Produk: Peraturan Menteri Keuangan (PMK)

  • Jelang implementasi coretax, pemadanan NIK-NPWP hampir rampung

    Jelang implementasi coretax, pemadanan NIK-NPWP hampir rampung

    Jadi, hanya tinggal 0,68 persen lagi atau kurang lebih 521 ribu yang belum dipadankan

    Bandung (ANTARA) – Menjelang implementasi Core Tax Administration System (CTAS) atau coretax, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melaporkan pemadanan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sudah hampir rampung.

    Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti mengungkapkan pemadanan NIK-NPWP per 3 Desember 2024 telah mencapai 75.939.355 dari total 76.460.637 NIK, atau sebesar 99,32 persen.

    “Jadi, hanya tinggal 0,68 persen lagi atau kurang lebih 521 ribu yang belum dipadankan,” kata Dwi saat media briefing di Bandung, Jawa Barat, Rabu.

    Dia merinci, sebanyak 71,34 juta NIK-NPWP dipadankan oleh sistem dan 4,6 juta NIK-NPWP dipadankan secara mandiri oleh wajib pajak.

    Dia mengimbau wajib pajak untuk segera melakukan pemadanan NIK-NPWP, mengingat sistem coretax rencananya dikejar untuk mulai diimplementasikan pada awal 2025 mendatang.

    Coretax merupakan sistem inti administrasi perpajakan yang disiapkan untuk meningkatkan efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas dalam administrasi perpajakan. Sistem ini akan mengotomasi layanan administrasi pajak dan memberikan analisis data berbasis risiko untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

    Sembari menunggu peluncuran coretax, Kementerian Keuangan mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan.

    PMK 81/2024 mencabut 42 peraturan perpajakan yang telah ada sebelumnya. Salah satu perubahan signifikan dari peraturan ini adalah perubahan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak yang kini diseragamkan. Meski seragam, tak semua jenis pajak memiliki tanggal jatuh tempo yang sama.

    Adapun penjelasan teknis mengenai coretax tercantum pada Pasal 464 hingga 467.

    Pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban wajib pajak untuk masa pajak Januari 2025 serta Pajak Bumi dan Bangunan (PPB) tahun pajak 2025 dilakukan secara terpusat menggunakan NPWP.

    Sementara tata cara pembayaran pajak dalam mata uang dolar Amerika Serikat (AS) serta penghitungan dan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dan imbalan bunga ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak dan Direktur Jenderal Perbendaharaan.

    Untuk tata cara pengecualian pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak serta Direktur Jenderal Bea dan Cukai.

    Meski begitu, belum semua ketentuan diatur dalam PMK 81/2024. Sejumlah ketetapan akan diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Pajak, salah satunya mengenai kriteria wajib pajak yang dibebaskan dari kewajiban melapor Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT).

    Pewarta: Imamatul Silfia
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2024

  • DJP: Lapor SPT Tahunan PPh 2024 belum gunakan coretax

    DJP: Lapor SPT Tahunan PPh 2024 belum gunakan coretax

    Untuk SPT Tahunan PPh orang pribadi maupun badan baru menggunakan coretax pada SPT Tahunan tahun 2025 yang akan disampaikan pada tahun 2026

    Jakarta (ANTARA) – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyatakan pelaporan Surat Pemberitahunan (SPT) Tahunan untuk pajak penghasilan (PPh) tahun 2024 belum menggunakan sistem coretax.

    Artinya, pada masa pelaporan SPT Tahunan hingga 31 Maret 2025 untuk wajib pajak orang pribadi dan 30 April 2025 untuk wajib pajak badan, masih dilakukan melalui laman DJP Online.

    “Untuk SPT Tahunan PPh orang pribadi maupun badan baru menggunakan coretax pada SPT Tahunan tahun 2025 yang akan disampaikan pada tahun 2026,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti saat media briefing di Bandung, Jawa Barat, Rabu.

    Dwi menjelaskan sistem coretax rencananya baru akan mulai diimplementasikan pada Januari 2025, sehingga data transaksi pajak tahun 2024 belum terekam dalam sistem tersebut.

    Sementara transaksi pajak tahun depan, seiring dengan peluncuran coretax, akan terdata pada sistem coretax.

    Hingga sejauh ini, pengembangan coretax telah memasuki tahap akhir, yaitu pengujian penerimaan pengguna (User Acceptance Testing/UAT) dan pengujian operasional (Operational Acceptance Test/OAT).

    Sambil menunggu implementasi pada 1 Januari mendatang, DJP memberikan edukasi baik secara internal maupun eksternal.

    Edukasi internal diberikan kepada pegawai melalui sistem pelatihan. Sementara edukasi eksternal menyasar kelompok wajib pajak.

    “Yang lainnya masih terus dilakukan oleh unit-unit kantor vertikal kami di seluruh Indonesia. Mudah-mudahan nanti pada saat implementasi, wajib pajak sudah banyak memahami juga,” ujar Dwi.

    DJP pun telah menyediakan berbagai saluran untuk mendukung pembelajaran mandiri, seperti 59 video tutorial coretax di YouTube, materi salindia, serta simulator interaktif coretax berbasis internet.

    Penjelasan rinci terkait implementasi coretax tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 81 Tahun 2024. Beleid itu dikeluarkan untuk memastikan penerapan coretax dapat berjalan baik sesuai dengan yang direncanakan.

    Pewarta: Imamatul Silfia
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2024

  • Pungutan Ekspor Minyak Kelapa Sawit dan Biji Kakao Naik, Simak Rinciannya – Page 3

    Pungutan Ekspor Minyak Kelapa Sawit dan Biji Kakao Naik, Simak Rinciannya – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengumumkan Harga Referensi (HR) komoditas minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) untuk penetapan bea keluar (BK) dan tarif Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (tarif BLU BPDP-KS) sebesar USD 1.071,67 per MT pada periode Desember 2024. 

    Harga Referensi  yang menjadi dasar Pungutan Ekspor (PE) ini naik USD 109,70 atau 11,40 persen dari periode November 2024 yang tercatat sebesar USD 961,97 per MT.

    Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Isy Karim menjelaskan, penetapan ini tercantum dalam ‘Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 1617 tahun 2024 tentang Harga Referensi Crude Palm Oil yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit’ untuk periode 1—31 Desember 2024.

    Sedangkan, penetapan BK CPO periode Desember 2024 merujuk pada Kolom Angka 9 Lampiran Huruf C Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 38 Tahun 2024 yang sebesar USD 178/MT. Sementara itu, Pungutan Ekspor CPO periode 1—31 Desember 2024 merujuk pada Lampiran I PMK Nomor Nomor 62 Tahun 2024 sebesar 7,5 persen dari HR CPO periode Desember 2024 yaitu sebesar USD 80,3752/MT.

    “Saat ini, HR CPO meningkat menjauhi ambang batas USD 680/MT. Untuk itu, merujuk pada PMK yang berlaku, pemerintah mengenakan BK CPO sebesar USD 178/MT dan PE CPO sebesar 7,5 persen dari HR CPO periode Desember 2024 yaitu sebesar USD 80,3752/MT,” kata Isy Karim dalam keterangan tertulis, Rabu (4/12/2024).

    Isy menjelaskan, penetapan HR CPO diperoleh dari rata-rata harga periode 25 Oktober—24 November 2024 pada Bursa CPO di Indonesia sebesar USD 1.019,97/MT, Bursa CPO di Malaysia sebesar USD 1.123,37/MT, dan Pasar Lelang CPO Rotterdam sebesar USD 1.279,33/MT.

    “Berdasarkan Permendag Nomor 46 Tahun 2022, bila terdapat perbedaan harga rata-rata pada tiga sumber harga sebesar lebih dari USD 40, maka perhitungan HR CPO menggunakan rata-rata dari dua sumber harga yang menjadi median dan sumber harga terdekat dari median, yakni bursa CPO di Indonesia dan Malaysia. Sesuai dengan perhitungan tersebut, maka ditetapkan HR CPO sebesar USD 1.071,67/MT,” terang Isy.

     

  • Kemendag: Kenaikan CPO dipengaruhi peningkatan permintaan dari India

    Kemendag: Kenaikan CPO dipengaruhi peningkatan permintaan dari India

    Jakarta (ANTARA) – Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyebut kenaikan harga referensi (HR) komoditas minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) dipengaruhi peningkatan permintaan dari India, Eropa, dan Amerika Utara.

    Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Isy Karim mengatakan HR CPO untuk penetapan bea keluar (BK) dan tarif Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BLU BPDP-KS) tercatat sebesar 1.071,67 dolar AS per metrik ton (MT) pada periode Desember 2024.

    Nilai HR yang juga menjadi pungutan ekspor (PE) ini, naik 109,70 dolar AS atau 11,40 persen dari periode November 2024 yang tercatat sebesar 961,97 dolar AS per MT.

    “Peningkatan HR CPO dipengaruhi peningkatan permintaan, terutama dari India serta wilayah Eropa dan Amerika Utara, yang tidak diimbangi dengan peningkatan produksi global. Di samping itu, terjadi penurunan produksi, larangan sementara ekspor CPO dari Thailand, peningkatan konsumsi domestik di Malaysia, serta pelemahan mata uang ringgit yang turut mengerek HR CPO,” kata Isy melalui keterangan di Jakarta, Rabu.

    Penetapan ini tercantum dalam Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 1617 Tahun 2024 tentang
    Harga Referensi Crude Palm Oil yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit untuk Periode 1-31 Desember 2024.

    Sedangkan, penetapan BK CPO periode Desember 2024 merujuk pada Kolom Angka 9 Lampiran Huruf C Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 38 Tahun 2024 yang sebesar 178 dolar AS per MT.

    Sementara itu, pungutan ekspor CPO periode 1-31 Desember 2024 merujuk pada Lampiran I PMK Nomor Nomor 62 Tahun 2024 sebesar 7,5 persen dari HR CPO periode Desember 2024 yaitu sebesar 80,3752 dolar AS per MT.

    Isy menjelaskan penetapan HR CPO diperoleh dari rata-rata harga periode 25 Oktober-24 November 2024 pada Bursa CPO di Indonesia sebesar 1.019,97 dolar AS per MT, Bursa CPO di Malaysia sebesar 1.123,37 dolar AS per MT, dan Pasar Lelang CPO Rotterdam sebesar 1.279,33 dolar AS per MT.

    Selain itu, lanjut Isy, minyak goreng (refined, bleached, and deodorized/RBD palm olein) dalam kemasan bermerek dan dikemas dengan berat netto ≤ 25 kg dikenakan BK 48 dolar AS per MT.

    Untuk penetapan merek, diatur dalam Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 1618 Tahun 2024 tentang Daftar Merek Refined, Bleached, and Deodorized (RBD) Palm Olein dalam Kemasan Bermerek dan Dikemas dengan Berat Netto ≤ 25 Kg.

    Pewarta: Maria Cicilia Galuh Prayudhia
    Editor: Kelik Dewanto
    Copyright © ANTARA 2024

  • Pemerintah Umumkan Insentif Perumahan Minggu Depan, Ini Bocorannya

    Pemerintah Umumkan Insentif Perumahan Minggu Depan, Ini Bocorannya

    Jakarta CNBC Indonesia – Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Pemukiman (PKP) Fahri Hamzah memberi sinyal pemerintah bakal memberikan insentif dalam waktu dekat. Sayangnya Ia enggan memperinci jenis pajak yang dimaksud.

    “(Insentif) pekan depan akan diumumkan resmi oleh Menko Perekonomian dan Menteri Keuangan,” kata Fahri di kantor Kemenko Perekonomian, Selasa (3/12/2024).

    Namun ia enggan memberi bocoran insentif apa yang bakal diberikan, termasuk angka yang bakal keluar.

    “Besok biar tepat omongannya, angkanya, segala macam nanti kita tunggu pekan depan,” ujar Fahri.

    Ditanya waktu perilisannya, Ia juga enggan menjawab dengan lugas.

    “Ya pekan depan tunggu aja,” sebut Fahri.

    Sebelumnya, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengatakan, aturan Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) tengah digodok. Ia mengatakan, ketentuan berupa peraturan menteri keuangan itu tinggal menunggu ketetapan menteri-menteri terkait.

    “Tinggal penetapan kok. Saat ini sedang dalam proses penetapan bersama,” ucap Prastowo beberapa waktu lalu.

    Mulanya, insentif PPN DTP yang berlaku hingga hingga Desember 2024 hanya sebesar 50%, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 7 Tahun 2024 tentang PPN atas Penyerahan Rumah Tapak dan Satuan Rumah Susun yang Ditanggung Pemerintah.

    Aturan itu membagi dua periode pemberian insentif PPN DTP. Pertama, penyerahan rumah untuk periode 1 Januari-30 Juni 2024 dengan PPN DTP diberikan sebesar 100% dari PPN yang terutang.

    Lalu, periode kedua, untuk penyerahan rumah periode 1 Juli sampai dengan 31 Desember 2024, PPN DTP yang diberikan harusnya 50% dari PPN yang terutang dari bagian Dasar Pengenaan Pajak (DPP) sampai dengan Rp2 miliar dengan harga jual maksimal Rp5 miliar, sebelum akhirnya kini akan ditetapkan kembali menjadi 100%.

    (fab/fab)

  • Dilema Pajak Kelas Menengah, PTKP Turun atau PPN Naik jadi 12%?

    Dilema Pajak Kelas Menengah, PTKP Turun atau PPN Naik jadi 12%?

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah bersiap menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada Januari 2025, sementara rekomendasi OECD mendorong penurunan ambang batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Kebijakan yang membuat kelas menengah terjepit jika dilaksanakan karena keduanya menggerus daya beli kelas menengah?

    Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan menegaskan bahwa pemerintah telah memberikan sejumlah insentif untuk mendukung daya beli masyarakat kelas menengah. Insentif ini mencakup berbagai skema perpajakan hingga subsidi untuk berbagai sektor.

    Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Dwi Astuti menjelaskan bahwa pemerintah menyediakan Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk sektor properti dan otomotif. Program ini mencakup pembelian rumah tapak dengan harga hingga Rp5 miliar dan pembelian kendaraan listrik.

    “Apakah benar masyarakat yang golongan menengah ini tidak diberi insentif? Ada skema penguatan daya beli masyarakat, misalnya PPN DTP. Ini skema insentif kepada masyarakat dengan penghasilan menengah ke atas,” ujar Dwi melalui kanal YouTube Ditjen Pajak, Selasa (26/11/2024).

    Dia menambahkan, sektor properti dan otomotif diprioritaskan karena melibatkan tenaga kerja yang besar dan memiliki efek berganda terhadap industri lain, seperti bahan bangunan hingga perabotan rumah.

    Selain itu, pemerintah juga memberikan subsidi energi, termasuk subsidi listrik, LPG, hingga BBM. “Pertalite yang juga masih disubsidi oleh pemerintah. Yang punya motor pasti golongan menengah ke atas. Ini adalah belanja-belanja subsidi yang memang disiapkan,” tambahnya.

    Dalam kesempatan terpisah, terkait rencana kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% per 1 Januari 2025 menuai perhatian publik. Dwi Astuti menegaskan bahwa pemerintah telah memberikan informasi terkait kebijakan ini sesuai amanat Undang-Undang No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

    “Perlu kami sampaikan bahwa selama ini pemerintah memulai strategi komunikasi dengan publikasi manfaat pajak,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (26/11/2024).

    Dia menambahkan bahwa manfaat kenaikan PPN akan kembali kepada masyarakat melalui berbagai program sosial seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT), Program Keluarga Harapan (PKH), subsidi energi, hingga program pendidikan.

    Namun, Komisi Informasi Pusat mengkritik Kementerian Keuangan karena dinilai kurang transparan terkait tujuan spesifik kenaikan PPN. Komisioner Komisi Informasi Pusat Rospita Vici Paulyn menyatakan bahwa masyarakat membutuhkan penjelasan lebih rinci tentang alokasi tambahan penerimaan pajak untuk program tertentu. “Hal-hal seperti itu yang harus pemerintah sampaikan secara rinci sehingga masyarakat kemudian berpikir ulang,” kata Rospita dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (25/11/2024).

    Masukan dari OECD

    Sementara itu, laporan terbaru dari Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) memberikan rekomendasi kepada pemerintah Indonesia untuk menurunkan ambang batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Pajak Penghasilan (PPh). Saat ini, ambang batas PTKP di Indonesia ditetapkan sebesar Rp54 juta per tahun, yang menurut OECD, terlalu tinggi dibandingkan dengan rata-rata internasional.

    “Akibatnya, kebanyakan kelas menengah yang sedang bertambah jumlahnya tidak kena pajak penghasilan,” tulis lembaga pemikir itu dalam OECD Economic Surveys: Indonesia November 2024. Laporan ini juga merekomendasikan penyesuaian tarif pajak bagi kelompok penghasilan lebih tinggi untuk meningkatkan penerimaan negara.

    PTKP adalah besaran penghasilan yang tidak diperhitungkan dalam pajak. Dengan menurunkan PTKP, maka OECD mendorong lebih banyak jumlah orang yang kena pajak. Langkah itu diyakini akan mendatangkan uang segar bagi pemerintah hingga Rp200 triliun. Sementara itu, pemerintah memilih menambah tarif PPh orang pribadi di 35% untuk lapisan penghasilan kena pajak di atas Rp5 miliar atau orang kaya. 

    Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute Prianto Budi Saptono menilai bahwa pemerintah sebaiknya lebih memilih memaksimalkan pajak dari golongan berpenghasilan tinggi daripada menurunkan PTKP. “Keputusan pemerintah lebih rasional karena [memajaki orang kaya] dapat meningkatkan penerimaan pajak lebih signifikan dari penurunan PTKP,” katanya, Kamis (28/11/2024).

    Laporan OECD juga menyoroti perlunya reformasi administrasi pajak untuk meningkatkan penerimaan negara. Dalam laporan yang sama, OECD memperkirakan bahwa perbaikan administrasi pajak dapat menambah penerimaan hingga 1% dari Produk Domestik Bruto (PDB), atau sekitar Rp208,9 triliun berdasarkan PDB 2023.

    Direktorat Jenderal Pajak kini sedang mempersiapkan peluncuran Core Tax Administration System (CTAS) pada 2025, yang diharapkan dapat meningkatkan efisiensi sistem perpajakan melalui digitalisasi dan integrasi data.

    Pemerintah pun menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 81/2024 untuk mendukung implementasi sistem ini, yang mencakup fitur pengisian otomatis data pajak. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak dan mengoptimalkan penerimaan negara.

  • Bukan Naikkan PPN, Ini Saran OECD agar Indonesia Dapat Tambahan Pajak Rp200 Triliun

    Bukan Naikkan PPN, Ini Saran OECD agar Indonesia Dapat Tambahan Pajak Rp200 Triliun

    Bisnis.com, JAKARTA — Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi atau Organisation for Economic Co-operation and Development/OECD mengungkapkan Indonesia berpotensi mendapat tambahan PDB lebih dari Rp200 triliun dengan memperbaiki administrasi pajak.

    Hal tersebut tercantum dalam Survei Ekonomi OECD Indonesia 2024 yang baru meluncur pada Selasa (26/11/2024).

    Dalam dokumen itu OECD mendorong reformasi administrasi pajak, termasuk meningkatkan kepatuhan terhadap pelaporan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi. Selain itu perlu upaya melalui digitalisasi, penggunaan data pihak ketiga, serta meningkatkan jumlah pegawai pajak.  

    OECD dalam laporan tersebut menyebutkan bahwa melalui perbaikan administrasi pajak atau tax administration, dapat mengerek pendapatan hingga 1% dari produk domestik bruto (PDB). Melihat data Badan Pusat Statistik (BPS), dengan PDB atas dasar harga berlaku (ADHB) 2023 senilai Rp20.892,4 triliun, artinya tambahan pendapatan negara dapat mencapai Rp208,924 triliun. 

    Adapun, OECD mendorong Indonesia untuk merujuk pengalaman internasional dalam meningkatkan pendapatan pajak.

    Pertama, yakni memanfaatkan sepenuhnya digitalisasi, yang membutuhkan konektivitas yang memadai dan personel pajak yang cakap. Kedua, memperkuat manajemen risiko kepatuhan, termasuk melalui pembuatan profil risiko secara otomatis.

    Ketiga, mengadopsi sistem komputer untuk memproses data pihak ketiga dan mengisi ulang SPT. Keempat,mengisi kantor administrasi pajak dengan staf yang memadai dengan personil yang berkualitas dan diberi insentif. 

    OECD bahkan memberikan beberapa contoh implementasi di sejumlah negara sehingga Indonesia dapat mengadopsinya. Seperti Yordania, mensyaratkan bukti bahwa pajak telah dibayarkan untuk perpanjangan izin usaha.

    Di Uganda, otoritas pajak memberikan pengingat melalui pesan singkat ke rumah tangga dan bisnis tentang tenggat waktu pengajuan pajak diperkirakan dapat meningkatkan pembayaran pajak sebesar 7%.

    Sementara di Kosta Rika dengan mengirimkan email yang mengingatkan bisnis tentang penegakan pajak, menggarisbawahi kemungkinan audit, penutupan bisnis, dan dipermalukan di depan umum diperkirakan telah meningkatkan rasio pengumpulan pajak sebesar 3,4%.

    Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen) Pajak Kemenkeu sendiri tengah bersiap untuk meluncurkan Core Tax Administration System (CTAS) pada 2025 mendatang.

    Pemerintah bahkan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81/ 2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (Coretax).

    Salah satunya, terdapat fitur prepopulated atau pengisian otomatis, di mana bukti potong akan langsung terintegrasi pada akun pajak. 

  • Bukan Revisi, Aturan Tax Amnesty Jilid III Akan Beda Jauh dengan Jilid I dan II

    Bukan Revisi, Aturan Tax Amnesty Jilid III Akan Beda Jauh dengan Jilid I dan II

    Bisnis.com, JAKARTA — RUU tentang Pengampunan Pajak yang masuk Prolegnas Prioritas DPR 2025 bukanlah revisi dari aturan lama. Akibatnya, ketentuan tax amnesty jilid III kemungkinan besar akan berbeda jauh dari tax amnesty jilid I maupun jilid II.

    Usulan RUU Tax Amnesty pertama kali muncul dalam rapat kerja antara Badan Legislasi (Baleg) DPR dengan pemerintah dan DPD pada Senin (18/11/2024). Ketika itu, RUU Tax Amnesty ditulis sebagai usulan dari Baleg DPR.

    Ketua Baleg DPR Bob Hasan menjelaskan bahwa pihaknya mengusulkan beleid dengan nomenklatur RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11/2016 tentang Pengampunan Pajak. Artinya, Baleg DPR ingin merevisi UU Tax Amnesty yang lama.

    Kendati demikian, Bob mengungkap bahwa Komisi XI DPR bersurat kepada Baleg DPR untuk ‘mengambil alih’ usulan RUU Tax Amnesty tersebut. Dalam usulan Komisi XI, ternyata nomenklaturnya diganti menjadi RUU tentang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty).

    Oleh sebab itu, Komisi XI bukan ingin merevisi UU Tax Amnesty yang lama melainkan membuat beleid baru dari nol sehingga akan terjadi banyak perubahan ketentuan dalam pelaksanaan tax amnesty jilid III nantinya.

    “Kalau sudah sampai 50% perubahan di setiap Undang-Undang itu, ya sudah judulnya bukan revisi tapi ya judul baru,” jelas Bob kepada Bisnis, Jumat (22/11/2024).

    Di samping itu, politisi Partai Gerindra tersebut paham betul muncul sejumlah kritik atas wacana penerapan kembali pengampunan pajak atau tax amnesty jilid III.

    Kendati demikian, dia mengingatkan bahwa pemerintah baru Presiden Prabowo Subianto memerlukan dana yang tidak sedikit untuk mengeksekusi berbagai program unggulan seperti makan bergizi gratis hingga renovasi dan pembangunan sekolah-sekolah.

    Menurutnya, program tax amnesty bisa menjadi salah satu cara untuk meraih dana segar jumbo secara instan bagi pemerintah. Bagaimanapun, para konglomerat akan membayar uang tebusan atas pengungkapan atau deklarasi harta yang selama ini tidak dipajaki.

    “Intinya itu pemerintah butuh duit. Untuk ngolah-ngolah semua ini kan enggak mungkin dengan selalu pinjam-pinjam,” jelas Bob.

    Sebagai informasi, dalam 10 tahun terakhir, pemerintah sebenarnya sudah pernah dua kali mengeluarkan kebijakan tax amnesty.

    Pertama, tax amnesty jilid I pada 18 Juli 2016—31 Maret 2017. Program tersebut dijalankan berdasarkan UU Nomor 11/2016 tentang Pengampunan Pajak, yakni UU yang ingin direvisi oleh DPR.

    Tax amnesty jilid I diperuntukkan untuk seluruh wajib pajak, baik orang pribadi maupun badan usaha. Tarifnya pun berbeda-beda tergantung waktu pelaporan dan repatriasi harta, mulai dari 2% hingga 10%.

    Kedua, tax amnesty jilid II atau Program Pengungkapan Sukarela (PPS) pada 1 Januari—30 Juni 2022. Dasar hukumnya berdasarkan UU Nomor 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang kemudian diperkuat dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 196/PMK.03/2021.

    Peruntukan tax amnesty jilid II/PPS dibagi menjadi dua. Kebijakan I, untuk wajib pajak yang telah mengikuti tax amnesty jilid I tetapi masih memiliki harta yang belum dilaporkan; Kebijakan II, untuk wajib pajak orang pribadi yang memiliki harta yang diperoleh pada 2016—2020 tetapi belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) 2020.

    Sedangkan tarifnya lebih tinggi dibanding tax amnesty jilid I. Kebijakan I, 6%—11% tergantung pada repatriasi atau investasi; Kebijakan II, 12%—18% tergantung lokasi harta (dalam atau luar negeri) dan pengalihan ke investasi dalam negeri.

    Belakangan, muncul wacana tax amnesty Jilid III usai DPR resmi memasukkan RUU Tax Amnesty ke dalam Prolegnas Prioritas 2025. Kendati demikian, belum jelas arah RUU Tax Amnesty yang baru tersebut.

    Ketua Komisi XI DPR Misbakhun menjelaskan bahwa pembahasan RUU Tax Amnesty masih akan sangat panjang. Setelah disahkan masuk Prolegnas Prioritas 2025, pimpinan DPR masih akan menentukan RUU Tax Amnesty nantinya akan menjadi inisiatif pemerintah atau parlemen.

    Jika menjadi inisiatif DPR maka naskah akademik dan draf RUU Tax Amnesty akan disusun oleh Komisi XI. Sebaliknya, jika menjadi inisiatif pemerintah maka naskah akademik dan draf RUU Tax Amnesty akan disusun oleh Kementerian Keuangan.

    Oleh sebab itu, Misbakhun mengaku belum bisa menjelaskan substansi yang akan dibahas dalam RUU Tax Amnesty. Kendati demikian, dia tidak menampik bahwa nantinya akan ada tax amnesty jilid III apabila beleid tersebut selesai dibahas.

    “Sektor apa saja yang akan dicakup di dalam tax amnesty itu, tax amnesty itu meliputi perlindungan apa saja, ya nanti kita bicarakan sama pemerintah,” ujar Misbhakun di Kantor Bappenas, Jakarta Pusat, Selasa (19/11/2024).

    Bisnisgrafik Tax Amnesty: Mengampuni ‘Pendosa’ Pajak. / Bisnis-M. Imron GhozaliPerbesar

  • PPN Mulai Tahun Depan Naik, Begini Imbasnya ke Mobil Bekas

    PPN Mulai Tahun Depan Naik, Begini Imbasnya ke Mobil Bekas

    Jakarta

    Tidak cuma pungutan pajak pertambahan nilai (PPN) mobil baru yang naik. PPN untuk mobil bekas juga bakal meningkat. Namun kondisi pasar mobil bekas tidak akan berdampak.

    Diakui dengan naiknya PPN, pasar mobil baru di Indonesia makin menantang. Di sisi lain, penjualan mobil di Indonesia tengah lesu. Penurunannya pun cukup signifikan. Dalam data penjualan wholesales yang dirilis Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), sepanjang Januari hingga September 2024 baru terjual 633.218 unit atau turun 16,2 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2023.

    Balai Lelang Otomotif JBA Indonesia resmi beroperasi selama 13 tahun di Indonesia. Perusahaan itu mencatatkan kenaikan signifikan dengan melelang lebih dari 220.000 mobil dan lebih dari 180.000 motor sejak berdiri 2011 lalu. Angka yang terus meningkat ini menembus angka penjualan mobil lebih dari 57.000 unit mobil dan 42.000 unit motor pada akhir kuartal tiga tahun ini.

    “Jualan mobil baru lagi agak lesu, tetapi yang kami lihat itu ada switching ke mobil bekas yang memang justru jadi peluang buat JBA untuk terus besarkan market,” kata Chief Operating Officer JBA Indonesia, Deny Gunawan di Jakarta.

    PPN atas penyerahan kendaraan bermotor bekas bukan pengaturan jenis pajak baru, melainkan sudah dikenakan sejak tahun 2000. Ini pun dikenakan jika membelinya kepada pengusaha jual beli kendaraan bekas.

    PPN atas penyerahan kendaraan bermotor bekas diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 65 Tahun 2022 dari yang sebelumnya pada PMK Nomor 79 Tahun 2010 tentang Pedoman Perhitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Kegiatan Usaha Tertentu. Aturan yang saat ini berlaku dinilai lebih sederhana.

    Dalam Pasal 2 Ayat 2 setiap transaksi jual beli kendaraan bermotor bekas, baik itu mobil atau motor akan dikenakan pajak pertambahan nilai atau PPN bagi para pembeli. Adapun untuk besaran pajak yang dikenakan, yakni 1,1 persen untuk periode 2022. Besaran itu akan meningkat jadi 1,2% pada 2025 seiring dengan kenaikan tarif PPN.

    Hal itu diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 65 Tahun 2022 tentang PPN atas Penyerahan Kendaraan Bermotor Bekas. Aturan diteken pada 30 Maret 2022.

    “Pengusaha kena pajak yang melakukan kegiatan usaha tertentu berupa penyerahan kendaraan bermotor bekas wajib memungut dan menyetorkan PPN yang terutang atas penyerahan kendaraan bermotor bekas dengan besaran 1,1% dari harga jual yang mulai berlaku 1 April 2022,” bunyi pasal 2 ayat (2) dan (5) aturan tersebut.

    “Saya kira ini peluang ya pak, kalau pajak naik dan pendapatan tetap saya rasa akan menjadi sulit untuk mobil baru,” kata Johan Wijaya, Sales & Operational General Manager PT JBA Indonesia.

    “Biasanya kalau (mobil baru)ada 12 persen, biasanya kita ikut PMK nya. Harga mobil dan motor bekas jauh bedanya,”

    “Sekarang dari 1,1 jadi 1,2 persen itu 150-200 ribu unit artinya tidak terlalu ada impact-nya,” tambahnya lagi.

    (riar/riar)

  • Naik Terus, Harga Emas Sudah Semahal Ini!

    Naik Terus, Harga Emas Sudah Semahal Ini!

    Jakarta

    Harga emas hari ini keluaran Logam Mulia Antam 24 Karat, Jumat (22/11/2024) kembali naik. Harga emas hari ini naik Rp 12.000 dibanding kemarin dan berada di level Rp 1.520.000 per gram. Ini merupakan hari kelima harga emas berturut-turut naik.

    Mengutip dari situs resmi Logam Mulia Antam, satuan harga emas hari ini yang terkecil ukuran 0,5 gram sekarang berada di angka Rp 804.000. Sementara harga emas 10 gram dijual dengan harga Rp 14.575.000 dan ukuran emas terbesar yakni Rp 1.000 gram (1 kg) dibanderol Rp 1.448.600.000.

    Jika ditarik dalam sepekan terakhir, pergerakan harga emas Antam terpantau bergerak di rentang Rp 1.470.000-1.508.000 per gram. Sementara dalam sebulan terakhir, pergerakan harga emas berada di rentang Rp 1.466.000-1.508.000.

    Sementara harga emas hari ini untuk buyback emas Antam naik Rp 12.000 dan berada di level Rp 1.362.000 per gram. Harga buyback adalah jika Anda ingin menjual emas, maka Antam akan membelinya dengan harga tersebut.

    Sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 34 Tahun 2017, pembelian emas batangan akan dikenakan PPh 22 sebesar 0,9%. Jika ingin mendapatkan potongan pajak lebih rendah sebesar 0,45%, harus menyertakan NPWP untuk transaksinya.

    Rincian Harga Emas Hari Ini dari Antam 1 Gram hingga 1.000 Gram, Kamis 22 November 2024

    Harga emas 0,5 gram: Rp 810.000

    Harga emas 1 gram: Rp 1.520.000

    Harga emas 2 gram Rp 2.980.000

    Harga emas 3 gram Rp 4.445.000

    Harga emas 5 gram: Rp 7.375.000

    Harga emas 10 gram: Rp 14.695.000

    Harga emas 25 gram: Rp 36.612.000

    Harga emas 50 gram: Rp 73.145.000

    Harga emas 100 gram: Rp 146.212.000

    Harga emas 250 gram: Rp 365.265.000

    Harga emas 500 gram: Rp 730.320.000

    Harga emas 1.000 gram: Rp 1.460.600.000

    Rincian Harga Emas Hari Ini dari Galeri24 1 Gram hingga 1.000 Gram 22 November 2024

    Harga emas 0,5 gram: Rp 802.000

    Harga emas 1 gram: Rp 1.488.000

    Harga emas 2 gram Rp 2.919.000

    Harga emas 5 gram: Rp 7.216.000

    Harga emas 10 gram: Rp 14.334.000

    Harga emas 25 gram: Rp 35.798.000

    Harga emas 50 gram: Rp 71.537.000

    Harga emas 100 gram: Rp 143.059.000

    Harga emas 250 gram: Rp 357.364.000

    Harga emas 500 gram: Rp 714.726.000

    Harga emas 1.000 gram: Rp 1.429.450.000.

    Demikian rincian harga emas hari ini keluaran Antam 1 gram hingga 1.000 gram, Jumat (22/11/2024).

    (fdl/fdl)