Produk: Peraturan Menteri Keuangan (PMK)

  • Danantara: Redenominasi rupiah tak akan pengaruhi investasi nasional

    Danantara: Redenominasi rupiah tak akan pengaruhi investasi nasional

    Jakarta (ANTARA) – Chief Operating Officer (COO) Danantara Dony Oskaria menilai rencana redenominasi rupiah tidak akan mempengaruhi iklim investasi di Indonesia karena pemerintah telah melakukan kajian mendalam sebelum mengambil keputusan tersebut.

    Dony mengatakan, kebijakan pemerintah selalu melalui proses pertimbangan yang matang dan bertujuan menjaga stabilitas ekonomi nasional, sehingga para pelaku usaha tidak perlu merasa khawatir terhadap dampak yang mungkin timbul.

    “Oh saya rasa tentu sudah dipikirkan oleh pemerintah. Tentu sudah ada kajian yang mendalam, nggak usah dikhawatirkan,” kata Donny ditemui seusai penandatanganan Surat Keputusan Bersama (SKB) Percepatan Pembangunan Gudang Perum Bulog di Kantor Kemenko Pangan Jakarta, Selasa.

    Dia menyampaikan hal itu ketika awak media meminta tanggapan soal redenominasi rupiah yang dilakukan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa terhadap iklim investasi nasional.

    Menurutnya, setiap langkah strategis yang diambil pemerintah, termasuk redenominasi, merupakan bagian dari upaya memperkuat fondasi ekonomi nasional agar mampu bersaing di tingkat global.

    Ia juga menilai, pemerintah tentu tidak akan mengeluarkan kebijakan tanpa perhitungan matang, terutama yang berkaitan langsung dengan kepentingan masyarakat dan keberlanjutan investasi dalam negeri.

    “Semua pasti yang dilakukan oleh pemerintah pasti yang terbaik, nggak mungkin melakukan sesuatu yang tidak terbaik untuk masyarakat,” ujarnya.

    Danantara memastikan tidak sedikitpun merasa khawatir terhadap kebijakan tersebut karena percaya setiap langkah pemerintah selalu berpihak pada kepentingan nasional dan kesejahteraan rakyat.

    “Oh nggak sama sekali, sama sekali nggak (khawatir) karena buat kita apapun yang dilakukan oleh pemerintah itu pasti sesuatu yang baik dan sudah dipikirkan. Jadi tidak mungkin mengambil satu kebijakan tanpa dipikirkan yang mendalam, semuanya pasti sudah dipikirkan dengan baik,” kata Dony.

    Diberitakan sebelumnya, Pemerintah tengah menyiapkan RUU tentang Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi), dengan target rampung pada 2027.

    Penyiapan RUU tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2025-2029.

    Dalam PMK itu dijelaskan, Kementerian Keuangan menyiapkan empat rancangan undang-undang, yakni RUU tentang Perlelangan, RUU tentang Pengelolaan Kekayaan Negara, RUU tentang Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi), dan RUU tentang Penilai.

    PMK tersebut juga menyebutkan beberapa urgensi pembentukan RUU Redenominasi antara lain untuk efisiensi perekonomian dapat dicapai melalui peningkatan daya saing nasional, menjaga kesinambungan perkembangan perekonomian nasional, menjaga nilai rupiah yang stabil sebagai wujud terpeliharanya daya beli masyarakat, serta meningkatkan kredibilitas rupiah.

    Pewarta: Muhammad Harianto
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • DPR: Kebijakan Ekonomi Harus Kredibel sebelum Lakukan Redenominasi Rupiah

    DPR: Kebijakan Ekonomi Harus Kredibel sebelum Lakukan Redenominasi Rupiah

    Bisnis.com, JAKARTA — Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) mewanti-wanti berbagai syarat yang harus pemerintah penuhi sebelum melakukan redenominasi rupiah, sebagaimana yang tertuang pada Rencana Strategis Kementerian Keuangan (Renstra Kemenkeu) 2025—2029. 

    Untuk diketahui, pengusulan RUU tersebut masuk ke dalam Rencana Strategis Kementerian Keuangan (Renstra Kemenkeu) 2025—2029. RUU tersebut menjadi inisiatif Kemenkeu atas usulan Bank Indonesia (BI), dan ditargetkan lolos menjadi UU pada 2027.

    Anggota Komisi XI DPR sekaligus Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Martin Manurung menjelaskan bahwa apabila pemerintah menargetkan RUU itu diselesaikan pada 2027, maka biasanya baru akan diusulkan secara resmi untuk menjadi Prolegnas Prioritas pada 2026.

    Martin menerangkan, bahwa secara teknis RUU itu biasanya baru akan dibicarakan pada 2026 apabila ingin dituntaskan pada 2027. Sebab, long list Prolegnas disusun sampai dengan 2029.

    Pemerintah dan Baleg DPR setiap tahunnya akan melakukan rapat bersama untuk menentukan apa saja RUU yang akan menjadi prioritas untuk dibahas pada tahun tersebut.

    “Kalau menurut saya, dari sisi teknis, kalau mau [tuntas] 2027, ya, itu nanti saja pas rapat [tahunan dengan pemerintah] ngapain sekarang? Itu kan nanti bisa menimbulkan ketidakpastian, karena untuk melakukan redenominasi perlu banyak syarat-syarat secara teknis. Pertumbuhan ekonomi sudah harus bagus, inflasinya harus terkendali, pemerintahnya juga harus highly credible dari sisi kebijakan ekonomi,” terang Martin kepada Bisnis, dikutip pada Selasa (11/11/2025).

    Politisi Partai Nasdem itu menyampaikan bahwa pemerintah perlu menjaga kepastian dan stabilitas dalam mengusulkan rencana redenominasi rupiah itu. Dia memastikan ada berbagai proses yang harus dijalani sebelum RUU disahkan dalam rapat paripurna.

    Martin menyebut RUU yang ingin dibahas harus masuk ke dalam Prolegnas. Nantinya, pemerintah dan Baleg DPR akan menyepakati apabila RUU tertentu akan ditetapkan sebagai prioritas, maupun menjadi usulan DPR atau pemerintah.

    “Apakah itu menjadi usulan Komisi XI DPR, pemerintah atau baleg bisa saja kan? Artinya masih jauh,” pungkasnya.

    Di sisi lain, Wakil Ketua Komisi XI DPR Mohamad Hekal irit bicara soal RUU tersebut. Dia mengatakan RUU itu masih dalam long list Prolegnas usulan pemerintah, belum masuk ke daftar Prolegnas Prioritas.

    Politisi Partai Gerindra yang memimpin Komisi Keuangan DPR itu juga enggan mengungkap apabila nantinya parlemen akan memberikan dukungan kepada upaya pemerintah dalam mengubah harga rupiah itu.

    “Terlalu jauh. Diusulkan saa belum. Engga perlu spekulasi lah,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (10/11/2025).

    Sebelumnya, Kepala Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso menjelaskan, upaya redenominasi rupiah adalah langkah strategis untuk meningkatkan efisiensi transaksi, memperkuat kredibilitas rupiah, dan mendukung modernisasi sistem pembayaran nasional.

    Prosesnya nanti direncanakan secara matang dan melibatkan koordinasi erat antarseluruh pemangku kepentingan. Saat ini, RUU itu telah masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Jangka Menengah Tahun 2025—2029.

    “Selanjutnya, Bank Indonesia bersama Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat akan terus melakukan pembahasan mengenai proses redenominasi,” terang Ramdan melalui siaran pers, Senin (10/11/2025).

    Berdasaran Renstra Kemenkeu 2025—2029 yang tertuang pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70/2025, urgensi pembentukan RUU Redenominasi Rupiah yakni di antaranya efisiensi perekonomian dapat dicapai melalui peningkatan daya saing nasional.

    Kemudian, urgensi lainnya adalah untuk menjaga kesinambungan perkembangan perekonomian nasional, menjaga nilai rupiah yang stabil sebagai wujud terpeliharanya daya beli masyarakat, serta meningkatkan kredibilitas rupiah.

    “RUU tentang Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi) merupakan RUU luncuran yang rencananya akan diselesaikan pada tahun 2027,” dikutip dari PMK yang diteken Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa itu pada Oktober 2025 lalu.

  • DPR minta pemerintah pastikan ekonomi stabil sebelum redenominasi

    DPR minta pemerintah pastikan ekonomi stabil sebelum redenominasi

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Badan Anggaran DPR RI Said Abdullah meminta pemerintah untuk memastikan kestabilan ekonomi, aspek sosial dan politik, termasuk aspek teknis, sebelum melakukan redenominasi terhadap mata uang rupiah.

    Dia mengatakan hal-hal tersebut harus menjadi syarat untuk melaksanakan kebijakan itu. Tentunya, kata dia, proses redenominasi akan dilakukan dengan pembuatan undang-undang di DPR RI.

    “Apakah pemerintah sudah siap? Kalau semua itu belum, jangan coba-coba dilakukan redenominasi,” kata Said di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa.

    Dia mengatakan redenominasi itu bukan suatu kebijakan yang sekadar menghilangkan tiga angka nol dalam mata uang rupiah, tanpa menimbulkan dampak. Menurut dia, dampak inflatoar dari kebijakan itu akan luar biasa jika aspek teknis tidak disiapkan secara matang.

    “Kalau aspek teknis pemerintah itu belum siap, kalau harga Rp280 dibulatkan Rp300, maka inflatoarnya yang terjadi. Itu yang paling sangat mengganggu pikiran kami di Badan Anggaran,” kata dia.

    Menurut dia, rancangan undang-undang soal redenominasi itu belum masuk ke dalam program legislasi DPR RI. Namun, menurut dia, pemerintah pun menyatakan bahwa upaya itu akan dilakukan pada 2027.

    “Bagi saya baik, 2027 karena perlu sosialisasi yang intensif, termasuk literasi keuangan kita yang masih rendah di masyarakat,” kata dia.

    Sebelumnya, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi mengatakan implementasi redenominasi rupiah belum akan dilakukan dalam waktu dekat.

    “Belum, masih jauh,” kata dia singkat di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (10/11).

    Diketahui, pemerintah tengah menyiapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi), dengan target rampung pada 2027. Penyiapan RUU tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2025-2029.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Soal Rp 1.000 Jadi Rp 1, Misbakhun Ingatkan Transisi Bertahap untuk Hindari Risiko

    Soal Rp 1.000 Jadi Rp 1, Misbakhun Ingatkan Transisi Bertahap untuk Hindari Risiko

    Jakarta

    Komisi XI DPR RI mengingatkan rencana redenominasi yang menyederhanakan mata uang rupiah memerlukan perencanaan yang komprehensif agar tidak menimbulkan kebingungan di masyarakat. Pemerintah dinilai perlu menyusun peta jalan yang jelas, termasuk tahap transisi dari uang lama ke uang baru.

    Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun mengatakan pihaknya siap membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Redenominasi Rupiah yang menyederhanakan nominal uang misalnya dari Rp 1.000 menjadi Rp 1. Hal ini dianggap sebagai bagian dari modernisasi sistem keuangan nasional.

    “Pada prinsipnya, kami menyambut baik rencana redenominasi ini. Kami siap membahasnya sepanjang seluruh aspek teknis, transisi dan kesiapan publik telah dipertimbangkan dan dipersiapkan secara matang,” ujar Misbakhun dalam keterangan tertulis, Selasa (11/11/2025).

    Misbakhun menilai redenominasi berpotensi mempermudah transaksi dan pencatatan keuangan, namun tetap memerlukan perencanaan yang matang. Oleh karena itu perlunya edukasi publik terutama bagi pelaku UMKM yang akan merasakan dampak langsung dari perubahan nominal harga.

    “Kami ingin kebijakan ini berjalan hati-hati dan tidak menimbulkan gangguan di lapangan. Fokus utamanya adalah kejelasan tahapan dan kesiapan masyarakat,” katanya.

    Untuk memastikan kelancaran implementasi, ia juga mengusulkan agar pemerintah melalui Bank Indonesia nantinya terlebih dahulu melakukan uji coba terbatas (pilot project) sebelum redenominasi diberlakukan secara penuh.

    “Yang paling penting, Bank Indonesia harus memastikan stabilitas inflasi dan sistem pembayaran tetap terjaga selama proses perubahan,” tambahnya.

    Menutup pernyataannya, Misbakhun menegaskan komitmen Komisi XI DPR untuk mengawal pembahasan RUU ini agar redenominasi dapat diterapkan dengan baik dan memberikan manfaat nyata bagi perekonomian nasional.

    “DPR siap bekerja bersama pemerintah agar kebijakan ini tidak menimbulkan beban baru bagi rakyat,” imbuhnya.

    Redenominasi Rupiah Belum Berlaku di Waktu Dekat

    Sebelumnya, rencana redenominasi rupiah kembali muncul dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2025-2029.

    Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan pihaknya menyiapkan kerangka regulasi terkait redenominasi dengan menyusun RUU tentang Perubahan Harga Rupiah yang ditargetkan selesai 2027.

    “RUU tentang Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi) merupakan RUU luncuran yang rencananya akan diselesaikan pada 2027,” tulis isi PMK tersebut.

    Lebih lanjut dijelaskan, urgensi pembentukan RUU Redenominasi ialah untuk efisiensi perekonomian, menjaga kesinambungan perkembangan perekonomian nasional, menjaga nilai rupiah yang stabil sebagai wujud terpeliharanya daya beli masyarakat, serta meningkatkan kredibilitas rupiah.

    Saat dikonfirmasi, Purbaya mengatakan kebijakan redenominasi dilakukan sepenuhnya oleh Bank Indonesia. Eks bos Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu juga menyatakan bahwa kebijakan tersebut tidak akan direalisasikan dalam waktu dekat, apalagi pada 2026.

    “Redenom itu kebijakan bank sentral dan dia nanti akan terapkan sesuai dengan kebutuhan pada waktunya, tapi (penerapan) nggak sekarang, nggak tahun depan,” kata Purbaya di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, dikutip dari detikJatim, Senin (10/11).

    Tonton juga video “Misbakhun Tanggapi Defisit APBN”

    (acd/acd)

  • Purbaya Pede Tax Ratio di Atas 10% Mulai Akhir 2025, Siapkan Jurus Ini

    Purbaya Pede Tax Ratio di Atas 10% Mulai Akhir 2025, Siapkan Jurus Ini

    Jakarta

    Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa optimis rasio penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) alias tax ratio akan meningkat di 2025. Selama ini capaiannya stagnan di kisaran 10% bahkan turun di 2024 menjadi 10,08%, dari 10,31% di tahun sebelumnya.

    Purbaya mengatakan penurunan tax ratio disebabkan karena roda perekonomian Indonesia yang melambat khususnya di private sector. Hal ini turut mempengaruhi kemampuan membayar para wajib pajak.

    “Tax rasio kan turun karena ekonominya melambat di triwulan ketiga, private sector-nya ya,” kata Purbaya di Universitas Airlangga, Surabaya, Senin (10/11/2025).

    Purbaya menyebut sejumlah kebijakan telah dikeluarkan untuk mempercepat pergerakan ekonomi melalui pemberian paket stimulus hingga penempatan dana pemerintah di bank. Hal ini diyakini akan membuat tax ratio berangsur-angsur meningkat.

    “Triwulan IV kan kita kasih stimulus cukup besar, uang kita gelontorkan ke sistem, sepertinya riil sektor juga bergerak lebih cepat. Harusnya sih akan sedikit membaik (tax ratio), yang jelas nggak akan turun,” ucap Purbaya.

    “Dengan perbaikan ini, tahun depan 2026 pengumpulan tax akan lebih bagus dari sekarang,” tambahnya.

    Dalam Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2025-2029 yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025, telah digariskan target tax ratio akan meningkat hingga 2029.

    Pada 2025, rasio penerimaan perpajakan terhadap PDB ditargetkan akan bisa mencapai 10,24%. Lalu pada 2026 menjadi di kisaran 10,08% sampai dengan 11,34%, pada 2027 menjadi 10,29%-12,41%, 2028 ke level 10,75%-13,67%, hingga pada 2029 menjadi 11,52%-15%.

    Tonton juga video “Membaca Pengaruh Purbaya Effect di Pasar Saham”

    (acd/acd)

  • Menkeu Purbaya Tegaskan Redenominasi Rupiah Bukan Tahun Depan dan Kewenangan Penuh Bank Sentral

    Menkeu Purbaya Tegaskan Redenominasi Rupiah Bukan Tahun Depan dan Kewenangan Penuh Bank Sentral

    Surabaya (beritajatim.com) – Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan kebijakan redenominasi rupiah atau penghilangan tiga angka nol mata uang menjadi kewenangan mutlak Bank Sentral, dalam hal ini Bank Indonesia (BI). Dia juga memastikan langkah penyederhanaan nilai tukar, misalnya mengubah Rp1.000 menjadi Rp1, dipastikan tidak akan terjadi tahun ini maupun tahun depan, 2026.

    “Itu kebijakan bank sentral. Dan dia nanti akan terapkan sesuai dengan kebutuhan pada waktunya,” kata Purbaya di Universitas Airlangga Surabaya, ditulis Selasa (11/11/2025).

    Purbaya menyebut timeline implementasi redenominasi tidak berada di bawah kendalinya. “Nggak tahun depan, saya nggak tahu, itu bukan Menteri Keuangan, tapi urusan bank sentral,” tegasnya.

    Sebelumnya, rencana redenominasi rupiah yang diinisiasi oleh Menkeu Purbaya sempat disorot publik. Rencana ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2025-2029.

    Redenominasi sendiri merupakan langkah memotong nilai nominal uang (misal Rp1.000 jadi Rp1) tanpa mengubah nilai intrinsik atau daya beli masyarakat. [ipl/beq]

  • Pernyataan Terbaru Purbaya dan Airlangga soal Redenominasi Rupiah 2025

    Pernyataan Terbaru Purbaya dan Airlangga soal Redenominasi Rupiah 2025

    Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dan Menko Perekonomian Airlangga kompak bicara soal rencana redenominasi rupiah.

    Dilansir dari Antaranews, pada Senin 10 November 2025 kemarin, Purbaya menegaskan jika kebijakan redenominasi rupiah tidak dilakukan tahun ini maupun tahun depan.

    Sebab kewenangan pelaksanaannya berada di tangan bank sentral.

    “Itu kebijakan bank sentral, dan dia nanti akan terapkan sesuai dengan kebutuhan pada waktunya,” kata Purbaya saat berada di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Jawa Timur, Senin.

    Purbaya memastikan langkah penyederhanaan nilai rupiah tersebut tidak akan dilakukan dalam waktu dekat.

    “Tidak tahun depan, saya tidak tahu, itu bukan Menteri Keuangan, tapi urusan bank sentral,” ucapnya.

    Pernyataan Terbaru Airlangga

    Hal yang sama disampaikan Airlangga. Ia juga mengatakan bahwa rencana redenominasi rupiah belum akan dibahas dalam waktu dekat.

    “Belum kita bahas. Ya, tidak dalam waktu dekat,” ujar Airlangga di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin.

    Meski masuk dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2025-2029, Airlangga menekankan bahwa pembahasan tersebut belum sampai pada redenominasi rupiah.

    Ia juga belum bisa memberikan komentar terkait dengan dukungan politik atau political will Presiden Prabowo Subianto perihal redenominasi tersebut.

    “Nanti kita bahas ya,” tutupnya.

  • Ternyata Anda Makin Pusing Ngurus Negara

    Ternyata Anda Makin Pusing Ngurus Negara

    GELORA.CO –  Politikus PDI Perjuangan Ferdinand Hutahaean menanggapi rencana Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengenakan cukai terhadap sejumlah produk, Senin (10/11/2025).

    Kebijakan baru pengenaan cukai itu rencananya akan diterapkan terhadap produk alat makan sekali pakai, popok anak dan tisu basah.

    Ferdinand Hutahaean pun menduga produk lain yang akan dikenakan cukai yakni sabun.

    Ia mencontohkan sabun cuci piring, sabun cuci pakaian hingga sabun mandi atau produk lain yang digunakan masyarakat.

    “Saya pernah berkata purbaya jangan omong besar tunjukkan kinerja, tunjukkan mampu melakukan yang diucapkan,” kata Ferdinand Hutahaean dikutip dari akun instagram pribadinya, Senin (10/11/2025).

    Ia pun mengingat ucapan Purbaya akan menagih utang pajak dari ratusan konglomerat yang mengemplang pajak Rp 60 triliun.

    Dimana, kata Ferdinand Hutahaean, sampai saat ini ucapan Purbaya belum dapat terlaksana.

    “Padahal waktu itu Purbaya mengatakan di akhir september, seminggu. Ini sudah mau dua bulan Purbaya tagih dulu lah, tunjukkan kau berani, jangan hanya omon-omon,” kata Ferdinand.

    Ferdinand pun kembali mengungkit rencana Purbaya yang akan mengenakan cukai terhadap alat makan sekali pakai, popok dan tisu basah.

    “Ternyata anda semakin pusing kan ngurusin negara ini. Saya mengatakan dulu saya orang yang pertama tepuk tangan paling kencang kalau anda bisa melakukan yang anda ucapkan. Tapi sampai hari ini semuanya masih omon-omon saja, kasihan rakyat kan kalau nanti beban bertambah kalau dengan pajak-pajak baru itu,” ucap Ferdinand.

    Rencana Purbaya

    Sementara itu dikutip dari Kompas.com, Kementerian Keuangan tengah mengkaji rencana penambahan popok dan alat makan minum sekali pakai sebagai barang kena cukai (BKC) baru. 

    Kajian ini tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025 tentang rencana strategis sektor kepabeanan dan cukai. 

    Dalam beleid tersebut disebutkan, pemerintah mulai melakukan penyusunan kajian potensi cukai terhadap dua produk tersebut. Langkah ini menjadi bagian dari upaya memperluas sumber penerimaan negara. 

    “Telah dilaksanakan melalui penyusunan kajian potensi BKC berupa diapers dan alat makan dan minum sekali pakai,” tertulis dalam PMK itu, Jumat (7/11/2025). 

    Selain dua produk tersebut, pemerintah juga akan menelaah kemungkinan penerapan cukai terhadap tisu basah.

    Kementerian Keuangan juga menyiapkan langkah perluasan basis penerimaan dari sisi bea keluar, termasuk usulan kenaikan batas atas ekspor kelapa sawit. 

    Dalam kebijakan jangka menengah 2025–2029, pemerintah memasukkan cukai emisi kendaraan bermotor serta produk pangan olahan bernatrium tinggi (P2OB) ke dalam rekomendasi program pengelolaan penerimaan negara. 

    Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto, menjelaskan barang kena cukai umumnya memiliki karakteristik konsumsi yang perlu dikendalikan atau diawasi karena berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan. 

    “Prosesnya dimulai dari penyampaian rencana ekstensifikasi cukai ke DPR, penentuan target penerimaan dalam RAPBN bersama DPR, dan penyusunan peraturan pemerintah sebagai payung hukum pengaturan ekstensifikasi tersebut,” kata Nirwala. 

    Kementerian Keuangan belum menjelaskan alasan rinci pemilihan produk-produk tersebut dalam kajian cukai baru. 

    Namun, secara umum, pengenaan cukai diarahkan untuk menjaga keadilan, keseimbangan, serta efisiensi dalam konsumsi produk yang berisiko tinggi terhadap kesehatan dan lingkungan.

  • DPR Pastikan RUU Redenominasi Rupiah Masih Butuh Waktu Lama sebelum Disahkan

    DPR Pastikan RUU Redenominasi Rupiah Masih Butuh Waktu Lama sebelum Disahkan

    Bisnis.com, JAKARTA — Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyebut Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Harga Rupiah atau Redenominasi Rupiah sudah masuk ke dalam daftar panjang atau long list Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Artinya, payung hukum itu tidak akan disahkan dalam waktu dekat. 

    Untuk diketahui, pengusulan RUU tersebut masuk ke dalam Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) 2025—2029. RUU tersebut menjadi inisiatif Kemenkeu atas usulan Bank Indonesia (BI), dan ditargetkan lolos menjadi UU pada 2027. 

    Wakil Ketua Komisi XI DPR Mohamad Hekal irit bicara soal RUU tersebut. Dia mengatakan RUU itu masih dalam long list Prolegnas usulan pemerintah, belum masuk ke daftar Prolegnas Prioritas. 

    Politisi Partai Gerindra itu juga enggan mengungkap apabila nantinya parlemen akan memberikan dukungan kepada upaya pemerintah dalam mengubah harga rupiah itu. 

    “Terlalu jauh. Diusulkan saja belum. Engga perlu spekulasi lah,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (10/11/2025). 

    Lebih jauh, Anggota Komisi XI DPR Martin Manurung menjelaskan bahwa apabila pemerintah menargetkan RUU itu diselesaikan pada 2027, maka biasanya baru akan diusulkan secara resmi untuk menjadi Prolegnas Prioritas pada 2026.

    Martin, yang juga menjabat Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR menerangkan, bahwa secara teknis RUU itu biasanya baru akan dibicarakan pada 2026 apabila ingin dituntaskan pada 2027. Sebab, long list Prolegnas disusun sampai dengan 2029.

    Pemerintah dan Baleg DPR setiap tahunnya akan melakukan rapat bersama untuk menentukan apa saja RUU yang akan menjadi prioritas untuk dibahas pada tahun tersebut.

    “Kalau menurut saya, dari sisi teknis, kalau mau [tuntas] 2027, ya itu nanti saja pas rapat [tahunan dengan pemerintah] ngapain sekarang? Itu kan nanti bisa menimbulkan ketidakpastian, karena untuk melakukan redenominasi perlu banyak syarat-syarat secara teknis. Pertumbuhan ekonomi sudah harus bagus, inflasinya harus terkendali, pemerintahnya juga harus highly credible dari sisi kebijakan ekonomi,” terang Martin secara terpisah kepada Bisnis.

    Martin menyampaikan bahwa pemerintah perlu menjaga kepastian dan stabilitas dalam mengusulkan rencana redenominasi rupiah itu. Dia memastikan ada berbagai proses yang harus dijalani sebelum RUU disahkan dalam rapat paripurna.

    Politisi Partai Nasdem itu menjelaskan, RUU yang ingin dibahas harus masuk ke dalam Prolegnas. Nantinya, pemerintah dan Baleg DPR akan menyepakati apabila RUU tertentu akan ditetapkan sebagai prioritas, maupun menjadi usulan DPR atau pemerintah. 

    “Apakah itu menjadi usulan Komisi XI DPR, pemerintah atau baleg bisa saja kan? Artinya masih jauh,” pungkasnya.

    Sebelumnya, Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Ramdan Denny Prakoso menjelaskan, upaya redenominasi rupiah adalah langkah strategis untuk meningkatkan efisiensi transaksi, memperkuat kredibilitas rupiah, dan mendukung modernisasi sistem pembayaran nasional.

    Prosesnya nanti direncanakan secara matang dan melibatkan koordinasi erat antarseluruh pemangku kepentingan. Saat ini, RUU itu telah masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Jangka Menengah Tahun 2025—2029.

    “Selanjutnya, Bank Indonesia bersama Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat akan terus melakukan pembahasan mengenai proses redenominasi,” terang Ramdan melalui siaran pers, Senin (10/11/2025).

    Berdasarkan Renstra Kemenkeu 2025—2029 yang tertuang pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.70/2025, urgensi pembentukan RUU Redenominasi Rupiah yakni di antaranya efisiensi perekonomian dapat dicapai melalui peningkatan daya saing nasional.

    Kemudian, urgensi lainnya adalah untuk menjaga kesinambungan perkembangan perekonomian nasional, menjaga nilai rupiah yang stabil sebagai wujud terpeliharanya daya beli masyarakat, serta meningkatkan kredibilitas rupiah.

    “RUU tentang Perubahan Harga Rupiah [Redenominasi] merupakan RUU luncuran yang rencananya akan diselesaikan pada tahun 2027,” dikutip dari PMK yang diteken Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa itu pada Oktober 2025 lalu. 

  • SMI kucurkan pembiayaan ke Pemda Rp17,59 triliun hingga September 2025

    SMI kucurkan pembiayaan ke Pemda Rp17,59 triliun hingga September 2025

    Humbang Hasundutan (ANTARA) – PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) atau PT SMI menyebutkan total komitmen pembiayaan untuk Pemerintah Daerah (Pemda) mencapai Rp36,16 triliun hingga September 2025 dan dari komitmen pembiayaan itu dana yang telah dicairkan atau outstanding telah mencapai Rp17,59 triliun.

    Dalam acara temu media di Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatra Utara, Senin, Direktur Utama PT SMI Reynaldi Hermansjah mengatakan pembiayaan tersebut terbagi dalam dua skema utama, yakni Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Pemda dan pembiayaan daerah reguler.

    Skema PEN Pemda berperan penting dalam menanggulangi dampak ekonomi akibat pandemi COVID-19. Hingga September 2025, total komitmen pinjaman PEN Pemda mencapai Rp34,27 triliun, dengan outstanding Rp17,35 triliun.

    “Untuk sebaran wilayahnya sendiri, ini dari Sumatra sampai dengan Papua, termasuk juga ada di Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Bali di sepanjang Nusantara,” kata Reynaldi.

    Sementara, untuk pembiayaan daerah reguler yang mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 174 Tahun 2016, Perseroan telah mencatat total komitmen Rp1,89 triliun dengan outstanding Rp240 miliar.

    Skema ini banyak digunakan oleh pemerintah daerah di Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua.

    Menurut Reynaldi, sebagian besar pembiayaan daerah tersebut dialokasikan untuk pembangunan jalan dan jembatan, serta sebagian lainnya untuk proyek rumah sakit daerah.

    Lebih lanjut, ia menyoroti bahwa kebijakan efisiensi anggaran pusat yang berdampak pada pemangkasan dana transfer ke daerah (TKD) tahun ini turut mendorong sejumlah Pemda mencari alternatif pembiayaan melalui PT SMI.

    Pewarta: Bayu Saputra
    Editor: Zaenal Abidin
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.