Produk: Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes)

  • Rancangan Permenkes Dinilai Ganggu Kepastian Harga Tembakau

    Rancangan Permenkes Dinilai Ganggu Kepastian Harga Tembakau

    Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Pertanian (Kementan) menilai, rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik dapat mengganggu kepastian harga tembakau di Tanah Air.

    Ketua Kelompok Substansi Tanaman Tebu dan Tanaman Pemanis Lainnya, Direktorat Jenderal Perkebunan Kementan Haris Darmawan menyampaikan, ketika tarif cukai hasil tembakau (CHT) naik sebesar 23%, industri mengurangi produk rokoknya yang berujung pada kurangnya penyerapan tembakau petani. 

    Dari sisi harga pun tidak sesuai, meski hasil tembakau diserap oleh industri. Sebab, kata dia, petani mau tidak mau akan mengeluarkan tembakaunya.

    “Apalagi dengan ada pengetatan. Permenkes ini mengganggu,” kata Haris di sela-sela agenda Bisnis Indonesia Forum, Kamis (5/12/2024).

    Dalam penyusunan RPMK, Kementan mencoba untuk netral. Namun, rancangan tersebut muncul dan mengindikasikan keinginan untuk menghilangkan tembakau.

    Padahal, kata Haris, Indonesia memiliki Undang-undang No.19/2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, di mana petani bebas menanam tanaman yang menguntungkan.

    “Tidak ada ikatan. Artinya tidak ada suruhan untuk petani tembakau beralih kepada tanaman lain,” tegasnya. 

    Menurutnya, petani tembakau merupakan petani turun temurun sehingga sulit untuk diminta menanam tanaman lain, utamanya untuk areal tanam. Sebab, kata dia, areal tembakau bukan soal kuantitas melainkan kualitas.

    Adanya rancangan regulasi itu lantas membuat Kementan bertanya-tanya, mengingat hal ini menimbulkan ketidakpastian harga bagi petani tembakau.

    “Kepastiannya maksudnya kami adalah kepastian harga. Diserap sih diserap, karena kita masih kurang.,” pungkasnya.

  • Bikin Omzet Turun, Pedagang Kelontong Tolak Aturan Kemasan Rokok Tanpa Merek

    Bikin Omzet Turun, Pedagang Kelontong Tolak Aturan Kemasan Rokok Tanpa Merek

    Jakarta: Pedagang kelontong menolak rencana penyeragaman kemasan rokok tanpa merek sebagaimana diatur Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes). Selama ini, pedagang kelontong telah menggantungkan pendapatan terbesarnya dari produk tembakau, sehingga khawatir aturan ini berdampak pada penurunan omzet.
     
    Ketua Umum Persatuan Pedagang Kelontong Sumenep Indonesia (PPKSI) Junaidi mengatakan penolakan ini telah dilakukan sejak beberapa bulan lalu kepada Kemenkes. Ia memaparkan, hampir 50 persen penjualannya berasal dari rokok, sehingga aturan ini akan menurunkan omzet mereka dan menyulitkan pada praktik penjualannya di lapangan.
     
    “Bukan hanya kami yang didiskriminasi, realitasnya kami masyarakat madura, dengan wacana terkait penyeragaman kemasan rokok ini akan membuat kacau di lapangan. Lalu gimana caranya kita menjual varian rokok yang berbeda? Harusnya ada kebijaksanaan dari Kemenkes,” ujarnya dalam diskusi dilansir, Selasa, 26 November 2024.
    Ia bersama pedagang lainnya kompak menolak aturan ini, mulai dari PP Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28/2024) hingga aturan turunannya yang ada di dalam Rancangan Permenkes ini. Junaidi juga menyoroti mengapa produk rokok yang legal justru dihambat oleh berbagai pembatasan, sedangkan rokok ilegal semakin marak di pasaran.
     
    “Ditambah lagi, produk rokok ini kan legal, ada yang menguji di MK, ini memang produk legal jadi semestinya tidak bisa dilarang-larang pembatasan. Omzet kami pasti akan turun karena rokok ini menarik produk lain untuk ikut terjual. Kalau penjualan rokok turun, yang lain pasti turun juga,” ungkapnya.
     

     
    Senada, Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), I Ketut Budhyman menyebut, lebih dari jutaan orang bergantung pada industri tembakau, baik secara langsung maupun tidak. Dengan aturan ini, ia mengatakan, berpotensi menghilangkan dampak ekonomi sebesar Rp308 triliun serta akan mengganggu banyak sektor terkait.
     
    “Ini kontradiktif dengan Asta Cita Presiden Prabowo karena target pertumbuhan ekonomi sebesar delapan persen dan tax ratio akan terganggu. Kalau aturan ini disahkan, akan ada 2,2 juta orang yang lapangan kerjanya tergerus. Kami berharap pemerintah baru akan lebih memperhatikan sektor tembakau dan meninjau ulang, menghentikan dulu pembahasannya,” ungkapnya.
     
    Budhyman juga menyoroti penurunan target cukai rokok di tahun sebelumnya merupakan imbas dari tekanan regulasi pemerintah terhadap daya dukung industri tembakau. Adanya penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek akan semakin menekan berbagai sisi industri tembakau, tidak hanya produsen, tetapi juga konsumen yang kehilangan haknya.
     
    “Tidak hanya produsen dan pekerja, hak konsumen juga terdzolimi karena tidak bisa menentukan merek, yang nantinya akan membuat produk legal dan ilegal terlihat sama,” kata dia.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (END)

  • Bungkusan Rokok Tanpa Merek Punya Alasan Kesehatan, tapi Ancam Ekonomi? – Page 3

    Bungkusan Rokok Tanpa Merek Punya Alasan Kesehatan, tapi Ancam Ekonomi? – Page 3

    Wacana penyeragaman bungkus rokok polos tanpa merek dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) terus menuai protes dan penolakan dari berbagai pihak. Salah satu penolakan datang dari serikat pekerja tembakau di Jawa Tengah, yang khawatir kebijakan tersebut akan mengancam mata pencaharian mereka.

    Wakil Ketua Umum Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman-Serikat Pekerja Seluruh Indonesa (FSP RTMM-SPSI), Andreas Hua mengatakan, kebijakan yang eksesif bagi industri tembakau akan memengaruhi penghidupan pekerjanya. 

    Apalagi, per Mei 2024 terdapat sekitar 99.177 pekerja tembakau yang tersebar di Jawa Tengah. Sebagian besarnya merupakan pekerja perempuan yang merupakan tulang punggung keluarga.

    “Aturan ini bisa mematikan penghidupan pekerja di Indonesia. Ambil contoh kudus, kalau industri rokoknya mati, maka ada 77.000 pekerja yang akan terdampak. Itu baru satu wilayah saja loh,” ungkapnya, Selasa (20/11/2024).

    Sama halnya dengan serikat pekerja di daerah lain, Andreas mengaku pekerja di Jawa Tengah tidak diikutsertakan dalam proses perumusan Rancangan Permenkes yang diinisiasi oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Padahal, aturan ini sangat mempengaruhi para pekerja, terutama pekerja Sigaret Kretek Tangan (SKT) yang merupakan sektor padat karya.

    Pekerja di Jawa Tengah dengan tegas menolak rencana aturan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek pada Rancangan Permenkes. “Pokoknya, kita tidak setuju akan aturan ini karena dapat mengancam para pekerja yang terlibat di dalamnya,” serunya.

    Di sisi lain, Akademisi Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Malik Cahyadin menilai, rencana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek bukan hal yang subtansial untuk mengendalikan konsumsi rokok. 

     

  • Soal Aturan Kemasan Rokok Tanpa Merek, Kemenkes Janji Libatkan Seluruh Pihak

    Soal Aturan Kemasan Rokok Tanpa Merek, Kemenkes Janji Libatkan Seluruh Pihak

    Jakarta: Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengaku akan melibatkan seluruh pihak dalam proses penyusunan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) terkait penyeragaman kemasan rokok tanpa merek. Sebelumnya, Kemenkes mendapatkan kritik akibat minimnya partisipasi publik dalam proses penyusunan aturan turunan PP 28/2024 tersebut.
     
    Staf Ahli Bidang Hukum Kesehatan Kemenkes Sundoyo mengatakan, akan melibatkan seluruh pihak, baik dari sisi kesehatan maupun ekonomi. Isu yang bergulir atas penyusunan Rancangan Permenkes diakui memang sangat berkaitan dari dua sektor tersebut, sehingga pelibatannya harus seimbang untuk menghasilkan kebijakan yang bersifat win-win solution.
     
    “Kebijakan yang sedang disusun pasti akan menyerap seluruh pemangku kepentingan. Hari ini akan banyak aspirasi untuk menentukan kebijakan ke depan,” ujarnya dalam diskusi Forum Legislasi “Serap Aspirasi Mata Rantai Industri Hasil Tembakau” dilansir, Kamis, 21 November 2024.
    Menurut Sundoyo, pelibatan pihak-pihak yang terkait merupakan upaya agar terjadi harmonisasi dalam pembentukan kebijakan. Sundoyo mengkonfirmasi bahwa Rancangan Permenkes saat ini masih dalam proses internalisasi di Kemenkes, namun pihaknya mencatat segala masukan yang disampaikan untuk menyempurnakan kebijakan tersebut.
     
    “Kita harus mencari keseimbangan, arahnya kesana, belum ada titik temunya. Jadi masih dikaji terus. Teman-teman dari masyarakat, asosiasi tembakau bisa kasih masukkan ke situ (hotline yang disediakan Kemenkes),” katanya.
     

     
    Sementara itu, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) Indah Anggoro Putri menyebutkan Kemenaker sampai saat ini belum diajak berdiskusi bersama untuk membahas perumusan aturan yang akan mengancam keberlangsungan pekerja itu. 
     
    “Kami concern bahwa PP 28/2024 dan turunannya akan berpotensi meningkatkan PHK. Kalau aturan ini terlalu kencang sesuai dengan keinginan teman-teman Kemenkes, akan ada 2,2 juta orang ter-PHK, baik dari industri tembakau maupun industri kreatif yang mendukung industri tembakau,” kata dia.
     
    Indah menegaskan untuk bersama-sama mendukung target pertumbuhan ekonomi nasional delapan persen yang telah digagas oleh pemerintahan Presiden Prabowo. Hal ini dapat dilakukan dengan melindungi kelompok rentan, dalam hal ini pekerja tembakau yang mayoritas berasal dari keluarga berpendidikan terbatas dan termasuk bagian pekerja kategori lemah.
     
    “Kita perlu selamatkan sektor tembakau ini, mitigasinya dari kami tentu serap aspirasi. Izin juga untuk Kemenkes, kalau rapat kami juga perlu diundang. Karena sebelumnya Kemenkes dikritik kurang public hearing, kedepannya kami siap untuk mendukung dan diajak berdiskusi,” tegasnya.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (END)

  • Tolak Aturan Pengetatan Tembakau, Petani Ngadu via Lapor Mas Wapres

    Tolak Aturan Pengetatan Tembakau, Petani Ngadu via Lapor Mas Wapres

    Jakarta: Petani tembakau se-Jawa Timur menyampaikan penolakan terhadap Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) mengenai produk tembakau. Mereka menyampaikan aspirasi melalui Lapor Mas Wapres diwakili Ketua Dewan Pengurus Cabang Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPC APTI) Bondowoso M. Yasid.
     
    “Sebelumnya kami juga telah bersurat kepada Bapak Presiden Prabowo Subianto, dan kami tembuskan ke Kementerian/Lembaga terkait. Intinya, kami menyuarakan aspirasi petani tembakau se-Jawa Timur,” kata Yasid dalam keterangannya, Selasa, 19 November 2024.
     
    Ia menyampaikan, keberlangsungan mata pencaharian mereka terancam oleh aturan yang dirancang Kemenkes. Mulai dari aturan zonasi radius 200 meter penjualan rokok, pembatasan kadar tar serta nikotin hingga paksaan penyeragaman kemasan rokok tanpa merek dan identitas yang berdampak sangat besar kepada para petani.
    Sebagai petani dari sentra tembakau nasional, Yasid berharap pemerintahan Presiden Prabowo- Wapres Gibran dapat dengan bijaksana menghentikan proses pembahasan Rancangan Permenkes ini. Pasalnya mereka menilai aturan ini menjadi pukulan telak bagi petani tembakau karena dapat menghilangkan mata pencahariannya. 
     
    “Kami seluruh petani tembakau di Jawa Timur takut dan gelisah sejak adanya Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 yang kemudian dilanjutkan dengan pembahasan Rancangan Permenkes. Semoga asprasi kami bisa didengar dan diakomodir,” tegas dia.
     

    2,5 juta petani terancam
    Saat ini terdapat 2,5 juta petani tembakau yang tersebar di 15 provinsi menggantungkan hidupnya pada komoditas tembakau. Di Bondowoso sendiri, tahun ini terjadi peningkatan luasan lahan yang menanam tembakau yakni 10 ribu hektar dibanding sekitar 6.500 hektar pada 2023 lalu, dengan total ada sekitar 5.000 petani tembakau.
     
    “Hasil dari tembakau ini, tiga kali lipat dari tanaman palawija. Inilah potret pertembakauan di daerah-daerah sentra lainnya di Indonesia. PP Kesehatan dan Rancangan Permenkes ini adalah hantaman dan pukulan bagi petani. Kami menolak keras adanya aturan ini, kami mohon ditinjau ulang,” ungkap dia.
     
    Ia berharap keberadaan petani dipertimbangkan oleh Kemenkes saat penyusunan aturan dilakukan. Apalagi selama proses penyusunan Rancangan Permenkes berlangsung, Yasid juga menyampaikan bahwa Kemenkes tidak pernah mengindahkan keberadaan petani.
     
    “Ratusan masukan telah disampaikan pada situs Partisipasi Sehat, namun hingga kini tidak ada tindak lanjut dari Kemenkes. Petani juga tidak pernah diundang pada sesi public hearing yang kerap disebutkan Kemenkes telah terlaksana pada September yang lalu,”  kata Yasid.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (END)

  • Buruh Sebut Pengetatan Aturan Tembakau Bisa Bikin Pekerja Terdampak

    Buruh Sebut Pengetatan Aturan Tembakau Bisa Bikin Pekerja Terdampak

    Jakarta

    Pemerintah berencana untuk mengetatkan aturan tembakau di tanah air. Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman – Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) Karawang menilai Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes), sebagai aturan turuan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28/2024), tumpang tindih dengan aturan lain. Kebijakan tersebut dinilai melawan aturan lain yang sudah lebih dulu diatur dalam Undang-Undang (UU).

    Salah satu poin dalam Rancangan Permenkes memuat aturan agar dilakukan penyeragaman bagi seluruh kemasan rokok yang dijual sehingga tidak adanya identitas merek. Hal itu menabrak UU Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis yang menyatakan merek dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, dan susunan warna untuk membedakan suatu produk dengan produk lainnya.

    Selain itu, Rancangan Permenkes juga bertentangan dengan UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dalam aturan itu menyatakan konsumen berhak mendapatkan informasi dengan jelas dan detail seputar produk yang dibeli dan dikonsumsi.

    “Kalau peraturan itu dijalankan, otomatis kerugian bagi industri tembakau akan sangat besar. Aturan ini juga akan semakin mendorong peredaran rokok ilegal dan membuka potensi perpindahan konsumsi ke sana,” ujar Ketua FSP RTMM-SPSI Pimpinan Cabang Karawang, Bambang Subagyo dalam keterangannya, ditulis Minggu (17/11/2024).

    Dia menyebut hilangnya identitas merek pada kemasan rokok akan membuat produk rokok ilegal justru mendapatkan keuntungan. Produk rokok ilegal akan semakin dibedakan dengan rokok legal, sehingga penjualan rokok ilegal meningkat dan produsen rokok legal akan menghadapi penurunan penjualan, yang akhirnya malah pekerjanya yang terkena PHK.

    ADVERTISEMENT

    `;
    var mgScript = document.createElement(“script”);
    mgScript.innerHTML = `(function(w,q){w[q]=w[q]||[];w[q].push([“_mgc.load”])})(window,”_mgq”);`;
    adSlot.appendChild(mgScript);
    },
    function loadCreativeA() {

    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    if (!adSlot) return;
    adSlot.innerHTML = “;

    if (typeof googletag !== “undefined” && googletag.apiReady) {
    googletag.cmd.push(function () {
    googletag.display(‘div-gpt-ad-1709715464819-0’);
    googletag.pubads().refresh();
    });
    } else {
    var gptScript = document.createElement(“script”);
    gptScript.src = “https://securepubads.g.doubleclick.net/tag/js/gpt.js”;
    gptScript.async = true;
    gptScript.onload = function () {
    window.googletag = window.googletag || { cmd: [] };
    googletag.cmd.push(function () {
    googletag.defineSlot(‘/4905536/detik_desktop/finance/static_detail’, [[400, 250], [1, 1], [300, 250]], ‘div-gpt-ad-1709715464819-0’)
    .addService(googletag.pubads());
    googletag.enableServices();
    googletag.display(‘div-gpt-ad-1709715464819-0’);
    googletag.pubads().refresh();
    });
    };
    document.body.appendChild(gptScript);
    }
    }
    ];

    var currentAdIndex = 0;
    var refreshInterval = null;
    var visibilityStartTime = null;
    var viewTimeThreshold = 30000;

    function refreshAd() {
    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    if (!adSlot) return;
    currentAdIndex = (currentAdIndex + 1) % ads.length;
    adSlot.innerHTML = “”;
    ads[currentAdIndex]();
    }

    var observer = new IntersectionObserver(function (entries) {
    entries.forEach(function (entry) {
    if (entry.intersectionRatio > 0.1) {
    if (!visibilityStartTime) {
    visibilityStartTime = new Date().getTime();
    requestAnimationFrame(checkVisibility);
    }
    } else {
    visibilityStartTime = null;
    if (refreshInterval) {
    clearInterval(refreshInterval);
    refreshInterval = null;
    }
    }
    });
    }, { threshold: 0.1 });

    function checkVisibility() {
    if (visibilityStartTime && (new Date().getTime() – visibilityStartTime >= viewTimeThreshold)) {
    refreshAd();
    if (!refreshInterval) {
    refreshInterval = setInterval(refreshAd, 30000);
    }
    } else {
    requestAnimationFrame(checkVisibility);
    }
    }

    document.addEventListener(“DOMContentLoaded”, function () {
    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    if (!adSlot) {
    console.error(“❌ Elemen #ad-slot tidak ditemukan!”);
    return;
    }
    ads[currentAdIndex]();
    observer.observe(adSlot);
    });

    var mutationObserver = new MutationObserver(function (mutations) {
    mutations.forEach(function (mutation) {
    if (mutation.type === “childList”) {
    visibilityStartTime = new Date().getTime();
    requestAnimationFrame(checkVisibility);
    }
    });
    });

    mutationObserver.observe(document.getElementById(“ad-slot”), { childList: true, subtree: true });

    Oleh karena itu, mewakili FSP RTMM-SPSI Pimpinan Cabang Karawang, Bambang dengan tegas menolak penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek pada Rancangan Permenkes yang berpotensi mengancam keberlangsungan hidup pekerja tembakau. Aturan inisiasi Kemenkes yang tumpang tindih ini akan merugikan pekerja tembakau dari berbagai sisi.

    “Aturan Kemenkes ini terlalu tumpang tindih. Padahal, industri ini telah memberikan sumbangsih besar melalui cukai dan pajaknya. Ini akan sangat merugikan dan berbahaya terhadap keberlangsungan pekerja tembakau kami,” tegasnya.

    Selain menuai penolakan besar dari banyak pihak, kebijakan Kemenkes yang menindih aturan lain ini tidak sejalan dengan arah kebijakan pemerintahan Presiden RI Prabowo Subianto. Sebelumnya Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi menyatakan Prabowo akan meninjau ulang seluruh UU, PP, hingga Peraturan Presiden (PERPRES) agar tidak saling tumpang tindih dan bertentangan.

    “Kita harus sisir mana UU yang bertabrakan satu sama lain dan mana aturan yang bertentangan dengan aturan yang di atasnya itukan harus dilakukan,” ucapnya.

    Menteri Hukum RI Supratman Andi Agtas juga menjelaskan, peninjauan ulang aturan-aturan sebelumnya dilakukan agar tidak ada kebijakan yang menghambat program strategis pemerintah. Pemerintahan Indonesia saat ini mendorong program swasembada pangan, kemandirian energi, hilirisasi, dan permasalahan lahan.

    “Jadi program-program inilah yang akan kita kawal menjadi prioritas untuk kami jadikan rujukan dalam penataan regulasi di Kementerian Hukum,” ujar dia.

    (kil/kil)

  • Aturan Terkait Produk Tembakau Diminta Libatkan Semua Pihak

    Aturan Terkait Produk Tembakau Diminta Libatkan Semua Pihak

    Jakarta: Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) tidak dilibatkan dalam penyusunan pasal-pasal Pengamanan Zat Adiktif dalam PP No 28 Tahun 2024 dan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) mengenai Produk Tembakau dan Rokok Elektronik. Padahal aturan ini dapat dibahas bersama pemangku kepentingan terdampak, termasuk tenaga kerja.
     
    Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, Kemnaker Indah Anggoro Putri mengusulkan agar Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sebagai inisiator regulasi melibatkan dan mengakomodir masukan dari elemen hulu hingga hilir ekosistem pertembakauan. 
     
    “Kami dikritik kurang public hearing, tidak meaningfull participation. Mari, sama-sama kita bahas, kami siap diundang dalam rapat. Kami, Kemnaker sangat concern dengan aturan ini, kami lintas kementerian/lembaga memang seyogyanya tidak boleh gaduh. Sesama regulator harus bekerjasama, berkolaborasi,” kata dia dalam diskusi dilansir, Kamis, 14 November 2024.
    Ia menyebut, dampak dari PP Kesehatan dan Rancangan Permenkes  berpotensi menambah beban PHK yang saat ini jumlahnya 63.947 orang. Jika aturan ini disahkan maka Indah khawatir akan ada tambahan 2,2 juta tenaga kerja yang terkena PHK, bukan hanya industri rokok namun juga meliputi industri kreatif. 
     
    “Jangan dilupakan, ada 725 ribu pekerja kreatif yang merupakan bagian dari industri pendukung. Nah, dengan adanya penyeragaman rokok polos tanpa merek dan industri, 725 ribu tenaga kerja kreatif ini akan terdampak pula. Ketika mereka ter-PHK, anak-anak muda kreatif ini menghadapi tantangan besar,” ujar dia.
     

     
    Dengan tidak ada keberpihakan dalam Rancangan Permenkes terkait tembakau tersebut, Indah juga mengingatkan bahwa 89 persen tenaga kerja di sektor pertembakauan merupakan perempuan yang menghidupi keluarganya. Ia mengingatkan jangan sampai dampak sosio-ekonomi dari aturan ini lebih buruk. 
     
    Salah satu elemen masyarakat yang akan menanggung dampak Rancangan Permenkes terkait penyeragaman kemasan tanpa merek, yaitu petani tembakau. Padahal saat ini ada 2,5 juta petani tembakau yang tersebar di 15 provinsi di seluruh Indonesia menggantungkan hidupnya pada komoditas tembakau. 
     
    “PP Kesehatan dan R-Permenkes Ini adalah hantaman dan pukulan bagi petani. Kami menolak keras adanya aturan ini, kami mohon ditinjau ulang dan dihentikan pembahasannya,” tegas Ketua Dewan Perwakilan Cabang Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPC APTI) Bondowoso Muhammad Yazid.
     
    Sementara itu, Ketua Komisi XIII DPR RI Willy Aditya menekankan agar pemerintah tidak mengedepankan ego sektoral dalam Menyusun aturan melainkan harus bersama-sama menghasilkan solusi bagi negeri. Khususnya terkait penyeragaman kemasan rokok tanpa merek yang akan melahirkan praktik rokok ilegal. 
     
    “Ingat, kontribusi cukai yang disumbangkan Rp213 triliun, sementara industri farmasi, kita hanya konsumen. Kita hanya pasar, konsumer semata-mata. Mau jadi apa negeri ini?  Kita harus belajar dari Sritex, sudah banyak pengangguran. Terus kita mau buat peraturan semena-mena? Ojo pak, jangan,” jelas Willy.
     
    Sementara Kementerian Kesehatan diwakili staf ahli Menteri Kesehatan Sundoyo berjanji akan melibatkan kementerian terkait dalam pembahasan Rancangan Permenkes pengendalian tembakau dan rokok elektronik tersebut. Ia memastikan Kemenkes menyerap aspirasi pemangku kepentingan dalam membuat aturan.
     
    “Termasuk salah satunya melalui proses public hearing. Dan, dalam menyusun Rancangan Permenkes ini kami tidak akan keluar dari tata cara perundangan, partisipasi masyarakat harus dikedepankan, sebab ada dua kepentingan yang harus dicari titik tengahnya. Yang satu sisi ekonomi, satu lagi kesehatan,” ujar Sundoyo.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (END)

  • Tumpang Tindih, Penyeragaman Kemasan Rokok Tanpa Merek Ditolak

    Tumpang Tindih, Penyeragaman Kemasan Rokok Tanpa Merek Ditolak

    Jakarta: Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman – Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) Karawang menilai Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) tumpang tindih dengan aturan lain. Kebijakan tersebut dinilai melawan aturan lain yang sudah lebih dulu diatur dalam Undang-Undang (UU).
     
    Salah satu poin dalam Rancangan Permenkes memuat aturan agar dilakukan penyeragaman bagi seluruh kemasan rokok. Hal itu menabrak UU Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis yang menyatakan merek dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, dan susunan warna untuk membedakan suatu produk dengan produk lainnya.
     
    Selain itu, Rancangan Permenkes juga bertentangan dengan UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dalam aturan itu menyatakan konsumen berhak mendapatkan informasi dengan jelas dan detail seputar produk yang dibeli dan dikonsumsi.
    “Kalau peraturan itu dijalankan, otomatis kerugian bagi industri tembakau akan sangat besar. Aturan ini juga akan semakin mendorong peredaran rokok ilegal dan membuka potensi perpindahan konsumsi ke sana. Jadi bagi kami, ini sangat memberatkan,” ujar Ketua FSP RTMM-SPSI Pimpinan Cabang Karawang, Bambang Subagyo kepada wartawan, Selasa, 12 November 2024.
     
    Selain permasalahan penyeragaman kemasan rokok, Bambang melihat Kemenkes juga telah melampaui batas dalam menetapkan kebijakan. Aturan Kemenkes yang menindih kebijakan lain ini, menurut Bambang, secara tidak langsung akan berimbas negatif kepada keberlangsungan para buruh.
     
    Dengan hilangnya identitas merek pada kemasan rokok akan membuat produk rokok ilegal justru mendapatkan keuntungan. Produk rokok ilegal akan semakin dibedakan dengan rokok legal, sehingga penjualan rokok ilegal meningkat dan produsen rokok legal akan menghadapi penurunan penjualan, yang berujung pada PHK.
     

     
    Oleh karena itu, FSP RTMM-SPSI Pimpinan Cabang Karawang menolak penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek pada Rancangan Permenkes yang berpotensi mengancam keberlangsungan hidup pekerja tembakau. Aturan inisiasi Kemenkes yang tumpang tindih ini akan merugikan pekerja tembakau dari berbagai sisi.
     
    “Aturan Kemenkes ini terlalu tumpang tindih. Padahal, industri ini telah memberikan sumbangsih besar melalui cukai dan pajaknya. Ini akan sangat merugikan dan berbahaya terhadap keberlangsungan pekerja tembakau kami,” tegasnya.
     
    Sementara itu, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menjelaskan, peninjauan ulang aturan-aturan sebelumnya dilakukan agar tidak ada kebijakan yang menghambat program strategis pemerintah. Pemerintahan Indonesia saat ini mendorong program swasembada pangan, kemandirian energi, hilirisasi, dan permasalahan lahan.
     
    “Jadi program-program inilah yang akan kita kawal menjadi prioritas untuk kami jadikan rujukan dalam penataan regulasi di Kementerian Hukum,” ungkap dia.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (END)

  • Penyeragaman Kemasan Rokok Polos Berisiko Rugikan Konsumen dan Produsen

    Penyeragaman Kemasan Rokok Polos Berisiko Rugikan Konsumen dan Produsen

    Jakarta: Upaya Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dalam menerapkan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek (polos) melalui Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) menuai berbagai kritik dan penolakan.
     
    Regulasi turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28/2024) tersebut ditentang, karena dinilai berisiko merugikan konsumen serta produsen.
     
    Praktisi pemasaran sekaligus Managing Partner Inventure Yuswohady menilai, wacana kebijakan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek akan menghilangkan diferensiasi yang selama ini dibangun oleh produsen di industri tembakau.
    Menurutnya, diferensiasi yang tercipta melalui merek, logo, dan identitas visual lainnya adalah bagian dari investasi yang telah dilakukan oleh produsen selama puluhan hingga ratusan tahun untuk membangun kekuatan dan reputasi merek mereka.
     
    “Tujuan merek adalah diferensiasi. Tanpa merek, konsumen akan kesulitan membedakan kualitas produk yang satu dengan yang lainnya,” ujar Yuswohady dikutip dari keterangan tertulis, Selasa, 12 November 2024.
     
    Bagi konsumen, lanjut dia, hilangnya identitas merek pada kemasan rokok bisa mengurangi hak mereka untuk mendapatkan informasi yang jelas mengenai kualitas dan reputasi produk.
     
    Dengan kemasan tanpa identitas merek, tambah Yuswohady, konsumen tidak akan tahu merek mana yang telah terbukti memberikan kualitas yang tinggi dan mana yang hanya merupakan produk abal-abal atau ilegal.
     
    “Kebijakan ini berisiko mengarahkan konsumen pada kebingungan di pasar. Di mana produk murah dan berisiko tinggi mungkin lebih mudah diterima karena tidak ada pembeda yang jelas,” tutur dia.
     

     

    Reputasi merek bisa hancur

    Selain itu, dari sudut pandang produsen, kebijakan ini bisa merugikan secara finansial. Investasi yang telah digelontorkan untuk membangun merek dan reputasi bisa hangus dalam sekejap.
     
    Yuswohady menegaskan kekuatan sebuah merek biasanya terletak pada nilai atau value yang dibawanya. “Ketika identitas merek dihilangkan, nilai tersebut juga hilang,” terang dia.
     
    Yuswohady menekankan dampak penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek juga bisa meluas pada sektor perekonomian, terutama bagi pedagang kecil yang bergantung pada penjualan rokok.
     
    Pada sisi ekonomi, kebijakan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek berisiko memunculkan brand-brand palsu atau murah yang tidak terkontrol kualitasnya.
     
    Pedagang kecil yang biasa menjual rokok dengan merek terkenal kemungkinan akan mengalami penurunan omzet, karena konsumen mungkin lebih memilih produk murah tanpa merek yang beredar di pasar gelap.
     
    Menghadapi situasi ini, Yuswohady menyarankan agar pemerintah dapat menimbang kembali kebijakan yang akan disahkan serta mengkaji lebih dalam dampak yang akan ditimbulkan.
     
    Dia menilai dampak ekonomi dan sosial yang ditimbulkan dari rencana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek juga harus dipertimbangkan. “Pengaturan ini perlu diimbangi agar tidak merugikan banyak pihak,” tutup Yuswohady.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (HUS)

  • Kemasan Rokok Polos Berpotensi Rugikan Konsumen? Ini Penjelasannya – Page 3

    Kemasan Rokok Polos Berpotensi Rugikan Konsumen? Ini Penjelasannya – Page 3

     

    Liputan6.com, Jakarta Kebijakan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek yang dituangkan dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) dinilai telah menabrak regulasi yang telah lebih dulu ditetapkan.

    Ketua Pakta Konsumen Nasional Ary Fatanen mengatakan, konsumen pun menjadi pihak paling dirugikan jika kebijakan dari aturan turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28/2024) tersebut diterapkan.

    “Aturan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek ini menabrak regulasi lainnya. Salah satunya adalah UU Perlindungan Konsumen,” ujar Ary dikutip Selasa (12/11/2024).

    Ary melihat seharusnya konsumen mendapatkan informasi yang akurat seputar produk yang dibeli dan dikonsumsi sesuai hak yang sudah dilindungi oleh UU. Dengan munculnya rancangan untuk menyeragamkan kemasan rokok, maka konsumen terhalang mendapatkan hak atas informasi yang sudah diatur pada UU 8/1999 Pasal 4.

    Rancangan Permenkes akan membuat seluruh kemasan rokok yang dijual di pasar memiliki identitas yang sama. Poin ini juga menabrak Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis yang menyatakan merek dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, dan susunan warna untuk dapat dibedakan antara produk.

    Sikap ugal-ugalan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) atas usulan penyeragaman kemasan rokok polos tanpa identitas merek ini diklaim bertujuam untuk menurunkan angka jumlah perokok, namun Ary menyangkal anggapan tersebut. Dia malah menilai kebijakan tersebut dapat menjadi bumerang untuk tujuan yang ingin dicapai.

    Hal ini menjadi tidak sejalan dengan arahan kebijakan pemerintahan Presiden RI Prabowo Subianto agar tidak ada aturan yang tidak saling tumpang tindih dan bertentangan dengan aturan yang telah ada sebelumnya.