Produk: PKL

  • PKL Tetap Jualan di Sekitar Gedung Grahadi Meski Takut, Demi Menghidupi Keluarga
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        31 Agustus 2025

    PKL Tetap Jualan di Sekitar Gedung Grahadi Meski Takut, Demi Menghidupi Keluarga Regional 31 Agustus 2025

    PKL Tetap Jualan di Sekitar Gedung Grahadi Meski Takut, Demi Menghidupi Keluarga
    Tim Redaksi
    SURABAYA, KOMPAS.com
    – Sejumlah pedagang kaki lima (PKL) tetap memilih berjualan meski situasi Kota Surabaya, Jawa Timur, memanas dalam tiga hari terakhir.
    Sejak Jumat (29/8/2025), Gedung Negara Grahadi menjadi pusat demo yang akhirnya berujung pada aksi kerusuhan oleh sekelompok massa.
    Gas air mata, water cannon, bom molotov, batu, botol, hingga bambu mewarnai demonstrasi yang berujung rusuh di kompleks pemerintahan Provinsi Jawa Timur tersebut.
    Putro (55), PKL penjual soto di Taman Apsari depan Gedung Grahadi, mengaku terpaksa tetap membuka lapaknya demi membiayai kuliah anaknya yang kini semester 3 di salah satu perguruan tinggi swasta di Surabaya.
    “Kalau enggak jualan ya gimana, butuh pemasukan buat kuliah anak saya,” kata Putro saat ditemui Kompas.com, Minggu (31/8/2025).
    Saat kericuhan pecah Jumat siang, Putro sempat meninggalkan gerobaknya untuk bersembunyi di kantor pos.
    “Tapi suami saya langsung ngambil gerobak dan dibantu sama petugas taman buat bawa pulang,” ungkapnya.
    Sejak Sabtu, ia memilih berjualan setengah hari, hanya sampai pukul 15.00 WIB, karena khawatir kerusuhan kembali pecah.
    “Biasanya pulang malam, jam 7 malam baru tutup. Tapi mau gimana lagi, saya takut kalau ada apa-apa. Alhamdulillah gerobak saya gak kenapa-kenapa,” ujarnya.
    Putro mengaku dagangannya tetap laku, terutama karena banyak warga yang datang untuk melihat sisa kerusuhan pembakaran paviliun Gedung Grahadi pada Sabtu (30/8/2025) malam.
    “Sangat menyedihkan ya, katanya negara maju tapi kok tambah kisruh,” pungkasnya.
    Mai (40), pedagang pentol dan tahu di Taman Apsari, juga tetap berjualan saat demonstrasi. Namun ia segera pergi jika situasi mulai ricuh.
    “Demo tetap jualan, tapi kalau udah mulai ricuh saya langsung pergi. Kemarin juga mata sakit karena gas air mata,” jelasnya.
    Sabtu lalu, Mai pulang lebih awal sekitar pukul 21.30 WIB sebelum aksi pembakaran paviliun Gedung Grahadi. Meski demikian, ia mengakui keramaian demonstrasi justru mendatangkan rezeki tersendiri.
    “Selama ini gak pernah diganggu kalau pas demo. Tetap jualan ya cari rezeki buat anak-anak,” ujarnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Gubernur Pantau Grahadi Usai Dibakar, Warga: Bu Khofifah Tolong Sampaikan DPR, Kalau Ngomong Hati-hati!

    Gubernur Pantau Grahadi Usai Dibakar, Warga: Bu Khofifah Tolong Sampaikan DPR, Kalau Ngomong Hati-hati!

    Surabaya (beritajatim.com) – Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, Wagub Jatim Emil Elestianto Dardak dan Pangdam V/Brawijaya Mayjen TNI Rudy Saladin meninjau Gedung Negara Grahadi Surabaya pasca dibakar pada Sabtu (30/8/2025) malam.

    “Saya harap ini kejadian yang terakhir,” kata Pangdam V/Brawijaya.

    Saat menemui warga, seorang bapak bapak menemui Khofifah dan menyampaikan pesan. “Bu Khofifah, tolong sampaikan ke anggota DPR agar kalau ngomong hati-hati. Saya sakit hati Bu. Kasihan Pemprov Jatim yang jadi korban dibakar Bu,” katanya.

    Khofifah menjawab. “Iya, saya sampaikan,” ujarnya.

    Khofifah meminta beberapa PKL agar masuk ke Gedung Grahadi untuk menjajakan jualannya. “Monggo yang jualan bisa masuk dalam,” tuturnya.

    Pantauan beritajatim.com, tampak hangus beberapa bangunan Grahadi sisi barat. Mulai ruang kerja Wagub Jatim, Kabiro Umum, Gudang Biro Umum dan ruangan Kabag-kabag.

    “Tetap semangat Bu Khofifah dan Mas Emil, sabar ya. Semangat terus,” kata warga seorang ibu. [tok/suf]

  • Suara Warga untuk Aksi Massa: Jangan Rusak Fasilitas Umum
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        31 Agustus 2025

    Suara Warga untuk Aksi Massa: Jangan Rusak Fasilitas Umum Megapolitan 31 Agustus 2025

    Suara Warga untuk Aksi Massa: Jangan Rusak Fasilitas Umum
    Tim Redaksi

    JAKARTA, KOMPAS.com –
     Sejumlah fasilitas umum rusak usai aksi massa yang terjadi di berbagai titik di Jakarta, pada Jumat (29/8/2025). Salah satu yang terdampak adalah halte Transjakarta yang terbakar.
    Akibat kerusakan tersebut, layanan Transjakarta sempat lumpuh sementara pada Sabtu (30/8/2025) pagi.
    Halte-halte yang biasanya dipadati penumpang tampak sepi karena tidak bisa digunakan.
    Hingga Sabtu dini hari, Transjakarta mencatat lima halte yang terbakar, yakni Halte Polda (Koridor 1), Senen Sentral (Koridor 5), Senen Toyota Rangga (Koridor 2), Gerbang Pemuda Arah Pluit (Koridor 9), dan Senayan Bank DKI (Koridor 1).
    Kemudian, pada Sabtu pagi, dua halte lain juga ditambahkan ke dalam daftar kerusakan.
    “Dua halte Transjakarta kembali dibakar oleh oknum tidak bertanggung jawab, yaitu Halte Bundaran Senayan dan Pemuda Pramuka,” kata Kepala Departemen Humas dan CSR Transjakarta, Ayu Wardhani, dalam keterangannya, Sabtu.
    Selain halte yang hangus terbakar, sejumlah fasilitas lainnya juga mengalami kerusakan sehingga tidak dapat dipakai sementara.
    Sejumlah warga yang berada di sekitar lokasi turut menyayangkan aksi perusakan fasilitas umum.
    Ratna (41), pedagang kaki lima di kawasan Senayan, mengaku sedih melihat perjuangan massa aksi berakhir dengan kerusakan fasilitas.
    “Saya sedih, padahal saya tidak ikut demo. Saya cuma melihat dari jauh, tapi sedih melihat anak-anak yang berjuang demi masyarakat. Kalau demo lagi, tolong jaga fasilitas kita semua, sudah bagus, malu kalau kita yang menghancurkannya,” ujar Ratna, Sabtu.
    Adi (68), warga yang rutin bersepeda di kawasan Gelora Bung Karno, juga menilai pengrusakan fasilitas umum sebagai tindakan yang salah sasaran.
    “Kalau mau dirusak, bobol pagar DPR jangan fasilitas umum. Ayo berpikirlah lebih dewasa, kita bukan remaja yang nakal semuanya di jarah,” kata Adi.
    Sementara itu, Lestari (28) menekankan bahwa kerusakan halte merugikan masyarakat karena mengganggu transportasi publik.
    “Semua fasilitas kan untuk kita juga, siapa tahu juga dibeli dengan uang kita. Enggak cuma mengganggu aktivitas kita semua, tapi juga merugikan diri kita sendiri sebagai rakyat biasa,” tuturnya.
    Hal senada diungkapkan Maria (36), warga Pejompongan, yang juga menyoroti dampak kemacetan lalu lintas akibat kerusuhan.
    “Kasihan juga masyarakat lain yang terdampak, jalan macet, fasilitas umum rusak,” ujarnya.
    Selain menyesalkan kerusakan fasilitas, sejumlah warga mengingatkan massa aksi agar tetap tertib dan tidak terprovokasi pihak lain.
    “Harapannya, kalau ada demo lagi, aspirasi bisa tetap tersampaikan tapi dengan cara baik. Jangan sampai ada yang menyusup dan memprovokasi,” kata Maria.
    Gusti (42), pedagang di Palmerah, juga menilai provokasi kerap menjadi pemicu kerusuhan.
    “Kalau mau demo silakan, itu hak. Tapi jangan sampai ada yang terbakar atau rusak. Jangan terprovokasi sama orang yang mau bikin kerusuhan,” ucapnya.
    Sementara Dedi (50), warga Pejompongan lainnya, menilai kerusakan fasilitas justru membuat aspirasi rakyat tidak tersampaikan dengan baik.
    “Kalau demo ricuh, yang rugi semua. Pemerintah tidak akan fokus dengar aspirasi, malah sibuk mengurus kerusakan. Jadi, sebaiknya tertib, jangan mudah terpancing emosi,” kata dia.
    Aksi massa pada Jumat (29/8/2025) merupakan buntut insiden seorang pengemudi ojek online yang diduga terlindas kendaraan taktis (rantis) Brimob di Pejompongan, Jakarta Pusat, Kamis (28/8/2025).
    Peristiwa itu memicu gelombang protes yang digelar Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) Kerakyatan dan BEM UI.
    Unjuk rasa yang semula digelar untuk menuntut keadilan dan pertanggungjawaban pemerintah atas insiden tersebut, berujung ricuh.
    Sejumlah fasilitas umum, mulai dari halte Transjakarta, pintu masuk MRT, hingga gerbang tol dilaporkan rusak akibat kerusuhan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Cerita Pedagang Kopi Raup Untung di Tengah Aksi Massa Jakarta
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        30 Agustus 2025

    Cerita Pedagang Kopi Raup Untung di Tengah Aksi Massa Jakarta Megapolitan 30 Agustus 2025

    Cerita Pedagang Kopi Raup Untung di Tengah Aksi Massa Jakarta
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Demonstrasi yang terjadi di sejumlah titik di Jakarta pada Jumat-Sabtu (29-30/8/2025) membawa berkah tersendiri bagi sebagian pedagang kaki lima.
    Salah satunya dialami Anton (28), pedagang kopi keliling asal Sampang, Madura. Anton mengaku meraih omzet hingga tiga kali lipat saat menjajakan dagangan di tengah kerumunan massa pada Jumat malam.
    “Kemarin saya di Kwitang,
    alhamdulillah
    justru mendapat rezeki. Baru tiba di Kwitang malam hari, lalu diborong salah satu peserta aksi. Diborong untuk dibagikan ke rekan-rekan yang aksi,” kata Anton saat ditemui
    Kompas.com
    di kawasan Senayan, Jakarta Pusat, Sabtu (30/8/2025) malam.
    Anton bercerita, dalam kondisi normal ia biasanya memperoleh omzet sekitar Rp 250.000–350.000 per hari. Namun, saat aksi demonstrasi di Kwitang pada Jumat, ia berhasil mengantongi pemasukan hingga Rp 1 juta.
    “Kemarin
    alhamdulillah
    Rp 1 juta dapat. Itu dari pagi keliling. Sampai malam saya di Kwitang. Tidak hanya dari jualan es kopi, tapi juga rokok dan makanan ringan,” tuturnya.
    Pengalaman tersebut membuat Anton kembali mencoba peruntungan dengan berjualan di sekitar lokasi aksi pada Sabtu malam.
    Ia tampak menuntun sepeda berisi es, kopi sachet, teh, kacang, dan rokok, mendekati titik demonstrasi yang dijaga ketat barikade polisi dan TNI.
    Meski begitu, ia tak menampik ada rasa khawatir saat harus berdagang di tengah situasi yang tak menentu.
    “Sebenarnya saya juga takut. Apalagi sudah malam, gelap. Apa saja bisa terjadi. Tapi namanya juga mencoba peruntungan rezeki. Siapa tahu seperti kemarin,” ujarnya.
    Anton baru tiga bulan merantau di Jakarta. Menurut dia, meski harus berkeliling jauh untuk menjajakan kopi, pendapatan di Ibu Kota tetap lebih menjanjikan dibandingkan di kampung halaman.
    “Ya, meski sehari dapat Rp 250.000–300.000 saja, yang penting kalau stabil itu lebih baik daripada di kampung kita menganggur,” kata Anton.
    “Makanya kalau ada momen seperti ini, ada demo, ada upacara atau keramaian lain, kita-kita usahakan cari kesempatan mendapat pemasukan lebih,” tambahnya.
    Selain Anton, tampak sejumlah pedagang kopi keliling lain ikut berjualan di area demonstrasi.
    Bahkan, belasan pedagang makanan ringan seperti tahu bulat, telur gulung, dan mi ayam juga terlihat berada di sekitar ruas Jalan Gatot Subroto pada Sabtu malam.
    Berdasarkan pantauan
    Kompas.com
    , hingga pukul 20.08 WIB, demonstrasi masih berlangsung di depan gerbang utama Kompleks DPR/MPR RI, Jalan Gatot Subroto.
    Massa mulai berdatangan sejak siang hari. Mereka meneriakkan yel-yel “DPR, keluar DPR, DPR keluar,” sambil melampiaskan kekecewaan terhadap aparat yang berjaga di dalam kompleks parlemen.
    “Kalian ngapain? Keluar sini, malah duduk-duduk, sini keluar kacung-kacung penguasa,” teriak seorang peserta aksi.
    Sekitar pukul 20.10 WIB, aparat kepolisian mulai memukul mundur massa.
    Gas air mata ditembakkan ke arah kerumunan hingga membuat para demonstran tercerai-berai. Sebagian massa mundur ke arah Jalan Gerbang Pemuda, sementara yang lain bergerak ke arah Semanggi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Viral Diduga Satpol PP Palak PKL di Jalan Karang Menjangan Surabaya
                
                    
                        
                            Surabaya
                        
                        29 Agustus 2025

    Viral Diduga Satpol PP Palak PKL di Jalan Karang Menjangan Surabaya Surabaya 29 Agustus 2025

    Viral Diduga Satpol PP Palak PKL di Jalan Karang Menjangan Surabaya
    Tim Redaksi
    SURABAYA , KOMPAS.com
    – Oknum petugas Satpol PP Surabaya diduga kerap melakukan pemalakan dagangan penjual di Pasar Karah Menjangan, Surabaya, Jawa Timur.
    Kabar ini beredar luas di media sosial lewat viralnya video unggahan ulang oleh akun instagram @Surabaya.terkini pada Kamis (28/8/2025).
    Dalam video tersebut, menunjukkan seorang pedagang perempuan lansia yang mengaku kerap diminta dagangan secara gratis oleh oknum Satpol PP.
    Menurut penuturannya, permintaan tersebut dilakukan hampir setiap pagi dengan alasan agar tidak dibubarkan.
    Berdasarkan pantauan Kompas.com, suasana Pasar Karang Menjangan memang ramai pada saat pagi hari mulai pukul 05.00 WIB.
    Para pedagang kaki lima menjual bahan makanan, nasi, minuman, aneka jajan melapak di jalan tersebut. Sejumlah Satpol PP juga berjaga di area pasar tersebut.
    Sementara ibu lansia dalam video tersebut diketahui sehari-sehari menjual makanan di dekat Balai RW Mojo.
    Namun, saat didatangi Kompas.com, pada Jumat (29/8/2025) pukul 08.00 WIB, lapaknya sudah bersih.
    “Sudah selesai masalahnya, sudah pertemuan. Gak usah diungkit-ungkit lagi,” kata pedagang lain di area tersebut, Jumat (29/8/2025).
    Terpisah, PKL lain berusia 55 tahun yang namanya disamarkan, mengaku tidak pernah diminta oleh petugas Satpol PP. Makanan yang diberikan kepada petugas bersifat suka rela.
    “Enggak (pernah diminta), kalau mau saya ikhlas tak kasih satu. Kadang kalau punya rezeki banyak, saya kasih seporsi,” ujarnya.
    Selaras dengan Musrifah, PKL lain, Rudi (bukan nama sebenarnya) (55) juga mengaku tidak keberatan apabila diminta oleh petugas Satpol PP agar lapaknya tidak diangkut.
    “Iya ada beberapa yang minta dagangan, kita sih nggak keberatan asal gak diangkut dagangnya,” katanya.
    Ia juga bilang bahwa terkadang pedagang yang suka rela memberi tanpa diminta.
    “Nggak maksa, kalau nggak dikasih ya tidak marah,” imbuhnya.
    Pun tidak semua pedagang diminta atau bersedia memberi sehingga pedagang merasa tidak keberatan.
    Namun, Rudy mengatakan bahwa praktik ini telah terjadi selama bertahun-tahun.
    Ia merupakan pedagang penerus mertuanya. Mertuanya berpesan agar sesekali memberi Satpol PP makanan.
    “Dulu mertua yang di sini, memang sudah lama, sudah jadi tradisi begitu. Kalau saya tahu ya cuma paling dibilang kalau ada Satpol minta dikasih saja,” pungkasnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 2
                    
                        Massa Berebut Air Minum yang Dibagikan TNI di Depan Mako Brimob Kwitang
                        Megapolitan

    2 Massa Berebut Air Minum yang Dibagikan TNI di Depan Mako Brimob Kwitang Megapolitan

    Massa Berebut Air Minum yang Dibagikan TNI di Depan Mako Brimob Kwitang
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Massa berebut uang dari salah satu anggota TNI di depan Mako Brimob Kwitang, Jakarta Pusat, Jumat (29/8/2025).
    Pengamatan
    Kompas.com
    di lokasi, momen itu terjadi usai sejumlah anggota TNI berhasil menenangkan massa yang berunjuk rasa di depan Mako Brimob Kwitang.
    Para TNI dan Marinir juga tak henti-henti mengajak diskusi para pendemo agar suasana tetap kondusif.
    Bahkan, salah satu anggota TNI memborong minuman pedagang kaki lima untuk dibagikan ke massa yang menuntut keadilan terkait peristiwa ojol dilindas rantis Brimob.
    “Totalnya berapa? Rp 450.000, ya, udah kita kasih Rp 500.000 lah,” kata anggota TNI tersebut.
    Ditraktir minuman, massa bergembira dan kompak mengucapkan terima kasih.
    “Wey, hidup TNI. Terima kasih bapak,” teriak massa kompak.
    Tak hanya warga, pedagang kaki lima yang diborong dagangannya juga sumringah.
    Kemudian, salah satu lansia berusaha meminta uang untuk membeli makan siang ke anggota TNI tersebut.
    Anggota TNI itu terlihat mengenakan seragam loreng berwarna abu-abu, baret ungu dan bertuliskan TNI AL di bagian dada sebelah kirinya.
    “Pak minta buat makan pak,” kata bapak-bapak itu.
    Tanpa ragu, anggota TNI tersebut membagikan uang Rp 50.000 per orang untuk massa yang ada di depan Mako Brimob Kwitang. Uang itu diberikan agar massa bisa membeli makan siang.
    “Oke silahkan, yang mau makan ini silahkan,” kata anggota TNI itu sambil membagikan uang.
    Melihat hal itu, massa langsung berebut mengambil uang dari tangan anggota TNI tersebut.
    Sampai akhirnya, beberapa lembar sisa uang tersebut kembali dikantongi untuk membubarkan kerumunan pendemo.
    Dalam sebuah video amatir yang beredar di media sosial, mobil rantis bertuliskan Brimob tampak melaju cepat saat warga tengah berhamburan.
    Mobil lapis baja itu lantas melindas seorang pengendara ojek online yang tengah berusaha lari dari kerumunan.
    Peristiwa itu membuat massa yang semula bubar kembali mengerubungi mobil rantis.
    Meski begitu, kendaraan tersebut tetap melaju dan meninggalkan lokasi tanpa menghiraukan korban.
    Massa pun geram dan memukuli mobil milik Koprs Brimob itu, sebagian massa bahkan mengejar mobil tersebut.
    Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo meminta maaf atas peristiwa kendaraan taktis (rantis) Brimob Polri yang melindas seorang pengemudi ojek online (ojol) usai demo di Jakarta, Kamis (28/8/2025) malam.
    Sigit mengaku menyesali peristiwa perlindasan itu.
    “Saya menyesali terhadap peristiwa yang terjadi dan mohon maaf sedalam-dalamnya,” ujar Sigit kepada Kompas.com, Kamis.
    Dia pun memerintahkan Divisi Profesi dan Pengamanan Polri untuk melakukan penanganan lebih lanjut.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Mobil Pejabat yang Lewat Dikejar Massa Demonstran dekat Stasiun Karet

    Mobil Pejabat yang Lewat Dikejar Massa Demonstran dekat Stasiun Karet

    Bisnis.com, JAKARTA — Para demonstran di Kompleks DPR dengan berkendara sepeda motor terlihat memadati area sekitar Stasiun Karet, Jakarta Pusat, Kamis (28/8/2025) malam. Sebuah mobil dinas pejabat sempat terlihat dikejar oleh massa kerumunan tersebut.

    Berdasarkan pantauan Bisnis di lokasi, kerumunan warga yang di antaranya merupakan demonstran aksi di Kompleks DPR hari ini terlihat berada di bawah flyover atau jembatan layang di dekat Stasiun Karet.

    Pedagang kaki lima, pengemudi ojek daring, serta warga biasa yang turut melintas dekat area tersebut ikut berhenti.

    Konvoi demonstran dengan sepeda motor bergerak menuju arah Jalan KH Mas Mansyur yang mengarah ke Mal Citywalk, Jakarta Pusat.

    Sempat terlihat mobil dinas berwarna hitam yang dijaga oleh dua motor patwal di depan dan belakangnya, dikejar oleh demonstran saat putar balik atau u-turn di bawah flyover Karet.

    Mobil itu dilempari botol minum plastik, hingga tongkat kayu oleh demonstran yang telah menunggu mereka di bawah jembatan layang.

    Tidak lama setelah itu, konvoi sepeda motor demonstran yang memadati area sekitar Stasiun Karet dipukul mundur oleh petugas Kepolisian yang menembakkan kembang api sebagai peringatan.

    Para demonstran lalu bergerak menuju arah Sudirman.

    Tak sedikit pengemudi ojek daring dan warga biasa yang sempat merekam momen tersebut dan langsung bergerak cepat meninggalkan area itu ketika terdengar peringatan dari Kepolisian.

    Per pukul 21.05 WIB, area di dekat Stasiun Karet pun sudah tidak lagi dipadati kerumunan.

  • Penampakan Kolong Flyover Grogol yang Bakal Jadi Ruang Publik: Dihuni Sejumlah Orang
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        26 Agustus 2025

    Penampakan Kolong Flyover Grogol yang Bakal Jadi Ruang Publik: Dihuni Sejumlah Orang Megapolitan 26 Agustus 2025

    Penampakan Kolong Flyover Grogol yang Bakal Jadi Ruang Publik: Dihuni Sejumlah Orang
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
     Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta berencana menata kolong jalan layang (
    flyover
    ) Grogol, Jakarta Barat, sebagai ruang publik.
    Berdasarkan pantauan
    Kompas.com
    , Selasa (26/8/2025), kolong
    flyover
    tersebut berada di persimpangan Jalan Dr. Makaliwe dan Jalan Raya Kyai Tapa, tepat di seberang Halte Grogol dan Universitas Trisakti.
    Area yang tertutup dua jalan layang umum dan dua jalur tol itu terbagi menjadi dua bagian: satu sisi dimanfaatkan warga dan pedagang, sementara sisi lainnya digunakan sebagai lokasi parkir kendaraan milik Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta.
    Bagian yang ditempati pedagang memiliki luas sekitar 30×40 meter dengan empat tiang besar penyangga tol di bagian tengah.
    Adapun area parkir kendaraan Unit Peralatan dan Perbekalan (Alkal) Dinas SDA DKI Jakarta berada di seberang jalan putar balik dari Jalan Dr. Makaliwe menuju Jalan Satria.
    Tiang penyangga tol sebelumnya sudah dicat dengan motif abstrak warna-warni untuk mempercantik area dan mengurangi kesan kumuh.
    Ketika
    Kompas.com
    di lokasi, terdapat sejumlah pedagang kaki lima yang menjual makanan dan minuman menggelar lapak di kolong
    flyover
    .
    Beberapa motor milik pengemudi ojek
    online
    yang sedang beristirahat juga terlihat diparkir di trotoar. Selain itu, terdapat tempat tidur sederhana milik warga yang tidak memiliki tempat tinggal.
     
    Mereka menggunakan kardus, kain, serta tas sebagai alas dan bantal untuk beristirahat.
    Rukiman (46), seorang pria tua asal Jepara, Jawa Tengah, adalah salah satu orang yang tinggal di kolong
    Flyover
    Grogol.
    Ia mengaku sudah sekitar delapan bulan tinggal di kolong
    flyover
    tersebut sambil bekerja serabutan di Jakarta.
    Meski dihuni sejumlah warga, kondisi kolong
    flyover
    terlihat cukup bersih dan terawat meski ada sejumlah karung dan kardus yang digunakan oleh warga yang tinggal di sana.
    Beberapa tanaman hijau juga tumbuh di sisi yang berdempetan dengan jalan raya, membuat area ini tidak tampak terlalu kumuh.
    Saat ditanya perihal rencana Pemprov DKI Jakarta untuk menata ulang kolong
    flyover
    , pedagang maupun warga mengaku belum mengetahui hal tersebut.
    Sebelumnya, Pemerintah Kota Jakarta Barat berencana menata dua kolong
    flyover
    yang berlokasi di Grogol dan Rawa Buaya untuk dijadikan sebagai ruang publik.
    “Kita meneruskan arahan dari Pak Gubernur sehubungan dengan kunjungan beliau pada Kamis yang lalu ke kolong
    Flyover
    Slipi terkait dengan kondisinya yang sudah tertata,” ujar Imron dilansir dari
    Antara
    , Jumat (22/8/2025).
    Pramono menginginkan kolong
    flyover
    yang cukup luas di wilayah Jakarta Barat untuk ditata menjadi ruang publik.
    “Pak Gubernur menginginkan kolong flyover yang memang medianya agak luas untuk dilakukan penataan supaya lebih baik, lebih tertata, lebih indah, apalagi kalau bisa dimanfaatkan untuk aktivitas masyarakat,” kata Imron.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Mengevaluasi Beban Anggaran Tunjangan DPR
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        26 Agustus 2025

    Mengevaluasi Beban Anggaran Tunjangan DPR Nasional 26 Agustus 2025

    Mengevaluasi Beban Anggaran Tunjangan DPR
    Peneliti di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
    UNJUK
    rasa yang digelar pada 25 Agustus 2025, di depan Gedung DPR-MPR RI Jakarta, bukan sekadar momen protes biasa.
    Aksi massa yang menolak pemberian tunjangan perumahan sebesar Rp 50 juta per bulan kepada anggota DPR mencerminkan krisis kepercayaan terhadap lembaga legislatif.
    Bukannya membuka ruang dialog, aparat justru bertindak represif dengan membubarkan massa menggunakan
    water cannon
    , gas air mata, dan pentungan, padahal aksi belum melewati batas waktu yang diatur undang-undang.
    Kejadian ini menegaskan kenyataan pahit bahwa “rumah rakyat” kini semakin tertutup, secara harfiah dan simbolik, bagi suara rakyat.
    Penolakan atas tunjangan tersebut berakar pada ketimpangan ekonomi dan sosial yang semakin mencolok.
    Berdasarkan data Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), total penghasilan anggota DPR bisa mencapai Rp 230 juta per bulan, sebelum penambahan tunjangan perumahan (
    Kompas.id
    , 25/08/2025).
    Jumlah ini setara 42 kali upah minimum di Jakarta, dan lebih dari 100 kali lipat UMR terendah di Indonesia, yakni Banjarnegara.
    Di tengah tekanan ekonomi yang dirasakan masyarakat luas, penghasilan sebesar itu dianggap tidak adil, bahkan provokatif.
    Yang juga menjadi sorotan adalah fisik dan tata ruang kompleks DPR-MPR RI yang kini dibentengi pagar tinggi dan barikade kokoh. Pagar yang menjulang itu secara nyata memisahkan wakil rakyat dari rakyatnya.
    Tidak hanya simbol keterpisahan, tetapi menjadi bukti nyata bahwa DPR kini lebih sibuk melindungi kenyamanannya ketimbang menyerap aspirasi konstituennya.
    Massa pun hanya bisa menyuarakan keluhannya di jalanan, menyebabkan kemacetan, frustrasi sosial, dan konfrontasi dengan aparat.
    Fenomena ini harus dilihat dalam konteks demokrasi modern. Dalam bukunya
    On Democracy
    , Robert A. Dahl (1998) mengatakan bahwa demokrasi menuntut terbukanya ruang partisipasi dan komunikasi antara rakyat dan wakilnya.
    Jika ruang itu ditutup (secara fisik maupun politik), maka negara kehilangan ciri utamanya sebagai negara demokratis.
    Senada dengan Dahl, Peter Mair (2013) dalam
    Ruling the Void: The Hollowing of Western Democracy
    menyebutkan bahwa semakin jauhnya elite politik dari rakyat menciptakan krisis legitimasi.
    Ketika suara rakyat tidak lagi dianggap penting, maka sistem perwakilan kehilangan dasar moral dan politiknya. Situasi semacam ini membuka jalan pada apatisme, radikalisme, dan gerakan tandingan yang justru mengancam stabilitas negara.
    Di Indonesia, kekhawatiran semacam itu sudah mulai terasa. Massa aksi di depan DPR pada 25 Agustus, tidak hanya menuntut pembatalan tunjangan, tetapi juga meneriakkan yel-yel pembubaran DPR.
    Ini bukan sekadar bentuk kekecewaan, melainkan gejala ketidakpercayaan sistemik terhadap parlemen. Apalagi, seperti diakui salah satu peserta aksi kepada
    Kompas.id
    , para pengunjuk rasa berasal dari berbagai lapisan masyarakat mulai dari mahasiswa, pelajar, pekerja informal, hingga pedagang kaki lima.
    Ini menandakan bahwa protes tersebut bukan digerakkan oleh elite oposisi, tetapi merupakan ekspresi organik dari rakyat biasa (
    Kompas.id
    , 25/08/2025).
    Sayangnya, alih-alih mendengar suara tersebut, negara merespons dengan kekuatan represif. Tindakan membubarkan massa sebelum waktunya, tanpa eskalasi kekerasan yang memadai, mencederai prinsip hak asasi warga negara yang dijamin dalam Pasal 28E ayat (3) UUD 1945: “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.”
    Bahkan, Menteri Koordinator Hukum dan HAM Yusril Ihza Mahendra mengakui bahwa menyuarakan aspirasi, termasuk usulan pembubaran DPR, sah saja dilakukan dalam demokrasi, selama dilakukan secara tertib dan damai (
    Kompas.id
    , 25/08/2025).
    Perlu dicatat bahwa tidak ada institusi demokratis yang sakral atau kebal dari kritik, termasuk DPR. Ketika lembaga legislatif justru menjadi beban anggaran dan gagal menunjukkan kepekaan terhadap kesulitan ekonomi rakyat, maka seruan pembubaran bukan sekadar agitasi, tapi peringatan keras.
    Demokrasi menuntut adanya kontrak sosial yang adil. Jika wakil rakyat hanya fokus pada kenyamanan pribadi, maka legitimasi moralnya sebagai “representasi rakyat” patut dipertanyakan.
    Argumen pembelaan yang kerap disampaikan anggota DPR bahwa pendapatan tinggi dibutuhkan untuk operasional di daerah pemilihan, masih belum ditunjang oleh transparansi data.
    Aria Bima, anggota DPR dari PDIP, misalnya, menyebut dana dibutuhkan untuk ambulans, mobil tangki air, dan sanggar tari (
    Kompas.id
    , 25/08/2025).
    Namun sejauh ini, belum ada laporan resmi terbuka yang bisa diaudit publik mengenai alokasi dana tersebut. Tanpa akuntabilitas, argumen semacam itu hanya memperdalam kecurigaan masyarakat.
    Demokrasi sejatinya dibangun atas dasar kepercayaan dan partisipasi. Jika wakil rakyat gagal mendengarkan suara konstituennya, dan negara terus meminggirkan hak menyatakan pendapat dengan cara represif, maka krisis demokrasi akan menjadi keniscayaan.
    Demokrasi yang sehat bukan hanya tentang pemilu setiap lima tahun, tetapi juga jaminan bahwa setiap warga negara bisa didengar, tanpa harus berhadapan dengan gas air mata dan pentungan aparat.
    DPR dan pemerintah perlu segera merespons sinyal darurat ini. Pertama, dengan mengevaluasi kembali seluruh bentuk tunjangan yang tidak rasional dan tidak selaras dengan kondisi ekonomi nasional.
    Kedua, membuka kembali akses fisik dan simbolik ke lembaga parlemen agar rakyat merasa memiliki tempat menyampaikan aspirasi.
    Ketiga, menginstruksikan aparat keamanan untuk mengedepankan pendekatan persuasif dan menjamin hak konstitusional rakyat.
    Jika tidak, maka kita sedang menyaksikan proses “penghampaan” demokrasi, sebuah sistem yang hanya tersisa bentuknya, tetapi kosong dari semangat partisipasi dan keadilan sosial.
    Maka, pagar tinggi di DPR bukan sekadar beton dan besi. Ia adalah metafora ketertutupan, jarak, dan kegagalan sistem yang mestinya mewakili dan melayani rakyat.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Malam Mencekam di Semanan, Api Membaka 2 Rumah dan Merenggut Nyawa Remaja
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        21 Agustus 2025

    Malam Mencekam di Semanan, Api Membaka 2 Rumah dan Merenggut Nyawa Remaja Megapolitan 21 Agustus 2025

    Malam Mencekam di Semanan, Api Membaka 2 Rumah dan Merenggut Nyawa Remaja
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Suasana malam di Jalan Masjid Al Husna, Semanan, Kalideres, Jakarta Barat, mendadak mencekam.
    Sekitar pukul 22.35 WIB, Rabu (20/8/2025), kobaran api muncul dari sebuah rumah dua lantai.
    Dalam hitungan menit, api merambat ke rumah lain yang berdempetan.
    Ahmudi (46), salah satu warga, masih ingat jelas bagaimana kepanikan pecah saat itu.
    “Tengah malam itu tiba-tiba warga melihat asap lumayan tebal, terus mulai teriak kebakaran. Manggilin yang di dalam biar cepat-cepat keluar,” jelasnya kepada Kompas.com, Kamis (21/8/2025).
    Menurut Ahmudi, rumah tersebut dihuni seorang anak muda bernama F (19) yang tinggal seorang diri setelah ibunya meninggal.
    Malam itu, F bersama beberapa temannya tengah berkumpul.
    “Rumah ini sebenarnya cuma satu orang yang tinggal, anak muda. Dia sendirian karena ibunya sudah meninggal. Tapi, memang tempatnya sering dipakai buat kumpul sama teman-temannya,” ujar Ahmudi.
    Saat api semakin membesar, para remaja berhamburan keluar.
    “Langsung berhamburan keluar. Ada satu orang bahkan loncat dari lantai dua, saking paniknya,” tambahnya.
    Namun, tidak semua berhasil selamat. IZ (18), teman F yang tengah tertidur di lantai dua, gagal menyelamatkan diri.
    “Warga sempet bingung juga waktu denger suara minta tolong. Soalnya api udah makin gede, asap juga udah tebal karena banyak (material bangunan) dari kayu,” kata Ahmudi.
    Salah satu remaja sempat membangunkan IZ, tapi ia tak segera merespons.
    Warga yang mencoba membantu pun tak mampu menembus kobaran api.
    “Pas proses setelahnya itu (pendinginan), petugas damkarnya baru ngeliat jenazahnya, kayanya ketimpa reruntuhan atap,” lanjut Ahmudi.
    Kepanikan semakin menjadi ketika terdengar suara ledakan.
    Yulia (42), pemilik rumah yang ikut terbakar, merasakan sendiri detik-detik itu.
    “Abis saya menggendong anak saya yang kecil buat keluar, enggak lama ada suara meledak, entah dari listrik atau apa, tapi meledaknya,” ucapnya.
    Ledakan itu membuat api kian membesar dan asap makin pekat.
    “Api-nya itu Ya Allah, gede banget, saya sampai gemeteran melihat itu api meledak, nggak tahu berapa kali meledak gitu. Abis itu makin gede terus aja apinya,” lanjut Yulia.
    Warga berusaha keras memadamkan api dengan ember berisi air yang diambil dari rumah sekitar maupun kali terdekat.
    Namun, akses mobil pemadam kebakaran terhambat karena lokasi rumah berada di gang sempit.
    “Akhirnya pemadam sama warga, sekitar 20 orang itu estafet selang aja, ngambil airnya dari luar gang,” kata Ahmudi.
    Empat remaja termasuk F berhasil selamat, sementara IZ tak terselamatkan.
    Jenazah siswa kelas 3 SMK itu ditemukan setelah api berhasil dipadamkan.
    Ia baru saja pulang dari Praktik Kerja Lapangan (PKL) dan malam itu bermalam di rumah F yang jaraknya hanya sekitar 100 meter dari rumahnya.
    Lurah Semanan, Danur, mengatakan jenazah IZ dimakamkan pada Kamis pagi sekitar pukul 10.30 WIB di Kampung Gaga, Kalideres.
    Dugaan korsleting listrik dan kerugian ratusan juta
    Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi DKI Jakarta menyebut kebakaran diduga akibat korsleting listrik.
    Sebanyak 7 orang korban selamat yang terdiri dari 3 Kartu Keluarga kini mengungsi di Masjid Kantor Kelurahan Semanan.
    Kerugian akibat kebakaran ini ditaksir mencapai Rp 539 juta.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.