Produk: Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes)

  • Daftar Penyakit yang Ditanggung BPJS Kesehatan, Harus Sesuai dengan Indikasi Medis – Halaman all

    Daftar Penyakit yang Ditanggung BPJS Kesehatan, Harus Sesuai dengan Indikasi Medis – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mempunyai rincian daftar penyakit yang masuk ke dalam kategori pertanggungan secara penuh.

    Adapun pelayanan kesehatan yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan berbagai macam, salah satunya adalah untuk pengobatan penyakit kronis.

    Setiap peserta bisa mendapat layanan pengobatan penyakit di seluruh fasilitas kesehatan yang kerja sama dengan BPJS Kesehatan, baik itu klinik, puskesmas, atau rumah sakit.

    Mengenai penyakit yang ditanggung BPJS Kesehatan, ketentuannya masih mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No.28 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional.

    Artinya, daftar penyakit yang dijamin BPJS Kesehatan masih sama dengan ketentuan sebelumnya dan tetap berlaku sampai batas waktu yang belum ditentukan.

    Adapun 144 jenis penyakit dalam daftar harus sesuai dengan indikasi medis yang ditetapkan oleh dokter spesialis/sub spesialis penanggung jawab pasien.

    Hal itu dibenarkan oleh Kepala Asisten Deputi Komunikasi Publik dan Humas BPJS Kesehatan Rizzky Anugrah.

    Ia menjelaskan, penanganan 144 penyakit yang termasuk dalam daftar sebaiknya harus dioptimalkan di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP).

    Namun bukan berarti tidak bisa dirujuk.

    144 penyakit itu tetap bisa dirujuk sesuai dengan indikasi medis, apalagi saat mengalami kondisi gawat darurat.

    “BPJS Kesehatan menjamin pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, di antaranya sesuai dengan indikasi medis,” ujarnya, saat dihubungi Tribunnews.com, Selasa (31/12/2024).

    Adapun kondisi gawat darurat seorang pasien harus ditentukan oleh DPJP (Dokter Penanggung Jawab Pelayanan) bukan oleh pasien ataupun BPJS Kesehatan.

    Kriteria gawat darurat merujuk pada Peraturan Kementerian Kesehatan No 47 Tahun 2018.

    Dokter di FKTP seperti Klinik, Puskesmas, atau Tempat Praktek Dokter Pribadi memiliki kompetensi untuk menangani diagnosa tuntas di FKTP jika mengacu pada Standar Kompetensi Dokter Indonesia 2012.

    “Namun ketika kondisi Gawat Darurat, Peserta JKN dapat langsung datang ke Rumah Sakit tanpa harus ke FKTP,” kata Rizzky.

    Selengkapnya, inilah daftar 144 penyakit atau diagnosis yang termasuk:

    Kejang demam
    Tetanus
    HIV/AIDS tanpa komplikasi
    Sakit kepala tegang (tension headache)
    Migrain
    Bell’s Palsy
    Vertigo posisi paroksismal jinak (Benign Paroxysmal Positional Vertigo)
    Gangguan somatoform
    Insomnia
    Benda asing di konjungtiva
    Konjungtivitis
    Perdarahan subkonjungtiva
    Mata kering
    Blefaritis
    Hordeolum
    Trikiasis
    Episkleritis
    Hipermetropia ringan
    Miopia ringan
    Astigmatisme ringan
    Presbiopia
    Buta senja
    Otitis eksterna
    Otitis media akut
    Serumen prop
    Mabuk perjalanan
    Furunkel pada hidung
    Rhinitis akut
    Rhinitis alergika
    Rhinitis vasomotor
    Benda asing di hidung
    Epistaksis
    Influenza
    Pertusis
    Faringitis
    Tonsilitis
    Laringitis
    Asma bronkial
    Bronkitis akut
    Pneumonia, bronkopneumonia
    Tuberkulosis paru tanpa komplikasi
    Hipertensi esensial
    Kandidiasis mulut
    Ulkus mulut (aftosa, herpes)
    Parotitis
    Infeksi pada umbilikus
    Gastritis
    Gastroenteritis (termasuk kolera, giardiasis)
    Refluks gastroesofagus
    Demam tifoid
    Intoleransi makanan
    Alergi makanan
    Keracunan makanan
    Penyakit cacing tambang
    Strongiloidiasis
    Askariasis
    Skistosomiasis
    Taeniasis
    Hepatitis A
    Disentri basiler, disentri amuba
    Hemoroid grade 1/2
    Infeksi saluran kemih
    Gonore
    Pielonefritis tanpa komplikasi
    Fimosis
    Sindrom duh (discharge)
    Genital (gonore dan non-gonore)
    Infeksi saluran kemih bagian bawah
    Vulvitis
    Vaginitis
    Vaginosis bakterialis
    Salpingitis
    Kehamilan normal
    Aborsi spontan komplit
    Anemia defisiensi besi pada kehamilan
    Ruptur perineum tingkat 1/2
    Abses folikel rambut/kelenjar sebasea
    Mastitis
    Puting susu pecah-pecah (cracked nipple)
    Puting susu terbalik (inverted nipple)
    Diabetes mellitus tipe 1
    Diabetes mellitus tipe 2
    Hipoglikemia ringan
    Malnutrisi energi protein
    Defisiensi vitamin
    Defisiensi mineral
    Dislipidemia
    Hiperurisemia
    Obesitas
    Anemia defisiensi besi
    Limfadenitis
    Demam dengue, DHF
    Malaria
    Leptospirosis (tanpa komplikasi)
    Reaksi anafilaktik
    Ulkus pada tungkai
    Lipoma
    Veruka vulgaris
    Moluskum kontagiosum
    Herpes zoster tanpa komplikasi
    Morbili tanpa komplikasi
    Varicella tanpa komplikasi
    Herpes simpleks tanpa komplikasi
    Impetigo
    Impetigo ulceratif (ektima)
    Folikulitis superfisialis
    Furunkel, karbunkel
    Eritrasma
    Erisipelas
    Skrofuloderma
    Lepra
    Sifilis stadium 1 dan 2
    Tinea kapitis
    Tinea barbe
    Tinea facialis
    Tinea corporis
    Tinea manus
    Tinea unguium
    Tinea cruris
    Tinea pedis
    Pitiriasis versikolor
    Kandidiasis mukokutan ringan
    Cutaneus larva migran
    Filariasis
    Pedikulosis kapitis
    Pedikulosis pubis
    Skabies
    Reaksi gigitan serangga
    Dermatitis kontak iritan
    Dermatitis atopik (kecuali recalcitrant)
    Dermatitis numularis
    Napkin eczema
    Dermatitis seboroik
    Pitiriasis rosea
    Acne vulgaris ringan
    Hidradenitis supuratif
    Dermatitis perioral
    Miliaria
    Urtikaria akut
    Eksantemapous drug eruption, fixed drug eruption
    Vulnus laceratum, punctum
    Luka bakar derajat 1 dan 2
    Kekerasan tumpul
    Kekerasan tajam

    Pelayanan Kesehatan yang Tidak Dijamin BPJS Kesehatan

    Pelayanan kesehatan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    Pelayanan kesehatan yang dilakukan di fasilitas kesehatan yang tidak bekerja sama dengan BPJS kesehatan, kecuali dalam keadaan darurat.
    Pelayanan kesehatan terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan kerja atau menjadi tanggungan pemberi kerja.
    Pelayanan kesehatan yang dijamin oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas yang bersifat wajib sampai nilai yang ditanggung oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas sesuai hak kelas rawat peserta.
    Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri.
    Pelayanan kesehatan untuk tujuan estetik.
    Pelayanan untuk mengatasi infertilitas.
    Pelayanan meratakan gigi (ortodonsi).
    Gangguan kesehatan/penyakit akibat ketergantungan obat dan/atau alkohol.
    Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri, atau akibat melakukan hobi yang membahayakan diri sendiri.
    Pengobatan komplementer, alternatif dan tradisional, yang belum dinyatakan efektif berdasarkan penilaian teknologi kesehatan (health technology assessment).
    Pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai percobaan (eksperimen).
    Alat dan obat kontrasepsi, kosmetik.
    Perbekalan kesehatan rumah tangga.
    Pelayanan kesehatan akibat bencana pada masa tanggap darurat, kejadian luar biasa/wabah.
    Pelayanan kesehatan pada kejadian tak diharapkan yang dapat dicegah.
    Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dalam rangka bakti sosial.
    Pelayanan kesehatan akibat tindak pidana penganiayaan, kekerasan seksual, korban terorisme, dan tindak perdagangan orang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
    Pelayanan kesehatan tertentu yang berkaitan dengan Kementerian Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
    Pelayanan lainnya yang tidak ada hubungan dengan manfaat jaminan kesehatan yang diberikan.
    Pelayanan yang sudah ditanggung dalam program lain.

    (Tribunnews.com/Latifah/Rina Ayu Panca Rini)

  • Daftar Penyakit Ditanggung dan Tidak Ditanggung BPJS Kesehatan

    Daftar Penyakit Ditanggung dan Tidak Ditanggung BPJS Kesehatan

    Jakarta, CNN Indonesia

    BPJS Kesehatan menyelenggarakan program jaminan kesehatan bagi masyarakat.

    Khusus karyawan, iuran dibagi antara pemberi kerja dan peserta dengan rincian 4 persen dibayar oleh pemberi kerja dan 1 persen oleh peserta.

    Meski BPJS Kesehatan menyediakan banyak layanan, tidak semua penyakit atau tindakan medis dapat ditanggung oleh program ini.

    Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No.28 Tahun 2014 dan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2018, berikut adalah rincian penyakit yang ditanggung dan tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan.

    Penyakit yang Ditanggung BPJS Kesehatan

    BPJS Kesehatan menanggung berbagai jenis penyakit dan kondisi medis yang meliputi:

    Penyakit Infeksi

    Kejang demam

    Tetanus

    HIV/AIDS tanpa komplikasi

    Influenza

    Pertusis

    Faringitis

    Tonsilitis

    Laringitis

    Pneumonia, bronkopneumonia

    Tuberkulosis paru tanpa komplikasi

    Hepatitis A

    Disentri basiler, disentri amuba

    Demam dengue, DHF

    Malaria

    Leptospirosis tanpa komplikasi

    Reaksi anafilaktik

    Gangguan Sistem Saraf:

    Tension headache

    Migrain

    Bell’s Palsy

    Vertigo (Benign paroxysmal positional Vertigo)

    Gangguan somatoform

    Insomnia

    Penyakit Mata

    Benda asing di konjungtiva

    Konjungtivitis

    Perdarahan subkonjungtiva

    Mata kering

    Blefaritis

    Hordeolum

    Trikiasis

    Episkleritis

    Hipermetropia ringan

    Miopia ringan

    Astigmatism ringan

    Presbiopia

    Buta senja

    Penyakit Telinga

    Otitis eksterna

    Otitis Media Akut

    Serumen prop

    Penyakit Hidung dan Tenggorokan

    Mabuk perjalanan

    Furunkel pada hidung

    Rhinitis akut

    Rhinitis alergika

    Rhinitis vasomotor

    Benda asing

    Epistaksis

    Penyakit Pencernaan

    Gastritis

    Gastroenteritis (termasuk kolera, giardiasis)

    Refluks gastroesofagus

    Demam tifoid

    Intoleransi makanan

    Alergi makanan

    Keracunan makanan

    Penyakit cacing tambang

    Strongiloidiasis

    Askariasis

    Skistosomiasis

    Taeniasis

    Penyakit Saluran Kemih

    Infeksi saluran kemih

    Gonore

    Pielonefritis tanpa komplikasi

    Fimosis

    Parafimosis

    Sindroma duh (discharge) genital (Gonore dan non gonore)

    Infeksi saluran kemih bagian bawah

    Vulvitis

    Vaginitis

    Vaginosis bakterialis

    Salphingitis

    Penyakit Kehamilan dan Persalinan

    Kehamilan normal

    Aborsi spontan komplet

    Anemia defisiensi besi pada kehamilan

    Ruptur perineum tingkat ½

    Penyakit Metabolik dan Endokrin

    Diabetes melitus tipe 1

    Diabetes melitus tipe 2

    Hipoglikemi ringan

    Malnutrisi energi protein

    Defisiensi vitamin

    Defisiensi mineral

    Dislipidemia

    Hiperurisemia

    Obesitas

    Anemia defisiensi besi

    Penyakit Kulit dan Infeksi

    Abses folikel rambut/kelj sebasea

    Mastitis

    Cracked nipple

    Inverted nipple

    Lipoma

    Veruka vulgaris

    Moluskum kontangiosum

    Herpes zoster tanpa komplikasi

    Morbili tanpa komplikasi

    Varicella tanpa komplikasi

    Herpes simpleks tanpa komplikasi

    Impetigo

    Impetigo ulceratif (ektima)

    Folikulitis superfisialis

    Furunkel, karbunkel

    Eritrasma

    Erisipelas

    Skrofuloderma

    Lepra

    Sifilis stadium 1 dan 2

    Tinea kapitis

    Tinea barbe

    Tinea facialis

    Tinea corporis

    Tinea manus

    Tinea unguium

    Tinea cruris

    Tinea pedis

    Pitiriasis versicolor

    Candidiasis mucocutan ringan

    Cutaneus larvamigran

    Filariasis

    Pedikulosis kapitis

    Pediculosis pubis

    Scabies

    Reaksi gigitan serangga

    Dermatitis kontak iritan

    Dermatitis atopik (kecuali recalcitrant)

    Dermatitis numularis

    Napkin ekzema

    Dermatitis seboroik

    Pitiriasis rosea

    Acne vulgaris ringan

    Hidradenitis supuratif

    Dermatitis perioral

    Miliaria

    Urtikaria akut

    Eksantemapous drug eruption, fixed drug eruption

    Penyakit Luka dan Cedera

    Vulnus laseraum, puctum

    Luka bakar derajat 1 dan 2

    Kekerasan tumpul

    Kekerasan tajam

    Penyakit yang Tidak Ditanggung BPJS Kesehatan

    Di sisi lain, ada sejumlah penyakit dan layanan medis yang tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan, antara lain:

    Penyakit yang berupa wabah atau kejadian luar biasa.

    Perawatan yang berhubungan dengan kecantikan dan estetika, seperti operasi plastik.

    Perataan gigi seperti behel.

    Penyakit akibat tindak pidana, seperti penganiayaan atau kekerasan seksual.

    Penyakit atau cedera akibat sengaja menyakiti diri sendiri atau usaha bunuh diri.

    Penyakit akibat konsumsi alkohol atau ketergantungan obat.

    Pengobatan mandul atau infertilitas.

    Penyakit atau cedera akibat kejadian yang tak bisa dicegah, seperti tawuran.

    Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri.

    Pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai percobaan atau eksperimen.

    Pengobatan komplementer, alternatif, dan tradisional yang belum dinyatakan efektif berdasarkan penilaian teknologi kesehatan.

    Alat kontrasepsi.

    Perbekalan kesehatan rumah tangga.

    Pelayanan kesehatan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang terdiri dari rujukan atas permintaan sendiri dan pelayanan kesehatan lain yang tidak sesuai peraturan perundang-undangan.

    Pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, kecuali dalam keadaan darurat.

    Pelayanan kesehatan terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan kerja atau menjadi tanggungan pemberi kerja.

    Pelayanan kesehatan yang dijamin oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas yang bersifat wajib sampai nilai yang ditanggung oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas sesuai hak kelas rawat peserta.

    Pelayanan kesehatan tertentu yang berkaitan dengan Kementerian Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan Polri.

    Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dalam rangka bakti sosial.

    Pelayanan yang sudah ditanggung dalam program lain.

    Pelayanan lainnya yang tidak ada hubungan dengan manfaat jaminan kesehatan yang diberikan.

    (lau/sfr)

  • Produsen Rokok Putih dan Vape Lega Harga Eceran Naik, Ini Alasannya

    Produsen Rokok Putih dan Vape Lega Harga Eceran Naik, Ini Alasannya

    Bisnis.com, JAKARTA — Pengusaha rokok elektrik dan produsen sigaret putih mesin (SPM) mengaku lega dengan kebijakan kenaikan harga jual eceran (HJE) 2025. Hal ini dinilai dapat kembali menyamakan pangsa pasar dengan rokok konvensional. 

    Ketentuan tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 97/2024 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau Berupa Sigaret, Cerutu, Rokok Daun atau Klobot, dan Tembakau Iris. 

    Sementara, ketentuan tarif HJE rokok elektrik tertuang dalam PMK 96/2024 tentang perubahan atas PMK Nomor 193/2021 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau berupa Rokok Elektrik dan Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya. 

    Ketua Umum Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Benny Wachjudi mengatakan pihaknya berharap kebijakan tersebut dapat memberikan dampak positif untuk perbaikan kinerja industri hasil tembakau (IHT). 

    “SPM yang selama ini selalu menerima kenaikan tarif dan HJE paling tinggi sehingga pangsa pasarnya terus menurun,” kata Benny kepada Bisnis, Selasa (24/12/2024). 

    Untuk itu dia mengapresiasi keputusan pemerintah yang juga menahan kenaikan tarif cukai tahun depan. Menurut Benny, hal tersebut sangat membantu di tengah ekonomi yang saat ini dinilai tidak baik-baik saja. 

    Dalam hal ini, Gaprindo Secara aktual akan memperhitungkan dampak langsung PMK terkait kebijakan cukai yang baru tersebut. Kendati demikian, masih terdapat tantangan non fiskal yang dihadapi industri. 

    “Tantangan IHT masih banyak ke depan bukan hanya berupa kebijakan fiskal seperti cukai, tetapi juga tantangan non-fiskal  terutama regulasi yang semakin restriktif seperti pasal-pasal ‘bermasalah’ dalam PP 28/2024 termasuk turunannya,” ujarnya. 

    Dalam hal ini, dia menyoroti rencana penerapan kemasan rokok polos diatur dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik yang merupakan turunan dari PP 28/2024 tentang Kesehatan. 

    Merujuk pada R-Permenkes, salah satu yang memberatkan industri yaitu terkait penyeragaman kemasan yang diusulkan oleh Kemenkes. Kebijakan itu disebut kontraproduktif terhadap tujuan pengendalian dan malah mendorong peningkatan rokok ilegal. 

    “Sebenarnya kebijakan ini sebelumnya sudah ditolak secara tegas oleh keseluruhan ekosistem IHT karena tidak selaras dengan kebijakan fiskal yang arahnya menekan rokok ilegal dan mencegah down trading,” jelasnya. 

    Untuk itu, Gaprindo menunggu komitmen dan langkah nyata yang lebih terpadu dari Pemerintah untuk pemberantasan rokok ilegal sampai ke akar-akarnya.

    Di samping itu, Ketua Umum Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) Budiyanto mengatakan kenaikan HJE rokok elektrik rata-rata 8,7% tahun depan relatif moderat dan diyakini tidak memberatkan pasar. 

    “Kami optimis kenaikan ini tidak akan memberikan dampak signifikan terhadap skala pasar, baik dari sisi produksi maupun daya serap konsumen, meskipun perlu terus memantau dinamika pasar ke depan,” jelas Budi kepada Bisnis, dihubungi terpisah.

    Namun, APVI melihat perlunya penguatan sinergi agar kebijakan yang diambil tak hanya fokus pada target fiskal, tetapi juga memperhatikan karakteristik unik dari setiap segmen industri, seperti rokok elektronik, yang berbeda dengan produk tembakau konvensional. 

    Pihaknya juga mendorong agar kebijakan fiskal, khususnya terkait tarif cukai, dapat mempertimbangkan daya beli konsumen yang mengalami tekanan akibat beban pajak yang terus meningkat. 

    “Selain itu, kami berharap pemerintah dapat memberikan ruang dialog yang lebih intensif untuk menyusun kebijakan jangka panjang yang memastikan keberlanjutan industri hasil tembakau, baik konvensional maupun elektronik. Pada 2026 dan 2027,” pungkasnya. 

  • Bungkus Rokok Tanpa Merek Diklaim Bungkam Hak Konsumen – Page 3

    Bungkus Rokok Tanpa Merek Diklaim Bungkam Hak Konsumen – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Kebijakan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melalui rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) soal penyeragaman bungkus rokok tanpa identitas merek (plain packaging), dinilai berpotensi melanggar hak-hak konsumen.

    Pasalnya, kebijakan itu disinyalir akan mengaburkan informasi akurat yang seharusnya diterima oleh konsumen.

    Salah satu poin dari aturan turunan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28/2024) tersebut menyatakan adanya rencana penyeragaman tanpa identitas merek untuk seluruh kemasan rokok yang dijual di pasar.

    Guru Besar Universitas Sahid Jakarta Prof Kholil menyatakan, rancangan Permenkes ini bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

    Adapun aturan itu menjamin hak konsumen untuk mendapatkan informasi dengan jelas dan detail seputar produk yang dibeli dan dikonsumsi.

    “Artinya hak konsumen untuk mendapatkan informasi produk secara jujur, benar, dan lengkap tidak bisa diperoleh,” ujar dia dalam keterangan tertulis, Jumat (20/12/2024).

    Ilegal dan Legal Jadi Abu-Abu

    Menurut dia, rencana kebijakan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek membuat konsumen tidak bisa membedakan satu produk dengan produk lainnya. Kondisi ini bisa menyamarkan antara produk legal dan ilegal.

    “Padahal, seharusnya konsumen mendapatkan informasi dengan jelas, akurat, dan detail seputar produk yang dikonsumsinya,” imbuh dia.

     

  • Melihat Kontribusi Industri Tembakau ke Ekonomi Nasional – Page 3

    Melihat Kontribusi Industri Tembakau ke Ekonomi Nasional – Page 3

    Sebelumnya, wacana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) terus memicu polemik. Sejumlah kalangan menilai Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tak mengindahkan desakan berbagai pihak untuk mempertimbangkan ulang aturan yang dapat mengancam keberlangsungan perekonomian dan tenaga kerja di Indonesia.

    Asisten Deputi Pengembangan Industri Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Eko Harjanto, menyoroti bahwa Rancangan Permenkes yang diinisiasi oleh Kemenkes dianggap terlalu ketat, bahkan melebihi standar Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang notabene tidak diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia.

    ”Kami menerima banyak keluhan dari asosiasi petani dan industri. Mereka merasa pengaturan yang terlalu ketat justru akan menghambat kontribusi industri hasil tembakau (IHT) terhadap ekonomi, termasuk pembayaran cukai,” katanya dikutip Selasa (10/12/2024).

    Eko juga mengingatkan bahwa IHT memiliki multiplier effect yang besar, mulai dari penyerapan tenaga kerja hingga kontribusi terhadap pendapatan negara. “Kami berharap kebijakan yang dihasilkan (untuk IHT) tidak mengekang, melainkan seimbang antara perlindungan kesehatan dan keberlangsungan industri,” tambahnya.

    Selain itu, Eko menilai pembahasan Rancangan Permenkes perlu melibatkan lebih banyak pihak terkait agar hasil akhirnya tidak merugikan salah satu sektor. “Kami berharap pembahasan ini dilakukan secara inklusif dengan mengundang semua pihak yang terdampak, termasuk asosiasi petani dan industri,” tegasnya.

     

     

  • Industri Tembakau Berkontribusi Mitigasi Persoalan Kesehatan Masyarakat, Ini Buktinya

    Industri Tembakau Berkontribusi Mitigasi Persoalan Kesehatan Masyarakat, Ini Buktinya

    Jakarta: Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Merrijantij Punguan Pintaria menyatakan, sudah sepatutnya kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah harus mempertimbangkan dampak ekonomi. Apalagi, industri tembakau telah berkontribusi besar bagi pendapatan negara melalui penerimaan cukai.
     
    Merrijantij menjelaskan, industri tembakau memiliki kontribusi yang signifikan bagi ekonomi nasional, misalnya melalui Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) yang telah dimanfaatkan sebesar 40 persen untuk mendukung biaya kesehatan.
     
    Hal ini menurutnya, menunjukkan industri tembakau telah memberikan kontribusi langsung pada mitigasi persoalan kesehatan masyarakat.
    “Yang utama adalah bagaimana kita mengedukasi masyarakat Indonesia terkait bahaya merokok dan kembali kepada hak masing-masing apakah memutuskan untuk merokok atau tidak,” ungkap Merrijantij dikutip dari keterangan tertulis, Selasa, 17 Desember 2024.
     
    Di tengah upaya jajaran Kemenkes untuk terus mendorong pembahasan Rancangan Permenkes, Merrijantij mengungkapkan hingga saat ini, Kemenperin belum dilibatkan secara resmi oleh Kemenkes.  Hal ini menunjukkan minimnya koordinasi antarkementerian dalam pembahasan regulasi tersebut.
     
    Padahal, Merrijantij mengatakan pihaknya telah menyiapkan data-data mengenai potensi atau risiko dampak negatif dari Rancangan Permenkes untuk menjadi bahan diskusi dengan Kemenkes dan kementerian terkait lainnya.
     
    Selain itu, Kemenperin memastikan suara industri juga akan dapat didengar ketika pembahasan antar kementerian resmi dimulai oleh Kemenkes. “Kalau pada saatnya nanti diskusi dibuka, kita sudah menyiapkan posisi industri secara lebih komprehensif,” imbuh dia.
     
    Di samping itu, Merrijantji telah memperingatkan Rancangan Permenkes dapat menurunkan serapan hasil tembakau dan mengancam stabilitas tenaga kerja di sektor tembakau. 
     

     

    Kebijakan rokok polos jadi polemik

    Adapun, polemik mengenai penyusunan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) tentang penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek terus menjadi persoalan.
     
    Ketidakselarasan di jajaran internal Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menjadi sorotan, terutama karena proses pembahasan regulasi ini tetap berjalan meski Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menyebut pembahasan aturan ini akan ditunda.
     
    Sebelumnya, Wakil Menteri Perindustrian Faisol Riza telah menyampaikan kekhawatirannya akan potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) jika kebijakan ini diterapkan tanpa mempertimbangkan dampak ekonomi secara matang.
     
    Sementara itu, pihak jajaran Kemenkes sendiri mengakui Rancangan Permenkes ini masih berada pada tahap internalisasi. Staf Ahli Bidang Hukum Kemenkes Sundoyo menjelaskan proses ini bertujuan untuk mengharmonisasi regulasi pasca disahkannya UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.  
     
    Namun, langkah internalisasi ini memunculkan pertanyaan terhadap tujuan utama dari jajaran Kemenkes yang terus mendorong pembahasan Rancangan Permenkes ini, mengingat Menkes Budi Gunadi Sadikin telah menyatakan pembahasan rancangan regulasi tersebut ditunda.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (HUS)

  • Terima Gelar ‘Pelabuhan Sehat’, Dirut Petrokimia Gresik: Demi Dukung Program Swasembada Pangan – Halaman all

    Terima Gelar ‘Pelabuhan Sehat’, Dirut Petrokimia Gresik: Demi Dukung Program Swasembada Pangan – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia memberikan apresiasi terhadap pengelolaan Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) Petrokimia Gresik dengan penghargaan “Pelabuhan Sehat”. 

    Penghargaan diserahkan langsung oleh Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono kepada Senior Vice President (SVP) Pengelolaan Pergudangan dan Pelabuhan Petrokimia Gresik, I Gusti Bagus Manacika mewakili Direktur Utama, Dwi Satriyo Annurogo di Jakarta, baru-baru ini.

    Menanggapi hal tersebut Dwi Satriyo menyampaikan bahwa, pelabuhan merupakan fasilitas penting bagi Petrokimia Gresik yang merupakan perusahaan solusi agroindustri anggota holding Pupuk Indonesia dalam membantu kelancaran penyaluran pupuk ke seluruh Indonesia. Apalagi negara Indonesia adalah negara kepulauan.

    “Petrokimia Gresik menyampaikan terima kasih atas apresiasi yang diberikan Kementerian Kesehatan. Tentu penghargaan ini akan memotivasi kami untuk terus meningkatkan pengelolaan pelabuhan semakin baik sehingga dapat mendukung program percepatan swasembada pangan nasional sesuai yang diinstruksikan Presiden Republik Indonesia, Bapak Prabowo Subianto,” ujar Dwi Satriyo dalam pernyataannya yang diterima Tribun, Senin(16/12/2024).

    Adapun penilaian “Pelabuhan Sehat” mencakup banyak aspek, sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 44 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan dan Bandara Udara Sehat. Melalui penghargaan ini, Petrokimia Gresik dinilai telah menjalankan beleid tersebut dengan baik.

    “Penerapan Permenkes 44/2014 sudah menjadi kebutuhan bagi Petrokimia Gresik sebagai salah satu instrumen dalam meningkatkan daya saing usaha. Apalagi Petrokimia Gresik mendapatkan amanah penyaluran pupuk bersubsidi untuk menjaga ketahanan pangan nasional,” ujarnya.

    Adapun aspek kegiatan yang diatur dalam Permenkes tersebut antara lain, penyelenggaraan kesehatan lingkungan; penataan sarana dan fasilitas; peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS); peningkatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3); peningkatan keamanan dan ketertiban; serta inovasi pelabuhan.

    “Khusus inovasi, Petrokimia Gresik juga banyak mengoptimalkan digitalisasi dalam pengelolaan pelabuhan. Diantaranya melalui aplikasi Petro Port, Er-Port, WMS, dan beberapa aplikasi digital lainnya,” ungkap Dwi Satriyo.

    Lebih lanjut ia menjelaskan, untuk mendukung kelancaran distribusi pupuk, Petrokimia Gresik juga menerapkan konsep Green Port. Bahkan, penerapan konsep Green Port pada TUKS Petrokimia Gresik mendapatkan penghargaan dari APEC Ports Service Network (APSN) tahun 2023. 

    Konsep Green Port sendiri menjadikan proses kepelabuhanan Petrokimia Gresik lebih efektif, efisien, dan ramah lingkungan. Sehingga semakin mengoptimalkan Cost Reduction Program yang telah dijalankan perusahaan.

    “Pelabuhan Sehat adalah keniscayaan dalam rangka mendorong kemajuan bisnis perusahaan yang berkelanjutan. Penghargaan ini akan memotivasi kami untuk terus mengelola pelabuhan lebih baik lagi,” pungkas Dwi Satriyo.

     

  • Aturan Ini Bisa Hambat Perekonomian Nasional, Apa Itu?

    Aturan Ini Bisa Hambat Perekonomian Nasional, Apa Itu?

    Jakarta: Wacana penyeragaman kemasan rokok tanpa merek dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) terus memicu polemik. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dinilai tak mengindahkan desakan untuk mempertimbangkan ulang aturan yang dapat mengancam keberlangsungan perekonomian dan tenaga kerja di Indonesia.
     
    Asisten Deputi Pengembangan Industri Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Eko Harjanto mengatakan, Rancangan Permenkes yang diinisiasi oleh Kemenkes dianggap terlalu ketat. Bahkan melebihi standar Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang notabene tidak diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia.  
     
    ”Kami menerima banyak keluhan dari asosiasi petani dan industri. Mereka merasa pengaturan yang terlalu ketat justru akan menghambat kontribusi industri hasil tembakau (IHT) terhadap ekonomi, termasuk pembayaran cukai,” katanya kepada wartawan dilansir Selasa, 10 Desember 2024.
    Eko juga mengingatkan bahwa IHT memiliki multiplier effect yang besar, mulai dari penyerapan tenaga kerja hingga kontribusi terhadap pendapatan negara. Ia justru berharap kebijakan yang dihasilkan untuk IHT tidak mengekang, melainkan seimbang antara perlindungan kesehatan dan keberlangsungan industri.
     
    “Kami berharap pembahasan ini dilakukan secara inklusif dengan mengundang semua pihak yang terdampak, termasuk asosiasi petani dan industri agar hasil akhirnya tidak merugikan salah satu sektor,” tegasnya.
     

     
    Sebelumnya, Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi, menyoroti sikap jajaran Kemenkes yang tampak bersikukuh untuk meloloskan aturan restriktif terhadap IHT melalui Rancangan Permenkes. Padahal, aturan ini memiliki dampak negatif yang signifikan bagi perekonomian dan penyerapan tenaga kerja di Indonesia.
     
    “Kalau Kemenkes masih bersikukuh (untuk menerbitkan Rancangan Permenkes) dengan satu tujuan yaitu untuk kesehatan, tapi tidak mempertimbangkan dampak ekonominya, maka ini bukan keputusan yang bijaksana,” ujar dia.
     
    Bahkan, Nurhadi menegaskan sebelumnya Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyampaikan bahwa Rancangan Permenkes ini diputuskan untuk ditunda. Namun, jajaran Kemenkes masih terus mendorong pembahasan aturan ini sehingga kegaduhan terus terjadi.
     
    “Apakah jajaran Kemenkes ini tidak satu komando dengan pimpinannya? Ini harus diklarifikasi oleh jajaran di bawah Menteri Kesehatan,” ungkapnya.

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (END)

  • BPJS Sebut Tidak Membebankan Biaya Tambahan Bagi Pasian Rawat Inap

    BPJS Sebut Tidak Membebankan Biaya Tambahan Bagi Pasian Rawat Inap

    ERA.id – Merespons ramainya perbincangan mengenai BPJS Kesehatan yang membebankan biaya tambahan rawat inap, Kepala Humas BPJS Kesehatan, Rizzky Anugerah menegaskan bahwa rawat inap termasuk dalam pelayanan kesehatan yang dijamin BPJS Kesehatan.

    “Tidak benar jika BPJS Kesehatan membebankan biaya tambahan untuk pasien rawat inap. Sepanjang pelayanan tersebut sesuai indikasi medis dan sesuai kelas haknya, biaya pengobatan dijamin seluruhnya. Kecuali, untuk naik kelas perawatan atas permintaan sendiri atau tidak ada indikasi medis, maka tidak dapat dijamin,” kata Rizzky dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (8/12/2024).

    Ia menambahkan biaya rawat inap tersebut sudah mencakup biaya obat-obatan yang termasuk dalam tarif paket INA CBGs. Sebagai informasi, pembayaran klaim rumah sakit oleh BPJS Kesehatan ke rumah sakit dilakukan dengan tarif paket berbasis Indonesia Case Based Groups (INA CBGs).

    INA-CBGs adalah sistem pembayaran yang digunakan BPJS Kesehatan untuk membayar rumah sakit atas pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien JKN. Sistem ini menggunakan paket berdasarkan diagnosis dan prosedur penyakit yang diderita pasien.

    Dengan tarif paket ini, seluruh biaya pelayanan medis maupun nonmedis (seperti ruangan rawat inap), termasuk dalam perhitungan INA-CBGs. Oleh karena itu, rumah sakit tidak diperkenankan menarik biaya apapun kepada pasien yang bersangkutan.

    “Jika ada pasien JKN yang diminta membayar oleh rumah sakit ketika rawat inap, silakan laporkan kepada kami melalui petugas BPJS SATU! di rumah sakit, BPJS Kesehatan Care Center 165, Aplikasi Mobile JKN, atau mengunjungi Kantor BPJS Kesehatan terdekat.” ujar Rizzky.

    Akan tetapi, jika terdapat keinginan peserta sendiri untuk naik kelas perawatan yang lebih tinggi dari kelas kepesertaan JKN yang diikutinya, peserta tersebut dapat dikenakan ketentuan membayar selisih biaya.

    Adapun ketentuan terkait biaya tambahan naik kelas perawatan tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 3 Tahun 2023 Pasal 48.

    Selain terkait biaya rawat inap, Rizzky juga menjelaskan tentang proses audit BPJS Kesehatan. Sepanjang satu dekade, BPJS Kesehatan selalu mencatatkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atau Wajar Tanpa Modifikasian (WTM) untuk laporan keuangannya selama 10 kali berturut-turut.

    Pencapaian ini memperlihatkan konsistensi BPJS Kesehatan dalam menerapkan tata kelola yang baik serta senantiasa menjalankan Program JKN berdasarkan prinsip kehati-hatian dan akuntabilitas.

    “Setiap tahun BPJS Kesehatan diaudit oleh Kantor Akuntan Publik (KAP). Perlu diketahui juga bahwa ada banyak pihak yang mengawasi BPJS Kesehatan dalam menjalankan tugasnya mengelola Program JKN,” papar Rizzky.

    Dia menyebutkan proses pengawasan melibatkan Satuan Pengawas Internal (SPI), Dewan Pengawas, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Badan Pengawas Keuangan (BPK), Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

    “Pengawasan berlapis tersebut merupakan wujud keseriusan BPJS Kesehatan dan semua pihak yang terlibat dalam ekosistem JKN, untuk memastikan Program JKN berjalan on the right track,” kata Rizzky.

  • PP Kesehatan Matikan Industri, Kemenperin & Kemenkes Cari Titik Temu

    PP Kesehatan Matikan Industri, Kemenperin & Kemenkes Cari Titik Temu

    Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah masih mencari titik keseimbangan aturan Peraturan Pemerintah (PP) No 28/2024 tentang Kesehatan yang bertujuan untuk menurunkan pravelensi konsumsi rokok. Namun, aturan tersebut justru mengancam industri hasil tembakau (IHT). 

    Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kemenperin Merrijantij Punguan Pintaria mengatakan dalam menciptakan kesehatan masyarakat, pemerintah juga tidak bisa mengorbankan pilar ekonomi, salah satunya industri. 

    “Kita harus mempertimbangkan pilar ekonomi dan pilar kesehatan ini dalam bentuk keseimbangan, mana titik keseimbangannya disana,” kata Merri dalam Bisnis Indonesia Forum: Peran Industri Tembakau Nasional Terhadap Pencapaian PDB, Kamis (5/12/2024). 

    Dalam hal ini, dia menyoroti kesadaran dari masyarakat juga penting. Apabila pembatasan industri tembakau dilakukan secara besar-besaran maka produksi industri akan terancam berhenti. Padahal, industri merupakan pelaku usaha yang berorientasi pada keuntungan. 

    Terlebih, industri hasil tembakau (IHT) berkontribusi 4% terhadap APBN lewat cukai hasil tembakau (CHT). Angka tersebut bukan jumlah kecil, adapun CHT 2023 tercatat sebesar Rp213 triliun, sedangkan pada 2022 sebesar Rp218 triliun. 

    Sementara, Kemenperin juga mengaku tidak memiliki dana untuk pembinaan khusus bagi industri hasil tembakau (IHT). Merri menuturkan bahwa selama ini industri bertahan sendirian tanpa intervensi pemerintah. 

    “Kami Kemenperin hanya mencoba bagaimana iklim usaha ini kondusif karena investasinya usdah ada, tenaga kerja nya sudah ada kalau 550.000 tenaga kerja langsung dikali 4 itu artinya 2 juta lebih,” tuturnya. 

    Di sisi lain, Kementerian Kesehatan juga meluruskan bahwa hingga saat ini pihaknya masih menggodok aturan turunan PP Kesehatan agar dapat sesuai dengan kepentingan seluruh stakeholder. 

    Staf Ahli Bidang Hukum Kesehatan Kemenkes, Sundoyo mengatakan PP kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat. Dia memastikan pihaknya akan menerima berbagai masukkan dari berbagai pihak untuk membuat aturan turunan berupa Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes). 

    “Ini banyak kepentingan stakeholder, satu sebenarnya yang harus kita sepakat adalah bagaimana mencari titik temu. Titik temu itulah yang kita tuangkan ke dalam peraturan menteri,” jelasnya. 

    Untuk diketahui, pemerintah tengah menggodok pasal-pasal Pengamanan Zat Adiktif dalam PP No 28 Tahun 2024 dan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (R-Permenkes) mengenai Produk Tembakau dan Rokok Elektronik, termasuk penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas dan merek.

    Aturan tersebut dinilai akan berdampak kepada pemutusan hubungan kerja dan membuat situasi tidak kondusif dalam mewujudkan proyeksi pertumbuhan ekonomi 8% yang dikedepankan sebagai visi misi oleh Presiden Prabowo.