Produk: minyak bumi

  • Ada Tambahan Lifting 15.000 Barel/Hari

    Ada Tambahan Lifting 15.000 Barel/Hari

    Jakarta

    Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatur sumur minyak yang selama ini dikelola oleh masyarakat. Penertiban ini dilakukan untuk meningkatkan produksi minyak dan gas (migas) di dalam negeri.

    Penertiban ini tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 14 Tahun 2025 tentang Kerja Sama Pengelolaan Bagian Wilayah Kerja untuk Peningkatan Produksi Minyak dan Gas Bumi. Aturan ini ditetapkan di Jakarta pada 3 Juni 2025.

    Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung mengatakan melalui regulasi yang baru diterbitkan, sumur masyarakat yang sudah ada saat ini dapat berproduksi sambil diperbaiki sesuai kaidah keteknikan yang baik. Tujuannya untuk mengurangi dampak lingkungan, isu keselamatan dan sosial kemasyarakatan serta meningkatkan produksi minyak dan penerimaan negara.

    Yuliot mengatakan, Kementerian ESDM dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) sedang menginventarisasi sumur minyak yang dikelola masyarakat di sejumlah daerah. Daerah yang akan dilakukan identifikasi tersebut berada di wilayah Sumatera Selatan, Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Timur, dann Kalimantan Utara.

    “Jadi, dengan adanya inventarisasi, kita mengharapkan kita mendapatkan data awal terhadap sumur masyarakat ini. Akhir Juli ini kita sudah mendapatkan data-data identifikasi yang ada di lapangan,” katanya di Kementerian ESDM, Jakarta Pusat, Selasa (1/7/2025).

    Dengan adanya penertiban sumur minyak masyarakat, diperkirakan ada tambahan produksi 10.000-15.000 barel per hari (bph). Ia mengatakan, nantinya produksi tersebut tercatat sebagai lifting nasional.

    “Jadi, untuk prediksi dengan adanya pemberian legalitas dan juga ini akan tercatat sebagai lifting, kita mengharapkan tambahan liftingnya itu adalah sekitar 10.000 sampai dengan 15.000 barel per hari,” kata Yuliot

    Dalam aturan baru tersebut, perusahaan migas atau KKKS diwajibkan membeli minyak dari sumur masyarakat yang berada dalam wilayah kerja (WK) dan di luar wilayah operasi. Kerja sama antara KKKS dengan sumur rakyat ini dilakukan pada periode penanganan sementara paling lama 4 tahun sejak berlakunya Permen ini atau hingga 2029.

    Berdasarkan Permen tersebut, disebutkan bahwa sumur minyak masyarakat adalah sumur minyak bumi yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Koperasi, dan UMKM. Dalam Permen ini, diatur pembelian hasil produksi minyak sumur masyarakat. Dalam dalam pasal 22 beleid tersebut dijelaskan bahwa Kontraktor wajib memberikan imbalan kepada BUMD, Koperasi, atau UMKM atas penyerahan seluruh hasil produksi Minyak Bumi dari Sumur Minyak BUMD/Koperasi/UMKM.

    Imbalan yang ditetapkan ialah sebesar 80% dari harga minyak mentah Indonesia. Imbalan tersebut merupakan bagian dari biaya operasi Kontraktor pada Kontrak Kerja Sama skema cost recovery. Sementara imbalan pada Kontrak Kerja Sama skema gross split diberlakukan dengan penyesuaian bagi hasil bagian kontraktor (before tax) menjadi sebesar 93%.

    “BUMD, Koperasi, atau UMKM sebagaimana juga wajib memberikan imbalan kepada kelompok masyarakat yang dilibatkan secara wajar berdasarkan kesepakatan para pihak dan paling tinggi sebesar 70% dari harga minyak mentah indonesia,” bunyi Pasal 23 dalam bleid tersebut dikutip, Selasa (17/6/2025).

    Pada Pasal 24, Menteri dapat menugaskan kontraktor untuk melaksanakan perluasan dan/atau pelepasan bagian WK dalam rangka mendukung produksi dari Sumur Minyak BUMD/Koperasi/UMKM. Dalam aturan ini, BUMD, Koperasi, atau UMKM bertanggung jawab atas aspek keselamatan dan kesehatan kerja serta pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan pedoman good engineering practices serta bertanggung jawab atas minyak bumi sampai dengan titik serah sumur minyak.

    Kontraktor wajib memenuhi ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja serta pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dalam penerimaan minyak bumi sejak titik serah sumur minyak. Dalam Permen tersebut juga ditegaskan bahwa hasil produksi minyak bumi dari sumur minyak BUMD/Koperasi/UMKM wajib diserahkan kepada Kontraktor, jika tidak dilakukan maka akan ada tindakan penegakan hukum.

    Tahapan Kerja Sama Produksi Sumur Minyak BUMD/Koperasi/UMKM:

    a. Inventarisasi Sumur Minyak BUMD/Koperasi/UMKM;
    b. Penunjukan pengelola Sumur Minyak BUMD/Koperasi/UMKM;
    c. Pengajuan dan persetujuan kerja sama produksi Sumur Minyak BUMD/Koperasi/UMKM;
    d. Perjanjian kerja sama produksi Sumur Minyak BUMD/Koperasi/UMKM; dan
    e. Pengawasan dan pelaporan

    (ara/ara)

  • Singapura Menjadi Negara Nomor 1 di Asia Tenggara, Indonesia?

    Singapura Menjadi Negara Nomor 1 di Asia Tenggara, Indonesia?

    Jakarta, CNBC Indonesia — Asia Tenggara adalah bagian penting dari sistem perdagangan dunia, maka tidak heran beberapa negara di kawasan ini terhitung kaya.

    Mengutip data terbaru dari WorldAtlas, Minggu (29/6/2025), Singapura menjadi negara terkaya di kawasan ini dengan PDB per kapita US$ 156.755 atau sekitar Rp 2,53 miliar.

    Negara ini maju dengan industri utama termasuk elektronik, petrokimia, dan minyak bumi. Tak hanya itu, melansir WorldAtlas, Singapura menjadi negara nomor satu dengan PDB per kapita tertinggi di dunia pada awal 2025.

    Negara ini dikenal karena lingkungan regulasi yang ramah bisnis dan investasi signifikan dalam infrastruktur, pendidikan, perawatan kesehatan, dan layanan publik.

    Sejak memperoleh kemerdekaan pada tahun 1965, Singapura telah berubah dari negara berpendapatan rendah menjadi negara berpendapatan tinggi, mengalami tingkat pertumbuhan PDB yang luar biasa dengan rata-rata sekitar 7% per tahun.

    Pertumbuhan ini awalnya didorong oleh industrialisasi dan manufaktur yang pesat, yang tetap menjadi pendorong ekonomi utama di samping sektor jasa.

    “Pada tahun 2023, ekonomi Singapura tumbuh sebesar 1,1%, dengan konstruksi dan layanan seperti akomodasi serta informasi dan komunikasi yang memimpin pertumbuhan,” dikutip dari WorldAtlas, Minggu (29/6/2025).

    Negara dengan PDB terbesar kedua di Asia Tenggara adalah Brunei Darussalam dengan US$ 85.758 GDP per kapita atau sekitar Rp 1,38 miliar.

    Selanjutnya adalah Malaysia dengan US$ 43.473 GDP per kapita atau sekitar Rp 704 juta.

    Menduduki peringkat keempat adalah Thailand dengan GDP per kapita sebesar US$ 26.322 atau sekitar Rp 426 juta dan Indonesia menjadi negara Asia Tenggara kelima dengan GDP per kapita US$ 17.611 atau sekitar Rp 285 juta

    Berikut daftar negara terkaya di Asia Tenggara berdasarkan GDP per kapita:

    1. Singapura: US$ 156.755 (Rp 2,53 miliar)
    2. Brunei: US$ US$ 85.758 (Rp 1,38 miliar)
    3. Malaysia: US$ 43.473 ( Rp 704 juta)
    4. Thailand: US$ 26.322 (Rp 426 juta)
    5. Indonesia: US$17.611 (Rp 285 juta)
    6. Vietnam: US$ 17.484 (Rp 283 juta)
    7. Filipina: US$ 12.934 (Rp 209 juta)
    8. Laos: US$ 10.124 (Rp 163 juta)
    9. Kamboja: US$ 8.646 (Rp 140 juta)
    10. Myanmar: US$ 5.923 (Rp 95 juta)
    11. Timor Leste: US$ 4.915 (65 juta)

    (mkh/mkh)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Korea Resmi Suntik Mati Total Tambang Batu Bara BUMN, Listriknya Aman?

    Korea Resmi Suntik Mati Total Tambang Batu Bara BUMN, Listriknya Aman?

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Korea Selatan secara resmi akan menutup tambang batu bara terakhir yang dikelola negara mulai 1 Juli 2025 nanti. Hal itu menandai berakhirnya era tambang batu bara Dogye yang pernah menjadi pendorong ekonomi regional dan berkembang pesat.

    Pada tahun 1960-an dan 70-an, komunitas batu bara ini sempat berkembang pesat di tengah booming yang mengubah wilayah ini menjadi simbol kemakmuran kelas pekerja.

    Masa keemasan industri batu bara dimulai dengan adanya undang-undang tahun 1961 yang membuka jalan bagi pengembangan tambang berskala besar. Pada tahun 1966, batu bara memasok 45,7% energi primer Korea, yang menjadikannya sumber energi yang dominan di negara tersebut.

    “Uang mengalir dengan cepat. Bar-bar mahal didirikan di kota-kota pertambangan, dan ada banyak cerita tentang pelanggan yang meninggalkan tip dengan menyalakan kipas angin listrik dan melemparkan segenggam uang tunai dari karung goni ke udara,” mengutip Korea Times, Sabtu (28/6/2025).

    Era Tambang Batu Bara Berakhir Pekan Depan

    Tambang Batu Bara Dogye di Samcheok, Provinsi Gangwon menjadi tambang batu bara terakhir yang dioperasikan oleh perusahaan milik negara. Tambang tersebut akan ditutup pada hari Senin, yang secara efektif mengakhiri industri pertambangan batu bara publik Korea.

    Seperti diketahui, batu bara merupakan sumber energi utama selama Korea berupaya membangun perekonomian setelah Perang Korea 1950-53. Pemerintah memprioritaskan perluasan infrastruktur kereta api dan energi, yang meningkatkan produksi batu bara. Sebelum perang, kayu bakar merupakan sumber bahan bakar utama, tetapi penggundulan hutan pada masa perang menyebabkan kekurangan bahan bakar yang parah, sehingga mempercepat peralihan ke batu bara.

    Batu bara juga merupakan komponen utama dari “yeontan,” briket yang banyak digunakan untuk menghangatkan rumah-rumah di Korea dari tahun 1950-an hingga 1980-an, yang menjadi tulang punggung kehidupan musim dingin bagi sebagian besar penduduknya.

    Bagi banyak orang Korea, pemandangan briket batu bara yang menyala di musim dingin, dan risiko keracunan karbon monoksida yang selalu ada, tetap menjadi bagian yang jelas dari ingatan nasional, bahkan bagi mereka yang tidak pernah mengalaminya. Adegan tersebut merupakan motif yang akrab dalam drama dari film Korea yang berlatar belakang dekade pascaperang.

    Produksi batu bara Korea mencapai puncaknya pada tahun 1988 dengan jumlah tertinggi sepanjang masa yaitu lebih dari 24,2 juta ton. Namun puncaknya hanya berlangsung sebentar hingga industri ini segera mengalami penurunan tajam.

    Tergantikan Gas Alam Cair

    Setelah mengalami lonjakan tajam harga minyak dunia selama dua kali guncangan minyak, pemerintah Korea berusaha mengurangi ketergantungannya pada minyak bumi. Sebagai bagian dari upaya tersebut, pemerintah mulai memasok gas alam cair ke wilayah metropolitan Seoul pada tahun 1987. Selanjutnya, pada tahun 1989, Korea meluncurkan rencana restrukturisasi besar-besaran untuk menutup tambang batu bara yang tidak menguntungkan.

    Penurunannya berlangsung cepat dan dramatis. Antara tahun 1989 dan 1996, yang mana sebanyak 334 tambang batu bara ditutup. Pada tahun 1992, permintaan batu bara anjlok menjadi 10,74 juta ton atau hanya sepertiga dari puncaknya enam tahun sebelumnya.

    Mulai minggu depan, satu-satunya tambang batu bara yang tersisa yang beroperasi di Korea adalah Tambang Kyungdong Sangdeok yang dikelola oleh swasta, yang juga terletak di daerah Dogye, Samcheok.

    Nuklir Kini Jadi Sumber Energi Utama

    Batu bara terus kehilangan pijakan dalam bauran energi Korea. Batu bara telah menjadi sumber utama pembangkit listrik Korea sejak tahun 2007, tetapi tahun lalu diambil alih oleh tenaga nuklir di tengah-tengah pergeseran yang lebih luas ke arah kebijakan ramah lingkungan dan ketergantungan yang lebih besar pada energi nuklir.

    Kementerian Perdagangan, Industri, dan Energi mengatakan, tenaga nuklir kini menjadi sumber listrik utama di negara ini, dengan porsi 31,7% dari total produksi listrik.

    Meskipun tenaga batu bara masih menempati urutan kedua sebesar 28,1%, namun hal ini tidak terlalu berpengaruh pada industri batu bara domestik Korea. Sebagian besar pembangkit listrik tenaga batu bara mengandalkan batu bara bitumen impor, yang memiliki efisiensi pembakaran yang lebih tinggi. Sebaliknya, sebagian besar batu bara yang diproduksi di dalam negeri adalah antrasit, yaitu jenis yang tidak disukai untuk pembangkit listrik skala besar.

    Seorang pejabat di Korea Coal Corp. mengatakan kepada The Korea Times, semua pekerja di Tambang Batu Bara Dogye akan pensiun.

    “Usia rata-rata pekerja kami sekitar 55 tahun. Beberapa sudah memasuki usia pensiun, sementara yang lain masih relatif muda – di akhir 30-an hingga awal 40-an,” kata pejabat tersebut.

    (dce)

    [Gambas:Video CNBC]

  • ‘Harta Karun’ Ini Bakal Jadi Ladang Uang RI-Malaysia 30 Tahun ke Depan!

    ‘Harta Karun’ Ini Bakal Jadi Ladang Uang RI-Malaysia 30 Tahun ke Depan!

    Jakarta

    Pemerintah Indonesia dan Malaysia sepakat untuk mengelola bersama Blok Ambalat yang telah menjadi objek sengketa batas wilayah sejak lebih dari lima dekade. Kawasan yang berlokasi di Selat Makassar ini terkenal kaya akan ‘harta karun’ minyak bumi dan gas (migas), yang disebut-sebut bisa dimanfaatkan hingga 30 tahun.

    Kesepakatan itu diumumkan langsung oleh Presiden Prabowo Subianto usai mengadakan pertemuan dengan Perdana Menteri Malaysia Dato’ Seri Anwar Ibrahim. Kedua negara telah sepakat segera menyelesaikan masalah perbatasan yang telah menjadi pekerjaan rumah (PR) besar bertahun-tahun lamanya.

    Prabowo memberi contoh terkait masalah Blok Ambalat di perairan Sulawesi. Keduanya sepakat, sambil menyelesaikan masalah-masalah hukum, RI-Malaysia juga mulai dengan kerja sama ekonomi pengembangan bersama atau joint development.

    “Sambil kita saling menyelesaikan masalah hukum, kita sudah ingin mulai dengan kerja sama ekonomi yang kita sebut joint development,” kata Prabowo, dikutip dari siaran langsung Youtube Sekretariat Presiden, Jumat.

    “Apapun yang kita ketemu di laut itu kita akan bersama-sama mengeksploitasi-nya. Jadi kita sepakat bahwa kita ini harus bekerja untuk kepentingan bangsa dan rakyat kita masing-masing,” sambungnya.

    Dalam sejarahnya, Indonesia dan Malaysia yang merupakan negara satu rumpun telah beberapa kali menemui masalah sengketa batas wilayah. Menyikapi hal ini, Prabowo memastikan kedua belah pihak akan mencari jalan tengah yang sama-sama menguntungkan.

    “Kita sepakat hal-hal yang masalah perbatasan yang mungkin memerlukan waktu lagi untuk menyelesaikan secara teknis. Tapi prinsipnya kita sepakat untuk mencari penyelesaian yang menguntungkan kedua pihak,” ujarnya.

    Dalam kesempatan yang sama, Perdana Menteri Malaysia Dato’ Seri Anwar Ibrahim mengatakan, baik Malaysia maupun RI masing-masing memiliki tanggung jawab untuk mengangkat martabat negara, ekonomi, investasi, perdagangan, hingga pendidikan. Hal ini termasuk berfokus pada penyelesaian konflik maritim.

    Selaras dengan itu, menurutnya diperlukan langkah agar kedua negara masih dapat menyelesaikan masalah sengketa, namun di saat yang bersamaan bisa tetap mengoptimalkan sumber daya yang ada bersama-sama. Dalam kasus Blok Ambalat sendiri yakni melalui kerja sama joint development.

    “Kalau nampaknya masih buntu sedikit perundingan, dari segi hukum dan peraturan undang-undang, maka tidak ada halangan untuk kita segerakan kerjasama ekonomi. Termasuk yang disinggung tadi, joint development authority,” ujar Anwar Ibrahim.

    Menurutnya, persoalan tersebut masih membutuhkan waktu yang cukup lama untuk selesai secara tuntas, bahkan bisa memakan waktu hingga dua dekade lagi. Oleh karena itu, waktu dimanfaatkan dengan optimal lewat kerja sama ini agar kedua negara juga bisa segera menuai hasil.

    Sebagai informasi, Ambalat sendiri merupakan area perairan seluas 15.235 kilometer persegi yang terletak di Laut Sulawesi atau Selat Makassar, berdekatan dengan perbatasan darat antara Sabah, Malaysia, dan Kalimantan Timur, Indonesia.

    Wilayah tersebut telah menjadi area konflik antara Indonesia dengan Malaysia sejak lama. Hal ini salah satunya mengingat Blok Ambalat memiliki potensi kekayaan laut yang luar biasa, terutama cadangan migas.

    Berdasarkan informasi yang dihimpun dari berbagai sumber, satu titik tambang di Ambalat yang menyimpan cadangan potensial 764 juta barel minyak dan 1,4 triliun kaki kubik gas. Ini hanya sebagian kecilnya, mengingat Ambalat sendiri punya titik tambang setidaknya 9 titik. Disebut-sebut kandungan migasnya bisa dimanfaatkan hingga 30 tahun.

    (shc/fdl)

  • Menko Airlangga Makin Intens Pelototi Harga Minyak Dunia

    Menko Airlangga Makin Intens Pelototi Harga Minyak Dunia

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan pemerintah terus mencermati perkembangan harga minyak global.

    Pasalnya minyak menjadi salah satu komoditas yang terdampak oleh ketegangan geopolitik di kawasan Timur Tengah. 

    “Pertama tentu bagi pemerintah dampak yang terkait dengan harga minyak menjadi perhatian. Tetapi kelihatannya harga minyak masih di antara [US$] 72 itu,” jelasnya usai menghadiri acara resepsi anak dari Gubernur Jakarta Pramono Anung di kawasan Taman Suropati, Jakarta Pusat, Rabu (25/6/2025). 

    Lebih lanjut, dia menuturkan bahwa pihaknya masih belum bisa memberikan komentar lebih lanjut. 

    “Relatif kita belum bisa memberikan komentar. Kita lihat saja,” tutur Airlangga. 

    Lebih jauh, Airlangga menyoroti pentingnya Selat Hormuz. Dijelaskan, sekitar 30% pasokan minyak dunia melewati jalur tersebut. Kondisi ini dinilai berpotensi berdampak pada kawasan Asia Tenggara. 

    “Kalau selat hormus tentu 30% daripada minyak melalui, itu dan yang akan berdampak itu di Asia Tenggara karena Salah satu market terbesar mereka adalah ke China,” tuturnya. 

    Lebih lanjut, Airlangga menegaskan bahwa produksi minyak nasional (lifting) tidak secara langsung dipengaruhi oleh konflik di Timur Tengah.

    “Kalau lifting kan tidak terkait dengan perang. Lifting terkait dengan eksplorasi,” terangnya. 

    Meski demikian, pemerintah tetap akan mencermati perkembangan situasi.

    “Kita tunggu saja. Ketidakpastian dan unpredictability harus kita jaga,” pungkasnya.

    Mengenai Selat Hormus

    Parlemen Iran menyetujui penutupan Selat Hormuz untuk seluruh kegiatan pelayaran pada Minggu (22/6/2025). 

    “Parlemen telah mencapai kesimpulan bahwa Selat Hormuz harus ditutup,” kata Mayor Jenderal Esmaeli Kowsari, anggota Komisi Keamanan Nasional di Parlemen Iran, sebagaimana disiarkan televisi Iran Press TV. 

    Selat Hormuz merupakan salah satu jalur laut yang paling penting bagi lalu lintas pasokan minyak dunia.

    Kabar penutupan ini mengejutkan dan membuat sejumlah negara khawatir akan berdampak pada penyaluran minyak dunia.

    Gangguan pada aliran minyak melalui selat tersebut akan berdampak buruk pada beberapa pasar, seperti China, India, Jepang, dan Korea Selatan, yang mengimpor sebagian besar minyak dan gas yang melewatinya pada tahun 2024. 

    Di AS, lembaga tersebut melaporkan bahwa impor minyak melalui Selat Hormuz hanya mencapai 7% dari total impor minyak negara tersebut dan 2% dari konsumsi minyak bumi cairnya selama periode yang sama. 

    Namun, para pejabat memperingatkan bahwa gangguan apa pun terhadap aliran minyak melalui selat tersebut dapat secara luas mengganggu pasar energi dan ekonomi internasional.

  • Pertamina Intensif Pantau Pergerakan Tanker di Selat Hormuz hingga Terusan Suez

    Pertamina Intensif Pantau Pergerakan Tanker di Selat Hormuz hingga Terusan Suez

    Bisnis.com, JAKARTA — PT Pertamina International Shipping (PIS) melakukan pengawasan intensif terhadap pergerakan tanker, terutama di kawasan rawan, seperti Terusan Suez, Teluk Arab (Arabian Gulf), dan Selat Hormuz. Langkah itu diambil menyusul memanasnya konflik di Timur Tengah.

    Corporate Secretary PIS Muhammad Baron menyampaikan, melalui penguatan protokol keselamatan dan skenario jalur alternatif, PIS memastikan pengangkutan energi tetap berjalan.

    Sejalan dengan protokol keamanan operasional, kata dia, PIS memastikan bahwa seluruh kapal internasional yang saat ini aktif beroperasi dalam kondisi aman. 

    “Pengawasan ketat dilakukan melalui koordinasi langsung dengan otoritas maritim setempat, awak kapal dan penggunaan sistem pemantauan real-time yang terintegrasi,” ujar Baron melalui keterangan resmi dikutip Selasa (24/6/2025).

    Sebagai langkah antisipatif terhadap potensi gangguan rantai pasok, perusahaan juga telah menyiapkan skenario jalur alternatif untuk pengangkutan energi. Menurut Baron, langkah ini aman dan strategis sebagai titik pengganti jika terjadi eskalasi risiko di jalur utama seperti Selat Hormuz.

    Selat Hormuz merupakan salah satu jalur laut yang paling penting bagi lalu lintas pasokan minyak dunia. Di satu sisi, Iran sedang dalam pembahasan untuk menutup selat tersebut imbas meningkatnya eskalasi di wilayah itu.

    Baron mengatakan, pihaknya terus memantau secara aktif situasi regional dan global, serta mengambil langkah cepat demi memastikan keselamatan awak kapal dan kelancaran distribusi energi. 

    “Kami juga terus berkoordinasi secara intens dengan pemilik kargo untuk mengantisipasi perkembangan terkini. Keselamatan dan keberlanjutan pengangkutan energi menjadi prioritas utama kami dalam menjaga ketahanan energi nasional dan memastikan layanan yang andal kepada konsumen global,” imbuhnya.

    Dia lantas memastikan bahwa PIS terus memperkuat posisinya sebagai pemain utama dalam industri perkapalan global dengan memastikan keamanan, keberlanjutan, dan keunggulan dalam setiap operasionalnya. 

    Dia menuturkan, saat ini puluhan armada tanker PIS beroperasi di lebih dari 65 rute internasional yang dioperasikan melalui anak usaha PIS, yakni PIS Asia Pacific yang memiliki kantor cabang di Singapura, Dubai, dan London. 

    Menurut Baron, langkah-langkah ini menegaskan kesiapan PIS dalam menghadapi ketidakpastian global serta memperkuat posisinya sebagai penyedia jasa logistik energi yang andal, adaptif, dan tangguh di tengah tantangan geopolitik dunia.

    Sebelumnya, pemerintah Iran sedang dalam pembahasan untuk menutup Selat Hormuz imbas memanasnya perang. Penutupan ini telah dibahas oleh Parlemen Republik Islam Iran, di mana mereka telah menyetujui usulan penutupan Selat Hormuz bagi seluruh kegiatan pelayaran. 

    Padahal, Selat Hormuz merupakan salah satu jalur laut yang paling penting bagi lalu lintas pasokan minyak dunia.

    Selat Hormuz terletak di antara Oman dan Iran, menghubungkan Teluk Persia dengan Teluk Oman dan Laut Arab. Selat ini memiliki panjang hampir 161 kilometer (km) dan lebar 34 km pada titik tersempitnya, dengan jalur pelayaran di setiap arah hanya selebar 3 km. 

    Selat Hormuz cukup dalam dan lebar untuk dilalui kapal tanker minyak mentah terbesar di dunia dan merupakan salah satu jalur minyak paling penting di dunia. 

    Volume minyak yang mengalir melalui selat ini sangat besar. Jika selat ditutup, hanya sedikit jalur alternatif perdagangan minyak yang tersedia.

    Berdasarkan data U.S. Energy Information Administration (EIA), pada 2024, aliran minyak melalui Selat Hormuz rata-rata mencapai 20 juta barel per hari (bph), atau setara dengan sekitar 20% dari konsumsi minyak bumi global.

  • Ekonom Ingatkan Perang Iran-Israel Bisa Picu Krisis Ekonomi di RI

    Ekonom Ingatkan Perang Iran-Israel Bisa Picu Krisis Ekonomi di RI

    Jakarta, CNBC Indonesia – Ketegangan geopolitik antar Iran dengan Israel semakin memanas. Pada Jumat (20/6) pekan lalu, Tel Aviv memulai serangan udara ke wilayah Negeri Para Mullah itu untuk melumpuhkan sejumlah fasilitas nuklir yang diduga digunakan untuk pengembangan senjata berbahaya.

    Sejumlah ekonom menilai konflik berkepanjangan di Timur Tengah dapat memengaruhi krisis ekonomi di Indonesia.

    Hal tersebut disebabkan oleh kemungkinan ditutupnya Selat Hormuz oleh Iran. Melalui data Badan Informasi Energi tahun 2024, sekitar 20 juta barel minyak mentah per hari atau 20% dari konsumsi global melewati rute ini.

    Perlu diketahui harga minyak melonjak lebih dari 2% setelah serangan AS terhadap Iran. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan gangguan pasokan.

    Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P Sasmita menjelaskan skenario tersebut akan sangat merugikan Indonesia. Karena akan memicu lonjakan harga minyak secara ekstrem.

    “Kalau itu diambil maka akan berpotensi mencekik suplai minyak dunia sekitar 20%. Atau mungkin bisa jadi 30% tergantung sentimen investor. Dan ini akan sangat destruktif terhadap perekonomian Indonesia,” ujar Ronny kepada CNBC Indonesia, dikutip Senin (23/6/2025).

    Kenaikan harga minyak ini, menurut Ronny akan mendorong inflasi dalam negeri karena biaya impor dan transportasi juga melonjak.

    Di sisi lain, rupiah diperkirakan dapat melemah akibat ketidakpastian global dan peralihan dana investasi ke aset-aset safe haven seperti dolar dan emas. Hal ini akan mendorong Bank Indonesia untuk menaikkan suku bunga untuk menjaga nilai tukar.

    “Akhirnya investor surat hutang tidak keluar karena suku bunga naik jadi mereka mendapat yield, mendapat rayuan yield yang lebih tinggi sehingga mereka bertahan di Indonesia. Kalau mereka keluar, maka rupiah akan semakin tebal, bisa sampai Rp 17 ribu lagi dan mungkin bisa lebih, dan ini akan sangat buruk terhadap perekonomian,” ujarnya.

    Sementara itu, Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin menilai eskalasi konflik yang terjadi di Timur Tengah menjadi perang dunia ke-3 sangat kecil. Kendati demikian, Indonesia perlu menyatakan sikap tegas, menolak aksi unilateral AS-Israel.

    “Karena melanggar prinsip-prinsip kedaulatan negara dan piagam PBB,” ujar Wijayanto kepada CNBC Indonesia, Senin (23/6/2025).

    Pelemahan rupiah dan potensi penambahan subsidi energi akan menambah beban APBN. Maka dari itu, pemerintah harus memastikan program-program kerja yang efektif.

    “Sesuai kebutuhan dan hemat APBN, orientasikan pada program yang menciptakan lapangan kerja dan daya beli,” ujarnya.

    Tak hanya itu, Wijayanto pun menekankan bahwa manajemen utang pemerintah harus lebih disiplin serta mengedepankan keamanan energi.

    “Melalui deal dengan produsen minyak bumi melalui kontrak jangka panjang,” ujarnya.

    (haa/haa)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Ekonomi AS Diprediksi Terguncang Imbas Ikut Campur Perang Israel Vs Iran

    Ekonomi AS Diprediksi Terguncang Imbas Ikut Campur Perang Israel Vs Iran

    Jakarta

    Dampak perang Israel Vs Iran akan dirasakan juga oleh Amerika Serikat (AS). Apalagi, setelah AS mengebom fasilitas nuklir di Iran

    Gubernur Bank Sentral AS atau The Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell mengatakan kenaikan harga minyak imbas konflik timur tengah akan terjadi.

    Meski begitu, pihaknya kini terus melakukan pemantauan terkait dampak ekonomi yang akan ditimbulkan dari hal tersebut.

    “Apa yang biasanya terjadi ketika terjadi gejolak di Timur Tengah adalah lonjakan harga energi, tetapi biasanya akan kembali turun,” ujarnya dikutip dari CNN, Senin (23/6/2025).

    “Hal-hal seperti itu umumnya tidak berdampak lama terhadap inflasi, meskipun tentu saja pada tahun 1970-an dampaknya sangat besar karena adanya serangkaian guncangan besar,” tambah Powell.

    Powel mengatakan kondisi ekonomi AS saat ini lebih kuat dan tidak terlalu bergantung pada minyak luar negeri, berbeda dengan era 1970-an ketika krisis minyak sempat memicu inflasi besar.

    “Ekonomi AS saat ini jauh lebih tidak bergantung pada minyak asing dibandingkan tahun 1970-an,” kata Powell

    Berbeda dengan Powel, para ekonom tidak sepenuhnya yakin konflik ini tidak membawa risiko besar bagi ekonomi AS. Ekonom JPMorgan yang menyatakan, ekonomi AS dan global diperkirakan akan menghadapi beberapa guncangan besar tahun ini imbas pecahnya perang di Timur Tengah.

    Kepala Ekonom Internasional di ING James Knightley, mengatakan konflik Iran-Israel akan menyebabkan lonjakan harga minyak yang dapat dirasakan langsung oleh konsumen AS jika Selat Hormuz ditutup.

    “Salah satu dampak paling langsung bagi konsumen AS akan terjadi jika Selat Hormuz ditutup, yang dapat menyebabkan lonjakan tajam biaya energi karena terganggunya aliran minyak dan gas yang dikirim lewat laut,” terang James.

    Kepala Strategi Ekonomi Morgan Stanley Ellen Zentner meramalkan ekonomi AS akan melambat akibat sentimen tarif impor yang tinggi dan kenaikan harga minyak dunia akibat memanasnya perang Timur Tengah.

    “Dapat memberikan tekanan ke bawah yang kuat pada kemampuan rumah tangga untuk berbelanja, dan itu dapat memperlambat PDB lebih jauh,” ujar Ellen dikutip dari Reuters, Senin (23/6/2025).

    Lembaga Informasi Energi AS (EIA) baru-baru ini menyebut Selat Hormuz yang menghubungkan Teluk Persia dengan Teluk Oman merupakan salah satu titik pengiriman minyak paling penting di dunia.

    Tahun lalu, jumlah minyak yang melewati jalur ini rata-rata mencapai 20 juta barel per hari, atau sekitar 20% dari konsumsi global cairan minyak bumi.

    “Pilihan alternatif untuk mengalirkan minyak jika selat ini ditutup sangat terbatas,” ungkap EIA dalam sebuah artikel online hari Senin.

    Di sisi lain, meski kenaikan harga akibat tarif impor belum terlihat jelas dalam laporan inflasi resmi AS, para ekonom percaya bahwa itu hanya soal waktu.

    Setelah ekonomi global mulai pulih dari pandemi, inflasi pun melonjak di banyak negara. Kondisi ini semakin diperburuk oleh perang Rusia-Ukraina yang membuat harga gas melonjak dan inflasi naik lebih tinggi lagi.

    Situasi serupa bisa saja terulang jika harga minyak dan bensin kembali naik akibat konflik Israel-Iran.

    “Dengan harga barang-barang yang sudah mulai naik karena tarif impor, lonjakan harga bensin akan makin menekan pengeluaran rumah tangga. Ini bisa membuat ekonomi melambat lebih dalam,” kata Knightley

    (hns/hns)

  • Pengamat Ramal Harga Minyak Bisa Tembus US5 per Barel Jika Selat Hormuz Ditutup

    Pengamat Ramal Harga Minyak Bisa Tembus US$145 per Barel Jika Selat Hormuz Ditutup

    Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat memproyeksikan harga minyak dunia bisa melambung ke level US$145 per barel jika Iran menutup Selat Hormuz. Hal ini tak lepas dari terganggunya jalur pengiriman minyak dunia.

    Selat Hormuz merupakan jalur pelayaran penting bagi pengiriman minyak. Menurutnya, 20% pengiriman minyak dan gas (migas) dunia melalui selat tersebut.

    Pengamat ekonomi energi dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Yayan Satyakti menilai jika selat tersebut resmi ditutup imbas memanasnya konflik di Timur Tengah, bakal terjadi disrupsi pasokan global. Apalagi, Iran memiliki kontribusi sekitar 5% terhadap pasokan minyak global.

    Yayan berpendapat, disrupsi pasokan minyak imbas ditutupnya Selat Hormuz bakal lebih dalam dibanding efek dari perang Rusia-Ukraina pada 2022.

    “Kemungkian disrupsinya sekitar 3% hingga 4%, kemungkinan harga minyak jika Selat Hormuz ditutup harga bisa di kisaran US$100 hingga US$145 per barel,” ucap Yayan kepada Bisnis, Senin (23/6/2025).

    Adapun, dilansir dari Reuters, harga minyak dunia sudah mulai bergejolak. Bahkan, melonjak ke level tertinggi sejak Januari 2025 pada perdagangan pagi ini, Senin (23/6/2025).

    Tercatat, harga minyak jenis Brent untuk kontrak pengiriman terdekat naik US$1,92 atau 2,49% menjadi US$78,93 per barel. Sementara itu, minyak West Texas Intermediate (WTI) naik US$1,89 atau 2,56% ke posisi US$75,73 per barel.

    Kendati demikian, proyeksi kenaikan harga minyak tersebut bakal bergantung pada berapa lama Selat Hormuz ditutup. Menurutnya, semakin lama selat itu ditutup, semakin parah jika efeknya.

    Dia menilai efek buruk penutupan Selat Hormuz, bahkan bakal menimpa Iran sendiri.

    “Selat Hormuz vital tak hanya untuk perdagangan internasional, tapi bagi Iran sendiri untuk melakukan aktivitas perdagangan internasional. Kalau tutup dalam jangka panjang itu enggak baik bagi ekonomi Iran,” jelas Yayan.

    Yayan berpendapat hal tersebut pun bakal berdampak bagi Indonesia, yakni harga BBM bisa naik. Oleh karena itu, dia mengingatkan agar pemerintah dan para pemangku kepentingan mulai mencari pasokan minyak mentah tak hanya dari Timur Tengah.

    “Strateginya kita kan sudah ada hubungan dagang dengan AS, saya kira harus kita akselerasi impor BBM dari AS atau negara lainnya,” ucap Yayan.

    Sementara itu, Founder & Advisor ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto menilai harga minyak bisa melonjak jika eskalasi di Timur Tengah kian meluas. Artinya, jika konflik meluas dan tak hanya melibatkan Israel, Iran, dan AS, maka harga minyak bisa melambung.

    Namun, jika konflik itu masih terbatas, harga minyak perlahan akan kembali turun.

    “Kalau terbatas, perlahan harga akan kembali turun ke fundamentalnya di kisaran US$60-US$70 per barel. Kalau perang meluas, ya tidak ada yang tahu berapa batas atasnya,” kata Pri Agung.

    Selat Hormuz merupakan salah satu jalur laut yang paling penting bagi lalu lintas pasokan minyak dunia. Di satu sisi, pemerintahan Iran sedang dalam pembahasan untuk menutup selat tersebut.

    Penutupan ini telah dibahas oleh Parlemen Republik Islam Iran pada Minggu (22/6/2025), di mana mereka telah menyetujui usulan penutupan Selat Hormuz bagi seluruh kegiatan pelayaran.

    Selat Hormuz, yang terletak di antara Oman dan Iran, menghubungkan Teluk Persia dengan Teluk Oman dan Laut Arab. Selat ini memiliki panjang hampir 161 kilometer (km) dan lebar 34 km pada titik tersempitnya, dengan jalur pelayaran di setiap arah hanya selebar 3 km.

    Selat Hormuz cukup dalam dan lebar untuk dilalui kapal tanker minyak mentah terbesar di dunia dan merupakan salah satu jalur minyak paling penting di dunia.

    Volume minyak yang mengalir melalui selat ini sangat besar. Jika selat ditutup, hanya sedikit jalur alternatif perdagangan minyak yang tersedia.

    Berdasarkan data U.S. Energy Information Administration (EIA), pada 2024, aliran minyak melalui Selat Hormuz rata-rata mencapai 20 juta barel per hari (bph), atau setara dengan sekitar 20% dari konsumsi minyak bumi global.

  • Ekonom Wanti-wanti Eskalasi Perang Iran-Israel Bisa Tekan Manufaktur RI

    Ekonom Wanti-wanti Eskalasi Perang Iran-Israel Bisa Tekan Manufaktur RI

    Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom menilai konflik perang Iran dengan Israel dan keterlibatan Amerika Serikat (AS) akan berdampak ke kinerja industri secara global, termasuk Indonesia, meskipun saat ini efeknya masih terbatas. 

    Direktur Eksekutif Core Mohammad Faisal mengatakan, rantai pasok barang-barang selain energi dari kawasan Teluk Persia, termasuk Selat Hormuz, tergolong tak signifikan. Sebab, jalur perdagangan global yang paling besar saat ini bukan melalui kawasan tersebut, melainkan Laut Merah dan Terusan Suez. 

    “Untuk bahan baku secara umum, mungkin tidak terlalu banyak untuk saat sekarang dampaknya,” kata Faisal kepada Bisnis, Senin (23/6/2025). 

    Menurut dia, selama jalur utama perdagangan tersebut tidak terganggu untuk memasok barang-barang selain energi, maka kondisi usaha masih bisa berjalan normal. 

    Namun, dia menekankan pentingnya kewaspadaan jika konflik meluas ke wilayah lain seperti Mesir atau Terusan Suez. Apabila kondisi tersebut terjadi, maka rantai pasok global secara lebih luas bisa terganggu. 

    “Kecuali kalau juga merambah diperlukan lebih luas lagi sampai ke Mesir misalnya, sampai ke Terusan Suez dan lain-lain, yang ini bisa memengaruhi rantai pasok secara lebih jauh,” jelasnya.

    Konflik perang antara Iran dan Israel yang berpotensi meluas juga menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelaku ekspor-impor. Apalagi, sebelumnya industri masih cemas dengan adanya dinamika kebijakan sebelumnya seperti tarif perdagangan era Presiden Trump. 

    “Dengan kebijakan tarif Trump saja selama ini sudah mengganggu dari sisi rantai pasok karena terjadi hambatan congestion di pelabuhan-pelabuhan besar,” ujarnya. 

    Dia tak memungkiri konflik tersebut akan berakibat pada lonjakan biaya logistik, bahkan bisa mencapai dua kali lipat dari kondisi normal.

    Meskipun untuk saat ini belum ada dampak signifikan terhadap logistik akibat perang, perubahan rute pelayaran bisa saja terjadi, terutama untuk menghindari wilayah konflik. 

    “Tidak menutup kemungkinan juga ada perubahan rute yang mungkin selama ini mendekati Timur Tengah, terutama Teluk Persia, mungkin itu dihindari,” terangnya.

    Dia menegaskan bahwa secara umum, jalur perdagangan seperti Selat Malaka dan perairan Asia Timur saat ini belum terganggu sehingga rantai pasok global masih berjalan relatif normal. 

    Namun demikian, risiko terhadap perubahan biaya logistik di masa depan tetap ada. 

    “Untuk saat sekarang masih relatif terbatas, tapi memang perlu diantisipasi ke depan,” tuturnya.

    Dengan situasi yang terus berkembang, para pelaku usaha dan pembuat kebijakan disarankan untuk waspada terhadap potensi lonjakan biaya energi dan logistik. 

    Pengalihan jalur pelayaran serta meningkatnya ketidakpastian global menjadi faktor yang harus diperhitungkan dalam menjaga stabilitas ekonomi dan rantai pasok internasional.

    Ketegangan geopolitik yang memanas di kawasan Timur Tengah, terutama di sekitar Teluk Persia, dinilai berpotensi mengganggu kelancaran rantai pasok global, khususnya dalam sektor energi. 

    Wilayah ini dikenal sebagai jalur penting perdagangan minyak dunia sehingga konflik yang terjadi di sana menimbulkan kekhawatiran serius bagi para pelaku ekonomi global.

    “Kalaupun ada gangguan dalam hal kelancaran rantai pasok global, ini lebih yang terkait dengan minyak sebetulnya. Karena konfliknya melibatkan wilayah Timur Tengah, khususnya adalah di sekitar Teluk Persia,” jelasnya

    Terlebih, menekankan bahwa Teluk Persia, termasuk Selat Hormuz, merupakan jalur vital dalam distribusi minyak bumi dunia.

    Dampak dari ketegangan tersebut sudah mulai terasa dengan naiknya harga minyak di pasar global. 

    “Kondisi perang tentu saja akan mempengaruhi suplai transportasi dari perdagangan minyak. Yang mana ini akan berpengaruh terhadap peningkatan harga minyak,” ujarnya. 

    Harga minyak, menurutnya, telah naik dari level US$60 per barel menjadi sekitar US$75 per barel dan masih berpotensi terus meningkat hingga US$80 per barel apabila situasi tak kunjung mereda.

    Kenaikan harga minyak ini otomatis meningkatkan biaya energi secara keseluruhan. Meskipun komoditas substitusi seperti gas juga terdampak, skalanya tidak sebesar minyak bumi. 

    “Bagaimana dengan komoditas substitusinya seperti gas dan lain-lain ini juga berpotensi untuk naik, walaupun kenaikannya tidak sebesar minyak buminya,” pungkasnya.