Produk: Pinjol

  • AFPI wanti-wanti masyarakat bedakan pinjol ilegal dengan pindar

    AFPI wanti-wanti masyarakat bedakan pinjol ilegal dengan pindar

    Untuk menjaga integritas, platform Pindar juga diwajibkan menjalani audit berkala, agar tetap memenuhi standar operasional yang berlaku.

    Bandung (ANTARA) – Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Entjik S Djafar mewanti-wanti masyarakat untuk membedakan antara pinjaman online (pinjol) ilegal dengan pinjaman daring (pindar).

    “Kami itu bukan pinjol, supaya masyarakat bisa membedakan mana pinjol dan mana pindar. Pindar adalah pinjaman daring yang berizin dari OJK (Otoritas Jasa Keuangan), maka kami melakukan repositioning. Jadi, sekarang posisi kami itu adalah bukan pinjol, tetapi pindar. Itu supaya masyarakat tidak terjebak kepada praktik-praktik pinjol ilegal. Itu yang paling penting,” ujarnya di Bandung, Jawa Barat, Rabu.

    Ada beberapa perbedaan antara pindar dengan pinjol ilegal. Pertama, pindar berizin OJK dan pinjol ilegal tidak memiliki izin dari otoritas tersebut. Kedua, pindar menjunjung transparansi dan akuntabilitas, serta perlindungan data.

    Selanjutnya, pindar diatur seperangkat regulasi OJK dan Pedoman Perilaku (Code of Conduct) untuk memastikan praktik bisnis yang bertanggung jawab dengan berorientasi pada perlindungan konsumen. Perlindungan data pribadi juga menjadi perhatian utama dengan penerapan standar keamanan digital yang ketat

    Mengenai bunga dan biaya, pindar diregulasi oleh batasan manfaat ekonomi, sedangkan pinjol ilegal tak diatur dan tidak transparan.

    Terkait proses penagihan, tenaga penagih pindar terikat pada kewajiban sertifikasi dan internalisasi etika, adapun pinjol ilegal sebaliknya. Praktik penagihan yang etis diwajibkan bagi semua platform pindar, termasuk sertifikasi kolektor yang diterbitkan oleh AFPI dan larangan keras terhadap intimidasi maupun penyalahgunaan data.

    Untuk menjaga integritas, platform Pindar juga diwajibkan menjalani audit berkala, agar tetap memenuhi standar operasional yang berlaku.

    Repositioning pindar yang dilakukan AFPI bertujuan guna melindungi konsumen melalui peningkatan literasi keuangan dan memberantas pinjol ilegal dengan mengedepankan strategi kampanye edukasi digital, pelatihan jurnalis dan pemangku kepentingan, hingga diseminasi kisah sukses fintech lending melalui media serta seminar.

    “Kami melakukan terus-menerus diskusi sama OJK untuk melakukan perbaikan agar industri ini sehat dan berkelanjutan,” ujar Entjik.

    Saat ini, terdapat 97 penyelenggara fintech lending atau pindar yang berizin dan diawasi OJK, serta menjadi anggota dari AFPI. Seluruh pindar tersebut terbagi menjadi Klaster Produktif, Multiguna, dan Syariah.

    Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
    Editor: Budisantoso Budiman
    Copyright © ANTARA 2025

  • untuk Bedakan Layanan Ilegal dan Legal

    untuk Bedakan Layanan Ilegal dan Legal

    Bandung, Beritasatu.com – Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) terus menekankan pentingnya literasi keuangan dan edukasi masyarakat dalam memilih layanan pinjaman daring yang legal dan terpercaya. Salah satu langkah yakni merubah istilah pinjaman online (pinjol) menjadi pinjaman daring (pindar).

    Ketua Umum AFPI Entjik S Djafar menyampaikan, istilah pindar diperkenalkan untuk memudahkan masyarakat membedakan antara layanan yang legal dengan pinjaman online ilegal.

    “Inisiatif ini bertujuan membantu masyarakat mengenali platform yang terdaftar dan diawasi OJK, sehingga mereka dapat menggunakan layanan keuangan dengan aman dan bertanggung jawab,” jelasnya pada acara AFPI Journalist Workshop & Gathering di Kabupaten Bandung Barat, Rabu (22/1/2025).

    Selain ubah nama pinjol jadi pindar, AFPI juga fokus dalam meningkatkan kepercayaan publik melalui perlindungan data pribadi. Hal itu menjadi fokus utama dengan penerapan standar keamanan digital yang tinggi.

    Selain itu, praktik penagihan yang etis diwajibkan bagi semua platform, termasuk sertifikasi kolektor oleh AFPI, serta larangan keras terhadap tindakan intimidasi dan penyalahgunaan data.

    Entjik mengatakan, untuk memastikan kualitas layanan, platform pindar wajib menjalani audit rutin agar tetap mematuhi standar operasional yang berlaku

    “Pindar dirancang sebagai solusi keuangan yang cepat, mudah, dan aman, khususnya bagi UMKM yang membutuhkan akses modal untuk mengembangkan usaha. Dengan pendekatan ini, kami juga dapat menjangkau wilayah terpencil, menggunakan data alternatif untuk menilai kelayakan kredit, dan mempercepat proses pengajuan pinjaman,” ucap Entjik.

    Sementara, Ketua Bidang Humas AFPI Kuseryansyah menegaskan, reposisi pindar bukan sekadar perubahan nama, melainkan bagian dari upaya untuk meningkatkan tata kelola layanan keuangan.

    “Dengan dukungan regulator, kami semakin percaya diri dalam menyalurkan pinjaman kepada lender yang bertanggung jawab, sehingga dana dapat dikelola secara efektif,” ujarnya.

    Hingga September 2024, sektor pindar telah menyalurkan pendanaan kumulatif sebesar Rp 978,4 triliun kepada 137,35 juta peminjam. Kehadiran layanan ini menjadi solusi alternatif pendanaan yang memperkuat peran UMKM sebagai tulang punggung ekonomi nasional.

    Sebagai bagian dari langkah strategis, AFPI dan OJK meluncurkan berbagai program literasi keuangan, termasuk seminar, lokakarya, dan kampanye melalui media digital.

    “Kami sedang menyiapkan materi edukasi yang mudah dipahami, seperti mini seri tentang menjadi peminjam yang bertanggung jawab. Harapannya, ini dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk memilih layanan keuangan yang legal dan aman,” ucap dia.

    Selain itu, kerja sama dengan aparat penegak hukum terus diperkuat untuk memberantas pinjol ilegal. Di sisi lain, platform pindar yang telah berizin diberikan pelatihan dan audit rutin untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi.

    Dengan regulasi yang semakin kuat dan inovasi teknologi yang terus berkembang, AFPI optimistis pindar dapat mendorong inklusi keuangan, meningkatkan literasi keuangan, serta memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.

  • Pindar di Bawah Naungan AFPI Wajib Patuhi ISO 270001 Keamanan Data dan Informasi

    Pindar di Bawah Naungan AFPI Wajib Patuhi ISO 270001 Keamanan Data dan Informasi

    Bandung, Beritasatu.com – Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menyebut perusahaan financial technology (fintech) peer to peer (P2P) lending yang berada di bawah naungannya bukan bagian dari pinjaman online (pinjol) ilegal tetapi pinjaman daring (pindar). AFPI juga menegaskan bahwa platform pindar wajib patuhi ISO 270001.

    Ketua Bidang Hubungan Masyarakat (Humas) AFPI Kuseryansyah mengatakan, dahulu AFPI merupakan bagian dari pinjol, tetapi pinjol yang baik. Namun, karena stigma buruk pinjol di masyarakat, maka penamaan industri ini berubah menjadi pindar. 

    “Pindar ini sudah berproses sejak tahun lalu dan sebenarnya kita sudah naik turun untuk penamaan industri ini. Bahasa kerennya memang fintech dan bahasa Otoritas Jasa Keuangan (OJK) LPBBTI atau layanan pendanaan bersama berbasis teknologi informasi,” ucapnya dalam AFPI Journalist Workshop & Gathering di Kabupaten Bandung Barat, Rabu (22/1/2025).

    Ia menegaskan, bahwa penyelenggara fintech P2P lending di bawah AFPI sangat berbeda dengan pinjol ilegal. Hal ini karena platform di bawah naungan AFPI tidak memberikan bunga tinggi dan mengakses data pengguna sembarangan hingga disebarluaskan.

    “Fintech P2P lending di bawah AFPI wajib mematuhi regulasi terkait keamanan data dan informasi, yakni ISO 270001. Seluruh karyawan kami dari mulai office boy hingga CEO wajib mengikuti training ISO,” ucapnya.

    ISO 27001 diketahui merupakan standar internasional yang menetapkan persyaratan untuk sistem manajemen keamanan informasi atau Information Security Management System (ISMS).

    Standar ini diterbitkan oleh International Organization for Standardization (ISO) dan dirancang untuk membantu organisasi mengelola keamanan informasi secara sistematis dan proaktif.

    Sementara, Ketua Klaster Pendanaan Syariah AFPI Chairul Aslam menyatakan, layanan pendanaan berbasis teknologi yang dikenal sebagai pindar menawarkan solusi keuangan yang lebih aman dan transparan dibandingkan dengan pinjol ilegal.

    Chaslam, panggilan akrabnya, mengungkapkan bahwa terdapat lima perbedaan utama antara pindar dan pinjol.

    “Pertama, pindar telah mengantongi izin resmi dari OJK dan hanya meminta tiga akses yang relevan, yakni kamera, mikrofon, dan lokasi. Jika ada aplikasi yang meminta akses lebih dari itu, dapat dipastikan aplikasi tersebut ilegal,” jelas Chaslam pada kesempatan yang sama.

    Kedua, ia menegaskan bahwa pindar memiliki dasar hukum yang kuat, seperti yang tercantum dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 40 Tahun 2024 mengenai Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi yang mulai berlaku pada 24 Desember 2024.

    “Sebaliknya, pinjol ilegal tidak memiliki regulasi yang jelas, sehingga beroperasi tanpa pengawasan, khususnya dalam hal pengenaan bunga dan biaya,” katanya.

    Ketiga, bunga dan biaya dalam layanan pindar telah diatur oleh OJK, sehingga lebih terjangkau dan transparan. Sementara itu, pinjol ilegal sering kali menetapkan bunga yang tidak wajar, sehingga memberatkan pengguna, terutama saat proses penagihan.

    Keempat, proses penagihan pada perusahaan pindar dilakukan sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) yang beretika.

    “Kami tidak membenarkan agen melakukan penagihan di luar batas etika, seperti di malam hari, hari libur, atau menggunakan cara-cara intimidatif. Sebaliknya, pinjol ilegal kerap menggunakan metode tidak beretika, termasuk ancaman,” tambahnya.

    Kelima, Chaslam menjelaskan bahwa pindar memiliki saluran pengaduan resmi, mulai dari platform, asosiasi, hingga OJK, yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah konsumen.

    “Pinjol ilegal tidak menyediakan perlindungan hukum, sehingga rentan merugikan masyarakat, berbeda dengan pindar yang berada di bawah naungan AFPI yang diatur dengan jelas,” tutupnya.

  • Aturan Batas Usia dan Gaji Peminjam Paylater Berlaku 2027

    Aturan Batas Usia dan Gaji Peminjam Paylater Berlaku 2027

    Jakarta, FORTUNE – Aturan kebijakan batas usia minimal 18 tahun dan pendapatan minimum Rp 3 juta sebagai syarat utama meminjam layanan Buy Now Pay Later (BNPL) atau Paylater baru akan berlaku pada 2027 mendatang. 

    Kepala Departemen Pengawas Lembaga Pembiayaan dan Lembaga Keuangan Khusus OJK, Ahmad Nasrullah menjabarkan, kebijakan batasan usia dan penghasilan telah tertuang dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 19/SEOJK.05/2023. Namun, dalam aturan itu belum tertulis tahun berlakunya.

    “Angka batasan ini kita dapatkan melalui studi. Kita ambil dari rata-rata UMP saja lah kira-kira seperti itu angkanya,” kata Ahmad dalam media briefing di Jakarta Selasa (21/1).

    Ini alasan OJK batasi usia dan pendapatan peminjam paylater

    Ilustrasi anak muda (Unsplash/@brookecagle)

    Ahmad menjabarkan, alasan utama pemberlakuan aturan itu untuk menekan potensi gagal bayar di masyarakat. Apalagi, OJK mencatat pembiayaan paylater didominasi oleh masyarakat berusia muda.

    “Kita tidak mau generasi-generasi muda itu terjerat di utang, sementara dia tidak ada kemampuan untuk membayar. Itulah filosofinya,” ungkap Ahmad.

    Berdasarkan data OJK, 50 persen pengguna paylater di Indonesia berusia kisaran 19 tahun hingga 34 tahun. Selain itu, OJK juga mencatat total utang paylater warga di bank & pinjol mencapai Rp30,36 triliun hingga akhir 2024. 

    Pembiayaan macet paylater di fintech capai 2,92%

    ilustrasi belanja bahan makanan (pexels.com/Anna Shvets)

    Untuk utang paylater warga di perusahaan pembiayaan atau Fintech peer to peer lending nilainya mencapai Rp8,59 triliun atau mengalami pertumbuhan 61,90 persen (yoy). Dengan pembiayaan macet atau NPF gross sebesar 2,92 persen.

    Ia meyakini pertumbuhan pembiayaan dari paylater masih akan terus agresif di tahun 2025 ini. Apalagi, porsi atau kontribusi layanan BNPL terhadap industri pembiayaan saat ini masih relatif kecil yakni di bawah 2,5 persen.

  • APFI Sebut Pindar Bukan Pinjol, Ini 5 Perbedaan Keduanya

    APFI Sebut Pindar Bukan Pinjol, Ini 5 Perbedaan Keduanya

    Bandung, Beritasatu.com – Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) kini menggaungkan istilah pinjaman daring (pindar) untuk industri financial technology (fintech) peer to peer (P2P) landing. Hal ini untuk membedakan perusahaan yang ilegal atau pinjaman online (pinjol) ilegal dan perusahaan yang diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

    Ketua Klaster Pendanaan Syariah AFPI Chairul Aslam mengatakan, pindar merupakan solusi keuangan yang lebih aman dan transparan dibandingkan pinjaman online (pinjol).

    Chaslam, sapaan akrab Chairul Aslam menyebut ada lima perbedaan antara pindar dan pinjol.

    “Pertama, pindar memiliki izin resmi dari OJK dan hanya meminta tiga akses yang relevan kepada pengguna, yakni penggunaan kamera, mikrofon, dan lokasi. Kalau ada aplikasi yang meminta akses lebih di luar tiga hal tersebut, maka itu dipastikan ilegal,” ucap Chaslam pada AFPI Journalist Workshop & Gathering di Kabupaten Bandung Barat, Rabu (22/1/2025).

    Kedua, ia menyebut pindar memiliki dasar hukum yang jelas, seperti Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 40 Tahun 2024 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi yang diteken pada 24 Desember 2024. “Sedangkan pinjol tentu tidak memiliki regulasi dan bebas bertindak tanpa pengawasan, khususnya terkait bunga dan biaya,” ujarnya.

    Ketiga, bunga dan biaya yang dimiliki oleh pindar juga diatur oleh OJK. Sedangkan bunga dan biaya pinjol ilegal tidak wajar sehingga sering kali memberatkan masyarakat, terutama dalam proses penagihan.

    Keempat, penagihan pada perusahaan pindar dilakukan sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) dan juga beretika.

    “Kami tidak mengizinkan agen melakukan penagihan dengan tidak beretika, seperti pada malam hari, hari libur, dan dengan cara-cara yang kasar. Sedangkan pinjol ilegal sering dilakukan secara tidak beretika termasuk intimidasi,” ucapnya.

    Terakhir atau kelima, Chaslam menyebutkan pindar memiliki saluran pengaduan resmi yang bisa dilakukan di platform, asosiasi, hingga OJK. Hal itu bisa digunakan untuk menyelesaikan konsumen.

    “Sedangkan pinjol ilegal itu tidak ada perlindungan hukum sehingga rawan merugikan masyarakat, sehingga berbeda dengan pindar,” ucapnya.

     

  • Kemendagri perkuat pengawasan pinjol dan lindungi data pribadi warga

    Kemendagri perkuat pengawasan pinjol dan lindungi data pribadi warga

    Kemendagri akan menjadi bagian dari tim evaluasi regulasi

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian menegaskan komitmen Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dalam memperkuat pengawasan terhadap pinjaman daring atau online (pinjol) ilegal serta melindungi data pribadi masyarakat.

    Hal ini disampaikan Tito usai Rapat Koordinasi Tingkat Menteri tentang Pinjaman Daring Ilegal di Aula Utama Gedung Ex Sentra Mulia, Kantor Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Kumham Imipas), Jakarta, Selasa.

    “Kemendagri akan menjadi bagian dari tim evaluasi regulasi, karena memang sudah ada sebetulnya tim satgas ya yang dipimpin oleh OJK saat itu dan ada 16 lembaga yang masuk, di lembaga pemerintah yang masuk di antaranya Kemendagri,” kata Tito dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.

    Lebih lanjut, dia menjelaskan Kemendagri akan berperan dalam penyusunan dan evaluasi regulasi terkait pinjol dengan fokus utama pada upaya sosialisasi dan pencegahan di tingkat pemerintah daerah (pemda) hingga desa.

    “[Kami akan] melibatkan pemda-pemda [dan] desa-desa supaya masyarakat bisa memilih pinjaman online yang sah dan yang tidak,” tegasnya.

    Selain itu, dirinya juga menyoroti pentingnya perlindungan data pribadi sebagai aspek krusial dalam penyusunan regulasi.

    Ia menjelaskan sistem pinjol memanfaatkan data kependudukan yang dikelola Direktorat Jenderal (Ditjen) Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri, yakni Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang telah terintegrasi dengan data biometrik, seperti sidik jari, retina mata, dan pengenalan wajah.

    “Kami sudah melakukan kerja sama dengan lebih kurang 6.000 lembaga, baik pemerintah [maupun] non-pemerintah, termasuk lembaga keuangan, fintech,” jelas Tito.

    Dia menegaskan setiap lembaga mitra Kemendagri wajib mematuhi standar keamanan data ISO 27000. Jika terjadi kebocoran data, maka pihak yang bertanggung jawab akan dikenakan sanksi tegas sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi.

    Tito menyebut sanksinya akan diberikan kepada seluruh pihak yang membocorkan data pribadi, termasuk penyelenggara pinjol yang menyalahgunakan data klien untuk kepentingan lain.

    Sementara itu, Menteri Koordinator (Menko) Kumham Imipas Yusril Ihza Mahendra menyampaikan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) telah mengambil langkah hukum dan upaya preventif untuk menangani pinjol ilegal.

    Salah satunya, dengan memblokir situs web milik perusahaan pinjol yang tidak memiliki izin resmi.

    “Jadi yang masyarakat harus mengetahui nanti list-nya ada di OJK hanya ada 97 [pinjol] yang sudah mendapatkan izin untuk beroperasi secara legal, yang lain adalah ilegal,” tambah Yusril.

    Ia juga mengimbau masyarakat untuk segera melaporkan kepada aparat penegak hukum, khususnya kepolisian, jika menjadi korban atau mendapatkan ancaman akibat pinjaman online ilegal.

    Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
    Editor: Rangga Pandu Asmara Jingga
    Copyright © ANTARA 2025

  • Pakai Paylater Wajib Minimal Usia 18 Tahun & Gaji Rp 3 Juta, Ini Alasannya

    Pakai Paylater Wajib Minimal Usia 18 Tahun & Gaji Rp 3 Juta, Ini Alasannya

    Jakarta

    Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah mempersiapkan aturan untuk membatasi usia dan gaji bagi pengguna Buy Now Pay Later (BNPL) atau Paylater. Rencananya, usia minimal menggunakan layanan tersebut 18 tahun dan gaji sebesar Rp 3 juta per bulan.

    Kepala Departemen Pengawas Lembaga Pembiayaan dan Lembaga Keuangan Khusus OJK Ahmad Nasrullah mengatakan batasan usia itu dinilai merupakan umur seseorang dinyatakan dewasa. Kemudian, batasan itu juga diperlukan untuk meminimalisir kredit macet atau anak mudah terjerat utang.

    “Ini kita juga nggak mau nanti generasi-generasi muda itu terjerat di utang, sementara dia nggak ada kemampuan untuk membayar sebenarnya. Itulah filosofinya kenapa kita membatasi 18 tahun, itulah ukuran orang dewasa lah kira-kira seperti itu,” kata dia dalam media briefing secada virtual, Selasa (21/1/2025).

    Ahmad menyebut kebijakan ini juga bertujuan bukan hanya untuk melindungi masyarakat, tapi juga melindungi industrinya. Apalagi menurut catatannya usia muda memang banyak menggunakan layanan Paylater.

    “Kalau berdasarkan kita memang sebagian besar, ya lebih dari 50%, kelompok usia justru berasal dari usia 19 sampai 34 tahun. Namun, tetap kita masuk dan kita batasi juga selain dari sisi usia 18 tahun, tapi ada sisi penghasilannya juga. Jadi itu ya latar belakang kenapa kita membatasi 18 tahun,” terangnya.

    Selain itu, juga diatur penghasilan gaji sebesar Rp 3 juta/bulan. Ahmad mengatakan ketentuan gaji itu didasarkan dengan perhitungan rata-rata upah minimum provinsi (UMP).

    “Kita ambil dari rata-rata UMP aja lah kira-kira seperti itu angkanya. Tetap ini akan kita evaluasi, cuma yang sampai saat ini kami anggap cukup pas kalau lihat rata-rata UMP di Indonesia itu kira-kira Rp 3 juta. Ini juga untuk memastikan kemampuan bayar dari si peninjam ya terutama yang BNPL, kita anggap 3 juta ini rasanya minimal perlu kita wajibkan bagi si pengguna BNPL ini,” jelasnya.

    Untuk diketahui, dalam keterangan resmi OJK, 31 Desember 2024, OJK sedang mempersiapkan pengaturan terkait dengan skema BNPL bagi Perusahaan Pembiayaan (PP BNPL). Pokok pengaturan ini mencakup, antara lain pembiayaan PP BNPL hanya diberikan kepada nasabah/debitur dengan usia minimal 18 tahun atau telah menikah dan memiliki pendapatan minimal sebesar Rp 3.000.000,00 per bulan.

    Kewajiban pemenuhan atas persyaratan/kriteria nasabah/debitur dimaksud efektif berlaku terhadap akuisisi nasabah/debitur baru, dan/atau perpanjangan pembiayaan PP BNPL, paling lambat tanggal 1 Januari 2027.

    Selanjutnya, Perusahaan Pembiayaan yang menyelenggarakan kegiatan BNPL harus menyampaikan notifikasi kepada nasabah/debitur mengenai perlunya kehati-hatian dalam penggunaan BNPL, termasuk pencatatan transaksi debitur di dalam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK).

    “OJK dapat melakukan peninjauan kembali terhadap pengaturan tersebut di atas dengan mempertimbangkan antara lain kondisi perekonomian, stabilitas sistem keuangan, dan perkembangan industri PP BNPL,” tulis keterangan resmi itu.

    Lihat juga Video ‘Pemerintah Bakal Perketat Penggunaan NIK dalam Pinjol’:

    (aid/rrd)

  • Modus Penipuan Pinjaman Online Comot Identitas Yayasan Agama

    Modus Penipuan Pinjaman Online Comot Identitas Yayasan Agama

    Surabaya (beritajatim.com) – Modus penipuan terus berkembang seiring berjalannya waktu. Salah satunya adalah modus penipuan dengan memberikan pinjaman online yang mengatasnamakan yayasan agama.

    Dari pengamatan Beritajatim.com di media sosial, ada lebih dari 10 akun yang mempromosikan pinjaman dana dengan mengatasnamakan yayasan keagamaan. Baik di media sosial TikTok dan Instagram. Mereka kebanyakan mencantumkan nama Al-Falah yang merujuk pada kata yang sering digunakan umat muslim yang berarti keberhasilan, kemenangan, atau kebahagiaan. Dari segi logo, para penipu menggunakan background hijau dengan lambang seperti buku yang terbuka dan sedikit tulisan arab.

    Penawaran yang diiklankan pun cukup menarik. Mereka bisa melayani pinjaman mulai 5 juta – 500 juta dengan hanya membayar saat awal bulan Ramadhan. Tanpa bunga, dan menegaskan tidak melibatkan riba. Lagi-lagi simbol agama Islam digunakan oleh para pelaku.

    Beritajatim mencoba menghubungi salah satu akun dan menanyakan persyaratan untuk meminjam. Ketika pertama kali mengklik bio di salah satu akun TikTok Pinjaman Yayasan Al-Falah, Beritajatim.com diarahkan ke salah satu nomor dengan nama kontak Pinjaman Pondok Pesantren Yayasan Al-Falah dengan nomor 0857-5740-5625. Setelah dikontak dengan menyampaikan tujuan ingin pinjam dana online, akun Whatsapp itu akan memberikan keterangan bahwa Beritajatim.com tersambung dengan seorang yang mengaku Ustadz dan pimpinan yayasan Pinjaman Dana Al Falah bernama Fauzi.

    Walaupun sudah menyampaikan maksud ingin meminjam uang, Beritajatim.com diminta untuk menambahkan kontak/menyimpan nomor Pondok Pesantren Yayasan Al-Falah. Hal itu agar pihak pelaku bisa melihat aktivitas dan akan menghubungi pembayaran lewat status WA.

    Beritajatim.com lantas melakukan arahan pihak Pondok Pesantren Yayasan Al-Falah. Ketika selesai, Beritajatim.com di kirimkan persyaratan pinjaman dengan brosur yang berisi penjelasan skema peminjaman. Selain itu, pihak pemberi pinjaman juga mengirimkan video testimoni dari sejumlah orang yang menjelaskan bahwa layanan pinjaman yang mereka adalah asli. Tidak lupa, mereka juga mengirimkan gambar yang memuat logo Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Seolah-olah layanan pinjaman mereka telah diverifikasi oleh OJK.

    Untuk melakukan pinjaman, Beritajatim.com diminta untuk mengirimkan identitas pribadi seperti foto KTP, Foto Kartu Keluarga dan Foto halaman pertama buku tabungan. Lalu membayar biaya admin mulai Rp 250 ribu – Rp 350 ribu.

    Beritajatim.com lantas menelusuri alamat kantor pihak yang mengatasnamakan Pinjaman Yayasan Al-Falah. Dari hasil penelusuran, diketahui alamat kantor berada di salah satu kecamatan di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Tempat itu diberi rating bintang 2 dan dipenuhi ulasan ratusan netizen diduga korban penipuan lembaga yang sama.

    Beritajatim.com juga mengecek nama Pinjaman Pondok Pesantren Yayasan Al-Falah ke OJK. Hasilnya, nama serupa pernah dinyatakan hoaks oleh OJK namun lokasi kantornya berada di Bondowoso.

    Menanggapi fenomena ini, pakar digital dari Stikosa AWS, Hendro D Laksono mengatakan para pelaku penipuan dengan mencomot identitas keagamaan memiliki peluang lebih besar untuk mendapat kepercayaan masyarakat. Ikatan emosional dan spiritual terhadap agama di Indonesia sangat besar.

    “Agama dianggap sebagai sumber kebenaran, kejujuran, dan moralitas. Ketika penipu menggunakan nama atau simbol agama, mereka otomatis mendapatkan kepercayaan lebih besar dari masyarakat yang memiliki ikatan emosional dan spiritual terhadap agama tersebut,” kata Hendro diwawancarai Beritajatim.com, Senin (20/01/2025).

    Menurut Hendro, Agama juga menciptakan rasa kebersamaan. Orang merasa lebih dekat dan percaya pada individu atau kelompok yang mengidentifikasi diri dengan kepercayaan mereka. Akun-akun media sosial yang mengatasnamakan yayasan keagamaan sering membangun hubungan personal melalui konten yang menyentuh emosi, seperti cerita sedih, doa bersama, atau ajakan berbuat baik.

    “Mereka juga aktif membuat pesan-pesan seperti membantu orang miskin akan mendatangkan berkah atau donasi kecil bisa menyelamatkan jiwa, memanfaatkan rasa tanggung jawab religius untuk mempengaruhi perilaku,” imbuhnya.

    Keberadaan para pelaku penipu mengatasnamakan agama linier dengan kelompok masyarakat dengan kondisi ekonomi sulit dan tingkat pendidikan menengah kebawah. Kelompok ini lebih mudah terpengaruh oleh janji bantuan atau mendapat pahala besar.

    “Hal ini sering dilakukan tanpa verifikasi lebih lanjut karena dorongan emosional. Mereka enggan menanyakan keaslian atau memverifikasi informasi dari akun berbasis agama bisa dianggap tidak sopan atau kurang iman,” jelas Hendro.

    Hendro menegaskan walaupun telah banyak himbauan terkait modus penipuan serupa, namun masih banyak masyarakat menjadi korban. Hal ini karena, banyak akun penipu itu yang mencomot foto atau dokumentasi dari lembaga yayasan kredibel dan diklaim sebagai kegiatan lembaga yang menipu. Selain itu, Media sosial memungkinkan pesan menjangkau audiens luas dengan biaya rendah.

    “Ada teori, namanya bubble theory. Ada yang menyebut filter bubble. Yakni algoritma yang menampilkan konten sesuai dengan preferensi pengguna media sosial. Algoritma ini dapat membuat pengguna terisolasi dari informasi yang berbeda, sehingga dapat mempersempit pandangan dan memperkuat polarisasi,” terang Hendro.

    Ketika informasi hoaks itu dikonsumsi oleh pengguna yang punya keyakinan sendiri dan terpolarisasi, maka pengguna akan terisolasi dari informasi yang berbeda atau informasi pembanding. Sehingga, kemampuan berpikir kritis menurun dan menyebabkan bias kognitif (kondisi yang terjadi ketika alam bawah sadar salah dalam berpikir). Akibatnya, seseorang bisa mengambil keputusan yang tidak rasional. “Jadi yang namanya seruan, akan kalah dengan cara pandang emosional. Imbauan kalah dengan keyakinan dasar,” tutup Hendro. (ang/kun)

  • Waspada Modus Penipuan Pinjol, Catut Foto YDSF untuk Kelabui Korban

    Waspada Modus Penipuan Pinjol, Catut Foto YDSF untuk Kelabui Korban

    Surabaya (beritajatim.com)-  Modus kejahatan terus berkembang di era digital seperti saat ini. Salah satunya kejahatan penipuan dengan menawarkan pinjaman online (pinjol) dengan syarat dan pembayaran yang mudah. Para pelaku tidak segan menggunakan identitas yayasan dan berbagai dokumentasi kegiatan dari agama tertentu untuk melancarkan aksinya.

    Seperti yang dialami oleh Yayasan Dana Sosial Al Falah (YDSF). Nama besar YDSF digunakan oleh para pelaku untuk melakukan aksi penipuan pemberian pinjaman dana dengan tenor panjang dan persyaratan yang mudah.

    Humas YSDF, Khoirul Anam mengatakan, permasalahan ini sudah mencuat sejak tahun 2022. Saat itu muncul pesan berantai WhatsApp yang berisi tawaran pinjaman online yang mengatasnamakan Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Falah Sumber Malang, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur. Setelah ditelusuri, ternyata klaim itu tidak benar.

    “Kami menelusuri. Awalnya di Situbondo lalu berubah ke Surabaya (kantornya). Kami nyatakan itu fiktif dan penipuan,” kata Anam saat dihubungi beritajatim.com, Senin (20/01/2025).

    Pada tahun 2023, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan penipuan pinjaman online yang mengatasnamakan Yayasan/Pondok Pesantren Al-Falah yang juga mencantumkan logo OJK. OJK mengaku tidak pernah memberikan izin penyelenggara fintech peer-to-peer lending atau pinjaman online kepada Yayasan atau Pondok Pesantren Al-Falah.

    “Setelah ada himbauan dari OJK itu mereka seperti redup dan hilang. Baru muncul kembali awal 2025,” tutur Khoirul.

    Khoirul menjelaskan, pada awal 2025 ada sejumlah orang datang ke kantornya menanyakan kebenaran layanan pinjaman online yang menggunakan nama Yayasan Al Falah. Saat itu, dijelaskan bahwa YDSF tidak memiliki layanan pinjaman online seperti yang diinformasikan di berbagai platform media sosial.

    “Kami lantas berpura-pura menjadi nasabah. Mereka mengaku memiliki alamat kantor di Surabaya. Alamat yang disebutkan adalah alamat kantor kami di Kertajaya,” tuturnya.

    Khoirul juga menemukan para penipu menggunakan foto-foto aktivitas YDSF yang dicomot dari web dan media sosial. Hal itu dilakukan agar korban percaya bahwa layanan pinjaman online itu ada. Sampai saat ini, masih ada sejumlah orang yang datang ke kantor YDSF untuk memverifikasi terkait layanan itu.

    Khoirul menegaskan bahwa YDSF tidak pernah meluncurkan program pinjaman online. Bagi masyarakat yang sudah melihat layanan itu dan ingin mengkonfirmasi kepada YDSF bisa menghubungi nomor 0315056650 atau WhatsApp di 081615445556. Atau di media sosial resmi YDSF @ydsfku dengan tanda verified di akunnya.

    “Modusnya mereka minta transfer dahulu untuk biaya admin. Ada yang datang ke kami sudah tertipu lalu minta ganti. Juga ada yang belum tertipu mereka tanya ke kami. Kami jelaskan bahwa itu adalah penipuan mengatasnamakan YDSF. Kami juga korban,” tuturnya.

    Atas kejadian ini, pihak YDSF akan mempertimbangkan untuk membawa permasalahan ini ke ranah hukum. Namun, saat ini pihak YDSF sedang masif memberikan edukasi dan klarifikasi kepada masyarakat agar tidak mudah percaya kepada informasi yang beredar di media sosial. [ang/aje]

  • 8
                    
                        Terlilit Pinjol, Eks Manager Rampok SPBU Shell Bintaro
                        Megapolitan

    8 Terlilit Pinjol, Eks Manager Rampok SPBU Shell Bintaro Megapolitan

    Terlilit Pinjol, Eks Manager Rampok SPBU Shell Bintaro
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Perampokan terjadi di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU)
    Shell Bintaro
    , Pondok Aren, Tangerang Selatan, pada Rabu (1/1/2025).
    Diduga pelaku perampokan adalah mantan manager SPBU Shell. Dalam kejadian ini, uang sebesar Rp 60 juta dan ponsel berhasil dibawa terduga pelaku.
    Menurut Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary, Peristiwa tersebut terjadi pada pada pukul 03.00 WIB.
    Saat itu, terduga pelaku datang mengenakan sepeda motor dan menggunakan jaket aplikasi ojek
    online
    .
    Setelah itu, pelaku yang datang ke SPBU Shell Bintaro mengetuk pintu kantor. Setelah pintu terbuka, salah satu pelaku langsung menodongkan senjata api.
    “Saat korban buka pintu, dia langsung ditodong dengan senjata api jenis pistol warna hitam dan langsung menanyakan kunci brankas,” kata Ade Ary.
    Karena tidak memiliki kunci brankas, korban menghubungi saksi AH untuk membawakan kunci tersebut.
    Setelah AH masuk ke dalam kantor, pelaku memaksa untuk membuka brankas dan mengambil uang sekitar Rp 60.000.000.
    “Pelaku juga mengambil
    handphone
    korban dan menaruhnya di depan pintu brankas, lalu mengunci brankas dari luar,” ujar Ade Ary.
    Setelah dilakukan upaya penyelidikan, pelaku adalah IA (34), yang merupakan mantan karyawan SPBU Shell Bintaro dan pernah menjabat sebagai shift manager.
    “Pelaku pernah bekerja di SPBU Shell Bintaro sejak 2016 sampai dengan 2021. Saat itu yang bersangkutan sebagai shift manager,” ujar Kapolres Tangerang Selatan, AKBP Victor Inkiriwang.
    Sebelum beraksi, menurut Victor, pelaku terlebih dahulu melakukan survei pada 23 Desember 2024 untuk mengetahui jadwal karyawan yang bertugas.
    “Itu untuk mengetahui jadwal karyawan yang bekerja saat nanti dia beraksi,” kata Victor.
    Victor mengungkapkan, pelaku merencanakan perampokan dengan matang, memanfaatkan pengetahuannya tentang kondisi dan jadwal karyawan yang bertugas.
    “Pelaku melakukan survei beberapa hari sebelum beraksi untuk mengetahui siapa saja yang bertugas dan jam berapa mereka ada di kantor,” ujar Victor.
    Kemudian, IA beraksi pada Rabu (1/1/2025), pukul 03.00 WIB, usai perayaan tahun baru.
    “Tersangka saat beraksi mengenakan jaket serta helm ojek
    online
    untuk menutupi identitasnya,” kata Victor.
    Menurut Victor, pelaku nekat melakukan aksi perampokan di Shell Bintaro karena terlilit pinjaman
    online
    (pinjol).
    “Tersangka melancarkan aksinya itu karena punya utang pinjol,” ujar Victor Inkiriwang .
    Tersangka menggunakan uang hasil perampokan untuk melunasi hutang pinjolnya, yang tersisa Rp 18.560.000.
    “Kami menemukan barang bukti berupa uang tunai senilai Rp 18.560.000. Barang bukti itu sudah kami sita,” kata Victor.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.