Produk: parliamentary threshold

  • Ahmad Ali: Tidak Ada Loyalitas Ganda, Kader PSI Tunduk pada Kepemimpinan Kaesang

    Ahmad Ali: Tidak Ada Loyalitas Ganda, Kader PSI Tunduk pada Kepemimpinan Kaesang

    Ahmad Ali: Tidak Ada Loyalitas Ganda, Kader PSI Tunduk pada Kepemimpinan Kaesang
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua Harian Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Ahmad Ali menegaskan pentingnya loyalitas tunggal seluruh kader PSI kepada Ketua Umum Kaesang Pangarep.
    Penegasan tersebut disampaikan
    Ahmad Ali
    dalam Rapat Koordinasi Wilayah (Rakorwil) Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PSI
    DKI Jakarta
    di Grand Sahid Jakarta, Minggu (14/12/2024).
    “Seluruh kader
    PSI
    DKI Jakarta harus patuh dan tunduk terhadap kepemimpinan Ketua Umum. Tidak ada loyalitas ganda dalam organisasi kita,” tegas Ahmad Ali.
    Hal yang menyatukan kader PSI dalam satu organisasi, menurutnya, adalah cita-cita bersama untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat Indonesia. Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan satu komando kepemimpinan yang jelas dan tegas.
    Ahmad Ali menggunakan analogi gajah, lambang PSI, untuk menggambarkan pentingnya disiplin organisasi. Gajah dikenal sebagai hewan yang tertib dan kompak ketika berjalan berbaris.
    “Seperti itulah (kader PSI), semua harus tunduk kepada kepemimpinan Ketua Umum,” ujarnya.
    Loyalitas kepada Ketua Umum, lanjut Ahmad Ali, bukan soal kepentingan pribadi atau kelompok. Ini adalah komitmen untuk memperkuat organisasi demi tujuan yang lebih besar.
    Ia menjelaskan bahwa loyalitas tunggal sangatlah penting untuk menghindari perpecahan internal. Di PSI yang dipimpin anak muda tapi juga dihuni banyak senior, potensi terbentuknya kelompok atau faksi harus diantisipasi sejak dini.
    “Ini harus selalu kita ingatkan supaya bekerja tertib pada barisan, supaya tidak terjadi faksi di kemudian haru. Sebab, kalau sudah terjadi faksi, itu akan sulit untuk menyatukan,” katanya.
    Ahmad Ali menegaskan bahwa tugas seluruh jajaran adalah mendukung Ketua Umum untuk mewujudkan cita-cita pendiri partai, yaitu menyejahterakan rakyat Indonesia melalui PSI.
    Ia juga mengingatkan bahwa kader yang terpilih menjadi pemimpin tidak berutang kepada partai, melainkan kepada rakyat yang memilihnya. PSI lahir untuk melahirkan pemimpin yang bekerja untuk kepentingan masyarakat, bukan segelintir orang.
    Ahmad Ali menyampaikan target ambisius PSI untuk merebut kursi
    DPR RI
    dari Daerah Pemilihan (Dapil) DKI Jakarta pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2029.
    “DKI ini menjadi salah satu daerah yang sangat istimewa karena memang daerah istimewa (secara strategis). Di sinilah barometer dari PSI,” ujar Ahmad Ali.
    Karena posisi strategis tersebut, PSI memastikan kesiapan struktur di DKI Jakarta untuk menghadapi verifikasi faktual yang akan dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 2027, sekaligus kesiapan memasuki fase pertarungan elektoral 2029.
    PSI sebenarnya sudah memiliki modal kuat pada Pemilu 2024. Partai berlambang gajah ini berhasil mencapai tingkat verifikasi 100 persen di DKI Jakarta, yang artinya seluruh struktur telah terverifikasi dengan baik. Namun, PSI belum lolos
    parliamentary threshold
    karena pencapaian di daerah lain belum optimal.
    Untuk meraih kemenangan di 2029, Ahmad Ali menekankan pentingnya membangun fondasi organisasi yang solid hingga tingkat paling bawah. Rakorwil DKI Jakarta bertujuan memastikan struktur partai terbentuk sampai tingkat Dewan Pimpinan Ranting Tingkat (DPRT) bahkan hingga tingkat RT.
    Ahmad Ali mengapresiasi pelantikan pengurus DPW PSI DKI Jakarta yang telah dilakukan. Dengan struktur lengkap, ia optimistis PSI bisa mencapai target elektoral di pemilu mendatang.
    “Kemenangan hanya bisa diraih melalui soliditas bersama. Kita boleh berbeda di dalam, tapi ketika keluar harus satu suara,” katanya.
    Ahmad Ali juga menegaskan bahwa PSI didesain sebagai wadah terbuka bagi kaum pergerakan dan aktivis muda Indonesia. Partai akan membuka rekrutmen terbuka untuk tokoh-tokoh dan anak muda terbaik yang berminat terjun ke politik.
    “Insyaallah kami akan membuka diri untuk melakukan
    open recruitment
    terhadap tokoh-tokoh, anak-anak muda terbaik yang berminat untuk masuk politik,” ujar Ahmad Ali.
    Rekrutmen tersebut, lanjutnya, tidak ada pungutan biaya. PSI ingin memastikan bahwa anak muda yang memiliki pemikiran cerdas dan bermimpi menjadi politisi tidak perlu takut karena latar belakang ekonomi atau keluarga.
    “Difasilitasi oleh PSI tanpa ada pungutan biaya. Kami ingin memastikan bahwa anak-anak muda yang punya pemikiran cerdas dan bermimpi menjadi politisi tidak perlu takut. Mereka tidak perlu khawatir karena berasal dari keluarga petani, dari desa, atau bukan dari latar belakang politisi dan orang kaya,” katanya.
    PSI, menurut Ahmad Ali, disiapkan sebagai wadah untuk menghimpun dan menampung anak muda Indonesia yang punya mimpi berkontribusi membangun Indonesia melalui jalur politik.
    Ahmad Ali juga mengingatkan pentingnya sikap vokal kader PSI, termasuk yang menjadi anggota DPRD DKI Jakarta, terhadap permasalahan masyarakat. Ia merindukan sosok wakil rakyat yang berani menyuarakan aspirasi konstituen.
    “Saya merindukan anggota DPRD DKI yang seperti dulu, yang kritis terhadap permasalahan-permasalahan masyarakat. Selama beberapa bulan terakhir ini, sikap itu hilang,” ujar Ahmad Ali.
    Dukungan kepada pemerintah, menurutnya, bukan berarti menutup mulut untuk tidak menyuarakan kepentingan rakyat. Sikap konstruktif justru penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat yang dititipkan kepada PSI.
    Ahmad Ali juga meminta pengurus DPW PSI DKI Jakarta untuk menggunakan kantor partai sebagai ruang publik yang melayani kepentingan warga, bukan hanya untuk urusan internal organisasi. Seluruh pengurus pun diminta untuk kembali berinteraksi dengan masyarakat, mendengarkan keluhan mereka, dan menyuarakan aspirasi yang sebenarnya.
    “Jangan lelah mendengarkan kritik. Dengan mendengarkan masukan, kita bisa memperbaiki diri dan berkembang lebih baik,” katanya.
    Ahmad Ali menutup sambutan dengan mengajak seluruh kader PSI untuk bersatu di bawah kepemimpinan Ketua Umum
    Kaesang Pangarep
    demi mewujudkan cita-cita bersama menyejahterakan rakyat Indonesia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Dari Rakyat untuk Rakyat ala Jokowi, PSI Optimistis Menang di Pemilu 2029

    Dari Rakyat untuk Rakyat ala Jokowi, PSI Optimistis Menang di Pemilu 2029

    Dari Rakyat untuk Rakyat ala Jokowi, PSI Optimistis Menang di Pemilu 2029
    Tim Redaksi
     
    TANGERANG, KOMPAS.com
    – Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menargetkan menjadi partai pemenang dalam Pemilihan Umum 2029 mendatang. Target ambisius itu disampaikan Ketua Harian Dewan Pimpinan Pusat (DPP)
    PSI
    Ahmad Ali
    dalam Rapat Koordinasi Wilayah (Rakorwil) DPW PSI Banten di Mercure Serpong Alam Sutera, Tangerang, Banten, Minggu (14/12/2024).
    Ahmad Ali menegaskan, optimisme PSI untuk meraih kemenangan pada 2029 bukan sekadar lolos
    parliamentary threshold
    . Partai berlambang gajah ini, bahkan menargetkan posisi sebagai salah satu kekuatan politik yang diperhitungkan di Indonesia.
    “Optimisme kami untuk lolos di 2029 itu tidak hanya lolos parlemen, tapi insyaallah bisa menjadi bagian dari pemenang
    Pemilu 2029
    . PSI diciptakan untuk menjadi pemenang Pemilu 2029,” ujar Ahmad Ali disambut tepuk tangan peserta rakorwil.
    Untuk mewujudkan target tersebut, PSI tengah gencar melakukan konsolidasi organisasi di seluruh Indonesia. Rakorwil di Banten merupakan bagian dari rangkaian persiapan menjelang Rapat Kerja Nasional (Rakernas) yang dijadwalkan pada akhir Januari 2025.
    Ahmad Ali menjelaskan, konsolidasi struktural hingga tingkat Dewan Pimpinan Cabang (DPC) menjadi prioritas DPP PSI pascakongres. Langkah ini dilakukan untuk memastikan partai siap menghadapi verifikasi faktual yang akan dilaksanakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 2027.
    “Sebelum rakernas, tentunya kami ingin memastikan bahwa DPP telah melaksanakan konsolidasi struktural sampai dengan tingkat DPC. Ini merupakan tugas yang harus dilaporkan oleh DPP setelah kongres selesai,” kata Ahmad Ali.
    Pembentukan struktur lengkap dari Dewan Pimpinan Wilayah (DPW), DPD, hingga DPC di seluruh Indonesia dinilai krusial agar kader lebih siap menghadapi verifikasi. Dengan konsolidasi yang disiapkan jauh hari, PSI optimistis tidak akan ada keraguan secara struktural saat verifikasi berlangsung.
    Ahmad Ali juga menyoroti pencapaian PSI di Banten pada Pemilu 2024. Menurutnya, di provinsi ini seharusnya sudah menghasilkan satu kursi DPR RI, tapi belum terwujud karena dukungan dari daerah lain belum optimal.
    Meski begitu, ia yakin bahwa dengan konsolidasi yang lebih matang, PSI akan tampil lebih kuat pada 2029. Kunci kemenangan terletak pada kerja sama dan soliditas di bawah kepemimpinan Ketua Umum PSI
    Kaesang Pangarep
    .
    Dalam upaya meraih kemenangan 2029, PSI mengusung spirit kuat dengan menempatkan mantan Presiden RI ketujuh
    Joko Widodo
    (
    Jokowi
    ) sebagai patron partai.
    “Di PSI, kami memiliki salah satu tokoh utama yang menurut saya menjadi patron bangsa ini. Menurut saya, beliau adalah presiden terbaik yang pernah dilahirkan bangsa ini, yaitu Pak Presiden Joko Widodo,” kata Ahmad Ali.
    Positioning
    Jokowi sebagai patron bukan untuk mendompleng popularitas, melainkan untuk memberikan harapan kepada masyarakat. PSI ingin menunjukkan bahwa partai ini berkomitmen melahirkan pemimpin-pemimpin dari kalangan rakyat biasa, bukan dari
    dinasti politik
    atau keturunan kekuasaan.
    Ia menekankan, Jokowi adalah contoh nyata bahwa seseorang tidak perlu berasal dari keluarga berada atau dinasti politik untuk menjadi pemimpin. Cukup dengan dicintai rakyat dan mendekat kepada rakyat, seseorang bisa terpilih menjadi pemimpin.
    “Pak Jokowi adalah contoh hidup. Dia adalah pemimpin yang lahir dari rakyat. Dia bukan keturunan raja atau keturunan politisi atau keturunan orang berkuasa, tapi dia lahir dari rakyat,” ungkap Ahmad Ali.
    PSI mendesain dirinya untuk melahirkan pemimpin yang benar-benar mengerti kebutuhan rakyat. Ahmad Ali menegaskan bahwa kader PSI yang terpilih menjadi pemimpin tidak berutang kepada partai, tetapi kepada rakyat Indonesia yang telah memberikan kepercayaan.
    “Untuk itu, ketika saudara dipilih, maka mengerti lah. Berikanlah karya terbaik kalian terhadap rakyat Indonesia,” tegas Ahmad Ali.
    Lebih lanjut, ia menekankan bahwa PSI tidak dibangun untuk kepentingan segelintir orang atau kelompok tertentu. Partai ini dibesarkan untuk menampung tokoh-tokoh terbaik dan anak muda terbaik yang ada di berbagai daerah.
    “PSI dibangun, dibesarkan, dan kemudian kami undang tokoh-tokoh terbaik, anak-anak muda terbaik yang ada di provinsi Banten untuk mengisi, menjadikan mereka sebagai anggota legislatif, tokoh-tokoh menjadi kepemimpinan daerah di daerah ini,” ujarnya.
    Bagi Ahmad Ali, yang terpenting bukan siapa yang menjadi anggota DPR dari PSI, melainkan apakah rakyat Indonesia bisa sejahtera melalui partai tersebut.
    Dalam konsolidasi di Banten, Ahmad Ali memberikan arahan khusus terkait pendekatan kultural yang harus dilakukan kader PSI. Ia mengakui bahwa Banten merupakan provinsi yang memiliki karakter religius kuat sehingga pendekatan harus disesuaikan dengan kondisi lokal.
    Mengutip pepatah “di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung”, Ahmad Ali menginstruksikan seluruh kader PSI di Banten untuk mendatangi para kiai dan ulama. Namun, pendekatan ini bukan untuk kepentingan politik praktis atau menjadikan mereka sebagai basis politik.
    “Saya minta, datangilah para kiai atau ulama. Bertanyalah kepada mereka ketika ada permasalahan-permasalahan. Jadikanlah mereka sebagai guru-guru kalian. Namun, jangan memanfaatkan mereka untuk kepentingan politik,” tegas Ahmad Ali.
    Menurutnya, pendekatan kepada tokoh agama dimaksudkan agar kader PSI bisa belajar dan meminta nasihat ketika menghadapi berbagai persoalan di lapangan. Pemisahan antara dunia politik dan tokoh agama justru akan menciptakan kesenjangan informasi yang berbahaya.
    Ia mencontohkan, jika para kiai, pendeta, dan orang-orang bijak berdiam diri serta tidak peduli terhadap politik, hal ini akan memberi kesempatan kepada pihak yang tidak bertanggung jawab untuk berkuasa. Oleh karena itu, PSI mendorong kader untuk menjadikan tokoh agama sebagai tempat berguru, bukan sebagai basis politik.
    “Jangan jadikan PSI sebagai rumah untuk satu kelompok hanya karena punya keinginan untuk memenangkan satu kontestasi. Terus kemudian kita terjebak pada politik identitas,” katanya.
    PSI, menurut Ahmad Ali, tetap akan menjadi partai yang menjadi rumah untuk semua orang Indonesia. Partai sadar bahwa Indonesia dihuni oleh begitu banyak keragaman.
    Di akhir sambutannya, Ahmad Ali mengapresiasi DPW PSI Banten yang telah mengumpulkan donasi sebesar Rp 250 juta untuk membantu korban bencana di Aceh, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara. Dana tersebut akan disalurkan untuk kebutuhan pokok masyarakat yang terdampak musibah.
    “Jangan mengira bahwa uang tersebut tidak ada arti apa-apa. Saya yakin, (bantuan tersebut) paling tidak bisa mengurangi, menghibur teman-teman, saudara-saudara kita yang sedang tertimpa musibah bencana,” kata Ahmad Ali.
    Ia juga menyampaikan bahwa Ketua Umum PSI Kaesang Pangarep sedang dalam perjalanan kemanusiaan ke Aceh untuk menyalurkan bantuan secara langsung.
    Ahmad Ali menceritakan, pada malam sebelum rakorwil, ia bertemu dengan Gubernur Aceh selama kurang lebih dua jam. Gubernur Aceh menyampaikan terima kasih atas perhatian PSI yang telah memberikan bantuan sejak awal bencana terjadi.
    Meski bantuan tersebut tidak dipublikasikan secara luas karena instruksi Ketua Umum, Gubernur Aceh sengaja datang untuk mengapresiasi langsung kepada Ahmad Ali dan pimpinan PSI.
    Ahmad Ali menutup sambutannya dengan harapan agar Ketua Umum PSI diberikan kekuatan oleh Allah SWT dan bisa kembali dengan selamat ke Jakarta setelah menjalankan misi kemanusiaan di Aceh.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 2
                    
                        PSI Mengusik PDI-P
                        Nasional

    2 PSI Mengusik PDI-P Nasional

    PSI Mengusik PDI-P
    Sejak 2006 berkecimpung di dunia broadcast journalism, dari Liputan6 SCTV, ANTV dan Beritasatu TV. Terakhir menjadi produser eksekutif untuk program Indepth, NewsBuzz, Green Talk dan Fakta Data
    AHMAD
    Ali adalah kader anyar Partai Solidaritas Indonesia. Celetukan warung kopi menyebut ia hasil “naturalisasi”, direkrut dari Partai Nasional Demokrat (Nasdem) yang langganan masuk DPR. Posisinya melenting, yakni ketua harian PSI.
    Majalah
    TEMPO p
    ernah menurunkan laporan tentang kencangnya
    PSI
    merekrut kader dari partai lain selepas kongres di Solo.
    Itu adalah langkah terobosan setelah partai ini bertekad bicara lebih banyak di panggung politik elektoral: Pemilihan Umum.
    Satu langkah yang lumrah dalam politik di negeri kita—terutama karena figur sosok begitu penting–dan juga dilakukan partai lain. Terkadang loncat pagar tak begitu dapat dibedakan dengan “kutu loncat”.
    Dalam kiprahnya di dua pemilu, langkah PSI berakhir murung: Gagal ke Senayan lantaran tak memenuhi
    parliamentary threshold
    atau ambang batas suara yang harus dipenuhi partai politik untuk masuk DPR dan absah disebut partai nasional.
    Dan yang lebih murung, kegagalan PSI itu diraih saat mereka “menjual” sosok Joko Widodo secara terang-terangan.
    Ahmad Ali
    dinilai sebagai sosok tepat untuk mengangkat PSI. Ia ditempa dari bawah. Pernah jadi anggota DPRD dari Partai Patriot. Lalu nyaman dalam pelukan Nasdem sejak 2013.
    Kepiawaiannya menggalang suara terbukti saat ia terpilih jadi anggota DPR periode 2019-2024 dari Sulawesi Tengah di pemilu 2019 (nasdemdprri.id).
    Di tangan Ali, PSI ingin naik kelas: Dari sekadar partai perkotaan yang karib dengan panggilan “sis dan bro” menjadi partai yang menjangkau wilayah perdesaan.
    Ia pun bersafari, menguatkan kepengurusan di daerah agar infrastruktur PSI lebih rapi dan luas. Pokok kata, sanggup bersaing dengan partai yang telah terlatih masuk DPR.
    Dengan posisi sebagai ketua harian, Ali lebih nyaring berbicara atas nama PSI. Sebagai politikus, Ali terbilang sosok yang artikulatif. Pilihan kata yang ia gunakan tidak berkabut, alias jelas dan terang.
    Di sebagian hal, Ali menggemparkan. Seperti usai memberi arahan dalam Rakorwil PSI se-Kepulauan Riau di Batam, 22 November lalu.
    “Sialnya Pak Jokowi ini gini, dia dihina, dimaki-maki. Tapi ketika dia melawan, dia disuruh, ‘Pak Jokowi harus jadi negarawan’. Terus ketika dia bicara politik, ‘ya sudah waktunya beristirahat’,” ujar Ali (
    Kompas.com
    , 23/11/2025).
    Masalahnya, dalam kalimat selanjutnya, ia seperti menyindir seorang perempuan yang sudah puluhan tahun menjadi ketua umum partai.
    Kalimat ini merespons kritik sebagian pihak yang menyoal pilihan Jokowi tetap berpolitik selepas tak lagi menjabat presiden.
    Namun, kali ini, diksi yang dipilih Ali menerbitkan kontroversi. Ia memilih tak menyebut nama tokoh yang digunakan sebagai pembanding buat Jokowi. Sebaliknya Ali hanya memberi “clue”–pilihan yang segera bikin “panas” partai lain: PDI Perjuangan.
    “Yang bilang mau pulang ke Solo, pensiun, jadi rakyat biasa, momong cucu itu Jokowi sendiri, tidak ada yang nyuruh-nyuruh dia,” kata Guntur (
    Kompas.com
    , 23/11/2025).
    Guntur mengingatkan, justru Jokowi yang ingin jadi rakyat biasa. Masih aktifnya Jokowi dalam medan diskusi serta politik praktis (menegaskan akan turun membantu PSI saat kongres di Solo), dalam kacamata ini, dinilai bertentangan dengan janji Jokowi—pensiun, jadi rakyat biasa dan momong cucu.
    Jokowi adalah politikus–kemudian menjadi wali kota, gubernur dan presiden–yang lahir dari rahim PDI Perjuangan. Ia dibesar partai ini dan meraih kebesaran lantaran mendapat tiket dari partai yang dinakhodai Megawati itu.
    Mega termasuk “berkorban” ketika memilih Jokowi sebagai capres di Pilpres 2014. Ia bisa saja mengondisikan partainya untuk mendaulatnya sebagai capres–terlebih lagi sebagai ketua umum, Mega punya hak prerogatif.
    Disokong PDI Perjuangan dan sekian partai dalam koalisi politik yang gendut, Jokowi memimpin Indonesia dengan pendekatan berbeda.
    “Jokowi adalah kita” yang dikampanyekan di masa pemilu mengangkat sosoknya menjadi pemberani, menerabas, meski kadang-kadang mewariskan jejak beban untuk penggantinya.
    Proyek Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan Timur dan kereta cepat “Whoosh” adalah dua contohnya.
    Kisah manis hubungan PDI Perjuangan dengan Jokowi berakhir antiklimaks karena perhelatan Pilpres 2024. Mega dan Jokowi berbeda dalam urusan menentukan calon presiden.
    Mega memilih Ganjar Pranowo, sedangkan Jokowi mendukung Prabowo Subianto. Semua tahu ujung kisah mereka: Berpisah dengan cara yang tak dapat disebut baik-baik saja.
    Puncaknya, PDI Perjuangan memecat Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, dan Bobby Afif Nasution sebagai kader partai terhitung sejak Sabtu, 14 Desember 2024.
    Ini menandai “talak” politik yang paling dramatis di masa reformasi. Dan keluarga Jokowi harus berpisah dengan partai yang membesarkannya.
    Setahun sebelumnya, 25 September 2023, anak bungsu Jokowi, Kaesang Pangarep, lebih dulu menerima lamaran PSI. Kaesang didapuk menjadi ketua umum dalam penobatan yang superkilat, cuma dua hari setelah dia bergabung dengan PSI.
    Sejak perpisahan itu, ada-ada saja “perang pernyataan” antara PSI dan PDI Perjuangan. Terakhir, dua partai ini berbeda pandangan menyangkut anugerah gelar pahlawan kepada Soeharto.
    Pernyataan Ali yang tak menyebut nama, tapi terarah pada nama tertentu, menerbitkan konflik dua partai. Konflik di sini merujuk pada “saling menyindir dan berbalas pernyataan” di ruang publik lewat media massa.
    Namun, jika yang dimaksud Ali dalam pernyataan terakhir itu adalah Megawati, secara substantif ia benar.
    Dalam orbit politik Indonesia, Megawati adalah politìkus gaek. Ia sudah malang melintang sejak akhir Orde Baru. Sebelum PDI Perjuangan lahir.
    Jika dihitung sejak PDIP, Mega memimpin partai itu sekitar 27 tahunan. Ia sosok tak tergantikan, pemersatu partai dan
    ngemong
    kader dari segala eksponen.
    Dan jika kita jujur meneropong PDIP, kisah partai ini adalah kisah di mana partai tak mampu keluar dari bimbingan tokoh kharismatik.
    Siapa pun boleh berpolitik. Tak terkecuali Mega, Jokowi atau Susilo Bambang Yudhoyono. Meski begitu, kisah tiga mantan presiden ini tidak sama. Mega terus menjadi ketua umum, SBY memilih berada di belakang Partai Demokrat, meski perannya masih sentral.
    Sedangkan Jokowi mengisi sejarah yang lain. Ia bukan ketua umum partai saat menjabat presiden. Ia cuma “petugas partai”. Selepas pensiun, Jokowi justru menunjukkan tanda-tanda bakal membantu PSI. Ini diucapkannya secara lugas di Kongres Solo.
    Pengurus PSI pun hingga kini berteka-teki dengan menyebut “Bapak J” sebagai sosok yang akan mengisi posisi strategis, yakni ketua dewan pembina. Spekulasinya, “J” itu adalah Jokowi, tapi bisa juga Jeffrie Geovanie yang selama ini identik dengan PSI.
    Jika dicermati pernyataan Ali, ia sesungguhnya tak menyinggung satu nama, tapi dua nama. Nama lain itu diungkapkannya dengan kalimat, “Ada Bapak Presiden yang sekarang sudah 20 tahun juga tidak disuruh berhenti. Apa sih takutnya (pada) Pak Jokowi ini?”
    Pernyataan ini dapat dibaca “ia sedang membicarakan SBY”. Sejak mundur dari kabinet Pemerintahan Megawati, lalu mendirikan Demokrat, SBY sudah lebih dari 20 tahun malang melintang dalam politik.
    Cuma, SBY dipuji oleh sebagian kalangan. Setelah masa baktinya sebagai presiden berakhir pada 20 Oktober 2014, ia mundur teratur dari hingar bingar politik.
    Dan satu lagi, ia menunjukkan fatsun politik yang baik dengan tak memaksa anak-anaknya terjun di medan politik elektoral saat menjabat 2004-2014. Agus Harimurti Yudhoyono ikut Pilkada Jakarta tahun 2016, dua tahunan setelah ayahnya tak lagi jadi presiden.
    Kisah mantan presiden kontras dengan mantan wakil presiden. Jusuf Kalla menjadi ketua umum Partai Golkar saat jadi wakil presiden di masa SBY.
    Setelah itu, ia tak lagi menjadi nakhoda Golkar, termasuk ketika terpilih lagi menjadi wapres di periode kedua bareng Presiden Jokowi (2014-2019).
    Selepas itu, JK tidak mengurus politik, tapi fokus pada masjid, kemanusiaan serta bisnisnya. JK tak mencengkeram Golkar, karena partai ini tak bergantung pada sosok setelah reformasi mengguncang tanah air.
    Ahmad Ali tidak intens menyenggol SBY. Sebaliknya ia berulang menyentil Mega.
    “Saya berharap dari Kepri ini akan lahir Jokowi-Jokowi muda, tanpa harus masuk, tanpa dia harus berasal dari keluarga darah biru politik, tanpa dia harus menjadi anaknya proklamator, tanpa dia harus anaknya pahlawan. Tapi dia ada anak petani pun, dia disamakan, dan Jokowi sudah membuktikan itu,” jelas Ali.
    Proklamator cuma ada dua orang, yakni Sukarno dan Mohammad Hatta. Putra-putri Bung Hatta tak terlampau bergelut dalam politik, tak pernah ada yang jadi presiden pula.
    Sementara dari trah Sukarno sudah ada sosok Mega yang pernah jadi wakil presiden (masa Abdurrahman Wahid) dan presiden menggantikan Gus Dur (2001-2004). Dengan begitu, kalimat Ali jelas sedang “mengusik” siapa.
    Entahlah komunikasi model apa yang sedang dilancarkan Ali. Pernyataannya termasuk “konfrontatif” dan meningkatkan tensi konflik dengan PDI Perjuangan.
    Apakah ini isyarat PSI sedang “memberitahu” khalayak bahwa mereka mengincar basis pemilih PDIP?
    Di Pilkada serentak 2024 lalu, nama yang disokong Jokowi menang di pemilihan gubernur dan wakil gubernur Jawa Tengah.
    Di Pilpres 2024, pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka juga menang di Jateng, basis konstituen partai banteng!
    Namun, jalan politik tidak selalu linier. Betapa pun setiap parpol memiliki misi masing-masing, hendaknya keteduhan tetap dirawat. Iya, meski demokrasi identik dengan gaduh dan percakapan bebas tentang semua hal dibolehkan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Nasdem Usul Parliamentary Threshold 7 Persen, PSI: 8 Persen Pun Kami Siap

    Nasdem Usul Parliamentary Threshold 7 Persen, PSI: 8 Persen Pun Kami Siap

    Nasdem Usul Parliamentary Threshold 7 Persen, PSI: 8 Persen Pun Kami Siap
    Tim Redaksi
    CIAMIS, KOMPAS.com
    – Ketua Harian Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Ahmad Ali menegaskan bahwa partainya siap menghadapi berapa pun
    parliamentary threshold
    atau ambang batas parlemen yang diatur untuk pemilihan umum (Pemilu) 2029.
    Jika mantan partainya,
    Nasdem
    meminta
    parliamentary threshold
    naik jadi 7 persen,
    PSI
    siap meladeni, bahkan jika 8 persen sekalipun.
    Sebab, PSI didesain menjadi partai pemenang.
    “Sebagai partai politik, sebagai partai yang disiapkan untuk menjadi pemenang, kami pun tentunya tidak punya pilihan lain. Ketika partai-partai yang hari ini sedang berkuasa di
    Parlemen
    , menentukan atau memutuskan, kebijakan yang menurut mereka, akan menghalangi partai-partai baru, untuk kemudian lolos di Parlemen, kami juga tidak keberatan,” ujar Ali di Ciamis, Jawa Barat, Sabtu (15/11/2025).
    “8 persen pun bagi kami itu suatu hal yang mengembirakan juga. Kami siap untuk di semua medan pertarungan, karena memang kami hadir di 2029 ini sebagai partai yang tidak didesain sebagai penggembiraan, tapi Insyaallah PSI, ini di 2029 kami desain sebagai partai pemenang,” sambungnya.
    Ali mengatakan, PSI sadar betul bahwa mereka hanyalah partai baru. Selain itu, PSI juga tidak punya kuasa politik karena tidak lolos ke DPR pada 2024 kemarin
    Dengan begitu, Ali menegaskan, PSI hanya bisa menyiapkan diri untuk lolos sebagai partai parlemen.
    “Ya caranya karena kami bukan penguasa politik, karena kami tidak punya orang di DPR, maka yang kami bisa lakukan adalah, menyiapkan diri sebaik-baiknya, untuk bertarung di semua medan yang disiapkan, oleh penguasa politik di DPR hari ini,” jelas Ali.
    Untuk itu, Ali terus melakukan konsolidasi dan membangun basis partai di daerah.
    Dia yakin dengan rumus sederhana saja, PSI bisa lolos ke DPR.
    “Saya banyak tahu tentang partai,” ucapnya.
    “Apa saya harus diam membunuh diri saya? Apa saya harus diam membunuh diri saya di tempat ini? Saya tidak punya cara lain. Selain menyelamatkan diri kami, selain mempersiapkan diri ini, insyaallah dengan jalannya baik,” imbuh Ali.
    Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Partai Nasdem, Saan Mustopa mengusulkan
    ambang batas parlemen
    atau 
    parliamentary threshold 
    pada Pemilu 2029 naik menjadi 7 persen.
    Hal ini menyusul putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mensyaratkan perubahan ambang batas untuk Pemilu 2029
    MK menilai, ketentuan ambang batas parlemen sebesar 4 persen suara sah nasional yang berlaku saat ini tidak sejalan dengan prinsip kedaulatan rakyat, keadilan pemilu, dan melanggar kepastian hukum yang dijamin oleh konstitusi.
    “Jadi, Nasdem selalu mengusulkan dalam setiap pembahasan Undang-Undang Pemilu, Nasdem mengusulkan 7 persen terkait dengan ambang batas parlemen,” kata Saan, di Nasdem Tower, Jakarta Pusat, Selasa (11/11/2025).
    Saan menyampaikan, perubahan ambang batas menjadi 7 persen sudah diusulkan Nasdem sejak partainya pertama kali mengikuti Pemilu pada 2014.
    Usul tersebut tidak pernah berubah hingga Pemilu 2024. Partai Nasdem berencana mendiskusikannya dengan partai-partai lain di parlemen.
    “Dan nanti kita diskusikan, kita bicarakan dengan partai-partai dan fraksi-fraksi yang lain terkait dengan ambang batas parlemen,” ucap Saan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Waketum NasDem: Revisi UU Pemilu dalam kajian internal partai

    Waketum NasDem: Revisi UU Pemilu dalam kajian internal partai

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua Umum Partai NasDem Saan Mustopa mengatakan partainya akan menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait revisi Undang-Undang Pemilihan Umum (UU Pemilu) lewat kajian internal.

    “Itu kan nanti dibicarakan, akan kita tindaklanjuti apa yang menjadi putusan Mahkamah Konstitusi itu pada saat pembahasan Undang-Undang Pemilu,” kata Saan usai acara HUT Ke-14 Partai NasDem di Jakarta, Selasa.

    Selama ini, menurut dia, Partai NasDem selalu mengusulkan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold (PT) tujuh persen terkait revisi UU Pemilu.

    Ia mengatakan pembahasan UU Pemilu itu juga akan didiskusikan lebih lanjut dengan fraksi-fraksi dan partai-partai di DPR.

    “Dan nanti kita diskusikan, kita bicarakan dengan partai-partai dan fraksi-fraksi yang lain terkait dengan ambang batas parlemen karena memang juga terkait dengan revisi Undang-Undang Pemilu belum dimulai,” ujarnya.

    Revisi UU Pemilu, kata Saan, masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Tahun 2026. Untuk itu, Partai NasDem saat ini sedang dalam tahap pengkajian revisi UU tersebut.

    “Misalnya kayak NasDem, tentu NasDem melakukan kajian terkait dengan nanti revisi Undang-Undang Pemilu. Poin-poin apa saja yang nanti NasDem sampaikan, akan tawarkan kepada fraksi-fraksi yang lain dan tentu juga dengan pemerintah,” ucapnya.

    Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Zulfikar Arse mengungkapkan pembahasan revisi atau Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemilu akan mulai bergulir pada tahun 2026 setelah Badan Legislasi DPR RI memutuskan RUU tersebut masuk ke Prolegnas Tahun 2026.

    Menurut dia, Komisi II DPR pun akan menjadi pihak yang menginisiasi pembahasan itu. Dengan dibahas pada 2026, menurut dia, DPR memiliki waktu yang panjang untuk mempersiapkan penyusunan RUU tersebut.

    “Kita akan bisa lebih fokus, kita akan bisa lebih memperbincangkan secara lebih mendalam soal perubahan undang-undang pemilu tersebut,” kata Zulfikar di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa (7/10).

    Pewarta: Benardy Ferdiansyah/Muhammad Rizki
    Editor: Laode Masrafi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Revisi UU Pemilu: Menurunkan Ambang Batas Parlemen

    Revisi UU Pemilu: Menurunkan Ambang Batas Parlemen

    Revisi UU Pemilu: Menurunkan Ambang Batas Parlemen
    Pegiat Demokrasi dan Pemilu
    REVISI
    Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu telah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025, usulan Baleg DPR serta prioritas Prolegnas 2026, usulan Komisi II DPR.
    Revisi ini diharapkan mencari solusi atas pelaksanaan pemilu yang rumit, bukan sekadar tambal sulam aturan.
    Selain itu, mempertegas aturan pelaksanaan pemilu serta operasionalnya untuk memulihkan kredibilitas dan integritas proses pemilu. Serta memastikan pemilu lebih efisien, transparan, adil dan modern.
    Selama ini kompleksitas aturan yang ada acapkali tumpang tindih sehingga membingungkan dalam pelaksanaan proses demokrasi elektoral.
    Setiap kali pembaharuan UU Pemilu, satu isu klasik selalu menjadi trigger dan mencuri perhatian masyarakat adalah ambang batas parlemen (
    parliamentary threshold
    ).
    Angkanya mungkin terlihat sepele dari 4 persen, 5 persen atau sampai 7 persen. Namun di balik itu semua, tersimpan pertarungan besar tentang makna demokrasi.
    Ambang batas yang konon dirancang demi “efisiensi politik”, selama ini justru menjadi ketidakadilan elektoral.
    Di Indonesia, penerapan ambang batas jadi gula-gula politik yang menggoda kekuasaan. Penerapan ambang batas yang tinggi memungkinkan partai besar mempertahankan dominasi dan menyingkirkan pesaing sebelum kompetisi dimulai.
    Semakin tinggi ambang batas, makin sempit pula ruang demokrasi. Ibaratnya seperti menggelar pesta rakyat, tapi hanya segelintir tamu yang boleh masuk.
    Fakta menunjukkan bahwa ambang batas acapkali menjadi jebakan yang menggoda para pembuat aturan untuk melanggengkan kekuasaan dan kelompoknya.
    Ironisnya, setiap kali revisi UU Pemilu dibahas, godaan untuk menaikkan ambang batas mesti muncul. Bila tren ini diteruskan, maka pemilu mendatang bukan lagi tentang siapa yang mendapat kepercayaan rakyat, melainkan siapa yang mampu mempertahankan dominasi kekuasaan lewat angka.
    Dalam Teori Hegemoni Antonio Gramsci, ambang batas dijadikan alat hegemoni politik. Partai besar menggunakan wacana “penyederhanaan sistem” atau “efektivitas pemerintahan” untuk mendominasi ruang komunikasi politik.
    Bentuk persetujuan yang dipaksakan untuk mengatur siapa yang boleh berbicara dan siapa yang disenyapkan di arena demokrasi.
    Adanya ambang batas akan membatasi partai-partai baru atau kecil untuk turut serta dalam pengambilan kebijakan publik.
    Suara minoritas yang seharusnya menjadi bagian dari mozaik demokrasi, malah terbuang sia-sia. Sementara demokrasi harus memberi ruang bagi keragaman suara, menjaga keberlangsungan demokrasi sekaligus menegakkan keadilan representasi.
    Pemilu di Indonesia menggunakan sistem proporsional. Berkaca dari pengalaman pemilu selama ini, ada paradoks yang mencolok: banyak sekali suara yang tidak terkonversi menjadi kursi, jutaan suara rakyat terbuang karena partai politiknya tidak punya cukup suara memenuhi ambang batas parlemen.
    Akhirnya distribusi kursi di DPR tidak sepenuhnya mencerminkan kemauan pemilih, melainkan sekadar hasil kalkulasi dari aturan yang menyingkirkan sebagian besar suara rakyat.
    Penggunaan ambang batas parlemen yang terus naik dari pemilu ke pemilu membawa konsekuensi signifikan terhadap peta representasi politik di Senayan.
    Data menunjukkan, dalam pemilu 2004 dengan ambang batas 3 persen, sebanyak 19.047.481 suara tidak dapat dikonversi menjadi kursi atau sekitar 18 persen.
    Pemilu 2009 dengan ambang batas 2,5 persen, sebanyak 19.044.715 suara tidak dapat dikonversi menjadi kursi atau sekitar 18,2 persen.
    Begitu pula di pemilu 2014 dengan ambang batas 3,5 persen, ada 2.964.975 suara atau sekitar 2,4 persen yang tidak dapat dikonversi menjadi kursi.
    Lalu di pemilu 2019 dengan ambang batas 4 persen, ada 13.595.842 suara atau sekitar 9,7 persen yang tidak dapat dikonversi menjadi kursi.
    Sementara pemilu terakhir 2024, dengan ambang batas masih 4 persen, sebanyak 16.977.503 suara atau 11,19 persen yang tidak terkonversi jadi kursi di DPR.
    Fenomena ini menimbulkan hilangnya nilai suara rakyat (
    wasted votes
    ) dalam jumlah besar. Ini bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat dan keadilan pemilu sebagaimana dijamin Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 bahwa “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”.
    Bayangkan, jutaan orang datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS), mencoblos dengan penuh harapan, tapi suaranya menguap atau hangus. Ini bukan sekadar inefisiensi, melainkan pengingkaran terhadap asas kedaulatan rakyat.
    Fakta tersebut membuktikan, hak konstitusional pemilih yang telah digunakan dalam pemilu menjadi hangus atau tidak dihitung dengan dalih penyederhanaan partai politik.
    Padahal ambang batas seyogianya menyaring, bukan menyingkirkan. Ia mengatur tata kelola representasi, tetapi tidak boleh menghapus representasi itu sendiri.
    Karena keadilan elektoral hanya dapat berdiri jika setiap suara, besar mapun kecil, punya nilai politik yang sama.
    Namun, ketika suara minoritas dihapus atas nama efisiensi, demokrasi akan kehilangan maknanya. Rakyat mungkin tetap punya pemilu, tapi kehilangan rasa keadilan politik.
    Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 116/PUU-XXI/2023 terkait ambang batas parlemen jadi angin segar bagi demokrasi agar dapat tumbuh lebih baik dan bermartabat.
    Dalam putusan itu, Mahkamah meminta pembentuk undang-undang untuk
    mengubah ambang batas parlemen pada Pemilu 2029
    dan pemilu-pemilu yang akan datang dengan memperhatikan sejumlah hal.
    Pertama, didesain untuk digunakan secara berkelanjutan. Kedua, perubahan norma ambang batas parlemen termasuk besaran angka atau persentase ambang batas parlemen dimaksud tetap dalam bingkai menjaga proporsionalitas sistem pemilu proporsional, terutama untuk mencegah besarnya jumlah suara yang tidak dapat dikonversi menjadi kursi DPR.
    Ketiga, perubahan harus ditempatkan dalam rangka mewujudkan penyerderhanaan partai politik.
    Keempat, perubahan telah selesai sebelum dimulainya tahapan penyelenggaraan Pemilu 2029. Kelima, perubahan melibatkan semua kalangan yang memiliki perhatian terhadap penyelenggaraan pemilihan umum dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna, termasuk melibatkan partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki perwakilan di DPR.
    Pertimbangan MK ini tentu tidak muncul tanpa dasar, melainkan merupakan hasil penilaian objektif terhadap sistem kepartaian Indonesia yang cenderung multipartai, serta untuk menjaga agar prinsip keterwakilan politik dan keadilan pemilu tetap terjamin.
    Pada akhirnya, pertarungan ini bukan sekadar soal angka ambang batas, tetapi tentang keberanian DPR untuk setia pada semangat konstitusi.
    Apakah para legislator berani menurunkannya demi keadilan representatif, atau justru meneguhkan ketidakadilan atas nama stabilitas politik?
    Sebagai alternatif dari penulis, agar suara tidak terbuang percuma, bisa diterapkan mekanisme fraksi
    threshold,
    sama halnya seperti mekanisme di tingkat DPRD provinsi maupun kabupaten/kota.
    Opsi ini terbukti berjalan efektif di mana partai-partai dengan kursi terbatas tetap dapat berpartisipasi dalam kerja-kerja legislatif melalui fraksi gabungan.
    Dengan pendekatan seperti ini, penyederhanaan sistem kepartaian tetap terjaga, tapi keterwakilan rakyat tidak jadi korban.
    Di sinilah seharusnya arah revisi UU Pemilu diletakkan, bukan pada pengetatan ambang batas, melainkan pada penguatan mekanisme representasi yang inklusif.
    Satu hal yang selalu menjadi catatan serius dalam perjalanan demokrasi di Indonesia, yakni etika. Bila revisi UU Pemilu kali ini masih kembali menempatkan ambang batas sebagai alat eksklusi, maka demokrasi Indonesia akan kehilangan ruhnya.
    Demokrasi bukan hanya soal mekanisme pemilihan dan kekuasaan, melainkan juga sistem nilai, moral dan etika yang menjadi pijakannya.
    Bukan rahasia lagi bahwa sistem politik bisa dipakai untuk mengendalikan aturan main demi kepentingan kekuasaan.
    Dalam konteks revisi UU Pemilu bisa muncul dalam berbagai rupa: ambang batas parlemen, mekanisme konversi suara, hingga desain daerah pemilihan (dapil) yang secara halus dapat menentukan siapa yang diuntungkan atau disingkirkan.
    Di sinilah etika demokrasi diuji: Apakah DPR sungguh bekerja untuk memperkuat kualitas demokrasi, atau justru memperkuat posisinya sendiri di parlemen?
    Menurunkan ambang batas parlemen sejatinya bukan langkah mundur, melainkan tindakan berani untuk mengakui bahwa demokrasi yang sehat tidak pernah takut pada keberagaman suara.
    Ujian etika demokrasi merupakan panggilan moral bagi para legislator untuk menjaga demokrasi tidak hanya sebatas aturan formal, tetapi juga menjadikannya sebagai sistem yang benar-benar bermakna, berkeadilan, dan berintegritas.
    Sebab, kekuatan demokrasi terletak bukan hanya pada jumlah suara, melainkan pada kualitas moral dan etika yang mengiringinya.
    Revisi UU Pemilu kali ini adalah kesempatan untuk membuktikan, apakah bangsa ini berani menegakkan keadilan, atau bangsa yang rela menukar etika demi efisiensi politik.
    Demokrasi sejati bukan tentang siapa yang menang, tetapi bagaimana memperlakukan suara yang kalah. Tanpa etika, demokrasi hanya menjadi mesin kekuasaan yang sah secara hukum, tapi hampa secara moral.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • MK Putuskan Tidak Terima Gugatan Partai Buruh soal Ambang Batas Parlemen
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        16 Oktober 2025

    MK Putuskan Tidak Terima Gugatan Partai Buruh soal Ambang Batas Parlemen Nasional 16 Oktober 2025

    MK Putuskan Tidak Terima Gugatan Partai Buruh soal Ambang Batas Parlemen
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan permohonan yang diajukan Ketua Umum Partai Buruh Said Iqbal, tidak dapat diterima atau niet ontvankelijke verklaard, atau putusan NO.
    “Mengadili: menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” kata Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo, dalam sidang perkara nomor 131/PUU-XXIII/2025 yang digelar di ruang sidang pleno MK, Jakarta Pusat, Kamis (16/10/2025).
    Dalam pertimbangan hukumnya, Mahkamah menjelaskan, permohonan terkait kerugian hak konstitusional Pemohon atas ambang batas parlemen (
    parliamentary threshold
    ) pada dasarnya telah pernah diuji dan dimaknai secara bersyarat dalam Putusan MK Nomor 116/PUU-XXI/2023.
    Salah satu amar putusan tersebut menyerahkan kepada pembentuk undang-undang untuk segera melakukan perubahan sebelum penyelenggaraan Pemilu 2029 dengan melibatkan seluruh kalangan.
    “Namun, hingga permohonan a quo diputus, pembentuk undang-undang belum melakukan perubahan atas ketentuan mengenai ambang batas parlemen,” ujar Wakil Ketua MK Saldi Isra.
    Saldi menambahkan, dalam permohonan ini, anggapan kerugian konstitusional yang disampaikan Partai Buruh tidak didasarkan pada norma undang-undang yang telah berlaku sebagaimana amanat Putusan MK Nomor 116/PUU-XXI/2023.
    “Oleh karena itu, permohonan a quo belum saatnya untuk diajukan ke MK,” ucap Saldi.
    Dalam gugatan ini, Partai Buruh menilai, pembatasan representasi berdasarkan ambang batas semata adalah langkah yang tidak proporsional.
    Representasi sebagian kelompok masyarakat hilang hanya karena faktor statistik, bukan karena tidak adanya dukungan riil dari pemilih.
    Pemohon juga menyoroti inkonsistensi antara penerapan sistem pemilu proporsional dengan keberadaan ambang batas parlemen.
    Sistem proporsional sejatinya bertujuan meminimalkan suara terbuang dan memastikan perbandingan proporsional antara persentase perolehan suara dan kursi.
    Sebaliknya, sistem mayoritarian membuang suara yang kalah.
    Karena itu, Pemohon berpendapat, ambang batas dalam sistem proporsional merupakan kontradiksi yang menimbulkan ketidakadilan dalam proses dan hasil pemilu, serta mengurangi kesetaraan warga negara di hadapan hukum.
    Dalam petitum, Pemohon meminta MK menghapus aturan ambang batas parlemen secara nasional.
    Namun, apabila menurut MK aturan ambang batas parlemen tetap diperlukan, Pemohon mengajukan petitum alternatif berupa pemberlakuan ambang batas parlemen yang berbasis dapil, dan bukan berbasis pada suara sah nasional.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Eks Mendag Agus Suparmanto Dideklarasikan Kader Jadi Caketum PPP
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        26 September 2025

    Eks Mendag Agus Suparmanto Dideklarasikan Kader Jadi Caketum PPP Nasional 26 September 2025

    Eks Mendag Agus Suparmanto Dideklarasikan Kader Jadi Caketum PPP
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Eks Menteri Perdagangan Agus Suparmanto dideklarasikan sejumlah kader Partai Persatuan Pembangunan (PPP) untuk menjadi calon ketua umum (caketum) periode 2025-2030 dalam Muktamar X PPP. 
    Ketua Tim Pendukung Agus Suparmanto (Pegasus), Romahurmuziy atau akrab disapa Rommy, mengatakan deklarasi Agus sebagai caketum PPP ini dihadiri 27 perwakilan Dewan Pimpinan Cabang (DPC) di seluruh Indonesia.
    “Saya juga perlu sampaikan, dewan pimpinan cabang yang hadir di tempat ini tanpa kecuali dari setiap provinsi yang ada dari Aceh sampai Papua,” kata Rommy dalam acara deklarasi di Kawasan Jakarta Pusat, Jumat (26/9/2025) malam.
    “Jadi kita perlu mempertanyakan kembali jangan-jangan muktamarnya sudah dimulai malam ini,” sambungnya.
    Dalam kesempatan ini, Rommy mengklaim sudah meminta restu para kiai dan ulama untuk memenangkan Agus Suparmanto.
    “Kita mohon bimbingan para ulama kiai tentang keputusan Agus Suparmanto dihasilkan di Ponpes Khas Kempek Cirebon karena itu bulatkan tekad kita kita ucapkan bismillah niat kita,” tegasnya.
    Menurut Rommy, PPP perlu pemimpin baru untuk membawa partai lolos ke Parlemen pada pemilihan umum (pemilu) mendatang.
    Sebab, menurutnya, kekalahan PPP dalam Pemilu 2024 akibat ada masalah dalam kepemimpinan PPP yang saat ini.
    Suara PPP di tingkat nasional hanya sekitar 5,8 juta. Sementara suara di kabupaten/kota bisa mencapai 8,3 juta suara.
    “Artinya suara kabupaten/kota 2,5 juta di atas suara nasional, karena itu yang bermasalah adalah kepemimpinan partai di tingkat nasional,” ungkapnya.
    Oleh karenanya, perlu ada pemimpin baru di PPP.
    “Ketika kita tidak mampu menyelesaikan persoalan kita sendiri, ketika kita tidak mampu untuk lolos dari
    parliamentary threshold
    , mungkin kita harus membutuhkan tenaga-tenaga baru, kita membutuhkan figur-figur baru, pemimpin-pemimpin baru,” tuturnya.
    Sebagai informasi, PPP akan melaksanakan Muktamar X pada 27-29 September 2025, yang agenda utamanya adalah memilih dan menetapkan ketua umum periode 2025-2030.
    Jelang Muktamar X, muncul tiga nama kuat yang digadang-gadang bakal menjadi ketum.
    Pertama, pelaksana tugas (plt) Ketua Umum PPP Muhammad Mardiono. Kedua, mantan Menteri Perdagangan (Mendag), Agus Suparmanto, dan mantan Dubes RI untuk Azerbaijan Husnan Bey Fananie.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Parpol Non Parlemen Bentuk Sekber, Dukung Hapus Parliamentary Threshold – Page 3

    Parpol Non Parlemen Bentuk Sekber, Dukung Hapus Parliamentary Threshold – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Ketua umum atau Ketum Partai Hanura Oesman Sapta Odang atau Oso mengumumkan pembentukan Sekretariat Bersama (Sekber) Gerakan Kedaulatan Suara Rakyat. Sekber dibentuk bersama sejumlah partai politik (parpol) non parlemen.

    Diketahui, sejumlah petinggi parpol non parlemen berkumpul di kediaman Oso kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu malam 24 September 2025.

    Dalam pertemuan itu, sembilan parpol non parlemen sepakat membentuk Sekber Gerakan Kedaulatan Suara Rakyat. Kesembilan parpol itu yakni PBB, Partai Buruh, Perindo, PKN, Prima, PPP, Partai Berkarya, Hanura, Partai Ummat.

    “Malam ini telah diputuskan berdirinya Sekber Gerakan Kedaulatan Suara Rakyat dari 12 partai, 9 partai yang hadir. Yang lain nanti mau nyusul silakan, untuk bergabung dalam rangka membangun sesuatu yang dapat memberikan nilai suara rakyat berdaulat untuk kepentingan rakyat di tahun 2029 yang akan datang,” ujar Oso melalui keterangan tertulis, Kamis (25/9/2025).

    Dia memaparkan pembentukan Sekber itu bertujuan untuk mengawal dihapusnya parliamentary threshold (PT) atau ambang batas masuk DPR. Dalam aturan saat ini, kata Oso, parpol peserta pemilu harus memenuhi ambang batas 4 persen untuk bisa masuk DPR.

    “Kenapa sekarang kita sudah siap dari awal, karena supaya jangan terjadi lagi last minute aturan itu dirubah-rubah gitu, sehingga merugikan perjuangan dari partai-partai yang hadir di sini, yang non-parlemen,” terang Oso.

    Dia menyinggung belasan juta suara hilang karena adanya aturan ambang batas tersebut. Menurutnya belasan juta suara rakyat yang hilang merupakan kejahatan representasi pelanggaran atas kedaulatan rakyat.

    “Sayangin suara hilang milik rakyat di sini tercatat 17.304.303 suara rakyat hilang atau tidak terwakili di DPR RI. Penghilangan 17.304.303 itu suara rakyat karena PT bukan sekadar statistik elektoral tetapi kejahatan representasi pelanggaran atas azas kedaulatan rakyat dan penyimpangan teori prinsip demokrasi,” ucap Oso.

    “Tidak terwakilinya 17 juta tersebut suara rakyat di DPR RI bertentangan dengan prinsip political equality yang menjadi dasar demokrasi modern. Jika PT 4 persen masih diberlakukan maka demokrasi dikerdilkan menjadi masalah angka bukan lagi prinsip kedaulatan rakyat. Betul teman-teman,?,” lanjutnya.

    Oesman Sapta Odang resmi kembali terpilih jadi Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat atau Hanura periode 2024-2029. Pria yang kerab disapa OSO itu dipilih secara aklamasi melalui Musyawarah Nasional di Bali.

  • Baleg jelaskan isu krusial dalam pembahasan RUU Pemilu

    Baleg jelaskan isu krusial dalam pembahasan RUU Pemilu

    Padang (ANTARA) – Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Ahmad Doli Kurnia menjelaskan sejumlah isu krusial terkait pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu yang masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2026.

    “Ada beberapa isu klasik yang mesti segera dibahas dalam RUU Pemilu ini,” kata Wakil Ketua Baleg DPR RI Ahmad Doli Kurnia di Padang, Senin.

    Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua Baleg dalam diskusi bertajuk Desain Penegakan Hukum Pemilu dalam Kodifikasi RUU Pemilu yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas.

    Pertama, kata Doli, publik kerap membahas tentang sistem pemilu itu sendiri dimana saat ini Indonesia menerapkan sistem proporsional terbuka. Sistem pemilu dinilai penting dibahas pada RUU Pemilu untuk mendapatkan wakil rakyat serta demokrasi yang berkualitas.

    Doli mengatakan saat ini pihak-pihak terkait dalam tahap pembahasan penerapan sistem campuran atau menggabungkan antara proporsional terbuka dan tertutup. Kajian ini ditujukan untuk mendapatkan kualitas demokrasi yang jauh lebih baik dari sebelumnya.

    Isu kedua berkaitan dengan presidential threshold maupun ambang batas parlemen (parliamentary threshold). Meskipun Mahkamah Konstitusi sudah menghapuskan ambang batas presidential threshold, pihaknya memandang hal itu tetap perlu dikaji lebih jauh.

    Sebab, perintah Mahkamah Konstitusi secara implisit meminta kepada pembuat undang-undang untuk melakukan rekayasa konstitusi supaya calon presiden tidak banyak dan juga tidak sedikit.

    Begitu juga dengan ambang batas parlemen dimana Mahkamah Konstitusi juga meminta pembuat undang-undang merumuskan ulang secara implisit di bawah empat persen.

    Kemudian, RUU Pemilu juga penting membahas tentang besaran kursi per daerah pemilihan. Hal ini untuk menjawab bagaimana masyarakat mengetahui sosok yang akan dipilih pada hari pencoblosan.

    “Jadi dalam proses pencalonan itu dimungkinkan pemilih lebih mudah mengenal calon-calonnya sehingga besaran per daerah pemilihan kita persempit,” jelas dia.

    Terakhir, anggota Komisi II DPR RI tersebut mengatakan RUU Pemilu juga penting membahas metodologi penghitungan konversi suara ke kursi. Secara umum, RUU Pemilu sudah digaungkan sejak awal 2025. Namun, seiring berjalannya waktu tidak ada alat kelengkapan dewan (AKD) yang mengusulkan pembahasan RUU tersebut sehingga Baleg berinisiatif mengusulkan ulang dan masuk pada Prolegnas Prioritas 2026.

    Pewarta: Muhammad Zulfikar
    Editor: Hisar Sitanggang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.