Produk: Peraturan Menteri Keuangan (PMK)

  • Akhirnya! Pembagian Anggaran dan Aset untuk Kementerian Baru Rampung

    Akhirnya! Pembagian Anggaran dan Aset untuk Kementerian Baru Rampung

    Jakarta

    Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengatakan telah menyelesaikan tugas utama dalam transisi pemerintahan baru, yakni membagikan anggaran dan aset milik negara untuk Kementerian/Lembaga baru.

    Seperti diketahui, dalam pemerintahan baru Presiden Prabowo Subianto terdapat beberapa kementerian baru dan beberapa kementerian dilakukan pemecahan.

    “Dapat kita katakan seluruh pemecahan anggaran DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) 2024 ya, aset dan kantor telah kita katakan rampung,” kata Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara, dalam konferesi pers APBN KiTa, di Kemenkeu, Rabu (11/12/2024).

    Dalam menata pembagian itu, Kemenkeu menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 90 2024 tentang Tata Cara Penggunan Anggaran dan Aset Barang Milik Negara pada Masa Transisi, untuk semua K/L yang terdampak.

    “Di dalam PMK ini kita mengatur kode bagian anggaran langsung diberikan ke seluruh K/L baru. Kode bagian anggaran secara otomatis dan ini mulai berjalan,” terangnya.

    Untuk kementerian baru hasil pemecahan kementerian lama, pembagian anggaran dan asetnya dilakukan bersamaan dengan kementerian pengampunya. Dengan demikian, Kemenkeu memastikan Kementerian baru dapat menyelesaikan anggaran 2024 dan akan diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

    “Dengan demikian K/L pengampuh, K/L baru akan dapat menyelesaikan tahun 2024 dan menyiapkan laporan keuangan K/L 2024 yang akan tetap diaudit oleh BPK,” tuturnya.

    Dalam catatan detikcom, total Kementerian di pemerintahan Prabowo sebanyak 48. Dalam jumlah itu, sebanyak 22 kementerian merupakan kementerian baru dan hasil pemecahan.

    Pembentukan kementerian dalam Kabinet Merah Putih ini berdasarkan Keputusan Presiden (KEPPRES) Nomor 133/P Tahun 2024 tentang Pembentukan Kementerian Negara dan Pengangkatan Menteri Negara Kabinet Merah Putih 2024-2029.

    Lihat juga video: Ara Cerita Prabowo-Sri Mulyani Coret Anggaran Event Tak Penting, Hemat Rp 400 T

    (ada/eds)

  • Simak Perbandingan Kebijakan PPN di Indonesia dan Vietnam

    Simak Perbandingan Kebijakan PPN di Indonesia dan Vietnam

    Bisnis.com, JAKARTA – Pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi hal yang ramai diperbincangkan masyarakat akhir-akhir ini. Pasalnya, pemerintah bakal menaikkan tarif PPN dari 11% menjadi 12% mulai 1 Januari 2025.

    Di negara Asean lainnya, yaitu Vietnam, pemerintahnya juga baru saja merilis kebijakan terkait dengan PPN. Lalu, apa perbedaannya dengan di Indonesia? Berikut informasinya:

    Kebijakan PPN di Indonesia

    Pemerintah telah memastikan kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% mulai berlaku per 1 Januari 2025. Presiden Prabowo Subianto memastikan pemberlakuan kenaikan PPN untuk barang/jasa yang berkategori mewah.

    Keputusan ini, kata Prabowo, usai dirinya menerima audiensi pimpinan DPR. Parlemen meminta Prabowo memberlakukan PPN 12% untuk barang/jasa mewah saja.

    “PPN adalah undang-undang, ya kita akan kita laksanakan, tapi selektif. Hanya untuk barang mewah,” kata Prabowo saat memberikan keterangan pers di ruang Kresidensial Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (6/12/2024).

    Dia mengatakan masyarakat miskin dilindungi dari kenaikan PPN. Hal ini juga sudah dilakukan oleh pemerintah sejak 2023. “Pemerintah tidak memungut yang seharusnya dipungut. untuk membela membantu rakyat kecil. Kalaupun naik hanya untuk barang mewah,” pungkas Prabowo.

    Selama ini sudah ada beberapa barang/jasa yang tidak dikenakan PPN. Barang/jasa yang dikecualikan tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP). Hal ini sebelumnya pernah diberlakukan dengan PP No. 49/2022.

    Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan detail ketentuan barang mewah tersebut akan menjadi wewenang Menteri Keuangan dan diatur dalam peraturan Menteri Keuangan (PMK).

    Sekadar informasi, dengan berpayung hukum dengan PMK, maka penerapan kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen mulai Januari 2025 tidak memerlukan revisi Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

  • Soal Kenaikan PPN 12 Persen pada 2025, Pengusaha Ritel Meminta Ketegasan Pemerintah Terkait Daftar Barang Mewah

    Soal Kenaikan PPN 12 Persen pada 2025, Pengusaha Ritel Meminta Ketegasan Pemerintah Terkait Daftar Barang Mewah

    Jakarta, Beritasatu.com – Pelaku usaha ritel yang tergabung dalam Himpunan dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo), meminta ketegasan pemerintah terkait daftar barang mewah yang terkena kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen.

    “Betul (meminta ketegasan), karena waktunya sudah sangat pendek. Sisa kira-kira lebih kurang 20-an hari sudah berlaku pada 1 Januari. Karena undang-undang mengatakan pada 1 Januari 2025 sudah diberlakukan PPN 12 persen,” ucap Ketua Dewan Penasehat Hippindo Tutum Rahanta dalam Investor Market Today IDTV, Senin (9/12/2024).

    Menurut Tutum, pemerintah seharusnya mengeluarkan segera daftar barang-barang mewah tersebut agar tidak mengganggu efisiensi administrasi.

    Dengan demikian, pelaku usaha di bidang ritel pun bisa mengantisipasi kenaikan PPN 12 persen untuk barang-barang yang dimaksud dari sekarang.

    Ia juga tidak dimungkiri bahwa pemerintah selalu mengeluarkan daftar barang mewah menurut peraturan menteri keuangan (PMK). Namun, daftar barang mewah itu akan berbeda dari zaman dahulu dibandingkan dengan sekarang.

    “Seperti zaman sebelumnya, sabun dan televisi itu barang mewah. Sekarang sudah tidak jadi barang mewah. Banyak produk-produk yang secara berkala yang dikatakan mewah itu sudah tidak menjadi mewah. Kendaraan bermotor contohnya,” kata dia.

    Namun, akan berbeda cerita ketika dalam kebijakan kenaikan PPN jadi 12 persen ini, pemerintah barang mewah dari segi harga atau dari kelompok penggunaan. Tutum pun menekankan bahwa sebetulnya kelompok barang mewah itu tidak terlalu banyak.

  • Deretan Barang Mewah yang Kena PPN 12% per 1 Januari 2025

    Deretan Barang Mewah yang Kena PPN 12% per 1 Januari 2025

    Jakarta, CNBC Indonesia – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) buka-bukaan mengenai kebijakan peningkatan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% per 1 Januari 2025. Ditegaskan, bahwa kenaikan PPN 12% hanya berlaku untuk barang-barang mewah.

    Ketentuan PPN 12% tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

    “Mobil mewah, apartemen mewah, rumah mewah, yang semuanya serba mewah,” ungkap Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco dalam konferensi pers di Istana Kepresidenan di Jakarta, beberapa waktu lalu.

    Sementara itu untuk barang lainnya masih akan dikenakan pajak 11%. “Barang-barang pokok dan berkaitan dengan pelayanan yang langsung menyentuh kepada masyarakat masih tetap akan diperlakukan pajak yang sekarang yaitu 11%,” paparnya.

    DPR juga mengusulkan kepada Presiden Prabowo Subianto agar pajak pertambahan nilai (PPN) kebutuhan pokok diturunkan.

    “Mengenai usulan dari kawan-kawan DPR bahwa ada penurunan pajak kepada kebutuhan-kebutuhan pokok yang langsung menyentuh kepada masyarakat, Bapak Presiden tadi menjawab bahwa akan dipertimbangkan dan akan dikaji,” paparnya.

    Dasco menyampaikan, pemerintah sekarang sedang menggelar rapat internal untuk membuat keputusan. Beberapa menteri dipanggil khusus oleh Prabowo pada sore ini.

    “Mungkin dalam satu jam ini Pak Presiden akan meminta Menteri Keuangan dan beberapa menteri untuk rapat dalam mengkaji usulan dari masyarakat maupun dari DPR tentang beberapa hal pajak yang harus diturunkan,” kata Dasco.

    Lalu apa saja kriteria mobil mewah jika dilihat dari aspek pajaknya?

    Diketahui, ada jenis-jenis kendaraan yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Hal itu tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 141/PMK.010/2021 tentang Penetapan Jenis Kendaraan Bermotor yang dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Tata Cara Pengenaan Pemberian dan Penatausahaan Pembebasan, dan Pengembalian Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

    Pasal 2 (ayat) 1 PMK No 141/2021 itu menetapkan, jenis barang kena pajak yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor angkutan orang untuk pengangkutan kurang dari 10 orang, termasuk pengemudi dengan kapasitas isi silinder sampai dengan 3.000 cc.

    Tercantum, jenis kendaraan ini dikenai PPnBM dengan tarif:

    a. 15%
    b. 20%
    c. 25%, atau
    d. 40%, tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari PMK No 141/2021.

    Masih di pasal yang sama, pada ayat (3) tercantum ketentuan Jenis Barang Kena Pajak yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor angkutan orang untuk pengangkutan kurang dari 10 orang termasuk pengemudi dengan kapasitas isi silinder lebih dari 3.000-4.000 cc, yang dikenai PPnBM dengan tarif:

    a. 40%
    b. 50%
    c. 60%; atau
    d. 70%, seperti tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari PMK No 141/2021.

    Sementara untuk ketentuan serupa untuk kendaraan jenis lain, seperti sepeda motor diatur pada Bab V Pasal 22 huruf (a) PMK No 141/2021.

    Yaitu, kendaraan bermotor beroda 2 atau 3 dengan kapasitas isi silinder lebih dari 250-500 cc, dikenai PPnBM dengan tarif sebesar 60%, sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari PMK No 141/2021.

    Lebih lanjut, Pasal 23 menetapkan,

    “Jenis Barang Kena Pajak yang tergolong mewah, berupa:

    a. kendaraan bermotor dengan kapasitas isi silinder lebih dari 4.000 cc;
    b. kendaraan bermotor beroda 2 atau 3 dengan kapasitas isi silinder lebih dari 500 cc; atau
    c. trailer, semi-trailer dari tipe caravan, untuk perumahan atau kemah, yang dikenai PPnBM dengan tarif sebesar 95%, tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.”

    (pgr/pgr)

  • Tujuan dan Manfaatnya bagi Suatu Negara

    Tujuan dan Manfaatnya bagi Suatu Negara

    Jakarta

    Tax holiday adalah kebijakan fiskal pemerintah bagi perusahaan/industri tertentu mengenai pengurangan atau pembebasan kewajiban pajak. Seperti yang kita tahu, pajak memang menjadi instrumen penting dalam mengelola keuangan negara.

    Maka tak heran banyak negara yang mengandalkan kebijakan ini. Pasalnya, tax holiday memainkan peran strategis dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan investasi di suatu negara.

    Makna dari Tax Holiday

    Mengutip laman Opini Kementerian Keuangan (Kemenkeu), tax holiday merupakan insentif fiskal berupa pengurangan atau pembebasan Pajak Penghasilan (PPh) Badan bagi perusahaan yang berinvestasi di sektor-sektor prioritas.

    Umumnya, tax holiday diterapkan di sektor-sektor strategis yang vital bagi pembangunan ekonomi negara.

    Dilansir situs Direktorat Jenderal Pajak RI, memberikan tax holiday akan membuat suatu negara bisa memiliki daya tarik di pasar global. Dengan begitu, negara tersebut bisa menciptakan lingkungan bisnis yang lebih untung.

    Tax Holiday Indonesia

    Di Indonesia sendiri, kebijakan tax holiday tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 130/2020 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan.

    Perancangan peraturan tersebut tidak bisa dipisahkan dengan kondisi pandemi COVID-19 kala itu. Dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa, pemberian fasilitas pengurangan pajak penghasilan merupakan upaya pemerintah dalam memberikan kepastian hukum dan membantu pengembangan usaha pada industri pionir.

    Sebagai informasi, PMK Nomor 130/2020 yang mengatur tax holiday pada berakhir Oktober 2024.

    Namun, dilansir Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi (PANRB), Menteri Keuangan (Menkeu) secara resmi telah memperpanjang fasilitas tax holiday hingga 31 Desember 2025 lewat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PMK No. 130/PMK.010/2020.

    Tujuan Tax Holiday

    Utamanya, tax holiday bertujuan untuk mendorong investasi dalam sektor-sektor tertentu. Berikut adalah tujuan-tujuan dari tax holiday:

    Memulihkan ekonomi pasca pandemi dengan memicu pertumbuhan ekonomi.Menciptakan lapangan kerja.Mendorong pertumbuhan industri dalam negeri.Mengakselerasi program hilirisasi serta transformasi ekonomi.Mendorong investasi dan meningkatkan daya saing di pasar global.Manfaat Tax Holiday

    Kehadiran insentif pajak akan menimbulkan dampak positif maupun negatif bagi suatu negara. Manfaat utama dari adanya tax holiday yaitu bisa membuat peningkatan pada kinerja perdagangan dan devisa negara.

    Secara umum, berikut adalah beberapa manfaat dari tax holiday:

    Meringankan beban perusahaan dalam memperluas usaha atau membuka investasi baru.Adanya kesempatan kerja yang lebih besar karena banyak lahirnya lapangan pekerjaan baru.Membantu meningkatkan minat investor untuk menanamkan modal di suatu negara.Mendorong peningkatan dan memperluas sektor produksi.Membantu peningkatan ekspor dan memperkuat rantai pasok nasional.

    (khq/khq)

  • Siap-Siap, Ini Jenis Mobil-Motor Bisa Masuk Daftar Barang Kena PPN 12%

    Siap-Siap, Ini Jenis Mobil-Motor Bisa Masuk Daftar Barang Kena PPN 12%

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah dan DPR memutuskan tetap memberlakukan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% tahun 2025 dari saat ini 11%. Namun, kenaikan PPN itu diberlakukan secara selektif.

    Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco mengatakan, dalam diskusi dengan Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (5/12/2024) disepakati, akan tetap mengikuti Undang-Undang. Yaitu, PPN akan tetap berjalan sesuai jadwal waktu amanat di Undang-Undang, 1 Januari 2025.

    “Tetapi kemudian akan diterapkan secara selektif. Selektif kepada beberapa komunitas baik itu barang dalam negeri maupun impor yang berkaitan dengan barang mewah,” katanya usai pertemuan, dikutip Sabtu (7/12/2024).

    “Mobil mewah, apartemen mewah, rumah mewah, yang semuanya serba mewah,” tegas Dasco.

    Terpisah, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso di kantornya, Jumat (6/12/2024), mengungkapkan, pemerintah akan segera mendetailkan sejumlah barang mewah yang akan dikenakan PPN 12%.

    “Kan diserahkan, Bapak presiden menyampaikan teknisnya menteri keuangan yang akan itu (mendetailkan),” ucapnya.

    Lalu apa saja kriteria mobil mewah jika dilihat dari aspek pajaknya?

    Diketahui, ada jenis-jenis kendaraan yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Hal itu tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 141/PMK.010/2021 tentang Penetapan Jenis Kendaraan Bermotor yang dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Tata Cara Pengenaan Pemberian dan Penatausahaan Pembebasan, dan Pengembalian Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

    Pasal 2 (ayat) 1 PMK No 141/2021 itu menetapkan, jenis barang kena pajak yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor angkutan orang untuk pengangkutan kurang dari 10 orang, termasuk pengemudi dengan kapasitas isi silinder sampai dengan 3.000 cc.

    Tercantum, jenis kendaraan ini dikenai PPnBM dengan tarif:

    a. 15%
    b. 20%
    c. 25%, atau
    d. 40%, tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari PMK No 141/2021.

    Masih di pasal yang sama, pada ayat (3) tercantum ketentuan Jenis Barang Kena Pajak yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor angkutan orang untuk pengangkutan kurang dari 10 orang termasuk pengemudi dengan kapasitas isi silinder lebih dari 3.000-4.000 cc, yang dikenai PPnBM dengan tarif:

    a. 40%
    b. 50%
    c. 60%; atau
    d. 70%, seperti tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari PMK No 141/2021.

    Sementara untuk ketentuan serupa untuk kendaraan jenis lain, seperti sepeda motor diatur pada Bab V Pasal 22 huruf (a) PMK No 141/2021.

    Yaitu, kendaraan bermotor beroda 2 atau 3 dengan kapasitas isi silinder lebih dari 250-500 cc, dikenai PPnBM dengan tarif sebesar 60%, sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari PMK No 141/2021.

    Lebih lanjut, Pasal 23 menetapkan,

    “Jenis Barang Kena Pajak yang tergolong mewah, berupa:

    a. kendaraan bermotor dengan kapasitas isi silinder lebih dari 4.000 cc;
    b. kendaraan bermotor beroda 2 atau 3 dengan kapasitas isi silinder lebih dari 500 cc; atau
    c. trailer, semi-trailer dari tipe caravan, untuk perumahan atau kemah, yang dikenai PPnBM dengan tarif sebesar 95%, tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.” 

    (dce/dce)

  • Tahun Depan Mobil Baru Makin Mahal, Gimana Mobil Bekas?

    Tahun Depan Mobil Baru Makin Mahal, Gimana Mobil Bekas?

    Jakarta

    Tahun 2025 diperkirakan harga mobil baru bakal merangkak naik. Hal ini tidak lepas dari naiknya pajak pertambahan nilai atau PPN menjadi 12 persen. Bagaimana dengan mobil bekas?

    Chief Operating Officer perusahaan lelang mobil bekas PT JBA Indonesia Deny Gunawan menilai kenaikan PPN 12 persen tidak akan berdampak pada penjualan mobil bekas, meski pajak mobil bekas ikut mengalami kenaikan.

    “Kalau saya lihat kenaikan PPN naik 12 persen yang berpengaruh pada unit baru, kalau mobil baru harganya naik ini mungkin akan berat untuk mobil baru, mobil bekas memiliki peluang lebih bagus lagi meski naik menjadi 1,2 persen,” ucap Deny saat Gathering JBA Indonesia beberapa waktu lalu.

    Kenaikan PPN mobil bekas pernah dinyatakan Menteri Keuangan Sri Mulyani seperti dikutip detikFinance, yang akan memungut pajak pertambahan nilai (PPN) 1,1% atas penyerahan kendaraan bermotor bekas mulai 1 April 2022. Besaran itu akan meningkat jadi 1,2% pada 2025 seiring dengan kenaikan tarif.

    Hal tersebut juga telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 65 Tahun 2022 tentang PPN atas Penyerahan Kendaraan Bermotor Bekas. Aturan diteken pada 30 Maret 2022.

    Balai lelang JBA Foto: Ridwan Arifin

    Meski demikian, Deny menambahkan JBA Indonesia akan mengikuti semua keputusan pemerintah. “Pajak PPN mobil bekas menjadi 1,2 persen kita ikuti, kalau selisih ini tidak terlalu berpengaruh. Misal Harga mobil bekas Rp 150- 200 juta, itu cuma naik Rp 150 ribu atau Rp 200 ribu, jadi mungkin nggak ada pengaruh (terhadap penjualan mobil bekas),” Deny menambahkan.

    Sebagai catatan, kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 Persen akan diberlakukan mulai 1 Januari 2025. Penerapan PPN naik menjadi 12 persen sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

    (lth/rgr)

  • Petani Tembakau Minta Cukai Tembakau Tak Melebihi 2% dari Pertumbuhan Ekonomi

    Petani Tembakau Minta Cukai Tembakau Tak Melebihi 2% dari Pertumbuhan Ekonomi

    Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (Apti) meminta pemerintah untuk tidak mengerek tarif cukai hasil tembakau (CHT) melebihi 2% dari pertumbuhan ekonomi.

    Pasalnya, kenaikan tarif CHT di tahun-tahun sebelumnya dinilai tidak berimbang dan berkeadilan.

    Ketua APTI Nusa Tenggara Barat Sahminudin menyampaikan, kenaikan tarif CHT harus diimbangkan dengan tingkat kemampuan masyarakat, utamanya pertumbuhan ekonomi.

    “Kami sih tidak keberatan dinaikkan, tapi jangan kenaikan cukai itu melebihi 2% dari pertumbuhan ekonomi,” kata Sahminudin di sela-sela agenda Bisnis Indonesia Forum, Kamis (5/12/2024).

    Dia menuturkan, di antara 2020-2024, selisih pertumbuhan ekonomi dengan kenaikan CHT mencapai 10,12%. Selisih yang cukup lebar tersebut turut berdampak terhadap daya beli masyarakat.

    Padahal, jika melihat 2014 ke bawah, tarif cukai tidak pernah naik di atas selisih 2%-3% dari pertumbuhan ekonomi. 

    “Sekarang kan disparitasnya sampai 10% lebih. Gimana nggak kolaps daya beli masyarakat,” ujarnya. 

    Di 2020, pemerintah mengerek tarif cukai rokok 21,55%. Kebijakan yang tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.146/PMK.010/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau itu diakui Sahminudin berdampak signifikan terhadap petani tembakau.

    Pasalnya, pasca pemerintah mengumumkan kenaikan cukai CHT, tembakau menjadi tidak laku lantaran perusahaan ragu untuk menyerap tembakau para petani. Jumlah tembakau yang diserap industri, kata dia, berkurang sekitar 30%-40% dari produksi tembakau petani. 

    Dampak dari kenaikan tarif cukai melebar, termasuk maraknya rokok ilegal di 2023. Hal ini terus berlanjut hingga 2024 di mana harga tembakau terus mengalami penurunan bahkan di bawah harapan petani di kisaran Rp40.000 – Rp50.000 per kilogram.

    “Harganya di bawah yang diharapkan,” ungkapnya.

    Dalam catatan Bisnis, pemerintah belum berencana untuk mengerek tarif cukai rokok tahun depan. 

    Direktur Jenderal Bea dan Cukai Askolani menyampaikan, sampai dengan akhir pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 yang telah diketok pada pekan lalu, pemerintah belum akan menaikkan tarif cukai rokok.  

    “Posisi pemerintah untuk kebijakan penyesuaian CHT 2025 belum akan dilaksanakan,” ujarnya dalam Konferensi Pers APBN Kita, Senin (23/9/2024). 

  • Pemerintah Kaji PPN Multitarif 2025

    Pemerintah Kaji PPN Multitarif 2025

    Jakarta, CNN Indonesia

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan pemerintah tengah mengkaji penetapan pajak pertambahan nilai (PPN) 2025 tak satu tarif.

    PPN tahun depan seharusnya naik dari 11 persen menjadi 12 persen, sesuai UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Namun, DPR mengungkap peluang dua tarif pada 2025.

    “PPN (tarif PPN 2025) itu akan dibahas dan difinalisasi, seperti yang saya sampaikan, dalam pertemuan ke depan,” kata Airlangga di Istana Negara, Jakarta Pusat, Kamis (5/12).

    “Pemerintah sedang mempersiapkan paket kebijakan ekonomi yang akan nanti disiapkan. Bapak Presiden (Prabowo) minta untuk dimatangkan dan mudah-mudahan dalam satu minggu ke depan bisa dituntaskan,” tegasnya.

    Menko Airlangga tidak memberi kejelasan soal multitarif PPN. Ia hanya menegaskan Pemerintah Indonesia fokus menjaga pertumbuhan ekonomi sembari tetap memperhatikan daya beli masyarakat.

    Ia juga tidak menyinggung soal peluang pembatalan tarif PPN baru di 2025. Airlangga cuma mencontohkan bahwa selama ini ada pembebasan pajak yang ditetapkan negara.

    Misalnya, sebagian besar bahan pokok yang tak dipungut PPN. Begitu pula untuk jasa atau layanan pendidikan sampai kesehatan.

    “Itu akan banyak lagi hal-hal yang dikecualikan dari PPN dan itu sejalan dengan apa yang sudah dilakukan hari ini … Saya bisa sampaikan bahwa bahan pokok penting tidak kena PPN, hari ini pun tidak kena PPN,” jelasnya.

    “Biaya pendidikan hari ini pun tidak kena PPN, biaya kesehatan hari ini pun tidak kena PPN, transportasi hari ini pun tidak kena PPN. Jadi, tentu ada hal lagi yang kita bisa tambahkan (dikecualikan dari PPN),” tutup Airlangga.

    Sebelum keterangan Airlangga, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad hingga Ketua Komisi XI Misbakhun bertemu Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara. Kedua wakil rakyat itu mengklaim DPR dan pemerintah sepakat akan ada dua tarif PPN di 2025.

    Misbakhun menegaskan PPN tahun depan memang tidak berlaku satu tarif. Pungutan 12 persen hanya untuk barang-barang mewah, sedangkan sisanya yang mencakup barang pokok hingga layanan masyarakat tetap dengan tarif lama.

    Di lain sisi, DPR RI mengusulkan agar Prabowo mau menurunkan besaran tarif pajak lain. Ini utamanya untuk pungutan yang selama ini langsung dirasakan masyarakat.

    Berikut daftar barang bebas PPN dalam pasal 4A UU HPP:

    1. Makanan dan minuman yang tersaji di restoran, hotel, warung, rumah makan, dan sejenisnya
    2. Uang serta emas batangan yang digunakan untuk kepentingan cadangan devisa negara dan surat berharga
    3. Jasa keagamaan
    4. Jasa kesenian dan hiburan
    5. Jasa perhotelan
    6. Jasa penyediaan tempat parkir
    7. Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum
    8. Jasa boga atau katering

    – Daftar barang tidak kena PPN 12 persen dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 116 Tahun 2017:

    1. Beras dan gabah
    2. Jagung
    3. Sagu
    4. Kedelai
    5. Garam konsumsi
    6. Daging
    7. Telur
    8. Susu perah
    9. Buah-buahan
    10. Sayur-sayuran
    11. Ubi-ubian
    12 Bumbu-bumbuan
    13. Gula konsumsi kristal putih tanpa tambahan bahan pewarna atau perasa

    (rzr/skt)

  • Deposit pajak Coretax bisa ajukan pengembalian dana

    Deposit pajak Coretax bisa ajukan pengembalian dana

    Jakarta (ANTARA) – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menghadirkan fitur Deposit Pajak pada Core Tax Administration System (CTAS) atau Coretax, di mana wajib pajak juga bisa mengajukan pengembalian atau restitusi bila ada kelebihan dana.

    Deposit Pajak merupakan fitur yang memberikan kesempatan pada wajib pajak untuk melakukan pembayaran pajak yang belum terikat ke suatu jenis pajak tertentu. Ketika kewajiban pajak timbul, wajib pajak bisa membayar pajak terutang dengan menggunakan saldo deposit melalui mekanisme pemindahbukuan.

    Fitur itu dihadirkan dengan tujuan membantu wajib pajak menghindari risiko terkena sanksi keterlambatan bayar pajak.

    Sementara bila ada dana lebih, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti saat media briefing di Bandung, Jawa Barat, Kamis, menjelaskan wajib pajak bisa mengajukan pengembalian dana.

    “Deposit bisa refund tanpa ada pemeriksaan, karena sifatnya belum terikat pajak apa pun,” jelas Dwi.

    Pengajuan pengembalian dana pun bisa dilakukan kapan saja selama wajib pajak tidak memiliki kewajiban pajak terutang.

    Adapun untuk menyetorkan dana ke fitur Deposit Pajak pada sistem Coretax, wajib pajak bisa mengakses Layanan Mandiri Kode Billing. Wajib pajak akan diminta untuk memverifikasi data sebelum membuat kode billing.

    Setelah itu, wajib pajak bisa memilih kode akun pajak (KAP) dan kode jenis setoran (KJS) nomor 411618-100 dengan penjelasan Setoran untuk Deposit Pajak, yang dilanjutkan dengan memilih periode dan tahun pajak.

    Usai memastikan data pribadi, mata uang, dan terbilang, wajib pajak bisa mengunduh kode billing yang tersedia dalam Coretax.

    Hingga sejauh ini, pengembangan Coretax telah memasuki tahap akhir, yaitu pengujian penerimaan pengguna (User Acceptance Testing/UAT) dan pengujian operasional (Operational Acceptance Test/OAT).

    Sambil menunggu implementasi, DJP memberikan edukasi baik secara internal maupun eksternal. Edukasi internal diberikan kepada pegawai melalui sistem pelatihan. Sementara edukasi eksternal menyasar kelompok wajib pajak.

    DJP pun telah menyediakan berbagai saluran untuk mendukung pembelajaran mandiri, seperti 55 video tutorial Coretax di YouTube, materi salindia, serta simulator interaktif Coretax berbasis internet.

    Adapun penjelasan rinci terkait implementasi Coretax tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 81 Tahun 2024. Beleid itu dikeluarkan untuk memastikan penerapan Coretax dapat berjalan baik sesuai dengan yang direncanakan.

    Pewarta: Imamatul Silfia
    Editor: Adi Lazuardi
    Copyright © ANTARA 2024