Produk: masker

  • Peneliti Unair Temukan Mikroplastik dalam Air Ketuban-Urine, Bisa Begini Dampaknya

    Peneliti Unair Temukan Mikroplastik dalam Air Ketuban-Urine, Bisa Begini Dampaknya

    Jakarta

    Penelitian mengenai keberadaan mikroplastik dalam tubuh manusia kembali menunjukkan kenyataan yang mengkhawatirkan. Hal itu diungkapkan dosen Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Unair) Dr Lestari Sudaryanti dr MKes dalam penelitian yang dilakukan di daerah Gresik, Jawa Timur.

    Ia mengungkap temuan mikroplastik tidak hanya pada pekerja pemilah sampah, tetapi juga pada air ketuban ibu hamil, darah, dan urine.

    Fakta tersebut ia temukan berdasarkan sampel yang diambil dari pekerja pemilah sampah di tiga daerah, yakni (Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Ngitik, Bawean, dan Wringin Anom. Juga, pada air ketuban ibu hamil di Puskesmas dan rumah sakit di Gresik, berkolaborasi dengan NGO Wonjin dari Korea untuk analisis darah dan urine.

    “Untuk air ketuban itu, total sampel sekitar 48 dan semuanya positif mengandung mikroplastik,” ungkapnya, dikutip dari laman Unair, Kamis (27/11/2025).

    Dr Lestari menambahkan mikroplastik juga ditemukan dalam urine dengan jumlah partikel yang berbeda-beda. Semua perhitungan dilakukan menggunakan mikroskop untuk mengetahui jumlah partikel per mililiter.

    Adapun hasil identifikasi lengkap dari Korea masih dalam proses, namun secara garis besar diketahui bahwa jenis mikroplastik yang ditemukan terutama dari golongan phthalates. Selain itu, analisis awal menunjukkan keberadaan berbagai senyawa seperti naphthalene, fluorine, pyrene, styrene, serta logam berat seperti kadmium (Cd), timbal, krom (Cr), dan nikel.

    “Plastik yang lentur-lentur itu banyak mengandung phthalates, terutama plastik sekali pakai,” jelasnya.

    Menurutnya, logam berat dapat melekat pada plastik sebagai stabilisator sehingga ikut masuk ke dalam. Untuk memahami bagaimana mikroplastik masuk ke air ketuban, tim peneliti juga menganalisis darah ibu.

    Pengiriman sampel ke luar negeri dilakukan dalam bentuk plasma dan whole blood karena lebih memungkinkan daripada membawa sampel air ketuban.

    Dampak Mikroplastik

    Secara teori, paparan mikroplastik dapat memicu stres oksidatif dan inflamasi, yang kemudian mempengaruhi metabolisme tubuh, termasuk hormon.

    “Plastik itu bersifat estrogenik, jadi berisiko pada penyakit-penyakit yang terkait estrogen, misalnya PCOS,” jelasnya.

    Dr Lestari memaparkan bahwa mikroplastik dapat masuk melalui inhalasi, oral, maupun kulit. Pada sistem pernapasan, mikroplastik dapat terdeposit di alveoli dan berdampak pada gangguan pernapasan seperti PPOK atau Penyakit Paru Obstruktif Kronis.

    Lebih jauh lagi, akumulasi plastik dapat mempengaruhi insulin dan metabolisme, sehingga berpotensi meningkatkan risiko diabetes, hipertensi, dan obesitas.

    “Berdasarkan pengukuran objektif pada petugas pemilah sampah perempuan itu, kita melihat angka temuan obesitasnya tinggi, sekitar 48 persen kemudian gizi lebihnya itu 17 persen.” ungkapnya.

    Mikroplastik Bisa Masuk ke Organ Penting Termasuk Otak

    Tak hanya itu, Dr Lestari juga memaparkan mikroplastik bisa menyebar secara sistemik melalui darah dan mencapai organ-organ penting, termasuk otak. Sejumlah riset juga menunjukkan kemampuan mikroplastik menembus sawar otak.

    Dalam pengujian mikroskopis, mikroplastik memiliki beragam bentuk seperti fiber, filament, dan microbeads.

    “Dan microbeads ini yang banyak pada produk skincare yang untuk kaya pembersih muka, untuk mengurangi jerawat.”

    Masuknya mikroplastik ke tubuh manusia juga berkaitan dengan berbagai proses lingkungan, mulai dari kondensasi di awan, turunnya hujan, absorbsi oleh tanaman, hingga masuk ke rantai makanan melalui plankton dan ikan.

    Dampak Mikroplastik pada Bayi

    Di sisi lain, temuan seluruh air ketuban pada 48 sampel mengandung mikroplastik memunculkan kekhawatiran tersendiri.

    Dr Lestari menjelaskan pemeriksaan Malon DLDH menunjukkan peningkatan kadar pada sebagian sampel, meski analisis korelasi dengan jumlah partikel mikroplastik masih berlangsung.

    “Bayi itu makan air ketuban. Jadi pasti ada impact-nya,” ujarnya.

    Meski begitu, ia menegaskan untuk mengetahui dampak lebih spesifik, perlu adanya penelitian lebih lanjut termasuk studi pada hewan coba. Pada penelitian ini, sebagian besar berat badan bayi berada dalam kategori normal, meski ditemukan sejumlah kasus berat badan lahir rendah.

    Ia memberikan beberapa langkah pencegahan terutama bagi masyarakat yang berisiko tinggi terpapar mikroplastik, seperti pekerja di lingkungan TPA. “

    Harus pakai alat pelindung diri, masker, dan cuci tangan dengan bersih. Otomatis juga harus rutin kontrol kesehatan. Karena kecenderungan obesitas dan gizi yang lebih banyak, perempuan yang lebih rentan terhadap plastik membawa risiko itu saat hamil. Bayi dalam lingkungan penuh stres oksidatif pun akan mengalami dampaknya pada metabolisme,” pungkas Dr Lestari.

    Halaman 2 dari 3

    (suc/suc)

  • Fakta-fakta ‘Flu Babi’ H1pdm09, Tewaskan 5 Anak di Riau

    Fakta-fakta ‘Flu Babi’ H1pdm09, Tewaskan 5 Anak di Riau

    Jakarta

    Kementerian Kesehatan RI melaporkan lima anak meninggal dunia akibat infeksi Influenza A/H1pdm09, yang sebelumnya dikenal sebagai flu babi, serta Haemophilus influenzae. Kasus tersebut terjadi di Dusun Datai, Kecamatan Batang Gansal, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau.

    Hasil penyelidikan epidemiologi menunjukkan minimnya fasilitas kesehatan dasar di wilayah tersebut. Dusun Datai tidak memiliki MCK, tidak ada tempat pembuangan sampah, ventilasi rumah buruk, dan aktivitas memasak dengan kayu bakar dilakukan di ruangan yang sama dengan tempat tidur. Kondisi ini meningkatkan risiko penularan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), terutama pada anak-anak.

    Selain masalah lingkungan, ditemukan pula banyak warga dengan gizi kurang dan cakupan imunisasi dasar yang rendah.

    Hasil laboratorium menunjukkan adanya kombinasi infeksi Influenza A/H1pdm09, pertusis, adenovirus, dan bocavirus. Temuan ini memperkuat analisis bahwa status gizi dan rendahnya kekebalan tubuh membuat warga rentan terhadap penyakit.

    Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan Kementerian Kesehatan, Sumarjaya, menyampaikan bahwa kondisi lingkungan di Dusun Datai menjadi penyebab penyakit mudah menyebar.

    “Kami menemukan rumah padat, ventilasi minim, nyamuk banyak, dan warga hidup dalam paparan asap kayu bakar setiap hari. Situasi seperti ini membuat penyakit pernapasan lebih mudah menular, terutama pada balita,” ujarnya.

    Ia menegaskan bahwa krisis ISPA ini bukan sekadar persoalan medis, tetapi terkait erat dengan sanitasi, perilaku hidup, dan akses layanan kesehatan.

    “Jika kondisi sanitasi, gizi, dan kebiasaan sehari-hari tidak diperbaiki, penularan akan terus berulang,” kata Sumarjaya.

    Wanti-wanti Kemenkes RI

    Untuk merespons kondisi tersebut, Kemenkes bersama pemerintah daerah melakukan pengobatan massal, memperkuat intervensi gizi, dan memberikan perhatian khusus kepada balita dan ibu hamil melalui pemberian makanan tambahan (PMT), vitamin, dan pemantauan kesehatan. Edukasi terkait etika batuk, penggunaan masker, dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) juga diperluas.

    Tim kesehatan juga melakukan pengambilan sampel tambahan untuk memastikan tidak ada patogen lain yang beredar, mengingat variasi gejala dan temuan multipatogen sebelumnya.

    Sebagai langkah jangka panjang, Kemenkes bersama pemerintah daerah mulai menyusun perbaikan lingkungan, termasuk pembuatan tempat pembuangan sampah, kerja bakti pembersihan area rawan nyamuk, hingga pemisahan area memasak dan area tidur di rumah warga. Media KIE untuk sekolah terpencil juga disiapkan untuk edukasi berkelanjutan.

    Apa Itu ‘Flu Babi’?

    Dikutip dari Cleveland Clinic, flu babi atau swine flu (H1N1) adalah infeksi yang disebabkan oleh salah satu jenis virus influenza. Disebut ‘flu babi’ atau swine flu karena virus ini mirip dengan virus flu yang menginfeksi babi. Pada babi, virus ini menyebabkan penyakit pernapasan yang menyerang paru-paru. Flu babi (H1N1) pada manusia juga merupakan infeksi saluran pernapasan.

    Pada April 2009, para peneliti menemukan strain baru virus H1N1. Virus ini pertama kali terdeteksi di Amerika Serikat. Dalam waktu singkat, virus tersebut menyebar dengan cepat ke seluruh AS dan ke berbagai negara di dunia karena merupakan tipe virus flu yang benar-benar baru.

    Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) setelah menghadapi tekanan dari para produsen industri daging dan sejumlah pemerintah yang khawatir, pada hari Kamis (30/4/2009) menyatakan bahwa mereka akan menyebut strain virus baru yang mematikan itu sebagai influenza A (H1N1), bukan swine flu.

    “Mulai hari ini, WHO akan menyebut virus influenza baru ini sebagai ‘influenza A (H1N1)’,” tulis WHO di situs resminya, dikutip berita Reuters 2009.

    Dikutip dari WHO, sebelum pandemi H1N1 pada tahun 2009, virus influenza A (H1N1) ini belum pernah diidentifikasi sebagai penyebab infeksi pada manusia. Analisis genetik menunjukkan virus tersebut berasal dari virus influenza hewan dan tidak berkaitan dengan virus influenza musiman H1N1 yang sudah beredar di masyarakat sejak tahun 1977.

    Setelah laporan awal mengenai wabah influenza di Amerika Utara pada April 2009, virus influenza baru ini menyebar dengan sangat cepat ke seluruh dunia. Ketika WHO menetapkan status pandemi pada Juni 2009, sebanyak 74 negara dan wilayah telah melaporkan infeksi yang terkonfirmasi melalui laboratorium.

    Berbeda dari pola flu musiman pada umumnya, virus baru ini menyebabkan lonjakan kasus yang tinggi selama musim panas di belahan Bumi utara, dan bahkan lebih tinggi lagi saat memasuki cuaca yang lebih dingin. Virus tersebut juga menimbulkan pola kesakitan dan kematian yang tidak biasa untuk infeksi influenza.

    WHO kemudian menyatakan pandemi telah berakhir pada Agustus 2010. Namun, H1N1 tetap dapat menginfeksi dan menulari orang. Saat ini H1N1 menjadi salah satu virus flu musiman yang masih dapat menyebabkan penyakit, rawat inap, bahkan kematian.

    Senada, Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Prof Tjandra Yoga Aditama, menjelaskan H1N1pdm09 adalah virus penyebab pandemi 2009 dan menjadi pandemi pertama yang dinyatakan WHO setelah pemberlakuan International Health Regulations (IHR) 2005.

    “Awalnya disebut swine flu atau flu babi, tetapi kemudian diketahui penularannya tidak terbatas, sehingga istilah flu babi sebaiknya tidak digunakan lagi,” beber Prof Tjandra kepada detikcom Selasa (26/11/2025).

    Ia menambahkan, sebagian besar virus H1N1 yang beredar saat ini merupakan H1N1pdm09 dan sudah tergolong influenza musiman. Selain itu, virus H3N2 juga tengah memicu peningkatan kasus flu di berbagai negara.

    Mengapa ‘ Flu Babi’ Bisa Picu Kematian?

    Dihubungi terpisah, Epidemiolog Griffith University, Dicky Budiman, menjelaskan virus tersebut kini telah berubah menjadi bagian dari influenza musiman dan terus bersirkulasi secara global. Aktivitas influenza, kata Dicky, berubah-ubah setiap musim sehingga Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) secara rutin memantau pergerakannya dan menentukan komposisi vaksin flu tahunan. H1N1 sendiri sering masuk dalam komposisi vaksin.

    Adapun infeksi ini dapat berujung fatal karena dipengaruhi oleh faktor host, yaitu kondisi tubuh anak. Menurut Dicky, anak kecil memiliki sistem imun yang masih berkembang. Bila disertai malnutrisi atau imunisasi yang tidak lengkap, kerentanan mereka terhadap infeksi berat akan semakin meningkat.

    Faktor lingkungan juga berperan besar, seperti paparan asap kayu bakar, ventilasi rumah yang buruk, kepadatan hunian, hingga sanitasi yang tidak memadai.

    “Ini kalau di epidemiologi itu ya faktor host, faktor agentnya, faktor lingkungan. Dan terutama ada koinfeksi bakteri atau virus yang meningkatkan risiko pneumonia berat dan kematian,” ucapnya saat dihubungi detikcom, Rabu (26/11/2025).

    “Nah ini yang laporan lapangan kan menunjukkan kombinasi faktor risiko ini. Selain itu pada anak kecil cadangan fisiologisnya rendah sehingga cepat sekali dekompensasi,” lanjutnya.

    Sementara itu, Dicky juga menjelaskan gejala yang perlu diwaspadai pada kasus influenza meliputi demam mendadak, batuk, sakit tenggorokan, nyeri otot, dan rasa lemas.

    Pada anak-anak, gejala tambahan seperti mual dan muntah dapat muncul. Pada bayi dan balita, tanda-tandanya kadang tidak khas, tetapi dapat terlihat dari menurunnya nafsu makan, menjadi lebih rewel, atau munculnya gejala sesak napas.

    “Dan komplikasi yang menyebabkan kematian pada anak biasanya adalah Pneumonia Virus Primer atau Super Infeksi Bakteri, misalnya Streptococcus Pneumonia ataupun Haemophilus Influenza yang Non-typeable (NTHi),” tuturnya.

    Halaman 2 dari 4

    (suc/up)

  • Atap Bocor dan Banjir Tak Menghalangi Frido Mengajar di Sanggar Pijar untuk Anak-anak Kelompok Marjinal di Surabaya
                
                    
                        
                            Surabaya
                        
                        26 November 2025

    Atap Bocor dan Banjir Tak Menghalangi Frido Mengajar di Sanggar Pijar untuk Anak-anak Kelompok Marjinal di Surabaya Surabaya 26 November 2025

    Atap Bocor dan Banjir Tak Menghalangi Frido Mengajar di Sanggar Pijar untuk Anak-anak Kelompok Marjinal di Surabaya
    Tim Redaksi
    SURABAYA, KOMPAS.com
    – Terkadang, sosok guru tidak harus berbalut seragam atau bekerja di bawah atap bangunan sekolah megah.
    Guru juga bukan hanya sosok dengan gelar pendidikan berlapis untuk mengajarkan sesuai dengan kurikulum yang ditetapkan.
    Terkadang, guru juga dikenal di tengah-tengah kampung padat penduduk dengan ekonomi ke bawah dan kelompok terpinggirkan.
    Itulah yang dilakukan
    Frido Yoga
    (39), pengajar sekaligus salah seorang pendiri
    Sanggar Pijar

    Surabaya
    .
    Tanpa bet seragam yang ternama, ia mengajarkan anak-anak yang tinggal di pinggiran rel kereta Jalan Tambak Mayor Utara, Kecamatan Asemrowo, Surabaya, Jawa Timur.
    Padahal, mereka masih harus menumpang rumah warga dengan atap yang sering bocor dan banjir menggenang kala hujan. Tapi itu tak mematahkan semangat Frido untuk mencerdaskan generasi bangsa.
    Sanggar Pijar merupakan sebuah lembaga belajar nonformal bagi anak-anak dari kalangan keluarga ekonomi bawah, anak yatim piatu, hingga kelompok marjinal.
    Ia menuturkan, seringkali kegiatan belajar mengajar terpaksa diliburkan karena Kawasan Tambak Mayor selalu menjadi langganan banjir saat musim hujan tiba.
    “Setiap banjir, sekolah-sekolah termasuk kegiatan sanggar terpaksa libur,” ungkapnya, saat dihubungi Kompas.com.
    Selain mengganggu mobilitas, banjir juga meningkatkan potensi penyebaran penyakit karena air selokan dan sampah yang meluap.
    “Masyarakat, terutamanya anak-anak, menjadi rawan terserang penyakit karena banyak sampah-sampah yang meluap terbawa arus air,” tutur dia.
    Frido menceritakan mulanya saat masih bergabung dengan Serikat Buruh pada tahun 2020, dia diajak oleh seorang teman untuk membantu mengolah Sanggar Pijar.
    “Awalnya cuma diminta untuk membantu, ya sebagai pengajar, kadang juga sebagai pengurus kalau ada acara-acara di sanggar,” jelas Frido saat dihubungi Kompas.com.
    Ada sekitar enam orang, termasuk Frido sebagai pelopor pendirian sanggar tersebut.
    Awalnya hanya berbentuk kelompok belajar kecil di kampung Tanjungsari Jaya, Kecamatan Sukomanunggal, Surabaya, Jawa Timur.
    Tujuannya, memberikan akses dan kesempatan anak-anak di wilayah tersebut memperoleh pendidikan yang layak, serta mengembangkan bakat dan kemampuan mereka.
    Meskipun kala itu pandemi Covid-19 melanda Indonesia, kegiatan belajar mengajar di sanggar tetap berlangsung sebisa mungkin.
    “Jadi ya lumayan ribet juga sih, ada pembatas, pakai masker, tapi mau gimana lagi,” tuturnya.
    Walaupun hanya beralaskan lapangan umum dan papan tulis sederhana, tidak menyurutkan semangat 20 siswa yang belajar di Sanggar Pijar.
    “Jadi belajar kita memang biasanya di lapangan, kadang balai RT tapi tempatnya terlalu sempit dengan jumlah anak yang semakin banyak,” ujarnya.
    Karena kurangnya fasilitas yang memadai ditambah kondisi pandemi yang semakin buruk, memaksa Sanggar Pijar vakum pada tahun 2022 hingga Agustus 2024.
    “Selama itu juga banyak teman-teman yang dari Serikat Buruh itu keluar, akhirnya sekarang saya yang menjadi koordinator meneruskan,” jelasnya.
    Saat Sanggar Pijar aktif kembali, markas berpindah ke perkampungan di Jalan Tambak Mayor Utara, Surabaya.
    Beruntungnya ada salah seorang warga sukarela mau meminjamkan rumahnya untuk tempat belajar Sanggar Pijar.
    “Kan memang target kita masyarakat ekonomi bawah dan terbatas, kebetulan juga di sini ada warga yang secara sukarela mau menampung kami selama kegiatan belajar mengajar,” paparnya.
    Kini, Sanggar Pijar semakin berkembang dan berlokasi di dua tempat yakni di Jalan Tambak Mayor Utara dan Pulo Wetan, Kecamatan Wonokromo dengan siswa berumur antara 7 hingga 13 tahun.
    Kelasnya dimulai setiap hari Sabtu sekitar pukul 15.00-18.00 WIB.
    “Kalau di Tambak Mayor ada sekitar 16 murid, kalau di Wonokromo sekitar 10 sampai 15 siswa,” sebutnya.
    Pria yang bekerja sebagai ojek online (ojol) itu menerangkan, alasan dirinya tetap bertahan sebagai pekerja sosial karena kesadaran sosial yang didapatkannya sejak bergabung dengan Serikat Buruh.
    “Dulu kan saya di Serikat Buruh juga aktif dalam kegiatan-kegiatan pendidikan, literasi dan isu HAM yang lingkupnya juga masyarakat kelas bawah,” terangnya.
    Meski demikian, ia kerap kali harus mendapati kendala biaya untuk mengembangkan kegiatan sanggar.
    “Kadang mau gak mau kita harus rogoh dari kantong sendiri, tapi kalau sekarang kita biasanya ada kas dari anak-anak seikhlasnya itu digunakan untuk beli buku, spidol, pensil mereka,” jelasnya.
    Terlepas dari itu, Frido merasa senang setiap kali melihat perkembangan diri para muridnya.
    “Ada yang dulu salah satu anak awalnya takut sampai nangis dengan matematika, tapi sekarang sudah mulai berani,” ucapnya.
    Ia berharap, ke depannya pemerintah dapat lebih memperhatikan nasib para pekerja sosial di Indonesia karena terdapat kontribusi dan dampak yang cukup besar kepada masyarakat.
    “Termasuk saat pemerintah mencanangkan sekolah rakyat, menurut saya kenapa engga dari sanggar-sanggar pendidikan yang ada saja dikembangkan dulu,” tutupnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 5 Anak Meninggal di Riau Kena ‘Flu Babi’, Ini Kata Pakar soal Penularan-Pencegahannya

    5 Anak Meninggal di Riau Kena ‘Flu Babi’, Ini Kata Pakar soal Penularan-Pencegahannya

    Jakarta

    Kementerian Kesehatan RI melaporkan lonjakan kasus infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) di Dusun Datai, Kecamatan Batang Gansal, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau. Berdasarkan data hingga 23 November 2025, sebanyak 224 warga mengalami gangguan pernapasan. Seluruh pasien kini dilaporkan dalam kondisi membaik.

    Namun, Kemenkes menyebut terdapat lima kasus kematian pada anak. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan kelima anak tersebut positif terinfeksi Influenza A/H1pdm09 serta Haemophilus influenzae. Virus H1pdm09 merupakan jenis influenza yang pernah memicu wabah global pada 2009 dan sebelumnya dikenal sebagai flu babi.

    Menanggapi temuan tersebut, Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Prof Tjandra Yoga Aditama, menjelaskan H1N1pdm09 adalah virus penyebab pandemi 2009 dan menjadi pandemi pertama yang dinyatakan WHO setelah pemberlakuan International Health Regulations (IHR) 2005.

    “Awalnya disebut swine flu atau flu babi, tetapi kemudian diketahui penularannya tidak terbatas, sehingga istilah flu babi sebaiknya tidak digunakan lagi,” beber Prof Tjandra kepada detikcom Selasa (26/11/2025).

    Ia menambahkan, sebagian besar virus H1N1 yang beredar saat ini merupakan H1N1pdm09 dan sudah tergolong influenza musiman. Selain itu, virus H3N2 juga tengah memicu peningkatan kasus flu di berbagai negara.

    Prof Tjandra menjelaskan langkah pengendalian H1N1pdm09 mencakup tiga hal utama. Pertama, pencegahan melalui pola hidup sehat, menjaga daya tahan tubuh, etika batuk, dan penggunaan masker bagi yang sakit.

    Kedua, pencegahan melalui vaksinasi influenza. Ketiga, pemberian obat antivirus pada pasien dengan gejala berat karena sebagian besar kasus bersifat ringan.

    Ia juga menekankan perlunya kewaspadaan bersama.

    “Dunia, termasuk kita, harus terus memantau berbagai strain virus influenza untuk melihat kecenderungan, peningkatan kasus, maupun potensi wabah,” ujarnya.

    Hingga kini, investigasi epidemiologis di wilayah terdampak masih berlangsung, termasuk penelusuran faktor risiko, pola penularan, dan upaya pencegahan lanjutan. Kemenkes mengimbau masyarakat tetap waspada terhadap gejala gangguan pernapasan, khususnya pada anak.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Pemerintah Akan Bikin Satgas Penanganan Demam Babi Afrika”
    [Gambas:Video 20detik]
    (naf/naf)

  • Waspada Flu Babi, 5 Anak Dilaporkan Meninggal di Riau

    Waspada Flu Babi, 5 Anak Dilaporkan Meninggal di Riau

    Jakarta

    Lonjakan kasus Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di Dusun Datai, Kecamatan Batang Gansal, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau, mengungkap persoalan serius terkait sanitasi, gizi, dan akses kesehatan di wilayah pedalaman.

    Hingga 23 November 2025, tercatat 224 warga mengalami gangguan pernapasan. Saat ini seluruh warga tersebut kondisinya sudah membaik. Namun demikian terdapat lima kasus kematian pada anak.

    Hasil laboratorium menunjukkan kelima anak tersebut positif terjangkit Influenza A/H1pdm09 dan Haemophilus influenzae. Influenza A/H1pdm09, atau yang dikenal juga dengan flu babi, yang pernah menjadi wabah di beberapa negara pada tahun 2009.

    Hasil penyelidikan epidemiologi menunjukkan minimnya fasilitas kesehatan dasar di wilayah tersebut. Dusun Datai tidak memiliki MCK, tidak ada tempat pembuangan sampah, ventilasi rumah buruk, dan aktivitas memasak dengan kayu bakar dilakukan di ruangan yang sama dengan tempat tidur. Kondisi ini meningkatkan risiko penularan ISPA, terutama pada anak-anak.

    Selain masalah lingkungan, ditemukan pula banyak warga dengan gizi kurang dan cakupan imunisasi dasar yang rendah. Hasil laboratorium menunjukkan adanya kombinasi infeksi flu babi, pertusis, adenovirus, dan bocavirus. Temuan ini memperkuat analisis bahwa status gizi dan rendahnya kekebalan tubuh membuat warga rentan terhadap penyakit.

    Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan Kementerian Kesehatan, Sumarjaya, menyampaikan kondisi lingkungan di Dusun Datai menjadi penyebab penyakit mudah menyebar.

    “Kami menemukan rumah padat, ventilasi minim, nyamuk banyak, dan warga hidup dalam paparan asap kayu bakar setiap hari. Situasi seperti ini membuat penyakit pernapasan lebih mudah menular, terutama pada balita,” ujarnya, dikutip dari laman Kemenkes RI.

    Ia menegaskan bahwa krisis ISPA ini bukan sekadar persoalan medis, tetapi terkait erat dengan sanitasi, perilaku hidup, dan akses layanan kesehatan.

    “Jika kondisi sanitasi, gizi, dan kebiasaan sehari-hari tidak diperbaiki, penularan akan terus berulang,” kata Sumarjaya.

    Untuk merespons kondisi tersebut, Kementerian Kesehatan bersama pemerintah daerah melakukan pengobatan massal, memperkuat intervensi gizi, dan memberikan perhatian khusus kepada balita dan ibu hamil melalui pemberian makanan tambahan (PMT), vitamin, dan pemantauan kesehatan. Edukasi terkait etika batuk, penggunaan masker, dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) juga diperluas.

    Tim kesehatan juga melakukan pengambilan sampel tambahan untuk memastikan tidak ada patogen lain yang beredar, mengingat variasi gejala dan temuan multipatogen sebelumnya.

    Halaman 2 dari 2

    (suc/up)

  • Seperti Botol Soda yang Diguncang dan Dibuka Tiba-Tiba

    Seperti Botol Soda yang Diguncang dan Dibuka Tiba-Tiba

    Menurut dia, bahaya sekunder berupa aliran lahar tidak hanya bergantung pada volume curah hujan, tetapi juga geometri sungai. Aliran lahar yang memiliki viskositas atau kekentalan tinggi memiliki keterbatasan gerak saat melewati topografi sungai yang berkelok.

    “Lahar yang kental tidak bisa bermanuver saat menghadapi tikungan atau belokan sungai secara tiba-tiba. Akibatnya, area kelokan sungai menjadi lokasi dengan potensi luapan terbesar yang harus dihindari warga,” ujarnya.

    Terkait peningkatan status aktivitas Semeru, Mirzam menyebutkan hal tersebut didasarkan pada parameter terukur seperti intensitas gempa vulkanik, perubahan komposisi gas, kenaikan temperatur, dan deformasi tubuh gunung.

    Sebagai langkah mitigasi taktis bagi warga yang masih harus beraktivitas di radius aman namun terdampak abu, ia menyarankan penggunaan masker basah daripada masker kering.

    “Masker yang dibasahi memiliki daya rekat dan daya hisap yang lebih tinggi terhadap partikel abu vulkanik, sehingga lebih efektif melindungi sistem pernapasan,” katanya.

  • Polisi usut kasus pencurian sepeda motor di Kebon Jeruk

    Polisi usut kasus pencurian sepeda motor di Kebon Jeruk

    Jakarta (ANTARA) – Kepolisian mengusut kasus pencurian sepeda motor Honda PCX di Jalan Pesing Koneng, Kedoya Utara, Kebon Jeruk, Jakarta Barat yang terjadi pada Senin dini hari.

    “Sedang kita lidik, anggota sudah cek ke TKP (tempat kejadian perkara),” kata Kanit Reskrim Polsek Kebon Jeruk AKP Ganda Jaya Sibarani saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin.

    Kendati demikian, Ganda menyebut bahwa hingga kini korban belum membuat laporan polisi (LP).

    “Jadi untuk korban kita minta bikin LP dulu,” katanya.

    Dalam video viral yang diunggah oleh akun Instagram @warga.jakbar, pencuri awalnya lalu-lalang di sekitar lokasi dengan mengenakan baju hitam dan celana training abu-abu.

    Saat situasi sepi, pelaku pun mengenakan masker untuk menyamarkan identitasnya. Sepeda motor yang diparkir di luar rumah itu rupanya dalam keadaan kemudi yang tidak terkunci.

    Lantas dengan mudahnya motor itu berwarna merah itu didorong dan dibawa kabur oleh pelaku dari lokasi.

    Pewarta: Redemptus Elyonai Risky Syukur
    Editor: Syaiful Hakim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Masih Awas, Warga Diimbau Tak Aktivitas di Sungai

    Masih Awas, Warga Diimbau Tak Aktivitas di Sungai

    Liputan6.com, Jakarta Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) kembali menegaskan, status Gunung Semeru hingga Senin (24/11/2025) pagi masih berada pada Level IV atau Awas.

    Status ini menunjukkan aktivitas vulkanik yang tinggi dan dinamis. Sehingga seluruh rekomendasi keselamatan wajib dipatuhi warga. Terutama yang bermukim maupun beraktivitas di sekitar sektor tenggara gunung.

    Warga yang berada di sekitar Gunung Semeru diimbau untuk selalu menggunakan masker sebagai langkah pencegahan terhadap paparan abu vulkanik dan partikel berbahaya dari awan panas.

    Abu vulkanik yang terbawa angin dan hujan dapat masuk ke saluran pernapasan, berisiko menyebabkan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), terutama pada anak-anak, lansia, dan orang dengan penyakit pernapasan kronis.

    Kepala Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana Kabupaten Lumajang, dr. Rosyidah menekankan, meski erupsi masih berlangsung, warga tetap dapat menjalani aktivitas sehari-hari dengan aman jika mematuhi protokol keselamatan.

    “Penggunaan masker secara rutin saat berada di zona terdampak dapat meminimalkan risiko gangguan kesehatan akibat partikel abu vulkanik dan mencegah ISPA,” ujarnya.

    Selain masker, warga disarankan menjaga jarak dari jalur awan panas, menghindari aktivitas di daerah aliran sungai yang menjadi jalur luncuran material vulkanik. Warga diimbau segera melapor ke fasilitas kesehatan jika mengalami batuk, sesak napas, atau gejala ISPA lainnya.

    Pemerintah Kabupaten Lumajang bersama tim medis dan petugas lapangan terus memantau kondisi masyarakat dan memastikan ketersediaan masker serta perlengkapan kesehatan di posko-posko pengungsian maupun titik rawan terdampak. 

    Dengan langkah ini, keselamatan dan kesehatan warga tetap menjadi prioritas utama, sekaligus menegaskan pentingnya kesadaran kolektif dalam menghadapi aktivitas vulkanik Gunung Semeru.

  • Pertahankan Kalung Emas yang Dipakai, Seorang Wanita Terseret 50 Meter di Kapuk Muara

    Pertahankan Kalung Emas yang Dipakai, Seorang Wanita Terseret 50 Meter di Kapuk Muara

    JAKARTA – Seorang wanita berinisial S, menjadi korban penjambretan hingga dirinya terseret 50 meter saat mempertahankan kalung emas miliknya. Kejadian terjadi di kawasan Kapuk Muara, Penjaringan, Jakarta Utara.

    Pelaku diketahui berjumlah 2 orang. Kejadian berawal terjadi ketika korban berjalan pulang setelah berbelanja di warung dekat rumahnya.

    Di tengah perjalanan, dua orang yang berboncengan menggunakan sepeda motor Honda PCX warna putih mendekati korban dan menarik kalung miliknya.

    Korban berusaha mempertahankan barang tersebut hingga terseret ke jalan. Korban berteriak meminta pertolongan, kedua pelaku langsung melarikan diri.

    Upaya penjambretan itu tidak berhasil karena kalung tetap berada di tangan korban. Warga sekitar kemudian menolong korban yang mengalami luka akibat terseret. Korban dibawa ke klinik terdekat.

    Kapolsek Metro Penjaringan, AKBP Agus Ady Wijaya membenarkan adanya peristiwa tersebut.

    “Kasus ini masih kami dalami. Rekaman CCTV dan keterangan saksi menjadi bahan awal untuk mengidentifikasi pelaku,” kata AKBP Agus saat dikonfirmasi, Minggu, 23 November 2025.

    Polisi juga telah meminta korban membuat laporan resmi untuk memperkuat proses penyelidikan. Hingga kini polisi masih melakukan penyelidikan lebih lanjut.

    “Dari hasil pemeriksaan cctv, pelaku diduga berjumlah dua orang dengan ciri-ciri pakaian gelap, topi dan masker. Nomor polisi kendaraan pelaku tidak terbaca jelas,” ujarnya.

    Polisi juga sudah melakukan olah TKP dan menyita rekaman cctv di sekitar lokasi. Pelaku masih diburu oleh anggota Subnit V Resmob.

  • SPPG Margomulyo, Fasilitas Layanan Gizi Berkelanjutan yang Dukung Ekonomi Lokal

    SPPG Margomulyo, Fasilitas Layanan Gizi Berkelanjutan yang Dukung Ekonomi Lokal

    Sleman: Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Margomulyo, yang berlokasi di Kalurahan Margomulyo, Kapanewon Seyegan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, kini menjadi salah satu pusat layanan pangan bergizi yang mendapatkan sorotan.

    Unit ini dioperasikan oleh Badan Usaha Milik Kalurahan Bersama (BUMKALMA) Seyegan Margo Manunggal dan setiap hari menyiapkan ribuan porsi makanan bergizi bagi anak sekolah.

    Dengan dapur yang bersih, higienis, serta standar operasional ketat, SPPG Margomulyo mampu menyiapkan 3.755 porsi untuk siswa, ditambah 207 porsi setiap hari Senin untuk ibu hamil dan menyusui.

    Untuk menjaga kualitas makanan, seluruh ruangan dapur SPPG Margomulyo selalu dijaga dalam kondisi steril. Para pekerja diwajibkan mengenakan masker, penutup kepala, serta alas kaki khusus yang hanya boleh dipakai di area dapur.

    Menu bergizi yang disajikan setiap hari pun selalu berganti sesuai jadwal yang telah ditetapkan. Setelah selesai dimasak, makanan dikemas ke dalam ompreng bersih, kemudian ditata dan didistribusikan ke sekolah-sekolah.
     

    “Kalau untuk penentuan menunya kebetulan sudah ditentukan oleh ahli gizi kami. Disesuaikan dengan yang sudah ditentukan dari BGN. Menunya setiap hari kami variatif selalu berubah. Kami punya siklus bulanan jadi dalam satu bulan itu menu yang akan diolah sudah kami tentukan,” ujar Kepala SPPG Margomulyo Seyegan, Joni Prasetyo dikutip dari Metro TV, Minggu, 23 November 2025. 
     
    Disambut positif penerima manfaat

    Beroperasinya SPPG Margomulyo disambut antusias oleh para siswa penerima manfaat program Makanan Bergizi Gratis (MBG).

    Mereka bahkan diperbolehkan mengusulkan menu makanan, meski tetap harus mengikuti jadwal yang telah ditetapkan. “Hari ini ayam, tempe, wortel, sama semangka,” kata Rafa Ardi Saputra, Siswa SD Negeri Margoagung Seyegan. 

    Senada dengan para murid, Kepala SD Negeri Margoagung Seyegan, Zainab Suryani turut mengapresiasi SPPG Margomulyo.

    “Saya berterima kasih sekali dengan adanya program MBG ini karena program ini sangat bermanfaat bagi anak didik saya yang mana setiap harinya, setiap pagi anak-anak itu belum tentu mendapatkan sarapatan dari orang tua,” terang Zainab. 

     
    Layanan tambahan untuk ibu hamil dan menyusui

    Selain menyasar siswa sekolah, SPPG ini juga memberikan layanan gizi tambahan untuk 207 ibu hamil dan menyusui. Pembagian khusus untuk kelompok ini hanya dilakukan setiap hari Senin untuk kebutuhan gizi selama satu minggu.

    Agar distribusi lebih efisien, paket makanan dibagikan di titik tertentu, kemudian diambil oleh kader kesehatan pedukuhan untuk diteruskan kepada penerima manfaat.

    “MBG untuk ibu menyusui sama ibu hamil. Ibu hamil juga dapat jatah, itu untuk kesehatan yang dikandung biar mendapat asupan gizi. Seminggu sekali setiap hari Senin,” ungkap Kader Kesehatan Kregolan, Suryatini.
     
    Manfaatkan bahan baku lokal

    SPPG Margomulyo tidak hanya memberikan manfaat langsung dalam bentuk pangan bergizi, tetapi juga menjadi berkah bagi perekonomian warga. Hampir semua bahan pangan seperti sayur, telur, dan daging ayam diserap dari para petani dan peternak di wilayah Seyegan.

    Meski demikian, beberapa komoditas yang belum bisa diproduksi warga tetap harus didatangkan dari luar daerah. Semua pengadaan dilakukan melalui koordinasi Bumkalma Seyegan Margo Manunggal untuk memastikan kualitasnya tetap baik.

    “Untuk suplai bahan bakunya kita ambil dari Bumdes dan juga UMKM masyarakat lokal sini. Kalau yang terserap telur, telur itu diambilkan dari Bumdes. Ada telur ayam, telur puyuh, bumbu-bumbu, kemudian sayur-sayuran intinya yang produk lokal sini kita ambil dari sini,” ujar Direktur Bumkalma Seyegan Margo Manunggal, Tri Kusumawati.

    Dengan standar kebersihan yang ketat, menu bergizi yang bervariasi, serta kontribusinya terhadap ekonomi lokal, SPPG Margomulyo kini menjadi salah satu model layanan pemenuhan gizi yang efektif dan berkelanjutan di Sleman.

    Sleman: Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Margomulyo, yang berlokasi di Kalurahan Margomulyo, Kapanewon Seyegan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, kini menjadi salah satu pusat layanan pangan bergizi yang mendapatkan sorotan.
     
    Unit ini dioperasikan oleh Badan Usaha Milik Kalurahan Bersama (BUMKALMA) Seyegan Margo Manunggal dan setiap hari menyiapkan ribuan porsi makanan bergizi bagi anak sekolah.
     
    Dengan dapur yang bersih, higienis, serta standar operasional ketat, SPPG Margomulyo mampu menyiapkan 3.755 porsi untuk siswa, ditambah 207 porsi setiap hari Senin untuk ibu hamil dan menyusui.

    Untuk menjaga kualitas makanan, seluruh ruangan dapur SPPG Margomulyo selalu dijaga dalam kondisi steril. Para pekerja diwajibkan mengenakan masker, penutup kepala, serta alas kaki khusus yang hanya boleh dipakai di area dapur.
     
    Menu bergizi yang disajikan setiap hari pun selalu berganti sesuai jadwal yang telah ditetapkan. Setelah selesai dimasak, makanan dikemas ke dalam ompreng bersih, kemudian ditata dan didistribusikan ke sekolah-sekolah.
     

     
    “Kalau untuk penentuan menunya kebetulan sudah ditentukan oleh ahli gizi kami. Disesuaikan dengan yang sudah ditentukan dari BGN. Menunya setiap hari kami variatif selalu berubah. Kami punya siklus bulanan jadi dalam satu bulan itu menu yang akan diolah sudah kami tentukan,” ujar Kepala SPPG Margomulyo Seyegan, Joni Prasetyo dikutip dari Metro TV, Minggu, 23 November 2025. 
     

    Disambut positif penerima manfaat

    Beroperasinya SPPG Margomulyo disambut antusias oleh para siswa penerima manfaat program Makanan Bergizi Gratis (MBG).
     
    Mereka bahkan diperbolehkan mengusulkan menu makanan, meski tetap harus mengikuti jadwal yang telah ditetapkan. “Hari ini ayam, tempe, wortel, sama semangka,” kata Rafa Ardi Saputra, Siswa SD Negeri Margoagung Seyegan. 
     
    Senada dengan para murid, Kepala SD Negeri Margoagung Seyegan, Zainab Suryani turut mengapresiasi SPPG Margomulyo.
     
    “Saya berterima kasih sekali dengan adanya program MBG ini karena program ini sangat bermanfaat bagi anak didik saya yang mana setiap harinya, setiap pagi anak-anak itu belum tentu mendapatkan sarapatan dari orang tua,” terang Zainab. 
     

     

    Layanan tambahan untuk ibu hamil dan menyusui

    Selain menyasar siswa sekolah, SPPG ini juga memberikan layanan gizi tambahan untuk 207 ibu hamil dan menyusui. Pembagian khusus untuk kelompok ini hanya dilakukan setiap hari Senin untuk kebutuhan gizi selama satu minggu.
     
    Agar distribusi lebih efisien, paket makanan dibagikan di titik tertentu, kemudian diambil oleh kader kesehatan pedukuhan untuk diteruskan kepada penerima manfaat.
     
    “MBG untuk ibu menyusui sama ibu hamil. Ibu hamil juga dapat jatah, itu untuk kesehatan yang dikandung biar mendapat asupan gizi. Seminggu sekali setiap hari Senin,” ungkap Kader Kesehatan Kregolan, Suryatini.
     

    Manfaatkan bahan baku lokal

    SPPG Margomulyo tidak hanya memberikan manfaat langsung dalam bentuk pangan bergizi, tetapi juga menjadi berkah bagi perekonomian warga. Hampir semua bahan pangan seperti sayur, telur, dan daging ayam diserap dari para petani dan peternak di wilayah Seyegan.
     
    Meski demikian, beberapa komoditas yang belum bisa diproduksi warga tetap harus didatangkan dari luar daerah. Semua pengadaan dilakukan melalui koordinasi Bumkalma Seyegan Margo Manunggal untuk memastikan kualitasnya tetap baik.
     
    “Untuk suplai bahan bakunya kita ambil dari Bumdes dan juga UMKM masyarakat lokal sini. Kalau yang terserap telur, telur itu diambilkan dari Bumdes. Ada telur ayam, telur puyuh, bumbu-bumbu, kemudian sayur-sayuran intinya yang produk lokal sini kita ambil dari sini,” ujar Direktur Bumkalma Seyegan Margo Manunggal, Tri Kusumawati.
     
    Dengan standar kebersihan yang ketat, menu bergizi yang bervariasi, serta kontribusinya terhadap ekonomi lokal, SPPG Margomulyo kini menjadi salah satu model layanan pemenuhan gizi yang efektif dan berkelanjutan di Sleman.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News


    Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id

    (PRI)