Produk: Pancasila

  • Proyek Ijon dan Retaknya Etika Kekuasaan di Bekasi

    Proyek Ijon dan Retaknya Etika Kekuasaan di Bekasi

    Proyek Ijon dan Retaknya Etika Kekuasaan di Bekasi
    Dosen Komunikasi Politik Fikom Universitas Pancasila, Direktur Riset Komunikasi Network Society Indonesia (NSI) dan Pengurus Asosiasi Perguruan Tinggi Ilmu Komunikasi (ASPIKOM) Pusat.
    Artikel ini adalah kolom, seluruh isi dan opini merupakan pandangan pribadi penulis dan bukan cerminan sikap redaksi.
    RASANYA
    belum lama publik Kabupaten Bekasi menyimak imbauan tegas Bupati Ade Kuswara Kunang kepada seluruh Aparatus Sipil Negara (ASN) dan Pegawai di lingkungan Pemerintahan Daerah agar menyelenggarakan pemerintahan yang bersih, transparan, dan akuntabel.
    Dalam berbagai kanal media sosial resminya, Bupati bahkan menegaskan larangan menerima gratifikasi dalam bentuk apapun yang berhubungan dengan jabatan serta menolak setiap pemberian yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.
    Pesan moral sang Bupati ini menjadi komitmen awal pemerintahan baru yang ingin menegakkan integritas birokrasi pemerintahan kabupaten Bekasi.
    Namun demikian, ironi saat komitmen etik yang dikampanyekan ke ruang publik runtuh oleh fakta hukum.
    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan
    Ade Kuswara
    sebagai tersangka korupsi setelah terjaring operasi tangkap tangan (OTT) di wilayah Bekasi, Jawa Barat pada Kamis 18 Desember 2025.
    Penetapan tersangka ini disiarkan secara langsung dalam konferensi pers KPK di Jakarta Selatan, Sabtu 20 Desember 2025, dan langsung mengguncang kepercayaan publik, khususnya masyarakat Bekasi.
    KPK menetapkan beberapa orang tersangka dalam perkara ini. Selain Ade Kuswara selaku Bupati Kabupaten Bekasi, KPK juga menetapkan HMK, Kepala Desa Sukadami, Kecamatan Cikarang Selatan, yang sekaligus ayah dari Bupati Ade Kuswara, serta SRJ sebagai pihak swasta atau kontraktor.
    Dari keterangan KPK, terungkap bahwa praktik yang terjadi tidak hanya sekadar suap konvensional, melainkan pola klasik yang berungkali terjadi.
    Skema Ijon ini bermula setelah Ade Kuswara dilantik pada akhir 2024. Meski proyek-proyek yang dimaksud belum tersedia secara anggaran dan baru direncanakan untuk tahun 2026 dan seterusnya, komunikasi sudah dilakukan sejak awal masa jabatan oleh pihak terkait.
    Dalam komunikasi tersebut, SRJ disebut sebagai kontraktor yang biasa mengerjakan proyek-proyek di Kabupaten Bekasi. Ironisnya, sebelum proyek benar-benar ada, permintaan uang sudah lebih dulu mengalir.
    Uang Ijon itu diberikan sebanyak empat kali melalui perantara, dengan total mencapai 9,5 miliar (Detik.com).
    Praktik ini menggambarkan adanya penyimpangan kekuasaan karena digunakan sebagai alat tawar ekonomi jauh sebelum kebijakan diresmikan secara administratif.
    Fakta ini membuktikan adanya praktik korupsi yang merupakan pola lama terstruktur dan sistematis menjerat pejabat penting dan selalu melibatkan pihak swasta.
    Peristiwa ini menegaskan adanya krisis etika dan kepercayaan publik yang dilakukan sendiri oleh pejabat Bupati.
    Ketika seorang pejabat bupati yang dilantik, bahkan aktif dalam mengkampanyekan antikorupsi dan selalu tegas menghimbau menjalankan tata Kelola yang transparan, bersih dan akuntabel, tetapi justru tidak lama ia menjabat sudah melakukan pelanggaran berat.
    Pelanggaran berat ini tentu meruntuhkan citra dan kepercayaan publik serta legitimasi pemerintahan Bekasi.
    Kepercayaan publik merupakan modal utama dalam menjalankan pemerintahan. Tanpa kepercayaan publik, maka seluruh kebijakan tidak akan bisa dilaksanakan secara optimal.
    Kasus proyek ijon ini merupakan praktik korupsi yang menggerus kepercayaan publik dan mengorbankan pembangunan, sistem pemerintahan, pada akhirnya publik menjadi korban.
    Apalagi keterlibatan keluarga semakin menambah konflik kepentingan. Nepotisme dan patronase rasanya masih sulit dijauhkan dari birokrasi pemerintahan lokal.
    Praktik seperti ini cenderung menciptakan relasi kuasa yang tertutup sehingga mempersempit
    check and balance
    serta melemahkan ruang kontrol di tingkat lokal.
    Korupsi masih menjadi pekerjaan rumah bangsa ini yang belum bisa diselesaikan hingga sekarang.
    Indek Persepsi Korupsi tahun 2024 dari data International Transparansi menjelaskan bahwa posisi skor Indonesia di angka 37 dari angka 0 hingga 100.
    Semakin indek persepsi korupsi mendekati angka 100, maka semakin bersih dan transparan negara tersebut. Sebaiknya, semakin mendekati angka 0, maka semakin korup dan kotor dengan praktik korupsi.
    Itu artinya dengan skor 37 kondisi Indonesia hingga hari ini masih prihatin. Jadi jangan heran ada saja operasi tangkap tangan dari KPK yang terjadi kepada pejabat penting di tingkat pusat maupun daerah.
    Oleh karena itu, ada tiga solusi pencegahan korupsi yang bisa diupayakan agar korupsi tidak terjadi berulang kali.
    Pertama, reformasi tata kelola pengadaan dan perencanaan anggaran. Ruang informal komunikasi antara pejabat dan kontraktor harus dipersempit dengan cara menjalankan prosedur secara ketat sesuai dengan mekanisme yang transparan dan akuntabel.
    Kemudian seluruh perencanaan dan proses dilakukan secara digital mulai dari perencanaan jangka menengah yang terkait dengan pengadaan barang dan jasa.
    Kedua, penguatan pengawasan dan perlindungan pelapor. Mekanisme
    whistleblower system
    harus dilindungi dan dijamin keamanannya supaya ASN dan warga bisa turut melakukan kontrol dengan berani melaporkan indikasi penyimpangan praktik-praktik korupsi di lingkungan birokrasi tanpa takut diintimidasi.
    Ketiga, internalisasi etika dan sanksi politik secara tegas. Partai politik dan pemerintahan pusat harus ikut andil dalam menerapkan sanksi tegas kepada kepala daerah dan jajarannya ketika melakukan praktik korupsi, termasuk pencabutan dukungan dan tidak mencalonkan kembali saat pemilihan umum.
    Pendidikan politik yang selama ini dijalankan melalui proses kaderisasi politik jangan hanya sekadar jargon belaka.
    Oleh karena itu, kasus Bekasi semestinya menjadi peringatan untuk daerah-daerah lainnya agar menjalankan kekuasaan secara transparan, bersih dan akuntabel.
    Tanpa kepercayaan publik dan integritas, maka mustahil pemerintahan bisa menjalankan seluruh programnya secara maksimal.
    Kepercayaan publik harus dijaga dengan sepenuh jiwa, dan keteladanan menjadi kompas moral yang akan dirujuk oleh seluruh warganya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Bagaimana Dasco Jadi ‘Jembatan’ Megawati hingga Abu Bakar Baasyir

    Bagaimana Dasco Jadi ‘Jembatan’ Megawati hingga Abu Bakar Baasyir

    GELORA.CO –  Tahun 2025 mencatat sejarah baru dalam dinamika politik Indonesia. Di tengah upaya pemerintah memperkuat stabilitas nasional, muncul sosok ‘jembatan komunikasi’ yang melintasi berbagai batas ideologi, yakni Sufmi Dasco Ahmad.

    Wakil Ketua DPR RI ini kembali membuktikan politik bukan hanya soal perebutan kuasa, melainkan seni menyatukan perbedaan melalui dialog.

    Dua pertemuan yang paling menyita perhatian publik tahun ini adalah saat Dasco menemui Presiden ke-5 RI sekaligus Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, serta tokoh agama kharismatik, Abu Bakar Ba’asyir.

    Apa maknanya bagi kita, terutama generasi milenial dan Gen Z? Berikut ulasannya.

    Menjaga “Banteng” dan “Garuda” Tetap Harmonis

    Pertemuan Dasco dengan Megawati Soekarnoputri di tahun 2025 dipandang sebagai pilar utama stabilitas politik pasca-transisi pemerintahan.

    Saat banyak pihak memprediksi akan terjadi gesekan antara fraksi di parlemen, Dasco justru hadir di Teuku Umar sebagai representasi pimpinan legislatif sekaligus orang kepercayaan Presiden terpilih.

    Fokus pertemuan ini adalah menyelaraskan pandangan mengenai keberlanjutan pembangunan nasional.

    Dasco berhasil memastikan bahwa fungsi pengawasan PDIP di parlemen berjalan konstruktif tanpa menghambat program strategis negara.

    Dalam sebuah kesempatan setelah pertemuan tersebut, Dasco menyampaikan pesan persatuan yang kuat.

    “Kita tidak boleh membiarkan ego sektoral di daerah menghambat visi besar pembangunan nasional yang sedang kita rintis bersama. Kontestasi sudah selesai, sekarang saatnya konsolidasi untuk rakyat.”

    Misi Kemanusiaan dan Keutuhan NKRI

    Kejutan politik terbesar di tahun 2025 terjadi saat Dasco bersilaturahmi dengan Abu Bakar Ba’asyir.

    Bagi banyak orang, ini adalah pertemuan yang kontroversial. Namun, Dasco melihatnya dari kacamata seorang negarawan: pentingnya merangkul seluruh elemen bangsa untuk mengakui konsensus nasional dan Pancasila.

    Pertemuan ini membawa pesan penting mengenai moderasi dan inklusivitas.

    Dasco mendengarkan aspirasi terkait perlindungan hak-hak sipil sambil terus menekankan pentingnya ketaatan pada konstitusi.

    Hal ini dilakukan untuk mencegah polarisasi yang sering kali dipicu oleh isu-isu keagamaan di media sosial.

    Dasco menegaskan bahwa DPR harus menjadi wadah bagi semua orang, tanpa terkecuali.

    “DPR adalah rumah rakyat. Tidak ada pintu yang tertutup bagi aspirasi yang konstruktif. Kami memastikan bahwa setiap kebijakan yang lahir harus melalui proses dialog yang jujur, bukan sekadar ketok palu tanpa mendengar suara dari bawah.”

    Dampak Nyata: Stabilitas Ekonomi dan Sosial

    Mengapa pertemuan dengan dua tokoh yang sangat kontras ini begitu penting? Jawabannya ada pada kepercayaan pasar dan ketenangan masyarakat.

    Dengan merangkul Megawati yang merupakan simbol kekuatan nasionalis dan Abu Bakar Ba’asyir sebagai tokoh pemilik basis massa religius tertentu, Dasco berhasil menutup celah-celah konflik yang bisa memicu instabilitas.

    Efeknya sangat dirasakan pada iklim investasi di pertengahan 2025. Dasco menyadari bahwa tanpa stabilitas politik, ekonomi akan goyah.

    “Kepastian hukum dan keberlanjutan ekonomi adalah kunci. Tanpa itu, ekonomi kita akan jalan di tempat. Rakyat butuh bukti nyata bahwa negara hadir untuk melindungi hak-hak mereka.”

  • Gus Wahab Masuk Pengurus PDIP Jatim, Momentum Perkuat Poros Nasionalis–Religius

    Gus Wahab Masuk Pengurus PDIP Jatim, Momentum Perkuat Poros Nasionalis–Religius

    Surabaya (beritajatim.com) — Sekretaris DPD PDI Perjuangan Jawa Timur, Deni Wicaksono, menegaskan masuknya KH Abdul Wahab Yahya atau Gus Wahab ke jajaran pengurus DPD PDI Perjuangan Jawa Timur menjadi momentum penting penguatan sinergi nasionalis dan religius di Jawa Timur.

    Menurut dia, kehadiran pengasuh Pondok Pesantren Muhajirin 2 Tambak Beras Jombang itu menegaskan kedekatan historis dan sosiologis antara PDI Perjuangan dan Nahdlatul Ulama (NU) di basis terbesar NU nasional.

    “Masuknya Gus Wahab sebagai pengurus DPD PDI Perjuangan Jawa Timur memperkuat komitmen kami merawat persaudaraan nasionalis dan religius yang selama ini tumbuh kuat di Jatim,” kata Deni usai Konferda DPD PDI Perjuangan Jatim di Hotel Shangri-La Surabaya, Sabtu (20/12/2025).

    Deni menjelaskan, Gus Wahab bukan sosok baru dalam ruang kebangsaan. Sebagai cucu pendiri NU, KH Abdul Wahab Hasbullah, Gus Wahab dikenal aktif mendorong nilai Islam rahmatan lil alamin, kebangsaan, serta persatuan lintas golongan.

    “Gus Wahab adalah cucu pendiri NU, lahir dari tradisi pesantren besar, dan punya rekam jejak panjang dalam kerja-kerja keumatan dan kebangsaan,” ujar Ketua Persatuan Alumni (PA) GMNI Jawa Timur ini.

    Menurut Deni, kehadiran Gus Wahab sekaligus menegaskan posisi NU sebagai organisasi keagamaan yang berdiri di atas semua golongan dan partai politik. NU, kata dia, tidak pernah menjadi milik satu partai tertentu, melainkan milik bangsa Indonesia.

    “NU bukan milik satu partai, NU milik bangsa. Di situlah PDI Perjuangan memandang NU sebagai saudara ideologis dalam menjaga Pancasila, NKRI, dan kebhinekaan,” ucap Deni.

    Deni menambahkan, Jawa Timur dengan populasi warga NU terbesar memiliki sejarah panjang kolaborasi ulama dan nasionalis dalam menjaga stabilitas sosial dan demokrasi. Dia berharap kehadiran Gus Wahab di struktur partai memperkuat dialog kebangsaan, terutama di akar rumput.

    “Di Jawa Timur, PDIP dan NU itu ibarat saudara. Hubungan ini tumbuh dari sejarah, kultur pesantren, dan komitmen bersama menjaga Indonesia,” kata Deni.

    Sebagai tokoh NU, Gus Wahab juga dikenal aktif di berbagai forum nasional, pendidikan pesantren, serta gerakan moderasi beragama. PDI Perjuangan berharap kontribusinya mampu memperkuat agenda kerakyatan, pendidikan, dan persatuan sosial di Jawa Timur.

    “Dengan pengalaman Gus Wahab sebagai ulama muda dan pengasuh pesantren besar, kami optimistis nilai-nilai keislaman yang moderat, inklusif, dan berakar pada tradisi kebangsaan bisa terus hidup dalam kerja-kerja politik PDI Perjuangan di Jawa Timur,” tutup Deni. [asg/kun]

  • Kemenkes Kirim 126 Relawan Dokter-Psikolog, Atasi Lonjakan Penyakit dan Trauma Pascabencana di Aceh

    Kemenkes Kirim 126 Relawan Dokter-Psikolog, Atasi Lonjakan Penyakit dan Trauma Pascabencana di Aceh

    Jakarta

    Kementerian Kesehatan RI memberangkatkan 100 relawan tenaga medis pada Sabtu (20/12/2025) ke wilayah paling terdampak di Aceh. Total ada 600 relawan tenaga medis yang dialokasikan untuk menangani lonjakan penyakit serta trauma psikologis pascabencana di wilayah Sumatera. Relawan terdiri dari dokter, perawat, psikolog, hingga tenaga kesehatan pendukung itu akan difokuskan ke daerah-daerah terdampak paling berat di Aceh.

    Direktur Jenderal Sumber Daya Manusia Kesehatan Kemenkes RI, dr Yuli Farianti, M Epid, mengatakan pelepasan relawan dilakukan sebagai bentuk pengabdian tenaga medis yang tergerak secara sukarela untuk membantu masyarakat terdampak bencana.

    “Bismillahirrahmanirrahim, hari ini saya melepas para relawan. Sebenarnya ini adalah tenaga medis yang terketuk hatinya, ikhlas ingin mengabdikan diri. Sudah saatnya kita melayani masyarakat, khususnya saudara-saudara kita yang terdampak bencana di Aceh,” beber Yuli saat pelepasan relawan, di Bandara Soekarno Hatta, Sabtu (20/12/2025).

    Menurut Yuli, pengiriman tenaga kesehatan sejatinya sudah dilakukan sejak tiga hari pertama bencana terjadi. Namun kali ini dilakukan lebih terkoordinasi agar penanganan jauh lebih efektif.

    “Bukan hanya hari ini. Sejak tiga hari setelah bencana, kita sudah mengirim banyak tenaga medis, tapi belum terkoordinir seperti sekarang. Ini semangat kita, semangat Pancasila, mengabdikan diri untuk saudara-saudara kita,” katanya.

    Pada tahap awal, Kemenkes telah mengerahkan sekitar 70 tenaga medis yang sudah berada di Aceh dan Medan. Selanjutnya, hari ini Sabtu (20/12) sebanyak 126 relawan diberangkatkan ke wilayah dengan tingkat kerusakan berat seperti Bener Meriah, Takengon, Aceh Utara, dan Gayo Lues.

    “Beberapa daerah ini medannya sangat berat. Ada lokasi yang harus ditempuh dengan berjalan kaki sekitar 15 menit karena akses kendaraan terbatas,” ungkap Yuli.

    Pengiriman Relawan Bertahap

    Pengiriman relawan akan terus berlanjut secara bertahap. Pada hari berikutnya, Kemenkes berencana memberangkatkan 207 tenaga medis, disusul 87 orang pada hari selanjutnya. Total relawan yang akan diterjunkan hingga 22 Desember 2025 diperkirakan mencapai lebih dari 600 orang.

    Adapun tenaga medis yang dikerahkan berasal dari berbagai disiplin, mulai dari dokter spesialis mata, spesialis saraf, bedah saraf, spesialis anak, dokter umum, perawat, bidan, psikolog klinis, hingga psikiater. Fokus penanganan tidak hanya pada penyakit fisik, tetapi juga pemulihan kesehatan mental atau trauma healing bagi para penyintas.

    “Untuk trauma pascabencana, psikolog dan psikiater akan lebih banyak ditempatkan di posko pengungsian,” jelas Yuli.

    Relawan tersebut merupakan gabungan tenaga kesehatan dari berbagai rumah sakit pusat dan daerah, seperti RS Mata Cicendo, RSUP Dr Sardjito, RSUP Persahabatan, hingga RSJ Marzoeki Mahdi. Mereka akan bertugas di rumah sakit, puskesmas, serta posko-posko pengungsian sesuai kebutuhan di lapangan.

    Selain dokter, Kemenkes juga mengerahkan tenaga laboratorium, tenaga kesehatan lingkungan, ahli gizi, dan tenaga pendukung lainnya untuk memastikan pelayanan kesehatan berjalan menyeluruh.

    Dalam kesempatan yang sama, dokter spesialis mata dari RS Mata Cicendo, dr Chani Sinaro Putra, SpM, menyebut para relawan telah dibekali persiapan fisik dan mental sebelum diberangkatkan.

    “Kami juga mempelajari kondisi medan dan kemungkinan penyakit atau kondisi medis yang akan dihadapi di lokasi bencana. Obat-obatan sudah didistribusikan, dan tenaga medis diperbantukan agar bisa mendukung tenaga kesehatan yang sudah ada di daerah,” jelasnya.

    Kemenkes berharap kehadiran ratusan relawan ini dapat membantu mempercepat pemulihan kesehatan masyarakat terdampak, baik dari sisi medis maupun psikologis, serta meringankan beban tenaga kesehatan setempat yang bekerja di tengah keterbatasan pascabencana.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Sederet Cara Penanganan Trauma Pascabencana untuk Orang Dewasa”
    [Gambas:Video 20detik]
    (naf/up)

  • Kemandirian Pangan Bagian Upaya Wujudkan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

    Kemandirian Pangan Bagian Upaya Wujudkan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

    Jakarta: Mewujudkan kemandirian pangan masyarakat merupakan bagian dari upaya menjalankan amanah Sila ke-5 Pancasila, mewujudkan Keadilan Sosial Bagi seluruh Rakyat Indonesia.

    “Krisis cuaca yang kita alami saat ini membutuhkan kemampuan adaptasi masyarakat dalam menghadapinya. Salah satu langkah yang bisa dilakukan adalah meningkatkan kemampuan masyarakat wujudkan kemandirian pangan,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat dalam acara Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan MPR RI  di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, Jumat 19 Desember 2025.

    Hadir pada acara tersebut adalah masyarakat Jepara, para alumnus pelatihan pertanian di IBEKA (Inisiatif Bisnis Ekonomi Kerakyatan) Subang, Jawa Barat. 

    Pelatihan pertanian yang dilaksanakan secara periodik itu diinisiasi oleh Lestari Moerdijat dalam kapasitasnya sebagai legislator dari Dapil II Jawa Tengah. 

    Menurut Lestari, upaya meningkatkan daya adaptasi masyarakat dengan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki untuk mengolah bumi dengan baik dan benar, harus dikedepankan dalam mengantisipasi berbagai ketidakpastian saat ini. 
     

    Rerie, sapaan akrab Lestari berpendapat, berbagai keterampilan bertani yang telah didapat dari pelatihan, harus segera diimplementasikan. 

    Karena, tegas Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI itu, ancaman terbesar di masa depan bukan lagi semata perang fisik, tetapi adalah kekurangan pangan yang dipicu krisis iklim. 

    Sehingga, tegas Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, implementasi keterampilan pertanian yang telah dimiliki dapat segera berdampak pada pemenuhan kebutuhan masyarakat. 

    Rerie mendorong, para pemangku kepentingan dan masyarakat dapat bersama-sama membangun sistem ketahanan pangan yang berkelanjutan di wilayahnya masing-masing, sebagai bagian upaya menuju keadilan sosial bagi seluruh Indonesia.

    Jakarta: Mewujudkan kemandirian pangan masyarakat merupakan bagian dari upaya menjalankan amanah Sila ke-5 Pancasila, mewujudkan Keadilan Sosial Bagi seluruh Rakyat Indonesia.
     
    “Krisis cuaca yang kita alami saat ini membutuhkan kemampuan adaptasi masyarakat dalam menghadapinya. Salah satu langkah yang bisa dilakukan adalah meningkatkan kemampuan masyarakat wujudkan kemandirian pangan,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat dalam acara Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan MPR RI  di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, Jumat 19 Desember 2025.
     
    Hadir pada acara tersebut adalah masyarakat Jepara, para alumnus pelatihan pertanian di IBEKA (Inisiatif Bisnis Ekonomi Kerakyatan) Subang, Jawa Barat. 

    Pelatihan pertanian yang dilaksanakan secara periodik itu diinisiasi oleh Lestari Moerdijat dalam kapasitasnya sebagai legislator dari Dapil II Jawa Tengah. 
     
    Menurut Lestari, upaya meningkatkan daya adaptasi masyarakat dengan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki untuk mengolah bumi dengan baik dan benar, harus dikedepankan dalam mengantisipasi berbagai ketidakpastian saat ini. 
     

     
    Rerie, sapaan akrab Lestari berpendapat, berbagai keterampilan bertani yang telah didapat dari pelatihan, harus segera diimplementasikan. 
     
    Karena, tegas Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI itu, ancaman terbesar di masa depan bukan lagi semata perang fisik, tetapi adalah kekurangan pangan yang dipicu krisis iklim. 
     
    Sehingga, tegas Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, implementasi keterampilan pertanian yang telah dimiliki dapat segera berdampak pada pemenuhan kebutuhan masyarakat. 
     
    Rerie mendorong, para pemangku kepentingan dan masyarakat dapat bersama-sama membangun sistem ketahanan pangan yang berkelanjutan di wilayahnya masing-masing, sebagai bagian upaya menuju keadilan sosial bagi seluruh Indonesia.

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News

    (RUL)

  • Wali Kota Kediri dan Forkopimda Dialog Bersama Perguruan Silat, Perkuat Sinergi Jaga Kerukunan

    Wali Kota Kediri dan Forkopimda Dialog Bersama Perguruan Silat, Perkuat Sinergi Jaga Kerukunan

    Kediri (beritajatim.com) – Wali Kota Kediri Vinanda Prameswati dan Forkopimda berdialog bersama perwakilan perguruan silat se-Kota Kediri. Dialog berjalan begitu hangat di Ruang Joyoboyo Balai Kota Kediri, Rabu (17/12/2025). Dialog ini menjadi wadah silaturahmi sekaligus penguatan sinergi dalam menjaga kerukunan di Kota Kediri.

    Perempuan yang akrab disapa Mbak Wali ini menjelaskan di Kota Kediri terdapat 14 perguruan silat. Pencak silat telah diakui UNESCO sebagai Warisan Budaya Takbenda. Dimana pencak silat mencerminkan identitas, nilai, serta kearifan lokal Bangsa Indonesia. Pengakuan tersebut tentunya bukan hanya sebuah kehormatan melainkan juga amanah dan tanggung jawab. Terlebih untuk menjaga dan melestarikan pencak silat agar hidup dan berkembang di masyarakat.

    “Pencak silat itu sendiri tentu tidak hanya mengajarkan teknik bela diri, tetapi juga menanamkan nilai luhur. Seperti, budi pekerti, pengendalian diri, sportivitas, persaudaraan serta penghormatan terhadap sesama dan alam,” jelasnya.

    Wali kota termuda ini mengungkapkan IPSI memiliki peran strategis sebagai wadah pembinaan, pelestarian, serta pengembangan dari pencak silat. IPSI tidak hanya bertanggung jawab terhadap prestasi olahraga, tetapi juga pelestarian nilai budaya dan jati diri bangsa. IPSI juga memiliki peran penting sekali dimana sebagai wadah pembinaan generasi muda. Agar ke depan anak-anak bisa jadi atlet berprestasi, dan menghindari kekerasan. Harapannya IPSI juga menanamkan nilai-nilai pancasila di dalam pencak silat. Setiap gerakan pencak silat ini mengandung nilai pancasila.

    “Harapannya pencak silat ini bisa mempersatukan generasi muda untuk mejadi generasi yang berdaya saing. Sehingga terwujud Indonesia Emas 2045,” ungkapnya.

    Menutup dialog, Mbak Wali menyampaikan pesan khusus kepada seluruh perguruan silat dan para pendekar di Kota Kediri. Ia mengajak para pendekar untuk menjadi teladan dalam menjaga persatuan dan kedamaian.

    “Saya pernah membaca quote yakni, pendekar yang kuat bukan yang kuat fisiknya tetapi yang paling kuat menjaga persatuan dan kehormatan bangsa. Makna dari quote ini begitu mendalam. Mari kita wujudkan bersama-sama,” pungkasnya.

    Turut hadir, Wakil Wali Kota Qowimuddin, Ketua DPRD Firdaus, Kepala Kejaksaan Negeri Raden Roro Theresia, Perwakilan Forkopimda, Kepala Bakesbangpol Didik Catur, Ketua KONI Eko Agus Koko, Ketua IPSI Kota Kediri dan seluruh perguruan pencak silat, serta tamu undangan lainnya. [nm/ted]

  • BPIP Tekankan Pentingnya Penguatan Ideologi Pancasila

    BPIP Tekankan Pentingnya Penguatan Ideologi Pancasila

    Jakarta: Di era disrupsi yang menantang jati diri bangsa, Pancasila tidak lagi boleh dipandang sekadar sebagai teks sejarah yang statis. Ia harus menjadi energi hidup dan fondasi utama dalam pembangunan sumber daya manusia (SDM) Indonesia.

    Hal itu diungkapkan Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Yudian Wahyudi saat meresmikan Prasasti Pancasila di Menara 165, Jakarta Selatan.

    Menara 165 yang didirikan oleh Ary Ginanjar melalui PT Grha Satu Enam Lima Tbk sejak 1 Juni 2005 itu, sejak awal dirancang sebagai pusat pengembangan karakter, kepemimpinan, dan ideologi kebangsaan.

    Pancasila diposisikan bukan hanya sebagai identitas politik, melainkan sebagai kompas moral dalam kepemimpinan dan kehidupan berbangsa.

    Peresmian Prasasti Pancasila ini menjadi peneguhan atas visi ESQ dalam menjadikan Pancasila sebagai fondasi pembangunan sumber daya manusia Indonesia.

    Yudian menekankan pentingnya penguatan ideologi ini di lingkungan birokrasi. Sinergi antara pemahaman ideologi dan praktik profesionalisme diharapkan mampu mencetak Aparatur Sipil Negara (ASN) yang tidak hanya teknokratis, tetapi juga memiliki jiwa patriotisme yang berakar pada nilai-nilai luhur bangsa.

    Fokus utama dalam transformasi SDM yang diusung oleh ESQ adalah bagaimana menginternalisasi setiap sila ke dalam perilaku sehari-hari.

    Pancasila harus menjadi landasan bagi setiap pemimpin dan aparatur negara dalam mengambil keputusan. Sinergi ini terlihat jelas dalam kolaborasi antara ESQ dan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).

    “Pancasila adalah nilai dasar kehidupan berbangsa. Menjaga dan menginternalisasi ideologi negara ini adalah tantangan jangka panjang yang harus dijawab dengan langkah nyata,” kata Ary Ginanjar.

    Baginya, pembangunan karakter yang kokoh mustahil tercapai tanpa ada penyelarasan antara nilai-nilai agama, moralitas, dan ideologi kebangsaan yang terkandung dalam lima sila.

    Upaya memperkuat ideologi ini juga diimplementasikan melalui program konkret bagi para abdi negara. Melalui ACT Consulting International, dilakukan penyelarasan antara Core Values ASN BerAKHLAK dengan Ideologi Pancasila.

    Program ini menjadi bukti bahwa nilai-nilai seperti ‘Keadilan Sosial’ dan ‘Persatuan’ dapat diterjemahkan ke dalam perilaku kerja yang adaptif, kompeten, dan kolaboratif.

    Jakarta: Di era disrupsi yang menantang jati diri bangsa, Pancasila tidak lagi boleh dipandang sekadar sebagai teks sejarah yang statis. Ia harus menjadi energi hidup dan fondasi utama dalam pembangunan sumber daya manusia (SDM) Indonesia.
     
    Hal itu diungkapkan Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Yudian Wahyudi saat meresmikan Prasasti Pancasila di Menara 165, Jakarta Selatan.
     
    Menara 165 yang didirikan oleh Ary Ginanjar melalui PT Grha Satu Enam Lima Tbk sejak 1 Juni 2005 itu, sejak awal dirancang sebagai pusat pengembangan karakter, kepemimpinan, dan ideologi kebangsaan.

    Pancasila diposisikan bukan hanya sebagai identitas politik, melainkan sebagai kompas moral dalam kepemimpinan dan kehidupan berbangsa.
     
    Peresmian Prasasti Pancasila ini menjadi peneguhan atas visi ESQ dalam menjadikan Pancasila sebagai fondasi pembangunan sumber daya manusia Indonesia.
     
    Yudian menekankan pentingnya penguatan ideologi ini di lingkungan birokrasi. Sinergi antara pemahaman ideologi dan praktik profesionalisme diharapkan mampu mencetak Aparatur Sipil Negara (ASN) yang tidak hanya teknokratis, tetapi juga memiliki jiwa patriotisme yang berakar pada nilai-nilai luhur bangsa.
     
    Fokus utama dalam transformasi SDM yang diusung oleh ESQ adalah bagaimana menginternalisasi setiap sila ke dalam perilaku sehari-hari.
     
    Pancasila harus menjadi landasan bagi setiap pemimpin dan aparatur negara dalam mengambil keputusan. Sinergi ini terlihat jelas dalam kolaborasi antara ESQ dan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
     
    “Pancasila adalah nilai dasar kehidupan berbangsa. Menjaga dan menginternalisasi ideologi negara ini adalah tantangan jangka panjang yang harus dijawab dengan langkah nyata,” kata Ary Ginanjar.
     
    Baginya, pembangunan karakter yang kokoh mustahil tercapai tanpa ada penyelarasan antara nilai-nilai agama, moralitas, dan ideologi kebangsaan yang terkandung dalam lima sila.
     
    Upaya memperkuat ideologi ini juga diimplementasikan melalui program konkret bagi para abdi negara. Melalui ACT Consulting International, dilakukan penyelarasan antara Core Values ASN BerAKHLAK dengan Ideologi Pancasila.
     
    Program ini menjadi bukti bahwa nilai-nilai seperti ‘Keadilan Sosial’ dan ‘Persatuan’ dapat diterjemahkan ke dalam perilaku kerja yang adaptif, kompeten, dan kolaboratif.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News

    (FZN)

  • Wamenkomdigi Waswas Bias Asing di AI Indonesia, Ajak Akademisi Bikin SLM Lokal

    Wamenkomdigi Waswas Bias Asing di AI Indonesia, Ajak Akademisi Bikin SLM Lokal

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mendorong para akademisi dan pengembang teknologi di Tanah Air untuk menangkap peluang pengembangan model kecerdasan buatan (AI) sendiri. Model AI yang dimaksud ialah Small Language Model (SLM).

    Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Nezar Patria mengatakan masifnya dominasi Large Language Model (LLM) dari pihak asing dapat berisiko terhadap output yang bias budaya serta minimnya kedaulatan digital Indonesia.

    “AI memiliki preferensi, cultural values yang dibawa dari lingkungannya, sehingga LLM yang dibentuk adalah refleksi dari pengetahuan yang relevan dengan budayanya, ketika mereka dipakai di tempat lain ya enggak nyambung, banyak biasnya,” jelas Nezar dikutip dari Siaran Pers Komdigi Rabu (17/12/2025).

    Nezar menjelaskan, di tengah perlombaan industri global menciptakan platform LLM yang mampu melakukan segala hal, terdapat celah strategis pada pengembangan SLM. 

    Berbeda dengan LLM yang bersifat umum, SLM dilatih dengan data-data spesifik sehingga memiliki tingkat akurasi yang lebih tinggi untuk menjawab pertanyaan di bidang tertentu.

    “SLM berbeda dengan LLM, karena SLM dilatih dengan data-data spesifik dan lebih akurat dalam menjawab pertanyaan di bidang tersebut,” kata Nezar.

    Lebih lanjut, mantan jurnalis dan anggota Dewan Pers tersebut mencontohkan efisiensi yang ditawarkan oleh SLM. Dia menyebut platform AI SLM yang dilatih khusus dengan data kebijakan publik akan memudahkan pengguna, baik pemerintah maupun masyarakat, dalam membedah persoalan kebijakan.

    Keunggulan teknis lainnya adalah kemudahan operasional. Pengguna tidak perlu lagi memikirkan teknik penulisan instruksi yang rumit atau prompt engineering demi mendapatkan data yang sesuai, karena model tersebut sudah memahami konteks spesifiknya.

    Untuk mengatasi persoalan bias budaya yang disebutkan sebelumnya, Nezar menawarkan konsep Sovereign AI atau kedaulatan AI. Dia menilai Indonesia perlu memiliki platform sendiri yang dibangun di atas fondasi nilai-nilai budaya bangsa, seperti Pancasila.

    “Untuk mencapai sovereign AI dibutuhkan landasan nilai, norma dasar, contohnya kita punya Pancasila, saya kira ini menarik sekali untuk dikembangkan lebih lanjut,” tuturnya.

    Nezar berharap riset-riset mengenai AI yang dilakukan oleh para akademisi tidak hanya berhenti di lingkungan kampus. Dia mendorong agar hasil riset tersebut memiliki dampak nyata kepada masyarakat serta bermanfaat untuk mewujudkan tata kelola teknologi AI dan transformasi digital yang berkeadilan. (Muhammad Diva Farel Ramadhan)

  • Road to Munas X LDII: Sarasehan Kebangsaan LDII, Jadikan Pancasila Landasan Moral Bangsa

    Road to Munas X LDII: Sarasehan Kebangsaan LDII, Jadikan Pancasila Landasan Moral Bangsa

    Surabaya (beritajatim.com) – DPP LDII menghelat Sarasehan Kebangsaan bertema ‘Nasionalisme Berkeadaban: Merawat Pancasila, Meneguhkan Islam Wasathiyah, Membangun Indonesia Berkeadilan’.

    Sarasehan ini merupakan bagian dari ‘Road to Munas X LDII 2026’, kegiatan tersebut dihelat pada Selasa (16/12/2025) di kantor DPP LDII, Jakarta yang menghadirkan para tokoh nasional dan ditayangkan di 200 studio mini di seluruh Indonesia.

    Dalam sambutannya Ketua Umum DPP LDII, KH Chriswanto Santoso mengungkapkan, Sarasehan Kebangsaan merupakan cara untuk menggali nilai-nilai kebangsaan sebagai program prioritas LDII.

    “Hasil dari sarasehan ini, untuk menyusun program kerja pada Munas X LDII,” katanya.

    KH Chriswanto menjelaskan bahwa penerapan Pancasila harus sesuai dengan kondisi keterkinian. Nilai-nilai Pancasila harus hadir dalam sikap dan bersosial kemasyarakatan. “Maka, diperlukan koridor penerapan Pancasila, di mana, persatuan Indonesia sebagai bingkai,” tuturnya.

    Menurutnya, dalam bingkai NKRI, seseorang akan bertindak, atas dasar perbedaan, bukan atas dasar persamaan.

    “Sehingga, apapun programnya dan kegiatannya, tetapi dalam suatu koridor, bingkai persatuan,” tegas KH Chriswanto.

    Pembicara kunci dalam kegiatan tersebut Menteri Kebudayaan RI, Fadli Zon berharap, Sarasehan Kebangsaan yang dihelat LDII, menjadi momentum strategis memperkuat kolaborasi antara pemerintah, para ulama dan masyarakat. Sebagai bagian dari ikhtiar kolektif membangun Indonesia mencetak generasi berkarakter, beriman, berilmu dan berakhlak mulia.

    “Umat Islam di Indonesia, memiliki peran strategis dalam kemajuan kebudayaan. Kebudayaan tidak hanya soal seni dan tradisi, tetapi menyangkut karakter dan nilai hidup yang membentuk peradaban,” ujar Fadli Zon.

    Menurutnya, ketika umat Islam mampu menjadi teladan dalam akhlak dan adab, maka umat Islam sedang berperan aktif, membangun kebudayaan yang mencerahkan dan peradaban yang membanggakan.

    “Keberagaman adalah keniscayaan, yang kemudian kita pedomi dalam filosofi Bhinneka Tunggal Ika,” katanya.

    Lebih lanjut, di tengah dinamika dan tantangan zaman, adanya perpecahan sosial, terjadinya ketimpangan ekonomi dan perubahan iklim, maka bangsa Indonesia dituntut kembali pada jati diri bangsa. Niilai Pancasila harus diterapkan secara utuh di tengah masyarakat. Pancasila bukan sekadar konsensus politik, tetapi panduan moral. Merawat Pancasila berarti menghidupkan nilai-nilai ketuhanan,” ujat Fadli Zon.

    Pada kesempatan tersebut, Ketua DPP LDII selaku Ketua Panitia Sarasehan Kebangsaan Singgih Tri Sulistiyono mengungkapkan, bangsa Indonesia perlu dirawat dengan sikap saling bertoleransi, saling menghormati dan menghidupkan semangat gotong-royong.”Dengan arus global yang semakin kompleks, maka harus diingat, perbedaan bukan untuk saling menegasikan. Tetapi untuk saling menguatkan, dalam Bhinneka Tunggal Ika,” pungkasnya.

    Singgih menegaskan, di tengah tantangan politik identitas, derasnya informasi digital serta menguatnya polarisasi sosial, akibat tidak terkendalinya informasi di media sosial. Ia menilai, Pancasila, harus dihadirkan sebagai etika publik dan titik temu kebangsaan, “Pengamalan Pancasila, dapat dimulai dari komunitas. Karena, jika dilihat dari sejarahnya, pasca kemerdekaan, hingga masuk ke demokrasi liberal, Pancasila masih dianggap sebagai salah satu alternatif, selain adanya ideologi komunisme dan Islam fundamental,” urai Singgih.

    Guru Besar Sejarah Universitas Diponegoro tersebut mengungkapkan, saat demokrasi liberal runtuh, dan digantikan dengan demokrasi terpimpin, Pancasila digadang-gadang menjadi ideologi yang sangat kuat, “Pada masa Orde Baru, Pancasila dijadikan landasan kehidupan berbangsa dan bernegara. Melalui penataran P4, Pancasila disosialisasikan secara masif. Di mana, pada saat itu, pelaksanaan bersifat top down,” kata Singgih.

    Kini, setelah Reformasi, masyarakat lebih memiliki kebebasan, dan terkesan tidak ada tekanan dan prioritas tertentu. “Melihat kondisi ini, maka diperlukan usaha, untuk menginternalisasi nilai-nilai Pancasila, dimulai dari bottom up,” jelas Singgih. Ia menjelaskan, dapat dimulai dari komunitas. “Kalau bisa mengamalkan Pancasila, maka para stakeholder akan belajar dari komunitas-komunitas tersebut,” tutur Singgih.

    Dalam satu sesi diskusi, Cendekiawan Yudi Latif menekankan agar Pancasila diimplementasikan secara sungguh-sungguh dalam kehidupan berbangsa dan bernegara untuk kemaslahatan umat. Pasalnya, Islam di Indonesia itu unik karena mayoritas penduduknya beragama Islam tapi tanpa membentuk negara Islam. Sementara Pancasila, sebagai dasar negara, juga bersinergi dengan nilai-nilai yang ada dalam agama.

    Pancasila dapat berfungsi sebagai fondasi sosial dan moral untuk mengelola keberagaman, mengembangkan potensi bangsa, dan mewujudkan keadilan sosial di tanah air. Namun dia melihat masalah Indonesia saat ini antara lain, belum bisa sepenuhnya mengoptimalkan potensi alam, sumber daya manusia (SDM) dan teknologinya.

    Kurangnya inovasi, entrepreneurship, dan koneksi antara ilmu dan kebutuhan masyarakat menjadi faktor-faktor permasalahan tersebut. Penerapan Pancasila sering hanya formalitas, sehingga keberagaman yang ada belum dikelola dengan efektif, “Hilirisasi secara teorinya benar, tapi prakteknya yang melakukan hilirisasinya orang asing semua. Jadi tetap saja tidak memberikan bonus apa-apa pada kehidupannya,” ungkapnya.

    Agar Indonesia dapat menjadi kekuatan global, Yudi Latif mendorong Indonesia memanfaatkan SDA dan SDM secara adil dan berkelanjutan. Ia juga menekankan, penanaman Pancasila yang relevan dengan karakter anak muda dan zaman, lewat literasi digital, pendidikan karakter, dan praktek nyata dalam kehidupan sehari-hari. “Pancasila jika diterapkan secara benar, itu padanan yang pas untuk mengoptimalkan potensi yang luar biasa dan keragaman manusia yang luar biasa,” pungkasnya.

    Sarasehan ini mengundang tokoh-tokoh masyarakat, akademisi dan pimpinan ormas sebagai narasumber. Antara lain Ketua Tanfidziyah PBNU KH Ahmad Fahrur Rozi, Wakil Ketua Majelis Pelayanan Kesejahteraan Sosial (MPKS) PP Muhammadiyah Faozan Amar, Sekretaris Lembaga Pembinaan Haji dan Umrah (LPHU) PP Muhammadiyah Marjuki Al Jawiy, perwakilan BPIP Agus Moh Najib dan Mulyatno dari Lemhannas. (tok/ian)

  • KUHP Baru Segera Berlaku, Bupati Lamongan Ajak ASN dan Warga Melek Hukum

    KUHP Baru Segera Berlaku, Bupati Lamongan Ajak ASN dan Warga Melek Hukum

    Lamongan (beritajatim.com) – Menjelang diberlakukannya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru pada 2 Januari 2026, Pemerintah Kabupaten Lamongan mulai mengencangkan sosialisasi di Pendopo Lokatantra, Selasa (16/12/2025).

    Seminar dan sosialisasi yang digelar untuk menandai Hari Ulang Tahun (HUT) Korpri ke 54 ini, ditujukan untuk memperluas pemahaman publik serta memastikan implementasi yang tepat atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP.

    Bupati Lamongan, Yuhronur Efendi, mengatakan seminar dan sosialiasi ini menjadi langkah awal Pemkab Lamongan, untuk memastikan ASN hingga masyarakat memahami perubahan besar dalam wajah hukum pidana Indonesia.

    “Seluruh ASN, anggota Korpri, hingga masyarakat di Kabupaten Lamongan tidak hanya dituntut profesional, tetapi juga harus memahami dan menjunjung norma hukum,” kata Yuhronur.

    Bupati yang akrab disapa Pak Yes itu menegaskan, Menurutnya, pemahaman KUHP bukan hanya urusan aparat penegak hukum, tetapi juga ASN, anggota Korpri, dan seluruh lapisan masyarakat.

    “Dengan begitu, kebijakan yang diambil pemerintah daerah dapat sejalan dengan norma hukum yang berlaku,” ujarnya.

    KUHP baru dinilai membawa lompatan penting karena menggantikan aturan peninggalan kolonial Belanda. Di dalamnya termuat konsep keadilan restoratif, pengakuan hukum adat atau living law, perluasan pertanggungjawaban pidana korporasi, hingga penyesuaian dengan perkembangan teknologi informasi, dengan tetap berpijak pada nilai Pancasila dan hak asasi manusia.

    Hadir sebagai narasumber, Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember sekaligus anggota tim perumus KUHP baru, I Gede Widhiana Suarda, menekankan bahwa KUHP baru tidak bertujuan memperberat pemidanaan.

    “Sebaliknya, regulasi ini memberi ruang keadilan yang lebih manusiawi, dengan menyeimbangkan penegakan hukum yang efektif dan perlindungan hak asasi manusia sesuai nilai-nilai yang hidup di masyarakat Indonesia,” ucapnya. [fak/suf]