Wanita di Depok Mengaku Dibegal, Ternyata Motornya Dijual untuk Bayar Pinjol
Tim Redaksi
DEPOK, KOMPAS.com
– Seorang wanita berinisial TK membuat laporan palsu ke Polsek Beji. Dalam laporannya, TK mengaku motornya dibegal di wilayah Beji Timur, Kota Depok, Senin (15/9/2025) malam.
Tak hanya itu, surat-surat motor dan dompet yang berada di bagasi motor disebut ikut dicuri sambil menodong pisau ke arah korban.
“TK membuat laporan palsu terkait tindak pidana begal yang diklaim menimpanya. Kasus ini terungkap setelah dilakukan penyelidikan lebih lanjut oleh pihak kepolisian,” kata Kasi Humas Polres Metro Depok AKP Budi dalam keterangannya, Rabu (17/9/2025).
Made mengatakan, motor yang dilaporkan TK ternyata bukan raib dicuri kelompok begal, melainkan dijual kepada tetangganya sendiri.
“Korban diketahui berbohong karena motornya tidak dibegal, melainkan dijual ke tetangga untuk bayar pinjaman online (pinjol),” ujar Made.
Bahkan, TK menyebarkan kejadian palsu itu kepada seorang saksi yang kemudian melaporkannya ke media sosial hingga viral di media sosial.
Motif kebohongan TK yaitu mengharapkan bayaran atau sejumlah uang untuk melunasi hutang pinjolnya.
“Betul, ia berbohong untuk menerima uang lagi (selain dari hasil penjualan motor),” ucap dia.
Saat ini, kasus masih dalam proses penyelidikan dengan ancaman pelaku diproses lewat Pasal 22 KUHP soal Laporan Palsu.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Produk: Pinjol
-

Dokter Tifa Ungkit Korban Kanjuruhan hingga KM 50. Singgung Jokowi?
Dokter Tifa Ungkit Korban Kanjuruhan hingga KM 50. Singgung Jokowi?
FAJAR.CO.ID,JAKARTA — Ahli Epidemiologi sekaligus Pegiat Media Sosial, Tifauzia Tyassuma atau Dokter Tifa mengungkit sejumlah peristiwa. Di antaranya menyebabkan kematian.
Tifa menyentil pejabat yang baru lengser. Meski tak menyebut spesifik nama pejabat tersebut.
“Tidak sampai setahun pasca lengser. Sudah dikejar dosa-dosanya,” kata Tifa dikutip dari unggahannya di X, Senin (15/9/2025).
Peristiwa tersebut, mulai meninggalnya ratusan panitia Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Sampai dengan tragedi kanjuruhan.
“900+ nyawa KPPS/ 300+ nyawa korban Kanjuruhan. 6 Mujahid KM 50.vRatusan korban Pinjol dan Judol.vRatusan korban kelaparan Yahukimo juga tempat-tempat lain,” terangnya.
Tifa juga mengungkit korupsi yang terjadi di masa jabatan pejabat tersebut.
“Korupsi ribuan Triliun atas nama anak buah tetapi semua bermuara ke satu nama: Sudah didaftar ke OCCRP sehingga tak mungkin berkelit lagi,” ucapnya.
Tak ketinggalan, Tifa menyinggung penggunaan ijazah. Menurutnya ijazah itu digunakan menikmati kemewahan bersama keluarganya.
“Kebohongan Ijazah 20 tahun dengan nikmat fasilitas dan segala kemewahan yang dirasakan anak menantu sampai cucu,” ujarnya.
Ia pun mengingatkan soal kezaliman. Ia menegaskan kezaliman akan langsung dibalas oleh Allah.
“Mau pergi kemana Fir’aun, Hamman dan Qorun ketika Allah sudah mulai menurunkan azab atas kezaliman?” jelasnya.
“Ingat! Kezaliman dibalas Allah di dunia bukan ditunda di akhirat. Dosanya sih hitung-hitungan tetap di akhirat. Tapi nanti. Zalimnya itu lho, balasannya di dunia,” tambahnya.
-

Siapa di Balik Kejahatan Rekening Bansos Fiktif?
OLEH: AA LANYALLA MAHMUD MATTALITTI*
BELUM lama ini Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengumumkan 10 juta rekening dormant yang menerima bantuan sosial (bansos). Kemudian PPATK kembali mengumumkan 571.410 data penerima bansos terindikasi terlibat pinjol, judol, bisnis narkotika, dan terorisme.
Ini tentu mengagetkan kita semua. Terutama terkait dengan penerima bansos fiktif. Karena rekening penerima bansos diduga kuat tidak memiliki pemilik yang sebenarnya (fiktif) atau dormant. Tetapi lebih aneh lagi: rekening tersebut banyak yang aktif. Terjadi penarikan setelah dana bansos masuk.
Menurut PPATK, rekening-rekening tersebut hanya digunakan untuk menampung dana bansos. kemudian ditarik oleh pihak-pihak yang tidak berhak. Artinya, ada pihak tertentu yang mengendalikan rekening-rekening tersebut.
Artinya, ada uang triliunan rupiah yang dikumpulkan dari jutaan rekening fiktif tersebut selama periode bansos dikucurkan. Terutama dari temuan PPATK yang menunjukkan adanya anomali data penerima bansos dari tahun ke tahun.
Pertanyaannya siapa yang mampu mengorganisir dan melakukan kejahatan dengan modus operandi sistem penerima bansos fiktif itu?
Mulai dari penyiapan rekening, input data penerima, penarikan atau pemindahan uang masuk, dan seterusnya? Tentu bukan perorangan. Pasti melibatkan sindikasi yang terstruktur dan sistematis. Dan yang pasti punya akses ke perbankan dan sistem input data di Kementerian.
Jika kita lihat angka yang digelontorkan APBN untuk semua jenis bantuan sosial atau perlindungan sosial, sejak tahun 2014 hingga 2024, lintas kementerian sangatlah besar. Sebagai contoh, APBN tahun 2024. Pemerintah mengalokasikan anggaran perlindungan sosial (perlinsos) dalam RAPBN 2024 sebesar Rp.493,5 triliun. Angka ini meningkat 12,4 persen dari tahun sebelumnya.
Secara total selama 10 tahun Pemerintahan Presiden Joko Widodo, sejak tahun 2014 hingga 2024, belanja perlindungan sosial oleh pemerintah telah mencapai angka yang hampir menyentuh Rp4.000 triliun. Bayangkan jika sejak saat itu telah terjadi modus penyimpangan yang disengaja oleh sindikat bansos fiktif, berapa nilai kerugian negara?
Misalkan saja, mereka berhasil membajak 10 persen dari Rp.4000 triliun. Artinya uang yang dicuri mencapai Rp.400 triliun dalam 10 tahun. Per tahun Rp.40 triliun. Jika uang Rp.40 triliun setahun itu digunakan untuk memberi tambahan gaji guru honorer setiap bulan Rp.2 juta = satu tahun Rp.24 juta. Maka akan dapat membiayai 1,6 juta guru honorer dalam satu tahun.
Jadi, sekali lagi, siapa sebenarnya mereka yang mampu mengorganisir secara sistematis dan terstruktur kejahatan yang sangat jahat ini?
Apakah oknum Pejabat atau Pegawai Pemerintah, yang memiliki akses ke sistem data bansos? Sistem Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Karena mereka dapat memasukkan data fiktif, termasuk nama, nomor induk kependudukan (NIK), dan alamat palsu, ke dalam sistem.
Karena tanpa akses internal, sangatlah sulit untuk menambahkan puluhan juta data penerima fiktif tanpa terdeteksi. Oknum ini juga bisa memanfaatkan celah dalam sistem verifikasi untuk meloloskan data palsu.
Lalu apakah juga ada oknum Perbankan? Karena sindikat ini pasti memerlukan bantuan dari oknum di bank untuk membuka rekening fiktif tanpa pemilik yang sah atau dengan identitas palsu. Pembukaan rekening dalam jumlah besar dan secara tidak wajar akan menarik perhatian. Kecuali ada orang dalam di bank yang memfasilitasinya. Termasuk menyediakan akses untuk penarikan dana setelahnya.
Apakah juga melibatkan pihak lapangan yang bertugas sebagai perekrut KTP dan penarik dana? Kelompok ini bertugas di lapangan untuk menarik dana yang telah masuk ke rekening fiktif. Mereka bisa menggunakan berbagai cara. Seperti kartu ATM yang sudah disiapkan atau kerja sama dengan agen perbankan untuk pencairan. Kelompok ini bisa disebut sebagai eksekutor di ujung rantai.
Maka wajar bila ada dugaan para pelaku kejahatan penerima bansos fiktif ini adalah sindikat. Karena penerima fiktif itu dalam skala besar. Bukan puluhan atau ratusan orang, yang bisa kita sebut sebagai human error petugas input data. Tetapi ini jutaan, dan dana itu dikelola. Masuk dan kemudian ditarik. Dimana prosesnya dimulai dari birokrasi pemerintahan (data), dilanjutkan ke sektor perbankan (rekening), dan diakhiri dengan pencairan di lapangan. Keterlibatan lintas sektor ini adalah ciri khas sindikat kejahatan terorganisir.
Lazimnya pasti ada “otak” di balik operasi ini. Yang mengatur strategi. Sementara anggota lainnya menjalankan peran masing-masing. Seperti pembuat data fiktif. Pembuka rekening, dan penarik dana.
Oleh karena itu saya mendukung penuh permintaan Presiden Prabowo kepada Kepala PPATK untuk membongkar habis dan tuntas skandal penerima bansos fiktif ini. Segera setelah itu, PPATK harus menyerahkan kepada KPK RI untuk ditindaklanjuti. Karena ini kejahatan luar biasa. Selain merugikan negara, juga merugikan rakyat yang seharusnya berhak menerima.
Saya sudah pernah mengingatkan soal ini pada tahun 2022 silam. Saat saya menjabat Ketua DPD RI. Saat itu KPK menemukan 16,7 juta orang tanpa NIK yang tercatat dalam DTKS Kemensos sebagai penerima bansos. Di luar itu juga ada NIK Ganda sebanyak 1,06 juta orang. Ditambah 234 ribu orang yang meninggal, tapi masih ada di DTKS.
Sengkarut data juga saya sampaikan terkait data jumlah desa penerima dana desa. Karena ada perbedaan data antara Kemenkeu dan Kemendes. Dimana Kemenkeu menyebut ada 15 desa fiktif yang menerima dana desa. Kekacauan ini sejatinya sudah sejak dulu. Dan ini adalah celah bagi sindikat yang ingin mencuri uang APBN.
Karena itu, saya berharap program Data Tunggal Sosial Ekonomi (DTSEN) yang diluncurkan Presiden Prabowo dapat segera tuntas. Untuk merapikan serta menghapus celah sindikat pencuri uang bantuan sosial ini.
Dengan data yang terpadu dan berasal dari satu basis, akan dapat digunakan oleh semua kementerian dan lembaga dalam menyalurkan program-program perlindungan sosial. Sebab, jika basis datanya saja sudah salah, maka program yang dijalankan pasti tidak akan tepat sasaran.
DTSEN juga bisa digunakan untuk menentukan kebijakan pendirian Sekolah Rakyat. Prioritas pembangunan dapur Makan Bergizi Gratis. Juga untuk penajaman konsentrasi dan jenis usaha Koperasi Merah Putih, yang tentu berbeda satu daerah dengan daerah lainnya. Tentu verifikasi lapangan secara berkala tetap harus dilakukan.
Dan yang lebih penting, ayo kita bersih-bersih. Saatnya kebocoran APBN yang disengaja kita akhiri. Menurunnya tingkat korupsi, ekuivalen dengan angka peningkatan pertumbuhan ekonomi. Bukan mustahil kita bisa menuju Indonesia yang lebih sejahtera, dengan membangun semangat kebersamaan (Prabowonomics) dan mengakhiri sifat keserakahan (Serakahnomics).
(*Penulis adalah Anggota MPR RI/DPD RI, Ketua DPD RI ke-5 )
-

Cara Bersihkan Nama di SLIK OJK atau BI Checking Biar Tak Kena Blacklist Bank
Jakarta –
Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK atau yang dulunya dikenal sebagai BI Checking merupakan platform berisi data lengkap tentang riwayat kredit para debitur, termasuk status kemampuan membayar utang. Informasi ini banyak digunakan oleh lembaga keuangan untuk menilai kelayakan kredit seseorang.
Karena hal inilah, platform SLIK OJK atau BI Checking kerap digunakan oleh lembaga keuangan seperti perbankan, BPR, hingga layanan pinjaman online (pinjol) untuk mengevaluasi kondisi keuangan pribadi. Sebab dalam catatan ini lembaga keuangan dapat melihat jumlah pinjaman atau kredit yang dimiliki debitur hingga kapan saja ia melakukan pembayaran cicilan.
Masalahnya, mereka yang memiliki kendala pembayaran ini kemudian akan masuk dalam Blacklist SLIK OJK atau daftar hitam lembaga keuangan. Sebab mereka dengan riwayat kredit buruk ini kerap dilihat memiliki risiko lebih tinggi untuk terima pinjaman lain.
Dalam hal ini, biasanya lembaga keuangan akan menggunakan perhitungan skor kredit pada SLIK atau BI Checking dalam rentang 1 hingga 5, dengan setiap skor memiliki implikasi yang berbeda terhadap kelayakan kredit seseorang.
Lima tingkatan skor kedit di SLIK OJK di atas menunjukkan tingkat kelancaran pembayaran utang atau cicilan nasabah lembaga keuangan di Indonesia. Di mana skor kredit tinggi, yaitu pada tingkat 3, 4, dan 5 dapat dikategorikan sebagai nasabah yang memiliki penbayaran kredit bermasalah.
Cara Membersihkan Catatan Kredit di SLIK OJK atau BI Checking
Berdasarkan catatan detikcom, tidak ada cara lain untuk membersihkan catatan kredit bermasalah di SLIK OJK selain melunasi semua utang yang tertunggak. Dalam banyak kasus, durasi blacklist OJK ditentukan oleh berbagai pertimbangan, termasuk tingkat pelanggaran atau kelalaian keuangan yang mendasarinya.
Bagi mereka yang berada dalam kondisi ini, penting untuk menyadari bahwa durasi blacklist tidak bersifat tetap dan dipengaruhi oleh langkah-langkah perbaikan yang diambil. Walau umumnya berdurasi sekitar 24-60 bulan.
Meski begitu, catatan kredit yang buruk tidak secara otomatis terhapus. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 35 ayat (2) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 71/POJK.03/2016 tentang Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK).
Pada akhirnya meski sudah melewati batas waktu 60 bulan, riwayat kredit tidak akan berubah menjadi lancar jika semua utang belum dilunasi. Hal ini berlaku tidak hanya ke bank, utang-utang ke lembaga keuangan lain juga perlu diperhatikan.
Pasalnya, semua lembaga tersebut masuk dalam perhitungan SLIK OJK. Sehingga berapa lama nama calon debitur masuk dalam blacklist BI Checking atau SLIK akan sangat tergantung dari upaya pelunasan utang-utang yang ada.
Saat membayar utang-utang tersebut, calon debitur jangan lupa minta surat keterangan lunasnya pada bank sebagai bukti. Dengan begitu proses pemutihan akan lebih mudah dilakukan jika terjadi permasalahan ke depan.
Untuk mempercepat proses pemutihan, setelah mengantongi surat lunas kredit debitur dapat mengunjungi kantor OJK untuk mengonfirmasi pelunasan utang tersebut. Setelah itu, OJK akan mulai memproses perubahan skor kreditmu.
Barulah setelah melunasi semua utang yang menunggak, calon debitur bisa mengecek status riwayat kredit di SLIK atau BI Checking secara berkala. Cara cek catatan ini cukup mudah, bisa dilakukan secara online melalui laman https://idebku.ojk.go.id.
(igo/eds)
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5315930/original/011984600_1755179439-4a6f0e71-3a5a-4e3b-ab07-547e802acfa8.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
KPPU Bakal Hadirkan OJK dan AFPI di Sidang Perkara Dugaan Kartel Pinjol – Page 3
Liputan6.com, Jakarta Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) buka peluang menghadirkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) dalam sidang perkara dugaan kartel bunga pinjaman online (pinjol). Keduanya bisa dihadirkan dalam sidang pembuktian dalam proses perkara ini nantinya.
Investigator KPPU, Arnold Sihombing menyampaikan kemungkinan tersebut. Adapun, OJK dan AFPI bisa saja hadir dalam sidang sebagai ahli maupun saksi.
“Tapi apa sebagai ahli atau sebagai pihak saksi nanti biar nanti yang mengumumkan majelis sendiri. Tapi yang jelas OJK sama BPV sudah pasti ada,” jata Arnold, ditemui usai sidang perkara bunga pinjol di Kantor KPPU, Jakarta, Kamis (11/9/2025).
Meski persoalan yang diperkarakan terjadi di kurun waktu beberapa tahun lalu, tak berarti yang dihadirkan adalah pejabat saat itu dari kedua pihak tadi. Namun, OJK dan AFPI akan dihadirkan sebagai lembaga, bukan perorangan.
“Misalnya AFPI dihadirkan, AFPI sebagai lembaga, entah dia itu sudah tidak menjabat lagi atau apa, kan keputusan lembaga. Bukan keputusan ‘A’ sebagai Ketua AFPI,” tuturnya.
Sebagaimana diketahui, KPPU tengah menyidangkan dugaan kartel bunga pinjol. Ada 97 perusahaan yang terlibat sebagai terlapor kasus tersebut. Namun, mayoritas penyedia pinjol membantah adanya kesepakatan mengenai penetapan besaran bunga pinjol.
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4035208/original/006769000_1653635186-pinjol_1.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Amartha Bantah Tuduhan KPPU soal Kartel Bunga Pinjol – Page 3
Liputan6.com, Jakarta Sejumlah perusahaan penyedia layanan pinjaman online (pinjol) membantah adanya kesepakatan dalam dugaan kartel bunga pinjol. Ini menjadi kasus yang ditangani oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Kuasa Hukum PT Amartha Mikro Fintek, Harry Rizki Perdana menegaskan kliennya tidak menetapkan bunga atas pinjaman yang sama. Ini merujuk pada sangkaan KPPU kalau penyedia pinjol serentak mengikuti batas atas bunga 0,8 persen per hari dalam aturan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).
“Sebagai contoh, Amartha konsisten menerapkan suku bunga sekitar 2 persen per bulan sejak 2018 sampai dengan 2023. Artinya, Amartha tidak mengikuti batas maksimum yang ditetapkan dalam Pedoman Perilaku AFPI karena tingkat bunganya jauh di bawah itu,” kata Harry usai mengikuti sidang di KPPU, Jakarta, Kamis (11/9/2025).
Menurutnya, Pedoman Perilaku AFPI tidak bisa dijadikan sebagai bukti perjanjian karena tidak ada bentuk kesepakatan secara sukarela untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Tetapi merupakan bentuk kepatuhan terhadap Peraturan OJK Nomor 77/2016.
Pedoman Perilaku ini merupakan aksi kolektif dari AFPI dan OJK untuk mengisi kekosongan regulasi dalam hal perlindungan konsumen dari maraknya praktik layanan pinjol ilegal dan tidak beretika
“Pedoman Perilaku AFPI disusun dan dirancang sesuai arahan dalam surat edaran OJK saat itu, yang salah satu poinnya adalah larangan bagi para anggota AFPI untuk melakukan predatory lending,” ungkap Harry.
-

Jangan Asal Terima Transfer Uang Nyasar, Lakukan 7 Hal Ini
Jakarta, CNBC Indonesia – Pernah mendapati saldo rekening tiba-tiba bertambah tanpa tahu sumbernya? Situasi ini jangan dianggap sebagai keberuntungan. Sebaliknya, kamu perlu waspada karena bisa saja ada risiko di balik transfer misterius tersebut.
Sebab, kasus seperti ini sering menjadi modus penipuan atau bahkan bisa menyeret kamu ke masalah hukum. Bisa saja uang itu berasal dari pinjaman online (pinjol) yang diajukan orang lain menggunakan data pribadimu, atau memang benar-benar salah kirim dari seseorang.
Ada beberapa kemungkinan lain yang terjadi. Berikut selengkapnya:
Modus Penipuan Pinjol
Dikutip dari situs BNI dan Seabank, transfer nyasar bisa jadi merupakan modus penipuan pinjol. Dalam hal ini kemungkinan penjahat sudah mengetahui data pribadi kamu untuk mengajukan utang di pinjol.
Ketika pinjaman sukses dicairkan, maka uang akan dikirimkan ke nomor rekening kamu. Nah, di sini penjahat akan menghubungi kamu dan mengatakan salah transfer ke nomor rekening kamu.
Kemudian kamu diminta mengembalikan uang yang nyasar ke rekening kamu. Setelah uang kamu kirimkan kepada penjahat, selanjutnya kamu akan menanggung utang yang diajukan penjahat tersebut.
Bisa Terjerat Kasus Hukum
Dilansir dari situs OCBC, jangan sembarangan menggunakan dana yang masuk ke rekening kamu tanpa diketahui siapa pengirimnya. Jika dana itu terbukti bukan milik kamu, ini akan berpotensi menjadi kasus hukum.
Sudah banyak kasus seperti ini masuk ke dalam pemberitaan. Biasanya penerima transfer nyasar merasa uang tersebut seakan-akan bonus untuknya dan memakai uang tersebut untuk berbagai hal.
Jika demikian, ada konsekuensi hukum yang harus dia terima. Aturan tentang dana salah transfer ini tercantum dalam UU Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana, yakni pada Pasal 85 yang berbunyi:
“Setiap orang yang dengan sengaja menguasai dan mengakui sebagai miliknya Dana hasil transfer yang diketahui atau patut diketahui bukan haknya dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 5 miliar.”
Penerima dana salah transfer juga wajib mengembalikan uang yang dipakai. Hal ini diatur dalam Pasal 88 yang bunyinya:
“Di samping pidana pokok, tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (2), Pasal 81, Pasal 83 ayat (2), atau Pasal 85 juga dapat dikenai kewajiban pengembalian Dana hasil tindak pidana beserta jasa, bunga, atau kompensasi kepada pihak yang dirugikan.”
Lantas harus bagaimana jika menerima transfer nyasar? Berikut ini 7 langkah yang bisa dilakukan.
1. Cek Pengirim Uang
Pertama, kamu harus tetap tenang dan mulai mengecek siapa pengirim uang tersebut. Cek di histori transaksi. Pastikan apakah itu uang kamu atau bukan. Jika bukan, tentunya uang itu ada yang punya, sehingga jangan kamu pakai sedikitpun.
2. Hubungi Bank untuk Membatalkan Transaksi
Jika kamu tidak mengenali siapa pengirim uang, hubungi pihak bank, bisa datang ke kantor atau lewat telepon. Jelaskan secara detail kejadian transfer nyasar tersebut.
3. Jangan Mengembalikan Uang Sendiri
Perlu diingat, jangan pernah mengembalikan uang tersebut sendiri kepada pengirim uang. Terkadang ada orang yang kemudian menelepon kamu dan meminta untuk mengembalikan uang itu dengan mentransfer ke nomor rekening lain.
Kamu harus waspada dengan hal ini. Seharusnya pengirim uang tidak tahu nomor HP kamu. Jadi kemungkinan orang tersebut adalah penipu. Jika ingin mengembalikan uang, harus lewat bank.
4. Siapkan Identitas dan Bukti Transfer Nyasar
Pihak bank biasanya akan meminta identitas kamu untuk memastikan kamu adalah pemilik rekening yang menerima transfer nyasar. Bawa juga buku tabungan atau bukti yang menunjukkan adanya transfer nyasar.
5. Bank Menghubungi Pemilik Rekening
Selanjutnya bank akan melakukan verifikasi informasi kamu. Selanjutnya bank akan menghubungi pengirim uang. Pemilik uang biasanya menyadari kekeliruannya mentransfer ke rekening yang salah dan meminta uang tersebut dikembalikan.
6. Uang akan Ditarik
Setelah itu, bank akan mengembalikan uang ke rekening pengirim uang tersebut. Proses ini berlangsung hingga selama 2 minggu atau 14 hari kerja, dengan SOP masing-masing bank.
7. Lapor Polisi jika Terindikasi Penipuan
Dilansir dari catatan detikFinance, Satgas Waspada Investasi meminta masyarakat melapor ke polisi jika ada indikasi penipuan pinjol dan sebagainya. Jangan menggunakan uang itu dan jangan mengembalikan sendiri.
Jadi, jangan sampai tergiur dengan uang yang bukan milikmu. Selalu pastikan untuk mengikuti langkah-langkah aman di atas agar terhindar dari penipuan dan masalah hukum.
(dem/dem)
[Gambas:Video CNBC]
-

Belanja Bulanan Sama, Tapi Gaji Cepat Ludes? Ini Biang Keroknya
Jakarta –
Banyak orang menantikan tanggal gajian seolah menjadi penyelamat untuk belanja kebutuhan bulanan. Sayangnya, baru beberapa hari uang masuk, saldo di rekening sudah menipis seakan-akan gaji hanya ‘numpang lewat’.
Fenomena ini ternyata tidak hanya dialami segelintir orang, tetapi menjadi salah satu masalah umum saat ini. Direktur Eksekutif Institute for Development Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad menyebut kondisi ini terlihat dari berbagai data ekonomi.
Salah satu tandanya adalah pertumbuhan jumlah tabungan masyarakat atau individu dengan saldo kurang dari Rp 100 juta yang mengalami perlambatan. Hal ini menunjukkan banyak orang, khususnya kelas menengah, lebih cepat kehabisan dana sehingga kurang bisa menabung.
Selain itu, ada juga peningkatan utang pinjaman online (pinjol) atau Peer to Peer (P2P) Lending warga Indonesia yang tembus Rp 84,66 triliun per Juli 2025. Jumlah ini meningkat 22,01% secara tahunan (year-on-year/YoY) dibandingkan sebelumnya Rp 69,39 triliun.
“Trennya jumlah pinjaman online semakin banyak, dan itu kebanyakan di menengah ke bawah. Cuma dari pinjol itu masalahnya tidak ada survei yang membuktikan kelas menengah ke bawah. Tapi saya yakin itu kelas menengah ke bawah paling banyak pakai,” katanya kepada detikcom.
Ia menjelaskan ada sejumlah faktor yang membuat isi dompet masyarakat kian menipis meski belanja bulanannya sama saja. Salah satunya adalah kenaikan harga barang dalam beberapa waktu terakhir.
Masalahnya, kenaikan harga ini tidak diiringi dengan kenaikan upah. Tauhid mengatakan laju kenaikan pengeluaran untuk kebutuhan sehari-hari jauh lebih cepat daripada laju pertumbuhan gaji pekerja.
“Harga barang itu inflasi itu sulit ditahan, sementara pendapatan relatif kenaikannya tidak secepat kenaikan harga-harga. Bagi kelas menengah justru kenaikan harga ini banyak yang bukan makanan. Misalnya kosmetik, kemudian transportasi dan sebagainya, itu kadang lebih cepat naiknya ketimbang pendapatan,” terangnya.
Belum lagi gaya hidup masyarakat saat ini. Menurut Tauhid, banyak orang yang ‘sesekali’ membeli barang di luar kebutuhan pokok. Namun tanpa sadar, barang-barang ini menjadi pengeluaran tambahan yang cicilannya mungkin baru terasa di bulan-bulan berikutnya.
Senada, perencana keuangan Eko Endarto juga melihat sekarang ini banyak orang semakin sulit mengatur pengeluaran, yang menunjukkan gaji atau pendapatannya sudah habis untuk konsumsi sehari-hari.
Menurutnya, salah satu biang kerok yang membuat gaji terasa lebih cepat habis adalah kenaikan harga barang. Baik karena inflasi, maupun kelangkaan produk yang membuat harga melonjak tinggi.
“Pertama pastinya karena inflasi, walaupun pemerintah bilang inflasi kita nggak tinggi, tapi secara real kita bisa melihat bahwa beberapa barang itu makin sulit ditemui. Atau misalnya memang tidak inflasi, tapi beberapa barang itu tidak ada sehingga harganya tinggi sekali,” jelas Eko.
“Sehingga kita harus berkorban untuk suatu barang yang itu pokok. Pada akhirnya dana yang habis lebih besar dari biasanya,” sambungnya.
Masalahnya, kenaikan harga ini terjadi pada produk yang biasa dibeli masyarakat. Sehingga mau tak mau mereka harus tetap membeli dengan harga lebih tinggi, tanpa sadar menghabiskan lebih banyak uang. Inilah yang membuat gaji bulanan terasa lebih cepat habis dari biasanya.
“Karena kan kadang-kadang karena itu rutin kita merasa itu biasa-biasa saja. Kita beli-beli, tapi ternyata harganya naik, kita nggak kerasa. Apalagi kalau misalnya kita belinya dalam jumlah sedikit, misalnya per hari atau tiap hari beli. Dia naik seratus rupiah, tapi kalau beli tiap hari, tiga puluh hari sudah berapa kan? Itu baru satu barang. Misalnya yang lain naik seribu rupiah, beli tiap hari itu ditotal sudah Rp 30 ribu kelebihannya,” jelas Eko.
(igo/fdl)
-

Jangan Salah Kaprah, Bunga Pindar Diatur untuk Lindungi Masyarakat
Jakarta, CNBC Indonesia – Keberadaan financial technology atau fintech telah ada selama beberapa dekade dan telah berevolusi ke berbagai pasar, terutama industri perbankan, perdagangan, asuransi serta manajemen risiko. Keunggulannya jelas, dengan memanfaatkan teknologi layanan keuangan lebih mudah diakses dan efisien.
Tidak heran, jika perkembangan fintech di Indonesia sekarang ini semakin berkembang, salah satunya pinjaman daring (Pindar). Apalagi di Indonesia juga hadir Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) yang memiliki tugas dan fungsi mengawasi fintech peer to peer lending agar tetap berjalan sesuai prosedur.
Keberadaan Pindar dengan yang terdaftar dan berizin Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ini memiliki perbedaan dengan pinjaman online (pinjol) ilegal yang kerap meresahkan masyarakat karena menetapkan bunga di luar ketentuan dan batas wajar.
Ketua Bidang Humas AFPI, Kuseryansyah mengatakan, pada dasarnya para pelaku usaha Pindar memiliki kebebasan untuk menentukan tingkat suku bunga. Asalkan dengan syarat tidak melampaui batas maksimum yang diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai cara perlindungan konsumen.
Sebelumnya, pembatasan bunga diberlakukan mulai dari 0,8% dan telah diturunkan menjadi 0,4%. Pada akhirnya, OJK terus memangkas dan memutuskan untuk di batas maksimal 0,3% per hari melalui SEOJK 19/2023.
“Batas maksimum manfaat ekonomi atau suku bunga adalah arahan dari regulator, yakni OJK. Hal ini dilakukan untuk melindungi konsumen dari praktik predatory lending dan suku bunga yang mencekik,” ungkap Kuseryansyah dikutip Jumat (29/8/2025).
Kuseryansyah juga menjelaskan bahwa AFPI sendiri memiliki yang namanya Code of Conduct, sebagai pedoman perilaku. Adapun sejak 2018, tidak pernah ada kesepakatan penetapan batas maksimum manfaat ekonomi suku bunga antar platform.
AFPI pun menegaskan bahwa asosiasi tidak ingin adanya predatory lending atau pinjaman yang tidak ada patokan harga dan kesepakatan. Dia mencontohkan praktik ilegal yang ingin dihindari kala itu adalah saat ada orang yang meminjam Rp 3 juta ditagih Rp 60 juta dalam waktu 2 hingga 3 bulan. Oleh karena itu ditetapkanlah sealing atas.
“Namun, pada praktiknya, semua platform bisa menentukan harga yang disesuaikan dengan produk, segmentasi, risiko dan tingkat efisiensi operasional platform dengan tetap berpedoman pada aturan OJK,” tegas Kuseryansyah.
Sebagai informasi, code of conduct tidak dapat diposisikan sebagai bukti adanya kesepakatan antar platform untuk membatasi persaingan. Penerapan code of conduct pada dasarnya dimaksudkan untuk mengatur standar operasional atau perilaku sesuai nilai dan prinsip tertentu.
(rah/rah)
[Gambas:Video CNBC]
-

Live Demo Diblokir, tapi Konten Dakwah Dibanjiri Judol Nggak Pernah Ditindak!
GELORA.CO – Polemik sensor konten demo di media sosial makin memanas usai komentar pedas datang dari pendakwah sekaligus YouTuber, Habib Jafar.
Ia menyinggung sikap pemerintah yang dinilai cepat menindak konten demo karena alasan judi online, tapi terkesan abai saat konten dakwah justru diserbu promosi judi setiap hari.
Sejak aksi unjuk rasa besar pada 25 Agustus 2025, sejumlah warganet mengeluhkan sulitnya mengunggah atau menemukan konten terkait demo di platform digital.
Banyak dari mereka bahkan menandai akun Instagram Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid untuk melayangkan protes.
Merespons keresahan publik, Meutya akhirnya buka suara. Ia menjelaskan adanya temuan aliran dana mencurigakan yang masuk lewat siaran langsung konten demo.
Dana itu diduga berasal dari fitur donasi dan gifts bernilai besar, yang menurut pemerintah terhubung dengan jaringan judi online.
Kritik Habib Jafar: Dakwah Dibanjiri Judi Online
Namun penjelasan tersebut tidak serta-merta meredakan kritik. Habib Jafar menilai alasan itu terkesan kontradiktif dengan realita di lapangan.
“Konten dakwah saya di YouTube bukan hanya disusupi, tapi selalu dibanjiri komentar judi. Kenapa tidak pernah ditindak seketat ini?” tulis Habib Jafar dalam unggahan yang viral di media sosial.
Sindiran ini langsung memicu diskusi panas. Banyak warganet menuding pemerintah tebang pilih dalam menerapkan kebijakan digital.
“Itu pemasukannya lebih gede, bib. Harap maklum aja,” tulis seorang netizen.
“Lagian sekelas menteri kok nggak berdaya lawan judol,” timpal warganet lain.
“Kalau mau adil, sekalian aja blokir judi online sama pinjol. Itu yang bikin masyarakat sengsara,” komentar akun lain.
Sensor Demo, TikTok Live, dan UMKM
Tak hanya soal konten demo, publik juga menyoroti fitur TikTok Live yang sempat tidak bisa digunakan saat aksi berlangsung.
Spekulasi pun bermunculan, namun Meutya Hafid menegaskan bahwa penghentian fitur live merupakan keputusan internal TikTok.
“Termasuk soal live TikTok, itu dilakukan secara sukarela oleh pihak TikTok. Pemerintah justru mendorong agar segera dipulihkan karena banyak UMKM bergantung pada live streaming untuk berjualan,” kata Meutya.
Benar saja, pada 2 September 2025 pukul 16.00 WIB, TikTok kembali mengaktifkan fitur live. Banyak pelaku usaha kecil merasa lega karena kanal penjualan digital mereka bisa beroperasi normal.
Analisis: Judi Online Jadi PR Besar Pemerintah
Kritik Habib Jafar membuka kembali diskusi lama tentang maraknya judi online di ruang digital Indonesia. Fenomena ini bukan hal baru.
Data PPATK sebelumnya menyebutkan bahwa aliran dana judi online pada 2024 mencapai Rp327 triliun, dengan jutaan akun bank terlibat.
Artinya, problematika judi online jauh lebih besar dibanding sekadar masuk ke konten demo.
Jika pemerintah serius menindak, seharusnya langkah komprehensif diambil, mulai dari blokir situs, regulasi ketat platform digital, hingga edukasi publik.
Di sisi lain, sensor konten demo tanpa transparansi justru bisa menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Banyak netizen merasa kebebasan berekspresi mereka dibatasi, padahal yang mereka soroti bukan hanya soal demo, tapi juga ketidakadilan dalam penerapan aturan.
Polemik sensor konten demo dan sindiran Habib Jafar memperlihatkan satu hal: masyarakat menuntut konsistensi pemerintah dalam menangani persoalan digital.
Judi online, pinjaman online ilegal, hingga hoaks terbukti jauh lebih merugikan rakyat.
Jika pemerintah hanya fokus pada isu tertentu tanpa menindak akar masalah yang lebih besar, wajar bila publik merasa kebijakan digital bersifat pilih-pilih.
Pada akhirnya, yang ditunggu publik bukan sekadar klarifikasi, melainkan langkah nyata.
Apakah pemerintah berani bersikap tegas terhadap judi online sebesar mereka menindak konten demo?***
/data/photo/2024/08/15/66bd909beecba.png?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)