Produk: Peraturan Menteri Keuangan (PMK)

  • Omon-omon Prabowo PPN 12% Cuma untuk Barang Mewah, Nyatanya…

    Omon-omon Prabowo PPN 12% Cuma untuk Barang Mewah, Nyatanya…

    Bisnis.com, JAKARTA — Pernyataan Presiden Prabowo Subianto soal tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% hanya untuk barang mewah berakhir jauh panggang dari api. Nyatanya, pernyataan Kepala Negara tersebut sekadar ‘omon-omon’ belaka.

    Pernyataan Prabowo yang dimaksud, yaitu ketika dia menyebut kenaikan tarif PPN dari 11% ke 12% di 2025 hanya berlaku untuk barang dan jasa berkategori mewah. Hal itu diungkakan langsung oleh Prabowo di Istana Merdeka, Jumat (6/12/2024).

    Keputusan ini, kata Prabowo, diambil usai menerima audiensi pimpinan DPR. Parlemen meminta Prabowo memberlakukan PPN 12% untuk barang/jasa mewah saja. 

    “PPN adalah undang-undang, ya kita akan kita laksanakan, tapi selektif. Hanya untuk barang mewah,” kata Prabowo saat memberikan keterangan pers di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (6/12/2024).

    Menurutnya, pemerintah harus membantu rakyat kecil. Bahkan pengecualian PPN kepada masyarakat kecil sudah diterapkan sejak 2023. Pun ingin mengerek tarif PPN, hal ini hanya untuk barang mewah saja. 

    “Kalaupun naik hanya untuk barang mewah,” tegasnya. 

    Dengan pengecualian ini, maka detail barang yang dikenakan bebas PPN 12% akan mengacu kepada kepada Peraturan Pemerintah sebagai payung hukum.

    Sehari sebelumnya, DPR dalam rapat paripurna menyampaikan kepada pemerintah agar kebijakan tarif PPN lebih tinggi di 2025 itu tidak menyulitkan masyarakat. Hal itu disampaikan oleh Ketua DPR Puan Maharani serta Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad.

    Puan, yang merupakan Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP), mengingatkan bahwa pemerintah berhak mengevaluasi kebijakan tarif PPN menjadi 12% pada 2025, mengingat kondisi ekonomi masyarakat saat ini tidak terlalu baik. 

    Seperti diketahui, kenaikan tarif PPN menjadi 12% merupakan amanat dari Undang-undang (UU) tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang disahkan pada 2021 lalu. 

    Kendati sudah menjadi amanat UU HPP, Puan berharap pemerintah bisa mendengarkan dulu aspirasi seluruh masyarakat sebelum memutuskan hal yang sangat krusial itu. 

    “Walaupun memang itu sudah ditentukan dalam undang-undang, pemerintah juga berhak untuk kemudian mengevaluasi. Karena kita juga harus melihat bagaimana aspirasi masyarakat dan bagaimana situasi ekonomi saat ini,” ujarnya kepada wartawan di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (5/12/2024).

    Senada dengan Puan, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad tidak menampik bahwa kebijakan tarif PPN 12% sudah menjadi amanat UU HPP. Sebelumnya, tarif PPN sudah lebih dulu naik ke 11% pada 2022. 

    Dasco menyampaikan bahwa perlu menunggu langkah dari pemerintah apabila akan langsung menaikkan tarif PPN di awal tahun depan. 

    “Harapan kita tadi sama-sama sudah dengar aspirasi dari anggota DPR bahwa kenaikan PPN 12% itu tidak menyulitkan rakyat,” ujar Ketua Harian Partai Gerindra itu. 

    Berdasarkan catatan Bisnis, pemerintah juga beberapa kali didapati menyampaikan bahwa tarif PPN 12% tidak berlaku untuk bahan pokok penting. Padahal, sedari dulu, bahan pokok penting memang selalu bebas PPN.

    Pengunjung beraktivitas di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta, Senin (9/12/2024). Bank Indonesia (BI) mencatat Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) November 2024 naik menjadi 125,19, menunjukkan keyakinan kondisi ekonomi masyarakat secara luas. JIBI/Bisnis/Fanny Kusumawardhani Perbesar

    PPN Tetap Naik 12% 

    Adapun selang sembilan hari pernyataan Prabowo di Istana, pemerintah secara resmi mengumumkan perincian PPN 12%, barang dan jasa yang kena tarif pajak baru, serta paket stimulus ekonomi pemerintah sejalan dengan naiknya tarif PPN.

    Dalam pemberitaan Bisnis, pemerintah menegaskan tarif PPN 12% tidak hanya akan dikenakan untuk barang/jasa yang bersifat mewah pada 1 Januari 2025. Barang-barang umum yang biasa konsumsi masyarakat, seperti pakaian, alat-alat rumah tangga, hingga kosmetik nyatanya akan dikenakan PPN 12%.

    Sebagai kompensasi kenaikan pajak pertambahan nilai atau PPN menjadi 12% pada 1 Januari 2025, pemerintah menggelontorkan beragam insentif kepada masyarakat. 

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengaku kebijakan insentif fiskal tersebut dikeluarkan agar kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% tidak memberi dampak negatif ke masyarakat.

    “Paket ini dirancang untuk melindungi masyarakat, mendukung pelaku usaha—utamanya UMKM dan padat karya, menjaga stabilitas harga serta pasokan bahan pokok, dan ujungnya untuk kesejahteraan masyarakat,” ujar Airlangga di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Senin (16/12/2024).

    Mantan ketua umum Partai Golkar itu menegaskan penerimaan perpajakan juga sangat diperlukan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto sehingga PPN harus tetap naik.

    Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Morgiarso menjelaskan barang/jasa yang dibebaskan dari tarif PPN 12% diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 49/2024 dan Peraturan Presiden (Perpres) No. 59/2020.

    Selain itu, diputuskan ada tambahan tiga barang strategis yang tarif PPN-nya ditanggung pemerintah (DTP) sebesar 1% yaitu MinyakKita, tepung terigu, dan gula industri. Artinya, tiga barang tersebut kena PPN 11%.

    “Nah, di luar itu sebenarnya secara legalnya kan tetap kena PPN 12%. Artinya ada tambahan 1% dari yang ada sekarang, kan gitu,” jelas Susi di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, dikutip Rabu (18/12/2024).

    Singkatnya, secara umum barang/jasa yang telah menjadi kebutuhan umum seperti pakaian, sepatu, kosmetik, jajanan, hingga layanan streaming online (Netflix, Spotify, dan sejenisnya) akan tetap kena PPN 12%

    Susi juga tidak menampik ada perluasan enam barang/jasa yang akan dikenakan PPN meski sebelumnya sudah dibebaskan. Barang/jasa tersebut dikenai PPN karena bersifat mewah.

    Barang/jasa yang dimaksud, yaitu beras premium, buah-buahan premium, daging premium (wagyu, daging kobe), ikan mahal (salmon premium, tuna premium), udang dan krustasea premium (king crab), jasa pendidikan premium, jasa pelayanan kesehatan medis premium, serta listrik pelanggan rumah tangga 3.500-6.600 volt ampere (va).

    Sebelumnya, barang/jasa tersebut termasuk yang dibebaskan PPN karena masuk kategori bahan makan, listrik, dan jasa sektor pendidikan/kesehatan seperti yang diatur PP 49/2024 dan Perpres 59/2020.

    Susi menjelaskan Kementerian Keuangan sedang menyusun Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang nantinya merincikan kriteria hingga kategori enam barang/jasa premium itu yang akan dikenakan PPN 12%.

    “Nanti masih harus menunggu teknis detilnya kan di PMK,” ujarnya.

    Berikut Barang/Jasa yang Bebas PPN

    Bahan makanan (daging, ikan, beras, cabai, gula pasir, telur ayam ras, dan bawang—kecuali yang bersifat premium yang nanti dirincikan dalam PMK);
    Jasa pendidikan;
    Jasa pelayanan kesehatan medis;
    Jasa pelayanan sosial;
    Jasa angkutan umum;
    Jasa keuangan;
    Jasa persewaan rumah susun dan umum.

    Berikut Daftar Barang Mewah Kena PPN 12%

    Beras premiumBuah-buahan premium;
    Daging premium (wagyu, daging kobe);
    Ikan mahal (salmon premium, tuna premium);
    Udang dan krustasea premium (king crab);
    PPN atas jasa pendidikan premium;
    PPN atas jasa pelayanan kesehatan medis premium;
    Pengenaan PPN untuk listrik pelanggan rumah tangga 3.500-6.600 volt ampere (va).

  • PPN 12 persen, paket stimulus dan dampak terhadap ekonomi

    PPN 12 persen, paket stimulus dan dampak terhadap ekonomi

    Jakarta (ANTARA) – Rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen resmi dilanjutkan oleh Pemerintah. Tarif ini bakal berlaku mulai 1 Januari 2025.

    Bersamaan dengan itu, Pemerintah menyiapkan paket stimulus ekonomi yang menyasar enam aspek, yakni rumah tangga, pekerja, UMKM, industri padat karya, mobil listrik dan hibrida, serta properti.

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut paket stimulus itu dirancang sekomprehensif mungkin untuk bisa memberikan keseimbangan antara data perekonomian dengan masukan dari berbagai pihak.

    Namun, reaksi publik menyangsikan keputusan Pemerintah yang dianggap makin menekan kemampuan ekonomi rakyat. Publik masih belum berhenti meminta Pemerintah untuk membatalkan kebijakan PPN 12 persen.

    Penjelasan PPN 12 persen

    Dalam beberapa kesempatan sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto maupun DPR menyatakan tarif PPN 12 persen akan diterapkan secara selektif, utamanya menyasar kelompok barang mewah.

    Dari konferensi pers Senin (16/12), Pemerintah mengumumkan tarif tunggal PPN, yakni sebesar 12 persen, namun dengan fasilitas pembebasan terhadap barang dan jasa kebutuhan pokok serta pajak ditanggung pemerintah (DTP) terhadap tiga komoditas.

    Barang dan jasa kebutuhan pokok yang dimaksud dalam definisi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), adalah barang dan jasa kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, di antaranya beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, dan sayur-sayuran.

    Untuk jasa, mencakup jasa kesehatan, jasa pelayanan sosial, jasa keuangan, jasa asuransi, jasa pendidikan, jasa angkutan umum, dan jasa tenaga kerja. Buku, vaksin polio, rumah sederhana dan sangat sederhana, rusunami, serta pemakaian listrik dan air minum pun termasuk yang mendapat fasilitas pembebasan PPN.

    Sementara itu, terdapat tiga komoditas yang seharusnya termasuk dalam objek pajak PPN 12 persen, tetapi kenaikan tarif 1 persen ditanggung oleh Pemerintah karena dianggap sangat dibutuhkan oleh masyarakat umum. Ketiga komoditas itu adalah tepung terigu, gula untuk industri, dan minyak goreng rakyat atau MinyaKita.

    Di luar dua kelompok itu, tarif PPN yang dikenakan adalah sebesar 12 persen.

    Terkait barang mewah, Pemerintah melakukan penyesuaian terhadap definisi barang mewah dalam kebijakan PPN 12 persen.

    Dari paparan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, konsep barang mewah selama ini mengacu pada ketentuan pengenaan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), yang terdiri dari dua kelompok, yaitu kendaraan bermotor dan non-kendaraan bermotor.

    Untuk non-kendaraan bermotor, rinciannya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15 Tahun 2023, di antaranya hunian mewah, balon udara, peluru dan senjata api, pesawat udara, serta kapal pesiar mewah.

    Adapun dalam konteks PPN 12 persen, Pemerintah memperluas kelompok barang mewah dengan turut menyasar barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, dan jasa pendidikan yang dikonsumsi oleh kalangan mampu — atau yang disebut oleh Sri Mulyani sebagai barang dan jasa premium.

    Mengacu pada definisi di UU HPP, kelompok-kelompok tersebut seharusnya mendapat fasilitas pembebasan PPN. Namun, karena sifatnya yang premium, Pemerintah bakal menarik PPN 12 persen terhadap barang dan jasa tersebut.

    Sebagai contoh, dalam UU HPP, daging termasuk barang kebutuhan pokok yang dibebaskan dari PPN. Namun, daging wagyu dan kobe nantinya bakal termasuk golongan yang dikenakan tarif PPN 12 persen. Sama halnya, ikan juga termasuk komoditas yang dibebaskan dari PPN, tetapi salmon dan tuna yang lebih banyak dikonsumsi masyarakat kelompok atas bakal diterapkan tarif 12 persen.

    Adapun untuk jasa pendidikan, yang termasuk objek pengenaan PPN adalah sekolah dengan iuran tinggi. Untuk jasa kesehatan, layanan VIP menjadi contoh jasa yang dianggap premium.

    Listrik pelanggan rumah tangga 3500-6600 VA juga akan dimasukkan dalam objek pajak tarif PPN 12 persen.

    Untuk detail lebih lanjut mengenai barang dan jasa yang menjadi objek pajak PPN 12 persen maupun yang diberikan insentif akan dituangkan dalam peraturan yang diterbitkan belakangan, bisa berupa peraturan menteri maupun peraturan pemerintah.

    Paket stimulus ekonomi

    Paket stimulus disiapkan untuk meredam efek kenaikan tarif PPN.

    Untuk merespons risiko daya beli masyarakat, Pemerintah menyediakan tiga stimulus untuk mendukung rumah tangga, yakni bantuan beras sebanyak 10 kilogram per bulan yang akan dibagikan pada Januari dan Februari 2025, PPN DTP untuk tiga komoditas, dan diskon sebesar 50 persen untuk listrik di bawah 2.200 VA.

    Untuk memitigasi risiko pemutusan hubungan kerja (PHK), Pemerintah memperkuat program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Pemerintah melakukan penyesuaian terhadap nilai manfaat dan masa klaim. Besarannya diubah menjadi 60 persen untuk enam bulan masa penerimaan manfaat (dari sebelumnya 45 persen pada tiga bulan pertama dan 25 persen pada tiga bulan berikutnya) dengan masa klaim diperpanjang menjadi enam bulan setelah terkena PHK.

    Program JKP juga menyediakan akses informasi pasar kerja serta pelatihan keterampilan untuk membantu peserta program mendapatkan pekerjaan baru.

    Untuk risiko kerentanan pengusaha, disiapkan stimulus untuk UMKM, yakni perpanjangan insentif PPh final sebesar 0,5 persen bagi pengusaha dengan omzet di bawah Rp500 juta per tahun.

    Paket stimulus ekonomi berikutnya menyasar industri padat karya. Terdapat insentif PPh 21 DTP bagi pekerja dengan gaji sampai dengan Rp10 juta per bulan, bantuan pembiayaan dengan subsidi bunga 5 persen, serta bantuan jaminan kecelakaan kerja sebesar 50 persen selama 6 bulan.

    Pemerintah juga menyiapkan insentif untuk pembelian kendaraan listrik dan hibrida berupa PPN dan PPnBM, dengan rincian PPN DTP sebesar 10 persen untuk kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) completely knocked down (CKD), PPnBM DTP 15 persen untuk KBLBB impor completely built up (CBU) dan CKD, serta bea masuk 0 persen untuk KBLBB CBU. Juga, PPnBM DTP sebesar 3 persen untuk kendaraan bermotor hibrida.

    Terakhir, paket stimulus menyasar sektor properti, dengan memperpanjang insentif PPN DTP untuk rumah dengan harga jual sampai dengan Rp5 miliar. PPN yang ditanggung maksimal untuk harga Rp2 miliar, dengan rincian diskon 100 persen untuk Januari-Juni 2025 dan 50 persen untuk Juli-Desember 2025.

    Dampak terhadap ekonomi

    Salah satu dampak yang disorot dari kebijakan tarif PPN 12 persen adalah potensi inflasi yang tinggi pada tahun depan. Center of Economics and Law Studies (Celios) memperkirakan kenaikan tarif PPN 12 persen pada 2025 bisa meningkatkan inflasi hingga ke level 4,11 persen. Sebagai catatan, inflasi per November 2024 tercatat sebesar 1,55 persen (year-on-year/yoy).

    Celios juga menghitung kenaikan PPN bisa menambah pengeluaran kelompok miskin sebesar Rp101.880 per bulan. Sementara kelompok kelas menengah mengalami kenaikan pengeluaran sebesar Rp354.293 per bulan.

    Sementara itu, Bank Indonesia (BI) menyebut dampak PPN 12 persen terhadap inflasi tak terlalu signifikan. Berdasarkan proyeksi Deputi Gubernur BI Aida S Budiman, efek PPN terhadap inflasi berkisar 0,2 persen.

    Dari sisi Pemerintah, Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan dan Pengembangan Usaha Badan Usaha Milik Negara Kemenko Perekonomian Ferry Irawan menyebut risiko kenaikan inflasi itu telah diantisipasi, yang terefleksi pada kehadiran paket stimulus bantuan pangan dan diskon listrik 50 persen pada Januari-Februari 2025. Insentif diberikan selama dua bulan untuk menjaga tingkat inflasi pada kuartal I, yang diyakini berperan penting dalam menentukan tingkat inflasi sepanjang tahun.

    Namun, efektivitas dari paket stimulus yang disiapkan Pemerintah banyak dipertanyakan. Salah satu komentar datang dari Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede yang menyebut keuntungan stimulus bersifat jangka pendek. Sementara untuk jangka panjang, perlu ada evaluasi lebih lanjut oleh Pemerintah.

    Senada dengan itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menyatakan bahwa pemberian berbagai insentif tidak cukup untuk mengurangi dampak kenaikan PPN menjadi 12 persen. Pasalnya, kinerja permintaan maupun industri sudah terlanjur melemah. Meski ada insentif untuk industri padat karya, misalnya, industri ini sudah telanjur terpuruk, seperti yang terlihat pada industri tekstil dan industri alas kaki.

    Di sisi lain, juga ada sejumlah optimisme terhadap kebijakan tarif PPN 12 persen.

    Contohnya, peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet yang menilai paket stimulus bersifat inklusif dalam memitigasi dampak kenaikan tarif PPN. Tetapi, dia turut mewanti-wanti soal terbatasnya durasi dan jangkauan tiap insentif.

    Kemudian, Kepala Center of Food, Energy and Sustainable Development Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov berpendapat insentif diskon listrik dapat membantu meringankan beban biaya hidup, terutama bagi keluarga dengan penghasilan terbatas yang sebagian besar bergantung pada tarif listrik bersubsidi. Dia meminta Pemerintah memastikan pemberian diskon tarif listrik pada awal tahun depan agar tepat sasaran.

    Selain itu, ia juga mendorong Pemerintah melakukan evaluasi secara hati-hati agar efek kebijakan tidak hanya bersifat sementara, tetapi berdampak besar pada pola konsumsi jangka panjang.

    Bila hasil evaluasi menunjukkan dampak positif terhadap peningkatan konsumsi masyarakat, Pemerintah dapat mempertimbangkan untuk melanjutkan stimulus tersebut.

    Secara keseluruhan, paket stimulus Pemerintah dinilai bersifat temporer. Terlebih, rata-rata insentif merupakan perpanjangan atau penguatan dari kebijakan yang telah ada sebelumnya.

    Direktur Celios Bhima Yudhistira menyerukan agar Pemerintah mengkaji alternatif kebijakan tarif PPN. Menurutnya, memperluas basis pajak, penerapan pajak kekayaan, dan memberantas celah penghindaran pajak, lebih efektif meningkatkan penerimaan negara tanpa perlu membebani masyarakat.

    Editor: Slamet Hadi Purnomo
    Copyright © ANTARA 2024

  • Bea Cukai menambah alat pemindai peti kemas di 3 pelabuhan tahun depan

    Bea Cukai menambah alat pemindai peti kemas di 3 pelabuhan tahun depan

    Kami akan melanjutkan implementasi ini bukan hanya di Tanjung Priok, tetapi juga di Pelabuhan Tanjung Emas dan Tanjung Perak pada triwulan I-2025.

    Jakarta (ANTARA) – Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan menambah pemasangan alat pemindai peti kemas barang impor dan ekspor di tiga pelabuhan pada tahun depan.

    Ketiga pelabuhan itu adalah Tanjung Emas, Semarang, Jawa Tengah; Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur; dan Belawan, Medan, Sumatera Utara.

    Adapun saat ini, Bea Cukai telah memasang alat tersebut di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.

    “Kami akan melanjutkan implementasi ini bukan hanya di Tanjung Priok, tetapi juga di Pelabuhan Tanjung Emas dan Tanjung Perak pada triwulan I-2025,” kata Direktur Jenderal Bea dan Cukai Askolani kepada wartawan, usai konferensi pers Peresmian dan Pemberlakuan Alat Pemindai Peti Kemas, di Jakarta, Rabu.

    Sementara untuk Pelabuhan Belawan, pemasangan alat pemindai peti kemas akan dilakukan pada kuartal II-2025.

    Pemilihan tiga pelabuhan tersebut mempertimbangkan tingginya volume arus barang, sehingga pengawasan yang lebih kuat perlu dilakukan.

    Pemberlakuan alat pemindai peti kemas barang impor dan ekspor ini terlaksana dalam rangka mendukung Astacita ke-7 Presiden RI Prabowo Subianto, yaitu untuk memerangi segala bentuk penyelundupan barang ekspor dan impor.

    Tujuan lain adalah sebagai wujud upaya pemerintah dalam meningkatkan efisiensi, transparansi, dan keamanan arus barang, serta menjamin perbaikan tata kelola pelabuhan.

    Penyediaan alat pemindai peti kemas ini mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 109/PMK.04/2020 tentang Kawasan Pabean dan Tempat Penimbunan Sementara.

    Pemberlakuan alat pemindai peti kemas ini pun dapat menjadi daya dorong dalam rangka membangun tata kelola pelabuhan yang semakin baik (good governance). Diketahui, di tahun 2024 (data hingga November 2024) dwelling time Indonesia tercatat sebesar 2,71, dengan customs clearance 0,3-0,4.

    Mulai Desember 2024, 10 alat pemindai peti kemas telah siap digunakan di lima lokasi berbeda di Pelabuhan Tanjung Priok, yaitu JICT (Jakarta International Container Terminal), TPS KOJA, NPCT-MTI (New Priok Container Terminal-Multi Terminal Indonesia), TER3-MAL (Mustika Alam Lestari), dan Graha Segara.

    Pewarta: Imamatul Silfia
    Editor: Budisantoso Budiman
    Copyright © ANTARA 2024

  • 2025, Bea Cukai Akan Resmikan Pemindai Peti Kemas di 3 Pelabuhan

    2025, Bea Cukai Akan Resmikan Pemindai Peti Kemas di 3 Pelabuhan

    Jakarta, Beritasatu.com – Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan PT Pelabuhan Indonesia (Persero) akan meresmikan alat pemindai peti kemas barang impor dan ekspor di tiga pelabuhan pada 2025.

    Sebelumnya, Bea Cukai dan Pelindo meresmikan 10 alat pemindai peti kemas di terminal peti kemas (TPK) Koja, Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (18/12/2024).

    “Kita akan melanjutkan implementasi ini, bukan hanya di Tanjung Priok, tetapi juga di pelabuhan Tanjung Emas dan Tanjung Perak pada kuartal  I 2025,” kata Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Askolani di tempat penimbunan sementara TPK Koja, Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (18/12/2024).

    Kemudian pada kuartal II 2025, DJBC dan Pelindo akan meresmikan alat pemindai peti kemas lagi di Pelabuhan Belawan, Sumatera Utara. Nantinya, pelabuhan tersebut akan menjadi wilayah besar untuk kegiatan ekspor dan impor.

    “Tiga pelabuhan besar dengan volume signifikan, pemasukan dan pengeluaran barang ekspor di wilayah Jawa di awal kuartal I 2025, bisa kita standarisasi dari sisi pelayanan pengawasan,” ujar Askolani.

    Askolani menambahkan, kecanggihan alat ini mampu memindai isi peti kemas Bea Cukai ini tanpa perlu membuka fisik kontainer, termasuk limbah dan narkotika.

    Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia (Persero) Arif Suhartono menyampaikan dukungannya atas upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengawasi keluar dan masuk barang serta memastikan pendapatan negara. “Pelindo mendukung inisiatif dari kementerian dan lembaga serta mendukung pemerintahan Presiden Prabowo,” tambahnya.

    Adapun 10 alat pemindai peti kemas milik Bea Cukai di Pelabuhan Tanjung Priok tersebar di lima lokasi, antara lain JICT, TPS Koja, NPCT-MTI, TER3-MAL, dan Graha Segara. Penyediaan alat peti kemas ini mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 109/PMK.04/2020 tentang Kawasan Pabean dan Tempat Penimbunan Sementara. 

  • Bea Cukai Resmikan 10 Alat Pemindai Peti Kemas di Pelabuhan Tanjung Priok

    Bea Cukai Resmikan 10 Alat Pemindai Peti Kemas di Pelabuhan Tanjung Priok

    Jakarta, Beritasatu.com – Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) meresmikan pemberlakuan 10 alat pemindai peti kemas barang impor dan ekspor di terminal peti kemas (TPK) Koja, Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (18/12/2024).

    Dirjen Bea dan Cukai Askolani mengatakan, pemberlakuan alat pemindai peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok ini merupakan wujud dukungan terhadap program Asta Cita Presiden Prabowo Subianto menuju Indonesia Emas 2045.

    “Ini sebagai langkah nyata kabinet baru dari program Asta Cita. Alhamdulillah dalam waktu dekat kita bisa memperkuat proses pelayanan dan pengawasan kita di pelabuhan-pelabuhan TNI,” ujar Aslolani dalam sambutannya.

    Askolani melanjutkan, alat pemindai peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok mempermudah transparansi kegiatan impor dan ekspor dengan proses yang cepat, terjangkau, dan pengawasan yang ketat.

    Dengan alat yang mampu memindai isi peti kemas tanpa membuka kontainer, pemeriksaan lebih efisien, mengurangi waktu tunggu, serta mencegah penyelundupan barang ilegal.

    Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia (Persero) Arif Suhartono menyampaikan dukungannya atas upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengawasi keluar dan masuk barang serta memastikan pendapatan negara. “Pelindo mendukung inisiatif dari kementerian dan lembaga serta mendukung pemerintahan Presiden Prabowo,” tambahnya.

    Adapun 10 alat pemindai peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok tersebar di lima lokasi, antara lain JICT, TPS Koja, NPCT-MTI, TER3-MAL, dan Graha Segara. Penyediaan alat peti kemas ini mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 109/PMK.04/2020 tentang Kawasan Pabean dan Tempat Penimbunan Sementara. 
     

  • Bukan Cuma Barang Mewah, Pakaian hingga Kosmetik Kena PPN 12%

    Bukan Cuma Barang Mewah, Pakaian hingga Kosmetik Kena PPN 12%

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah menegaskan tarif pajak pertambahan nilai atau PPN 12% tidak hanya akan dikenakan untuk barang/jasa yang bersifat mewah pada 1 Januari 2025. Barang-barang umum seperti pakaian hingga kosmetik juga akan dikenakan PPN 12%.

    Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Morgiarso menjelaskan barang/jasa yang dibebaskan dari tarif PPN 12% diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 49/2024 dan Peraturan Presiden (Perpres) No. 59/2020.

    Selain itu, diputuskan ada tambahan tiga barang strategis yang tarif PPN-nya ditanggung pemerintah (DTP) sebesar 1% yaitu MinyakKita, tepung terigu, dan gula industri. Artinya, tiga barang tersebut kena PPN 11%.

    “Nah di luar itu sebenarnya secara legalnya kan tetap kena PPN 12%. Artinya ada tambahan 1% dari yang ada sekarang, kan gitu,” jelas Susi di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, dikutip Rabu (18/12/2024).

    Singkatnya, secara umum barang/jasa yang telah menjadi kebutuhan umum seperti pakaian, sepatu, kosmetik, jajanan, hingga layanan streaming (Netflix, Spotify, dan sejenisnya) akan tetap kena PPN 12%

    Susi juga tidak menampik ada perluasan enam barang/jasa yang akan dikenakan PPN meski sebelumnya sudah dibebaskan. Barang/jasa tersebut dikenai PPN karena bersifat mewah.

    Barang/jasa yang dimaksud yaitu beras premium, buah-buahan premium, daging premium (wagyu, daging kobe), ikan mahal (salmon premium, tuna premium), udang dan krustasea premium (king crab), jasa pendidikan premium, jasa pelayanan kesehatan medis premium, serta listrik pelanggan rumah tangga 3.500-6.600 volt ampere (va).

    Sebelumnya, barang/jasa tersebut termasuk yang dibebaskan PPN karena tersebut bahan makan, listrik, dan jasa sektor pendidikan/kesehatan seperti yang diatur PP 49/2024 dan Perpres 59/2020.

    Susi menjelaskan Kementerian Keuangan sedang menyusun Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang nantinya merincikan kriteria hingga kategori enam barang/jasa premium itu yang akan dikenakan PPN 12%.

    “Nanti masih harus menunggu teknis detilnya kan di PMK,” ujarnya.

    Berikut Barang/Jasa yang Bebas PPN:

    Bahan makanan (daging, ikan, beras, cabai, gula pasir, telur ayam ras, dan bawang—kecuali yang bersifat premium yang nanti dirincikan dalam PMK)
    Jasa pendidikan 
    Jasa pelayanan kesehatan medis
    Jasa pelayanan sosial
    Jasa angkutan umum
    Jasa keuangan 
    Jasa persewaan rumah susun dan umum 

     

  • Wamenperin Singgung Efek Harga Eceran Rokok Naik dan Keluh Pengusaha

    Wamenperin Singgung Efek Harga Eceran Rokok Naik dan Keluh Pengusaha

    Jakarta, CNN Indonesia

    Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Riza menyinggung dampak kenaikan harga jual eceran (HJE) rokok pada 2025.

    Menurutnya, sumbangsih cukai rokok ke industri hasil tembakau (IHT) sudah menurun. Ini juga lantaran muncul sejumlah dinamika di industri, termasuk keluhan pengusaha.

    “Mudah-mudahan tidak (kenaikan HJE rokok tak berdampak ke sektor IHT),” ucapnya selepas Launching Roadmap Pengembangan Jasa Industri 2025-2045 di Kemenperin, Jakarta Selatan, Selasa (17/12).

    “Mudah-mudahan tidak berdampak banyak, tapi saya melihat, kelihatannya orang merokok gak berkurang. Jadi, tidak tahu ini kontribusinya atau penyebarannya seperti apa. Harus dihitung ulang,” tegas Faisol.

    Cukai hasil tembakau (CHT) memang tidak naik pada tahun depan. Kendati, pemerintah tetap mengerek harga jual eceran rokok.

    Ketentuan kenaikan HJE rokok mulai 1 Januari 2025 dimuat dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 97 Tahun 2024. Beleid ini adalah perubahan ketiga atas PMK Nomor 192 Tahun 2021 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau Berupa Sigaret, Cerutu, Rokok Daun Atau Klobot, dan Tembakau Iris.

    “Bahwa untuk mengendalikan konsumsi hasil tembakau, melindungi industri hasil tembakau yang padat karya, yang proses produksinya menggunakan cara lain daripada mesin, dan optimalisasi penerimaan negara,” bunyi pertimbangan revisi PMK yang diteken Menteri Keuangan Sri Mulyani pada 4 Desember 2024.

    Di lain sisi, Wamenperin Faisol mengungkapkan dua keluhan utama pengusaha atau produsen rokok. Keluh kesah ini muncul seiring lahirnya Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Kesehatan.

    “Mereka (pengusaha atau produsen rokok) mengeluhkan beberapa peraturan, salah satunya rancangan peraturan (RPP Kesehatan), pertama mengenai kemasan,” beber Faisol.

    “Kedua, lokasi mereka berjualan yang harus kurang lebih 200 meter dari tempat pendidikan. Itu juga menjadi keluhan dari mereka. Sedang dikomunikasikan untuk mencari jalan keluar yang baik,” sambungnya.

    Faisol menegaskan Kementerian Perindustrian terus melakukan diskusi dengan para pelaku usaha. Obrolan ini juga melibatkan kelompok asosiasi.

    (skt/sfr)

  • Pemerintah Susun Kriteria Barang Premium yang Bakal Kena PPN 12 Persen

    Pemerintah Susun Kriteria Barang Premium yang Bakal Kena PPN 12 Persen

    Jakarta, CNN Indonesia

    Pemerintah tengah kebut aturan detail kriteria barang dan jasa premium yang bakal dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen mulai 1 Januari 2025.

    Aturan detail nanti akan berbentuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Beleid itu akan berisi jenis dan harga barang yang termasuk dalam kategori premium atau mewah.

    “Nanti teknisnya itulah yang akan dirumuskan nanti di dalam PMK itu tadi. Makanya nanti akan kita detailkan kembali tindak lanjutnya,” ujar Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso di kantornya, Selasa (17/12).

    Menurut Susi sapaan akrabnya, pemerintah memiliki waktu sampai akhir bulan sebelum merilis aturan detail. Sebab, kebijakan PPN 12 persen harus dilaksanakan mulai awal tahun.

    “Ini kan masih ada waktu sampai akhir bulan ini, karena itu kami sudah ditugaskan Pak Menko untuk mengkoordinasikan teknis perumusan di PMK-nya seperti apa,” jelasnya.

    Susi menyebutkan misalnya untuk PPN sekolah mahal, pihaknya tengah mengumpulkan data berapa biaya sekolah bulannya. Termasuk jenis beras yang bakal dikenakan PPN 12 persen.

    “Ini kan tidak mudah. Tapi nanti itu yang kita detailkan dalam PMKnya,” pungkasnya.

    Pemerintah akan menaikkan tarif PPN dari 11 menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025 mendatang. Namun, tarif tak berlaku untuk semua barang.

    Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan ada barang yang tidak kena dan ada barang yang kena PPN 12 persen.

    Untuk yang kena, ia mengatakan kebanyakan merupakan barang premium yang konsumennya adalah orang kaya.

    Berikut beberapa contoh daftar barang premium yang kena PPN 12 persen mulai 1 Januari 2025:

    1. Beras super premium
    2. Buah-buahan premium
    3. Daging premium
    4. Ikan mahal seperti salmon premium, tuna premium
    5. Udang dan crustacea premium (king crab)
    6. Jasa pendidikan premium
    7. Jasa pelayanan kesehatan medis premium
    8. Listrik pelanggan rumah tangga 3.500-6.600 VA.

    (ldy/agt)

  • Inilah Kelompok Pekerja Padat Karya Gaji di Bawah 10 Juta yang Bakal Bebas Pajak Penghasilan di 2025

    Inilah Kelompok Pekerja Padat Karya Gaji di Bawah 10 Juta yang Bakal Bebas Pajak Penghasilan di 2025

    TRIBUNJATIM.COM – Simak siapa saja pekerja padat karya yang akan bebas pajak penghasilan di 2025.

    Diketahui pemerintah akan membebaskan pajak penghasilan (PPh) untuk para pekerja di sektor padat karya yang memiliki gaji di bawah Rp 10 juta, mulai 1 Januari 2025.

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Indonesia Airlangga Hartarto mengatakan, kebijakan tersebut merupakan imbas kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen.

    Adapun penetapan PPN 12 persen akan berlaku mulai 1 Januari 2025, sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

    “Dari Rp 4,8 juta–Rp 10 juta, PPh-nya ditanggung pemerintah, khusus untuk industri padat karya, ya,” kata Airlangga dalam Konferensi Pers Paket Stimulus Ekonomi untuk Kesejahteraan, dikutip dari siaran akun YouTube Perekonomian RI, Senin (16/12/2024).

    Airlangga menuturkan, kebijakan tersebut merupakan salah satu bentuk kepedulian pemerintah terhadap masyarakat kelas menengah sektor padat karya.

    Pasalnya, kondisi daya beli dari masyarakat kelas menengah dalam beberapa waktu ke belakang juga sedang menurun.

    Lantas, siapa saja yang termasuk ke dalam kelompok pekerja padat karya yang dibebaskan PPh pada 2025?

    Kelompok pekerja padat karya yang bebas PPh

    Istilah “padat karya” mengacu pada suatu proses atau industri yang membutuhkan banyak tenaga kerja untuk memproduksi barang atau jasanya.

    Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu mengatakan, sektor padat karya yang dimaksud mencakup industri, seperti:

    Industri tekstil dan pakaian jadi
    Industri furnitur
    Industri alas kaki atau sepatu dan sebagainya.

    Dia menegaskan, rincian lengkap mengenai industri yang akan menerima fasilitas tersebut akan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang akan diterbitkan.

    Tak hanya memberikan insentif PPh Pasal 21 yang ditanggung pemerintah (DTP), pemerintah juga memberi insentif berupa pembiayaan industri padat karya.

    Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, insentif tersebut diberikan dengan tujuan untuk revitalisasi mesin guna mendukung produktivitas dengan subsidi bunga 5 persen.

    Selain itu, pemerintah juga memberi bantuan sebesar 50 persen untuk jaminan kecelakaan kerja (JKK) pada sektor padat karya selama enam bulan.

    Ilustrasi gaji. (Tribunnews.com)

    Diketahui kenaikan PPN 12 persen disoroti sejumlah media asing.

    Dalam konferensi pers pada Senin (16/12/2024), pemerintah Indonesia mengumumkan tarif PPN 12 persen berlaku mulai 1 Januari 2025.

    Hal tersebut sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

    “Sesuai dengan amanat UU HPP, ini sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, tarif PPN tahun depan akan naik menjadi 12 persen per Januari,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, dikutip dari Kompas.com, Senin.

    Lantas, apa kata media asing soal tarif PPN 12 persen di Indonesia?

    Reuters: PPN tidak jadi hanya untuk barang-barang mewah

    Melalui artikel berjudul “Indonesia presses ahead with VAT hike across the board, not only luxury goods”, Reuters menyoroti langkah pemerintah yang tetap melanjutkan rencana kenaikan tarif PPN.

    “Secara hukum, tarif PPN dijadwalkan naik satu poin persentase menjadi 12 persen mulai 1 Januari, tetapi ada tekanan publik yang semakin besar untuk menundanya, sehingga mendorong anggota parlemen untuk mengusulkan kenaikan PPN selektif,” tulis Reuters.

    Namun, pemerintah Indonesia tidak jadi memberlakukan kenaikan tarif PPN selektif hanya pada barang-barang mewah saja, melainkan di seluruh sektor.

    Bahkan, mengutip pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, untuk pertama kalinya PPN akan dikenakan pada makanan dan layanan berkualitas premium, termasuk sekolah internasional dan rumah sakit kelas atas.

    Guna meringankan dampak kenaikan tarif PPN, kantor berita dunia itu menuliskan, pemerintah memperkenalkan kebijakan baru kepada masyarakat berpenghasilan rendah.

    Beberapa di antaranya adalah pembebasan PPN atas properti tertentu, perluasan insentif pajak kendaraan elektronik, dan pembebasan pajak penghasilan bagi masyarakat dengan gaji di bawah Rp 10 juta.

    Selain itu, pemerintah Indonesia turut menurunkan tarif listrik hingga 50 persen selama dua bulan bagi rumah tangga berpenghasilan rendah.

    Bloomberg: Kenaikan PPN dilanjut di tengah pelemahan daya beli dan PHK

    Media Bloomberg juga menyoroti kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen dalam artikel bertajuk “Indonesia to Hike VAT Next Year, Offers Perks to Soften Blow”.

    Kantor berita yang berpusat di New York, Amerika Serikat ini mengungkapkan, Indonesia akan melanjutkan kenaikan PPN pada 2025, sembari menawarkan sejumlah insentif untuk mengurangi dampaknya terhadap konsumsi dan pertumbuhan ekonomi.

    “Keputusan untuk meneruskan kenaikan PPN ini muncul di tengah-tengah reaksi publik dan politik dari masyarakat Indonesia yang sedang berjuang melawan pelemahan daya beli dan serentetan pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor manufaktur,” tulisnya.

    Bloomberg menyebutkan, protes publik juga meningkat saat pemerintah melontarkan gagasan amnesti pajak atau kebijakan pengampunan pajak baru.

    Hal itu memicu persepsi bahwa kebijakan pajak hanya membebani kelas bawah dan menengah, dan berpihak pada orang-orang superkaya.

    “Kita harus menjaga APBN tetap sehat, sehingga menjadi sumber solusi, bukan sumber krisis,” tulis media asing tersebut, mengutip pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani.

    Berdasarkan laporan Bank Dunia, konsumsi menyumbang lebih dari separuh produksi domestik Indonesia dan merupakan mesin pertumbuhan penting bagi ekonomi terbesar di Asia Tenggara.

    Pertumbuhan produk domestik bruto pun merosot ke level terendah dalam satu tahun, sebesar 4,95 persen pada kuartal ketiga.

    Sementara itu, inflasi merosot ke level terendah dalam lebih dari tiga tahun pada bulan November.

    “Namun, menangguhkan kenaikan pajak secara langsung akan berisiko mengikis pendapatan negara, dengan PPN menyumbang lebih dari 25 persen dari total penerimaan pajak tahun lalu,” kata Bloomberg.

    Di sisi lain, menurut estimasi Kementerian Keuangan, putaran terbaru dari pembebasan dan insentif diperkirakan akan mengurangi sekitar Rp 40 triliun dari pendapatan negara, dan meningkatkan total biaya menjadi Rp 445,5 triliun atau 1,83 persen dari PDB pada 2025.

    Meski demikian, mengutip Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu, Indonesia dapat mempertahankan target defisit anggaran sebesar 2,53 persen dari PDB untuk tahun depan.

    Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews Tribunjatim.com

  • Pajak PPh 21 Pekerja dengan Gaji di Bawah Rp 10 Juta Ditanggung Pemerintah

    Pajak PPh 21 Pekerja dengan Gaji di Bawah Rp 10 Juta Ditanggung Pemerintah

    JAKARTA – Bagi masyarakat yang memiliki penghasilan gaji sampai dengan 10 juta per bulan, pemerintah akan membebaskan pajak penghasilan ( PPh 21 ) untuk para pekerja di sektor padat karya.

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, Presiden Prabowo subianto sudah memerintahkan agar sektor padat karya ini menjadi perhatian penting.

    BACA JUGA: BPR Kencana Kota Cimahi Dilikuidasi, LPS Siapkan Dana Simpanan Nasabah

    ‘’Hal ini karena sektor padat karya sedang mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir,’’ ujar Sri Mulyaa dalam keterangan ujarnya, dikutip selasa, (17/12/2024).

    Menurutnya,  pemerintah akan memberikan keringanan insentif untuk pajak penghasilan ( PPh 21 ) bagi para pekerja yang bergerak di indutri padat karya.

    “Jadi gajinya capai 10 juta maka PPh pasal 21-nya ditanggung pemerintah sampai 10 juta per bulan,” ujarnya.

    BACA JUGA: Diduga Minta Imbalan, Kabid Penegakan Perda Satpol PP Kota Cimahi jadi Tersangka!

    Sri Mulyani menuturkan, industri padat karya yang dimaksud adalah usaha yang melibatkan para pekerja sdalam jumlah banyak, seperti pada industri tekstil, sepatu sampai dengan furniture.

    Selain itu, untuk mendukung industri padat karya berkembang dan kembali bangkit pemerintah juga memberikan subsidi bunga sebesar 5 persen untuk pembiayaan pengadaan mesin industri.

    Pemerintah juga akan memberikan bantuan jaminan kecelakaan kerja sebesar 50 persen untuk industri padat karya selama 6 bulan.

    BACA JUGA: Pedagang Pasar Gedebage Ngamuk, Ancam Buang Sampah ke Kantor Perumda Pasar dan DLHK Kota Bandung

    Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Indo (Apindo) mengaku telah bertemu dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) agar insentif pajak penghasilan (PPh) 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) kembali diberikan oleh pemerintah.

    Hal ini diusulkan karena saat ini tingkat daya beli masyarakat juga sedang turun dan pemberian insentif ini pernah dilakukan ketika Pandemi Covid-19.

    BACA JUGA: Proyek Galian Kabel BUMD Kota Bandung PT Bandung Infra Investama Dikerjakan Serampangan!

    Akan tetapi, pemberian insentif tersebut tidak diperpanjang dengan keluarnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 3 Tahun 2022.

    Sementara itu, Ketua Bidang Perdagangan Apindo Anne Patricia Sutanto menuturkan, pengajuan insentif PPh 21 DTP sudah diajukan ke kementerian keuangan.

    Pihaknya juga mengajukan DTP PPh 21 kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan usulan tersebut akan dipertimbangkan.