Produk: Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes)

  • Daftar Penyakit yang Ditanggung dan Tidak Ditanggung BPJS Kesehatan Terbaru 2025

    Daftar Penyakit yang Ditanggung dan Tidak Ditanggung BPJS Kesehatan Terbaru 2025

    Bisnis.com, JAKARTA – Berikut ini daftar penyakit yang ditanggung dan tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan.

    Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 28 Tahun 2014, ada 144 jenis penyakit yang sepenuhnya ditanggung BPJS Kesehatan.

    Ini mencakup penyakit umum seperti demam berdarah hingga penyakit berat seperti kanker dan gagal ginjal, asalkan peserta memiliki status kepesertaan aktif.

    Kemudian ada 21 penyakit yang tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Masyarakat tidak bisa mendapat layanan BPJS Kesehatan apabila berkaitan dengan estetika.

    Daftar 144 Penyakit yang Ditanggung BPJS Kesehatan

    Berikut 144 jenis penyakit yang dijamin BPJS Kesehatan:

    1. Kejang Demam

    2. Tetanus

    3. HIV AIDS tanpa komplikasi

    4. Tension headache

    5. Migren

    6. Bell’s Palsy

    7. Vertigo (Benign paroxysmal positional Vertigo)

    8. Gangguan somatoform

    9. Insomnia

    10. Benda asing di konjungtiva

    11. Konjungtivitis

    12. Perdarahan subkonjungtiva

    13. Mata kering

    14. Blefaritis

    15. Hordeolum

    16. Trikiasis

    17. Episkleritis

    18. Hipermetropia ringan

    19. Miopia ringan

    20. Astigmatism ringan

    21. Presbiopia

    22. Buta senja

    23. Otitis eksterna

    24. Otitis Media Akut

    25. Serumen prop

    26. Mabuk perjalanan

    27. Furunkel pada hidung

    28. Rhinitis akut

    29. Rhinitis vasomotor

    30. Rhinitis vasomotor

    31. Benda asing

    32. Epistaksis

    33. Influenza

    34. Pertusis

    35. Faringitis

    36. Tonsilitis

    37. Laringitis

    38. Asma bronchiale

    39. Bronchitis akut

    40. Pneumonia, bronkopneumonia

    41. Tuberkulosis paru tanpa komplikasi

    42. Hipertensi esensial

    43. Kandidiasis mulut

    44. Ulcus mulut (aptosa, herpes)

    45. Parotitis

    46. Infeksi pada umbilikus

    47. Gastritis

    48. Gastroenteritis (termasuk kolera, giardiasis)

    49. Refluks gastroesofagus

    50. Demam tifoid

    51. Intoleransi makanan

    52. Alergi makanan

    53. Keracunan makanan

    54. Penyakit cacing tambang

    55. Strongiloidiasis

    56. Askariasis

    57. Skistosomiasis

    58. Taeniasis

    59. Hepatitis A

    60. Disentri basiler, disentri amuba

    61. Hemoroid grade 1/2

    62. Infeksi saluran kemih

    63. Genore

    64. Pielonefritis tanpa komplikasi

    65. Fimosis

    66. Parafimosis

    67. Sindroma duh (discharge) genital (Gonore dan non gonore)

    68. Infeksi saluran kemih bagian bawah

    69. Vulvitis

    70. Vaginitis

    71. Vaginosis bakterialis

    72. Salphingitis

    73. Kehamilan normal

    74. Aborsi spontan komplit

    75. Anemia defisiensi besi pada kehamilan

    76. Ruptur perineum tingkat ½

    77. Abses folikel rambut/kelj sebasea

    78. Mastitis

    79. Cracked nipple

    80. Inverted nipple

    81. DM tipe 1

    82. DM tipe 2

    83. Hipoglikemi ringan

    84. Malnutrisi energi protein

    85. Defisiensi vitamin

    86. Defisiensi mineral

    87. Dislipidemia

    88. Hiperurisemia

    89. Obesitas

    90. Anemia defiensi besi

    91. Limphadenitis

    92. Demam dengue, DHF

    93. Malaria

    94. Leptospirosis (tanpa komplikasi)

    95. Reaksi anafilaktik

    96. Ulkus pada tungkai

    97. Lipoma

    98. Veruka vulgaris

    99. Moluskum kontangiosum

    100. Herpes zoster tanpa komplikasi

    101. Morbili tanpa komplikasi

    102. Varicella tanpa komplikasi

    103. Herpes simpleks tanpa komplikasi

    104. Impetigo

    105. Impetigo ulceratif ( ektima)

    106. Folikulitis superfisialis

    107. Furunkel, karbunkel

    108. Eritrasma

    109. Erisipelas

    110.Skrofuloderma

    111. Lepra

    112. Sifilis stadium 1 dan 2

    113. Tinea kapitis

    114. Tinea barbe

    115. Tinea facialis

    116. Tinea corporis

    117. Tinea manus

    118. Tinea unguium

    119. Tinea cruris

    120. Tinea pedis

    121. Pitiriasis versicolor

    122. Candidiasis mucocutan ringan

    123. Cutaneus larvamigran

    124. Filariasis

    125. Pedikulosis kapitis

    126. Pediculosis pubis

    127. Scabies

    128. Reaksi gigitan serangga

    129. Dermatitis kontak iritan

    130. Dermatitis atopik (kecuali recalcitrant)

    131. Dermatitis numularis

    132. Napkin ekzema

    133. Dermatitis seboroik

    134. Pitiriasis rosea

    135. Acne vulgaris ringan

    136. Hidradenitis supuratif

    137. Dermatitis perioral

    138. Miliaria

    139. Urtikaria akut

    140. Eksantemapous drug eruption, fixed drug eruption

    141. Vulnus laseraum, puctum

    142. Luka bakar derajat 1 dan 2

    143. Kekerasan tumpul

    144. Kekerasan tajam

    Daftar 21 Penyakit yang Tidak Ditanggung BPJS Kesehatan

  • Ancam Keberlangsungan Industri, Deklarasi Pembatalan Pasal Tembakau PP 28/2024 Menggema di Jatim – Halaman all

    Ancam Keberlangsungan Industri, Deklarasi Pembatalan Pasal Tembakau PP 28/2024 Menggema di Jatim – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA – Gelombang penolakan terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang merupakan aturan turunan dari Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2024 tentang Kesehatan terus menguat.

    Deklarasi pembatalan ini disampaikan secara tegas dalam Forum Diskusi Jawa Pos 2025 bertajuk “Membedah Dampak PP 28/2024 Terhadap Keberlangsungan Industri Tembakau dan Industri Turunannya di Jawa Timur” yang digelar di Surabaya, Selasa (29/4/2025).

    Dukungan terhadap penolakan PP 28/2024 datang dari berbagai asosiasi, termasuk Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM SPSI) Jawa Timur, Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI), Asosiasi Luar-Griya Indonesia (AMLI), Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Perkumpulan Pengusaha Kelontong Seluruh Indonesia (PERPEKSI), Dewan Periklanan Indonesia (DPI), Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Jawa Timur, Gabungan Pengusaha Rokok (GAPERO) Surabaya, Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), serta Perkumpulan Produsen E-Liquid Indonesia (PPEI).

    Deklarasi yang diprakarsai FSP RTMM SPSI menyepakati bahwa regulasi tersebut tidak hanya mengancam keberlangsungan industri, tetapi juga berpotensi menimbulkan dampak ekonomi dan sosial yang luas, termasuk hilangnya mata pencaharian jutaan petani, pekerja pabrik, dan pedagang kecil yang bergantung pada ekosistem industri tembakau.

    Ketua FSP RTMM SPSI Jawa Timur, Purnomo , menegaskan bahwa pasal tembakau dan makanan-minuman dalam PP 28/2024 merupakan ancaman nyata bagi industri tembakau dan turunannya di Jawa Timur. “Mulai dari hulu hingga hilir, dari petani tembakau dan cengkeh, hingga pekerja di pabrik rokok dan industri makanan minuman yang terkait, semuanya ada di Jawa Timur dan memberikan kontribusi yang sangat besar bagi perekonomian daerah,” ujarnya.

    Purnomo mencontohkan kontribusi sektor ini melalui penerimaan cukai rokok yang mencapai triliunan rupiah, bahkan menyentuh Rp200 triliun lebih, baik untuk pendapatan Jawa Timur maupun nasional. Meski memberikan kontribusi besar, perubahan regulasi yang semakin memberatkan industri menjadi sorotan. “Dulu ada PP 109/2012, sekarang muncul PP 28/2024. Ini jelas dirasakan dampaknya dan kami mempertanyakan siapa yang berada di balik ini,” katanya.

    Purnomo juga menyinggung pengaruh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) asing yang dinilai memiliki kekuatan finansial untuk mempengaruhi kebijakan. “Mereka punya duit, bisa memengaruhi eksekutif serta legislatif dan membuat peraturan yang implementasinya bisa terbina dengan baik untuk kepentingan mereka, bukan untuk kepentingan rakyat dan pekerja,” tegasnya.

    Beberapa pasal tembakau dalam PP 28/2024 dianggap sangat merugikan, seperti larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, larangan pemajangan iklan produk tembakau di luar ruang dalam radius 500 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, serta wacana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes), yang mana merupakan buah pengaturan dari produk aturan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yang belakangan sedang dalam kontroversi terkait kredibilitas dan independensinya.

    Purnomo memperingatkan bahwa regulasi yang terlalu ketat akan mendorong konsumen mencari rokok yang lebih murah, yang berujung pada maraknya peredaran rokok ilegal. “Kalau semua diatur, maka orang akan mencari rokok yang lebih murah, parahnya lagi rokok ilegal. Dampaknya sangat luas sekali. Pendapatan negara berkurang, pabrik banyak tutup. Kalau itu terjadi, anggota kami ter-PHK. Jangan sampai ini terjadi,” katanya.

    Sebagai solusi, FSP RTMM SPSI Jawa Timur menuntut pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan untuk membatalkan pasal-pasal tembakau yang terdapat di PP 28/2024. “Dampaknya sangat negatif pada ekonomi Jawa Timur dan nasional,” tegas Purnomo.

    Gelombang penolakan yang diinisiasi oleh FSP RTMM SPSI Jawa Timur ini menjadi gambaran suara akar rumput industri yang tidak bisa lagi diabaikan. Pemerintah diharapkan membuka dialog konstruktif dengan seluruh pemangku kepentingan untuk mencari solusi adil dan berkelanjutan bagi masa depan industri tembakau di Indonesia.

  • Bikin Gigi Palsu Tak Full Ditanggung BPJS Kesehatan, Segini Subsidinya

    Bikin Gigi Palsu Tak Full Ditanggung BPJS Kesehatan, Segini Subsidinya

    Daftar Isi

    Cara Klaim Gigi Palsu Pakai BPJS Kesehatan

    Jakarta, CNBC Indonesia – Banyak orang penasaran apakah BPJS Kesehatan menanggung biaya pembuatan gigi palsu. Jika iya, berapa besar jaminan yang diberikan?

    Melansir DetikHealth, jaminan perawatan gigi tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 3 Tahun 2023, di mana disebutkan pembuatan gigi palsu atau protesa gigi tercover BPJS selama memiliki indikasi medis yang jelas. Hal ini sebagaimana disampaikan Deputi Bidang Komunikasi Publik dan Humas BPJS Kesehatan, Rizzky Anugerah.

    Rizzky menjelaskan, pembuatan gigi palsu tidak sepenuhnya gratis, tetapi diberikan subsidi dengan batas tertentu.

    “BPJS Kesehatan memberikan bantuan untuk protesa gigi baik dilakukan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL),” beber Rizzky dikutip dari detikhealth, dikutip Sabtu (26/4/2025).

    Adapun besaran yang diberikan pada jaminan pelayanan di FKTP sebesar Rp 1 juta untuk dua rahang gigi, Rp 500 ribu untuk satu rahang gigi.

    Sementara itu dalam pelayanan FKRTL besaran jaminan full protesa gigi maksimal Rp 1,2 juta dan satu rahang gigi sebesar Rp 550 ribu.

    BPJS Kesehatan memberikan batasan akses pembuatan gigi untuk dilakukan paling cepat dua tahun sekali, berdasarkan indikasi medis.

    “Tindakan ini harus didasarkan pada indikasi medis yang jelas yang ditetapkan oleh dokter, bukan atas permintaan pasien,” lanjutnya.

    Cara Klaim Gigi Palsu Pakai BPJS Kesehatan

    Mengacu Panduan Praktis Pelayanan Gigi Bagi Peserta JKN dari BPJS Kesehatan, pelayanan protesa gigi atau gigi palsu bisa diberikan di Fasilitas Tingkat Pertama dan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan. Bila diperlukan indikasi medis, peserta akan mendapatkan resep gigi palsu yang mencantumkan jumlah dan lokasi gigi.

    Berikut tahapannya:

    Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama

    Peserta datang ke Puskesmas/Klinik atau Dokter Gigi Praktek Mandiri/Perorangan sesuai dengan pilihan peserta
    Peserta menunjukkan kartu identitas BPJS Kesehatan
    Fasilitas Kesehatan melakukan pengecekan keabsahan kartu peserta
    Fasilitas kesehatan melakukan pemeriksaan kesehatan/pemberian tindakan/pengobatan
    Setelah mendapat pelayanan, peserta menandatangani bukti pelayanan pada lembar yang disediakan Fasilitas Kesehatan
    Jika diperlukan atas indikasi medis, peserta akan memperoleh obat
    Rujukan kasus gigi bisa dilakukan apabila atas indikasi medis memerlukan pemeriksaan atau tindakan spesialis atau sub spesialis. Hal ini hanya bisa dilakukan oleh dokter gigi, kecuali Puskesmas atau klinik yang tidak memiliki dokter gigi

    Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan

    Peserta membawa identitas BPJS Kesehatan serta surat rujukan dari Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
    Peserta melakukan pendaftaran ke rumah sakit dengan memperlihatkan identitas surat dan rujukan
    Fasilitas Kesehatan bertanggung jawab untuk mengecek keabsahan kartu dan surat rujukan serta melakukan input data ke dalam aplikasi Surat Eligibilitas Peserta (SEP) dan melakukan pencetakan SEP
    SEP akan dilegalisasi oleh petugas BPJS Kesehatan di rumah sakit
    Peserta mendapatkan pelayanan kesehatan berupa pemeriksaan dan atau perawatan dan atau pemberian tindakan dan atau obat dan atau Bahan Medis Habis Pakai (BMHP)
    Setelah mendapat pelayanan, peserta menandatangani bukti pelayanan pada lembar yang disediakan oleh masing-masing fasilitas kesehatan.

    (dce)

  • Komunitas Kretek Minta Pemerintah Tolak Intervensi Asing dalam Kampanye Antirokok  – Halaman all

    Komunitas Kretek Minta Pemerintah Tolak Intervensi Asing dalam Kampanye Antirokok  – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Juru Bicara Komunitas Kretek, Khoirul Atfifudin, menyoroti peran Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) asing dalam melemahkan industri tembakau nasional, yang merupakan bagian dari sektor padat karya. 

    Dirinya mengklaim ada ana dari yayasan asing untuk kampanye ini. 

    “Beberapa pihak di Indonesia menerima dana ini untuk melakukan kampanye anti-rokok di negara ini,” ujar Khoirul melalui keterangan tertulis, Kamis (17/4/2025).

    Dilansir dari situs resmi Tobacco Control Grants, the Bloomberg Initiative menyasar berbagai negara untuk mendukung upaya pengendalian tembakau di masing-masing negara. 

    Indonesia merupakan salah satu negara yang masuk kategori sepuluh negara prioritas penerima aliran dana pengendalian tembakau tersebut bersama dengan negara penghasil tembakau lainnya seperti Tiongkok dan Brazil.

     
    Menurut Khoirul, agenda-agenda yang disebar melalui berbagai macam cara ini, khususnya di media sosial, mengancam kedaulatan Indonesia. 

    “Kretek, yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari nusantara, kini terancam oleh intervensi LSM asing yang dianggap sebagai bentuk baru penjajahan.”
     
    Tak hanya itu, kebijakan seperti Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28/2024) dan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) dianggap memasukkan agenda Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) secara tidak langsung. 

    FCTC adalah konvensi internasional yang digunakan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk memengaruhi kebijakan domestik negara-negara di seluruh dunia. 

    Saat ini, WHO sedang berada di bawah sorotan terkait kredibilitas dan independensinya, terutama setelah keluarnya Amerika Serikat sebagai donor terbesarnya, diikuti negara lain seperti Argentina.
     
    Indonesia tidak meratifikasi FCTC, namun kebijakan seperti wacana kemasan rokok tanpa identitas merek. 

    “Presiden Prabowo bicara kedaulatan, tapi kebijakan seperti PP 28/2024 dan Rancangan Permenkes justru mengancam industri tembakau nasional,” kata Khoirul.
     
    Di tengah kondisi ekonomi yang tidak stabil, industri tembakau nasional berpotensi menjadi penyelamat. 

    Kontribusi industri tembakau nasional mencapai 4,22 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) dan penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) pada tahun 2024 mencapai Rp216,9 triliun.
     
    Selain dampak ekonomi, agenda lembaga asing ini juga merugikan masyarakat secara keseluruhan. 

     “Pemerintah harus berpikir adil, jangan mau disetir oleh asing dengan mengamini segala hal yang disampaikan oleh asing,” tegasnya.
     
    Khoirul mendorong pemerintah untuk memastikan keberlangsungan sektor industri tembakau nasional dan ekosistemnya, yang menyerap banyak tenaga kerja dari hulu hingga hilir. 

  • Gaduh Pernyataan Menkes Soal Tukang Gigi, Apa Beda Cara Kerjanya dengan Terapis dan Dokter Gigi? – Halaman all

    Gaduh Pernyataan Menkes Soal Tukang Gigi, Apa Beda Cara Kerjanya dengan Terapis dan Dokter Gigi? – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ramai pernyataan Menteri Kesehatan (Menkes RI) Budi Gunadi Sadikin sempat membuat gaduh netizen.

    Menkes Budi menyebut, akan meningkatkan kemampuan atau skill tukang gigi, lantaran banyaknya masalah gigi yang ditemukan dalam program Cek Kesehatan Gratis (CKG).

    Belakangan, pernyataan itu pun  diklarifikasi oleh Kemenkes. 

    Ada kesalahan istilah dimana yang dimaksud adalah terapis gigi dan mulut bukan tukang gigi.

    Berikut aturan praktik bagi tukang gigi, terapis gigi dan mulut (TGM) maupun dokter gigi yang dikutip dari berbagai sumber.

     
    Tukang Gigi

    Tukang gigi. (Antara)

    Mengutip dari Kemenkes, pekerjaan tukang gigi telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) nomor 39 tahun 2014.

    Permenkes itu juga atur terkait pengawasan dan perizinan guna mencegah terjadinya korban oknum tukang gigi.

    Dalam Pasal 6 Permenkes 34/2014 disebutkan pekerjaan tukang gigi hanya membuat dan memasang gigi tiruan lepasan sebagian atau penuh yang terbuat dari bahan heat curing acrylic yang memenuhi ketentuan persyaratan kesehatan dengan tidak menutupi sisa akar gigi.

    Dalam banyak kasus, oknum tukang gigi melakukan pekerjaan di luar ketentuan tersebut seperti pencabutan gigi dan pemasangan kawat.

    Terapis Gigi dan Mulut

    TAMBAL GIGI – Didampingi Dosen FKG UK Petra, peserta dari beberapa SMA di Kota Surabaya mengikuti mini workshop berupa ‘Menambal Gigi di Dental Simulator’, Sabtu (8/3/2025). Demonstrasi Prosedur penambalan gigi dan mencetak menggunakan alat berteknologi canggih ini merupakan bagian dari “Grand Launching Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Kristen Petra”. (SURYA/HABIBUR ROHMAN) (Surya/Habibur ROhman)

    Terapi gigi dan mulut juga diatur sebagai tenaga kesehatan berdasarkan Undang Undang nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, terapis gigi dan mulut adalah nama pengganti dari perawat gigi dan termasuk dalam rumpun keteknisian medis.

    Mengutip Kemenkes, Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 20 Tahun 2016 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Pekerjaan Terapis Gigi dan Mulut menjelaskan bahwa kewenangan terapis gigi dan mulut adalah meliputi pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut serta tindakan medik dasar pada kasus penyakit gigi terbatas.

    Adapun bentuk pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut terdiri dari upaya- upaya peningkatan kesehatan gigi dan mulut (promotif), Pencegahan penyakit gigi dan mulut (preventif), tindakan penyembuhan penyakit gigi dan pelayanan hygiene kesehatan gigi.

    Dokter Gigi

    KEKURANGAN DOKTER GIGI – Dokter melakukan pemeriksaan gigi pasien di Coterie Clinic, Jakarta Selatan, Rabu (16/4/2025). Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) membenarkan bahwa Indonesia kekurangan tenaga dokter gigi. Pihaknya menyebut, saat ini Indonesia kekurangan lebih dari 10 ribu dokter gigi. PDGI menyebut, 57,6 persen penduduk indonesia mengalami masalah gigi dan mulut. Namun, hanya 10,2 persen penduduk yang mendapatkan perawatan dari tenaga medis gigi. Rasio satu dokter gigi umum melayani lebih dari 5.000 penduduk sedangkan dokter gigi spesialis bahkan melayani hingga 55.000 penduduk. Selain itu tantangan terbesarnya bukan hanya jumlah kasus, melainkan distribusi. Banyak daerah terpencil, kepulauan, dan perbatasan tidak memiliki dokter gigi atau fasilitas memadai seperti di puskesmas hampir 50 persen tidak ada dokter gigi. Tribunnews/Jeprima (Tribunnews/Jeprima)

    Praktik dokter gigi bukan sekadar bisa mencabut gigi atau membuat gigi tiruan. 

    Profesi ini memerlukan pendidikan tinggi yang panjang dan ketat, termasuk pelatihan klinis dan penguasaan ilmu medis yang luas.

    Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 menegaskan bahwa hanya tenaga medis dan tenaga kesehatan resmi yang memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP) yang dapat memberikan layanan kesehatan.

    Ada beragam penyakit gigi dan mulut yang bisa ditangani oleh seorang dokter gigi.

    Seperti: sakit gigi, gigi berlubang, gigi patah, gigi tidak sejajar, impaksi gigi / tidak tumbuh semestinya, gigi sensitif, abses gigi, sakit rahang, gusi bengkak dan berdarah, sariawan di mulut, bau mulut (halitosis), infeksi dan radang pada gusi maupun gigi tumbuh terlalu banyak.

     

  • Aturan Kemasan Polos Rokok Disebut Mengancam Industri Rokok

    Aturan Kemasan Polos Rokok Disebut Mengancam Industri Rokok

    Jakarta

    Wakil Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Lamhot Sinaga menyebut penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) berpotensi memperparah ketidakstabilan ekonomi nasional. Menurutnya, penyeragaman tersebut bakal menghilangkan elemen industri pendukung dari rantai besar industri tembakau yang menyerap banyak tenaga kerja di Indonesia.

    Lamhot mengatakan, kondisi tersebut tak sesuai dengan fokus Presiden Prabowo Subianto dalam memperbaiki ekonomi nasional dengan mendorong pembukaan lapangan kerja.

    “Terkait wacana penyeragaman kemasan rokok (tanpa identitas merek) dalam Rancangan Permenkes yang diambil dari aturan FCTC yang telah berlaku di beberapa negara, tentu saya tidak sepakat. Dari segi industri, ini tentu tidak menguntungkan,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (10/4/2025).

    Lamhot menyampaikan industri tembakau Indonesia menyerap sekitar 6 juta tenaga kerja dalam rantai nilai yang panjang, mulai dari petani, buruh pabrik, pedagang, hingga pelaku industri kreatif.

    Aturan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek yang bersumber dari FCTC justru akan memukul seluruh mata rantai ini dan berpotensi memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di tengah kondisi ekonomi yang masih rentan.

    “Industri ini memiliki kontribusi signifikan terhadap perekonomian negara,” katanya.

    Lamhot mengingatkan bahwa industri tembakau termasuk dalam salah satu industri asli Indonesia yang umurnya sangat panjang dan harus dilindungi dari intervensi kepentingan asing. Terutama kaitannya dengan campur tangan dalam kebijakan nasional, yang dapat mengancam kedaulatan negara.

    Indonesia sebagai negara berdaulat memiliki hak penuh untuk menentukan kebijakan pengendalian tembakau sesuai kondisi nasional, tanpa tekanan dari kepentingan asing. Segala bentuk konvensi internasional seperti FCTC harus melalui proses persetujuan DPR, bukan disusupkan melalui jalur birokrasi seperti yang dilakukan Kemenkes melalui Rancangan Permenkes.

    Lamhot menyatakan ketidaksepakatan jika Indonesia berkiblat pada FCTC. Terlebih lagi, Indonesia sebagai negara berdaulat dan pemerintahan Prabowo telah menetapkan Asta Cita yang memiliki aturan sendiri, menyesuaikan dengan kondisi lokal.

    Dia menambahkan, Indonesia membutuhkan kebijakan pengendalian tembakau yang bijak, yang menyeimbangkan segala aspek, termasuk perlindungan terhadap industri nasional dan lapangan kerja. Bukan kebijakan yang hanya mengejar kepentingan asing dan mengorbankan kedaulatan bangsa.

    “Indonesia tidak bisa diintervensi dari negara manapun untuk meratifikasi FCTC atau tidak,” pungkasnya.

    (rrd/rrd)

  • Pemerintah Diminta Perhatikan Industri Tembakau yang Jadi Sektor Padat Karya

    Pemerintah Diminta Perhatikan Industri Tembakau yang Jadi Sektor Padat Karya

    Jakarta

    Industri tembakau di dalam negeri menjadi salah satu sektor padat karya. Selain itu industri tembakau dan olahannya juga mampu menciptakan jutaan lapangan kerja bagi masyarakat.

    Karena itu dibutuhkan koordinasi antara kementerian dan lembaga yang terkait dengan industri tembakau seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Ketenagakerjaan untuk memastikan kebijakan yang berimbang sebelum mengesahkan rancangan tersebut.

    Mengingat industri tembakau merupakan industri yang kompleks di Tanah Air dan melibatkan banyak tenaga kerja serta sektor lain yang saling berkaitan.

    Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), Prof. Hikmahanto Juwana mengungkapkan pemerintah juga diminta untuk menjaga kedaulatan dan kebebasan dalam membuat kebijakan yang sesuai dengan kondisi lokal.

    Keputusan Amerika Serikat (AS) keluar dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menjadi topik hangat, diikuti oleh beberapa negara yang mengikuti jejak AS untuk melepas afiliasinya dari WHO. Keluarnya AS sebagai pemberi dana terbesar menimbulkan berbagai pertanyaan baru terkait kebijakan yang dibentuk melalui WHO, salah satunya Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).

    Aturan global tersebut telah menjadi landasan dari wacana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek yang diinisiasi oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) di Indonesia. Dengan adanya keputusan berbagai negara keluar dari WHO, muncul spekulasi dan pertanyaan mengenai kredibilitas kebijakan WHO untuk tetap dijalankan di negara-negara lain.

    Hikmahanto menjelaskan bahwa FCTC berprinsip untuk mengatur negara produsen tembakau di seluruh dunia agar tunduk terhadap batasan-batasan penggunaan tembakau. Mirisnya, perjanjian FCTC ini diinisiasi oleh negara-negara non-produsen tembakau yang disinyalir menunggangi isu kesehatan untuk mematikan industri strategis di negara seperti di Indonesia.

    “Bila dicermati, intervensi saat ini dilakukan melalui perjanjian internasional yang apabila sudah ikut, maka negara tersebut memiliki kewajiban untuk mentransformasikan ikatan perjanjian internasional ke dalam hukum nasional,” tuturnya.

    Hikmahanto berpendapat bahwa FCTC seharusnya menjadi tidak relevan lagi setelah keluarnya AS dari WHO. Ini menunjukkan bahwa WHO tidak seharusnya menjadi otoritas tertinggi bagi negara-negara yang tergabung untuk menjalankan kebijakannya. Dalam hal ini, AS telah mengambil keputusan yang tepat untuk menjaga kedaulatan negaranya.

    Terkait penerapan aturan di Indonesia yang mengadopsi FCTC, Hikmahanto menjelaskan bahwa pemerintah perlu berhati-hati. Indonesia adalah produsen tembakau dengan mata rantai yang besar, di mana industri tembakau menyerap tenaga kerja dalam jumlah signifikan dan berkontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

    Selain itu, demi menjaga kedaulatan negara seperti halnya AS, pemerintah harus secara tegas menegakkan kedaulatan dari ancaman intervensi asing, sejalan dengan Asta Cita Presiden Prabowo Subianto. “Pemerintah harus hati-hati dalam menerapkan FCTC di Indonesia, terutama karena negara ini tidak meratifikasi aturan global tersebut. Pemerintah juga harus mempertimbangkan kondisi nasional sehingga kebijakan ini menjadi tidak tepat bila diterapkan. Di sinilah pemerintah harus memiliki kebebasan dan kedaulatan negara harus ditegakkan,” tegasnya.

    Rancangan Permenkes pun bisa menjadi ancaman nyata untuk keberlangsungan sektor tembakau, salah satu sektor padat karya yang menjadi perhatian Presiden Prabowo Subianto. Dalam rapat terbatas bersama menteri-menteri Kabinet Merah Putih di Hambalang, Kabupaten Bogor, Presiden Prabowo meminta untuk menganalisa proyek-proyek yang menciptakan lapangan pekerjaan, seperti industri padat karya.

    Penciptaan lapangan kerja menjadi proyek prioritas yang terus didorong oleh pemerintahan Presiden Prabowo. Industri tembakau dan olahannya diketahui telah membuka jutaan lapangan kerja bagi masyarakat. Namun, keberlangsungannya semakin terancam dengan munculnya inisiatif kebijakan yang tidak mendukung sektor tersebut.

    (kil/kil)

  • Buka Banyak Lapangan Kerja, Industri Tembakau Kini Makin Terancam – Page 3

    Buka Banyak Lapangan Kerja, Industri Tembakau Kini Makin Terancam – Page 3

    Sebelumnya, Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) mengaku resah dengan adanya intervensi pihak asing dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes), yang memuat soal kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek.

    Dugaan muncul bahwa Rancangan Permenkes tersebut mengadopsi agenda asing melalui Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang disusun oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

    Sekretaris Jenderal DPN Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Kusnadi Mudi, menilai terdapat intervensi asing yang bermaksud mengacak-acak keberlangsungan pertanian tembakau nasional.

    Keluhan itu muncul akibat langkah Kemenkes yang secara tidak langsung mengadopsi pasal-pasal FCTC dalam Rancangan Permenkes, seperti munculnya wacana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek. Padahal, Indonesia sama sekali tidak meratifikasi aturan asing tersebut.

    “Indonesia sebagai negara berdaulat dan mandiri, seharusnya tidak perlu mengikuti aturan dan campur tangan asing dalam mengelola komoditas andalannya,” kata Mudi, Kamis (27/2/2025).

    Menurut dia, niatan kelompok-kelompok tertentu seperti LSM anti-tembakau yang terus mendorong Indonesia untuk meratifikasi FCTC, tidak sesuai dengan kondisi ekosistem pertembakauan nasional. Dimana sektor ini telah menjadi sumber penghidupan bagi sekitar 6 juta tenaga kerja, mulai dari hulu sampai hilir.

    Industri tembakau merupakan industri prioritas padat karya yang menggerakan ekonomi nasional serta melibatkan berbagai unsur mulai dari petani, manufaktur, rantai distribusi, ritel, hingga ekspor.

    “Kami berharap Presiden Prabowo Subianto dapat melihat dan menyadari dorongan ratifikasi FCTC yang diadopsi melalui berbagai aturan yang restriktif di Rancangan Permenkes. Aturan-aturan tersebut tidak sesuai dengan kompleksitas ekosistem pertembakauan di dalam negeri,” ungkapnya.

     

  • Turbidity PAM Jaya paling baik

    Turbidity PAM Jaya paling baik

    Sumber foto: Istimewa/elshinta.com.

    Kualitas air minum sesuai standar, Arief: Turbidity PAM Jaya paling baik
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Selasa, 04 Maret 2025 – 14:27 WIB

    Elshinta.com – Direktur Utama PAM Jaya, Arief Nasrudin mengungkapkan, kualitas air minum yang disuplai kepada pelanggan telah memenuhi standar kesehatan sesuai Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 492 Tahun 2010. Untuk memastikan hal tersebut, PAM Jaya rutin melakukan uji laboratorium terhadap suplai airnya.

    “Kami memastikan bahwa suplai air kepada pelanggan memenuhi standar kesehatan. Laboratorium kami terus mengawasi kualitas air agar sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” ujar Arief di Jakarta, Sabtu (1/3/2025). 

    Arief menegaskan, pengukuran kualitas air dilakukan melalui tiga indikator utama, yaitu ambang batas klorin, tingkat kekeruhan (turbidity), dan mikrobiologi. 

    Turbidity sendiri, kata dia, merupakan ukuran kekeruhan atau kejernihan air yang dipengaruhi oleh partikel organik maupun anorganik, mikroorganisme, serta zat padat terlarut. 

    “Tingkat turbidity air PAM Jaya saat ini adalah yang terbaik di Indonesia. Saat ini sudah sampai di angka 0,4,” katanya.

    Lebih lanjut, Arief berharap melalui proses pengawasan ketat dan uji laboratorium yang berkelanjutan, setiap tetes air yang dialirkan ke pelanggan tetap berkualitas dan sesuai standar kesehatan.

    “Hasil pengukuran sampel air oleh petugas kemudian diinformasikan kepada pelanggan, sehingga pelanggan mengetahui kualitas air yang sudah diterimanya sudah memenuhi syarat kesehatan air olahan,” tuturnya.

    Sumber : Radio Elshinta

  • Petani Tembakau Curiga Asing Intervensi Aturan Kemasan Rokok Polos – Page 3

    Petani Tembakau Curiga Asing Intervensi Aturan Kemasan Rokok Polos – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) mengaku resah dengan adanya intervensi pihak asing dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes), yang memuat soal kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek.

    Dugaan muncul bahwa Rancangan Permenkes tersebut mengadopsi agenda asing melalui Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang disusun oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

    Sekretaris Jenderal DPN Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Kusnadi Mudi, menilai terdapat intervensi asing yang bermaksud mengacak-acak keberlangsungan pertanian tembakau nasional.

    Keluhan itu muncul akibat langkah Kemenkes yang secara tidak langsung mengadopsi pasal-pasal FCTC dalam Rancangan Permenkes, seperti munculnya wacana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek. Padahal, Indonesia sama sekali tidak meratifikasi aturan asing tersebut.

    “Indonesia sebagai negara berdaulat dan mandiri, seharusnya tidak perlu mengikuti aturan dan campur tangan asing dalam mengelola komoditas andalannya,” kata Mudi, Kamis (27/2/2025).

    Menurut dia, niatan kelompok-kelompok tertentu seperti LSM anti-tembakau yang terus mendorong Indonesia untuk meratifikasi FCTC, tidak sesuai dengan kondisi ekosistem pertembakauan nasional. Dimana sektor ini telah menjadi sumber penghidupan bagi sekitar 6 juta tenaga kerja, mulai dari hulu sampai hilir.

    Industri tembakau merupakan industri prioritas padat karya yang menggerakan ekonomi nasional serta melibatkan berbagai unsur mulai dari petani, manufaktur, rantai distribusi, ritel, hingga ekspor.

    “Kami berharap Presiden Prabowo Subianto dapat melihat dan menyadari dorongan ratifikasi FCTC yang diadopsi melalui berbagai aturan yang restriktif di Rancangan Permenkes. Aturan-aturan tersebut tidak sesuai dengan kompleksitas ekosistem pertembakauan di dalam negeri,” ungkapnya.