Produk: Peraturan Menteri Keuangan (PMK)

  • Heboh Penambahan Stafsus di Tengah Efisiensi, Istana Buka Suara

    Heboh Penambahan Stafsus di Tengah Efisiensi, Istana Buka Suara

    Bisnis.com, BOGOR – Istana merespons isu penambahan staf khusus (stafsus) di tengah upaya efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

    Kepala Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi menjelaskan bahwa jumlah staf khusus yang ditunjuk oleh Presiden atau Menteri tidak signifikan dibandingkan dengan anggaran yang diefisienkan.

    Menurutnya, meskipun ada penunjukan staf khusus, tetapi anggaran yang mereka terima tetap terjangkau dan efisien.

    “Coba cek saja, berapa gaji staf khusus. Totalnya berapa? Apakah sampai Rp15 juta? Gaji mereka tidak besar. Jadi, jika ada 3 staf khusus yang dilantik, itu tidak akan mempengaruhi anggaran secara signifikan,” kata Hasan kepada wartawan, Jumat (14/2/2025).

    Menurutnya, staf khusus ini bertugas untuk mendukung kinerja menteri dan bukan menjadi beban anggaran. Bahkan, kata Hasan setiap menteri dibatasi untuk memiliki maksimal lima staf khusus dan di kantor Hasan Nasbi sendiri hanya ada tiga staf khusus.

    “Dari sisi efisiensi, ini bukan apple to apple. Anggaran untuk staf khusus tidak perlu dibandingkan dengan penghematan besar yang dilakukan di sektor lain. Angka gaji staf khusus cukup kecil, tidak signifikan,” jelasnya.

    Terkait dengan staf khusus di pemerintah daerah (Pemda), Hasan menjelaskan bahwa kebijakan pengangkatan staf khusus di Pemda saat ini memang dilarang, dan mekanisme pengangkatan staf khusus tetap diatur oleh masing-masing kementerian atau lembaga di tingkat pusat.

    “Di Pemda, mereka punya mekanisme sendiri. Jadi kebijakan ini tetap sesuai arahan Presiden,” tandas Hasan.

    Untuk diketahui, belum lama ini Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin melantik artis Deddy Corbuzier sebagai staf khusus Menteri Pertahanan pada Selasa (11/2/2025).

    Deddy mengaku siap melanjutkan tugas dan pekerjaan baru sebagai staf khusus Menteri Pertahanan di bidang Komunikasi Sosial dan Publik pada Kementerian Pertahanan.

    “Sebuah kehormatan besar dapat melanjutkan tugas dan pekerjaan baru saya bersama Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin,” tuturnya melalui akun Instagram @dc.kemhan di Jakarta, Selasa (11/2/2025).

    Deddy mengatakan bahwa selama dua tahun terakhir dirinya telah ditunjuk oleh Menhan sebelumnya Prabowo Subianto jadi Komcad di Kemenhan.

    Merujuk Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 140 Tahun 2024 tentang Organisasi Kementerian Negara, pada Pasal 70 ayat (1) disebutkan bahwa staf khusus mempunyai tugas memberikan saran dan pertimbangan kepada Menteri Koordinator atau Menteri sesuai penugasan Menko atau Menteri. Dijelaskan pula pada Pasal 71 ayat (1) bahwa staf khusus dapat berasal dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan non-PNS.

    Adapun, hak keuangan dan fasilitas lainnya bagi staf khusus diberikan paling tinggi setara dengan jabatan struktural eselon I.b atau jabatan pimpinan tinggi madya.

    Namun, dalam hal staf khusus berhenti atau telah berakhir masa baktinya tidak memperoleh uang pensiun dan uang pesangon. Demikian bunyi Pasal 73 ayat (1) dan (3).

    Perlu diketahui, jabatan struktural eselon I.b atau jabatan pimpinan tinggi madya ini setara dengan PNS golongan IV/d. Ini artinya, gaji pokok stafsus Menhan seperti Deddy Corbuzier berada di rentang Rp3.723.000–Rp6.114.500 per bulan. Hal ini mengacu Perpres Nomor 10 Tahun 2024.

    Selain itu, stafsus Menhan juga akan mendapatkan tunjangan kinerja (tukin). Dalam Perpres Nomor 104 Tahun 2018 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Kementerian Pertahanan membagi klasifikasi tukin ke dalam 17 kelas jabatan, yakni dari rentang Rp1.968.000–Rp29.085.000 per bulan.

    Namun, pendapatan yang diperoleh stafsus Menhan bukan hanya gaji pokok dan tukin saja, melainkan juga berhak menerima Tunjangan Hari Raya (THR) dan gaji ketiga belas.

    Menurut Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15 Tahun 2024, tunjangan ini diberikan paling banyak sebesar tunjangan Hari Raya dan gaji ketiga belas yang diberikan kepada pejabat yang setara atau setingkat hak keuangannya atau hak administratifnya.

  • Lapor SPT 2024 Belum Pakai Coretex, Pakai e-Filling!

    Lapor SPT 2024 Belum Pakai Coretex, Pakai e-Filling!

    Di tahun 2025, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) resmi meluncurkan sistem perpajakan baru bernama Coretax. Sistem tersebut dipakai untuk pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh).

    Meskipun pihak DJP sudah mengenalkan sistem Coretax, pelaporan SPT untuk tahun pajak 2024 tetap menggunakan sistem lama lewat e-Filing di DJP Online.

    Wajib pajak yang memiliki kewajiban melaporkan SPT tahunan 2024 juga harus memperhatikan batas waktunya.

    Kira-kira, kenapa pelaporan SPT 2024 belum pakai Coretax, tetapi e-Filing? Simak alasan hingga batas waktu pelaporannya yang wajib diketahui.

    Kenapa pelaporan SPT 2024 pakai e-Filing?

    Sistem Coretax DJP telah dirilis secara resmi pada awal Januari 2025. Sistem tersebut diklaim mampu meningkatkan efisiensi dan mengurangi potensi kesalahan.

    Dilansir pajak.go.id, penerapan sistem Coretax sepenuhnya dimulai per 1 Januari 2025 alias penggunaannya untuk tahun pajak 2025. 

    Untuk pelaporan SPT 2024 belum pakai Coretax, wajib pajak tetap menggunakan e-Filing untuk wajib orang pribadi dan wajib pajak badan di DJP Online.

    Hal tersebut disebabkan transisi ke sistem baru membutuhkan waktu dan data transaksi wajib pajak di tahun 2024 belum terekam oleh Coretax.

    Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti mengungkapkan bahwa pelaporan SPT Tahunan PPh 2024 tetap memakai sistem lama.

    Ia juga menjelaskan bahwa penggunaan Coretax pada SPT Tahunan 2025 akan dipakai untuk pelaporan di tahun 2026.

    “Untuk SPT Tahunan PPh orang pribadi maupun badan baru menggunakan coretax pada SPT Tahunan tahun 2025 yang akan disampaikan pada tahun 2026,” ungkap Dwi dikutip dari Antara, Rabu (12/2).

    Cara pelaporan SPT 2024 lewat e-Filing

    Wajib pajak yang akan melaporkan SPT Tahunan 2024 atau sebelumnya bisa dilakukan di situs DJP Online. Berikut langkah-langkahnya.

    Buka laman https://pajak.go.id/portal-layanan-wp/ lewat browser. Silahkan pilih jenis layanan yang akan dilakukan. Klik menu Pelaporan SPT. Pilih PPh Tahun Pajak 2024 dan sebelumnya. Anda akan masuk ke halaman login lalu klik Selanjutnya. Pilih menu Lapor dan klik ikon e-Filing. Klik Buat SPT dan pilih jenis SPT sesuai dengan status perpajakan Anda, SPT Tahunan PPh Orang Pribadi (1770, 17770S, atau 17770SS) atau badan usaha (1771) Isi data SPT secara lengkap. Pastikan data yang dimasukkan sudah benar. Setelah itu, Anda akan diminta untuk memasukan kode verifikasi yang dikirimkan melalui email atau nomor telepon yang terdaftar. Lakukan verifikasi dengan memasukan kode. Kemudian, kirimkan SPT melalui fitur e-Filling atau e-Form. Simpan Bukti Penerimaan Elektronik (BPE) sebagai tanda bahwa SPT Anda telah diterima oleh DJP. Proses pelaporan SPT Tahunan PPh 2024 sudah berhasil dilakukan.

    Batas waktu pelaporan SPT 2024

    Selain aturan Lapor SPT 2024 belum pakai Coretax, wajib pajak juga harus memperhatikan batas waktunya. 

    Tenggat waktu pelaporan SPT telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024 tentang .

    Pada Pasal 169 dijelaskan bahwa batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh untuk wajib pajak orang pribadi paling lama 3 bulan setelah akhir tahun pajak.

    Di sisi lain, wajib pajak badan harus menyampaikan SPT Tahun paling lama 4 bulan setelah akhir tahun pajak.

    Adapun rincian batas waktu pelaporan SPT untuk tahun pajak 2024, yaitu sebagai berikut:

    Wajib pajak orang pribadi: 31 Maret 2025 Wajib pajak badan: 30 April 2025.

    Wajib pajak orang pribadi atau badan dalam transaksi pada tahun sebelumnya, pelaporan SPT 2024 belum pakai Coretax. Maka dari itu, wajib pajak bisa memakai e-Filing di DJP Online untuk melaporkan SPT sebelum batas waktu yang telah ditetapkan.

  • Harga Emas Antam Turun Rp8.000 per Gram pada Rabu, 12 Februari 2025: Ini Rinciannya

    Harga Emas Antam Turun Rp8.000 per Gram pada Rabu, 12 Februari 2025: Ini Rinciannya

    PIKIRAN RAKYAT – Pada Rabu, 12 Februari 2025, harga emas batangan produksi PT Aneka Tambang Tbk (Antam) mengalami penurunan sebesar Rp8.000 per gram dibandingkan dengan harga sehari sebelumnya.

    Berdasarkan data dari laman resmi Logam Mulia Antam, harga emas yang sebelumnya berada di Rp1.692.000 per gram, kini turun menjadi Rp1.684.000 per gram.

    Selain harga jual emas, harga buyback atau harga yang ditawarkan Antam untuk membeli kembali emas dari konsumen juga mengalami penurunan. Harga buyback turun sebesar Rp8.000 menjadi Rp1.535.000 per gram.

    Rincian Harga Emas Antam

    Berikut daftar harga emas batangan Antam dalam berbagai pecahan:

    0,5 gram: Rp892.000 1 gram: Rp1.684.000 2 gram: Rp3.308.000 3 gram: Rp4.937.000 5 gram: Rp8.195.000 10 gram: Rp16.335.000 25 gram: Rp40.712.000 50 gram: Rp81.345.000 100 gram: Rp162.612.000 250 gram: Rp406.265.000 500 gram: Rp812.320.000 1.000 gram: Rp1.624.600.000 Ketentuan Pajak dalam Transaksi Emas

    Dalam setiap transaksi jual dan beli emas batangan, terdapat ketentuan pajak yang berlaku sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 34/PMK.10/2017:

    Pajak atas Penjualan Kembali (Buyback):

    Jika nilai transaksi lebih dari Rp10 juta, dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 sebesar 1,5% untuk pemegang Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan 3% untuk non-NPWP. Pajak ini dipotong langsung dari total nilai buyback.

    Pajak atas Pembelian Emas:

    Pembelian emas batangan dikenakan PPh 22 sebesar 0,45% untuk pemilik NPWP dan 0,9% untuk non-NPWP. Setiap pembelian emas batangan akan disertai dengan bukti potong PPh 22.

    Penurunan harga emas Antam sebesar Rp8.000 per gram pada Rabu, 12 Februari 2025, memberikan peluang bagi investor untuk membeli emas dengan harga lebih rendah.

    Namun, penting bagi pembeli dan penjual untuk memahami aturan pajak yang berlaku dalam transaksi emas agar dapat merencanakan investasi dengan lebih baik.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Cegah Penyalahgunaan, BPH Migas akan Perketat Pembatasan Pembelian BBM Solar Bersubsidi

    Cegah Penyalahgunaan, BPH Migas akan Perketat Pembatasan Pembelian BBM Solar Bersubsidi

    PIKIRAN RAKYAT – Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) akan memperketat batas maksimal pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar bersubsidi. Hal ini dilakukan guna memastikan distribusi BBM subsidi lebih tepat sasaran sekaligus menekan potensi penyalahgunaan.

    Kepala BPH Migas Erika Retnowati mengatakan, pihaknya tengah menyiapkan revisi aturan terkait batas penyaluran BBM subsidi. Regulasi sebelumnya, tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM.

    “Kami akan menerbitkan peraturan baru untuk pengetatan batas maksimal volume penyaluran BBM agar lebih tepat sasaran,” ujar Erika dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi XII DPR RI, di Jakarta, Senin (10/2/2025).

    Langkah ini menindaklanjuti pernyataan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia. Dia menyebut distribusi BBM subsidi khususnya solar yang masih belum tepat sasaran. Oleh karena itu, pemerintah akan segera mengambil langkah penertiban. “Habis ini saya tertibkan lagi BBM Solar, Solar subsidi dipakai untuk industri,” katanya.

    Erika memaparkan sejumlah temuan modus penyelewengan BBM bersubsidi jenis solar di berbagai daerah. Temuan tersebut diperoleh berdasarkan hasil analisis terhadap rekaman CCTV dan data digitalisasi nozzle. Salah satunya seperti yang terjadi di Kabupaten Gianyar, Bali dengan total volume koreksi sebesar 1,78 kiloliter.

    “Contohnya ini di Bali kita temukan penyaluran kepada nonkonsumen pengguna. Jadi ada JBT (jenis BBM tertentu) yang disalurkan kepada kendaraan TNI. Kemudian ada juga penjualan dengan jerigen yang tidak ada surat rekomendasinya,” ujar Erika.

    Kemudian di Sumatra Barat, khususnya di Kabupaten Sijunjung dan Kota Padang, pada Agustus 2024 ditemukan penyaluran tidak wajar dengan pembelian berulang. Adapun, total volume koreksi di Kabupaten Sijunjung mencapai 1,11 kiloliter, sementara di Kota Padang mencapai 7,24 kiloliter.

    “Kita temukan penyaluran yang tidak wajar dengan pembelian berulang dengan QR Code yang berbeda-beda ke mobil Innova. Ada juga yang berupa truk. Nah itu kami temukan juga,” katanya.

    Saat ini, kata Erika, batas pembelian harian solar subsidi untuk kendaraan roda empat pribadi maksimum 60 liter, kendaraan umum roda enam maksimum 80 liter, dan kendaraan lebih dari enam roda maksimum 200 liter.

    Akan tetapi, Erika menilai angka tersebut masih terlalu besar, melebihi kapasitas tangki kendaraan, sehingga rawan disalahgunakan. “Dari kajian yang kami lakukan dengan tim dari UGM, volume pembelian ini perlu diperketat,” katanya.

    Erika mengungkapkan perhitungan volume untuk Jenis BBM Tertentu (JBT) dan Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) bakal mengacu pada volume yang keluar di ujung nozzle. “Jadi ini verifikasi langsung di ujung nozzle, dan kami sedang menyiapkan pedoman teknisnya. Saat ini, kami masih menunggu Peraturan Menteri Keuangan (PMK), setelah itu pedoman teknisnya akan kami tetapkan,” katanya.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Cegah Penyalahgunaan, BPH Migas akan Perketat Pembatasan Pembelian BBM Solar Bersubsidi

    Cegah Penyalahgunaan, BPH Migas akan Perketat Pembatasan Pembelian BBM Solar Bersubsidi

    PIKIRAN RAKYAT – Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) akan memperketat batas maksimal pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar bersubsidi. Hal ini dilakukan guna memastikan distribusi BBM subsidi lebih tepat sasaran sekaligus menekan potensi penyalahgunaan.

    Kepala BPH Migas Erika Retnowati mengatakan, pihaknya tengah menyiapkan revisi aturan terkait batas penyaluran BBM subsidi. Regulasi sebelumnya, tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM.

    “Kami akan menerbitkan peraturan baru untuk pengetatan batas maksimal volume penyaluran BBM agar lebih tepat sasaran,” ujar Erika dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi XII DPR RI, di Jakarta, Senin (10/2/2025).

    Langkah ini menindaklanjuti pernyataan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia. Dia menyebut distribusi BBM subsidi khususnya solar yang masih belum tepat sasaran. Oleh karena itu, pemerintah akan segera mengambil langkah penertiban. “Habis ini saya tertibkan lagi BBM Solar, Solar subsidi dipakai untuk industri,” katanya.

    Erika memaparkan sejumlah temuan modus penyelewengan BBM bersubsidi jenis solar di berbagai daerah. Temuan tersebut diperoleh berdasarkan hasil analisis terhadap rekaman CCTV dan data digitalisasi nozzle. Salah satunya seperti yang terjadi di Kabupaten Gianyar, Bali dengan total volume koreksi sebesar 1,78 kiloliter.

    “Contohnya ini di Bali kita temukan penyaluran kepada nonkonsumen pengguna. Jadi ada JBT (jenis BBM tertentu) yang disalurkan kepada kendaraan TNI. Kemudian ada juga penjualan dengan jerigen yang tidak ada surat rekomendasinya,” ujar Erika.

    Kemudian di Sumatra Barat, khususnya di Kabupaten Sijunjung dan Kota Padang, pada Agustus 2024 ditemukan penyaluran tidak wajar dengan pembelian berulang. Adapun, total volume koreksi di Kabupaten Sijunjung mencapai 1,11 kiloliter, sementara di Kota Padang mencapai 7,24 kiloliter.

    “Kita temukan penyaluran yang tidak wajar dengan pembelian berulang dengan QR Code yang berbeda-beda ke mobil Innova. Ada juga yang berupa truk. Nah itu kami temukan juga,” katanya.

    Saat ini, kata Erika, batas pembelian harian solar subsidi untuk kendaraan roda empat pribadi maksimum 60 liter, kendaraan umum roda enam maksimum 80 liter, dan kendaraan lebih dari enam roda maksimum 200 liter.

    Akan tetapi, Erika menilai angka tersebut masih terlalu besar, melebihi kapasitas tangki kendaraan, sehingga rawan disalahgunakan. “Dari kajian yang kami lakukan dengan tim dari UGM, volume pembelian ini perlu diperketat,” katanya.

    Erika mengungkapkan perhitungan volume untuk Jenis BBM Tertentu (JBT) dan Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) bakal mengacu pada volume yang keluar di ujung nozzle. “Jadi ini verifikasi langsung di ujung nozzle, dan kami sedang menyiapkan pedoman teknisnya. Saat ini, kami masih menunggu Peraturan Menteri Keuangan (PMK), setelah itu pedoman teknisnya akan kami tetapkan,” katanya.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • RPP Cukai Minuman Berpemanis Digodok, Ini Bocoran Pengaturannya!

    RPP Cukai Minuman Berpemanis Digodok, Ini Bocoran Pengaturannya!

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah segera menggodok aturan mengenai pengenaan cukai minuman berpemanis dalam kemasan usai penerbitan Keputusan Presiden alias Keppres No.4/2025 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah. 

    Beleid baru yang telah ditandatangani oleh Prabowo pada 24 Januari 2025 lalu itu mencakup sejumlah peraturan salah satunya adalah penyusunan PP tentang pengenaan cukai minuman berpemanis.

    Secara historis, isu tentang cukai berpemanis telah muncul sejak beberapa tahun lalu. Namun demikian, penyusunan mekanisme pemungutannya tidak kunjung jelas. 

    Adapun, dalam Keppres Prabowo itu, rancangan Peraturan Pemerintah alias RPP tentang cukai minuman berpemanis tersebut mencakup sejumlah hal. Pertama, cakupan minuman berpemanis dalam kemasan yang dipungut cukai.

    Kedua, saat terutang cukai dan penanggung jawab cukai. Ketiga, tarif cukai dan saat pelunasan cukai. Keempat, fasilitas tidak dipungut dan pembebasan cukai. 

    Kelima, alokasi pendapatan cukai minuman berpemanis dalam kemasan. Keenam, pengembalian cukai. Ketujuh, perizinan dan larangan.

    Semester II Diterapkan 

    Sebelumnya, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai/DJBC Kementerian Keuangan merencanakan implementasi cukai minuman berpemanis dalam kemasan/MBDK mulai pada semester II/2025. 

    Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa DJBC Nirwala Dwi Heryanto menyampaikan pada dasarnya implementasi tersebut telah tercantum dalam Undang-Undang APBN 2025. 

    “Kalau sesuai jadwal semester dua ya, semester II/2025,” ujarnya Media Briefing, Jumat (10/1/2025). 

    Menjelang penerapan, pemerintah masih harus menyiapkan sederet aturan turunan seperti Peraturan Pemerintah (PP) maupun Peraturan Menteri Keuangan (PMK) hingga peraturan direktur jenderal (Perdirjen). 

    Nirwala menjelaskan bahwa inti dari pengenaan MBDK adalah untuk mengurangi konsumsi gula tambahan. 

    Pihaknya pun telah melakukan studi banding dengan negara lain sehingga pemerintah akan menyesuaikan kebijakan yang cocok untuk Indonesia. 

    Salah satunya, terkait ambang batas tambahan gula yang bebas dari cukai dan yang akan dikenakan cukai. Nirwala menyampaikan hal tersebut saat ini masih menjadi pembahasan. 

    Pada kesempatan yang sama, Kasubdit Tarif Cukai dan Harga Dasar Akbar Harfianto menyampaikan meski rencananya semester II/2025, pemerintah akan tetap melihat kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat. 

    “Sambil menunggu tadi, apakah memang dari sisi kondisi daya beli masyarakat ini sudah cukup bisa atau mampu untuk ada penambahan beban,” tuturnya.

  • Update Harga Emas Antam 10 Februari 2025 Naik Tipis Rp5.000 per Gram, Jadi Segini Nominalnya

    Update Harga Emas Antam 10 Februari 2025 Naik Tipis Rp5.000 per Gram, Jadi Segini Nominalnya

    PIKIRAN RAKYAT – Harga emas Antam kembali mengalami kenaikan tipis pada Senin, 10 Februari 2025. Berdasarkan pantauan di laman resmi Logam Mulia, harga emas meningkat sebesar Rp5.000 per gram, dari sebelumnya Rp1.662.000 per gram menjadi Rp1.667.000 per gram. Kenaikan ini menunjukkan tren stabil dalam pergerakan harga emas di tengah dinamika pasar global dan domestik.

    Selain harga jual, harga jual kembali atau buyback emas batangan ke PT Antam Tbk juga mengalami kenaikan. Saat ini, harga buyback naik menjadi Rp1.518.000 per gram. Namun, transaksi harga jual dikenakan potongan pajak sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 34/PMK.10/2017.

    Pajak dalam Transaksi Emas

    Dalam transaksi penjualan kembali emas batangan ke PT Antam Tbk dengan nominal lebih dari Rp10 juta, dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 sebesar 1,5 persen bagi pemegang Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan 3 persen bagi yang tidak memiliki NPWP. Pajak ini akan dipotong langsung dari total nilai buyback, sehingga pemilik emas perlu mempertimbangkan faktor ini sebelum menjual emasnya.

    Begitu pula dengan pembelian emas batangan, di mana pemerintah memberlakukan pajak PPh 22 sebesar 0,45 persen bagi pemegang NPWP dan 0,9 persen bagi non-NPWP. Setiap pembelian emas batangan juga akan disertai dengan bukti potong PPh 22 sebagai bukti pembayaran pajak.

    Daftar Harga Emas Antam, Senin, 10 Februari 2025

    Berikut adalah daftar harga emas Antam dalam berbagai pecahan:

    0,5 gram: Rp883.500 1 gram: Rp1.667.000 2 gram: Rp3.274.000 3 gram: Rp4.886.000 5 gram: Rp8.110.000 10 gram: Rp16.165.000 25 gram: Rp40.287.000 50 gram: Rp80.495.000 100 gram: Rp160.912.000 250 gram: Rp402.015.000 500 gram: Rp803.820.000 1.000 gram: Rp1.607.600.000 Prospek Harga Emas

    Kenaikan harga emas Antam yang tipis ini mencerminkan dinamika pasar emas yang terus dipengaruhi oleh faktor global, seperti pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar, inflasi, serta kebijakan suku bunga dari bank sentral. Para investor maupun masyarakat yang berinvestasi dalam emas perlu terus memantau perkembangan harga agar dapat menentukan waktu yang tepat untuk membeli atau menjual emas.

    Dengan adanya kenaikan ini, emas tetap menjadi salah satu pilihan investasi yang stabil di tengah ketidakpastian ekonomi. Meskipun kenaikannya tidak signifikan, emas tetap menjadi aset lindung nilai yang menarik bagi banyak investor.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Pemerintah Kembali Terapkan PPN DTP, Citraland BSB City Semarang Optimis Penjualan Terdongkrak

    Pemerintah Kembali Terapkan PPN DTP, Citraland BSB City Semarang Optimis Penjualan Terdongkrak

    TRIBUNJATENG.COM – Pemerintah kembali memberikan insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk pembelian rumah tapak dan satuan rumah susun (rusun) pada tahun 2025.

    Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 13/2025 yang ditetapkan pada 4 Februari 2025.

    Insentif serupa telah diterapkan pada tahun 2023 dan 2024 untuk mendorong daya beli masyarakat dalam sektor perumahan dan menjaga pertumbuhan ekonomi nasional.

    “Bahwa agar pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap terjaga, pemerintah memberikan paket kebijakan ekonomi untuk kesejahteraan berupa insentif pajak pertambahan nilai atas penyerahan rumah tapak dan satuan rumah susun yang ditanggung pemerintah tahun anggaran 2025,” demikian disebutkan dalam peraturan tersebut, dikutip pada Jumat (7/2).

    Untuk mendapatkan insentif ini, transaksi harus memenuhi syarat yang ditetapkan, yakni ditandatanganinya akta jual beli oleh pejabat pembuat akta tanah atau perjanjian pengikatan jual beli lunas di hadapan notaris dalam periode 1 Januari hingga 31 Desember 2025.

    Citraland BSB City Semarang Sambut Baik Insentif PPN DTP

    Insentif ini disambut baik oleh pelaku usaha di bidang properti, termasuk Citraland BSB City Semarang yang optimis kebijakan ini akan mendongkrak penjualan rumah mereka.

    Head Of Marketing (HOM) CitraLand BSB City Semarang, Corry Handayani, menyebut bahwa pada tahun 2023 terdapat empat unit rumah di kawasan mereka yang mendapat manfaat dari insentif ini.

    Angka tersebut meningkat menjadi 20 unit pada tahun 2024.

    “Di tahun 2025 ini tentu kami berharap bisa semakin banyak yang mendapat insentif dan mampu menghabiskan stok rumah kami,” ujar Corry.

    Ia menambahkan bahwa stok unit rumah di Citralansld BSB City Semarang cukup banyak untuk mendukung program PPN DTP 2025, terutama bagi kelas menengah.

    Masyarakat yang membeli hunian pada Januari-Juni 2025 akan mendapatkan bebas PPN, sementara untuk pembelian Juli-Desember 2025 akan diberikan insentif PPN sebesar 50 persen dengan batas dasar pengenaan pajak hingga Rp2 miliar.

    Tak hanya itu, Citraland BSB City Semarang juga menawarkan program subsidi down payment (DP) yang disiapkan oleh pihak developer.

    Dengan mekanisme yang mudah, calon pembeli hanya perlu mengeluarkan Rp5 juta untuk mendapatkan subsidi DP ini.

    “Jadi nanti customer bisa langsung akad kredit dengan dibantu pihak bank. Dan DP subsidi ini setara 5 persen,” jelas Corry.

    Agen Gathering untuk Optimalkan Insentif

    Dalam upaya mengoptimalkan insentif pemerintah, Citraland BSB City Semarang juga menggelar berbagai program, salah satunya adalah Agen Gathering.

    Marketing Promotion CitraLand BSB City Semarang, Helmy Yulianto Hadi, menyatakan bahwa acara “Marketing Next Level” merupakan agenda tahunan yang bertujuan mempererat kerja sama dan meningkatkan wawasan agen properti.

    “Tahun lalu ada 25 agen, dan tahun ini kami telah bekerja sama dengan 30 agen dari berbagai perusahaan properti di Semarang. Kami mengundang mereka untuk memberikan product knowledge terbaru,” ujar Helmy.

    Helmy menilai bahwa Semarang sebagai ibu kota Jawa Tengah memiliki potensi besar untuk menarik masyarakat dari 35 kabupaten/kota yang mencari hunian.

    Untuk semakin menarik minat calon pembeli, pihaknya menghadirkan teknologi VR 360 dalam acara ini agar masyarakat bisa merasakan pengalaman tinggal di kawasan BSB City Semarang sebelum membeli rumah.

    “Acara ini menghadirkan inovasi teknologi terkini, yaitu VR 360 yang menggambarkan lingkungan hunian secara virtual. Konsumen yang datang bisa langsung merasakan pengalaman tinggal di sana. Jika kurang nyaman dengan VR 360, kami juga menyediakan TV touch screen,” pungkasnya.

    Dengan berbagai strategi yang diterapkan, Citraland BSB City Semarang optimis bahwa insentif PPN DTP 2025 akan semakin mendorong penjualan properti mereka di tahun ini. (*)

  • Kabar Baik! Pemerintah Kasih Sinyal Subsidi Motor Listrik Lanjut

    Kabar Baik! Pemerintah Kasih Sinyal Subsidi Motor Listrik Lanjut

    Jakarta

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto memberikan sinyal akan melanjutkan subsidi motor listrik tahun ini. Sebab, kata dia, anggaran pendapatan dan belanja negara atau APBN 2025 dirasa mencukupi.

    “Subsidi harusnya masih tetap.Memungkinkan (APBN dan kondisi fiskal), karena jumlahnya (subsidi motor listrik) sudah disetujui semua. Jadi, program tidak terganggu,” ujar Airlangga, dikutip dari CNN Indonesia, Sabtu (7/2).

    Airlangga mengatakan program lanjutan subsidi motor listrik tersebut segera berjalan. Namun, dia tak memberi kepastian kapan ini dimulai dan berapa banyak penerima subsidinya.

    Subsidi motor listrik. Foto: ANTARA FOTO/MUHAMMAD IQBAL

    Lebih jauh, Airlangga meminta seluruh pihak bersabar dan menunggu terbitnya peraturan menteri keuangan (PMK) dari Sri Mulyani. Beleid tersebut akan menjadi kepastian kapan subsidi motor listrik itu akan dimulai.

    Program subsidi tersebut berakhir pada tahun lalu. Pemerintah pada awal tahun ini beberapa kali melakukan rapat tentang rencana revisi Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle).

    Konsumen Tunda Beli Motor Listrik

    Asosiasi Industri Sepeda Motor Listrik Indonesia (AISMOLI) menegaskan, penjualan motor listrik di Tanah Air mengalami penurunan setelah pemerintah tak kunjung mengumumkan skema subsidi terbaru. Sebab, ada sejumlah konsumen yang masih menahan diri.

    Itulah mengapa, AISMOLI meminta agar pemerintah segera menuntaskan proses perumusan subsidi. Sebab, jika terus-terusan ditunda, situasinya pasti akan lebih buruk.

    “Sekarang yang terpenting kita dari asosiasi meminta ada kecepatan dari pemerintah untuk membuat aturan segera, gitu. Karena sekarang ini kalau boleh dikatakan masyarakat masih menunggu,” ujar Ketua Umum AISMOLI, Budi Setiyadi saat ditemui di Senayan, Jakarta Pusat.

    Meski penjualan motor listrik mengalami penurunan, namun Budi bersyukur dengan kemunculan sejumlah merek baru seperti Indomobil eMotor. Sebab, makin ramainya pemain di segmen tersebut membuat kepercayaan konsumen menjadi lebih tumbuh.

    “Pasti iya, pasti (ada dampak ke penurunan penjualan motor listrik). Tapi dengan adanya launching merek baru seperti Indomobil eMotor ini, masyarakat jadi makin percaya kalau ini eranya motor listrik,” kata dia.

    (sfn/lth)

  • Warga RI Harus Siap-Siap Tabah, 2025 Bisa Jadi Tahun Sulit

    Warga RI Harus Siap-Siap Tabah, 2025 Bisa Jadi Tahun Sulit

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Tahun ini diduga banyak pihak akan menjadi tahun yang sulit bagi masyarakat Indonesia, karena harga sejumlah barang akan naik dikarenakan sejumlah pungutan pajak baru.

    Tercatat ada beberapa hal yang akan mengalami perubahan harga karena kenaikan maupun perubahan kebijakan, seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% khususnya untuk barang mewah, hingga penambahan Objek Cukai yitu Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK).

    Adapula potensi kenaikan iuran BPJS Kesehatan, poteni kenaikan harga gas Elpiji, potensi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), penerapan Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL) yang akan dikenakan PPN, penerapan tarif Kereta Rel Listrik (KRL) berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) serta opsen pajak kendaraan bermotor.

    Berikut ini daftar kebijakan yang berpotensi mendorong kenaikan harga-harga yang akan terjadi di 2025.

    1. PPN Naik Menjadi 12%

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah resmi menerbitkan peraturan yang menjadi acuan pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) dengan tarif 12% bagi barang atau jasa yang tergolong mewah.

    Peraturan itu ia tetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024. PMK 131/2024 ini ia tetapkan pada 31 Desember 2024 dan mulai berlaku pada 1 Januari 2025.

    “Bahwa guna mewujudkan aspek keadilan di masyarakat perlu diterbitkan kebijakan dalam penerapan tarif Pajak Pertambahan Nilai,” dikutip dari bagian menimbang PMK 131/2024.

    Skema pengenaan tarif PPN 12% dalam peraturan ini terbagi dua. Pertama ialah menggunakan dasar pengenaan pajak atau DPP berupa harga jual atau nilai impor, sedangkan yang kedua DPP berupa nilai lain. Skema ini dijelaskan dalam pasal 2 dan pasal 3 PMK tersebut.

    Untuk skema pertama, dikhususkan atas impor barang kena pajak dan/atau penyerahan barang kena pajak (BKP) di dalam daerah pabean oleh pengusaha yang terutang PPN. PPN yang terutang itu dihitung dengan cara mengalikan tarif 12% dengan DPP berupa harga jual atau nilai impor.

    Adapun BKP dengan DPP berupa harga jual atau nilai impor itu merupakan BKP yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor dan selain kendaraan bermotor yang dikenai pajak penjualan atas barang mewah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

    Sementara itu, untuk BKP yang tidak tergolong barang mewah, skema pengenaan PPN terutangnya dihitung dengan cara mengalikan tarif 12% dengan DPP berupa nilai lain. Nilai lain ini dihitung sebesar 11/12 dari nilai impor, harga jual, atau penggantian.

    Penting dicatat, dalam Pasal 5 peraturan ini disebutkan bahwa pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan BKP kepada pembeli dengan karakteristik konsumen akhir, akan berlaku dua ketentuan.

    Ketentuan pertama, mulai 1 Januari 2025 sampai dengan 31 Januari 2025, PPN yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif 12% dengan DPP berupa nilai lain sebesar 11/12 dari harga jual.

    Ketentuan kedua, mulai 1 Februari berlaku ketentuan PPN yang terutang dihitung dengan DPP berupa harga jual atau nilai impor.

    2. Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK)

    Tak hanya kenaikan PPN menjadi 12%, pengenaan cukai atas barang berpotensi bertambah di 2025. Adapun cukai baru yang bakal dikenakan yakni cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK).

    Dalam Buku Nota II Keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025, rencananya objek MBDK akan dikenakan cukai pada 2025. Kebijakan ekstensifikasi cukai secara terbatas pada (MBDK) dikenakan untuk menjaga kesehatan masyarakat.

    Pemerintah mengusulkan target penerimaan cukai sebesar tahun depan sebesar Rp 244,2 triliun atau tumbuh 5,9%. Pemerintah juga menargetkan barang kena cukai baru yakni minuman berpemanis dalam kemasan.

    Usulan tersebut tertuang dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 serta dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) APBN 2025.

    Dalam RUU pasal 4 ayat 6 disebutkan “Pendapatan cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dikenakan atas barang kena cukai meliputi:

    a. hasil tembakau;

    b. minuman yang mengandung etil alkohol;

    c. etil alkohol atau etanol;

    d. minuman berpemanis dalam kemasan

    Munculnya barang kena cukai baru yakni minuman berpemanis dalam kemasan ini di luar dugaan mengingat pemerintah sebelumnya lebih gencar mewacanakan akan mengenakan cukai pada plastik. Ketentuan cukai plastik bahkan sudah dimuat dalam APBN 2024.

    “Pemerintah juga berencana untuk mengenakan barang kena cukai baru berupa Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) di tahun 2025. Pengenaan cukai terhadap MBDK tersebut dimaksudkan untuk mengendalikan konsumsi gula dan/ atau pemanis yang berlebihan, serta untuk mendorong industri untuk mereformulasi produk MBDK yang rendah gula,” tulis RAPBN 2025.

    Cukai sebagai instrumen fiskal memiliki fungsi strategis, baik sebagai penghimpun penerimaan negara (revenue collector) maupun sebagai pengendali eksternalitas negatif.

    Oleh karena itu, dalam setiap perumusan kebijakan tarif cukai, pemerintah perlu memperhatikan aspek-aspek yang dikenal 4 Pilar Kebijakan yaitu pengendalian konsumsi (aspek kesehatan), optimalisasi penerimaan negara, keberlangsungan industri, dan peredaran rokok ilegal.

    Saat ini, pengenaan cukai baru atas terdiri tiga objek pengenaan yakni cukai hasil tembakau (rokok), etil alkohol (etanol), dan minuman yang mengandung etil alkohol.

    3. Iuran BPJS Kesehatan Berpotensi Naik

    Iuran BPJS Kesehatan dikabarkan akan naik pada 2025. Sebagaimana dikatakan Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti.

    Ali Ghufron Mukti memberikan sinyal kenaikan besaran iuran itu hanya untuk kelas I dan II.

    Kenaikan tarif iuran itu akan diterapkan menjelang pemberlakuan kelas rawat inap standar (KRIS) mulai 30 Juni 2025, yang diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024.

    Sementara itu, dia memastikan iuran peserta kelas III tidak akan berubah karena peserta tersebut umumnya merupakan Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI).

    Sayangnya, Ghufron belum mengungkapkan kapan tepatnya besaran iuran BPJS Kesehatan akan naik. Namun, dia memastikan kebijakan ini bakal diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres).

    Dalam kesempatan ini, Ghufron juga menegaskan tarif iuran BPJS Kesehatan tidak akan dibuat single tarif. Artinya, setiap kelas peserta bakal tetap membayar sesuai dengan porsinya.

    4. Harga BBM Berpotensi Naik

    Pemerintah berencana memangkas subsidi BBM pada tahun 2025 mendatang. Jika benar demikian, maka masyarakat harus bersiap untuk kenaikan tarif BBM di tahun depan.

    Rencana kebijakan ini terungkap dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2025. Dalam dokumen tersebut, pemerintah mendorong dilakukannya pengendalian kategori konsumen untuk BBM jenis Pertalite dan Solar.

    Peningkatan konsumsi BBM ditambah harga jual yang berada di bawah harga keekonomian mengerek beban subsidi dan kompensasi. Selain itu, penyaluran BBM Subsidi saat ini dinilai kurang tepat pasalnya lebih banyak dinikmati mayoritas rumah tangga kaya.

    Dengan pengendalian konsumen yang berkeadilan, diperkirakan dapat mengurangi volume konsumsi Solar dan Pertalite sebesar 17,8 juta KL per tahun.

    “Keseluruhan simulasi reformasi subsidi dan kompensasi energi ini diproyeksikan akan menghasilkan efisiensi anggaran sebesar Rp 67,1 triliun per tahun,” demikian dikutip dari Dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2025, Jumat (24/5/2024) lalu.

    5. Potensi Kenaikan Harga Gas LPG

    Dalam RAPBN 2025 disebutkan jika subsidi LPG Tabung 3 Kg hanya mencapai Rp 87,6 triliun atau naik tipis 2,3% dari outlook 2024 sebesar Rp 85,6 triliun. Kenaikan tipis ini mengindikasikan adanya langkah pembatasan penerima.

    Meski begitu, menurutnya perubahan skema subsidi gas melon ini diperkirakan baru akan diuji coba pada akhir 2025 mendatang. Sehingga jika benar nanti skema pemberian subsidi diganti, langkan ini baru bisa berjalan pada 2026 mendatang.

    Sebab nantinya pemberian subsidi LPG 3 kg ini akan mengacu pada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) untuk memastikan betul siapa penerima yang berhak dan yang tidak. Tentunya, jika subsidi gas Elpiji 3 kg dialihkan, maka ada potensi kenaikan harga yang cukup tinggi.

    Diperkirakan nilai subsidi LPG 3 kg mengalami pembengkakan beberapa tahun ke depan. Sebab asumsi antara DPR dengan pemerintah menyetujui adanya peningkatan konsumsi LPG di Indonesia pada tahun 2025 mendatang.

    6. IPL Apartemen Akan Dikenakan PPN

    Ada kabar kalau Iuran Pemeliharaan Lingkungan (IPL) pada rumah susun dan apartemen akan dikenakan PPN. Hal ini bermula dari surat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan wilayah Jakarta Barat mengenai sosialisasi pengelola apartemen.

    Dari surat yang diterima CNBC Indonesia, terpantau ada 19 apartemen yang masuk ke dalam daftar undangan, mulai dari PSSRS Komersial Campuran Seasons City Jakarta, Apartemen Grand Tropic, Apartemen Menara Latumenten hingga Apartemen Maqna Residence.

    Dalam surat tersebut, akan dilakukan kegiatan sosialisasi PPN atas Jasa Pengelolaan/Service Charge kepada para pengelola apartemen oleh Kanwil DJP Jakarta Barat.

    “Sehubungan dengan adanya kegiatan sosialisasi PPN atas Jasa Pengelolaan/Service Charge kepada para pengelola apartemen oleh Kanwil DJP Jakarta Barat, dengan ini kami mengundang Saudara untuk menghadiri kegiatan tersebut yang akan dilaksanakan pada hari, tanggal Kamis, 26 September 2024 waktu 09.00 s.d. selesai,” tulis undangan yang ditandatangani secara elektronik oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Barat Farid Bachtiar dikutip Rabu (25/9/2024).

    Mengenai surat tersebut, Kalangan penghuni rumah susun dan apartemen keberatan. Ketua Umum Persatuan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Indonesia (P3RSI) Adjit Lauhatta menilai kebijakan itu tidak tepat karena banyak penghuninya merupakan kalangan menengah yang saat ini daya belinya tengah terganggu.

    Polemik pengenaan PPN untuk IPL menemui titik terang setelah Dewan Pengurus Pusat (DPP) Persatuan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Indonesia (P3RSI) bertemu dengan pejabat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak yakni Muh. Tunjung Nugroho, Kepala Subdirektorat Peraturan Pajak Pertambahan Nilai Perdagangan, Jasa, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya di Kantor Ditjen Pajak, Jl. Gatot Subroto, Jakarta.

    Kedua pihak membahas status dan aliran dana IPL warga rumah susun/apartemen sampai akhirnya dibelanjakan.

    Ketua P3RSI Adjit Lauhatta menyampaikan besaran IPL (per meter per segi) ditentukan dalam Rapat Umum Anggota (RUA) PPPSRS. Berapa dana urunan (IPL) itu disesuaikan dengan rencana anggaran program kerja tahunan. Setelah itu baru berapa besaran IPL itu diputuskan. Jadi, sejak awal PPPSRS memang tidak cari untung dari IPL.

    Dana IPL itu lalu ditampung dalam rekening Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS), yang selanjutnya akan dipergunakan untuk pembiayaan pengelolaan dan perawatan gedung.

    Dengan demikian, dalam kegiatan penampungan dana IPL dari warga ke PPPSRS itu tidak ada pelayanan jasa di situ. Karena itu, IPL tidak tidak memenuhi unsur pertambahan nilai.

    Pembentukan PPPSRS merupakan amanah UU No 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun untuk mengurusi pengelolaan Benda Bersama, Tanah Bersama, dan bagian bersama. Dan untuk mengelolanya, PPPSRS dapat membentuk atau menunjuk Badan Pengelola profesional.

    “Untuk mengelola dan merawat gedung serta berbagai fasilitasnya, tentunya dibutuhkan biaya besar. Sesuai amanat undang-undang biaya pengelolaan tersebut akan ditanggung renteng oleh pemilik dan penghuni rumah susun secara proporsional, dalam bentuk IPL yang merupakan dana urunan warga dan ditampung di rekening PPPSRS, seperti layaknya RT/RW,” kata Adjit.

    Sementara itu, Ketua PPPSRS Kalibata City, menampung aspirasi warga rumah susun. Sebagai catatan, Kalibata City yang jumlah unitnya sekitar 13 ribu itu merupakan rumah susun subsidi.

    “Selain pemilik, banyak juga penyewa yang tinggal di apartemen Kalibata City dengan alasan agar lebih hemat, karena kantornya di tengah kota Jakarta. Daripada mereka cicil rumah di Bogor atau Tangerang, dimana biaya transportasinya lebih mahal. Hingga kasihan kalau mereka ada tambah pajak (PPN) dari IPL,” kata Musdalifah.

    7. Rencana Tarif KRL Berbasis NIK

    Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (Kemenhub) akhirnya mengumumkan soal pemberian subsidi KRL Jabodetabek menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Apakah skema ini akan jadi diberlakukan pada 2025 mendatang?

    Dirjen Perkeretaapian Kemenhub Risal Wasal mengungkapkan bahwa skema ini masih sebatas rencana dan belum akan diberlakukan pada 2025.

    “Belum ada program untuk itu,” tegas Risal kepada CNBC Indonesia.

    Risal pun menegaskan pemberiian subsidi KRL Jabodetabek sama seperti yang dilakukan pada saat ini.

    “Iya (sama),” imbuhnya.

    dalam Dokumen Buku Nota Keuangan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2025 disebutkan subsidi PSO dalam RAPBN tahun anggaran 2025 direncanakan sebesar Rp7.960,1 miliar (Rp7,9 triliun). Lebih rinci lagi, anggaran belanja Subsidi PSO tahun anggaran 2025 yang dialokasikan kepada PT Kereta Api Indonesia (Persero) sebesar Rp4.797,1 miliar (Rp4,79 triliun) untuk mendukung perbaikan kualitas dan inovasi pelayanan kelas ekonomi bagi angkutan kereta api antara lain KA ekonomi jarak jauh, KA ekonomi jarak sedang, KA ekonomi jarak dekat, KA ekonomi Lebaran, KRD ekonomi, KRL Jabodetabek, KRL Yogyakarta, dan LRT Jabodebek.

    Menariknya ada poin dimana penerapan tiket elektronik berbasis NIK kepada pengguna transportasi KRL Jabodetabek. Dengan perubahan skema subsidi berbasis NIK, artinya tidak semua masyarakat bisa menerima layanan KRL dengan harga yang murah seperti sekarang.

    “Penerapan tiket elektronik berbasis NIK kepada pengguna transportasi KRL Jabodetabek,” sebut dokumen tersebut.

    Sebagai catatan tarif KRL Jabodetabek belum naik sejak 2016. Adapun skema tarifnya yaitu sebesar Rp 3.000 untuk 25 kilometer (km) pertama dan ditambah 1.000 untuk setiap 10 kilometer.

    8. Opsen Pajak Kendaraan

    Opsen Pajak mulai berlaku pada 5 Januari 2025. Sebagaimana diketahui, pungutan opsen merupakan amanat Undang-Undang (UU) No. 1/2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). Aturan tersebut berlaku tiga tahun setelah disahkan pada 5 Januari 2022 lalu.

    Dalam ketentuan umum UU No 1 tahun 2022 dijelaskan, Opsen adalah pungutan tambahan Pajak menurut persentase tertentu. Opsen Pajak Kendaraan Bermotor yang selanjutnya disebut Opsen PKB adalah Opsen yang dikenakan oleh kabupaten/kota atas pokok PKB sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    Sementara, Opsen Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor yang selanjutnya disebut Opsen BBNKB adalah Opsen yang dikenakan oleh kabupaten/kota atas pokok BBNKB sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    Tarif Opsen PKB dan BBNKB pada Pasal 83 UU 1 tahun 2022 ditetapkan sebesar 66% dari pengenaan pajak kendaraan bermotor. Opsen pajak PKB dan BBNKB ditetapkan sebesar 66% yang dihitung dari besaran pajak terutang.

    Dengan demikian, akan ada tujuh komponen pajak yang harus dibayar oleh pengguna kendaraan bermotor baru, yakni BBN KB, opsen BBN KB, PKB, opsen PKB, SWDKLLJ, Biaya Administrasi STNK, dan biaya admin TNKB.

    (fsd/fsd)