Produk: Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes)

  • Industri Keluhkan Rencana Kemasan Rokok Polos, Identitas Produk Bakal Hilang – Page 3

    Industri Keluhkan Rencana Kemasan Rokok Polos, Identitas Produk Bakal Hilang – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Pemerintah sedang menyusun aturan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek atau plain packaging dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes). Kebijakan ini dinilai telah memicu polemik dari berbagai pihak.

    Aturan plain packaging berencana untuk mengatur desain kemasan rokok secara seragam, termasuk ukuran, jenis huruf, warna, dan letak penulisan merek serta identitas produsen. Bahkan, jenis tulisan diharuskan menggunakan Arial dan warna kemasan rokok disamakan dengan kode warna Pantone 448C.

    Ketua Umum Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), Benny Wachjudi, menyatakan bahwa rencana aturan plain packaging ini akan menghilangkan semua bentuk identitas produk. “Ciri, warna, atau logo akan tampak sama semua,” keluhnya.

    Menurut Benny, aturan yang sedang digodok Kemenkes ini justru merujuk pada Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang digunakan banyak negara non-produsen dalam membuat regulasi kebijakan produk tembakau.

    Padahal, Indonesia tidak meratifikasi perjanjian internasional tersebut. “Penyeragaman kemasan rokok ini sebenarnya diperkirakan Kemenkes melihat (mengacu pada) FCTC yang tidak diratifikasi pemerintah Indonesia, maka ini tidak punya dasar,” tegasnya.

    Benny melanjutkan, sesuai dengan Putusan MK No. 71/PUU-XI/2013, produk tembakau adalah produk legal di Indonesia. Namun, pengaturan penyeragaman kemasan rokok (plain packaging) ini justru membuat produk tembakau tidak memiliki hak untuk berpromosi dan diiklankan, seperti produk ilegal.

    Kebijakan tersebut dinilai sebagai upaya menghilangkan identitas merek sekaligus merusak hak konsumen dalam menerima informasi yang tepat terkait produk serta kebebasan untuk memilih preferensinya.

    Benny pun memperingatkan Kemenkes tentang kemungkinan melanggar aturan yang lebih tinggi, seperti Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.

    “Kebijakan ini akan merampas produsen atas merek dagangnya, hak cipta yang menjadi bagian dari kemasan tersebut, serta reputasi baik yang telah dibangun oleh produsen dan merek dagangnya selama puluhan tahun,” katanya.

     

  • Kemasan Rokok Tanpa Merek Bisa Bikin Industri Tertekan

    Kemasan Rokok Tanpa Merek Bisa Bikin Industri Tertekan

    Jakarta

    Pemerintah berencana mengetatkan aturan tembakau. Salah satunya dengan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek dinilai akan berdampak besar dan meluas terhadap potensi penutupan usaha serta pengurangan tenaga kerja di industri tembakau. Aturan tersebut saat ini masuk dalam penyusunan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes).

    Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) I Ketut Budhyman, mengatakan bahwa aturan turunan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tersebut akan membuat seluruh kemasan rokok yang dijual di pasar memiliki identitas kemasan yang sama. Menurutnya, peredaran rokok ilegal akan semakin besar jika kebijakan itu diterapkan. “Masalah identitas kemasan mestinya dapat ditentukan sendiri oleh para pelaku industri,” ujar dia, Selasa (25/2/2025).

    Jika aturan ini diterapkan, produk rokok legal yang dipasarkan akan kalah dalam sisi harga dengan produk rokok ilegal. Dampaknya, penjualan rokok legal menurun dan mengancam perusahaan legal untuk menutup usahanya. Pengurangan tenaga kerja di industri tembakau pun akan terjadi, dan penyerapan tembakau dari petani akan menurun. Efek domino ini tidak dapat dipungkiri ketika pemerintah salah menetapkan kebijakan yang berdampak pada banyak pihak.

    Wacana aturan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek akan mengancam industri tembakau dari hulu hingga hilir, mulai dari petani, pekerja pabrik, hingga pedagang. Padahal, industri tembakau memiliki kontribusi yang besar terhadap penyerapan tenaga kerja dan perekonomian negara, khususnya melalui cukai hasil tembakau (CHT), di mana pada 2024 mencapai Rp216,9 triliun.

    Budhyman mengatakan bahwa dari sisi konsumen pun akan turut berdampak. Penyusunan kebijakan kemasan rokok tanpa identitas merek akan membatasi informasi yang didapatkan konsumen tentang produk yang dibeli. Bahkan, dikhawatirkan konsumen tidak bisa lagi membedakan rokok legal dan ilegal yang ada di pasaran.

    Celah ini, menurut Budhyman, akan dimanfaatkan oleh rokok ilegal yang jumlahnya terus meningkat. “Kebijakan tersebut bisa mendorong peredaran rokok ilegal, yang akan berdampak pada rokok legal,” paparnya.

    Dengan segala risiko yang bisa muncul, Budhyman berharap agar Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mempertimbangkan kembali penyusunan Rancangan Permenkes. Ia meminta agar Kemenkes tidak memaksakan keinginan dan mendengarkan desakan dari banyak pihak, termasuk kementerian dan lembaga lainnya yang juga ikut bersuara dalam polemik tersebut. “Semoga Kemenkes mendengarkan, karena tidak hanya pelaku industri, tapi lembaga dan kementerian juga sudah menyatakan keberatan. Semoga ego sektoral tidak terlalu menonjol. Melihat mitigasinya, baik dari pengangguran, pemasukan cukai, serta lainnya,” ungkapnya.

    Kendati begitu, Budhyman memiliki harapan atas perubahan penyusunan Rancangan Permenkes setelah keputusan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk ikut terlibat dalam membahas polemik dari terbitnya PP 28/2024 dan aturan turunannya. Melalui surat resmi, Sekretariat Jenderal DPR menyatakan bahwa masalah itu akan ditindaklanjuti oleh Komisi IX.

    “Kabar baik dari Senayan. Protes dan penolakan terus datang dari berbagai pihak, semoga anggota dewan bisa meyakinkan Kemenkes untuk mengakomodasi aspirasi dan kepentingan ekosistem pertembakauan dalam regulasi tentang tembakau. Semoga dilapangkan dan diluaskan hati pikirannya,” imbuhnya.

    Budhyman juga menjelaskan bahwa upaya ini diharapkan bisa menggagalkan dorongan agenda memasukkan pasal-pasal dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) dalam kebijakan di Tanah Air, di mana Indonesia bukan negara yang meratifikasi perjanjian internasional tersebut.

    Ia juga menilai bahwa ekosistem pertembakauan di Indonesia jauh berbeda dengan negara-negara lain yang selama ini menjadi acuan Kemenkes dalam membuat peraturan mengenai pertembakauan. Ekosistem pertembakauan di Indonesia sangat kompleks dan sangat berkaitan erat satu dengan yang lainnya.

    (kil/kil)

  • Industri Keluhkan Rencana Kemasan Rokok Polos, Identitas Produk Bakal Hilang – Page 3

    Industri Rokok Terancam Tutup Jika Aturan Ini Diterapkan – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Rencana aturan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek dinilai akan berdampak besar dan meluas terhadap potensi penutupan usaha serta pengurangan tenaga kerja di industri tembakau. Aturan tersebut saat ini masuk dalam penyusunan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes).

    Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), I Ketut Budhyman, mengatakan bahwa aturan turunan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tersebut akan membuat seluruh kemasan rokok yang dijual di pasar memiliki identitas kemasan yang sama. Menurutnya, peredaran rokok ilegal akan semakin besar jika kebijakan itu diterapkan.

    “Masalah identitas kemasan mestinya dapat ditentukan sendiri oleh para pelaku industri,” ujarnya dikutip Selasa (25/2/2025).

    Jika aturan ini diterapkan, produk rokok legal yang dipasarkan akan kalah dalam sisi harga dengan produk rokok ilegal. Dampaknya, penjualan rokok legal menurun dan mengancam perusahaan legal untuk menutup usahanya.

    Pengurangan tenaga kerja di industri tembakau pun akan terjadi, dan penyerapan tembakau dari petani akan menurun. Efek domino ini tidak dapat dipungkiri ketika pemerintah salah menetapkan kebijakan yang berdampak pada banyak pihak.

    Wacana aturan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek akan mengancam industri tembakau dari hulu hingga hilir, mulai dari petani, pekerja pabrik, hingga pedagang. Padahal, industri tembakau memiliki kontribusi yang besar terhadap penyerapan tenaga kerja dan perekonomian negara, khususnya melalui cukai hasil tembakau (CHT), di mana pada 2024 mencapai Rp216,9 triliun.

    Budhyman mengatakan bahwa dari sisi konsumen pun akan turut berdampak. Penyusunan kebijakan kemasan rokok tanpa identitas merek akan membatasi informasi yang didapatkan konsumen tentang produk yang dibeli. Bahkan, dikhawatirkan konsumen tidak bisa lagi membedakan rokok legal dan ilegal yang ada di pasaran.

     

     

  • Respons Kemenkes soal Standardisasi Kemasan Rokok Dianggap Merugikan Konsumen – Halaman all

    Respons Kemenkes soal Standardisasi Kemasan Rokok Dianggap Merugikan Konsumen – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

    TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA – Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) merespons tudingan bahwa kebijakan standardisasi kemasan dapat merugikan konsumen rokok di tanah air.

    Ketua Tim Kerja Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau, Direktorat P2PTM Kementerian Kesehatan RI dr Benget Saragih, M.Epid membantah anggapan itu.

    Aturan standardisasi kemasan sudah diterapkan lebih dari 25 negara di dunia dan terbukti menurunkan angka perokok.

    Hal itu disampaikan dia dalam Media Briefing Perlunya Dukungan Media dalam ‘Penerapan Aturan Standarisasi Kemasan pada Bungkus Rokok dalam Upaya Menurunkan Prevalensi Perokok di Indonesia’ di Jakarta, Kamis (20/2/2025).

    “Kalau ada yang bilang Indonesia ini negara produksi. India juga negara produksi tapi sudah menerapkan kemasan rokok dengan peringatan kesehatan mencapai 85 persen. Dan India harga rokoknya juga mahal. Harusnya Indonesia juga bisa,” ungkap dia.

    Ia mengungkapkan, banyak orang yang salah kaprah mengenai plan packaging atau standardisasi kemasan.

    Standardisasi kemasan bukan berarti polos warna putih tanpa merek.

    Melainkan, penghapusan elemen branding (logo, warna, desain khas), mewajibkan peringatan kesehatan yang lebih besar dan mencolok maupun menggunakan warna dan desain seragam untuk mengurangi daya tarik produk.

    “Artinya, bukan kemasan polos. Masih ada semua, hanya warna yang standarkan,” kata dia.

    Adapun aturan standarisasi kemasan tertuang pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 dan penyusunan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes).

    Pemerintah menargetkan, implementasi aturan itu paling lambat diterapkan dua tahun setelah diundangkan atau 2026 nanti.

    Penerapan standarisasi kemasan rokok ini bertujuan untuk mengurangi daya tarik pada rokok, meningkatkan efektivitas peringatan merokok hingga mengurangi dampak ekonomi yang diakibatkan oleh penyakit tidak menular seperti jantung dan kanker.

    Serta membantu menurunkan angka perokok berat.

    “Jadi perokok itu takut, oh berbahaya kalau tetap merokok. Begitu juga anak-anak. Karena tadi merokok itu faktor risiko menyebabkan penyakit tidak menular seperti jantung dan kanker,” tutur dia.

    Kata Komunitas Kretek

    Juru bicara Komunitas Kretek, Khoirul Atfifudin, berpandangan penyusunan kebijakan itu berpotensi merugikan konsumen. Konsumen perlu mendapatkan informasi dengan jelas dan detail seputar produk yang dibeli dan dikonsumsi sesuai hak yang sudah dilindungi oleh Undang-Undang (UU) yang berlaku.

    Dengan penyusunan kebijakan ini, konsumen terhalang mendapatkan hak atas informasi yang sudah diatur pada UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

    “Konsumen nantinya tidak bisa mengajukan keberatan kalau tidak jelas merek dan perusahaannya, dan mereka jadi tidak terlindungi karena memang membingungkan,” katanya di Jakarta, ditulis Senin (10/2/2025).

     

  • Cegah Anak-anak Merokok, Standarisasi Kemasan Hindarkan Promosi Berlebihan dan Tampilkan Kesan Keren – Halaman all

    Cegah Anak-anak Merokok, Standarisasi Kemasan Hindarkan Promosi Berlebihan dan Tampilkan Kesan Keren – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

    TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA – Ketua Tim Kerja Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau, Direktorat P2PTM Kementerian Kesehatan RI dr.Benget Saragih, M.Epid mengatakan branding atau promosi industri rokok terus menyasar anak muda sebagai target.

    Selama ini, iklan maupun kemasan rokok yang beredar di pasaran selalu menampilkan kesan “keren” dan baik.

    Karena itu, pemerintah berupaya mencegah anak-anak merokok salah satunya dengan standarisasi kemasan.

    “Hanya warna yang distandarkan.Supaya, jangan ada lagi nanti warna-warna seperti pink itu untuk wanita, yang hitam itu untuk laki-laki. Itu yang kami mau seragamkan,” kata dia dalam Media Briefing Perlunya Dukungan Media dalam “Penerapan Aturan Standardisasi Kemasan pada Bungkus Rokok dalam Upaya Menurunkan Prevalensi Perokok di Indonesia’ di Jakarta, Kamis (20/2/2025).

    Rencana penyeragaman kemasan rokok itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 dan penyusunan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes).

    Adapun standarisasi kemasan pada rokok adalah

    1. Penghapusan elemen branding (logo, warna, desain khas).

    2. Mewajibkan peringatan kesehatan yang lebih besar dan mencolok.

    3. Menggunakan warna dan desain seragam untuk mengurangi daya tarik produk.

    Contoh negara yang telah menerapkan: Australia, Inggris,Singapur, Prancis, Thailand, Nepal, Arab Saudi, dll

    “Artinya, bukan kemasan kolos. Masih ada semua, hanya warna yang standarkan,” kata dia.

    Ia memaparkan, tujuan penerapan standar kemasan rokok adalah selain mengurangi daya tarik ada juga meningkatkan efektivitas peringatan merokok hingga mengurangi dampak ekonomi yang diakibatkan oleh penyakit yang disebabkan oleh kebiasaan merokok.

    Serta membantu menurunkan angka perokok  banget.

    “Jadi perokok itu takut, oh berbahaya kalau tetap merokok. Begitu juga anak-anak. Karena tadi merokok itu faktor risiko menyebabkan penyakit tidak menular seperti jantung dan kanker,” tutur dia

    Dokter Benget menegaskan, pemerintah tidak pernah melarang warga untuk merokok. Namun mencegah anak-anak menjadi perokok pemula.

    “Itulah tanggung jawab pemerintah Indonesia. Tidak ada kata melarang orang merokok, tidak ada kata menutup pabrik merokok, tapi kami melarang orang merokok di kawasan tanpa rokok,” tegas Dokter Benget.

    Ditambahkan Konsultan Vital Strategies dr Lily S. Sulistyowati, MM, melalui kebijkan kemasan rokok terstandar menghilangkan berbagai bentuk branding, pesan keliru, sehingga bisa memberikan informasi yang lebih mendidik terkait bahaya produk tembakau untuk semua segmen masyarakat.

    Kebijakan ini terbukti efektif di berbagai negara, berdampak positif terkait pengendalian konsumsi, pencegahan perokok pemula.

    “Sudah dimenangkan oleh WTO (tidak melanggar properti intelektual), sudah juga diterapkan oleh banyak negara — apa lagi yang perlu diragukan? Pemerintah berkomitmen mengimplementasikan regulasi dengan optimal, percaya
    diri karena ini untuk tujuan kesehatan masyarakat yang lebih penting,” jelas Lily.

  • Pakar Hukum: Penyeragaman Kemasan Rokok Bisa Timbulkan Kontroversi terhadap Konstitusi – Halaman all

    Pakar Hukum: Penyeragaman Kemasan Rokok Bisa Timbulkan Kontroversi terhadap Konstitusi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pakar Hukum Universitas Trisakti, Ali Ridho, memberikan pandangannya terkait wacana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek yang tercantum dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes). Ali menyebutkan bahwa rencana tersebut berpotensi menimbulkan kontroversi mengenai kesesuaian dengan konstitusi Indonesia.

    Menurut Ali, salah satu hal yang menjadi perhatian adalah dugaan pengadopsian pasal-pasal dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang disarankan dalam rancangan aturan tersebut. 

    Meskipun FCTC berfokus pada pengendalian konsumsi tembakau, ia menilai bahwa pasal-pasal dalam FCTC belum diratifikasi di Indonesia, sehingga penggunaan instrumen tersebut dalam pembentukan kebijakan domestik perlu dikaji lebih mendalam.

    “Menjadikan FCTC sebagai landasan atau kiblat dalam pembentukan regulasi merupakan bentuk pembangkangan terhadap konstitusi,” ujar Ali kepada wartawan, Kamis (20/2/2025).

    Ali menekankan bahwa Indonesia memiliki dasar hukum yang jelas, yakni Pancasila, UUD 1945, serta berbagai putusan Mahkamah Konstitusi (MK), yang seharusnya menjadi pedoman utama dalam merumuskan kebijakan, termasuk di bidang kesehatan.

    Dia mengusulkan agar peraturan yang disusun tetap berpijak pada prinsip-prinsip hukum yang sudah ada, daripada mengadopsi instrumen yang belum diakui secara sah di dalam negeri.

    Dia juga mengingatkan, kebijakan kesehatan harus sejalan dengan putusan MK yang menekankan perlunya pengaturan yang proporsional dan berkeadilan, termasuk dalam hal pengaturan produk tembakau, dan tidak hanya berfokus pada pelarangan yang terkesan berat sebelah.

    Pernyataan Ali juga mengangkat isu mengenai potensi intervensi asing dalam kebijakan Indonesia. 

    Dia menyinggung keputusan Amerika Serikat yang mundur dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yang dianggap sebagai langkah untuk menjaga kedaulatan negara dari pengaruh luar. 

    Ali menyarankan agar Indonesia dapat mempertimbangkan kedaulatan nasional saat menyusun kebijakan kesehatan, mengingat potensi intervensi melalui regulasi asing.

    Ali berharap pemerintah Indonesia lebih tegas dalam menjaga kedaulatan hukum dan regulasi, serta merancang kebijakan yang lebih berpihak pada kepentingan nasional.

    Dia pun mengimbau pemerintah melibatkan masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya dalam proses penyusunan kebijakan, guna menciptakan regulasi yang lebih transparan dan inklusif.

    Penting untuk memastikan bahwa proses penyusunan kebijakan tidak terburu-buru dan mempertimbangkan masukan yang konstruktif dari berbagai pihak.

    Ali menyarankan agar Rancangan Permenkes ini direvisi agar sejalan dengan prinsip-prinsip kerakyatan dan memberikan ruang bagi partisipasi masyarakat, guna memastikan kebijakan yang dihasilkan benar-benar mencerminkan kepentingan nasional.

    “Atas hal tersebut, sebenarnya cukup merumuskan ulang atau rekonstruksi materi muatan dalam Rancangan Permenkes agar sejalan dengan falsafah kerakyatan,” pungkasnya.

  • Isu BPA dalam Air Galon Terbantahkan, Ini Temuan Terkini

    Isu BPA dalam Air Galon Terbantahkan, Ini Temuan Terkini

    Jakarta

    Isu migrasi Bisphenol A (BPA) dari galon polikarbonat atau guna ulang ke dalam air minum kembali mendapat bantahan melalui hasil penelitian independen. Bantahan kali ini datang dari penelitian yang dilakukan oleh Kelompok Studi Kimia Organik Universitas Sumatera Utara (USU).

    Penelitian ini dilakukan dengan menguji migrasi BPA pada empat merek air minum dalam kemasan (AMDK) galon yang populer di Kota Medan, Sumatera Utara. Keempat sampel tersebut terdiri dari dua merek nasional serta dua merek lokal.

    Dari masing-masing merek, tiga sampel diambil dari titik distribusi yang berbeda. Pengujian dilakukan dalam tiga kondisi penyimpanan: normal (tidak terpapar sinar matahari langsung), serta terpapar sinar matahari selama 5 dan 10 hari.

    Pengujian dilakukan menggunakan High-Performance Liquid Chromatography (HPLC) atau Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), alat yang dapat mendeteksi kandungan BPA hingga level mikrogram per liter (µg/L). Hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada migrasi BPA ke dalam air minum, baik dalam kondisi normal maupun setelah terpapar sinar matahari.

    Ketua Tim Peneliti, Prof. Dr. Juliati Tarigan, M.Si., menyatakan bahwa temuan ini menegaskan keamanan penggunaan galon polikarbonat untuk air minum.

    “Meskipun galon didistribusikan pada siang hari, migrasi BPA ke dalam air minum tidak akan terjadi apabila suhu tidak mencapai 159 derajat Celcius. Sementara itu, suhu tertinggi yang tercatat di Indonesia hanya mencapai 38,5 derajat Celcius,” ujar Prof. Juliati dalam keterangan tertulis, Kamis (13/2/2025).

    Penelitian serupa juga dilakukan oleh Universitas Islam Makassar (UIM) dan Institut Teknologi Bandung (ITB). Ketua Program Studi Kimia UIM, Endah Dwijayanti, menjelaskan bahwa penelitian mereka menguji beberapa merek air galon yang beredar di Kota Makassar.

    Sampel dikumpulkan dari lima kecamatan dan diuji menggunakan Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS). Hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada kandungan BPA yang terdeteksi dalam air galon tersebut.

    “Setelah dianalisis dengan instrumen GC-MS, hasilnya negatif, menunjukkan tidak ada kandungan BPA yang terdeteksi dalam air galon tersebut,” kata Endah.

    Penelitian berjudul ‘Analisis Bisphenol-A dan Di-ethylhexyl Phthalates dalam air galon yang beredar di Kota Makassar’ ini telah diterbitkan di Food Scientia, Journal of Food Science and Technology, Universitas Terbuka pada Juni 2023 lalu.

    Sementara itu, penelitian ITB juga dilakukan terhadap empat merek air galon ternama di Bandung menggunakan HPLC dengan Limit of Detection (LoD) sebesar 0,0099 µg/L. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua sampel yang diuji tidak mengandung BPA dalam kadar terdeteksi.

    Penelitian tersebut mengikuti metode uji baku keamanan dan kualitas air minum nasional dan internasional, baik standar dari BPOM, SNI, Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes), maupun American Public Health Association (APHA), dengan menggunakan detail analisis kimia dari Association of Official Analytical Chemist International (AOAC).

    Menurut Kepala Laboratorium Teknologi Polimer dan Membran ITB, Akhmad Zainal Abidin, penelitian ini menunjukkan bahwa air minum dalam galon polikarbonat memenuhi standar keamanan yang telah ditetapkan.

    “Dari penelitian yang kami lakukan, kami tidak mendeteksi (non-detected/ND) BPA di semua sampel AMDK yang diuji,” kata Kepala Laboratorium Teknologi Polimer dan Membran IT,” ujarnya.

    Ketiga penelitian ini mengikuti metode uji baku yang telah ditetapkan oleh BPOM, SNI, Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes), serta standar internasional seperti American Public Health Association (APHA) dan Association of Official Analytical Chemist International (AOAC).

    Dengan demikian, hasil penelitian ini memberikan kepastian bahwa penggunaan galon polikarbonat untuk air minum tetap aman dan sesuai dengan standar yang berlaku.

    (akn/akn)

  • Soal Penyesuaian Tarif Air Bersih, DPRD Minta PAM Jaya Tingkatkan Kualitas Layanan

    Soal Penyesuaian Tarif Air Bersih, DPRD Minta PAM Jaya Tingkatkan Kualitas Layanan

    Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Dionisius Arya Bima Suci

    TRIBUNJAKARTA.COM, GAMBIR – Penyesuaian tarif layanan air bersih PAM Jaya menuai polemik, tak sedikit masyarakat yang keberatan dengan kebijakan baru yang diterapkan mulai Januari 2025 ini.

    Terkait hal ini, Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta Dwi Rio Sambodo mengaku memahami kebijakan penyesuaian tarif baru ini.

    Apalagi, komoditas air bersih dari PAM Jaya ini tak pernah mengalami penyesuaian harga sejak 2007 silam.

    “Kalau dibandingkan dari tahun 2007 sampai sekarang misalnya gitu, yang lain inflasi umum sampai 100 persen, kemudian air kemasan itu sampai 300 persen, minyak goreng 200 persen, BBM sekitar 100 sekian persen,” ucapnya dalam diskusi Balkoters Talk yang diselenggarakan di Balai Kota Jakarta, Rabu (12/2/2025).

    Oleh karena itu menurutnya wajar bila saat ini PAM Jaya memutuskan melakukan penyesuaian harga.

    Ia juga mengapresiasi langkah PAM Jaya yang terus berupaya meningkatkan cakupan layanan air minum dengan target 100 persen atau 2 juta sambungan pipa pada 2030 mendatang.

    “Kemudian menambah 7.000 kilometer pipanisasi sehingga menjadi 19.000, atau dari 68-69 persen menjadi 100 persen layanan,” ucap Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan DPRD DKI Jakarta ini.

    Sementara itu, Direktur Pelayanan Perumda PAM Jaya Syahrul Hasan memastikan, air yang diolah pihaknya memiliki standar yang layak minum. 

    Hal ini mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) RI Nomor 2 Tahun 2023 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan.

    “Dalam konteks output nya untuk menyediakan air, dari sisi kualitas, kontinuitas dan keterjangkauan ini memang standarnya harus air minum,” ujarnya.

    Syahrul tak menampik begitu banyak tantangan yang dihadapi perseroan daerah untuk mengubah kebiasaan masyarakat dari menggunakan air tanah ke air perpipaan. 

    Salah satu wilayah yang paling dominan menggunakan air tanah adalah Jakarta Selatan, sehingga PAM Jaya membangun IPA Ciliwung dan IPA Pesanggrahan untuk menambah jumlah pelanggan dari wilayah setempat.

    “Nah yang menjadi challenge (tantangan) buat kami, paling utama adalah bagaimana men-shifting warga Jakarta yang sudah belasan maupun puluhan tahun tinggal di wilayah tersebut (Jakarta Selatan), kemudian akan menjadi pelanggan PAM Jaya,” katanya.

    Menurut dia, penggunaan air perpipaan memang harus diedukasi kepada seluruh masyarakat. 

    Secara kasat mata mereka memang tidak dikenakan tarif air, karena memakai air tanah tetapi di sisi lain mereka harus membayar tagihan listrik untuk menyedot air dari bawah tanah.

    “Kita tahu kan kalau sudah mulai cetekin (menyalakan) listrik untuk (pompa) jet pump langsung naik kan, itu berapa rupiah yang harus dibayarkan menggunakan token-token yang ada di rumah masing-masing,” tuturnya.

    Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

  • Bank Mandiri Salurkan Kredit Pertanian hingga Pengolahan Pangan Guna Dukung Penguatan Gizi Nasional – Halaman all

    Bank Mandiri Salurkan Kredit Pertanian hingga Pengolahan Pangan Guna Dukung Penguatan Gizi Nasional – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Bank Mandiri konsisten menjalankan peran sebagai mitra strategis pemerintah lewat dukungan Program Makan Bergizi Gratis. Hal ini dilakukan oleh Bank Mandiri guna mendukung penguatan gizi nasional dengan terus menyalurkan pembiayaan dan berbagai inisiatif sosial. 

    Program Makan Bergizi Gratis diharapkan dapat memperkuat Angka Kecukupan Gizi, seperti yang diamanatkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 28 Tahun 2019 yang diluncurkan oleh Presiden Prabowo Subianto pada 6 Januari. Adapun program tersebut turut menyasar 600.000 anak sekolah di 26 provinsi di Indonesia.

    Dalam jangka panjang, Program Makan Bergizi Gratis diharapkan mampu menciptakan generasi yang lebih sehat, cerdas, produktif yang turut menopang cita-cita Indonesia Emas 2045. Hari Gizi dan Pangan Nasional yang jatuh setiap 25 Januari merupakan pengingat akan pentingnya gizi seimbang di tengah-tengah tantangan kesehatan global. 

    Sejalan dengan itu,  Bank Mandiri telah menyalurkan kredit ke pelaku usaha kecil dan menengah dalam sektor pertanian dengan subsektor kehutanan, perikanan dan pengolahan pangan. 

    Badan Pusat Statistik pada 2023 mencatat jumlah petani di Indonesia sebanyak 27.802.434 orang, dimana sebanyak 17.251.432 orang merupakan petani gurem. Hingga September 2024, Bank Mandiri mencatatkan pertumbuhan penyaluran kredit ke sektor pertanian, kehutanan dan perikanan sebesar 14 persen secara year-on-year (YoY). Total pembiayaan dalam periode tersebut sebesar Rp128,6 triliun, dengan pembiayaan pengolahan pangan meningkat 16,7 persen YoY menjadi Rp63,8 triliun dalam periode yang sama.

    Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi mengatakan, peran aktif Bank Mandiri tak terbatas pada pembiayaan, melainkan juga menghadirkan solusi inovatif yang mendukung seluruh rantai pasok pangan. 

    “Kami juga menyediakan solusi digital dan dukungan kapasitas untuk pelaku usaha dari hulu hingga hilir,” ungkap Darmawan.

    Menghadirkan lebih dari 100 ribu “Mandiri Agen,” Bank Mandiri juga berusaha mempermudah pelaku kecil dan menengah dalam ekosistem pangan dalam mengakses layanan perbankan. Kepedulian Bank Mandiri terhadap peningkatan kapasitas petani juga terwujud melalui pembangunan Sentra Pengolahan Beras Terpadu (SPBT) di Kabupaten Jembrana, Bali, dengan kapasitas produksi sebesar 24 ton beras per hari.

    Fasilitas ini diharapkan mampu meningkatkan efisiensi dan kesejahteraan petani lokal, sekaligus menciptakan rantai nilai yang lebih kompetitif. Sebelumnya, Bank Mandiri telah membangun SPBT serupa di Kabupaten Kebumen dan Pamarican, Kabupaten Ciamis.

    Darmawan menyatakan SPBT sebagai wujud nyata Bank Mandiri untuk memastikan para petani memiliki daya saing yang lebih tinggi. 

    “Langkah ini selaras dengan komitmen kami untuk ikut memberdayakan masyarakat sekaligus menciptakan dampak positif yang berkelanjutan,” kata Darmawan.

    Program pemberdayaan masyarakat sejalan dengan tanggung jawab sosial korporasi atau CSR guna mengimplementasikan tata kelola keuangan berkelanjutan. Program tersebut juga selaras Sustainability Beyond Banking, salah satu pilar penopang Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola atau Environmental, Social and Governance (ESG) Bank Mandiri.

  • Daftar Penyakit yang Ditanggung dan Tak Ditanggung oleh BPJS Kesehatan

    Daftar Penyakit yang Ditanggung dan Tak Ditanggung oleh BPJS Kesehatan

    Bisnis.com, JAKARTA – BPJS Kesehatan masih menjadi solusi bagi masyarakat untuk menikmati fasilitas Kesehatan dengan cara yang lebih ringan.

    Keanggotaan BPJS Kesehatan digunakan untuk mengecek kesehatan melalui faskes yang telah dipilih. Apabila memerlukan rujukan, faskes akan menunjuk rumah sakit (RS) untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut.

    Masyarakat pun saat ini wajib mengetahui jenis penyakit yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Setidaknya terdapat 144 jenis penyakit yang tercover oleh BPJS Kesehatan.

    Namun ada juga penyakit yang tak bisa diklaim menggunakan layanan BPJS Kesehatan.

    Berikut daftar penyakit yang ditanggung dan tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan per Januari 2025.

    Penyakit yang Ditanggung BPJS Kesehatan

    Berikut ini daftar penyakit yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan, yang bisa diklaim oleh peserta melalui puskesmas maupun faskes lanjutan.

    Mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 28 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional, terdapat 144 penyakit yang ditanggung BPJS. Berikut daftar lengkapnya:

    Kejang demam
    Tetanus
    HIV AIDS tanpa komplikasi
    Tension headache
    Migren
    Bell’s Palsy
    Vertigo (Benign paroxysmal positional Vertigo)
    Gangguan somatoform
    Insomnia
    Benda asing di konjungtiva
    Konjungtivitis
    Perdarahan subkonjungtiva
    Mata kering
    Blefaritis
    Hordeolum
    Trikiasis
    Episkleritis
    Hipermetropia ringan
    Miopia ringan
    Astigmatism ringan
    Presbiopia
    Buta senja
    Otitis eksterna
    Otitis Media Akut
    Serumen prop
    Mabuk perjalanan
    Furunkel pada hidung
    Rhinitis akut
    Rhinitis vasomotor
    Rhinitis vasomotor
    Benda asing
    Epistaksis
    Influenza
    Pertusis
    Faringitis
    Tonsilitis
    Laringitis
    Asma bronchiale
    Bronchitis akut
    Pneumonia, bronkopneumonia
    Tuberkulosis paru tanpa komplikasi
    Hipertensi esensial
    Kandidiasis mulut
    Ulcus mulut (aptosa, herpes)
    Parotitis
    Infeksi pada umbilikus
    Gastritis
    Gastroenteritis (termasuk kolera, giardiasis)
    Refluks gastroesofagus
    Demam tifoid
    Intoleransi makanan
    Alergi makanan
    Keracunan makanan
    Penyakit cacing tambang
    Strongiloidiasis
    Askariasis
    Skistosomiasis
    Taeniasis
    Hepatitis A
    Disentri basiler, disentri amuba
    Hemoroid grade ½
    Infeksi saluran kemih
    Gonore
    Pielonefritis tanpa komplikasi
    Fimosis
    Parafimosis
    Sindroma duh (discharge) genital (Gonore dan non-gonore)
    Infeksi saluran kemih bagian bawah
    Vulvitis
    Vaginitis
    Vaginosis bakterialis
    Salphingitis
    Kehamilan normal
    Aborsi spontan komplit
    Anemia defisiensi besi pada kehamilan
    Ruptur perineum tingkat ½
    Abses folikel rambut/kelj sebasea
    Mastitis
    Cracked nipple
    Inverted nipple
    DM tipe 1
    DM tipe 2
    Hipoglikemi ringan
    Malnutrisi energi protein
    Defisiensi vitamin
    Defisiensi mineral
    Dislipidemia
    Hiperurisemia
    Obesitas
    Anemia defiensi besi
    Limphadenitis
    Demam dengue, DHF
    Malaria
    Leptospirosis (tanpa komplikasi)
    Reaksi anafilaktik
    Ulkus pada tungkai
    Lipoma
    Veruka vulgaris
    Moluskum kontangiosum
    Herpes zoster tanpa komplikasi
    Morbili tanpa komplikasi
    Varicella tanpa komplikasi
    Herpes simpleks tanpa komplikasi
    Impetigo
    Impetigo ulceratif ( ektima)
    Folikulitis superfisialis
    Furunkel, karbunkel
    Eritrasma
    Erisipelas
    Skrofuloderma
    Lepra
    Sifilis stadium 1 dan 2
    Tinea kapitis
    Tinea barbe
    Tinea facialis
    Tinea corporis
    Tinea manus
    Tinea unguium
    Tinea cruris
    Tinea pedis
    Pitiriasis versicolor
    Candidiasis mucocutan ringan
    Cutaneus larvamigran
    Filariasis
    Pedikulosis kapitis
    Pediculosis pubis
    Scabies
    Reaksi gigitan serangga
    Dermatitis kontak iritan
    Dermatitis atopik (kecuali recalcitrant)
    Dermatitis numularis
    Napkin ekzema
    Dermatitis seboroik
    Pitiriasis rosea
    Acne vulgaris ringan
    Hidradenitis supuratif
    Dermatitis perioral
    Miliaria
    Urtikaria akut
    Eksantemapous drug eruption, fixed drug eruption
    Vulnus laseraum, puctum
    Luka bakar derajat 1 dan 2
    Kekerasan tumpul
    Kekerasan tajam

    Daftar Penyakit yang Tidak Ditanggung BPJS Kesehatan