Produk: Pinjol

  • Uskup Agung Jakarta: Banyak Keluarga Hancur Karena Judol dan Pinjol

    Uskup Agung Jakarta: Banyak Keluarga Hancur Karena Judol dan Pinjol

    Bisnis.com, JAKARTA — Uskup Agung Jakarta Ignatius Kardinal Suharyo menyebut banyak keluarga hancur karena praktik judi online atau pinjaman online.

    Dia mengatakan, hal tersebut bisa terjadi lantaran masyarakat kerap diiming-imingi oleh kekayaan yang bisa diperoleh dengan sikat melalui dua praktek tersebut.

    “Kita sering mendengar keluarga yang hancur karena judi online atau pinjaman online. Itu kan karena apa diiming-imingi seperti di iklan, mau kaya tapi nggak bisa lalu pinjam,” ujarnya di Jakarta, Rabu (25/12/2024).

    Suharyo menilai, sejatinya persoalan tersebut dapat dicegah apabila setiap manusia memiliki kepedulian maupun kasih yang tinggi ke sesamanya.

    “Itu kan sebetulnya dibalik itu atau peristiwa-peristiwa seperti itu dapat dengan mudah ditempatkan di dalam perjuangan keberpihakan kepada martabat manusia,” tambahnya.

    Dengan demikian, dia menekankan agar masyarakat dapat menjunjung tinggi kebaikan bersama atau saling membantu satu sama lain.

    “Itulah cita-cita kemerdekaan kita, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kita bisa mengecek situasi masyarakat kita, negara kita, apakah benar ini kebaikan bersama, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” pungkasnya.

  • Utang Pinjol Legal Tak Bisa Hangus, Ini Risikonya Bila Sampai Gagal Bayar

    Utang Pinjol Legal Tak Bisa Hangus, Ini Risikonya Bila Sampai Gagal Bayar

    Jakarta

    Pinjaman online (pinjol) sering menjadi solusi cepat bagi mereka yang membutuhkan dana mendesak. Prosesnya yang mudah dan pencairan yang cepat membuat layanan ini semakin populer di kalangan masyarakat.

    Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pernah mencatat adanya tren di masyarakat yang sengaja tidak melunasi utang pinjaman online (pinjol), terutama pada pinjol ilegal. Sebab ada anggapan utang tersebut akan hangus dengan sendirinya.

    Hal itu dijelaskan Menko Polhukam era Presiden Jokowi, Mahfud MD, yang menyarankan masyarakat yang terlanjur meminjam dari pinjol ilegal untuk tidak membayar utangnya. Ia juga menganjurkan agar masyarakat melaporkan penagihan dari pinjol ilegal ke pihak kepolisian.

    Menurut Mahfud, secara hukum perdata, pinjol ilegal dianggap tidak sah karena tidak memenuhi persyaratan hukum, baik subjektif maupun objektif. Dengan demikian, pinjaman yang diterima dari pinjol ilegal dianggap tidak sah secara hukum, sehingga tidak wajib dilunasi. Tapi bagaimana dengan pinjol legal?

    Nyatanya utang hangus itu tidak berlaku untuk pinjol legal yang terdaftar dan diawasi oleh OJK. Pinjaman dari pinjol legal telah memenuhi seluruh persyaratan hukum yang berlaku, sehingga dianggap sah di mata hukum.

    Risiko Jika Tak Bayar Utang Pinjol Sampai Lebih dari Batas Waktu

    Di balik kemudahan pinjol, terdapat risiko besar jika kamu gagal membayar utang pinjol legal melebihi batas waktu yang telah ditentukan. Utang pinjol tidak bisa hangus begitu saja, bahkan jika mengabaikan dalam jangka waktu yang lama.

    Sebaliknya, denda keterlambatan yang terus bertambah dan ancaman dari pihak penagih bisa menjadi beban yang semakin sulit diatasi. Parahnya lagi, reputasi kredit juga bisa tercoreng sehingga kamu sulit mengakses pinjaman lainnya di masa depan.

    Dikutip dari laman resmi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), setidaknya ada 98 perusahaan pemberi pinjaman online yang legal. Beberapa kriteria di antaranya berizin dari OJK, tidak pernah menawarkan melalui saluran komunikasi pribadi, pemberian pinjam akan diseleksi terlebih dahulu, dan bunga atau biaya pinjaman transparan.

    Selayaknya lembaga resmi, pinjol legal juga mempunyai layanan pengaduan, mengantongi identitas pengurus dan alamat kantor yang jelas, dan pihak penagih wajib memiliki sertifikasi penagihan yang diterbitkan oleh AFPI (Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia).

    Lalu, apa risiko yang muncul ketika utang pinjol tidak dilunasi tepat waktu? Yakni peminjam yang tidak dapat membayar setelah batas waktu 90 hari akan masuk ke daftar hitam (blacklist) Fintech Data Center, sehingga peminjam tidak dapat meminjam dana ke platform fintech yang lain.

    Salah satu aturan menyebutkan bahwa penyelenggara pinjol dilarang melakukan penagihan langsung kepada peminjam yang gagal bayar setelah 90 hari dari tanggal jatuh tempo. Hal ini tertulis dalam Lampiran III SK Pengurus AFPI 02/2020.

    Aturan ini sering disalahartikan oleh pengguna yang mengira utang mereka hangus setelah 90 hari. Faktanya, jika peminjam gagal membayar setelah melewati batas waktu 90 hari, penyelenggara pinjol dapat melibatkan pihak ketiga yang diakui OJK untuk melakukan penagihan.

    Mereka juga dapat menunjuk kuasa hukum untuk mengambil langkah hukum sesuai dengan peraturan yang berlaku. Jadi, meskipun penyelenggara pinjol legal dilarang menagih langsung setelah 90 hari, utang tidak otomatis hangus atau dianggap lunas.

    Peminjam tetap berkewajiban untuk melunasi utang tersebut. Selain itu, utang yang tidak dibayar akan tercatat sebagai kredit macet di Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK, yang dapat mempengaruhi kemampuan peminjam untuk mengajukan kredit lain di masa depan.

    Itulah tadi informasi tentang risiko jika tak bayar utang pinjol lebih dari batas waktu. Jadi, lebih bijak dalam mengelola keuangan dan baiknya hindari pinjol, ya. Semoga artikel ini membantu!

    (aau/fds)

  • Marak Bunuh Diri karena Pinjol, Waka DPR Soroti Tak Ada Ketegasan Berantas

    Marak Bunuh Diri karena Pinjol, Waka DPR Soroti Tak Ada Ketegasan Berantas

    Jakarta

    Wakil Ketua DPR Cucun Ahmad Syamsurijal menyoroti banyaknya kasus bunuh diri akibat pinjaman online (pinjol). Menurutnya selama ini belum ada political will atau komitmen dari Pemerintah dalam menyelesaikan masalah pinjol yang telah merugikan masyarakat dan negara.

    “Pinjol ini sudah bukan lagi hanya sebagai masalah financial tetapi juga telah merusak berbagai sendi kehidupan, termasuk sosial ekonomi masyarakat. Tidak sedikit orang yang bunuh diri akibat terjerat pinjol,” kata Cucun, dalam keterangannya, Senin (23/12/2024).

    Cucun menyinggung kasus yang terjadi pada satu keluarga di Kediri, Jawa Timur, di mana percobaan bunuh diri 4 anggota keluarga menyebabkan 1 anak berusia 2 tahun meninggal dunia setelah mengkonsumsi makanan yang dicampur racun tikus.

    Ada pula kejadian seorang ibu di Desa Donowarih, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang yang mengakhiri hidup pada 21 Juli 2023 diduga lantaran utang.

    Terbaru, sekeluarga berisi tiga orang di Ciputat, Tangerang Selatan, ditemukan meninggal dunia pada Minggu (15/12) diduga lantaran terlilit utang pinjol. Pada bulan Maret lalu, ada juga 4 orang dalam satu keluarga nekat melompat dari lantai 22 Apartemen Teluk Intan Tower Topas Penjaringan, Jakarta Utara, yang disebut karena masalah pinjaman online.

    Beberapa kasus tersebut menambah daftar panjang kasus bunuh diri karena pinjol. Cucun menyebut saat ini belum ada regulasi yang jelas terkait pemberantasan pinjol.

    Cucun pun menilai kurangnya akses pinjaman atau kredit sehat yang disediakan negara membuat masyarakat beralih kepada pinjol yang memberikan kemudahan syarat. Padahal dampak di kemudian hari sangat besar karena bunga tinggi.

    “Pinjol akhirnya jadi jalan pintas untuk mendapatkan uang hanya karena syarat pencairannya mudah. Faktor-faktor seperti ini kurang mendapat perhatian dari pembuat kebijakan,” ungkapnya.

    “Bagaimana negara menghadirkan kesejahteraan untuk rakyatnya. Saat masyarakat terjamin kesejahteraan sosial dan ekonominya, kita yakini fenomena pinjol ini bisa diminimalisir. Dan pastikan penegakan hukumnya bagi para fasilitator pinjol ilegal harus tegas,” sebutnya.

    “Pinjol ini sudah menjadi masalah riskan yang mengancam ketahanan hidup bangsa, bahkan mengancam nyawa rakyat. Entah yang bunuh diri, atau korban judol menjadi pelaku kejahatan. Pemerintah harus tegas memberantasnya,” imbuh Cucun.

    Cucun menilai kurangnya literasi tentang dampak pinjol dan kemudahan akses layanannya juga menjadi salah satu penyebab maraknya pinjol. Ia pihak terkait bersinergi menggencarkan sosialisasi dampak pinjol.

    “Maka ini menjadi tugas kita bersama untuk memastikan anak-anak muda kita sebagai generasi penerus bangsa terlepas dari aktivitas pinjol maupun judol (judi online),” sebutnya.

    (eva/maa)

  • Penagih Pinjol Menyebarkan Data Pribadi Seseorang Bisa Dikenakan Pidana, Ini Hukumnya

    Penagih Pinjol Menyebarkan Data Pribadi Seseorang Bisa Dikenakan Pidana, Ini Hukumnya

    Jakarta, Beritasatu.com – Penagih pinjaman online (Pinjol) kerap melakukan teror dalam melakukan tagihan. Bahkan, penagih pinjol menyebarkan data pribadi orang tersebut sebagai ancaman. Lalu, apa hukum menyebarkan data pribadi tersebut?

    Pinjaman online semakin populer di kalangan masyarakat sebagai solusi cepat untuk kebutuhan finansial. Dengan hanya beberapa klik, seseorang dapat mengakses dana tunai dalam waktu singkat tanpa harus melalui proses yang rumit.

    Di balik kemudahannya terdapat risiko besar, terutama terkait dengan cara penagihan utang yang dilakukan oleh pihak ketiga. Salah satu isu yang semakin mencuat adalah tindakan penagih utang pinjol yang menyebarkan data pribadi debitur tanpa izin.

    Tindakan ini tidak hanya melanggar etika, tetapi juga dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Penyebaran data pribadi oleh penagih pinjol sering kali dilakukan dengan cara yang sangat agresif dan mengintimidasi. Mereka dapat menghubungi kontak di ponsel debitur, menyebarkan informasi sensitif di media sosial, atau bahkan mengancam untuk merusak reputasi debitur.

    Hal ini jelas melanggar hak privasi individu dan dapat menyebabkan dampak psikologis yang serius bagi korban. Masyarakat perlu memahami bahwa ada langkah-langkah hukum yang dapat diambil jika menjadi korban penyebaran data pribadi oleh penagih pinjol, berikut Informasinya.

    Pelanggaran Hukum oleh Penagih Pinjol

    Penyebaran data pribadi debitur oleh penagih utang, terutama melalui media sosial atau dengan menghubungi kontak di ponsel debitur, merupakan tindakan yang melanggar hukum.

    Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penagihan utang harus dilakukan dengan cara yang sopan dan tidak menimbulkan teror. Praktik intimidasi dan ancaman tidak dibenarkan dan dapat berujung pada sanksi pidana bagi pihak yang melakukannya.

    Berdasarkan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), pelaku yang terbukti menyebarkan data pribadi tanpa izin dapat dikenakan Pasal 32 ayat (1) tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) menyebutkan bahwa setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu informasi elektronik dan atau dokumen elektronik milik orang lain atau milik publik, dengan ancaman pidana penjara paling lama 8 tahun dan/atau denda maksimal Rp 2 miliar.

    Selain itu, tindakan ini juga dapat diancam dengan pasal-pasal lain, seperti Pasal 26 UU PDP juga menegaskan bahwa penggunaan data pribadi harus dilakukan dengan persetujuan dari pemilik data, dengan ancaman pidana paling lama 5 tahun dan atau denda paling banyak sebesar Rp 5 miliar.

    Langkah Hukum bagi Korban

    Jika anda atau seseorang yang anda kenal menjadi korban penyebaran data pribadi oleh penagih pinjol, ada beberapa langkah yang dapat diambil:

    Segera laporkan tindakan tersebut kepada kepolisian. Sertakan bukti-bukti seperti tangkapan layar percakapan atau rekaman suara jika ada.Jika pinjol tersebut terdaftar di OJK, Anda juga bisa melaporkan praktik tidak etis ini kepada OJK untuk mendapatkan perlindungan hukum.Pertimbangkan untuk berkonsultasi dengan pengacara atau lembaga bantuan hukum untuk mendapatkan nasihat lebih lanjut tentang langkah-langkah hukum yang bisa diambil.

    Perlindungan Hukum bagi Debitur

    Penting untuk diketahui bahwa hanya pinjol yang terdaftar dan berizin di OJK yang memiliki perlindungan hukum yang lebih baik bagi debitur. Pinjol ilegal cenderung melakukan praktik-praktik merugikan dan tidak transparan. Oleh karena itu, sebelum meminjam, pastikan untuk memeriksa status legalitas pinjol tersebut.

    Dengan meningkatnya kesadaran akan hak-hak konsumen dan perlindungan data pribadi, diharapkan masyarakat dapat lebih berhati-hati dalam menggunakan layanan pinjaman online serta mengetahui langkah-langkah hukum yang dapat diambil jika terjadi pelanggaran.

  • Link Petisi Tolak PPN 12%. Tembus 176 Ribu Tanda Tangan!

    Link Petisi Tolak PPN 12%. Tembus 176 Ribu Tanda Tangan!

    Jakarta: Kebijakan pemerintah menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada 1 Januari 2025 telah memicu protes luas di kalangan masyarakat. Salah satu bentuk protes tersebut adalah petisi daring yang saat ini menjadi perbincangan hangat.

    Berikut adalah informasi penting tentang petisi ini:

    Petisi ini berjudul “Pemerintah, Segera Batalkan Kenaikan PPN!”. Petisi digagas Bareng Warga pada 19 November 2024 melalui platform Change.org.

    Hingga 23 Desember 2024, petisi ini telah ditandatangani oleh lebih dari 176 ribu orang dan terus bertambah seiring meningkatnya perhatian publik terhadap isu ini. Tagar seperti #PajakMencekik dan #TolakKenaikanPPN menjadi viral di media sosial.

    Kenaikan PPN dinilai memberatkan rakyat karena beberapa alasan. Pertama, kenaikan ini akan berdampak langsung pada harga barang kebutuhan pokok seperti sabun mandi dan BBM, yang semakin menekan daya beli masyarakat. Kondisi ini diperburuk oleh fakta bahwa daya beli masyarakat sudah menurun sejak Mei 2024.

    Kedua, tingkat pengangguran di Indonesia masih tinggi dengan 4,91 juta pengangguran terbuka menurut data BPS Agustus 2024. Sebanyak 57,94% pekerja, terutama di sektor informal, hidup dengan pendapatan tidak stabil.

    Sementara itu, rata-rata upah pekerja semakin mendekati upah minimum provinsi (UMP), dengan selisih hanya 154 ribu rupiah pada 2024. Di Jakarta, biaya hidup mencapai 14 juta rupiah per bulan, sementara UMP hanya 5,06 juta rupiah.

    Kenaikan PPN ini juga dinilai berisiko memperburuk masalah sosial seperti tunggakan pinjaman online, yang telah menjadi beban berat bagi masyarakat miskin dan kelas menengah. Harga barang yang melonjak akan semakin menyulitkan kelompok rentan ini.

    Sobat dapat mendukung gerakan ini dengan menandatangani petisi melalui tautan berikut: Petisi Tolak PPN 12% di Change.org. 

    Baca Juga:
    Terapkan Kebijakan PPN 12% Mulai 2025, Pemerintah Siapkan Strategi Kurangi Beban Masyarakat

    Jakarta: Kebijakan pemerintah menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada 1 Januari 2025 telah memicu protes luas di kalangan masyarakat. Salah satu bentuk protes tersebut adalah petisi daring yang saat ini menjadi perbincangan hangat.
     
    Berikut adalah informasi penting tentang petisi ini:
     
    Petisi ini berjudul “Pemerintah, Segera Batalkan Kenaikan PPN!”. Petisi digagas Bareng Warga pada 19 November 2024 melalui platform Change.org.
    Hingga 23 Desember 2024, petisi ini telah ditandatangani oleh lebih dari 176 ribu orang dan terus bertambah seiring meningkatnya perhatian publik terhadap isu ini. Tagar seperti #PajakMencekik dan #TolakKenaikanPPN menjadi viral di media sosial.
     
    Kenaikan PPN dinilai memberatkan rakyat karena beberapa alasan. Pertama, kenaikan ini akan berdampak langsung pada harga barang kebutuhan pokok seperti sabun mandi dan BBM, yang semakin menekan daya beli masyarakat. Kondisi ini diperburuk oleh fakta bahwa daya beli masyarakat sudah menurun sejak Mei 2024.
     
    Kedua, tingkat pengangguran di Indonesia masih tinggi dengan 4,91 juta pengangguran terbuka menurut data BPS Agustus 2024. Sebanyak 57,94% pekerja, terutama di sektor informal, hidup dengan pendapatan tidak stabil.
     
    Sementara itu, rata-rata upah pekerja semakin mendekati upah minimum provinsi (UMP), dengan selisih hanya 154 ribu rupiah pada 2024. Di Jakarta, biaya hidup mencapai 14 juta rupiah per bulan, sementara UMP hanya 5,06 juta rupiah.
     
    Kenaikan PPN ini juga dinilai berisiko memperburuk masalah sosial seperti tunggakan pinjaman online, yang telah menjadi beban berat bagi masyarakat miskin dan kelas menengah. Harga barang yang melonjak akan semakin menyulitkan kelompok rentan ini.
     
    Sobat dapat mendukung gerakan ini dengan menandatangani petisi melalui tautan berikut: Petisi Tolak PPN 12% di Change.org. 
     
    Baca Juga:
    Terapkan Kebijakan PPN 12% Mulai 2025, Pemerintah Siapkan Strategi Kurangi Beban Masyarakat
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (UWA)

  • Pengembang Ngeluh 40% Pengajuan KPR Subsidi Bermasalah, Gara-gara Ini

    Pengembang Ngeluh 40% Pengajuan KPR Subsidi Bermasalah, Gara-gara Ini

    Jakarta

    Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Maruarar Sirait menerima banyak keluhan dari para pengembang karena kendala pada proses Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) dalam pengajuan Kredit Pemilikan Rumah (KPR).

    Hal ini disampaikannya dalam acara Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama Pembiayaan FLPP dan Tapera 2025. Pria yang akrab disapa Ara ini mengatakan, banyak masyarakat berpenghasilan menengah (MBR) yang berminat untuk mengajukan KPR namun kesulitan karena tersandung SLIK OJK.

    “Ini pengembang banyak sekali komplain soal kena OJK checking. Jadi saya tanya, kalau OJK checking di siapa? Di ibu Kiki,” kata Ara di Kantor Kementerian Pekerjaan Umum (PU), Jakarta Selatan, Senin (23/12/2024).

    Selanjutnya, Ara pun mempersilahkan Ketua Umum Real Estate Indonesia (REI), Joko Suranto untuk bersuara. Joko mengatakan, setidaknya ada sebanyak 40% konsumen yang terkendala SLIK.

    “Bu kalau kami di peminat ataupun teman-teman yang mengakeses, MBR hampir 40% terhambat di SLIK-nya. Itu biasanya dari pinjol, kemudian pinjol ada yang ilegal maupun legal,” ujar Joko, dalam kesempatan yang sama.

    Atas kondisi ini, Joko pun jadi teringat dengan upaya Presiden Prabowo Subianto dalam menghapus buku atau utang UMKM. Ia mempertanyakan, apakah kira-kira memungkinkan bila hal serupa dilakukan untuk kasus ini. “Apakah OJK bisa mengikuti Pak Prabowo untuk menghapuskan yang di bawah Rp 2 juta atau dibatasi 2 tahun SLIK itu jangan sampa di atas keputusan hakim,” katanya.

    Merespons pertanyaan tersebut, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, mengatakan sejauh ini data pinjol legal belum terintegrasi secara penuh dengan SLIK. Dengan demikian, cicilan pinjol legal belum berdampak terhadap SLIK.

    “Kalau untuk pinjol pak, yang legal ya, itu datanya baru mau diintegrasikan jadi pasti bukan karena yang pinjol itu (terkendala SLIK),” kata Kiki dalam kesempatan yang sama.

    Kiki juga bilang, dirinya juga mendapat informasi bahwa banyak masyarakat yang kesulitan mengajukan KPR karena kendala SLIK ini. Namun menurutnya, kebanyakan dari masyarakat yang terkendala SLIK ini disebabkan karena tunggakan pada cicilan paylater, kartu kredit, hingga cicilan motor.

    Sedangkan menyangkut usulan hapus utang, menurutnya saat ini OJK tengah menggodok aturan lanjutan terkait program penghapusan buku dan tagih. Detail aturan tersebut juga hingga saat ini masih terus didiskusikan.

    “Kita sudha akan mengeluarkan ketentuan dan diskusi dengan perbankan juga bagaimana pelaksanaannya. Supaya tidak menimbulkan juga moral hazard, terus kemudian nanti kriterianya seperti apa, jadi hopefully nanti akan mendukung program Pak Ara. Jadi mereka-mereka bisa untuk mengajukan kredit lagi di masa yang akan datang,” ujarnya.

    (shc/fdl)

  • Paylater Hingga Kartu Kredit Bikin Banyak Anak Muda Tak Bisa Ambil KPR

    Paylater Hingga Kartu Kredit Bikin Banyak Anak Muda Tak Bisa Ambil KPR

    Jakarta

    Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut banyak generasi muda, termasuk Gen Z, yang tidak bisa mengajukan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) karena masalah di Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK). Hal ini salah satunya karena paylater.

    Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Friderica Widyasari Dewi mengatakan, kegagalan para Gen Z ini karena permasalahan tunggakan paylater, kartu kredit, hingga cicilan motor. Catatan kredit mereka dinilai kurang baik.

    “Banyak masyarakat kita, terutama generasi muda, tidak bisa mengajukan kredit untuk KPR misalnya karena terlanjur tersangkut di SLIK,” kata Kiki, dalam acara Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama Pembiayaan FLPP dan Tapera 2025 di Kantor Kementerian PU, Jakarta, Senin (23/12/2024).

    “Bisa saya sampaikan yang kesangkut di SLIK saat ini tuh contohnya ya produk paylater, kartu kredit, cicilan motor, dan lain-lain,” sambungnya.

    Jawaban ini disampaikan Kiki untuk merespons pertanyaan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Realestat Indonesia (DPP REI)Joko Suranto. Joko mengeluhkan banyak pengembang yang tersandung pembiayaannya karena SLIK. Kebanyakan dari mereka bermasalah karena menggunakan pinjama online (pinjol) legal maupun ilegal.

    Namun menurut Kiki, sejauh ini data pinjol legal belum terintegrasi secara penuh dengan SLIK. Dengan demikian, cicilan pinjol legal belum berdampak terhadap SLIK.

    “Kalau untuk pinjol pak, yang legal ya, itu datanya baru mau diintegrasikan jadi pasti bukan karena yang pinjol itu (terkendala SLIK). Jadi karena yang tadi saya sebut pak (paylater hingga cicilan kartu kredit),” ujarnya.

    Kiki mengatakan, informasi tentang banyaknya Gen Z yang gagal mengajukan KPR ini sebelumnya didengarnya dari laporan Bank Tabungan Negara (BTN). Menyangkut kondisi tersebut, pihaknya mencoba mengambil langkah antisipasi melalui berbagai sosialisasi kepada generasi muda.

    Sebagai informasi, Kiki sebelumnya sempat melaporkan bahwa banyak generasi muda mengambil utang dari buy now pay later (BNPL) atau paylater. Ia pun mewanti-wanti bahayanya fenomena fear of missing out (Fomo), You only live once (Yolo) hingga doom spending yang memicu perilaku berutang.

    “Anak muda ini Fomo, kalau nggak ikut khawatir dibilang ketinggalan zaman, terus Yolo. Katanya sekarang tren baru doom spending, belanja serasa mau kiamat. Jadi, anak muda ini kemudian membelanjakan yang dimiliki seolah tidak ada hari besok. Paling gawat belanjanya bukan dari uang yang dimiliki, tapi dari uang yang utangan tadi,” kata Kiki dalam acara Like It yang dilansir dari Youtube OJK, Sabtu (5/10/2024)

    Menurutnya, fenomena tersebut dapat menyebabkan generasi muda gemar berutang. Apalagi saat ini mencari pinjaman atau berutang sangatlah mudah karena teknologi semakin berkembang, misalnya dengan pinjaman online dan paylater. “Karena dengan ada pinjol, paylater sangat mudah anak muda kita bisa mendapatkan pinjaman kemudian membelikan barang yang tidak produktif,” terangnya.

    Berdasarkan data yang dipaparkannya, pengguna paylater sebagian besar merupakan generasi Z dengan rentang usia 26-35 tahun. Dengan rincian, 26,5% pengguna paylater dengan rentang usia 18-25 tahun, 43,9% pengguna berusia 26-35 tahun, 21,3% berusia 36-45 tahun. Kemudian, 7,3% pengguna berusia 46-55 tahun, serta hanya 1,1% pengguna paylater berusia di atas 55 tahun.

    Adapun sebagian besar penggunaan paylater untuk gaya hidup, seperti fesyen dengan persentase 66,4%, perlengkapan rumah tangga dengan 52,2%, elektronik dengan 41 %, laptop atau ponsel dengan 34,5%, hingga perawatan tubuh sebesar 32,9%.

    (shc/fdl)

  • Petisi Batalkan PPN 12 Persen Banjir Dukungan, Tembus 174.740 Tanda Tangan

    Petisi Batalkan PPN 12 Persen Banjir Dukungan, Tembus 174.740 Tanda Tangan

    loading…

    Petisi Batalkan PPN 12 Persen Banjir Dukungan, Tembus 174.740 Tanda Tangan. Ilustrasi/Dok SINDOnews

    JAKARTA – Petisi yang meminta Presiden Prabowo Subianto membatalkan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen, banjir dukungan. Hingga Senin (23/12/2024) pukul 14.07 WIB, petisi tersebut tembus 174.740 tanda tangan.

    Diketahui, petisi tersebut dibuat pada 19 November 2024. Yang dipetisi adalah Presiden Republik Indonesia. Dilihat di laman change.org, terdapat gambar berwarna biru di bagian halaman petisi tersebut. “Menarik pajak tanpa timbal balik untuk rakyat adalah sebuah kejahatan. Jangan minta pajak besar kalau belum becus melayani rakyat. Tolak PPN 12% ,” demikian tulisan yang tertera di gambar tersebut.

    Petisi yang dimulai oleh Bareng Warga ini mengkritisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), yang isinya mulai 1 Januari 2025 Pemerintah akan menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%. Sebelumnya, atau kira-kira dua tahun lalu Pemerintah sudah pernah menaikkan PPN. Dari yang tadinya 10% naik ke angka 11%.

    “Rencana menaikkan kembali PPN merupakan kebijakan yang akan memperdalam kesulitan masyarakat. Sebab harga berbagai jenis barang kebutuhan, seperti sabun mandi hingga Bahan Bakar Minyak (BBM) akan naik. Padahal keadaan ekonomi masyarakat belum juga hinggap di posisi yang baik,” demikian isi petisi tersebut.

    Di bagian lain petisi tersebut juga disebutkan soal data pengangguran terbuka. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) per Agustus 2024, angkanya masih sekitar 4,91 juta orang. Kemudian dari 144,64 juta orang yang bekerja, sebagian besar atau 57,94% bekerja di sektor informal. Jumlahnya mencapai 83,83 juta orang.

    “Urusan pendapatan atau upah kita juga masih terdapat masalah. Masih dari data BPS per Bulan Agustus, sejak tahun 2020 rata-rata upah pekerja semakin mepet dengan rata-rata Upah Minimum Provinsi (UMP). Trennya sempat naik di tahun 2022, namun kembali menurun di tahun 2023. Tahun ini selisihnya hanya 154 ribu rupiah,” tulis petisi tersebut.

    Atas dasar itu, lanjut petisi tersebut, pemerintah perlu membatalkan kenaikan PPN yang tercantum dalam UU HPP. “Sebelum luka masyarakat kian menganga. Sebelum tunggakan pinjaman online membesar dan menyebar ke mana-mana,” demikian bagian akhir petisi tersebut.

    Sebelumnya, pada Kamis (19/12/2024), elemen masyarakat sipil menyerahkan petisi online yang ditandatangani oleh ratusan ribu warga kepada Kementerian Sekretariat Negara. Petisi tersebut berisi desakan terhadap pemerintah untuk segera membatalkan kenaikan PPN 12 persen.

  • Anis Byarwati Tegaskan Ibu Pilar Peradaban Bangsa

    Anis Byarwati Tegaskan Ibu Pilar Peradaban Bangsa

    loading…

    Anggota DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Anis Byarwati menyampaikan pandangannya tentang makna Hari Ibu yang diperingati setiap 22 Desember. Foto/Dok PKS

    JAKARTA – Anggota DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Anis Byarwati menyampaikan pandangannya tentang makna Hari Ibu yang diperingati setiap 22 Desember. Hari ibu memiliki makna yang mendalam sebagai momen untuk menghormati dan mengapresiasi peran luar biasa seorang ibu dalam keluarga, masyarakat, dan bangsa.

    Legislator dari Daerah Pemilihan (Dapil) Jakarta Timur ini mengatakan bahwa peringatan Hari Ibu dapat dijadikan momen untuk lebih memahami nilai-nilai kasih sayang, pengorbanan, dan peran penting perempuan sebagai anak, istri, ibu, dan anggota masyarakat. Peran ini menunjukkan bahwa perempuan diberikan peran paripurna yang sama dengan laki-laki, namun memiliki fungsi dasar yang berbeda.

    “Fungsi dasar seorang ibu yaitu melahirkan anak dan menyusuinya tidak bisa digantikan. Dan bersama para ayah, ibu mengasuh, membesarkan dan mendidik generasi untuk menjadi generasi tangguh pembangun keluarga, bangsa, negara dan agama,” ujar Anis dalam keterangan tertulisnya dikutip Senin (23/12/2024).

    Dia menegaskan bahwa besarnya peran ibu bagi keluarga dan masyarakat, harus mendapatkan apresiasi. Tidak cukup dengan ucapan terima kasih saja, namun apresiasi yang lebih untuk para ibu perlu dituangkan dalam program-program pemerintah.

    Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR ini juga menyarankan agar di tengah situasi ekonomi yang masih belum menentu saat ini pemberian edukasi dan perlindungan bagi kaum ibu perlu terus ditingkatkan. “Pemerintah perlu memiliki edukasi khusus untuk kaum ibu. Seperti edukasi agar kaum ibu tidak terjerat pinjol, agar kaum ibu tidak terjerat judol, agar kaum ibu memiliki kesehatan mental yang baik, agar kaum ibu sejahtera, dan lain-lain,” tuturnya.

    Fenomena lain yang tampak di berbagai lapisan masyarakat beberapa tahun terakhir adalah munculnya peran ibu sebagai penopang ekonomi keluarga. Menanggapi fenomena ini, Anis yang juga seorang ekonom syariah menjelaskan bahwa kontribusi finansial seorang ibu untuk keluarganya memiliki nilai sedekah dalam agama. “Menjadi nilai plus bagi dirinya dihadapan Tuhannya,” kata Anis.

    Namun keterlibatan ibu dalam ekonomi keluarga ini sama sekali tidak menghilangkan tanggung jawab ayah untuk menafkahi keluarganya. Ayah dan ibu saling bekerja sama dalam bingkai cinta dan kasih sayang dalam naungan ketakwaan kepada Allah SWT untuk menjadikan keluarga sebagai tempat yang nyaman bagi tumbuh kembang semua anggotanya.

    Anis mengatakan, kaum ibu yang mampu melakukan aktivitas ekonomi untuk kelangsungan kehidupan keluarganya hingga menghasilkan anak-anak yang tangguh menjadi generasi penerus yang cemerlang, merupakan kontribusi tersendiri bagi peradaban bangsa. “Sejak dulu, kita melihat bagaimana kaum ibu konsisten menjadi pilar peradaban bagi bangsa dan negara dengan melahirkan generasi-generasi tangguh para pemimpin bangsa,” pungkasnya.

    (rca)

  • Petisi Batalkan Kenaikan PPN 12 Persen Tembus 171 Ribu Tanda Tangan

    Petisi Batalkan Kenaikan PPN 12 Persen Tembus 171 Ribu Tanda Tangan

    Jakarta, CNN Indonesia

    Petisi berisi penolakan terhadap kebijakan Presiden Prabowo Subianto menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen menembus 171 ribu tanda tangan.

    Petisi ini berjudul “Pemerintah, Segera Batalkan Kenaikan PPN!”. Petisi ini sudah tayang di situs change.org sejak 19 November 2024.

    Per Senin (23/12) pagi ini pukul 07.40 WIB, sudah ada 171.532 orang yang menandatangani petisi untuk menolak kenaikan PPN 12 persen. Inisiator petisi menargetkan 200 ribu tanda tangan untuk petisi tersebut.

    Pembuat petisi menganggap kenaikan PPN menjadi 12 persen menyulitkan rakyat. Dia mengingatkan daya beli masyarakat sedang buruk.

    Dia merinci angka pengangguran terbuka menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) per Agustus 2024, angkanya sekitar 4,91 juta orang. Kemudian dari 144,64 juta orang yang bekerja, sebagian besar atau 57,94 persen bekerja di sektor informal. Jumlahnya mencapai 83,83 juta orang.

    “Rencana menaikkan kembali PPN merupakan kebijakan yang akan memperdalam kesulitan masyarakat. Sebab harga berbagai jenis barang kebutuhan, seperti sabun mandi hingga Bahan Bakar Minyak (BBM) akan naik. Padahal keadaan ekonomi masyarakat belum juga hinggap di posisi yang baik,” tulis Bareng Warga, inisiator petisi tersebut.

    Kemudian mereka mengkritik upah mininum yang tak memenuhi kebutuhan dasar. Berdasarkan data BPS 2022, standar hidup layak di Jakarta membutuhkan Rp14 juta per bulan. UMP Jakarta di tahun 2024 saja hanya Rp5,06 juta.

    “Atas dasar itu, rasa-rasanya Pemerintah perlu membatalkan kenaikan PPN yang tercantum dalam UU HPP. Sebelum luka masyarakat kian menganga. Sebelum tunggakan pinjaman online membesar dan menyebar ke mana-mana,” tulis inisiator petisi.

    Sebelumnya, pemerintah memastikan kenaikan PPN 12 persen akan berlaku pada 1 Januari 2025.

    Menteri Keuangan Sri Mulyani mengklaim kebijakan kenaikan PPN ini bersifat selektif dan hanya menyasar barang dan jasa kategori mewah atau premium.

    Perwakilan massa aksi menolak kenaikan PPN sebesar 12 persen telah menyerahkan isi petisi penolakan ini ke Sekretariat Negara RI pada Kamis (19/12) lalu.
    Perwakilan akun X @barengwarga, Risyad Azhary mengatakan mereka akan terus memantau langkah pemerintah ke depan.

    “Pokoknya, jangan sampai lewat, sampai nanti hari H kita lihat juga, kalau sampai benar-benar masih dipaksain berarti kita tahu memang hari ini pemerintah enggak berpihak kepada kelas pekerja, kelas penengah, dan kaum bawah,” kata Risyad usai membuat pelaporan ke Setneg RI, Jakarta, Kamis.

    Penolakan PPN 12 persen juga disuarakan sejumlah politikus, partai hingga tokoh masyarakat. Mereka meminta Presiden Prabowo membatalkan kebijakan tersebut karena khawatir daya beli masyarakat akan semakin tergerus.

    (rzr/wis)

    [Gambas:Video CNN]