar Depok Terluka di Paha
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Seorang petugas pemadam kebakaran (
    damkar
    ) berinisial DAP (27) terkena gergaji mesin saat ia tengah mengevakuasi pohon tumbang di pertigaan Jalan R Sanim dan Jalan Curug Agung, Tanah Baru, Beji, Kota
    Depok
    , Rabu (25/6/2025).
    Kasubbid Penmas Polda Metro Jaya AKBP Reonald Simanjuntak menyampaikan, insiden bermula tumbangnya pohon setinggi 15 meter saat hujan deras disertai angin mengguyur wilayah Beji dan sekitarnya.
    “Pohon tumbang ke arah jalan raya sehingga menutup jalan dan menyebabkan kemacetan lalu-lintas,” kata Reonald dalam keterangannya, Kamis (26/6/2025).
    Bukan hanya itu, pohon tumbang juga mengenai kabel listrik dan telkom. Tidak ada korban jiwa atas peristiwa ini.
    Namun, kejadian ini menimbulkan kerugian material berupa satu gerobak pedagang kaki lima dan atap kios yang mengalami kerusakan.
    Dengan begitu, sejumlah petugas berdatangan ke tempat kejadian perkara (TKP), termasuk DAB, untuk mengevakuasi pohon tersebut.
    “Pada saat dilakukan pemotongan pohon tumbang, seorang petugas pemadam kebakaran Kota Depok atas nama DAP terluka akibat terkena gergaji mesin di bagian paha sebelah kiri,” ungkap Reonald.
    Atas kejadian itu, DAP mengalami luka sobek dan langsung dilarikan ke klinik terdekat untuk pertolongan pertama.
    “Selanjutnya dirujuk ke Rumah Sakit Graha Permata Ibu Depok,” ucap dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Puluhan PMKS terjaring saat Operasi Bina Tertib Praja 2025 di Jaktim

    Puluhan PMKS terjaring saat Operasi Bina Tertib Praja 2025 di Jaktim

    Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Jakarta Timur menjaring Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) saat Operasi Bina Tertib Praja 2025 di Jakarta Timur, Rabu (25/6/2025). ANTARA/HO-Pemerintah Kota Jakarta Timur.

    Puluhan PMKS terjaring saat Operasi Bina Tertib Praja 2025 di Jaktim
    Dalam Negeri   
    Editor: Novelia Tri Ananda   
    Kamis, 26 Juni 2025 – 13:03 WIB

    Elshinta.com – Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Jakarta Timur menjaring sebanyak 44 Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) saat Operasi Bina Tertib Praja 2025 di 10 kecamatan.

    “Jumlah yang terjaring saat melakukan Operasi Bina Tertib Praja 2025 total sebanyak 44 PMKS pada 10 kecamatan,” Kepala Satpol PP Jakarta Timur Budhy Novian saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.

    Operasi dilakukan dalam rangka menjaga ketertiban umum dan ketentraman bersama Suku Dinas (Sudin) Sosial Jakarta Timur, Sudin Perhubungan, dan jajaran TNI/Polri. Operasi berlangsung pada Selasa (24/6) sampai Rabu (25/6). Budhy menyebut, Kecamatan Kramat Jati menjadi wilayah terbanyak ditemukan PMKS, yakni sebanyak 13 PMKS. Dari jumlah tersebut 11 PMKS  dilakukan pendataan, sedangkan pedagang kecil mandiri (PKM) lainnya diberi sanksi kartu kuning.

    Lalu, Kecamatan Matraman sebanyak dua PMKS dan sudah diserahkan ke Panti Sosial Cipayung. Kecamatan Pulogadung tiga PMKS dengan rincian satu pengamen diserahkan ke Panti Sosial Cipayung, dan dua pedagang asongan lainnya diberikan surat pernyataan.

    Kecamatan Jatinegara sebanyak lima PMKS, terdiri dari dua gelandangan dan tiga pengamen. Kecamatan Pasar Rebo ada lima PMKS yang diberikan imbauan karena berjualan di atas trotoar jalan. Kecamatan Cakung empat PMKS, Duren Sawit enam PMKS, Ciracas dua PMKS, Makasar satu PMKS, dan Cipayung tiga PMKS. Sebanyak 16 PMKS dari lima kecamatan tersebut langsung diserahkan ke Panti Sosial Cipayung.

    Adapun Operasi Bina Tertib Praja 2025 dilaksanakan berdasarkan dasar hukum Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 tahun 2007 tentang Ketertiban Umum.

    “Kami laksanakan kegiatan penjangkauan PMKS serta penegakan sebagaimana Perda/Perkada, Ketentraman dan Ketertiban Umum serta Perlindungan Masyarakat Satpol PP Jakarta Timur di 10 kecamatan,” jelas Budhy.

    Lebih lanjut, Budhy menyebut, selama operasi penertiban dilakukan pihaknya juga melakukan edukasi kepada para pelanggar tentang Perda 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum.

    “Kami lakukan edukasi, dan kami pastikan selama operasi penertiban PMKS dilakukan dengan cara humanis,” ucap Budhy.

    Terdata sementara, dalam Operasi Bina Tertib Praja 2025, jajaran Satpol PP DKI Jakarta tengah menjaring sebanyak 16 PPKS untuk kemudian dilakukan pembinaan di Panti Sosial Kedoya. Lalu 19 pedagang kaki lima (PKL) diberikan imbauan agar tidak berjualan di atas trotoar, dan 10 kendaraan roda dua ditindak saat operasi cabut pentil serta dua juru parkir liar turut diamankan.

    Sumber : Antara

  • Dari Kekaisaran ke Media Sosial

    Dari Kekaisaran ke Media Sosial

    PIKIRAN RAKYAT – Bagaimana cara Anda untuk tetap tenang di tengah-tengah krisis? Apa yang orang-orang butuhkan untuk menjadi bahagia? Kaisar Romawi Marcus Aurelius sering kali dikutip di media online untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini. Orang yang dulu berkuasa itu lebih memilih menjadi seorang filsuf.

    “Lihatlah ke dalam diri Anda. Di dalam diri Anda terdapat sumber kebaikan, dan kebaikan itu akan terus memancar, jika Anda mau menggalinya.”

    Pernyataan-pernyataan bijak seperti ini dapat ditemukan di buku Meditations karya Kaisar Romawi Marcus Aurelius (121-180 M). Ia tidak pernah bermaksud untuk menerbitkan tulisan-tulisannya ini, karena ia menulisnya semata-mata untuk dirinya sendiri. Namun, karya ini telah menjadi salah satu tulisan paling banyak dibaca setelah Alkitab dan Al-Quran. Sebuah bestseller, bisa dibilang, yang telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa di seluruh dunia.

    Saat ini dikenal sebagai raja filsuf, Marcus Aurelius berkuasa pada masa yang dilanda krisis dan bencana. Ia naik takhta pada tahun 161 M, beberapa tahun sebelum Perang Marcomanni (166-180 M) — Marcomanni adalah suku-suku Jerman — yang akan menggoyahkan Kekaisaran Romawi hingga ke akar-akarnya. Selain itu, ia menghadapi masalah ekonomi, ketegangan sosial, dan penyebaran Wabah Antonine, suatu bentuk cacar, di seluruh wilayah kekuasaannya.  

    “Anda punya kekuatan untuk mengontrol pikiran Anda, bukan mengontrol kejadian-kejadian tak terduga”

    Ketenangan batin — itulah salah satu prinsip dasar Marcus Aurelius, yang merupakan pengikut setia aliran Stoik, sebuah aliran filsafat kuno yang didirikan oleh filsuf Yunani Zeno dari Citium pada tahun 300 SM.

    Marcus Aurelius ingin menjadi penguasa yang baik, tapi pemerintahan yang baik itu sebenarnya seperti apa?

    Pertanyaan itu, yang masih relevan sampai sekarang, menjadi perhatian besar baginya, sebagaimana tercermin dalam karyanya Meditations.

    Namun, rekan-rekannya pada masa itu tidak pernah membaca karya-karyanya, menurut arkeolog Marcus Reuter, direktur Rheinisches Landesmuseum di Trier. “Orang Romawi juga tidak pernah memandangnya sebagai raja filsuf. Karya-karyanya tidak pernah dipublikasikan semasa hidupnya. Dia menulis untuk dirinya sendiri, dalam keheningan kamarnya pada malam hari.”

    Aurelius baru mendapat julukan raja filsuf ketika meditations dirilis pada abad ke-15 atau ke-16.

    Seperti dilansir DW, Reuter dan sejarawan Viola Skiba, direktur Stadtmuseum Simeonstift di Trier, telah mengkurasi pameran bersama di masing-masing institusi mereka tentang Marcus Aurelius, yang akan berlangsung dari 15 Juni hingga 23 November 2025. Skiba mengatakan bahwa tema pameran tersebut ternyata lebih relevan daripada yang mereka perkirakan.

    Pertanyaan tentang seperti apa kepemimpinan yang baik menjadi semakin mendesak, terutama di tengah krisis dan polarisasi seperti sekarang. Namun, pada saat yang sama, pertanyaan ini bukanlah hal yang baru — pertanyaan ini setua sejarah manusia itu sendiri, dan telah menjadi perhatian utama sejak zaman kuno.

    Donald Trump “tidak layak menjadi panutan”

    Ilustrasi Orang Melakukan Demonstrasi freepik.com

    Menurut Marcus Aurelius, cara membedakan pemerintahan yang baik adalah: “Pada dasarnya, hal ini didasarkan pada empat kebajikan utama dari zaman kuno,” ucap Skiba. Nilai-nilai luhur tersebut meliputi kebijaksanaan, keadilan, kehati-hatian, dan kesederhanaan.

    Konsep utama adalah “memiliki orientasi terhadap kepentingan bersama,” melakukan apa yang dapat menguntungkan seluruh komunitas. “Inilah yang dapat membedakan baik dan buruknya sebuah pemerintahan menurut [filsuf Yunani] Aristoteles.”

    Reuter menambahkan bahwa Marcus Aurelius kemungkinan besar akan mengklasifikasikan Donald Trump ke dalam kategori pemimpin yang buruk dan tidak layak untuk menjadi panutan.

    Namun tentu saja, Marcus Aurelius merupakan produk dari zamannya, yang tumbuh di dalam struktur sosial zaman kuno. “Saat itu ada perbudakan, dan bahkan seorang Marcus Aurelius pun tidak ingin menghilangkannya,” ucap Reuter. Kekaisaran juga tidak mempertanyakan bahwa ada orang yang memiliki dan tidak memiliki hak sipil Romawi, atau bahwa perempuan tidak memiliki hak yang sama dengan laki-laki.

    Dari perspektif saat ini, mungkin juga terasa aneh untuk menganggap seorang kaisar yang melancarkan perang brutal sebagai sosok yang mulia. “Menurut standar kuno, kaisar diharapkan untuk memastikan keamanan kerajaan dan melindungi penduduknya — bahkan dengan cara yang sangat brutal jika diperlukan,” kata Reuter.

    “Ia terlibat secara intensif dalam kasus-kasus di pengadilan. Ia berupaya untuk mengeluarkan putusan yang adil, dan selalu mengutamakan kepentingan negara,” tambah Reuter.

    Pembangunan Porta Nigra di Trier — yang kini menjadi landmark terkenal kota tersebut — juga dapat ditelusuri kembali ke masa Marcus Aurelius. Bangunan ini merupakan bagian dari tembok kota yang dibangun oleh Aurelius untuk melindungi warganya.

    “Kesederhanaan itu dibutuhkan untuk kehidupan yang bahagia”

    Ilustrasi Orang Bahagia freepik.com

    Ungkapan-ungkapan seperti di atas mungkin terdengar seperti ejekan yang keluar dari mulut seorang kaisar kaya raya, tetapi sebenarnya dimaksudkan dengan tulus. Memang, Marcus Aurelius menjalani gaya hidup yang cukup sederhana dan bahkan menjual barang-barang rumah tangga kekaisaran — aset pribadinya — dalam lelang ketika negara mengalami krisis keuangan.

    “Setahu saya, tidak ada Kaisar Romawi sebelum atau setelahnya yang melakukan itu,” ucap Reuter.

    Marcus Aurelius juga ternyata menghabiskan banyak waktu memikirkan arti dari kehidupan, yang juga dianggap sebagai alasan kenapa banyak anak muda di era ini yang memiliki ketertarikan terhadap Marcus Aurelius dan tulisannya. Menurut Reuter, “Meditations” adalah harta karun kecil berisi solusi yang mengatasi hampir setiap situasi dalam hidup.”

    Reuter juga mengucapkan bahwa tulisan-tulisan Marcus Aurelius tidak cocok untuk dibaca dari awal hingga akhir, tetapi sangat cocok untuk dibaca secara acak untuk mencari inspirasi. Tulisan-tulisannya, pada akhirnya, hanyalah pemikiran pribadi seseorang yang menghabiskan waktu untuk memikirkan hal apa yang benar-benar penting dalam hidup. Jadi, tidak mengherankan jika kutipan dari orang Romawi bisa ditemukan di seluruh media sosial.

    Pameran yang berfokus pada sosok sang kaisar ini akan diselenggarakan di Trier, dan berangkat dari minat masyarakat masa kini terhadap Marcus Aurelius serta isu-isu yang ia pikirkan. Pameran ini dirancang untuk menginspirasi pengunjung dari berbagai belahan dunia untuk merenungkan diri mereka sendiri, masyarakat, dan apa yang masih dapat dikatakan oleh seorang kaisar Romawi kuno kepada kita hari ini.

    Atau, seperti yang dikatakan Skiba, “Setiap masyarakat berlandaskan pada individu, dan jika setiap orang mau mempertanyakan pertanyaan-pertanyaan filosofis dan politis ini, maka masyarakat pun dapat berfungsi secara utuh sebagai satu kesatuan.” (Deviani Putri Azzahra/PKL Polban). ***

  • Akhir Bulan Tetap Nongkrong Seru di Padang? Ini Tempat yang Tak Bikin Boncos

    Akhir Bulan Tetap Nongkrong Seru di Padang? Ini Tempat yang Tak Bikin Boncos

    Tugu Gempa atau yang akrab disebut Tugem menjadi salah satu titik kumpul favorit muda-mudi di Kota Padang, khususnya di sore hingga malam hari. Lokasinya berada di kawasan strategis jantung Kota Padang, tempatnya di Jalan Khairil Anwar, Belakang Tangsi, Kecamatan Padang Barat. 

    Di sekitar kawasan ini, Anda bisa menikmati beragam jajanan kaki lima dengan harga yang sangat terjangkau, mulai dari aneka gorengan hingga minuman tersedia di sini untuk menemani waktu santai Anda bersama teman ataupun keluarga.

    3.  Kawasan Gor Haji Agus Salim

    Selain sebagai pusat olahraga, kawasan GOR Haji Agus Salim Padang juga menjadi lokasi nongkrong dengan harga makanan murah meriah di Kota Padang, tepatnya di Rimbo Kaluang, Kecamatan  Padang Barat.

    Di sini Anda bisa duduk santai di kursi lapak-lapak pedagang kaki lima yang buka dari sore hingga malam. Area ini dipenuhi dengan aneka makanan hingga minuman, sehingga dapat menjadi pilihan tempat bersantai bersama teman. 

    Itulah deretan tempat nongkrong sederhana di Padang untuk menciptakan suasana hangat dan kebersamaan bersama teman tanpa perlu mengeluarkan biaya besar. 

    4. Khatib Sulaiman

    Jalan Khatib Sulaiman di Padang punya vibe yang unik kalau Anda mau nongkrong santai perpaduan antara suasana tengah kota yang hidup, trotoar nyaman, dan aktivitas malam yang ramai. 

    Di sepanjang pedestrian Jalan Khatib Sulaiman Padang, terdapat bangku untuk sekadar bersantai atau bisa juga sambil nongkrong dan membeli jajanan yang tersedia dijual di kawasan tersebut.

  • Parkir liar, ban 80 motor mahasiswa Trisaksi dikempiskan

    Parkir liar, ban 80 motor mahasiswa Trisaksi dikempiskan

    Jakarta (ANTARA) – Suku Dinas Perhubungan (Sudinhub) Jakarta Barat mengempiskan ban 80 sepeda motor milik mahasiswa Universitas Trisakti karena parkir liar di trotoar Jalan Kyai Tapa, Grogol Petamburan, Jakarta Barat.

    “Sanksi untuk hari ini, pengempisan dari pagi sampai siang ini, kurang lebih sudah 80 kendaraan roda dua,” ungkap Kepala Satuan Pelaksana Sudinhub Grogol Petamburan, Danu kepada wartawan di lokasi, Selasa.

    Berdasarkan koordinasi dengan Universitas Trisakti, kata Danu, kampus ternyata telah menyediakan lahan parkir di dalam lingkungan kampus, namun sejumlah mahasiswa tetap memilih parkir liar di trotoar.

    “Kampus sendiri sudah menyediakan flat. Dibayar flat seharga Rp2 ribu. Jadi, bukan alasan lagi kalau mahasiswa itu parkir di atas trotoar,” ujar Danu.

    Pihaknya telah berkoordinasi dengan kampus untuk menindaklanjuti kebiasaan mahasiswa parkir liar di trotoar Kyai Tapa.

    Selanjutnyaz kata Danu, selain melakukan penindakan, pihaknya bakal terus melakukan penertiban dan pengawasan.

    “Larangan itu, nanti ditambah dengan berupa sepanduk larangan dilarang parkir di atas trotoar,” imbuh Danu.

    Sebelumnya, parkiran liar di trotoar Jalan Kyai Tapa, Grogol Petamburan, Jakarta Barat dari arah Roxy menuju Daan Mogot kian meresahkan pejalan kaki.

    Pantauan ANTARA di lokasi pada Jumat (20/6), sekira pukul 13.30 WIB, sepeda motor milik ojek daring parkir hampir sepanjang trotoar.

    Belum lagi sepeda motor milik mahasiswa Universitas Trisaksi yang diparkir di kedua sisi trotoar sehingga hanya menyisakan sedikit ruang bagi pejalan kaki.

    Selain itu, pedagang kaki lima juga berjejer di sepanjang trotoar tersebut. Sebagian dari pedagang itu juga menyediakan kursi bagi pembeli, yang ditempatkan pada badan trotoar.

    Seorang pejalan kaki bernama Anjas (27) mengaku kerap terganggu dengan situasi trotoar Jalan Kyai Tapa.

    “Soalnya banyak motor yang parkir sembarangan. Belum lagi kalau lagi jalan di trotoar, terus ketemu motor yang lewat. Jadi, kita (pejalan kaki) yang harus meminggir, bukannya pemotor,” kata Anjas.

    Anjas yang tinggal di Tanjung Gedong dan bekerja di wilayah Palmerah menjadikannya pengguna tetap Transjakarta.

    Dengan demikian, trotoar Jalan Kyai Tapa adalah jalurnya sehari-sehari ketika pergi dan pulang bekerja.

    “Ya, pemandangan, situasi setiap hari begini. Dari awal saya kerja 2023, di sini tak pernah berubah,” kata Anjas.

    Anjas berharap penertiban dari pihak berwajib dievaluasi karena penertiban parkiran liar di trotoar Jalan Kyai Tapa sudah kerap dilakukan, namun tidak berdampak.

    “Mungkin penertibannya perlu dievaluasi. Jadi, ada solusi yang lebih permanen,” imbuh Anjas.

    Pewarta: Redemptus Elyonai Risky Syukur
    Editor: Edy Sujatmiko
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Daftar Profesi Rawan PHK Massal, Segera Ganti Pekerjaan Selagi Bisa

    Daftar Profesi Rawan PHK Massal, Segera Ganti Pekerjaan Selagi Bisa

    Jakarta, CNBC Indonesia – Gelombang PHK makin sering terdengar di berbagai belahan dunia. Ketidakpastian ekonomi dan pengembangan teknologi otomatisasi berbasis kecerdasan buatan (AI) menjadi pemicu maraknya pengangguran di mana-mana. 

    Beberapa saat lalu, AI milik Google digadang-gadang mengancam eksistensi industri media. Pasalnya, pengguna bisa mendapatkan rangkuman informasi lengkap yang dirangkai AI dari portal berita melalui fitur ‘AI Overviews’ di Google Search. 

    Hal ini memang memudahkan pencarian informasi, tetapi pada saat bersamaan menghantam trafik ke portal berita. Alhasil, sumber pendapatan organisasi media terancam karena fungsinya direduksi oleh AI.

    Selain AI Overviews, layanan chatbot AI seperti ChatGPT, Copilot, Gemini AI, dkk, yang makin canggih juga berdampak pada kerja-kerja jurnalistik.

    Laporan Wall Street Journal yang dikutip dari TechCrunch, Selasa (24/6/2025), mengatakan AI Overviews menghantam trafik ke portal berita yang memuat panduan liburan, kiat kesehatan, dan ulasan mengenai sebuah produk. 

    Salah satu contohnya, The New York Times yang mengalami penurunan trafik baik ke situs desktop dan seluler. Catatan Similarweb menunjukkan pada bulan April trafiknya hanya 36,5%, turun dari 44% tiga tahun lalu.

    Di sisi lain, Google mengatakan fitur Overviews telah meningkatkan trafik pencarian.

    Masalah ini memang disadari betul oleh para penerbit. Bahkan dua perusahaan besar seperti The Atlantic dan The Washington Post mengatakan perlu mengubah model bisnis untuk menghindari ancaman pada industri jurnalistik.

    Beberapa penerbit juga akhirnya melakukan kesepakatan berbagi konten dengan perusahaan AI. Cara ini dilakukan untuk mereka bisa mendapatkan tambahan pendapatan.

    Salah satunya The Times yang bekerja sama dengan Amazon. Kolaborasi itu untuk lisensi konten editorial yang digunakan melatih platform AI milik raksasa teknologi.

    Sementara itu OpenAI bekerja sama dengan sejumlah penerbit termasuk The Atlantic. Startup AI Perplexity berencana membagi pendapatan iklan dengan para penerbit iklan saat chatbotnya menampilkan konten dari perusahaan tersebut.

    Pekerjaan Rawan PHK Gara-gara AI

    Beberapa tahun ke depan revolusi teknologi AI diramal akan makin masif dan berdampak pada berbagai pekerjaan manusia. Dalam laporan Forum Ekonomi Dunia (WEF) berjudul Future of Work, pada 2023 hingga 2027 diprediksi sekitar 83 juta lapangan kerja berisiko hilang.

    Riset dalam laporan yang sama mencatat 23% tenaga kerja seluruh bidang bakal berubah total dalam 5 tahun. Itu berarti bakal ada profesi yang musnah tapi profesi baru banyak yang muncul.

    Industri yang bakal berubah dalam rentang waktu tersebut antara lain media, hiburan dan olah raga. Diperkirakan sekitar 32% pekerjaan dari industri tersebut akan lenyap atau menghadirkan profesi baru.

    Selain itu sejumlah bidang juga akan mengalami pergeseran drastis. Yakni mulai dari bidang pemerintahan, komunikasi digital dan teknologi informasi, real estat, layanan keuangan, serta transportasi dan rantai pasok.

    WEF merilis 15 daftar pekerjaan yang akan hilang dalam rentang 2023-2027. Berikut daftarnya:

    • Teller bank

    • Petugas pos

    • Kasir dan loket

    • Data entry

    • Sekretaris dan administrasi

    • Staf pencatat stok (stock-keeping)

    • Staf akuntansi, pembukuan, dan payroll

    • Legislator dan pejabat pemerintahan

    • Staf statistik, asuransi, dan keuangan

    • Sales door-to-door, pedagang kaki lima, dan penjual koran

    • Satpam

    • Manajer kredit dan pinjaman

    • Penyelidik dan pemeriksa klaim

    • Penguji software

    • Relationship manager

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Ketimpangan di tengah pertumbuhan Jakarta

    Ketimpangan di tengah pertumbuhan Jakarta

    Pertanyaannya bukan seberapa cepat Jakarta bersaing dengan Singapura atau Kuala Lumpur, tetapi seberapa serius Jakarta melindungi warganya sendiri.

    Jakarta (ANTARA) – Jakarta semakin tua. Usianya kini 498 tahun.

    Meski status Jakarta bukan lagi ibu kota negara secara administratif, dalam praktik sehari-hari kota ini masih memegang kendali ekonomi nasional. Aktivitas bisnis dan finansial tetap terpusat di Jakarta, menjadikannya magnet urbanisasi yang sulit ditandingi.

    Di balik ramainya ekonomi kota, tersimpan tantangan besar: pertumbuhan yang gemilang atas nama kota, mestinya juga menjangkau seluruh warganya.

    Menurut data BPS, per September 2024, tingkat kemiskinan DKI Jakarta memang turun ke angka 4,14 persen, terendah sejak Maret 2020. Namun, di saat bersamaan, ketimpangan justru melebar.

    Gini Ratio meningkat dari 0,423 pada Maret 2024, menjadi 0,431 pada September 2024. Ketimpangan pengeluaran tetap tinggi, dengan kelompok 20 persen teratas menguasai 51,14 persen total pengeluaran penduduk, sementara 40 persen terbawah hanya memperoleh 16,15 persen. Ini bukan sekadar ketimpangan angka, tetapi juga ketimpangan peluang dan akses.

    Dari sisi pekerjaan, tekanan tak kalah besar. Data Sakernas Februari 2025 menunjukkan bahwa dari 5,14 juta penduduk bekerja, sebanyak 37,95 persen di antaranya berada di sektor informal. Itu berarti sekitar 1,95 juta pekerja Jakarta bekerja tanpa kontrak tetap, tanpa perlindungan sosial, dan tanpa kepastian penghasilan. Bahkan, proporsi ini meningkat dibanding tahun sebelumnya.

    Sementara itu, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) juga naik 0,15 persen poin dari Februari 2024, menjadi 6,18 persen.

    Pekerja informal bukan sekadar kategori statistik. Mereka adalah pedagang kaki lima, pengemudi ojek daring, pekerja rumah tangga, kurir, tukang parkir, buruh lepas proyek yang menjadi wajah keseharian Jakarta. Mereka menghidupi kota, tetapi tidak dihidupi kota.

    Banyak dari mereka tinggal di hunian tidak layak, mengandalkan pendapatan harian yang tidak pasti, dan mengurus anak-anak yang kesulitan mengakses sekolah bermutu.

    Dalam data ketenagakerjaan terbaru, terlihat bahwa mayoritas pekerja Jakarta berpendidikan menengah ke bawah. Hanya 16,87 persen penduduk bekerja yang lulus perguruan tinggi (Diploma IV, S1, S2, S3).

    Sementara itu, lulusan SMK justru mencatat tingkat pengangguran tertinggi: 9,07 persen. Ini mencerminkan dislokasi antara sistem pendidikan vokasi dan kebutuhan riil pasar kerja.

    Kemiskinan dan pekerjaan informal saling terkait. Dengan garis kemiskinan September 2024 di Jakarta sebesar Rp846.085 per kapita per bulan, banyak warga yang mungkin tidak tergolong miskin secara statistik, tetapi tetap hidup dalam kerentanan tinggi.

    Penghasilan mereka hanya sedikit di atas garis itu, tapi setiap bulan harus memilih antara membayar sewa, membeli makanan, atau membayar sekolah anak. Mereka hidup dalam ketidakpastian, di antara statistik yang tidak mencatat kegelisahan mereka.

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Puluhan lapak PKL di jalur wisata Puncak dibongkar petugas

    Puluhan lapak PKL di jalur wisata Puncak dibongkar petugas

    Kamis, 29 Mei 2025 17:11 WIB

    Petugas Satpol PP Kabupaten Bogor membongkar lapak pedagang kaki lima (PKL) di Jalan Raya Puncak, Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (29/5/2025). Satpol PP Kabupaten Bogor membongkar puluhan lapak PKL yang berjualan di trotoar dan badan jalan di jalur wisata Puncak, Bogor dengan tujuan untuk menjaga ketertiban umum dan mengembalikan fungsi serta keindahan kawasan tersebut. ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/foc.

    Petugas Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor menaikkan lapak pedagang kaki lima (PKL) saat pembongkaran di Jalan Raya Puncak, Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (29/5/2025). Satpol PP Kabupaten Bogor membongkar puluhan lapak PKL yang berjualan di trotoar dan badan jalan di jalur wisata Puncak, Bogor dengan tujuan untuk menjaga ketertiban umum dan mengembalikan fungsi serta keindahan kawasan tersebut. ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/foc.

    Petugas Satpol PP Kabupaten Bogor mendorong gerobak milik pedagang saat pembongkaran lapak pedagang kaki lima (PKL) di Jalan Raya Puncak, Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (29/5/2025). Satpol PP Kabupaten Bogor membongkar puluhan lapak PKL yang berjualan di trotoar dan badan jalan di jalur wisata Puncak, Bogor dengan tujuan untuk menjaga ketertiban umum dan mengembalikan fungsi serta keindahan kawasan tersebut. ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/foc.

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.