Produk: Narkotika

  • Terlibat narkoba, Bawaslu RI segera ganti Ketua Bawaslu Kabupaten Bandung Barat

    Terlibat narkoba, Bawaslu RI segera ganti Ketua Bawaslu Kabupaten Bandung Barat

    Jakarta (ANTARA) – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI segera mengganti Ketua Bawaslu Kabupaten Bandung Barat Riza Nasrul Falah yang ditangkap polisi karena diduga terlibat kasus penyalahgunaan narkoba.

    “Pergantian ketua (Bawaslu Kabupaten Bandung Barat), kami akan lakukan secepatnya,” kata Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja saat dihubungi ANTARA dari Jakarta, Jumat.

    Bagja menyampaikan pernyataan itu setelah Ketua Bawaslu Kabupaten Bandung Barat, Jabar, Riza Nasrul Falah ditangkap aparat Kepolisian Resor Cimahi terkait kasus pesta narkoba jenis sabu.

    “Pergantian anggota dilaksanakan setelah proses hukum berkekuatan hukum tetap,” kata Bagja menambahkan.

    Ia mengatakan Bawaslu RI mengupayakan langkah-langkah pencegahan agar kasus serupa tidak terjadi kembali pada masa mendatang.

    Sebelumnya, Satuan Reserse Narkoba Polres Cimahi menangkap Riza Nasrul Falah bersama dua orang rekannya saat berpesta narkoba jenis sabu.

    “Ada seorang pengacara, kemudian salah satunya pemilik rumah, dan satu lagi adalah Ketua Bawaslu Kabupaten Bandung Barat,” kata Kepala Polres Cimahi Ajun Komisaris Besar Polisi Tri Suhartanto di Cimahi, Jumat.

    Dalam penangkapan itu, polisi menyita barang bukti narkoba jenis sabu seberat 0,84 gram beserta alat hisapnya.

    Akibat perbuatannya, para pelaku akan dijerat dengan Pasal 112 ayat (1) jo Pasal 127 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman hukuman empat tahun penjara.

    Pewarta: Rio Feisal
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

  • Terlibat narkoba, Bawaslu RI segera ganti Ketua Bawaslu Kabupaten Bandung Barat

    Bawaslu RI upayakan pencegahan usai kasus Ketua Bawaslu Bandung Barat

    “Kami akan melakukan upaya-upaya pencegahan untuk mencegah hal tersebut terjadi kembali,”

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Rahmat Bagja mengatakan bahwa institusinya mengupayakan pencegahan usai terjadinya kasus penangkapan Ketua Bawaslu Kabupaten Bandung Barat Riza Nasrul Falah.

    “Kami akan melakukan upaya-upaya pencegahan untuk mencegah hal tersebut terjadi kembali,” kata Bagja saat dihubungi ANTARA dari Jakarta, Jumat, ketika ditanya mengenai penangkapan Riza saat sedang berpesta narkoba.

    Sementara itu, Bagja menyampaikan bahwa Bawaslu RI mengaku prihatin terhadap penangkapan Riza tersebut.

    Walaupun demikian, dia mengatakan bahwa Bawaslu RI menyerahkan seluruh proses penegakan hukum kepada Kepolisian.

    Sebelumnya, Satuan Reserse (Satres) Narkoba Polres Cimahi menangkap Riza bersama dua rekannya saat berpesta narkoba jenis sabu-sabu.

    “Ada seorang pengacara, kemudian salah satunya pemilik rumah, dan satu lagi adalah Ketua Bawaslu Kabupaten Bandung Barat,” kata Kapolres Cimahi AKBP Tri Suhartanto di Cimahi, Jumat.

    Tri menjelaskan bahwa pihaknya menyita barang bukti sabu-sabu seberat 0,84 gram dan beserta alat hisap dari penangkapan tersebut.

    Akibat perbuatannya, Ketua Bawaslu Kabupaten Bandung Barat dan kedua temannya akan dijerat dengan Pasal 112 ayat (1) Jo Pasal 127 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman hukuman 4 tahun penjara.

    Pewarta: Rio Feisal
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

  • Imparsial: Kenaikan Pangkat Mayor Teddy Politis dan Berpotensi Melukai Hati Prajurit TNI – Halaman all

    Imparsial: Kenaikan Pangkat Mayor Teddy Politis dan Berpotensi Melukai Hati Prajurit TNI – Halaman all

     

    TRIBUNNEWSCOM JAKARTA – Organisasi masyarakat sipil yang fokus pada isu-isu terkait reformasi sektor pertahanan dan keamanan, Imparsial, memandang kenaikan pangkat Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya dari Mayor Inf menjadi Letkol Inf adalah politis.

    Direktur Imparsial, Ardi Manto Adiputra, mengatakan selain itu kenaikan pangkat Teddy  tersebut tidak didasarkan pada prestasi maupun merit system.

    “Imparsial memandang kenaikan pangkat Mayor Teddy menjadi Letkol sangatlah politis dan tidak didasarkan pada prestasi maupun merit system,” kata Ardi saat dikonfirmasi pada Jumat (7/3/2025).

    Sejak menjadi ajudan Presiden Jokowi dan kemudian menjadi ajudan Menteri Pertahanan, Presiden Prabowo, lanjut dia, praktis Mayor Teddy tidak pernah melaksanakan tugas atau jabatan sebagaimana prajurit TNI di lapangan pada umumnya, apalagi memiliki prestasi tertentu.

    Alih-alih memiliki prestasi, sambung dia, Mayor Teddy dalam Pemilu 2024 lalu justru secara terang-terangan telah melakukan pelanggaran terhadap netralitas TNI dalam pemilu, yakni terlibat langsung dalam politik praktis, yaitu memakai atribut kampanye pasangan Prabowo-Gibran.

    “Jangan salahkan apabila publik menilai bahwa kenaikan pangkat Mayor Teddy bukanlah berdasarkan prestasi merit system, tetapi cenderung berdasarkan politis,” ungkap dia.

    Polemik sejak awal

    Menurut Ardi sejak awal pengangkatan Mayor Teddy sebagai Sekretaris Kabinet (Seskab) merupakan tindakan yang keliru dan tidak dapat dibenarkan.

    Ia mengatakan berdasarkan Pasal 47 Ayat 2 Undang-Undang TNI terdapat 10 jabatan yang diperbolehkan bagi perwira aktif TNI untuk menduduki jabatan di luar institusi militer.

    Sebanyak 10 institusi itu, yakni kantor yang membidangi koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung.

    Dalam konteks ini, jabatan Seskab tidak termasuk dalam 10 jabatan yang diperbolehkan.

    Oleh karena itu, pengangkatan Mayor Teddy sebagai Seskab merupakan tindakan yang ilegal dan menerobos batasan ketentuan yang berlaku, tegasnya.

    Kenaikan Pangkat Bentuk Penyalahgunaan?

    Ia juga memandang pengangkatan Teddy menjadi Letkol saat ia masih menjabat sebagai Seskab merupakan bentuk penyalahgunaan wewenang.

    Seharusnya, menurut dia, sesuai dengan prinsip dan aturan yang berlaku, Mayor Teddy diwajibkan untuk mengundurkan diri dari dinas aktif militer sebelum menerima jabatan sipil di pemerintahan.

    Namun, lanjut dia, alih-alih mendapatkan sanksi, Mayor Teddy malah mendapatkan kenaikan pangkat.

    Menurut dia tindakan itu menunjukkan adanya perlakuan yang tidak adil (unfair) dalam sistem promosi kepangkatan di lingkungan TNI serta mengancam profesionalisme dan integritas institusi pertahanan negara.

    Elit politik dan pimpinan TNI, kata Ardi, seharusnya menyadari bahwa dalam lingkungan TNI terdapat lebih banyak prajurit yang telah menunjukkan prestasi luar biasa dalam menjalankan tugas-tugas di lapangan, bahkan sampai mempertaruhkan nyawa.

    Mereka yang telah berjuang demi bangsa dan negara, lanjut dia, seharusnya lebih layak untuk diapresiasi dan mendapatkan promosi kepangkatan ketimbang seseorang yang hanya karena akses politiknya bisa mendapatkan karier dan kenaikan pangkat.

    “Elit politik dan pimpinan TNI juga harus sadar bahwa kebijakan kenaikan pangkat Mayor Teddy juga berpotensi melukai perasaan para prajurit di lapangan yang selama ini telah mempertaruhkan nyawa bagi negara serta dapat mendemoralisasi mereka yang telah berjuang dengan dedikasi tinggi,” kata Ardi.

    “Kami menegaskan bahwa sistem kepangkatan dalam TNI harus tetap berlandaskan meritokrasi dan profesionalisme guna menjaga kehormatan serta integritas institusi TNI, ” sambungnya.

    Panglima TNI Diminta Batalkan

    Untuk itu, lanjut dia, Imparsial mendesak Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto membatalkan kenaikan pangkat Mayor Teddy menjadi Letnan Kolonel karena merusak sistem meritokrasi di tubuh TNI.

    Kedua, Imparsial juga mendesak Agus memastikan semua kenaikan pangkat dalam tubuh TNI didasarkan pada prestasi dan kinerja yang objektif, bukan atas dasar kedekatan politik atau kepentingan lain yang bertentangan dengan profesionalisme militer, serta menghormati aturan dalam UU TNI dengan tidak menempatkan prajurit aktif di posisi yang tidak diperbolehkan secara hukum, ungkapnya.

    Ketiga, meningkatkan transparansi dalam proses promosi jabatan di lingkungan TNI agar publik dan internal TNI dapat melihat bahwa setiap kenaikan pangkat dilakukan secara adil dan berlandaskan aturan yang berlaku, pungkas Ardi.

    Penjelasan TNI AD

    Diberitakan sebelumnya, Markas Besar TNI Angkatan Darat mengonfirmasi foto salinan dokumen yang beredar di kalangan wartawan terkait kenaikan pangkat satu tingkat Sekretaris Kabinet Mayor Inf Teddy Indra Wijaya menjadi Letnan Kolonel (Letkol Inf) pada Kamis (6/3/2025). 

    Kadispenad Brigjen TNI Wahyu Yudhayana mengatakan informasi yang beredar tersebut benar adanya.

    Saya sampaikan kepada rekan-rekan media bahwa informasi tersebut memang betul, ya, kata Wahyu saat dihubungi Tribunnews.com pada Kamis, 6/3/2025.

    Dan itu sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku di TNI dan dasar perundang-undangan Perpres, secara administrasi juga semua sudah dipenuhi, lanjutnya.

    Sebelumnya beredar salinan surat perintah dengan Kop dan Logo Markas Besar TNI Angkatan Darat nomor Sprin-674/II/2025 yang menyatakan kenaikan pangkat Sekretaris Kabinet Mayor Inf Teddy Indra Wijaya satu tingkat menjadi Letnan Kolonel pada Kamis, 6/3/2025.

    Foto salinan surat yang beredar di kalangan wartawan tersebut menyebutkan satu poin di bagian Menimbang, bahwa untuk kenaikan Pangkat Reguler Percepatan (KPRP) dari Mayor ke Letkol perlu dikeluarkan surat perintah, dikutip dari salinan surat beredar tersebut pada Kamis, 6/3/2025.

    Pada bagian Dasar terdapat enam poin:

    1. Peraturan Panglima TNI Nomor 53 Tahun 2017 tentang Penggunaan Prajurit Tentara Nasional Indonesia.

    2. Peraturan Panglima TNI Nomor 87 Tahun 2022 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Panglima TNI Nomor 50 Tahun 2015 tentang Kepangkatan Tentara Nasional Indonesia.

    3. Keputusan Panglima TNI Nomor Kep-238/II/2025 tanggal 25 Februari 2025 tentang Penetapan Kenaikan Pangkat Reguler Percepatan (KPRP) dari Mayor ke Letkol an Mayor Inf Teddy Indra Wijaya SST Han MSi NRP 11110010020489 Sekretaris Kabinet RI.

    4. Peraturan Kasad Nomor 21 Tahun 2019 tentang Kepangkatan Prajurit Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat.

    5. Keputusan Kasad Nomor Kep-462/VIII/2021 tanggal 4 Agustus 2021 tentang Petunjuk Teknis Pembinaan Karier Perwira TNI AD.

    6. Pertimbangan Pimpinan Angkatan Darat.

    Setelahnya, surat perintah ini segera menggunakan pangkat satu tingkat lebih tinggi dari Mayor ke Letkol terhitung mulai 25 Februari 2025, dikutip dari salinan dokumen tersebut.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Ketua Bawaslu Kabupaten Bandung Barat Ditangkap karena Penyalahgunaan Narkoba, Begini Kronologinya – Halaman all

    Ketua Bawaslu Kabupaten Bandung Barat Ditangkap karena Penyalahgunaan Narkoba, Begini Kronologinya – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG – Satuan Reserse Narkoba Polres Cimahi menangkap Ketua Bawaslu Kabupaten Bandung Barat (KBB), Riza Nasrul Falah Sopandi alias RNF.  

    Riza ditangkap saat pesta narkoba jenis sabu-sabu dengan dua temannya di Cililin, Kabupaten Bandung Barat.

    “RNF Ketua Bawaslu KBB, pemakai,” kata Kapolres Cimahi, AKBP Tri Suhartanto, di Polres Cimahi, Jumat (7/3/2025).

    Tri menjelaskan, penangkapan terhadap Riza bermula saat polisi memburu target operasi yang berstatus bandar narkotika pada Rabu (5/3/2025) dini hari di Kampung Tanjung Sari, Desa Bongas, Kecamatan Cililin, KBB.

    Saat penangkapan terhadap bandar, polisi turut mengamankan tiga orang lain yang tengah menggunakan sabu-sabu.

    Setelah diperiksa, salah satu pengguna sabu-sabu tersebut merupakan Riza alias RNF yang merupakan Ketua Bawaslu KBB.

    “Kita amankan tiga orang, SP, AP, dan EKS mereka bandar dan kurir.

    Kemudian kita amankan juga pemakai RNF, TY dan RI,” ungkapnya

    Polisi menjerat SP, AP, dan EKS dengan Pasal 114 ayat (2) dan atau Pasal 112 ayat (2) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

     Sedangkan tersangka dengan status pengguna inisial RNF, TY, dan RI dijerat dengan Pasal 112 ayat (1) Juncto 127 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

    “Pengedar terancam dengan penjara paling singkat 5 tahun paling lama seumur hidup dan denda paling sedikit 1 Miliar paling banyak 10 miliar.

    Pemakai paling lama 4 tahun penjara,” pungkasnya. (Laporan kontributor Tribunjabar.id Rahmat Kurniawan)

  • 5 Fakta Menarik AKBP Vivick Tjangkung, Mantan Artis yang Memilih Jadi Polwan

    5 Fakta Menarik AKBP Vivick Tjangkung, Mantan Artis yang Memilih Jadi Polwan

    loading…

    AKBP Vivick Tjangkung sempat berkarier sebagai artis hingga rilis album rekaman kini jadi Polwan dan menjabat sebagai Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Kota Tangerang. Foto/Ist

    JAKARTA – AKBP Vivick Tjangkung yang sebelumnya sempat berkarier di bidang seni kini telah menentukan jalannya sebagai abdi negara penegak hukum. Dirinya kini merupakan polisi wanita (Polwan) yang menjabat posisi Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Kota Tangerang.

    Kisah AKBP Vivick Tjangkung yang merupakan mantan artis dan musisihingga rilis album rekaman ini memang menarik banyak perhatian.

    Sebab sangat jarang seorang artis yang memilih untuk banting setir jadi polisi.

    5 Fakta Menarik AKBP Vivick Tjangkung

    1. Berasal dari Nusa Tenggara Timur

    Wanita bernama lengkap Josephien Vivick Tjangkung lahir di Ende, Nusa Tenggara Timur pada tanggal 15 Maret 1971. Ia merupakan putri dari pasangan Aloysius Tjangkung dan Dintje Lelaona Tjangkung yang merupakan dua orang guru di salah satu sekolah di Dili, Timor Leste.

    2. Berkarier di Dunia Entertainment

    Sebelum berprofesi sebagai polisi wanita, Vivick terlebih dahulu berkarier di bidang seni dengan menjadi artis. Beberapa sinetron yang pernah dibintanginya ialah Oo Jekri, Suami, Istri & Dia, dan Shakila.

    Selain membintangi sejumlah sinetron, perempuan asal NTT ini juga sempat menggeluti dunia tarik suara dan merilis album solo.

    3. Keluarga Tidak Menyangka jika Vivick akan Jadi Polwan

    Seiring berjalannya waktu, Vivick justru lebih memilih untuk beralih profesi menjadi polwan. Keputusannya ini bahkan sempat tidak disangka oleh orang tuanya.

    Hal ini karena keluarganya sangat memahami bahwa Vivick sangat menyukai bidang seni seperti menyanyi dan menari sedari kecil.

    4. Mengungkap Kasus Narkoba Para Artis

    Selama berkarier sebagai Polwan, Vivick yang berpangkat Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) telah mengungkap sejumlah kasus narkoba yang melibatkan para aktor dan artis Indonesia.

    Salah satu nama tenar yang pernah ditangkap yakni Zarima Mirafsur, Ratu Ekstasi di Indonesia. Vivick juga pernah mengungkap kasus Tora Sudiro, Jefri Nichol, Dwi Sasono, Roy Kiyoshi, dan Ello.

    5. Menduduki Posisi Strategis di Polri

    Berbagai prestasi ini lantas membuatnya dipercaya menjabat Kapolres Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada tahun 2023. Posisi ini membuatnya menjadi Kapolres perempuan pertama di jajaran Polda NTT.

    Setahun berselang, AKBP Josephien Vivick Tjangkung lantas dimutasi untuk jabat Kepala BNN Kota Tangerang. Mutasi itu berdasarkan surat perintah Kapolri nomor: SPRIN/713/III/KEP/2024.

    (shf)

  • Tembak Sopir Ekspedisi Sambil “Nyabu”, Brigadir Anton Tampil Agamis di Sidang Perdana 
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        6 Maret 2025

    Tembak Sopir Ekspedisi Sambil “Nyabu”, Brigadir Anton Tampil Agamis di Sidang Perdana Regional 6 Maret 2025

    Tembak Sopir Ekspedisi Sambil “Nyabu”, Brigadir Anton Tampil Agamis di Sidang Perdana
    Tim Redaksi
    PALANGKA RAYA, KOMPAS.com

    Sidang perdana
    dengan agenda pembacaan dakwaan terkait kasus polisi tembak warga di Kalimantan Tengah (Kalteng) digelar di
    Pengadilan Negeri Palangka Raya
    , Kamis (6/3/2025).
    Sidang pembacaan dakwaan untuk dua orang tersangka itu dilakukan secara bersamaan.
    Kedua tersangka, yakni
    Brigadir Anton Kurniawan
    Stiyanto (AKS) dan Muhammad Haryono (MH), hadir terpisah.
    Saat dihadirkan dalam
    sidang perdana
    itu, Brigadir Anton tampil agamis dengan mengenakan kopiah hitam dan baju tahanan kejaksaan.
    Menurut pengacaranya, Suriansyah Halim, sejak kasus ini terkuak ke publik hingga menjadi terdakwa, tidak mengubah kebiasaan Anton yang rajin beribadah seperti shalat dan puasa.
    “Kalau dari dakwaan di sidang perdana, tidak mengubah kebiasaan AK yang rajin shalat. Seperti di tahun sebelumnya, dia juga menjalankan puasa dan lain-lainnya,” ungkap Halim saat diwawancarai Kompas.com sebelum berjalannya sidang.
    Menurut Halim, tidak ada perubahan dari kebiasaan beribadah Anton.
    Namun, kliennya itu mengaku menyesal melakukan perbuatan kejinya yang menembak mati warga sembari menggunakan narkotika jenis sabu.
    “Kalau soal penyesalan, dia sangat menyesal. Terlihat sewaktu disanksi etik oleh kepolisian, dia tidak mengajukan upaya perlawanan seperti banding. Dia menerima karena menyadari kesalahannya, dia menyesal atas dirinya sendiri,” tutur Halim.
    Pada dasarnya, lanjut Halim, tersangka Anton sudah mengakui tentang pembunuhan itu.
    Kata Halim, tidak ada sanggahan dari Anton terkait dirinya yang memang membunuh warga, dalam hal ini sopir ekspedisi asal Banjarmasin bernama Budiman Arisandi, dengan menembak kepala korban.
    “Seperti pada pemberitaan sebelumnya, terdakwa AK sudah mengakui tentang pembunuhan itu. Tidak ada sanggahan dari Anton terkait masalah pembunuhan dan penembakan,” pungkasnya.
    Kasus pencurian dengan kekerasan (curas) yang diduga dilakukan oleh Brigadir Anton, oknum polisi dari Polresta Palangka Raya, Kalimantan Tengah (Kalteng), berawal dari niat tersangka untuk memalak sopir-sopir yang mengendarai mobil tanpa surat-menyurat alias mobil bodong.
    Anton dan Haryanto, tersangka lainnya, berkeliling di dalam kota, lalu melanjutkan perjalanan ke arah Banjarmasin. Saat sampai di daerah Jalan Trans Kalimantan, tepatnya di jalan layang Tumbang Nusa, kata Halim, Haryanto menawarkan Anton untuk nyabu di pinggir jalan.
    “Mereka nyabu di situ, sambil jalan, sambil tetap mencari mobil-mobil yang mencurigakan. Di sepanjang jalan itu, mobil yang mencurigakan dicek pelat, dan lain-lain, sampai Anton ketiduran. Tahu-tahu bangun kurang lebih jam 6 pagi di daerah Pulang Pisau,” ujar dia.
    Setelah itu, keduanya sampai di Palangka Raya pada siang hari. Kemudian, mereka melanjutkan perjalanan ke Kasongan. Sambil berjalan, mereka mengecek mobil-mobil yang mencurigakan.
     
    “Sampai di Km 38, Pos Lantas, lewat Km 39, mereka menemukan mobil pikap yang parkir di pinggir jalan. Mereka cek lagi mobil pikap itu, menurut aplikasi ada ketidakcocokan warna antara mobil yang di aplikasi dan yang ada berbeda,” ujar dia.
    Mereka kemudian menghampiri pengendara mobil tersebut untuk menanyakannya. Saat itu, Anton menggunakan pakaian bebas, tidak menggunakan pakaian dinas. Anton kemudian menemui sopir pikap tersebut.
    “Dia ketok pintu kaca, dibuka oleh sopir setengah. Si sopir itu, karena bangun tidur atau seperti apa, jawabannya agak keras,” ujar dia.
    Anton kemudian menanyakan sopir pikap, yang belakangan merupakan Budiman Arisandi itu, untuk mengecek surat-menyurat kendaraan. Emosi dengan korban Namun, sopir itu tidak percaya bahwa Anton adalah orang kepolisian. Akhirnya, Anton kembali ke mobilnya, namun diikuti oleh Budiman Arisandi.
    “Mereka berdebat lagi. Anton kan awalnya duduk di samping driver. Heri memindahkan senjata api (senpi) dari depan ke belakang, lalu dia bilang masuk saja (ke mobil), jangan ribut di pinggir jalan. Akhirnya mereka masuk, Anton masuk ke tengah, si korban masuk ke depan,” ujar dia.
    Namun, baru saja pintu mobil ditutup, lanjut Halim, Haryanto langsung menjalankan mobilnya. Anton kemudian mempertanyakan kenapa mobil langsung dijalankan. Ketiganya kemudian berdebat selama di dalam mobil.
    “Mereka tetap berdebat, akhirnya keluarlah kalimat bahwa kedua tersangka menyatakan mereka dari Polda Kalteng. Itu dikatakan Anton maupun Heri. Ujung-ujungnya, sopir bertanya, mana surat perintah. Saat dia tanya surat perintah, tapi tidak ada, lalu ada perdebatan. Karena Anton emosi, melihat di samping ada senpi, itu yang diambil Anton,” ujar dia.
    Kemudian, kata Halim, Anton menembakkan senpi itu ke kepala Budiman Arisandi dua kali. Posisi tembakan di bagian atas dan belakang kepala korban.
    “Jadi posisinya dia emosi, dalam pengaruh sabu-sabu, lalu makin emosi karena terpancing lagi debat, akhirnya ketembaklah dua kali,” ucapnya. 
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Bareskrim Ungkap 5 Kasus Narkoba Menonjol Sejak 2025, Termasuk Fredy Pratama

    Bareskrim Ungkap 5 Kasus Narkoba Menonjol Sejak 2025, Termasuk Fredy Pratama

    Jakarta

    Bareskrim Polri mengungkap lima kasus narkoba menonjol selama periode Januari-Februari 2025. Dari lima kasus itu, ada jaringan gembong narkoba Fredy Pratama.

    Kabareskrim Polri Komjen Wahyu Widada menyebut lima kasus jaringan Fredy Pratama itu berhasil diungkap penyidik di lima wilayah berbeda yakni Jakarta Utara, Tangerang, Banjar, Banjar Baru dan Banjarmasin.

    “Dalam pengungkapan ini, telah kita lakukan penyelidikan, pendalaman, ada juga yang masih merupakan terkait dengan jaringan Fredy Pratama,” kata Wahyu dalam jumpa pers di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Rabu (5/3/2025).

    Wahyu mengatakan dari lima kasus yang diungkap selama dua bulan itu, yang termasuk jaringan Fredy Pratama tujuh tersangka. Rinciannya, empat warga negara asing (WNA) dan tiga warga negara Indonesia (WNI).

    Adapun lima kasus yang menonjol ialah pertama, pengungkapan peredaran 1,1 ton tembakau sintetis pada clandestine laboratorium pada 3 Februari 2025. Dua tersangka berinisial HP dan AA berhasil dibekuk di Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

    ADVERTISEMENT

    `;
    var mgScript = document.createElement(“script”);
    mgScript.innerHTML = `(function(w,q){w[q]=w[q]||[];w[q].push([“_mgc.load”])})(window,”_mgq”);`;
    adSlot.appendChild(mgScript);
    },
    function loadCreativeA() {
    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    adSlot.innerHTML = “;

    console.log(“🔍 Checking googletag:”, typeof googletag !== “undefined” ? “✅ Defined” : “❌ Undefined”);

    if (typeof googletag !== “undefined” && googletag.apiReady) {
    console.log(“✅ Googletag ready. Displaying ad…”);
    googletag.cmd.push(function () {
    googletag.display(‘div-gpt-ad-1708418866690-0’);
    googletag.pubads().refresh();
    });
    } else {
    console.log(“⚠️ Googletag not loaded. Loading GPT script…”);
    var gptScript = document.createElement(“script”);
    gptScript.src = “https://securepubads.g.doubleclick.net/tag/js/gpt.js”;
    gptScript.async = true;
    gptScript.onload = function () {
    console.log(“✅ GPT script loaded!”);
    window.googletag = window.googletag || { cmd: [] };
    googletag.cmd.push(function () {
    googletag.defineSlot(‘/4905536/detik_desktop/news/static_detail’, [[400, 250], [1, 1], [300, 250]], ‘div-gpt-ad-1708418866690-0’).addService(googletag.pubads());
    googletag.enableServices();
    googletag.display(‘div-gpt-ad-1708418866690-0’);
    googletag.pubads().refresh();
    });
    };
    document.body.appendChild(gptScript);
    }
    }
    ];

    var currentAdIndex = 0;
    var refreshInterval = null;
    var visibilityStartTime = null;
    var viewTimeThreshold = 30000;

    function refreshAd() {
    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    if (!adSlot) return;

    currentAdIndex = (currentAdIndex + 1) % ads.length;
    adSlot.innerHTML = “”; // Clear previous ad content
    ads[currentAdIndex](); // Load the appropriate ad

    console.log(“🔄 Ad refreshed:”, currentAdIndex === 0 ? “Creative B” : “Creative A”);
    }

    var observer = new IntersectionObserver(function(entries) {
    entries.forEach(function(entry) {
    if (entry.isIntersecting) {
    if (!visibilityStartTime) {
    visibilityStartTime = new Date().getTime();
    console.log(“👀 Iklan mulai terlihat, menunggu 30 detik…”);

    setTimeout(function () {
    if (visibilityStartTime && (new Date().getTime() – visibilityStartTime >= viewTimeThreshold)) {
    console.log(“✅ Iklan terlihat 30 detik! Memulai refresh…”);
    refreshAd();
    if (!refreshInterval) {
    refreshInterval = setInterval(refreshAd, 30000);
    }
    }
    }, viewTimeThreshold);
    }
    } else {
    console.log(“❌ Iklan keluar dari layar, reset timer.”);
    visibilityStartTime = null;
    if (refreshInterval) {
    clearInterval(refreshInterval);
    refreshInterval = null;
    }
    }
    });
    }, { threshold: 0.5 });

    document.addEventListener(“DOMContentLoaded”, function() {
    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    if (adSlot) {
    ads[currentAdIndex](); // Load the first ad
    observer.observe(adSlot);
    }
    });

    Kedua, penggagalan peredaran 323 kg sabu dengan dua tersangka berinisial II dan M di Lhokseumawe, Aceh Tamiang pada (7/2). Sedangkan yang ketiga, pengungkapan 120 kg sabu dengan tersangka sebanyak MNH, SK, dan AS di Kabupaten Asahan, Bengkalis, dan Kota Dumai.

    Keempat, pengungkapan 56 kg sabu dengan tersangka AH di Kabupaten Langkat pada 24 Februari 2025. Terakhir, pengungkapan 612 kilogram tembakau sintetis dengan tersangka inisial DY dan AS di Kabupaten Bekasi pada 1 Januari 2025.

    “Dari para tersangka yang dilakukan penangkapan tersebut, terdapat 16 orang WNA dari berbagai warga negara. Ada yang dari Amerika, Jerman, Turki, Australia, Lithuania, Inggris, India, dan Malaysia,” pungkasnya.

    Sebagai informasi, lima kasus ini bagian dari 6.881 kasus tindak pidana narkoba yang diungkap Polri selama dua bulan terkahir. Sebanyak 9.586 pelaku ditangkap sepanjang pengungkapan ini.

    “Selama periode 1 Januari sampai dengan 27 Februari 2025, Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri beserta jajaran kewilayahan berhasil melakukan pengungkapan terhadap 6.881 kasus tindak pidana narkoba yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia,” kata Wahyu.

    “Dengan jumlah tersangka sebanyak 9.586 orang,” lanjutnya.

    Dari pengungkapan itu polisi menyita keseluruhan barang bukti sebanyak 4,171 ton. Berikut rinciannya:

    – Sabu: 1,28 ton
    – Ekstasi: 346.959 butir setara 138,783 kg
    – Ganja: 493 kg
    – Kokain: 3,4 kg
    – Tembakau Sintesis: 1,6 ton
    – Obat Keras: 2.199.726 butir setara 659,917 kg

    Wahyu menyebut keseluruhan barang bukti yang diamankan jika dikonversi dalam rupiah bernilai Rp 2,7 triliun. Pengungkapan itu juga diestimasi menyelamatkan hingga 11 juta jiwa berhasil diselamatkan.

    “Dari barang bukti tersebut kita estimasi dapat menyelamatkan jiwa masyarakat sejumlah 11.407.315 jiwa dari bahaya narkoba,” tutur Wahyu.

    “Adapun nilai keseluruhan dari barang bukti berupa narkotika, psikotropika, dan obat-obatan yang mengandung bahan berbahaya yang telah disita selama periode ini sejumlah Rp 2,7 triliun,” pungkasnya.

    (ond/maa)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Bareskrim Bekuk 16 WNA terkait Narkoba, Ada 4 Orang Jaringan Fredy Pratama

    Bareskrim Bekuk 16 WNA terkait Narkoba, Ada 4 Orang Jaringan Fredy Pratama

    Jakarta

    Kabareskrim Polri Komjen Wahyu Widada mengungkap ada 16 warga negara asing (WNA) yang dibekuk terkait kasus peredaran narkotika di Tanah Air. Jumlah itu berdasarkan pengungkapan kasus pada Januari hingga Februari 2025.

    “Dari para tersangka yang dilakukan penangkapan tersebut, dari berbagai kasus yang telah diungkap tersebut, terdapat 16 orang WNA yang kita lakukan penangkapan,” kata Wahyu dalam jumpa pers di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Rabu (5/3/2025).

    Para tersangka berasal dari berbagai negara, di antarannya Amerika, Jerman, Turki, Australia, Lithuania, Inggris, India, dan Malaysia. Setelah didalami, lanjut Wahyu, empat di antarannya merupakan bagian dari jaringan gembong narkoba Fredy Pratama.

    “Dalam pengungkapan ini, telah kita lakukan penyelidikan, pendalaman, ada juga yang masih merupakan terkait dengan jaringan Fredy Pratama,” ungkapnya.

    Sebagai informasi, Fredy Pratama merupakan gembong narkoba kelas kakap yang kini tengah diburu Polri. Meski belum mengetahui tempat persembunyian Fredy, Polri terus membongkar pergerakan jaringan yang digerakkan Fredy.

    ADVERTISEMENT

    `;
    var mgScript = document.createElement(“script”);
    mgScript.innerHTML = `(function(w,q){w[q]=w[q]||[];w[q].push([“_mgc.load”])})(window,”_mgq”);`;
    adSlot.appendChild(mgScript);
    },
    function loadCreativeA() {
    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    adSlot.innerHTML = “;

    console.log(“🔍 Checking googletag:”, typeof googletag !== “undefined” ? “✅ Defined” : “❌ Undefined”);

    if (typeof googletag !== “undefined” && googletag.apiReady) {
    console.log(“✅ Googletag ready. Displaying ad…”);
    googletag.cmd.push(function () {
    googletag.display(‘div-gpt-ad-1708418866690-0’);
    googletag.pubads().refresh();
    });
    } else {
    console.log(“⚠️ Googletag not loaded. Loading GPT script…”);
    var gptScript = document.createElement(“script”);
    gptScript.src = “https://securepubads.g.doubleclick.net/tag/js/gpt.js”;
    gptScript.async = true;
    gptScript.onload = function () {
    console.log(“✅ GPT script loaded!”);
    window.googletag = window.googletag || { cmd: [] };
    googletag.cmd.push(function () {
    googletag.defineSlot(‘/4905536/detik_desktop/news/static_detail’, [[400, 250], [1, 1], [300, 250]], ‘div-gpt-ad-1708418866690-0’).addService(googletag.pubads());
    googletag.enableServices();
    googletag.display(‘div-gpt-ad-1708418866690-0’);
    googletag.pubads().refresh();
    });
    };
    document.body.appendChild(gptScript);
    }
    }
    ];

    var currentAdIndex = 0;
    var refreshInterval = null;
    var visibilityStartTime = null;
    var viewTimeThreshold = 30000;

    function refreshAd() {
    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    if (!adSlot) return;

    currentAdIndex = (currentAdIndex + 1) % ads.length;
    adSlot.innerHTML = “”; // Clear previous ad content
    ads[currentAdIndex](); // Load the appropriate ad

    console.log(“🔄 Ad refreshed:”, currentAdIndex === 0 ? “Creative B” : “Creative A”);
    }

    var observer = new IntersectionObserver(function(entries) {
    entries.forEach(function(entry) {
    if (entry.isIntersecting) {
    if (!visibilityStartTime) {
    visibilityStartTime = new Date().getTime();
    console.log(“👀 Iklan mulai terlihat, menunggu 30 detik…”);

    setTimeout(function () {
    if (visibilityStartTime && (new Date().getTime() – visibilityStartTime >= viewTimeThreshold)) {
    console.log(“✅ Iklan terlihat 30 detik! Memulai refresh…”);
    refreshAd();
    if (!refreshInterval) {
    refreshInterval = setInterval(refreshAd, 30000);
    }
    }
    }, viewTimeThreshold);
    }
    } else {
    console.log(“❌ Iklan keluar dari layar, reset timer.”);
    visibilityStartTime = null;
    if (refreshInterval) {
    clearInterval(refreshInterval);
    refreshInterval = null;
    }
    }
    });
    }, { threshold: 0.5 });

    document.addEventListener(“DOMContentLoaded”, function() {
    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    if (adSlot) {
    ads[currentAdIndex](); // Load the first ad
    observer.observe(adSlot);
    }
    });

    “Jadi jaringan yang sudah kita ungkap selama dua bulan ini, yang termasuk dalam jaringan Fredy pratama ada 7 orang tersangka. 4 orang WNA dan 3 orang WNI,” ucap Waktu.

    Kaki tangan Fredy Pratama itu berhasil diringkus di berbagi wilayah, seperti Jakarta, Tangerang, Banjar, Banjarmasin hingga Banjar Baru.

    Ditanya mengenai tren peningkatan WNA terlibat kasus narkoba di Indonesia, Wahyu menyatakan hal itu bukanlah persoalan baru. Hanya saja, pada beberapa pengungkapan terbaru, tersangka WNI didapati membawa langsung barang haram itu.

    “Masalah WNA dari dulu kan ada juga, tapi kebetulan pada beberapa waktu lalu ada beberapa WNA yang langsung membawa (narkoba untuk diedarkan),” tutur Wahyu.

    “Ada empat WNA Malaysia langsung membawa dari Malaysia. Dibawa sendiri akhirnya bisa kita tangkap, ada juga kurir WNA lain yang datang ke Bali, ada yang dari Jakarta,” lanjutnya.

    Eks Kabaintelkam Polri itu mengatakan modus dan tujuan para pelaku pun beragam. Ada yang berlaku sebagai pelancong, ada pula yang memang menjadi bagian dari sindikat yang ada di Indonesia.

    “Memang ada yang nyambi jadi turis, tapi ada juga yang memang datang ke sini untuk menjadi bagian dari sindikat. Nah ini yang harus kita berantaskan,” tegas Wahyu.

    “Antisipasi kita, tentu kita kerja sama dengan teman-teman kita. Dengan imigrasi, dengan lapas, nggak akan bisa kita selesaikan sendiri. Tidak penting siapa yang hebat, yang penting adalah Indonesia bebas narkoba. Itu melalui usaha bersama,” ucapnya.

    Simak berita selengkapnya di halaman selanjutnya.

    Bareskrim Ungkap 6.881 Kasus Narkoba

    Diketahui, Bareskrim Polri mengungkap 6.881 kasus peredaran gelap narkoba sepanjang Januari-Februari 2024. Sebanyak 9.586 pelaku ditangkap sepanjang pengungkapan ini.

    “Selama periode 1 Januari sampai dengan 27 Februari 2025, Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri beserta jajaran kewilayahan berhasil melakukan pengungkapan terhadap 6.881 kasus tindak pidana narkoba yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia,” kata Komjen Wahyu.

    “Dengan jumlah tersangka sebanyak 9.586 orang,” lanjutnya.

    Dari pengungkapan itu polisi menyita keseluruhan barang bukti sebanyak 4,171 ton. Berikut rinciannya:

    – Sabu: 1,28 ton
    – Ekstasi: 346.959 butir setara 138,783 kg
    – Ganja: 493 kg
    – Kokain: 3,4 kg
    – Tembakau Sintesis: 1,6 ton
    – Obat Keras: 2.199.726 butir setara 659,917 kg

    Wahyu menyebut keseluruhan barang bukti yang diamankan jika dikonversi dalam rupiah bernilai Rp 2,7 triliun. Pengungkapan itu juga diestimasi menyelamatkan hingga 11 juta jiwa berhasil diselamatkan.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Polri Akan Tindak Tegas Kapolres Ngada AKBP Fajar Buntut Kasus Narkotika – Halaman all

    Polri Akan Tindak Tegas Kapolres Ngada AKBP Fajar Buntut Kasus Narkotika – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Polri akan memberi tindakan tegas terhadap Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma yang terjerat kasus narkotika.

    Hal itu seperti disampaikan Dirtipid Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Pol Mukti Juharsa kepada wartawan di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Rabu (5/3/2025).

    “Pokoknya setiap pelaku oknum anggota yang terlibat narkoba tindak tegas,” ucapnya.

    Mukti menuturkan sudah banyak oknum polisi yang ditindak akibat kasus narkotika.

    Mantan Dirnakorba Polda Metro Jaya itu menyampaikan kasus terdekat adalah di Bangka Belitung.

    12 anggota polisi yang bertugas di Jajaran Polda Bangka Belitung dipecat atau mendapat Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) di awal tahun 2025.

    Tujuh di antaranya tersandung kasus pidana narkotika di PTDH.

    “Tegas ya masih ingat nggak di Bangka Belitung (oknum anggota dipecat, red),” ucap Mukti.

    Sebelumnya, Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma telah menjalani tes urine terkait kasus dugaan narkotika.

    Hasilnya, AKBP Fajar dinyatakan positif sabu-sabu.

    “Hasil tes urine positif ss (sabu-sabu, red),” kata Kabid Humas Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) Kombes Henry Novika kepada wartawan, Selasa (4/3/2025).

    Henry tidak menjelaskan lebih lanjut pemeriksaan yang bersangkutan di Propam Polri.

    Komisioner Kompolnas Choirul Anam sebelumnya mendorong Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma yang diduga terjerat kasus dugaan narkotika dan asusila segera diproses pidana.

    “Kami berharap kasus ini langsung lanjut secara simultan ke pidana, satu soal narkobanya dicek apakah betul atau tidak,” katanya kepada wartawan, Selasa (4/3/2025).

    Yang kedua, sambung dia, kasus kekerasan seksualnya juga diproses.

    Kompolnas meyakini Propam Polri mengambil langkah tegas dalam mengusut kasus yang melibatkan anggota Polri.

    “Tidak tinggal diam, langsung aktif bergerak terus memproses pelanggaran dan potensi kejahatan yang dilakukan,” tambahnya.

    Menurutnya, langkah tegas ini penting untuk memastikan bahwa peristiwa serupa tidak berulang kembali. 

    “Aksi ini bisa kita sebut sebagai aksi tidak tinggal diam terhadap berbagai pelanggaran yang dilakukan oleh anggota,” pungkasnya.

    Di samping pengenaan hukum pidana narkoba, hukuman kode etik dan disiplin harus dilakukan sesuai aturan.

  • Bareskrim Tangkap 9.586 Tersangka Kasus Narkoba pada Januari-Februari 2025

    Bareskrim Tangkap 9.586 Tersangka Kasus Narkoba pada Januari-Februari 2025

    Bareskrim Tangkap 9.586 Tersangka Kasus Narkoba pada Januari-Februari 2025
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menangkap 9.586 orang tersangka yang terlibat dalam
    tindak pidana narkoba
    selama periode Januari-Februari 2025.
    Kepala
    Bareskrim Polri
    Komjen Wahyu Widada mengatakan, para tersangka ini ditangkap dari total 6.881 kasus penyebaran dan penggunaan narkotika yang lokasi kejadiannya tersebar di seluruh daerah di Indonesia.
    “(Polri) telah melakukan pengungkapan terhadap sejumlah 6.881 kasus tindak pidana narkoba di berbagai wilayah di Indonesia dengan jumlah tersangka yang berhasil diamankan sebanyak 9.586 orang,” ujar Wahyu di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (5/3/2025).
    Wahyu menegaskan, tidak semua tersangka ini dilakukan penindakan hukum mengingat beberapa dari mereka terindikasi sebagai pengguna.
    Dari keseluruhan kasus yang diungkap Bareskrim, sebanyak 256 kasus diselesaikan menggunakan metode
    restorative justice
    dengan total tersangka yang direhabilitasi sebanyak 337 orang.
    Sebanyak 16 warga negara asing (WNA) ikut ditangkap karena terindikasi terlibat dalam kasus pidana narkoba ini.
    Para WNA ini diketahui berasal dari sejumlah negara, yaitu Amerika, Jerman, Turki, Australia, hingga Malaysia.
    Puluhan tersangka tersebut juga dihadirkan dalam konferensi pers, kebanyakan dari mereka adalah laki-laki dalam berbagai rentang umur.
    Terlihat, ada satu orang tersangka wanita paruh baya di antara tersangka lainnya.
    Ada juga dua orang pria yang diduga warga negara asing ikut memakai baju kaus oranye khas tersangka.
    Dalam konferensi pers ini, Wahyu belum menjelaskan peran para tersangka, tapi dia memastikan, para tersangka ini tidak hanya pemakai, tetapi ada pengedar hingga pemilik gembong narkobanya.
    Para tersangka tidak hanya beroperasi di satu wilayah, tetapi ada yang berangkat dari ujung barat Indonesia hingga ke Jawa dan ke bagian timur.
    Bahkan, ada yang terindikasi berasal dari sindikat narkoba internasional milik Fredy Pratama.
    Total barang bukti sebanyak 4,1 ton ini jika dikonversikan ke rupiah diperkirakan mencapai Rp 2,7 triliun.
    “Berdasarkan barang bukti yang disita ini, kita estimasi dapat menyelamatkan jiwa masyarakat sebanyak 11.407.315 jiwa terkait dengan penggunaan narkoba,” kata Wahyu lagi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.